A. SEJARAH SEFALOMETRI
Perawatan bidang orthodonsi merupakan perawatan yang dilakukan
terhadap gigi geligi, tulang rahang dan struktur kraniofasial. Dalam
penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan baik itu pemeriksaan subyektif,
pemeriksaan obyektif maupun pemeriksaan penunjang. Fotografi tidak dapat
digunakan untuk melihat hubungan antara gigi-gigi, tulang rahang dan
struktur kraniofasial lain. Sebelum ditemukannya metode radiografi terutama
radiografi sefalometri, para ahli antropologi melakukan pengukuran
tengkorak kering untuk mengetahui lebih detail bentuk dan pola kraniofasial,
akan tetapi hal ini banyak kekurangan antara lain berhubungan dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan tengkorak manusia hidup dan pengukuran
intrakranial (Amiatun, 2013).
Berdasarkan hal ini, maka Simon memperkenalkan 2 sistem
gnatostatik, yaitu metode yang mengorientasikan model studi ortodontik pada
bidang-bidang kranial untuk melihat hubungan gigi-gigi atas dan bawah
terhadap basis apikalis ditinjau dari struktur kraniofasial. Berdasar
pengetahuan antropometrik dan gnatostatik maka para ahli antropologi
menyebutnya dengan kraniometrik atau sefalometri radiografik.
Sefalometri radiografik digunakan untuk mempelajari hubungan gigi-
gigi dan struktur tulang muka secara ekstrakranial dan intrakranial. Gambaran
sefalometri radiografik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1922 oleh
Pacini. Tahun 1931, Hofrath (Jerman) dan Broadbent (Amerika) dalam waktu
bersamaan menemukan teknik sefalometri yang telah terstandarisasi dengan
menggunakan alat sinar-X dan pemegang kepala yang dinamakan sefalostat
atau sefalometer. Film yang dihasilkan dari pemotretan kepala ini disebut
sefalogram atau film kepala atau sefalometri sinar-X. Sefalometri radiografik
diperkenalkan dalam bidang ortodontik sekitar tahun 1930 an, meskipun
metode yang benar untuk aplikasi praktik ortodontik baru 20 tahun kemudian.
Beberapa tahun kemudian, metode analisis dikembangkan oleh beberapa
pengarang (Bishara, 2001).
Sefalometri di bidang orthodonsi disebut dengan sefalometri
rontgenografi. Perangkat yang digunakan disebut radiografi sefalometri, yang
biasa disebut dengan telerontgenogram di Eropa. Sefalometri juga digunakan
untuk studi longitudinal perkembangan kepala. Awal mula penggunaan
sefalometri, radiografi jenis ini banyak digunakan untuk mempelajari
pertumbuhkembangan kompleks kraniofasial yang kemudian berkembang
sebagai sarana yang berguna untuk melakukan evaluasi kondisi klinis baik
sebelum dan sesudah perawatan, serta rencana perawatan.
B. RADIOGRAFI SEFALOMETRI
Sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran kuantitatif
bagian tertentu pada kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola
kraniofasial. Sefalometri lebih banyak digunakan untuk mempelajari tumbuh
kembang kompleks kraniofasial kemudian berkembang sebagai sarana yang
sangat berguna untuk mengevaluasi keadaan klinis misalnya membantu
menentukan diagnosis, merencanakan perawatan, menilai hasil perawatan
dalam bidang ortodonti.
Foto radiografi sefalometri digunakan sebagai rekam orthodonsi yang
berguna untuk menentukan kelainan skeletal, letak gigi dan profil.
Pemeriksaan ini termasuk ke dalam pemeriksaan penunjang. Kombinasi
beberapa analisis selain analisis sefalometri dibutuhkan untuk penegakan
diagnosis dan rencana perawatan.
Cara pengambilan radiografi sefalometri juga berbeda dengan cara
pengambilan radiografi lainnya. Sefalometri terdiri dari dua macam, yaitu:
1. Posteroanterior sefalometri
Radiografi posteroanterior sefalometri merupakan gambaran
proyeksi dari arah posterior ke arah anterior. Radiografi jenis ini dapat
memberikan gambaran tulang frontal dan tulang rahang. Teknik
pengambilan foto radiografi posteroanterior adalah pasien diminta
menghadapkan kepalanya ke film dengan ujung dahi dan ujung hidung
menyentuh film (forehead-nose position). Cone beam diposisikan sejajar
dengan FHP (Frankfurt Horizontal Plane) dan membentuk sudut 0o.
Gambar 1. Posteroanterior sefalometri
2. Sefalometri Lateral
Sefalometri lateral merupakan jenis radiografi yang sering
digunakan di bidang orthodonsi. Hasil penyinaran akan memberikan
gambaran lateral dari kepala. Teknik yang dilakukan untuk pengambilan
foto radiografi sefalometri lateral adalah pasien diinstruksikan untuk oklusi
sentrik, kemudian kepala difiksasi dengan cephalostat dan telinga difiksasi
pada ear rod. Posisikan kepala pasien dengan FHP sejajar lantai. Film
diletakkan di salah satu sisi kepala pasien. Jarak sinar dengan obyek adalah
sekitar 2 kaki. Penyinaran dilakukan dengan tegangan antara 70-90 kVp,
kuat arus sebesar 10-15 mA dan waktu 1-1,5 detik (Jacobson, 1995).
Gambar 2. Sefalometri lateral
E. ANALISIS STEINER
Analisis Steiner dalam penilaian sefalometri lateral membagi menjadi
3 bagian kepala secara terpisah, yaitu skeletal, gigi dan jaringan lunak.
Analisis skeletal berkaitan dengan maksila dan mandibula. Analisis gigi
melibatkan kaitan gigi insisivus rahang atas dan rahang bawah. Sedangkan
analisis jaringan lunak menilai keseimbangan dan harmonisasi profil wajah
(Steiner, 1960).
Bidang referensi pada analisis steiner adalah menggunakan bidang S-
N. Bidang S-N digunakan karena dianggap bidang yang stabil, tidak
dipengaruhi struktur-struktur fasial, terletak pada jaringan keras dan terletak
pada bidang sagital. Analisis steiner digunakan untuk analisis skeletal,
analisis skeleto-dental dan analisis pergerakan dinamik mandibula. Analisis
steiner membagi menjadi beberapa analisis, yaitu (Steiner, 1960):
1) Analisis Skeletal
a) < SNA: 82o ± 2o
Sudut ini digunakan untuk mengetahui posisi maksila terhadap basis
kranii. Apabila sudut SNA lebih besar dari 84o maka dapat disimpulkan
bahwa posisi maksila terhadap basis kranii lebih protrusif. Apabila
sudut SNA lebih kecil dari 80o maka dapat disimpulkan bahwa posisi
maksila terhadap basis kranii lebih retrusif. Hal ini dapat berpengaruh
sama terhadap profil wajah.
b) <SNB: 82o ± 2o
Sudut ini digunakan untuk mengetahui posisi mandibula terhadap basis
kranii. Apabila sudut SNB lebih besar dari 84o maka dapat disimpulkan
bahwa posisi mandibula terhadap basis kranii lebih protrusif. Apabila
sudut SNB lebih kecil dari 80o maka dapat disimpulkan bahwa posisi
mandibula terhadap basis kranii lebih retrusif. Hal ini dapat
berpengaruh sama terhadap profil wajah.
c) <ANB: <SNA - <SNB = 2o
Sudut ini menyatakan hubungan maksila terhadap mandibula sehingga
dapat diketahui klasifikasi skeletal. Nilai <ANB 2o memberikan
penilaian bahwa klasifikasi skeletal termasuk ke dalam kelas I atau
normal. Apabila <ANB 4o maka dapat diketahui bahwa klasifikasi
skeletal termasuk ke dalam kelas II karena posisi maksila berada lebih
protrusif, sedangkan apabila nilai <ANB bernilai negatif maka dapat
diketahui bahwa klasifikasi skeletal termasuk ke dalam kelas III karena
posisi mandibula lebih protrusif.
Gambar 5. Analisis posisi rahang terhadap basis kranii
2) Analisis Dental
a) Posisi insisiv maksila
(1) Jarak insisiv maksila dengan garis NA
Rata-rata jarak insisiv maksila dengan garis NA adalah sebesar 4
mm ± 2 mm. Jika jarak -2 mm maka dapat disimpulkan bahwa
insisiv maksila retrusi. Sedangkan jika jarak > 6 mm maka insisiv
maksila protrusi.
(2) Sudut axial inisisv maksila dengan garis NA
Rata-rata sudut axial insisiv maksila dan garis NA adalah sebesar
22o± 2. Apabila sudut yang dihasilkan lebih dari hasil rata-rata
maka dapat disimpulkan bahwa posisi insisiv mandibula terlalu
anterior
c) Sudut interinsisal
Sudut interinsisal menunjukkan kecembungan atau protrusi gigi geligi
anterior. Terbentuk dari sumbu axial insisiv maksila dan sumbu axial
insisiv mandibula. Nilai rata-rata adalah 130o – 132o. Apabila sudut
yang dihasilkan adalah lebih besar dari nilai rata-rata maka akan
terlihat posisi insisiv maksila dan mandibula lebih tegak, sedangkan
apabila lebih kecil dari nilai rata-rata maka akan terlihat posisi insisiv
maksila dan mandibula protrusi.
F. ANALISIS DOWNS
Analisis Downs menggunakan pengukuran garis dan sudut secara spesifik, di
antaranya adalah (Downs, 1948):
1) Facial Angle
Facial angle merupakan sudut yang dibentuk perpotongan garis Npog dan
Frankfurt Horizontal Plane (FHP). Sudut yang dihasilkan minimal adalah
82o, rata-rata adalah 87,8o dan maksimal adalah 95o.
Gambar 11. Analisis sudut fasial
H. ANALISIS WYLIE
Pada analisis Wylie ada beebrapa titik yang diproyeksikan pada FHP. Titik-
titk itu adalah (Wylie, 1952):
1) Titik posterior dari kepala kondil
2) Pusat sella tursica
3) Fisura pterigomaksilaris
4) Lukukan bukal dari milar pertama permanen maksila
5) Spina nasalis anterior
Jarak sebagai referensi melakukan analisis pola fasial juga dibuat, seperti:
1) Glenoid fossa-sella tursica: laki-laki 18, perempuan 11
2) Sella tursica dengan pterigomaksilaris: laki-laki 18, perempuan 17
3) Panjang maksila: laki-laki 52, perempuan 52
4) Pterigomaksilaris-molar pertama maksila: laki-laki 15,perempuan 16
5) Panjang mandibula: laki-laki 103, perempuan 101
I. ANALISIS RICKETS
Analisis Rickets dibagi menjadi beberapa analisis, yaitu (Rickets, 1981):
1) Gambaran Skeletal
a) Sudut sumbu fasial
Sudut dibentuk dari bidang Basion-Nasion dan bidang Foramen
Rotundum (PT)-Gnation. Nilai rata-rata adalah 90o. Bila hasil lebih
kecil maka menandaan dagu lebih retrusif dan sebaliknya apabila hasil
lebih besar maka menandakan dagu lebih protrusif.
b) Sudut kedalaman fasial (fasial depth angle)
Dibentuk dari bidang N-Pog dengan FHP untuk melihat letak dagu
dari arah horizontal.
c) Sudut mandibula
Terbentuk dari bidang Me-Go dengan FHP. Nilai rata-rata yang
diperoleh adalah 26o pada usia 9 tahun dan menurun setiap 3
tahunnya.
d) Kecembungan wajah
Titik A merupakan gambara kecembungan wajah diukur dari titik A
ke bidang fasial (N-Pog).
2) Gigi geligi
a) Sudut Interinsisal
Sudut yang dibentuk dari garis axial insisiv rahang atas dan rahang
bawah.
b) Molar atas dan PtV
Pengukuran jarak dari Pterigo Vertikal ke sisi distal molar atas. Nilai
rata-rata sama dengan usia pasien ditambahkan dengan 3 mm.
Amiatun, Mieke SM. Sefalometri Radiografi Dasar. Jakarta: Sagung Seto. 2013
Bishara, S. E. Textbook of Orthodontics. Philadelphia, WB Saunders Company.
2001: 559
Downs, W.B. Variation in Facial Relationship: Their Significanc in Treatment
and Prognosis. Am J Orthod. 1948. 34:812-840
Jacobson, A. Radiographic Cephalometry , from Basic to Videoimaging. Chicago:
Quintessence Publishing Cp, Inc: 1995.: 40; 77-82; 95-103
Rahardjo, Pambudi. Diagnosis Orthodontik. Surabaya: Airlangga University
Press. 2009
Rickets, R.M. Skeletal Morphologic Feature of Cephalometric. The first fifty
years Angle Orthod. 1981. 51: 115-150
Steiner, C.C. The use of cephalometric as and treatment planning and assesing
orthodontic treatment. A, J Orthod 46: 721-735
Tweed, C. H. Was Development of the diagnostic facial triangle as an acurate
analysis based on factor funcy. 1962: Am J Orthod 48 (11): 823-840
Wylie, W.L. and Johnson, E.L. Rapid Evaluation of facial dysplasia in the
vertical plane. 1952: Angle Orthod. 22: 165