KK(K)
(Universitas Udayana, Bali)
Made Wardhana
1
Pendahuluan
2 Pengantar Psikoneuroimunologi
T
elah lama diketahui adanya hubungan yang sangat
erat antara suasana mental (psikologis) dengan
sistem saraf, sistem endokrin, kardiovaskuler,
sistem reproduksi, sistem imun dan sistem lainnya. Perubahan
emosional, depresi atau stres psikologis yang dialami
seseorang ternyata dapat mempengaruhi berbagai sistem
dalam tubuh, bila tidak terkendali akan menyebabkan
penyakit atau memperberat penyakit. Selama ini, penyakit
muncul akibat kontak dengan mikroorganisme sebagai akibat
tubuh mengalami penurunan kekebalan tubuh, pendapat ini
tidak mutlak benar, akhir-akhir ini telah diketahui berbagai
penyakit seperti penyakit jantung, kanker, diabetes,
hipertensi, stroke dan penyakit degeneratif lainnya yang tidak
disebabkan oleh mikroorganisme, dikatakan faktor psikologis
memegang peran penting sebagai pencetus.
Namun saat itu belum diketahui mekanisme
hubungan faktor psikologis dengan tubuh. Perkembengan
ilmu kedokteran demikian pesatnya, sejak dua dekade
belakangan ini sudah mulai terungkap hubungan antara
pikiran dengan sistem kekebalan tubuh melalui sistem saraf,
endokrin dan sistem imun. Ilmu baru yang mempelajari
sistem tersebut dinamakan psikoneuroimunologi yang
mempelajari hubungan antara pikiran, sistem syaraf, sistem
endokrin dan sistem imun.
Sebagai contoh, seorang pasien dermatitis atau
urtikaria atau penyakit alergi lainnya biasanya akan
mengalami kekambuhan bila pasien terpapar dengan bahan
alergen seperti serbuk sari bunga, makanan tertentu, debu
rumah atau bahan alergen lainnya. Namun tidak sedikit
dijumpai seseorang mengalamai kekambuhan hanya karena
melihat saja bunga yang terbuat dari plastik atau bahkan
Pendahuluan 3
Referensi
S
ejarah dan perkembangan psikoneuro-imunologi
(PNI), secara umum sering disebut Mind–Body
Medicine (kedokteran pikiran –tubuh) sebenarnya
telah lama dikenal seusia sejarah perkembangan ilmu
kedokteran modern. Hippocrates (460-377) SM, sebagai
Bapak Ilmu Kedokteran modern
Somatogenesis – suatu
dengan memisahkan ilmu
ide yang menyebutkan
bahwa kondisi pikiran kedokteran modern dari agama,
dapat mempengaruhi magic dan takhyul. Hippocrates
soma (tubuh), menjelaskan tentang pentingnya
demikian juga otak dalam mempengaruhi
sebaliknya. Jika soma pikiran, perilaku dan emosi
(tubuh) seseorang
manusia. Menurutnya, otak
terganggu, maka
pikiran dan adalah pusat kesadaran, pusat
perilakunya juga akan intelektual dan emosi. Sehingga
terganggu. jika cara berpikir dan perilaku
seseorang menyimpang atau
terganggu berarti ada suatu masalah pada otaknya (otaknya
terganggu). Beliau juga merupakan pelopor somatogenesis –
suatu ide yang menyebutkan bahwa kondisi pikiran dapat
mempengaruhi soma (tubuh), demikian juga sebaliknya. Jika
soma (tubuh) seseorang terganggu, maka pikiran dan
perilakunya juga akan terganggu.
Filosof modern, Rene Descrates (1595-1650) dengan
ungkapan yang tersohor “Cogito Ergo Sum” (Aku Berpikir,
Maka Aku Ada). Selanjutnya ia menyebut bahwa tubuh adalah
sebagai L`homme machine atau mesin yang bisa berjalan
secara otomatis, pada manusia mesin ini diatur atau dikontrol
oleh jiwa. Bagaimana jiwa mengatur atau mengontrol tubuh
(mesin), Descartes menjelaskannya dengan menunjukkan
sebuah kelenjar kecil (glandula pinealis) yang ada di otak
Sejarah & Perkembangan PNI 11
Gambar 2.1
Ilustrasi gambar percobaan Pavlov, yang
menggunakan anjing dan garputala.
Sejarah & Perkembangan PNI 13
Referensi
1. Crocq M.A. A history of anxiety: from Hippocrates to DSM.
Dialogues in Clinical Neuroscience. 2015:17[3].
2. Walter B. Cannon. The Language of Polypeptides and the
Wisdom of the Body. The Physiologist. 28;5. 1928
3. Suzuki F. 2012. The Cogito Proposition of Descartes and
Charateristic of His Ego Theory. Bulletin of Aichi Univ. Of
Education. 61: 73-80
4. Asha Mounika Datla. Psychiatry, Institute of Mental Health.
AP J Psychological Medicine Vol. 13 (2) July-Dec 2012
5. Ader R. 1983. Developmental Psychoneuroimmunology.
Developmental Psychobiology, 16(4) :25 1-267 (1 983)
6. Cannon WB. The Wisdom of the Body. New York, NY:
Norton; 1932
3
Sistem Saraf
Pada Stress
20 Pengantar Psikoneuroimunologi
A. Encephalon (Brain)
1. Otak besar (Cerebrum atau Telencephalon)
Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak
manusia, otak besar memiliki permukaan yang berlipat-lipat,
sehingga permukaannya luas. Otak besar terdiri atas dua
lapisan, yaitu: a. lapisan luar (korteks), merupakan lapisan
tipis berwarna abu-abu. Lapisan ini berisi badan sel saraf.
Permukaan lapisan korteks berlipat-lipat, sehingga
permukaannya menjadi lebih luas. Pada lapisan korteks
terdapat berbagai macam pusat saraf, dan b. lapisan dalam
(medulla), merupakan lapisan paling dalam yang berwarna
putih. Lapisan dalam banyak mengandung serabut saraf, yatu
dendrit dan neurit. Fungsi Cerebrum adalah a. sebagai pusat
kesadaran dan pengendalia kesadaaran kita,misalnya untuk
bergerak, keterampilan, sensibilitas dan bereaksi dan b.
sebagai pusat ingatan (memori)
Berdasarkan belahannya (hemisphere) Serebum
membagi tugas ke dalam dua kategori utama yaitu otak kanan
dan otak kiri. Perbedaan teori fungsi otak kanan dan otak kiri
telah popular sejak tahun 1960, seorang peneliti Roger
Wolcott Sperry (1913-1994) neuropsikologist
dari Universitas Harvard, Yerkes Laboratory of Primate
Biology, dan National Institutes of Health.
Beliau menemukan bahwa akal manusia terdiri atas 2 bagian
otak yang memiliki fungsi yang terspesialisasi di sisi kiri dan
kanan, dan kedua sisi itu dapat berfungsi tanpa bergantung
Sistem Saraf Pada Stress 23
2. Diencephalon (Interbrain)
Bagian otak depan yang pertama adalah
diencephalon yang terdiri dari thalamus dan hipotalamus yang
termasuk dalam sistem limbik. Sistem limbik berada di bagian
otak tengah. Sistem limbik juga sering disebut sebagai "Otak
mamalia" yang memiliki fungsi sebagai pengendali emosi,
membantu mempertahankan keseimbangan hormonal, rasa
haus, lapar, dorongan seksual, pusat kesenangan, metabolisme
dan bagian ingatan jangka panjang lainnya. Posisi sistem
limbik merupakan batas antara diensefalon dan serebrum.
Bagian sistem limbik adalah hipokampus, amigdala, dan
talamus yang menghantarkan bagian terbesar sinyalnya ke
hipokampus dan menyebabkan efek seperti perasaan senang,
perasaan yang dihubungkan dengan makan, marah, dan
sebagainya. Amigdala bekerja sama dengan hipotalamus juga
berperan penting dalam mengendalikan pola tingkah laku.
Beberapa fungsi otak dalam mengatur perilaku antara lain
dalam menjalankan fungsi intelektual, fungsi bahasa, fungsi
Sistem Saraf Pada Stress 25
e. Ganglia basal.
28 Pengantar Psikoneuroimunologi
3. Mesencephalon (Midbrain)
Metencephalon adalah bagian penting dari divisi
perkembangan otak Anda dan melakukan fungsi-fungsi
penting yang berhubungan dengan SSP (sistem saraf pusat),
yaitu. gerakan otot, tidur, sirkulasi, keseimbangan, gairah dan
refleks jantung. Mesenchepalon (Midbrain) Atau Otak tengah
adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan
Otak besar dan Otak kecil. Otak tengah mengontrol
penglihatan dan pendengaran.
4. Rhombencephalon
Otak belakang atau hindbrain (rhombencephalon)
terdiri dari metencephalon dan myelencephalon (serebelum).
a. Metencephalon (Pons dan Cerebellum)
Pons yang menentukan apakahh kita terjaga atau
tidur. Pons ini merupakan pemancar yang mengirimkan data
Gambar 3.3
Hipotalamus dan kelenjar pituitari terletak pada dasar otak,
antara ke duanya terhubung melalui neuron dan pembuluh
darah, dari hipotalamus mengirim hormon untuk sinyal ke
kelenjar pituitari (hipofise) dan selanjutnya dari hipofise
mengirim hormon kelenjar endokkrin seluruh tubuh dan
organ lainnya seluruh tubuh.
http://www.organiclifestylemagazine.com/healing-the-
pituitary-gland-with-nutrition-and-natural-remedies
Sistem Saraf Pada Stress 29
a. Saraf Simpatik
Banyak organ dikendalikan terutama oleh sistem saraf
simpatik atau parasimpatik. Kadang-kadang dua sistem saraf
tersebut memiliki efek berlawanan pada organ yang sama.
Misalnya, sistem saraf simpatik meningkatkan tekanan darah,
dan sistem saraf parasimpatik menurun tekanan darah. Secara
keseluruhan, dua sistem saraf otonom ini bekerja sama untuk
memastikan bahwa tubuh merespon dengan tepat untuk
situasi yang berbeda. Sistem saraf simpatik disebut juga sistem
saraf torakolumbar, karena saraf preganglion keluar dari
tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12.
Saraf simpatik merupakan saraf yang berpangkal pada
medula spinalis di daerah leher dan pinggang, sehingga
disebut saraf torakolimbar. Saraf ini berfungsi mengaktifkan
organ tubuh. Beberapa fungsi sistem saraf simpatik, yaitu:
34 Pengantar Psikoneuroimunologi
2. Inti Sel
Inti sel pada neuron atau sel syaraf disebut
dengan nukleus sel. Nukleus adalah inti sel syaraf yang
memiliki fungsi untuk memberikan pengaturan terhadap
kegiatan sel syaraf pada tubuh manusia. Inti sel tersebut juga
memiliki peran dalam pembentukan DNA dan kromoson
sehingga secara tidak langsung nukleus berperan dalam
mengatur sifat yang dimiliki oleh keturunan sel tersebut. Pada
biasanya sel syaraf hanya memiliki satu inti sel saja, namun di
dalam tubuh manusia ada bagian tubuh yang memiliki lebih
dari satu inti sel. Bagian tubuh manusia itu adalah sel
parenkim yang ada di hati dan juga sel yang ada di otot
jantung. Ada juga sel di dalam tubuh yang tidak memiliki inti
sel, bagian sel itu adalah sel eritrosit dan juga sel trombosit.
3. Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan
bercabang-cabang. Dendrit merupakan perluasan dari badan
sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan
rangsangan ke badan sel. Dendrit adalah cabang yang ada di
badan sel syaraf. Bentuk dari dendrit ini berupa sitoplasma
yang menonjol memiliki ukuran pendek dan juga bercabang.
38 Pengantar Psikoneuroimunologi
4. Neurit (Akson)
Sistem Saraf Pada Stress 39
5. Selubung Myelin
Selubung ini berfungsi untuk isolator dan pemberi
makan sel saraf. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh
selubung mielin. Selubung mielin memiliki lemak yang
terbentuk atas segmen-segmen. Lekukan yang ada di antara
dua segmen tersebut disebut dengan nodus ranvier. Jika
selubung mielin menyelubungi neurit, maka selubung mielin
juga diselubungi dengan sel schwann. Selubung mielin
diproduksi oleh sel bernama glial. Fungsi utama dari selubung
mielin adalah sebagai pelindung bagi neurit agar tidak
mengalami kerusakan dan mencegah rangsangan menjadi
bocor dan mempercepat sampainya rangsangan. Rangsangan
itu bisa melompati selubung mielin dengan kecepatan sekitar
12 meter per detik. Selubung mielin itu bisa mencegah
rangsangan keluar dari akson.
6. Sel Schwann
Sel Schwann merupakan sel yang menjadi
pembungkus selubung mielin. Sel Schwann memiliki fungsi
untuk menghasilkan lemak berkali-kali hingga terbentuklah
selubung mielin. Fungsi dari sel schwann sendiri adalah untuk
mempercepat pergerakan rangsangan, membantu dalam
menyediakan persediaan makanan untuk akson dan juga
membantu neurit dalam melakukan regenerasi.
7. Sinapsis
Celah antara ujung neurit suatu neuron dengan
dendrit neuron lain dinamakan sinapsis. Pada bagian sinapsis
inilah suatu zat kimia yang disebut neurotransmiter (misalnya
Sistem Saraf Pada Stress 41
Referensi
1. Wieslaw L. Nowinski. Introduction to Brain Anatomy. K.
Miller (ed.), Biomechanics of the Brain, Biological and
Medical Physics, 5Biomedical Engineering, 2011
2. Kara, R. Brain and Nervous System. Britannica
Educational Publishing. New York. 2011
3. G.S. Everly and J.M. Lating. The Anatomy and Physiology
of the Human Stress Response. Springer Science+Business
Media New York 2013
4. Sukardi, E. Neuroanatomica. UI-Press.2013
5. Robert Boyle G.S. Everly and J.M. Lating, A Clinical
Guide to the Treatment The Anatomy and Physiology, of
the Human Stress Response. Springer Science+Business
Media New York 2013
6. Amy F. T. Arnsten. Stress signalling pathways that impair
prefrontal cortex structure and function. Nat Rev
Neurosci. 2009 June ; 10(6): 410–422.
7. Everly G. Physiology of Stress. Jones and Barttlett
Publisher. Available in: https://www.jblearning.com
/samples/0763740411/Ch%202_Seaward_Managing%20S
tress_5e.pdf
8. James P. Herman. Limbic system mechanisms of stress
regulation: Hypothalamo-pituitary-adrenocortical axis.
Progress in Neuro-Psychopharmacology & Biological
Psychiatry 29 (2005) 1201–1213
9. Igor Mitrovic, Introduction to the Hypothalamo-
Pituitary-Adrenal (HPA) Axis. E-Book: 465-486
44 Pengantar Psikoneuroimunologi
http://biochemistry2.ucsf.edu/programs/ptf/mn%20links
/HPA%20Axis%20Physio.pdf
10. CHAPTER 3 Introduction to the Structure and Function
of the Central Nervous System
http://samples.jbpub.com/9781449694425/94425_CH03_
Pass1.pdf
11. MHR • Unit 5 The Nervous and Endocrine Systems.
http://standring.weebly.com/uploads/2/3/3/5/23356120
/11_inquirybio_ch11.pdf
12. Raycroft. 2012. THE NERVOUS SYSTEM. Notes -
Nervous System – Student.
http://www.bio12.com/ch17/Notes.pdf
13. The Human Nervous System-Noback 2005
14. Todman, D. History of Neuroscience: Roger Sperry
(1913-1994), IBRO History of Neuroscience. 2008:1-6
15. Newman, JD. The Scientific Contributions of Paul D.
MacLean (1913–2007)
16. The Journal of Nervous and Mental Disease,
2009;197(1):1-5
17. MacLean, Paul D. The Brain’s Generation Gap Some
Human Implications by. The Social Contract, Spring 2002
4
Sistem Endokrin
&
Hormon
Pada Stress
46 Pengantar Psikoneuroimunologi
Gambar 4.1
Sistem endokrin tubuh manusia (Sussane, 1998)
Kelenjar Endokrin
Organ utama dari sistem endokrin adalah seperti
gambar di atas, ada pula organ tubuh yang lain menghasilkan
hormon yang kuran dikenal seperti; Jaringan adiposa
(jaringan lemak) dikenal menjadi metabolik penting. Ia
48 Pengantar Psikoneuroimunologi
2. Kelenjar Hipotalamus
Hipotalamus (bahasa Inggris: hypothalamus) terletak
langsung di bawah otak dan ukurannya sebesar biji kenari.
Sejumlah besar informasi sehubungan dengan kondisi tubuh
dikirim ke hipotalamus. Kemudian hipotalamus memberikan
persepsi informasi yang diterimanya, memutuskan tindakan
yang harus diambil dan perubahan yang harus dibuat dalam
tubuh. Hipotalamus juga merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem limbik, dan merupakan konektor
sinyal dari berbagai bagian otak menuju ke korteks otak besar.
Hal mendasar yang harus diperhatikan di sini adalah
hipotalamus itu sebuah organ yang terdiri dari sel-sel otonom.
Namun, sel-sel dalam hipotalamus bertindak dalam cara yang
luar biasa sadar untuk menjaga homeostatis tubuh terjaga.
50 Pengantar Psikoneuroimunologi
3. Androgenik Steroid
Androgenik steroid atau androgen disekresi oleh zona
reticularis (lapisan terdalam) dari korteks adrenal. Androgen
adalah hormon seks pria dan bertanggung jawab untuk
perkembangan karakteristik laki-laki. Hormon ini
memainkan peran penting dalam perkembangan organ seks
laki-laki selama fase embrio.
5. Kelenjar Thiroid
Kelenjar tiroid adalah kelenjar terbesar yang ada di
leher dengan ukuran panjang sekitar 2 inci. Tiroid ini terletak
di anterior (bagian depan) leher di bawah tulang rawan tiroid
yang menonjol. diselumiti oleh lapisan kulit dan otot.
Kelenjar ini memproduksi, menyimpan, dan melepaskan
hormon ke dalam aliran darah sehingga hormon dapat
mencapai sel-sel tubuh. Kelenjar tiroid menggunakan yodium
dari makanan untuk membuat dua hormon utama, yaitu:
Triiodothyronine (T3) Tiroksin (T4) Hormon T3 dan T4
akan mengatur kecepatan kerja dan metabolisme sel-sel.
Misalnya, T3 dan T4 mengatur detak jantung dan seberapa
cepat makanan diproses usus. Jadi ketika T3 dan T4
kadarnya rendah, detak jantung bisa lebih lambat dari
biasanya, dan pengaruhnya terhadap pencernaan adalah
sembelit dan meningkatnya berat badan. Jika T3 dan T4
kadarnya tinggi, maka detak jantung bisa lebih cepat dan
pengaruhnya pada pencernaan adalah diare dan penurunan
berat badan.
Ketika T3 dan T4 kadarnya rendah dalam darah, maka
kelenjar pituitari akan melepaskan lebih banyak TSH untuk
memberitahu kelenjar tiroid agar menghasilkan hormon
tiroid yang lebih banyak. Namun, apabila T3 dan T4 kadarnya
sudah tinggi, maka hipofisis akan mengurangi pengeluaran
TSH agar kelenjar tiroid memperlambat produksi hormon
tiroid.
6. Kelenjar Parathiroid
Empat kelenjar paratiroid kecil berada di sekitar tiroid
pada tenggorokan. Dilihat dari namanya ‘Para’ berarti ‘dekat’,
kelenjar tiroid dan terdiri atas 4 bagian, berfungsi
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 59
7. Kelenjar Pankreas
Pankreas adalah kelenjar besar yang terletak di
samping lambung dan usus kecil. Ini adalah sekitar enam inci
(sekitar 15 cm) panjang dan dibagi menjadi kepala, tubuh dan
ekor, pankreas adalah gabungan antara dua organ
yaitu jaringan pankreas dan pulau-pulau langerhans. Fungsi
dari kedua organ pankreas ini berbeda. Pankreas masuk dalam
bagian kelenjar kelenjar yang berhubungan dengan saluran
pencernaan. Pankreas memproduksi hormon insulin dalam
sel-sel dalam kelompok yang dikenal sebagai pulau
Langerhans dan memantau apa yang terjadi di dalam darah.
Ketika tingkat gula (glukosa) dalam darah meningkat, segera
hormon, terutama insulin. Insulin kemudian membantu
tubuh untuk menurunkan kadar glukosa darah dan
60 Pengantar Psikoneuroimunologi
Kelenjar Reproduksi
8. Ovarium
Ovarium merupakan bagian dari sistem reproduksi
wanita. Setiap wanita memiliki dua indung telur. Mereka
adalah berbentuk oval, sekitar empat sentimeter panjang dan
tergeletak di kedua sisi rahim (uterus) terhadap dinding
panggul di wilayah yang dikenal sebagai fossa ovarium.
Mereka ditahan di tempat oleh ligamen melekat pada rahim
tetapi tidak langsung melekat ke seluruh saluran reproduksi
wanita. Masing-masing hormon tersebut memiliki pengaruh
yang berbeda-beda, untuk lebih jelasnya berikut ini akan
diuraikan lebih rinci.
1. FSH (Follicle Stimulating Hormone), yaitu hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Hormon FSH ini
berfungsi dalam proses pembentukan dan pematangan
spermatozoa yang dikenal sebagai spermatogenesis dan
ovum yang dikenal sebagai oogenesis. Di samping itu, FSH
juga merangsang produksi hormon testoseron pada pria
dan estrogen pada wanita.
2. LH (Luteinizing Hormone). Hormon ini juga dihasilkan
oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini dapat merangsang
proses pembentukan badan kuning atau korpus luteum di
dalam ovarium, setelah terjadi poses ovulasi (pelepasan sel
telur).
3. Estrogen. Hormon ini dihasilkan oleh folikel graaf di dalam
ovarium. Hormon ini berperan alam oogenesis dan
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 61
9. Testis
Testis adalah sepasang organ yang menghasilkan
sperma yang menjaga kesehatan sistem reproduksi lelaki.
Dikenal sebagai gonad testis. Rekan-rekan mereka pada
wanita adalah ovarium. Selain perannya dalam sistem
reproduksi laki-laki, testis juga memiliki perbedaan menjadi
kelenjar endokrin karena mereka mengeluarkan testosteron-
yang sangat penting bagi perkembangan normal laki-laki
karakteristik fisik. Testis menghasilkan hormon utama;
testosteron dan estradiol. Testosteron diperlukan untuk
perkembangan fisik tepat pada anak-anak laki-laki. Ini adalah
androgen utama, yang merupakan istilah untuk suatu zat yang
merangsang dan/atau mempertahankan pengembangan
maskulin. Selama masa pubertas, testosteron yang terlibat
dalam proses transisi banyak anak terhadap dewasa, termasuk:
a. Perkembangan organ genital pria yang sehat
b. Pertumbuhan rambut wajah dan tubuh
c. Suara yang lebih rendah
62 Pengantar Psikoneuroimunologi
Hormon Glukokortikoid
Efek fisiologi glukokortikoid termasuk pengaturan
metabolisme protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat,
pada manusia dikenal sebagai kortisol. Peran kortisol dalam
meningkatkan konsentrasi gula darah dengan bekerja sebagai
antagonis insulin dan dengan menekan sekresi insulin,
dengan demikian menghambat metabolesme glukosa perifer
dan meningkatkan sintesis glukosa hati (glukoneogenesis).
Glukokortikoid juga memiliki sifat anti inflamasi yang
berkaitan dengan efek mikrovaskulatur dan menekan sitokin
inflamasi. Kortisol dibentuk dalam zona fasikulata,
merupakan glukokortikoid utama pada manusia yang
mempunyai efek metabolisme glukosa yang meningkatkan
kadar glukosa darah, metabolisme protein, keseimbangan
cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas, dan terhadap
stresor.
Kortisol dikenal sebagai hormon stres karena
produksi saat tubuh menghadapi stres dan katekolamin
terpacu, hal tersebut meningkatkan daya tahan tubuh dan
secara alami membuat lebih waspada dalam menghadapi krisis
atau bahaya. Tubuh memproduksi kortisol lebih banyak pada
waktu pagi dari pada malam hari. Terlalu banyak jumlah
kortisol dalam tubuh bisa menyebabkan sulit tidur, imunitas
tubuh menurun, gula dalam darah tidak normal bahkan
membuat berat badan naik. Kadar kortisol dapat dikendalikan
dengan berbagai cara misalnya dengan relaksasi dapat
menurunkan kortisol sebanyak 20 persen. Mendengarkan
64 Pengantar Psikoneuroimunologi
Gambar 4.2
Glukokortikoid dihasilkan oleh korteks adrenal.
Glukokortikoid terutama kortisol atau hidrokortison,
berefek sangat luas, seperti; menstimulasi
glukoneogenesis, glukokortikoid mengaktivasi konversi
protein menjadi glukosa melalui di dalam hati dan
menstimulasi konversi lebih lanjut menjadi glikogen.
Memiliki efek antiinflamasi melalui penghambatan
metabolisme asam arakidonat. Sifat glukokortikoid adalah
pleitropik, sehingga memiliki banyak efek samping
seperti, gangguan pertumbuhan, imunosupresan,
hipertensi, penghambatan penyembuhan luka,
osteoporosis, dan gangguan metabolik. Glukokortikoid
masuk menembus sel secara langsung karena sifatnya
yang lipofilik, dan berikatan dengan reseptornya (GR)
yang berada di sitoplasma. GR ini berfungsi sebagai faktor
transkripsi yang akan mengaktivasi gen target di dalam
inti sel. (King HA, Trotter KW, Archer TK. 2012)
68 Pengantar Psikoneuroimunologi
Biosintesis norepinefrin
Tirosin dioksidasi menjadi dopa, dan mengalami
dekarboksilasi menjadi dopamin, yang dioksidasi menjadi
norepinefrin. Norepinefrin dimetilasi menjadi epinefrin. Hasil
akhir biosintesis epinefrin dan norepinefrin atau disebut
katekolamin dapat berupa dopamin pada jaringan-jaringan
tertentu (misalnya paru, usus, hati) di sana zat tersebut
bereaksi sebagai hormon lokal. Norepinefrin terbentuk
melalui hidroksilasi dan dekarboksilasi tirosin, dan epinefrin
melalui metilasi norepinefrin. Feniletanolamin-N-
metiltransferase (PNMT), enzim yang mengkatalisis
pembentukan epinefrin/epinefrin dari norepinefrin,
ditemukan dalam jumlah cukup banyak hanya di otak dan
medulla adrenal. PNMT medulla adrenal diinduksi oleh
glukokortikoid, dan walaupun diperlukan jumlah relatif besar,
72 Pengantar Psikoneuroimunologi
Efek Fisiologis
Hormon katekolamin berfungsi memicu reaksi
terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh. Reaksi yang
sering dirasakan adalah frekuensi detak jantung meningkat,
keringat dingin dan keterkejutan/shok. Fungsi hormon ini
mengatur metabolisme glukosa terutama disaat stres. Hormon
ini juga sebagai stimulasi otak, menjadi lebih waspada dan
siaga. Dan secara tidak langsung akan membuat indra kita
menjadi lebih sensitif untuk bereaksi. Jika hormon diproduksi
berlebihan akibat stres yang berkepanjangan, akan terjadi
kondisi kelelahan bahkan menimbulkan depresi. Penyakit
fisik juga mudah berdatangan, akibat dari darah yang
terpompa lebih cepat, sehingga menganggu fungsi
metabolisme dan proses oksidasi dalam tubuh. Hormon ini
juga memiliki fungsi khusus dalam pembuluh vena dan arteri
dengan mengalirkan lebih banyak darah yang dibutuhkan
jantung, otot.
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 73
β
76 Pengantar Psikoneuroimunologi
Referensi
S
ebelum membicarakan komunikasi antar pada stres
psikologis dengan sistem neuroendokrin dan sistem
imun, maka kita bahas secara singkat komunikasi
antar sel di dalam tubuh sehingga keadaan homeostatis dapat
dipertahankan.
Sel merupakan unit terkecil dari organisme dan tidak
akan mampu bekerja dan membentuk sebuah jaringan bila
tidak ada koordinasi antara satu dengan yang lain. Miliaran sel
penyusun setiap makhluk hidup harus berkomunikasi untuk
melakukan koordinasi sedemikian rupa sehingga
Dalam kehidupan memungkinkan organisme itu
makhluk hidup, baik untuk berkembang. Mulai dari sel
uniseluler atau yang berkomunikasi terbentuk
multiseluler akan jaringan kemudian organ dan
berinteraksi dengan sistem yang menjalankan
lingkungannya untuk organisme untuk hidup.
mempertahankan
kehidupannya. Dalam kehidupan
makhluk hidup, baik uniseluler
atau multiseluler akan berinteraksi dengan lingkungannya
untuk mempertahankan kehidupannya. Sinyal-sinyal antar sel
jauh lebih sederhana daripada bentuk-bentuk pesan dalam
bentuk sinyal listrik maupun dalam bentuk kimiawi yang pada
akirnya akan mengaktifkan sel-sel lain atau jaringan untuk
menjalankan fngsinya.
Sinyal yang diterima sel dapat berasal dari sel lain atau
dari beberapa perubahan pada lingkungan fisik organisme,
bermacam-macam bentuknya. Misalnya, sel dapat
mengindera dan merespon sinyal elektromagnetik, seperti
cahaya dan sinyal mekanis, seperti sentuhan. Akan tetapi sel-
sel paling sering berkomunikasi satu sama lain dengan
Komunikasi selular & Konversi Stress Psikologis 81
1. Synaptic signaling
Hubungan ini dilakukan oleh neuron-neuron dari
serat saraf yang meneruskan sinyal-sinyal secara elektrik
sepanjang akson dan melepaskan neurotransmitter di sinapsis,
Komunikasi selular & Konversi Stress Psikologis 91
Referensi
1. Hayashi T. Conversion of psychological stress into cellular
stress response: Roles of the sigma-1 receptor in the process.
Psychiatry and Clinical Neurosciences 2015; 69: 179–191
2. Ewen H.H. Reconciling Biophysical and Psychosocial Model of
Stress in Relocation among Older Women. Dissertation The
Graduate School University of Kentucky 2006
3. Bierhaus A. et al. A mechanism converting psychosocial stress
into mononuclear cell activation. PNAS, 2003; 100[4]: 1920–
1925
4. Kemeny M.E., Manfred Schedlowski. Understanding the
interaction between psychosocial stress and immune-related
diseases: A stepwise progression. Brain, Behavior, and
Immunity 21 (2007) 1009–1018
5. Mercurio F. et al. NF-kB as a primary regulator of the stress
response. Oncogene, 1999;18: 6163- 6171
6. Silvia Helena Cardoso. Brain, Communication Between Nerve
Cells Behavior, and Immunity. 2007; 21:1009–1018
7. Stephanie Bissiere, et al. Electrical Synapses Control
Hippocampal Contributions to Fear Learning and Memory.
Science 331, 87 (2011)
6
Stress, Stressor &
Fisiologi Stress
98 Pengantar Psikoneuroimunologi
K
etika tubuh kita terpapar dengan suatu ancaman
dari luar baik ancaman psikis, fisik dan biologis,
maka tubuh kita akan mengalami prubahan-
perubahan fisiologis yang disebut respon stres. Kata-kata
stres, stresor, eustres dan distres yang diperkenalkan oleh
Hans Selye (Bapak Ilmu Stres) bermaksud untuk
menggambarkan proses dan mekanisme biologis dari stres.
Beraneka ragam definisi stres sesuai dari sisi mana
melihatnya, tidak saja bernuansa psikologis tetapi juga dapat
bernuansa fisiko-biologis yang lebih memandang stres sebagai
suatu ancaman secara keseluruhan.
Stress didefinisikan sebagai respon fisik dan emosional
terhadap tuntutan yang dialami individu yang diiterpretasikan
sebagai sesuatu yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen
& Rosenlicht, 1986). Stres merupakan suatu fenomena
komplek, dimana sekumpulan komponen saling berinteraksi
dan bekerja serentak. Ketika sesuatu hal mengubah satu
komponen subsistem, maka keseluruhan sistem dapat
terpengaruh. Jika tuntutan untuk berubah menyebabkan
ketidakseimbangan (disequilibrium) pada sistem, maka
terjadilah stress.
6.1 Definisi stress
Referensi
1. Crocker IC, Church MK, Newton S, and Townely RG.
1998. Glucocorticoid Inhibit Proliferation and IL-4 and IL-5
secretion by aeroallergen-spesific T-helper type 2 cell line. Ann
Allergy Asthma Immunol; 80: 509-516. Ion
2. Dhabhar FS., and Mcewen BS.(1997). Acute Stress Enhances
while Chronic Stress Suppresses Cell-Mediated Immunity in
vivo : A Potential Role for Leukocyte Trafficking. Brain,
Baehaviour and Immunity.;11(4): 286-306.
3. Dunn AJ. 2004. Brain Circuits Invoved in Corticotropin-
Releasing Factor – Norepinephrine Interaction during Stress.
Ann.N.Y. Acad.Sci ; 1018: 25-34.
4. Elenkov IJ, and Chrousos GP. 1999. Stress Hormones,
Th1/Th2 patterns, pro/anti-inflamatory Cytokines and
Susceptibility to Disease. TEM; 10/9: 359-368.
5. 5. Kay AB. 2001. Allergy and Allergic Disease. Nengl J Med;
344(1):30-37.
6. Lambrecht Respiratory Research 2001 2:133
doi:10.1186/rr49.
7. Lorenz D, et al. 1998. Mechanism of Peptid-induced Mast cell
Degranulation. J Gen Physiol;112: 577-591.
8. Mackay IR., Rosen FS.(2000). Allergy and Allergic. Dis. J
Med. :344(1):30-37.
9. Nallath N. 2009. Perspective on Psycho-neuro-immunology in
Oncology. Indian J Palliative Care;12(1)
10. O’Sullivan RL, et al. 1998. The Neuro-Immuno-Cutaneous-
Endocrine Network : Relationship of Mind and Skin. Arch
Dermatol ; 134: 1431-1435.
11. Putra, ST, 2006). Paradigma Psikoneuroimunologi Menuju
ke Disciplines-Hybrid. Univ Airlangga. Makalah seminar.
Stress, Stressor & Fisiologi Stress 109
A. Biomarker Metabolik
1. Serum Kolesterol
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kadar kolesterol
serum menurun di bawah stres kronis. Para peneliti di Bethesda,
MD melaporkan bahwa setelah stres berat yang terjadi selama
pelatihan militer, konsentrasi serum kolesterol peserta latihan
angkatan laut yang terdaftar dalam penelitian mengalami
penurunan sebesar 17,2%. Dalam penelitian yang dilakukan pada
monyet, dilaporkan bahwa di hadapan jumlah masih tingginya
adrenalin, kadar kolesterol serum menurun. Kadar kolesterol serum
Biomarker Stress 113
2. Albumin Serum
Serum albumin adalah protein dengan jumlah paling pada
mamalia. Albumin membantu untuk mengangkut berbagai zat
hidrofobik melalui aliran darah. Sintesis albumin hanya terjadi pada
sel-sel hati, dan waktu paruhnya sekitar 21 hari. Angka ini dapat
bervariasi secara signifikan dengan stres. Hipoalbuminemia terkait
dengan respon inflamasi akut atau kronis. Stres kronis, melalui
berbagai mediator inflamasi atau neuroendokrin, dapat mengurangi
kadar albumin dengan baik meningkatkan laju degradasi, atau
dengan mengurangi laju sintesis. Hipoalbuminemia dapat
memfasilitasi terjadinya edema, yang dapat mengakibatkan
pengurangan lebih lanjut dalam serum albumin. Studi yang
dilakukan pada laki-laki dewasa telah mengindikasikan bahwa
kadar serum albumin dapat menurun karena stres kronis. Serum
albumin menangkap patofisiologi hati dan metabolisme. Hal ini
juga dapat menangkap status gizi, yang dapat menjadi hasil dari
stres atau paparan membingungkan. Banyak kondisi kesehatan
114 Pengantar Psikoneuroimunologi
4. Glycosylated Hemoglobin
Hemoglobin glikosilasi hemoglobin adalah yang glukosa
terikat. Glukosa tetap melekat hemoglobin untuk kehidupan sel
darah merah, maka tingkat hemoglobin glikosilasi mencerminkan
tingkat glukosa darah rata-rata selama periode tiga bulan. Stres
kronis terkait dengan hiperglikemia ini telah dijelaskan disebabkan
baik karena kehadiran hormon kontra-regulasi yang berlebihan
seperti glukagon, glukokortikoid, dll atau karena tinggi beredar
atau jaringan tingkat sitokin, terutama TNF-α dan IL-1, yang
Biomarker Stress 115
B. Biomarker Imunologis
1. IL-6
IL-6 produksi perifer mononuklear darah budaya dari
individu kronis menekankan telah dilaporkan lebih tinggi dari
budaya dari subyek kontrol, jika dirangsang oleh LPS, dalam sebuah
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa yang lebih tua. Dalam
sebuah studi longitudinal yang membandingkan orang tua pasien
kanker (stres kronis) dan orang tua dari anak-anak yang sehat
(kontrol), dilaporkan bahwa orang stres kronis menunjukkan
resistensi yang lebih tinggi untuk sinyal anti-inflamasi. IL-6 adalah
sitokin pro-inflamasi yang bekerja secara sinergis dengan TNF-α
116 Pengantar Psikoneuroimunologi
2. TNF-α
TNF-α adalah sitokin pro-inflamasi, yang diproduksi
terutama oleh makrofag diaktifkan. Bersama-sama dengan IL-1 dan
IL-6, ia terlibat dalam penindasan nafsu makan, meningkatkan
resistensi insulin, promosi ekspresi molekul adhesi pada sel endotel
untuk membantu migrasi neutrofil, dll Hal ini juga dapat terlibat
dalam patologi sistem saraf pusat karena itu telah dikaitkan dengan
demielinasi. Tingkat TNF-α telah dilaporkan meningkat pada
orang dewasa berusia 19-55, di bawah stres kronis. TNF-α
mempromosikan ekspresi gen dengan mengaktifkan NFkB yang
menghasilkan transkripsi sitokin inflamasi. Oleh karena itu,
ketinggian di TNF-α adalah bersamaan dengan elevasi di tingkat
IL-1 dan IL-6. MRNA TNF-α lebih tinggi selama stres kronis, yang
menunjukkan sintesis Denovo daripada rilis preformed protein
diinduksi pada aktivasi limfosit dan makrofag. Tingkat diproduksi
secara spontan TNF-α juga dilaporkan lebih tinggi pada orang yang
menderita stres kronis, dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan
produksi TNF-α dapat dijelaskan sama dengan peningkatan IL-6
tingkat. Hal ini dapat berguna dalam studi epidemiologi karena
sampel (darah) koleksi relatif mudah. Namun, sebuah penelitian
Biomarker Stress 117
3. CRP
C-reactive protein (CRP) adalah protein yang ditemukan
dalam darah, kadar yang meningkat sebagai respon peradangan.
Peran fisiologis adalah untuk mengikat ke fosfokolin diekspresikan
pada permukaan sel apoptosis untuk mengaktifkan sistem pujian.
Mengukur CRP adalah penanda untuk penyakit inflamasi. Karena
stres kronis dikenal untuk menginduksi produksi IL-1 dan
peradangan tingkat rendah kronis berikutnya, tingkat CRP bisa
digunakan sebagai layar untuk respon inflamasi ini karena stres
kronis. Dalam penelitian yang dilakukan pada remaja, di bawah
stres kronis, tingkat CRP telah diusulkan meningkat. CRP dapat
diukur dari darah dan telah berhasil digunakan dalam studi
epidemiologi sebagai penanda respon inflamasi kronis yang
disebabkan oleh stres kronis. Beberapa perbedaan jenis kelamin
telah dilaporkan dengan wanita menunjukkan kadar CRP yang
lebih tinggi dibandingkan laki-laki, namun, tingkat CRP telah
dilaporkan meningkat pada kedua jenis kelamin dengan paparan
stres kronis.
4. IGF-1
IGF-1 atau Insulin-like Growth Factor-1 (ILGF-1), adalah
hormon dengan struktur yang mirip dengan insulin, disintesis oleh
hati dan jenis sel lainnya. Ini memiliki efek anabolik pada orang
dewasa dan penting untuk pertumbuhan masa kanak-kanak.
Hormon pertumbuhan menginduksi produksi IGF-1. Ini adalah
inhibitor poten kematian sel terprogram dan stimulator
pertumbuhan sel dan proliferasi. Kisaran normal IGF-1 dalam
118 Pengantar Psikoneuroimunologi
5. Dehydroepiandrosterone
Dehydroepiandrosterone (DHEA) merupakan androgen
disintesis oleh kelenjar adrenal. Hormon ini menekan sitokin
inflamasi, meningkatkan metabolisme lipid dan massa otot,
menurunkan resistensi insulin dan mengurangi kerusakan oksidatif.
DHEA dihasilkan dari kolesterol melalui sitokrom P450 dan
CYP17A1. Dehydroepiandrosterone sulfat adalah versi sulfat dari
dehydroepiandrosterone. Pada orang dewasa sehat, dalam
menanggapi stressor kronis, level dehydroepiandrosterone
menurun selama tahap hiper-responsif dari sumbu HPA. Hal ini
dapat diukur dari serum, air liur dan urin. Pengukuran DHEA
langsung menangkap status HPA axis fungsi. Akibat stres kronis,
rasio kortisol-DHEA dilaporkan secara signifikan lebih tinggi dari
pada orang normal. Hal disebabkan penurunan produksi DHEA.
6. Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid disintesis oleh
kelenjar adrenal. Ini bekerja pada SSP melalui kelenjar pituitari
posterior dan menyebabkan pelepasan hormon anti-diuretik. Hal
ini juga mempengaruhi sistem kardiovaskular dengan
menyebabkan vasodilatasi lokal di lokasi aksi. Hal ini terlibat dalam
reabsorbing natrium, retensi air dan ekskresi kalium untuk menjaga
Biomarker Stress 119
Neurotansmiter Neuropeptid
(Klasik)
Berat Kecil, satu asam amino Besar, memiliki panjang 2-40
molekul asam amino
kerja
Tempat Membran subsinaps sel Nonsinaps di sel prasinaps atau
kerja pasca sinaps pascasinaps dengan
konsentrasi lebih kecil dari
neurotransmiter
Efek Mengubah potensial sel Meningkatkan atau menekan
dengan membuka efektivitas sinaps pada sintesis
saluran ion neurotransmiter atau reseptor
pascasinap
Biomarker Stress 121
2. Dopamin (Dopamine)
Dopamin diproduksi di beberapa daerah otak terutama di
hipoalamus, substantia nigra dan daerah tegmental ventral,
dopamin juga merupakan neurohormon. Dopamin menghantarkan
sinyal antar sel saraf atau dengan sel lainnya. Awalnya dopamin
dikenal sebagai neurotransmiter yang menghantarkan sinyal hanya
di dalam otak, namun juga diketahui memiliki fungsi pada organ
lain. Dopamine memiliki peran dalam mengatur pergerakan,
122 Pengantar Psikoneuroimunologi
3. Asetilkolin (Acetylcholine)
Asetilkolin (Ach) merupakan molekul ester-kolin yang
pertama diidentifikasi sebagai neurotansmitter. ACh dibuat di
dalam susunan saraf pusat oleh neuron dan badan selnya yang
terdapat pada batang otak dan forebrain, selain itu disintesis juga
dalam saraf lain di otak. ACh beraksi pada sistem saraf otonom di
perifer dan di pusat, dan merupakan transmitter utama pada saraf
motorik di neuromuscular junction pada vertebrata. Asetilkolin
memiliki peran dalam penyimpanan memori. ACh ini terbentuk
pada akson terminal neuron, sebagai neurotransmiter, dimulai saat
potensial aksi sudah sampai pada terminal akson. Hal ini akan
Biomarker Stress 123
1. Substance P
2. Neuropeptide Y (NP-Y)
4. β -Endophin
tekanan pada perasaan kita seperti marah, sedih dan depresi dapat
dikurangi bahkan dihilangkan. Manfaat endorphin sudah lama
dikenal sebagai zat yang banyak manfaatnya, seperti mengatur
produksi growth factors dan seksualitas, mengendalikan rasa nyeri
serta sakit yang menetap, mengendalikan perasaan stres, serta
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Endhorpine sebenarnya
merupakan gabungan dari endogenous dan morphine, zat yang
merupakan unsur dari protein yang diproduksi oleh sel-sel tubuh
serta sistem syaraf manusia, pelepasan zat ini bisa dipicu melalui
berbagai kegiatan, seperti pernapasan yang dalam, relaksasi, serta
meditasi. Sel natural killer adalah bagian dari sistem kekebalan
tubuh yang membunuh sel kanker atau patogen lainnya.
Stres mempengaruhi kemampuan sel-sel natural killer
untuk meningkatan respon imun melalui endorfin. Endorfin juga
dapat menurunkan tekanan darah, dengan memperbaiki enditel
pembuluh daran, mampu berikatan dengan limfosit B, dan untuk
meningkat peran sel natural killer. Sel B dan Sel NK adalah bagian
kecil dari keseluruhan peripheral blood mononuclear cells (PBMC).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan latihan
pernapasan dapat meningkatkan β–endorphin terbukti
meningkatkan kebugaran fisik dan imuniglobulin-G dan menekan
interleukin 6 pada keadaan stres, sementara interleukin 2 dan
interleukin 4 tidak meningkat secara bermakna. Demikian juga
kortisol tidak menurun secara signifikan. Penggunaan topikal
aplikasi berefek positif pada hidrasi kulit, elastisitas dan kerutan
(wrinkle) pada kulit.
130 Pengantar Psikoneuroimunologi
Daftar Pustaka
1. Konduru L. Biomarker of Chronic Stress. Thesis. University of
Pittsburgh 2011
2. Djuric Z. et al. Biomarkers of Psychological Stress in Health Disparities
Research. Open Biomark J. 2008; 1[1]: 7–19.
3. Juster R.P. et al. Allostatic load biomarkers of chronic stress and impact
on health and cognition. Neurosci. Biobehav. Rev. (2009): 1-15
9. Swartz, J.R., Knodt, A.R., Radtke, S.R., & Hariri, A.R. (2015). A
neural biomarker of psychological vulnerability to future life stress.
Neuron, 85, 505-511.
Biomarker Stress 131
8
Respon Imun
Terhadap Stres
132 Pengantar Psikoneuroimunologi
S
emua jenis stresor telah diketahui dapat
merangsang sistem tubuh untuk memproduksi
hormon stres seperti golongan glukokortikoid
terutama kortisol dan katekolamin terutama norepinefrin dan
dopamin. Diketahui bahwa stresor dapat menekan sistem
imun dengan mempengaruhi diferensiasi sel T helper, migrasi
limfosit, penurunan jumlah sel natural killer, peran fagositosis
dari monosit dan makrofag. Hal ini dapat menerangkan
terjadinya kekambuhan herpes simpleks dan penyakit lainnya
akibat dari stresor psikologis.
Stresor dapat mempengaruhi respon imun melalui
beberapa jalur utama, seperti dibawah ini.
1. Sumbu Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA axis)
LC/NE
Referensi
1. Andrzej Slominski And Jacobo. Neuroendocrinology Of The
Skin. Wortsman. Endocrine Reviews 21: 457–487, 2000)
2. Abbas. Intro to Immunology
3. John B. Zabriskie. Essential Clinical Immunology.
Cambridge University Press 2009
4. Abbas KA., Lichtman AH., Pober JS. (2000). Cytokine In
Cellular and Molecular Immunology 4th ed. Abbas KA et al.
Philadelphia, WB Saunders: 235-267.
5. Ader R. 2001. Psychoneuroimmunology. Current Direction in
Psychological Science ; 10(3): 94- 98.
6. Ader R, and Cohen N. 1995. Psychoneuroimmunology:
Interaction between the nervous system and immune system.
Lancet; 345: 99-102.
7. Almawi WY, Beyhum HN, Rahme AA, and Rieder MJ.
1996. Regulation of Cytokine Receptor Expression by
Glucocorticoids. J. Leuc. Biol; 60: 563-572
5. Albrecht, T. Medical Microbiology, 2006. University of
Texas Medical Branch at Galveston).
6. Asadi AK, and Usman A. 2001. The Role of Psychological
Stress in Skin Disease. J of Cutaneous Med and Surgery.
(online)
7. Barnes PJ. 2006. Corticosteroid Effect on Cell Signaling.
European Respir J; 27(2): 413-426.
8. Buske-Kirschbaum A, et al. 2001. Altered Reactivity of the
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal Axis in Patients with Atopic
Dermatitis : Pathologic Factor or Symptom? Annals New
York Academy of Sciences : 747-754.
144 Pengantar Psikoneuroimunologi
Skoring
0 - 149 Tidak Sangat rendah timbulnya
mengalami stres gejala klinis
150 - 199 Stres ringan 35% menimbulkan tanda
klinis.
200 - 299 Stress sedang 50% menimbulkan gejala
klinis
> 300 Stress berat 80% menimbulkan gejala
klininis
Skoring
Kuisioner tersebut harus dilengkapi oleh pasien yang
merupakan ukuran dari stres psikologis. Bila dijumlahkan
nilai total berkisar berkisar dari 10 sampai 50.
No Pernyataan 0 1 2 3 4
1 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda marah karena sesuatu yang
terjadi tiba-tiba?
2 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda merasa bahwa Anda tidak
dapat mengontrol hal-hal penting
dalam hidup Anda?
3 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda merasa gugup dan tertekan?
4 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda merasa yakin akan
kemampuan Anda untuk
menangani masalah pribadi Anda?
152 Pengantar Psikoneuroimunologi
Referensi
1. The PSS Scale is reprinted with permission of the
American Sociological Association, from Cohen, S.,
Kamarck, T., and Mermelstein, R. (1983). A global measure
of perceived stress. Journal of Health and Social Behavior,
24, 386-396.
2. Cohen, S. and Williamson, G. Perceived Stress in a
Probability Sample of the United States. Spacapan, S. and
Oskamp, S. (Eds.) The Social Psychology of Health.
Newbury Park, CA: Sage, 1988.
3. Kessler, R.C., Andrews, G., Colpe, .et al (2002) Short
screening scales to monitor population prevalences and trends
in non-specific psychological distress.
4. Thomas H. Holmes And Richard H. Rahe. The Social
Readjustment Rating Scale. Journaolf Psychosomatic
Research. Vol. 11, pp. 213 to 218. PergamoPnr ess.1 967.
5. DeLongis, A., Folkman, S., and Lazarus, R. (1988). The
impact of daily stress on health and mood: Psychological and
social resources as mediators. Journal of Personality and
Social Psychology, 54, 486–495.
154 Pengantar Psikoneuroimunologi
Penyakit Kulit
Yang Dicetuskan
Oleh Faktor Stress
156 Pengantar Psikoneuroimunologi
S
eperti uraian di atas bahwa sesungguhnya setiap
organ dalam tubuh manusia memiliki komponen-
komponen dari semua sitem. Kulit, paru, saluran
cerna, jantung, organ seksual, kandung kecing dan sebagainya
mengandung kompartemen sistem imun dan kompartemen
sistem saraf serta dipengaruhi oleh faktor hormonal masing-
masing sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada
sistem saraf akan berpengaruh terhadap sistem imun atau
terhadap organ viskeral secara langsung. Adanya konstelasi
yang rumit ini memungkinkan dipertahankannya homeostasis
tubuh.
10.1 Psikodermatologi
6. Melasma
Referensi
1. Koo J. Psychodermatology: The Mind and Skin Connection.
American Family Physician, 2001;64[11]:1873-1878.
2. Moynhan JA and Ader R. 1996. Psychoneuroimmunology:
Animal Models of Disease. Psychosomatic Medicine; 58:
546-558.
3. Seiffert K. et al. Psychophysiological Reactivity under Mental
Stress in Atopic Dermatitis. Dermatology,2004; 183:1-9.
4. Benea D. et al. Stress and Atopic Dermatitis. Dermatol
Psychosom 2001;2:205–207
5. Buske-Kirschbaum A., Geiben A., Hollig H.,
Morschhauser E., and Hellhammer D. 2002. Altered
Responsiveness of the Hypothalamus-Pituitary-Adrenal Axis
and the Sympathetic Adrenomedullary System to Stress in
Patient with Atopic Dermatitis. J Clin Endocrinol Metab 87:
4245-4251.
6. Jessica M. et al. Psychological Stress and the Cutaneous
Immune Response: Roles of the HPA Axis and the Sympathetic
Nervous Systemin Atopic Dermatitis and Psoriasis.
Dermatology Research and Practice. 2012:1-11.
7. Zangeneh F.Z. et al. The Significance of Stress Hormone in
Psoriasis. Acta Medica Iranica 2008; 46(6): 485-488.
8. Siba Prasad Raychaudhuri. Neuroimmunologic Aspects of
Psoriasis. Cutis,2000;66: 357-362
9. Theoharis C. et al. Corticotropin-Releasing Hormone Induces
Skin Mast Cell Degranulation and Increased Vascular
Permeability, A Possible Explanation for Its Proinflammatory
Effects Endocrinology. 1998; 139:403–413
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 185
Referensi
1. Astin JA. 2003. Mind-Body Medicine: State of the Science,
Implication for Practice. J Am Board Fam Pract; 16: 131-
147
2. Barraclough J. 2001. Integrated Cancer Care. Oxford
University Press
3. Bressner R, (2008) Hypnotherapy
4. Byrd RC. 1988. Positive Theraeutic Effects of Intercessory
Prayer in a Coronary Care Unit Population. Southern
Medical Journal; 81: 826-829.
5. Lusting Jeff. 2006. Health and Spirituality. 2006. Pain
Headache Rep. 10: 41-46
6. National Center for Complementary and Alternative
Medicine
7. Wisneski L and Andreson L. 2005. The Scientific Basis of
Integrative Medicine. Oxford University Press.
198 Pengantar Psikoneuroimunologi
Riwayat Singkat
Penulis
200 Pengantar Psikoneuroimunologi