Anda di halaman 1dari 32

Revisi

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

“Pembelajaran Matematika”

Dosen Pembimbing: Dra. MM Endang Susetyawati, M.Pd

Disusun Oleh :

Nikmahtun Tri Harsiwi 14144100141

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2014/2015
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan Rahmat-Nya sehingga penulis diizinkan untuk
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“Pendekatan Pembelajaran Matematika”.

Makalah ini dibuat dengan berbagai pengumpulan data dalam jangka waktu
tertentu sehingga menghasilkan karya yang dapat dipertanggungjawabkan
hasilnya. Dengan terselesainya makalah Strategi Pembelajaran Matematika ini,
penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dra. M.M Endang Susetyawati, M.Pd selaku dosen pengampu mata
kuliah Strategi Pembelajaran Matematika yang senantiasa membimbing
dan memberi arahan.
2. Orang tua saya yang senantiasa memberi dukungan moral maupun materi.
3. Teman-teman yang telah memberi masukan dalam penyusunan makalah
ini.

Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar


pada karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengundang pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu
pengetahuan ini.

Yogyakarta, Oktober 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Tinjauan Makalah ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Metode Penulisan .................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
A. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Matematika ................................................. 2
B. Macam-macam Pendekatan Pembelajaran.............................................................. 3
1. Pendekatan Kontruktivisme ................................................................................ 3
2. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) .................. 7
3. Pendekatan RME (Realistic Mathematic Education) .......................................... 9
4. Pendekatan Saintific.......................................................................................... 12
5. Pendekatan Induktif .......................................................................................... 18
6. Pendekatan Deduktif ......................................................................................... 20
7. Pendekatan Spiral.............................................................................................. 22
8. Pendekatan Open - Ended ................................................................................. 24
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 27
KESIMPULAN ............................................................................................................. 27
GLOSARIUM ............................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 29

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Tinjauan Makalah

Pendekatan adalah sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran. Pendekatan ini masih bersifat umum, strategi dan
metode yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan
tertentu.

Pada pokoknya pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk


menjelaskan materi pelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan bagian
lainnya berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa untuk
mempelajari konsep, prinsip atau teori yang baru tentang suatu bidang ilmu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran matematika?


2. Apa sajakah macam-macam pendekatan pembelajaran matematika?

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode studi kepustakaan.
Metode studi pustaka merupakan metode dengan pencarian materi makalah di
buku-buku yang berkaitan dengan materi makalah.

1
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Matematika

Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh


guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran juga merupakan aktivitas guru di dalam memilih kegiatan
pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu materi pembelajaran yang
sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan menggunakan materi
yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda, atau
bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi
disiplin ilmu.

Pendekatan pembelajaran menurut Syaiful (2003:68) adalah sebagai


aktifitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran sebagai penjelas dan juga mempermudah bagi para guru
memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah siswa untuk
memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana
pembelajaran yang menyenangkan.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut


pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,
pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan metodologik berkenan dengan cara siswa belajar


mengkonstruksi konsep yang disajikan ke dalam struktur kognitifnya,
yang sejalan cara guru menyajikan bahan tersebut. Yang termasuk
pendekatan metodologik diantaranya adalah pendekatan intuitif, analitik,
sintetik, spiral, induktif, deduktif, tematik, realistik, dan heuristik.

2
2. Pendekatan material adalah pendekatan pembelajaran matematika dimana
dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep matematika lain
yang telah dimiliki siswa.

B. Macam-macam Pendekatan Pembelajaran

Macam-macam pendekatan pembelajaran antara lain sebagai berikut:

1. Pendekatan Kontruktivisme

Konstruktivisme adalah sebuah teori belajar dimana teori ini


berpusat pada siswa. Dalam penerapan teori ini, siswa adalah objek utama
pada proses pembelajaran. Konstruktivisme menempatkan siswa sebagai
pusat pembelajaran (student center). Guru hanya menolong siswa untuk
membangun/mengembangkan pengetahuan mereka untuk menyelesaikan
masalah yang diberikan. Jadi, dapat dikatakan guru hanya menjadi guide
(pembimbing) siswa untuk memahami masalah dan memberi siswa
kesempatan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan kemampuan
mereka sendiri. Guru dapat memberi beberapa petunjuk atau pertolongan
yang diperlukan untuk mengarahkan pemikiran siswa dalam
menyelesaikan masalah.

Tujuan konstruktivisme adalah membuat siswa mengembangkan


pengetahuan siswa. Teori belajar ini membuat siswa aktif dalam
mengetahui bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah, tidak hanya
bergantung pada jawaban guru. Konstruktivisme menginginkan siswa
mampu berpendapat atau memberikan umpan balik pada jawaban guru
karena siswa sudah bisa menyelesaikan masalah dan memberikan jawaban
mereka sesuai dengan pendapat mereka sendiri. Dalam konstruktivisme,
guru adalah moderator bukan fasilitator.

Dalam proses pembelajaran, guru mendapat peran besar dalam


membuat situasi yang baik yang dapat membangun keingintahuan siswa
tentang pelajaran karena keingintahuan siswa tersebut akan membuat

3
mereka berpikir. Pengalaman tiap siswa yang berbeda yang berhubungan
dengan pelajaran yang akan dipelajari akan memberikan titik penyelesaina
masalah. Dalam hal ini, karena setiap siswa pasti mempunyai jawaban
yang berbeda-beda, seorang guru harus bisa membangun situasi yang
memungkinkan bagi siswa untuk berdiskusi.

Guru adalah moderator artinya seorang guru memperhatikan


jalannya diskusi, terkadang memberikan pendapat, setuju atau tidak setuju
dengan pendapat/pemikiran siswa. Dalam proses ini, siswa akan
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam sharing
pendapat. Guru bertugas membuat keputusan/kesimpulan dari hasil diskusi
siswa. Diskusi hanya cara yang bisa di terapkan dalam konstrruktivisme,
guru juga diperbolehkan menggunakan alat bantu.

Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan


oleh teori konstuktivisme, yaitu:

(1) Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.

(2) Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.

(3) Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin
dicapai.

(4) Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan


menekankan pada hasil.

(5) Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.

(6) Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.

(7) Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.

(8) Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman


siswa.

4
(9) Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip teori kognitif.

(10) Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan


proses pembelajaran, seperti: prediksi, inferensi, kreasi, dan analisis.

(11) Menekankan pentingnya “bagaimana siswa belajar”.

(12) Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau


diskusi dengan siswa lain dan guru.

(13) Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.

(14) Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata.

(15) Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.

(16) Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.

(17) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun


pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada
pengalaman nyata.

Kelebihan dan Kekurangan dalam menggunakan model


konstruktivisme menurut Sidik (2008) adalah :

(1) Kelebihan
(a) Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara
eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi
gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan
penjelasan tentang gagasannya.
(b) Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan
gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka

5
tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai
fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan
memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
(c) Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk
berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa
berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model
dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
(d) Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar
siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan
menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun
yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan
berbagai strategi belajar.
(e) Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk
memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari
kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk
mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
(f) Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar
yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan,
saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu
jawaban yang benar.
(2) Kekurangan
(a) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang
bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil
konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
(b) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang
lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-
beda.

6
(c) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua
sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu
keaktifan dan kreatifitas siswa.

2. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)

Pendekatan konstektual merupakan suatu konsep belajar dimana


guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong
siswa membuat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Hasil pembekajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak
untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis danmelaksanakan observasi
serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam
konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya,
dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.

Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih


bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan
alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami.
Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang
akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan
daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi
pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan –
memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam


mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi
daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu
yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari
hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.

7
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya
untuk mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi
juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam
memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari
melalui interaksi dengan sesama teman, misalnya melalui pembelajaran
kooperatif, sehingga juga mengembangkan ketrampilan sosial (social
skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6).

Pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang


sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada
bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang
konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak
mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.

Dalam pendekatan ini terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan,


yaitu diantarnya:

(1) Kelebihan
(a) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa
dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi
itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga
tidak akan mudah dilupakan.
(b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran
CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui
landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar
melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

8
(2) Kelemahan
(a) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode
CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas
guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang
baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi
oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai
instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan
guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai
dengan tahap perkembangannya.
(b) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan
menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi
mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya
guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap
siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang
diterapkan semula.

3. Pendekatan RME (Realistic Mathematic Education)

RME adalah suatu pendekatan dimana matematika dipandang


sebagai suatu kegiatan manusia (Freudental, 1973, Treffers, 1987, De
moor, 1994 dalam Ahmad Fauzan 2001: 1).Kata realistik diambil dari
salah satu diantara empat pendekatan dalam pendidikan matematika.
Menurut klasifikasi Treffers yaitu mekanistik, empirik, strukturalistik dan
realistik. (Marpaung, 2001 : 2).

Dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik, strategi- strategi


informasi siswa berkembang ketika mereka menyeleseikan masalah pada
situasi- situsi biasa yang telah diakrapiniya, dan keadaan itu yang

9
dijadikannya titik awal pembelajaran pendekatan realistik atau Realistic
Mathematic Education(RME) juga diberi pengertian “cara mengajar
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelediki dan
memahami konsep matematika melalui suatu masalah dalam situasi yang
nyata”. (Megawati, 2003: 4). Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran
bermakna bagi siswa.

Realistic Mathematic Education(RME) adalah pendekatan


pengajaran yang bertitik tolak pada hal- hal yang real bagi
siswa(Zulkardi). Teori ini menekankan ketrampilan proses, berdiskusi dan
berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka
dapat menemukan sendiri(Student Invonting), sebagai kebalikan dari guru
memberi(Teaching Telling) dan pada akhirnya murid menggunakan
matematika itu untuk menyeleseikan masalah baik secara individual
ataupun kelompok.

Pada pendekatan Realistik peran guru tidak lebih dari seorang


fasilitator, moderator atau evaluator. Sementara murid berfikir,
mengkomunikasikan argumennya, mengklasifikasikan jawaban mereka,
serta melatih saling menghargai strategi atau pendapat orang lain.

Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa RME atau


pendekatan Realistik adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan
masalah sehari- hari sebagai sumber inspirasi dalam pembentukan konsep
dan mengaplikasikan konsep- konsep tersebut atau bisa dikatakan suatu
pembelajaran matematika yang berdasarkan pada hal- hal nyata atau real
bagi siswa dan mengacu pada konstruktivis sosial.

Terdapat 5 prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik,


yaitu:

(1) Didominasi oleh masalah- masalah dalam konteks, melayani dua hal
yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.

10
(2) Perhatian diberikan pada pengembangan model”situasi skema dan
simbol”.
(3) Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat
pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif.
(4) Interaktif sebagai karakteristik diproses pembelajaran matematika.
(5) Intertwinning(membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.

Dalam pendekatan ini juga terdapat kelebihan dan kelemahan, yaitu


diantaranya:

(1) Kelebihan
Beberapa keunggulan dari pembelajaran metematika realistik antara
lain:
(a) Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana
tegang tidak tampak.
(b) Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.
(c) Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah
didapatkan.
(d) Guru ditantang untuk mempelajari bahan.
(e) Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.
(f) Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin
pandai.
(2) Kekurangan
Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik antara
lain:
(a) Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).

(b) Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.

(c) Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu


yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.

11
4. Pendekatan Saintific

Pendekatan saintific adalah Proses pembelajaran yang dirancang


sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi
pengetahuan, ketrampilan, dan lainnya melalui tahapan mengamati,
menanya, menalar, mencoba, dan menbentuk jejaring untuk semua mapel.

Pembelajaran scientific merupakan pembelajaran yang mengadopsi


langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode
ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan
terbudayakannya kecapakan berpikir sains, terkembangkannya “sense of
inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989).
Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah mampu menghasilkan
kemampuan untuk belajar (Joice & Weil, 1996), bukan saja diperolehnya
sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting
adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh
peserta didik (Zamroni, 2000 & Semiawan, 1998).

Pembelajaran scientific tidak hanya memandang hasil belajar sebagai


muara akhir, namun proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh
karena itu pembelajaran scientific menekankan pada keterampilan proses.
Model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains
adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses
sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991).
Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan daripada
transfer pengetahuan, peserta didik dipandang sebagai subjek belajar yang
perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah
seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan
belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses
pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui
berbagai aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan
(scientist) dalam melakukan penyelidikan ilmiah (Nur, 1998), dengan

12
demikian peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai
fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk
kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan
keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan, dan
mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan
(Semiawan, 1992).

Model ini juga tercakup penemuan makna (meanings), organisasi,


dan struktur dari ide atau gagasan, sehingga secara bertahap siswa belajar
bagaimana mengorganisasikan dan melakukan penelitian. Pembelajaran
berbasis keterampilan proses sains menekankan pada kemampuan peserta
didik dalam menemukan sendiri (discover) pengetahuan yang didasarkan
atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan generalisasi,
sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya keterampilan
berpirkir tingkat tinggi (Houston, 1988). Dengan demikian peserta didik
lebih diberdayakan sebagai subjek belajar yang harus berperan aktif dalam
memburu informasi dari berbagai sumber belajar, dan guru lebih berperan
sebagai organisator dan fasilitator pembelajaran.

Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains berpotensi


membangun kompetensi dasar hidup siswa melalui pengembangan
keterampilan proses sains, sikap ilmiah, dan proses konstruksi
pengetahuan secara bertahap. Keterampilan proses sains pada hakikatnya
adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic learning tools) yaitu
kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan pada setiap
individu dalam mengembangkan diri (Chain dan Evans, 1990).

Dalam pendekatan pembelajaran Saintifik terdapat beberapa prinsip-


prinsip utama yaitu:

(1) Pembelajaran berpusat pada siswa

(2) Pembelajaran membentuk students‟ self concept

13
(3) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari,
mnganalisis, menyimpulkan konsep, pengetahuan, dan prinsip.

(4) Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir


siswa

(5) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi


mengajar guru

(6) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan


dalam komunikasi

Seperti halnya pada pendekatan pembelajaran matematika


sebelumnya, pendekatan pembelajaran saintific juga memiliki beberapa
kelebihan dan kekurangan, yaitu:

(1) Kelebihan
(a) Menilai data lebih objektif, karena tidak boleh terpengaruh oleh
nilai atau kepercayaan periset atau orang lain ( harus value free )

(b) Dari segi kemudahan mendapatkan data ,data sekunder yang


tersedia dapat digunakan

(c) Eksternal validiti lebih tinggi karena dapat melibatkan


permasalahan yang lebih luas menggunakan waktu yang lebih
panjang dan jumlah observasi yang lebih banyak sebagai objek
penelitian karena tersedia di data sekunder.

(2) Kekurangan

(a) Setting tidak natural ( artificial ) , dapat menurunkan validitas


penelitian

(b) Penelitian kurang terfokus tetapi lebih luas, sehingga kurang


mendalam

14
(c) Penelitian biasanya menjelaskan dan memprediksi fenomena yang
tampak, sehingga lebih mengarah ke verifikasi teori

Dalam pembelajaran saintifik terdiri atas lima langkah, yaitu


Observing (mengamati), Questioning (menanya), Associating (menalar),
Experimenting (mencoba), Networking (membentuk Jejaring/
mengkomunikasikan). Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik:

(1) Observing (mengamati)


Objek matematika yang dipelajari dalam matematika adalah buah
pikiran manusia, sehingga bersifat abstrak. Mengamati objek
matematika dapat dikelompokkan dalam dua macam kegiatan yang
masing-masing mempunyai ciri berbeda, yaitu:
(a) Mengamati fenomena lingkungan kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan topik matematika tertentu.
(b) Mengamati objek matematika yang abstrak. Kegiatan mengamati
objek matematika yang abstrak sangat cocok untuk siswa yang
mulai menerima kebenaran logis.
(c) Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari
informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak.
(2) Questioning (menanya)
Dalam hal mempelajari keterampilan berprosedur matematika,
kecenderungan yang ada sekarang adalah siswa gagal menyelesaikan
suatu masalah matematika jika konteksnya berbeda, walaupun hanya
sedikit perbedaannya. Ini terjadi karena siswa cenderung menghafal
algoritma atau prosedur tertentu. Pada diri siswa tidak terbangun
kreativitas dalam berprosedur. Kreativitas berprosedur dapat
dibangkitkan dari pemberian pertanyaan yang tepat. Pertanyaan-
pertanyaan didesain agar siswa dapat berpikir tentang alternatif-
alternatif jawaban atau alternatif-alternatif cara berprosedur. Dalam
hal ini guru diharapkan agar menahan diri untuk tidak memberi tahu
jawaban pertanyaan. Apabila terjadi kendala dalam proses menjawab

15
pertanyaan, atau diprediksi terjadi kendala dalam menjawab
pertanyaan, guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan secara
bertahap yang mengarah pada diperolehnya jawaban pertanyaan oleh
siswa sendiri. Di sinilah peran guru dalam memberikan scaffolding
atau „pengungkit‟ untuk memaksimalkan ZPD (Zone Proximal
Development) yang ada pada siswa (Chambers, 2007).
(3) Associating (menalar)
Secara umum dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses
berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta yang dapat
diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Dalam
proses pembelajaran matematika, pada umumnya proses menalar
terjadi secara simultan dengan proses mengolah atau menganalisis
kemudian diikuti dengan proses menyajikan atau mengkomunikasikan
hasil penalaran sampai diperoleh suatu simpulan. Bentuk penyajian
pengetahuan atau ketrampilan matematika sebagai hasil penalaran
dapat berupa konjektur atau dugaan sementara atau hipotesis.
Ada dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran
deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik
simpulan dari fenomena khusus untuk hal-hal yang bersifat umum.
Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada hasil
pengamatan inderawi atau pengalaman empirik. Penalaran deduktif
merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-
pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang
bersifat khusus. Cara kerja menalar secara deduktif adalah
menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian
dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus (Sudarwan,
2013). Penalaran yang paling dikenal dalam matematika terkait
penarikan kesimpulan adalah modus ponen, modus tolen dan
silogisme.
(4) Experimenting (mencoba)

16
Berdasarkan hasil penalaran yang diperoleh pada tahap
sebelumnya yakni berupa konjektur atau dugaan sementara sampai
diperoleh kesimpulan, maka selanjutnya perlu dilakukan kegiatan
„mencoba‟. Kegiatan mencoba dalam proses pembelajaran matematika
di sekolah dimaknai sebagai menerapkan pengetahuan atau
keterampilan hasil penalaran ke dalam suatu situasi atau bahasan yang
masih satu lingkup, kemudian diperluas ke dalam situasi atau bahasan
yang berbeda lingkup.
Tahap mencoba ini menjadi wahana bagi siswa untuk
membiasakan diri berkreasi dan berinovasi menerapkan dan
memperdalam pengetahuan atau keterampilan yang telah dipelajari
bersama guru. Dengan memfasilitasi kegiatan „mencoba‟ ini siswa
diharapkan tidak terkendala dalam memecahkan permasalahan
matematika yang merupakan salah satu tujuan penting dan mendasar
dalam belajar matematika. Pengalaman „mencoba‟ akan melatih siswa
yang memuat latihan mengasah pola pikir, sikap dan kebiasaan
memecahkan masalah itulah yang akan banyak memberi sumbangan
bagi siswa dalam menuju kesuksesan mengarungi kehidupan sehari-
harinya. Kurikulum 2013 secara eksplisit menyiapkan siswa agar
terampil memecahkan masalah melalui penataan kompetensi
kompetensi dasar matematika yang dipelajari siswa. Kegiatan
mencoba mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan
eksperimen, serta memperoleh, menyajikan, dan mengolah data.
(5) Networking (membentuk jejaring)
Membentuk jejaring dimaknai sebagai menciptakan
pembelajaran yang kolaboratif antara guru dan siswa atau antar siswa.
Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari
sekadar melaksanakan suatu teknik pembelajaran di kelas. Kolaborasi
esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang
menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi
yang dirancang secara baik dan disengaja sedemikian rupa untuk

17
memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama
(Kemdikbud, 2013).
Dalam kegiatan pembelajaran kolaboratif, fungsi guru lebih
sebagai manajer belajar dan siswa aktif melaksanakan proses belajar.
Dalam situasi pembelajaran kolaboratif antara guru dan siswa atau
antar siswa, diharapkan terjadi siswa berinteraksi dengan empati,
saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan
masing-masing, sehingga pada diri siswa akan tumbuh rasa aman,
yang selanjutnya akan memungkinkan siswa menghadapi aneka
perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.
Membentuk jejaring dapat dilaksanakan dengan memberi
penugasan-penugasan belajar secara kolaboratif. Penugasan
kolaboratif dapat dilaksanakan pada proses mengamati, menanya,
menalar atau mencoba. Selain belajar mengasah sikap empati, saling
menghargai dan menghormati perbedaan, berbagi, dengan
diterapkannya pembelajaran kolaboratif maka bahan belajar
matematika yang abstrak diharapkan akan menjadi lebih mudah
dipahami siswa.
Kegiatan membentuk jejaring adalah sarana untuk
menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan,
gambar / sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar
siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan
penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan,
dan atau unjuk karya.

5. Pendekatan Induktif

Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu,lalu


menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering
disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus
menjadi umum.

18
Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari
keadaan khusus menuju keadaan umum.

Ciri utama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah


menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh
pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau
dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.

Menurut Yamin (2008:90) pendekatan induktif tepat digunakan


manakala:

(1) Siswa telah mengenal atau telah mempunyai pengalaman yang


berhubungan dengan mata pelajaran tersebut,

(2) Yang diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap,


pemecahan, dan pengambilan keputusan,

(3) Pengajar mempunyai keterampilan fleksibel, terampil mengajukan


pertanyaan terampil mengulang pertanyaan, dan sabar,

(4) Waktu yang tersedia cukup panjang.

Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu


menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering
disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus
menjadi umum. Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang
bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum. Alternatif
pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan
deduktif adalah dengan pendekatan induktif. Beberapa contoh
pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri,
pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek,
pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran
dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati
terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus,

19
atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep,
aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.

Menurut Wariman (1997) ada beberapa kekurangan dan kelebihan


pembalajaran induktif

(1) Kelebihan
(a) Dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa karena siswa
selalu dipancing dengan pertanyaan.

(b) Dapat menguasai secara tuntas topic-topik yang dibicarakan


karena adanya tukar pendapat antar siswa sehingga didapatkan
suatu kesimpulan akhir.

(c) Mengajarkan siswa berpikir kritis karena selalu dipancing untuk


mengeluarkan ide-ide.

(d) Melatih siswa belajar bekerja sistematis.

(2) Kelemahan
(a) Memerlukan banyak waktu.
(b) Sukar menemukan pendapat yang sama karena setiap siswa
mempunyai gagasan yang berbeda-beda.

6. Pendekatan Deduktif

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang


menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan
(conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam
sistem deduktif yang kompleks,peneliti dapat menarik lebih dari satu
kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan
kesimpulan dari sesuatu yang umum kesesuatu yang khusus.

20
Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari
keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang
bermula dengan menyajikan aturan,prinsip umum dan diikuti dengan
contoh contoh khusus atau penerapan aturan,prinsip umum ke dalam
keadaan khusus.

Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan


istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif
dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan
berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah
persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).

Menurut Yamin (2008:89) pendekatan deduktif dapat dipergunakan


bila:

(1) Siswa belum mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari,

(2) Isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidang yang kurang
membutuhkan proses berfikir kritis,

(3) Pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang


baik dan pembicaraan yang baik,

(4) Waktu yang tersedia sedikit.

Pendekatan pembeljaran matematika deduktif juga memiliki


kelebihan dan kekurangan, dianataranya:

Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan kelebihan dan


kelemahan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan lain
adalah:

(1) Kelebihan

(a) Tidak memerlukan banyak waktu.

21
(b) Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan ke
dalam soal-soal atau masalah yang konkrit.

(2) Kelemahan

(a) Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika


dalam pembelajaran.Hal ini disebabkan siswa baru bisa
memahami konsep setelah disajikan berbagai contoh.

(b) Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan


karena siswa menerima konsep matematika yang secara langsung
diberikan oleh guru.

(c) Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan


deduktif, karena disini siswa langsung menerima konsep
matematika dari guru tanpa ada kesempatan menemukan sendiri
konsep tersebut.

7. Pendekatan Spiral

Pendekatan Spiral adalah pengajaran matematika modern menganut


pendekatan spiral. Pendekatan ini dipakai untuk mengajarkan konsep.
Dengan pendekatan spiral suatu konsep tidak diajarkan dari awal sampai
selesai dalam sebuah selang waktu, tetapi diberikan dalam beberapa selang
waktu yang terpisah-pisah. Di selang waktu pertama konsep itu dikenalkan
secara sederhana, misalnya dengan cara intuitif melalui benda-benda
konkret atau gambar-gambar sesuai dengan kemampuan murid. Setelah
selang waktu itu selesai, maka pelajaran dilanjutkan dengan topik-topik
lain. Di selang waktu yang terpisah-pisah selanjutnya, konsep tadi
diajarkan lagi makin lama semakin abstrak. Notasinya pun berubah pula,
hingga akhirnya menggunakan notasi yang umum dipakai dalam
matematika.

22
Jadi, pendekatan spiral merupakan suatu prosedur pembahasan
konsep yang dimulai dengan cara sederhana, dari konkret ke abstrak, dari
cara intuitif ke analisis, dari eksplorasi ke penguasaan, dalam jangka
waktu yang cukup lama dalam selang-selang waktu yang terpisah mulai
dari tahap yang paling rendah hingga yang paling tinggi.
Ciri-ciri suatu konsep adalah
(1) Konsep memiliki gejala-gejala tertentu
(2) Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung
(3) Konsep berbeda dalam isi dan luasnya
(4) Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-
pengalaman
(5) Konsep yang benar membentuk pengertian
(6) Setiap konsep berbeda dengan melihat ciri-ciri tertentu

Kondisi-kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan belajar


mengajar dengan pendekatan konsep adalah:
(1) Menanti kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai denaan unsur
lingkungan.
(2) Mengetengahkan konsep dasar dengan persepsi yang benar yang
mudah dimengerti.
(3) Memperkenalkan konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik
pula sampai konsep yang kompleks.
(4) Penjelasan perlahan-lahan dari yang konkret sampai ke yang abstrak.
Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3
tahap yaitu,
(1) Tahap Enaktik
Tahap enaktik dimulai dari:
(a) Pengenalan benda konkret.
Menghubungkan dengan pengalaman lama atau berupa
pengalaman baru.
(b) Pengamatan, penafsiran tentang benda baru.

23
(2) Tahap Simbolik
Tahap simbolik siperkenalkan dengan: Simbol, lambang, kode, seperti
angka, huruf. kode, seperti (?=,/) dll. Membandingkan antara contoh
dan non-contoh untuk menangkap apakah siswa cukup mengerti akan
ciri-cirinya. Memberi nama, dan istilah serta defenisi.
(3) Tahap Ikonik
Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti:
Menyebut nama, istilah, definisi, apakah siswa sudah mampu
mengatakannya.

8. Pendekatan Open - Ended

Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan


memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau
disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang
dihadapkan denganOpen-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk
mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana
sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu
pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa
atau banyak.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila
hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau
hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh
penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah
ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang
berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi
pada jawaban (hasil) akhir.
Pendekatan pembelajaran Open-Eded memiliki kelebihan dan ke
kurangan, yaitu:
(1) Kelebihan pendekatan Open–Ended.

24
Dalam pendekatan open-ended guru memberikan permasalah kepada
siswa yang solusinya tidak perlu ditentukan hanya melalui satu jalan.
Guru harus memanfaatkan keragaman cara atau prosedur yang
ditempuh siswa dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut akan
memberikan pengalaman pada siswa dalam menemukan sesuatu yang
baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan cara berfikir
matematik yang telah diperoleh sebelumnya. Ada beberapa kelebihan
dari pendekatan ini, antara lain:
(a) Siswa memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara lebih aktif
serta memungkinkan untuk mengekspresikan idenya.
(b) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak menerapkan
pengetahuan serta keterampilan matematika secara komprehensif.
(c) Siswa dari kelompok lemah sekalipun tetap memiliki kesempatan
untuk mengekspresikan penyelesaian masalah yang diberikan
dengan cara mereka sendiri.
(d) Siswa terdorong untuk membiasakan diri memberikan bukti atas
jawaban yang mereka berikan.
(e) Siswa memiliki banyak pengalaman, baik melalui temuan mereka
sendiri maupun dari temannya dalam menjawab permasalahan.

(2) Kelemahan Pendekatan Open–Ended.


Disamping kelebihan yang dapat diperoleh dari pendekatan open-
ended, terdapat juga beberapa kelemahan, diantaranya:
(a) Sulit membuat atau menyajikan situasi masalah matematika yang
bermakna bagi siswa.
(b) Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahamai siswa
sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan
bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
(c) Karena jawaban bersifat bebas, siswa dengan kemampuan tinggi
bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.

25
(d) Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar
mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka
hadapi.

26
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru


dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran juga
merupakan aktivitas guru di dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru
akan menjelaskan suatu materi pembelajaran yang sudah tersusun dalam urutan
tertentu, ataukah dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya
dalam tingkat kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang
terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu.
Dalam praktiknya terdapat bermacam-macam pendekatan pembelajaran
matematika, yaitu pendekatan konstruktivisme, pendekatan kontekstual
(Contextual Teaching and Learning/ CTL), pendekatan RME (Realistic
Mathematic Education), pendekatan Santific, pendekatan induktif, pendekatan
deduktif, pendekatan spiral, dan pendekatan Open-Ended.
Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda.
Dalam setiap pendekatan pula langkah untuk menjalankannya pun berdeba. Peran
guru dan siswa disetiap pendekatan juga berbeda-beda.

27
GLOSARIUM

Abstrak : tidak nyata, tidak berwujud; tidak berbentuk;

Mengimplementasikan : menerapkan

Metode : cara

Notasi : simbol, cara penulisan

Observasi : pengamatan

Response : tanggapan

Spesifikasi : jenis-jenis

Teoritis : teori
Inquiry : berdasarkan dunia nyata
Realistic : berdasarkan dunia nyata

28
DAFTAR PUSTAKA

Susetyawati, endang. 2011. Modul Belajar dan Pembelajaran Matematika.

Yogyakarta: UPY.

file.upi.edu/matematika/hakikat.pdf

Rahim, Utu. 2006. Pendekatan dalam Pengajaran Matematika. Kendari:

Matematika FKIP Unhalu.

29

Anda mungkin juga menyukai