Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

PEDOMAN, PENGHAYATAN, PENGAMALAN, PANCASILA (P4)

OLEH :

KELOMPOK 3

KELAS CD

PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020
ANGGOTA :

Aviranti Salsabila Daryatri 1910312021

Azura Darmawan 1910311003

Baihaqi Ahmad 1910312006

Dzulkifli 1910311043

Farid Ikhsan 1910311030

Giffary Zahida Aqilah 1910311067

Gita Chanivia 1910313026

Iffah Dzakiyyah 1910313041

M. Dzaky Mubarak 1910313035

M. Irfan Pratama 1910311054

Muh. Taufiqurrahman 1910311070

Qory Zafira 1910313046

Raisa Hussein 1910313018

Shakira Seftiani Aurelia 1910311017

Umi Fadilah Siregar 1910411016

Yuki San Devilen 1910311021

Zehan Afifa Yusran 1910311061


KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji beserta syukurkita kehadirat Allah SWT, karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Pedoman, Penghayatan, Pengalaman, Pancasila (P4) ”.

Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila di
bawah bimbingan ibu Yulia Hanoselina, S.IP, M.AP semester 1 Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran, Universitas Andalas Tahun Akademik 2019-2020. Selain itu juga,tujuan dalam
pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita mengenai nilai-nilai yang
terkandung dalam sila-sila pancasila, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Kami berharap untuk kedepannya, makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
kita. Kami juga menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka
dari itu kami selalu terbuka untuk menerima kritik dan saran dari para pembaca semuanya
demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini kedepannya.

Padang, 16 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................................i

Daftar Isi ................................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan ...............................................................................................................1

1.1 LatarBelakang ............................................................................................................1


1.2 RumusanMasalah .......................................................................................................1
1.3 TujuanPenulisan .........................................................................................................2
1.4 ManfaatPenulisan .......................................................................................................2

BAB II Pembahasan ...............................................................................................................3

2.1 TinjauanPustaka .........................................................................................................3


2.2 Pembahasan................................................................................................................3

BAB II Penutup......................................................................................................................13

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................13


3.2 Saran ..........................................................................................................................13

Daftar Pustaka ........................................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi
tercantum dalam pembukaan UUD 1945, dan ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus
1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Maka seharusnya setiap warga negara terutama
golongan intelektual untuk mempelajari, mendalami, menghayati serta mengembangkan
dalam rangka bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Terdapat dua hal utama yang melatarbelakangi perlunya suatu pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan negara
yaitu pengamalan serta tugas menyosong masa depan, yaitu liberalisme dan aktualisasi
Pancasila zaman orde baru.
Untuk pertama kali setelah merdeka diselenggarakan pemilihan umum pada tahun
1955 yang terjadi dalam suasana liberal. Proses pembahasan dasar negara dalam dewan
konstituante yang terlarut-larut itu bisa terjadi karena anggota konstituante telah
meninggalkan konsensus menerima Pancasila sebagai dasar negara, seperti terumus
dalam pembukaan UUD.
Orde Baru lahir sebagai reaksi terhadap penyelewengan yang terjadi dalam
pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Motivasi
perjuangannya adalah melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Orde Baru
meletakkan tata kehidupan bernegara dan bermasyarakat diatas azas konstitusional yang
bersumber kepada Pancasila.
Sebagai generasi saat ini, kita tidak ikut merasakan betapa sulitnya mencapai
kemerdekaan, untuk itu generasi saat ini harus berjuang untuk mempertahankan
kemerdekaan dengan melakukan hal yang positif dan bermanfaat bagi kita sendiri dan
orang lain sesuai dengan Pancasila. Namun pada saat ini Pendidikan Pengamalan dan
Penghayatan Pancasila tidak lagi menjadi pedoman hidup masyarakat Indonesia.

1.2 RumusanMasalah
1. Bagaimana arti pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila ?
2. Bagaimana sejarah pembentukan P4 ?
3. Apa butir-butir pendidikan P4?
4. Bagaimana pola pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ?
1
1.3 Tujuan Penulisan
1) Menjelaskan sejarah pembentukan P4
2) Menjelaskan arti P4
3) Menjelaskan butir-butir pendidikan P4
4) Mendeksripsikan pola pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila

1.4 Manfaat Penulisan


1. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami sejarah pembentukan P4
2. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami arti P4
3. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami butir-butir pendidikan P4
5) Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami pola pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Pustaka


2.2 Pembahasan
2.2.1 Arti Pedoman, Penghayatan, Pengamalan, Pancasila (P4)

Guna melestarikan keampuhan dan kesaktian Pancasila perlu diusahakan secara


nyata dan terus-menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya oleh setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan
kemasyarakatan baik dipusat maupun daerah. Untuk itu Pancasila harus ismaalkan
dlaam kehidupan sehari-hari. Untuk memudahakan pelaksanaan penghayatan dan
pengamalan Pancasila diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi penintun bagi
setiap tigkah laku manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dna bernegara.
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dinamakan Ekaprasetia
Pancakarsa sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978. Ekaprasetia
Pancakarsa berasal dari bahasa Sensakerta. Secara harfiah “eka” berarti satu atau
tunggal, “prasetia” berarti janji atau tekad, “panca” berarti lima dan “karsa” berarti
kehendak yang kuat. Dengan demikian Ekaprasetia Pancakarsa berarti tekad yang
tunggal untuk melaksanakan lima kehendak. Dalam hubungannya dengan Ketetapan
MPR Nomor II/MPR/1978 maka lima kehendak yang kuat itu ialah kehendak untuk
melaksanakan kelima sila Pancasila. Dikatakan tekad yang tunggal karena tekad
tersebut sangat kuat.
Janji dalam Ekaprasetia Pancakarsa lebih merupakan janji terhadap diri sendiri
yang merupakan panggilan hati nurani dan idak dirasakan sesuatu yang dipaksakan
dari luar. Pancasila membangkitkan kesadaran manusia bahwa ia mengembag kodrat
sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial yang harus bergaul dengan orang
lain. Setiap orang harus menyadari bahwa ia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang
lain. Janji manusia Indonesia terhadap dirinya adalah dengan segala kemauan dan
kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai manusia sosial dalam
bersama-sama mewujudkan kehidupan berdasarkan Pancasila. Kesadaran akan
kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sosial serta kemauannya untuk mengendalikan
kepentingannya itu merupakan modal dan mendorong tumbuhnya karsa pribadi
manusia Indonesia untuk menghayati dan mengamalkan sila kelima dari Pancasila.

3
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau Eka Prasetya
Pancakarsa adalah sebuah panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan
bernegara semasa Orde Baru. Panduan P4 dibentuk dengan Ketetapan MPR
no.II/MPR/1978.Ketetapan MPR no.II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa
menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai
pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Saat ini produk hukum ini tidak berlaku
lagi karena Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 telah dicabut dengan Ketetapan MPR no
XVIII/MPR/1998 dan term asuk dalam kelompok Ketetapan MPR yang sudah bersifat
final atau selesai dilaksanakan menurut Ketetapan MPR no. I/MPR/2003Dalam
perjalanannya 36 butir pancasila dikembangkan lagi menjadi 45 butir oleh BP7.Tidak
pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan
dalam keseharian warga Indonesia.

2.2.2 Sejarah Pembentukan P4


Kelahiran dan tumbuh kembang P-4 didorong oleh situasi kehidupan negara yang
terjadi pada pertengahan tahun 1965. Orde Baru menilai bahwa terjadinya tragedi
nasional, G-30-S/PKI pada tahun 1965, adalah karena bangsa Indonesia tidak
melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
Setelah bangsa Indonesia mampu mengatasi akibat dari gejolak yang ditimbulkan oleh
gerakan G-30-S/PKI, serta telah mampu untuk menetapkan program pembangunnya,
dirasa perlu untuk membenahi karakter bangsa dengan mengembangkan sikap dan
perilaku warganegara sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang
Dasarnya.
Maka Majelis Permusyawaratan Rakyat, dalam Sidang Umumnya, pada tanggal 22
Maret 1978 menetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Dengan
demikian pelaksanaan P-4 merupakan kehendak rakyat yang ditetapkan oleh MPR RI
sebagai penjelmaan rakyat, yang wajib dipatuhi. Apabila kita cermati bahwa penataran
P-4 lebih dititik beratkan pada pembinaan moral bangsa yang esensinya adalah
pengendalian diri. Seorang warganegara diharapkan mampu mengendalikan diri dalam
segala aspek kehidupan, diperlukan toleransi yang tinggi, dan tidak mementingkan diri
sendiri. Hanya dengan jalan ini maka kebersamaan akan terwujud dalam masyarakat
yang pluralistik.

4
Dalam rangka mengantisipasi gerakan globalisasi yang melanda dunia dan dalam
mempersiapkan diri memasuki millennium ke-3, serta menghadapi tinggal landas
pembangunan, penataran P-4 perlu ditingkatkan. Terbitlah Instruksi Presiden No 2
tahun 1994 tentang Peningkatan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila disingkat P2-P4. Intinya adalah bagaimana Pancasila sebagai ideologi terbuka
mampu mengantisipasi tantangan zaman, dan bagaimana usaha untuk meningkatkan
kesadaran warganegara akan hak dan kewajibannya sebagai pribadi, makhluk Tuhan
Yang Maha Esa, sebagai warga masyarakat, dan sebagai warga bangsa serta warga
dunia.

2.2.3 Butir- Butir Pendidikan P4


Butir-butir Pancasila ditetapkan dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1978
tentang Ekaprasetia Pancakarsa. Di dalamnya, lima sila dalam Pancasila dijabarkan
menjadi 36 butir pengamalan, sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila
untuk setiap warga negara Indonesia. Berikut adalah 36 Butir-Butir Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) berdasarkan TAP MPR No.
II/MPR/1978 :

I. SILA PERTAMA : KETUHANAN YANG MAHA ESA


1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama &
penganut- penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
3. Saling hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

II. SILA KEDUA : KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB


1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.

5
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh
umat manusia, karena itu kembangkan sikap hormat-menghormati dan
bekerjasama dengan bangsa lain.

III. SILA KETIGA : PERSATUAN INDONESIA


1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.

IV. SILA KEEMPAT : KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT


KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
1. Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.

6
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.

Sejak tahun 2003, berdasarkan TAP MPR no. I/MPR/2003, 36 butir pedoman
pengamalan Pancasila telah diganti menjadi 45 Butir-Butir Pengamalan Pancasila.

I. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa


Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
1. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah
masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa.
5. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
6. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa kepada orang lain.

II. Sila Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab


Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
7
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.

III. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia


Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
1. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
2. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
3. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
4. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
5. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
6. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

IV. Sila Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaran / perwakilan
Sebagai masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama.
1. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
2. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
3. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
4. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah.

8
5. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
6. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
7. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
8. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
9. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.

V. Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
1. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
2. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
3. Menghormati hak orang lain.
4. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
5. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat
pemerasan terhadap orang lain.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan
dan gaya hidup mewah.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
8. Suka bekerja keras.
9. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi
kemajuan dan kesejahteraan bersama.
10. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.

9
2.2.4 Pola Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

Untuk melaksanakan P4 perlu usaha yang dilakukan secara berencana dan terarah,
berdasarkan suatu pola. Tujuannya dalah agar Pancasila sungguh-sungguh dihayati
dan diamalkan oleh segenap warga negara, baik dalam kehidupan seorang maupun
dalam kehidupan kemasyarakatan. Masalah pembinaan insan Pancasila lebih banyak
menyangkut bidang pendidikan. Sasaran pelaksanaan P4 adalah perorangan, keluarga
dan masyarakat, baik di lingkungan tempat tinggal masing-masing maupun di
lingkungan tempat bekerja.
Langkah pertama adalah dengan penataran pegawai Republik Indonesia karena
mereka adalah abdi negara dan abdi masyarakat yang pertama-tama harus menghayati
dan mengamalkan Pancasila. Langkah selanjutnya ialah menyebarluaskannya kepada
seluruh lapisan masyarakat dengan menggunakan berbagai jalur dan penciptaan
suasana yang menunjang, antara lain:
A. Jalur – Jalur yang Digunakan
a. Jalur Pendidikan
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pengamalan
Pancasila, baik pendidikan formal (sekolah-sekolah) mapun pendidikan
nonformal (di keluarga dan lingkungan masyarakat), keduanya sangat erat
kaitanya dengan kehidupan manusia. Dalam pendidikan formal semua tindak-
perbuatannya haruslah mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Dalam
pendidikan keluarga pengamalan Pancasila harus ditanamkan dan
dikembangkan sejak anak-anak masih kecil, sehingga proses pendarah-
dagingan nilai-nilai Pancasila dengan baik dan menuntut suasana keluarga
yang mendukung.
Lingkungan masyarakat juga turut menentukansehingga harus dibina
dengan sungguh-sungguh supaya menjadi tempat yang subur bagi pelaksanaan
pengamalan Pancasila. Melalui pendidikan inilah anak-anak didik menyerap
nilai-nilai moral Pancasila. Penyerapan nilai-nilai moral Pacasila diarahkan
berjalan melalui pemahaman dari pemikiran dan dan pengamalan secara
pribadi.
b. Jalur Media Massa
Peranan media massa sangat menjanjikan karena pengaruh media massa
dari dahulu sampai sekarang sangat kuat, baik dalam pembentukan karakter
10
yang positif maupun karakter yang bersifat negatif, sasaran media massa
sangat luas mulai dari anak-anak hingga orang tua. Sosialisasi melalui media
massa begitu cepat dan menarik sehingga semua kalangan bisa menikmati baik
melalui pers, radio, televisi dan internet.
Hal itu membuka peluang besar golongan tertentu menerima sosialisasi
yang seharusnya belum saatnya mereka terima dan juga masuknya sosialisasi
yang tidak bersifat membangun. Media massa adalah jalur pendidikan dalam
arti luas dan peranannya begitu penting sehingga perlu mendapat penonjolan
tersendiri sebagai pola pedoman pengamalan Pancasila. Sehingga dalam
menggunakan media massa tersebut harus dijaga agar tidak merusak mental
bangsa dan harus seoptimal mungkin penggunaannya untuk sosialisasi
pembentukan kepribadian bangsa yang berdasarkan Pancasila. Dalam media
massa ditekankan pentingnya media tradisional seperti pewayangan serta
bentuk-bentuk seni rakyat lainnya. Dalam menggunakan komunikasi modern
ini perlu dijaga agar siaran-siaran yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan
P4 dapat dihindari
c. Jalur Organisasi Sosial Politik
Pengamalan Pacansila harus diterapkan dalam setiap elemen bangsa dan
negara Indonesia. Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin
bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahlian, peran dan
tanggung jawabnya sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial
politik seperti para pegawai Republik Indonesia mengikuti pedoman
pengamalan Pancasia agar tercermin jiwa yang berkepribadian Pancasila.
Semua angggota Partai Politik hendaklah berusaha sekuat tenaga ikut serta
dalam melaksanakan P4 sehingga Pancasila lestari.

B. Penciptaan Suasana yang Menunjang


a. Kebijaksanaan Pemerintah dan Peraturan Perundang-Undangan
Semangat dan isi berbagai kebijaksanaan pemerintah dan peraturan
perundang-undangan haruslah secara sadar mencerminkan jiwa norma-norma
Pancasila. Penjabaran kebijaksanaan Pemerintah dan perundang-undangan
merupakan salah satu jalur yang dapat memperlancar pelaksanaan P4 sehingga
dapat dilembagakan suatu sistem masyarakat yang menunjang pengamalan

11
Pancasila dalam segi kehidupan bangsa dan negara. Dalam hubungan ini aspek
sanksi atau penegakan hukum perlu mendapat penekanan khusus
b. Aparatur Negara
Rakyat hendaklah berpartisipasi aktif di dalam menciptakan suasana dan
keadaan yang mendorong pelaksanaan P4. Aparatur pemerintah sebagai
pelaksana dan pengabdi kepentingan rakyat harus memahami dan mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Sarana dan
prasarana dalam pelaksanaan pengamalan Pacasila perlu disediakan dan
memfungsikan lembaga-lembaga kenegaraan, khususnya lembaga penegak
hukum dalam menjamin hak-hak warga negaranya dan melindungi dari
perbutan-perbuatan tercela.
c. Kepemimpinan dan Pemimpin Masyarakat
Peranan kepemimpinan dan pemimpin masyarakat, baik pemimpinformal
maupun informal sangat penting dalam pelaksanaan P4. Mereka dapat
menyampaikan bagaimana pelaksanaan P4 kepada masyarakat sekitar dengan
bahasa yang mudah dipahami. Pemimpin atau pejabat harus bisa menjangkau

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bangsa Indonesia mempunyai Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia, nilai dan norma yang terkandung di dalamnya merupakan
keinginan dari bangsa Indonesia yang harus diamalkan. Pengamalan Pancasila harus
di lakukan dalam berbagai bidang kehidupan di negara Indonesia agar Pancasila
benar-benar berperan sebagaimana fungsi dan kedudukannya serta supaya tujuan serta
cita-cita bangsa Indonesia terwujud. Perlu usaha yang sungguh-sungguh dan terus
menerus serta terpadu demi terlaksananya penghayatan pengamalan Pancasila.
Dengan demikian masyarakat Indonesia menjamin kelestarian dan kelangsungan hdup
Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, serta penuh semangat
membangun masyarakat yang adil, sejahtera dan makmur.

3.2 Saran
Dewasa ini pengamalan-pengamalan Pancasila semakin memudar terlebih lagi di
era globalisasi, sehingga mengancam mental dan kepribadian bangsa Indonesia. Hal
ini harus segera ditangani dengan cara meningkatkan penanaman pengamalan
Pancasila melalui pendidikan yang seutuhnya, jadi tidak sebatas teori tetapi juga
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dari
setiap warga negara akan pentingya pengamalan pancasila dan mempertahankannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Wahjono, Padmo. 1984. Bahan-Bahan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.


Aksara Baru: Jakarta
H. Subandi Al Marsudi, SH., MH, Pancasila dan UUD ’45,(Jakarta:2006), hlm, 1-15
Prof. Dr. Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma Yogyakarta

14

Anda mungkin juga menyukai