Anda di halaman 1dari 211

Dr. dr. Made Wardhana, Sp.

KK(K)
(Universitas Udayana, Bali)

Vaikuntha International Publication


Pengantar Psikoneuroimunologi
Made Wardhana

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Hak cipta©2016 pada Vaikuntha International Publication
ISBN: 978-602-73078-4
13,97 Cm x 21,59 Cm
x, 200 hal
Cetakan ke-1, November 2016
Penulis : Made Wardhana
Editor : Tim Editor
Desain Sampul & Lay Out : VIP Art & Design

Diterbitkan oleh Vaikuntha International Publication


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
isi buku ini dalam bentuk apapun (seperti cetakan, fotokopi,
mikrofilm, VCD, CD-ROM,dan rekaman suara) tanpa izin
tertulis dari pemegang hak cipta/penerbit.
Daftar Isi
Daftar Isi ____ v

Prakata ____ vii

BAB 1. Pendahuluan ____ 1

BAB 2. Sejarah Singkat Psikoneuroimunologi ____ 9

BAB 3. Komunikasi Sistem Saraf dan Sistem Imun ____ 19

BAB 4. Efek Sistem Saraf Terhadap Sistem Imun ____ 45

BAB 5. Efek Sistem Endokrin Terhadap Sistem Imun __ 79

BAB 6. Sistem Imun ____ 97

BAB 7. Pengertian Stress, Eustress dan Distress ____ 111

BAB 8. Pengaruh Stress Terhadap Sistem Imun ____ 131

BAB 9. Penyakit Berbasis Psikoneuroimunologi ____ 145

BAB 10. Kedokteran Terpadu ____ 155

Bab 11. Kedokteran Terpadu ____ 189

Biografi Penulis ____ 199


Prakata
viii Pengantar Psikoneuroimunologi

Sejak awal abad 21, ilmu kedokteran telah mengetahui


adanya hubungan antara stimulus sensoris dengan proses
fisiologi dalam tubuh. Seperti percobaan yang dilakukan oleh
Ivan Pavlov, hanya dengan suara lonceng saja telah telah
terjadi pelepasan asam lambung pada anjing yang telah
terkondisikan. Berikutnya dengan stress psikologis misalnya
rasa takut, cemas dan lainnya menyebabkan perubahan
fisiologis pada organ tubuh seperti meningkatnya denyut
nadi, tekanan darah, kenaikan kadar gula, peningkatan kadar
kortisol, norepinefrin dan hormon stress lainnya.

Telah diketahui pula beberapa penyakit seperti


dermatitis, urtikaria, gastritis, penyakit jantung akan kambuh
apabila ia mengalami stress. Namun ketika itu hubungan
antara stress dan penyakit belum diketahui dengan jelas.
Perkembangan ilmu kedokteran semakin maju sehingga mulai
terungkap mekanisme hubungan stress dan penyakit, sampai
pada tingkat molekuler.

Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan faktor


stress disebut penyakit psiokosomatis. Dua dekade yang lalu
telah diketahui hubungan stress dengan penyakit saraf, sistem
endokrin, dan sistem imun. Pengetahuan yang mengkaji
hubungan stress dengan sistem tersebut dikenal dengan istilah
Psikoneuroimunologi sebagai cabang ilmu kedokteran yang
baru. Peneliti dibidang ini semakin banyak, mekanismenya
semakin terungkap, dan banyak penyakit yang dapat
diterangkan dengan Psikoneuroimunologi.
Pendahuluan ix

Kemajuan dibidang Psikoneuroimunologi membawa


perubahan juga tentang stress dan stressor yang tadinya
bernuansa psikologis saja, kemudian Hans Selye (1936)
mendefinisikan stress sebagai nonspesific response of the
body to any demand dengan demikian konsep stress
bernuansa biologis. Dalam penangannya pun mengalami
perubahan, tidak hanya dengan pendekatan medis tetapi
pendekatan psikososial dan telah banyak diperkenalkan di
dunia kedokteran modern sebagai pendekatan yang
paripurna. Di kalangan masyarakat umum hubungan pikiran
dan penyakit ini dikenal dengan Mind-Body Medicine.

Dalam buku kecil ini dibicarakan secara singkat


tentang hubungan antara stress dengan respon fisiologis dan
beberapa penyakit imun yang dicetuskan oleh adanya stress.
Buku ini masih banyak kekurangannya, disana-sini masih
banyak kesalahan. Koreksi yang membangun dari para
pembaca baik dari aspek materi maupun redaksionalnya
untuk perbaikan buku ini.

Melalui kesempatan ini saya menyampaikan ucapan


terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Suhartono Taat Putra, Sp.
PA dari FK Universitas Airlangga, Surabaya yang sejak awal
memperkenalkan konsep Psikoneuroimunologi kepada saya.
Inspirasi yang saya terima sungguh merupakan modal dasar
untuk mempelajari Psikoneuroimunologi lebih jauh.
Demikian juga kepada semua guru dan pembimbing saya di
Program Pascsarjana Universitas Udayana yang telah
memberikan masukan-masukan yang sangat berguna bagi
saya pribadi.
x Pengantar Psikoneuroimunologi

Sebagai akhir kata saya menyampaikan terima kasih


kepada semua pihak yang tidak sempat saya sebutkan dan
mohon maaf apabila dalam buku ini ada hal-hal yang kurang
berkenan.

Denpasar, November 2016

Made Wardhana
1
Pendahuluan
2 Pengantar Psikoneuroimunologi

T
elah lama diketahui adanya hubungan yang sangat
erat antara suasana mental (psikologis) dengan
sistem saraf, sistem endokrin, kardiovaskuler,
sistem reproduksi, sistem imun dan sistem lainnya. Perubahan
emosional, depresi atau stres psikologis yang dialami
seseorang ternyata dapat mempengaruhi berbagai sistem
dalam tubuh, bila tidak terkendali akan menyebabkan
penyakit atau memperberat penyakit. Selama ini, penyakit
muncul akibat kontak dengan mikroorganisme sebagai akibat
tubuh mengalami penurunan kekebalan tubuh, pendapat ini
tidak mutlak benar, akhir-akhir ini telah diketahui berbagai
penyakit seperti penyakit jantung, kanker, diabetes,
hipertensi, stroke dan penyakit degeneratif lainnya yang tidak
disebabkan oleh mikroorganisme, dikatakan faktor psikologis
memegang peran penting sebagai pencetus.
Namun saat itu belum diketahui mekanisme
hubungan faktor psikologis dengan tubuh. Perkembengan
ilmu kedokteran demikian pesatnya, sejak dua dekade
belakangan ini sudah mulai terungkap hubungan antara
pikiran dengan sistem kekebalan tubuh melalui sistem saraf,
endokrin dan sistem imun. Ilmu baru yang mempelajari
sistem tersebut dinamakan psikoneuroimunologi yang
mempelajari hubungan antara pikiran, sistem syaraf, sistem
endokrin dan sistem imun.
Sebagai contoh, seorang pasien dermatitis atau
urtikaria atau penyakit alergi lainnya biasanya akan
mengalami kekambuhan bila pasien terpapar dengan bahan
alergen seperti serbuk sari bunga, makanan tertentu, debu
rumah atau bahan alergen lainnya. Namun tidak sedikit
dijumpai seseorang mengalamai kekambuhan hanya karena
melihat saja bunga yang terbuat dari plastik atau bahkan
Pendahuluan 3

hanya melihat lukisan setangkai bunga di dinding, atau pasien


yang mengalami stres, depresi atau beban mental penyakitnya
kambuh kembali. Banyak pasien yang telah melakukan
berbagai pantangan dan menghindari bahan-bahan yang
dicurigai, namun tetap saja penyakitnya kambuh, setelah
ditelusuri ternyata pasien mengalami stres.
Ilmu kedokteran semakin berkembang dan semakin
banyak jenis penyakit yang
Antara pikiran, kekambuhannya akibat faktor beban
susunan saraf, pikiran, gangguan penyesuaian,
endokrin dan
depresi dan sebagainya. Gangguan
sistem imun
mempunyai tersebut dikenal sebagai penyakit
hubungan yang psikosomatik sebagai akibat adanya
timbal balik baik gangguan keseimbangan saraf
secara anatomis otonom, sistim-hormonal tubuh,
maupun secarai gangguan organ-organ tubuh serta
biokimiawi. sistim imunitas. Berbagai kelainan
organik (somatis) yang terjadi dapat
dihubungkan dengan faktor psikologis, bila seseorang yang
mengalami stres secara fisiologis akan terjadi peningkatan
denyut nadi, keringatan, perut terasa mules dan sebagainya.
Saat ini semakin jelas hubungan antara stres dengan
proses fisiologis dalam tubuh, ternyata antara pikiran,
susunan saraf, endokrin dan sistem imun mempunyai
hubungan yang timbal balik baik secara anatomis maupun
secarai biokimiawi. Psikoneuroimunologi adalah cabang ilmu
kedokteran yang mengkaji hubungan tersebut sampai tingkat
molekuler dan memiliki rentetan sejarah yang panjang, kini
banyak kekambuhan penyakit dapat dijelaskan dengan
Psikoneuroimunologi.
4 Pengantar Psikoneuroimunologi

Dengan munculnya bukti-bukti klinis (evidence based)


hubungan anatara pikiran dan timbulnya penyakit, para
klinisi mulai melakukan intervensi terhadap faktor stresor
dalam penanganan penyakit, dengan memberikan pelayanan
terpadu antara kedokteran modern dengan metode alternatif
yang pada perinsipnya melakukan intervensi terhadap faktor
kejiwaan, mental atau pikiran. Metode ini dikenal dengan
Complementary and Alternative Medicine, namun akhir-akhir ini
lebih sering memakai istilah Integrated Medicine (Kedokteran
Terpadu) dengan demikian pelayanan yang diberikan kepada
pasien secara menyeluruh (holistik) dan terpadu.
Dalam buku kecil ini diuraikan secara singkat tentang
sejarah perkembangan psikoneuroimunologi, komunikasi
sistem saraf, sistem endokrin dan sistem imunitas. Pengertian
stres juga diuraikan serta beberapa penyakit yang
patogenesisnya dapat dijelaskan dengan paradigma
psikoneuroimunologi.

Psikoneuroimunologi atau Neuropsikoimunologi

Tema Neuropsikoimunologi atau Psikoneuro-


imunologi dipilih untuk mengetahui bahwa ada hubungan
antara keadaan emosi dengan kondisi fisik. Dengan demikian
kita dapat merawat mood kita untuk menjaga kesehatan fisik.
Psikoneuroimunologi (PNI) menurut Nicholas Cohen dan
Robert Alder (1981) PNI adalah kajian yang melibatkan
berbagai sistem dalam tubuh, neurologi, psikiatri, patobiologi
dan imunologi. Konsep psikoneuro-imunologi ini muncul
saat adanya penelitian tentang adanya hubungan antara stress
dengan kekebalan tubuh. Dimana ditemukanlah kesimpulan
bahwa stress bisa menyebabkan turunnya imunitas tubuh.
Contoh yang mungkin sering kita alami tapi tak disadari
Pendahuluan 5

adalah saat kita mengalami kondisi emosi yang kurang baik,


maka influensa dan mual muntah dan diare gampang
menyerang kita, walaupun di sekitar kita tidak ada yang
menderita flu atau pilek. Tapi ketika kita dalam keadaan
senang hati, nyaman dan damai, walaupun keluarga kita atau
lingkungan di sekitar kita terkena wabah virus ini, daya tahan
tubuh kita masih bisa menahan virus tersebut.

Kembali pada psikoneuroimunologi, Martin (1938)


mengemukakan ide dasar psikoneuroimunologi adalah sistem
kekebalan ditentukan oleh status emosi. Lalu stres dapat
meningkatkan kerentanan tubuh terhadap infeksi (seperti
contoh yang disebutkan diatas).
Ide dasar
psikoneuroimunologi Dikatakan pula lebih lanjut bahwa
adalah sistem karakter, perilaku, pola coping
kekebalan ditentukan (pertahanan), dan status emosi
oleh status emosi. berperan pada status imunitas
seseorang.

Adapun penyebab stress yang disebut stresor dibagi atas 3


golongan yaitu:

1. Stresor fisik biologik: dingin, panas, infeksi, rasa nyeri,


pukulan, dll.
2. Stresor psikologis: takut, khawatir, cemas, marah,
kekecewaan, kesepian, jatuh cinta, dll.
3. Stresor sosial budaya: menganggur, perceraian,
perselisihan, dll.

Stres dapat mengenai semua orang dan dari segala


usia. Pada kondisi tertentu stres dibutuhkan agar kita bisa
lebih waspada, sigap dan siap menghadapi tantangan. Cara-
6 Pengantar Psikoneuroimunologi

cara untuk mengelola stresor adalah dengan rasionalisasi


(menerima peristiwa yang dialami), mencurahkan isi hati
pada orang yang tepat, kemudian mengambil hikmah dari
peristiwa yang dialami.
Pendahuluan 7

Referensi

1. Ader R. 2001. Psychoneuroimmunology. Current Direction in


Psychological Science ; 10(3): 94- 98.
2. Maier SF, et al. 1994. Psychoneuroimmunology : The
Interface Between Behavior, Brain, and Immunity. The
American Psychological Association, Vol. 49. No. 12,
1004-1017.
3. Glaser JK, et al. 2002. Emotions, Morbidity, and Mortality:
New Perspectives from Psychoneuroimmunology. Annu. Rev.
Psychol. 53:83–107.
4. Janice K. et al. Emotions, Morbidity and Mortality:New
Perspectives from Psychoneuroimmunology. Annu. Rev.
Psychol. 2002.
5. Nassau JH, et al. 2008. Review of the Literature: Integrating
Psychoneuroimmunology into Pediatric Chronic Illness
Interventions. Journal of Pediatric Psychology 33(2) pp.
195–207.
6. Sheridan JF. 1994. Psychoneuroimmunology: Stress Effects on
Pathogenesis and Immunity during Infection. Clinical
Microbiology Reviews, Apr. 1994, p. 200-212.
8 Pengantar Psikoneuroimunologi
2
Sejarah &
Perkembangan
PNI
10 Pengantar Psikoneuroimunologi

S
ejarah dan perkembangan psikoneuro-imunologi
(PNI), secara umum sering disebut Mind–Body
Medicine (kedokteran pikiran –tubuh) sebenarnya
telah lama dikenal seusia sejarah perkembangan ilmu
kedokteran modern. Hippocrates (460-377) SM, sebagai
Bapak Ilmu Kedokteran modern
Somatogenesis – suatu
dengan memisahkan ilmu
ide yang menyebutkan
bahwa kondisi pikiran kedokteran modern dari agama,
dapat mempengaruhi magic dan takhyul. Hippocrates
soma (tubuh), menjelaskan tentang pentingnya
demikian juga otak dalam mempengaruhi
sebaliknya. Jika soma pikiran, perilaku dan emosi
(tubuh) seseorang
manusia. Menurutnya, otak
terganggu, maka
pikiran dan adalah pusat kesadaran, pusat
perilakunya juga akan intelektual dan emosi. Sehingga
terganggu. jika cara berpikir dan perilaku
seseorang menyimpang atau
terganggu berarti ada suatu masalah pada otaknya (otaknya
terganggu). Beliau juga merupakan pelopor somatogenesis –
suatu ide yang menyebutkan bahwa kondisi pikiran dapat
mempengaruhi soma (tubuh), demikian juga sebaliknya. Jika
soma (tubuh) seseorang terganggu, maka pikiran dan
perilakunya juga akan terganggu.
Filosof modern, Rene Descrates (1595-1650) dengan
ungkapan yang tersohor “Cogito Ergo Sum” (Aku Berpikir,
Maka Aku Ada). Selanjutnya ia menyebut bahwa tubuh adalah
sebagai L`homme machine atau mesin yang bisa berjalan
secara otomatis, pada manusia mesin ini diatur atau dikontrol
oleh jiwa. Bagaimana jiwa mengatur atau mengontrol tubuh
(mesin), Descartes menjelaskannya dengan menunjukkan
sebuah kelenjar kecil (glandula pinealis) yang ada di otak
Sejarah & Perkembangan PNI 11

sebagai jembatan antar kelenjar thalamus, disebut badan


pineal, epiphysis cerebri, epiphisis conarium atau disebut juga
"Mata ketiga" adalah sebuah kelenjar endokrin pada otak
vertebrata. Ia memproduksi hormon utama melatonin, suatu
hormon yang mempengaruhi modulasi pola bangun/tidur
dan fungsi sirkardian.
Dengan adanya kelenjar kecil yang berfungsi sebagai
jembatan penghubung, sehingga tubuh bisa merefleksikan
aktifitas psikologis seperti gembira, bersedih, tertawa,
murung dan lain-lain. Pada awalnya stimulus sensoris dari
luar akan menimbulkan perubahan
Dengan adanya fisiologis dalam tubuh. Seperti
kelenjar kecil yang yang dilakukan oleh Ivan
berfungsi sebagai Petrovich Pavlov (1849–1936)
jembatan
seorang fisiolog, psikolog Rusia.
penghubung,
sehingga tubuh bisa Keluarganya mengharapkannya
merefleksikan menjadi pendeta, sehingga ia
aktifitas psikologis bersekolah di Seminari Teologi.
seperti gembira, Setelah membaca buku Charles
bersedih, tertawa , Darwin, ia lebih banyak menekuni
murung dan lain- ilmu pengetahuan sehingga ia
lain.
meninggalkan seminari pergi ke
Universitas St. Petersburg. Di sana
ia belajar kimia dan fisiologi, dan menerima gelar doktor pada
1879.
Pavlov melanjutkan studi dan memulai risetnya
sendiri tentang sistem pencernaan dan peredaran darah.
Karyanya pun terkenal, dan diangkat sebagai profesor
fisiologi di Akademi Kedokteran Kekaisaran Rusia. Paplov
sedang mempelajari proses pencernaan pada anjing,
khususnya hubungan timbal balik antara stimulus sensoris air
12 Pengantar Psikoneuroimunologi

ludah dan fisiologis lambung. Ia paham hal itu berkaitan erat


dengan refleks dari sistem saraf otonom.
Anjing percobaan Pavlov belajar mengeluarkan air
liur pada saat mendengar garpu tala berbunyi karena
sebelumnya disajikan daging setiap saat terdengar bunyi garpu
tala. Setelah beberapa kali dilakukan, anjing itu akan
mengeluarkan air liur bila mendengar bunyi garpu tala
meskipun tidak disajikan daging, karena anjing itu
mengasosiasikan bel dengan daging. Pavlov membuktikan
bahwa rangsangan sensoris luar dapat mempengaruhi proses
ini. Pavlov lebih tertarik pada fisiologi ketimbang psikologi.
Ia melihat pada ilmu psikiatri yang masih baru saat itu sedikit
meragukan. Namun ia sungguh-sungguh berpikir bahwa
refleks terkondisi dapat menjelaskan perilaku pasien
gangguan jiwa.

Gambar 2.1
Ilustrasi gambar percobaan Pavlov, yang
menggunakan anjing dan garputala.
Sejarah & Perkembangan PNI 13

Pada 1904, ia memenangkan Penghargaan Nobel


dalam Fisiologi dalam penelitiannya tentang pencernaan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental
berikut:
1. Stimulus tidak terkondisi (Unconditioned Stimulus/UCS),
suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan
bawaan dapat menimbulkan refleks organismik, misalnya
makanan.
2. Stimulus terkondisi (Conditioned stimulus/CS), Suatu
peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan
dengan stimulus tak terkondisi. Contohnya bunyi bel
adalah stimulus netral yang dipasangkan dengan stimulus
tidak terkondisi berupa makanan.
3. Respons tidak terkondisi (Unconditioned response/UCR),
refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau
dengan sendirinya, misalnya mengeluarkan air liur.
4. Respons terkondisi (Conditioned response/CR), refleks yang
dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan
US. Misalnya keluarnya air liur akibat penggabungan
bunyi bel dengan makanan.
(1932) ahli Fisiologi Harvard University, sejak
beberapa tahun yang lampau sudah mensinyalir bahwa stress
yang tidak tekontrol dapat menyebabkan petaka bagi tubuh.
Hal ini dikarenakan stress,
Stress yang tidak keputusasaan, perasaan terancam,
tekontrol dapat dan perasaan perasaan negatif
menyebabkan
lainnya tersebut akan meningkatkan
petaka bagi tubuh.
tekanan darah, denyut jantung,
-Walter Bradford ketegangan otot, dan frekuensi
Cannon pernafasan, dan disertai pula
ketidakseimbangan hormon yang
14 Pengantar Psikoneuroimunologi

dikeluarkan oleh tubuh serta diproduksinya mediator


inflamasi yang turut memperberat penyakit yang timbul.
Sejak saat itu, mulai banyak muncul upaya-upaya
untuk menyeimbangkan/mengharmoniskan hubungan antara
pikiran dan tubuh masih manjadi misteri. Kaitan pikiran
dengan fisik, dan terjadinya keseimbangan fisiologis tubuh
agar tetap sehat, Cannon memperkenalkan istilah homeostasis
adalah suatu sistem dalam tubuh untuk mempertahankan
sistem internalnya agar tetap konstan melalui beberapa
mekanisme pengaturan-pengaturan tubuh yang dinamis. Saat
kita kepanasan, secara otomatis mekanisme tubuh akan
memberikan reaksi untuk menjaganya agar pada kondisi
konstan. Hal ini juga terjadi saat kita merasa dingin. Salah
satu cara untuk menjaga suhu tubuh agar tetap konstan adalah
dengan berkeringat. Pada kondisi lingkungan yang panas,
tubuh mengeluarkan keringat dengan tujuan agar keringat
tersebut dapat menurunkan suhu tubuh secara alami.
Cannon, juga memperkenalkan suatu bentuk respon
tubuh bila berhadapan dengan stres akut yang disebut respon
melawan atau lari (fight or flight reaction), atau disebut juga
respon stres akut, suatu teori bahwa hewan-hewan bereaksi
terhadap ancaman dengan meningkatkan sekresi
neurotransmiter dari sistem saraf simpatik. Respons ini
kemudian dikenal sebagai bagian awal dari sindrom adaptasi
umum yang mengatur tanggapan stres secara biologis.
Dr. Hans Selye (seorang ahli fisiologi dari Austria)
sejak 1945 sebagai Professor dan Direktur dari Institute of
Experimental Medicine and Surgery di Universitas Montreal.
Saat ini ia adalah President dari The International Institute of
Stress, yang didirikannya 1976 di Universitas Montreal. Selye
menciptakan istilah sindrom adaptasi umum (General
Sejarah & Perkembangan PNI 15

Adaptation Syndrome, GAS) untuk menjelaskan pola respons


fisiologis dan biologis umum terhadap stres yang berlebihan
dan berkepanjangan. Model GAS menyatakan bahwa dalam
keadaan stres, tubuh kita seperti jam dengan sistem alarm
yang tidak berhenti sampai tenaganya habis.

GAS terdiri dari tiga tahap yaitu:


1. Tahap reaksi waspada (alarm reaction)
2. Tahap resistensi (resistance stage)
3. Tahap kelelahan (exhaustion stage)
Persepsi terhadap stresor yang muncul secara tiba-tiba
(contohnya sebuah mobil yang menyalip mobil Anda di jalan
tol) akan memicu munculnya
Dalam keadaan
reaksi waspada. Reaksi ini stres, tubuh kita
menggerakkan tubuh untuk seperti jam dengan
mempertahankan diri. sistem alarm yang
Diawali dari otak dan diatur tidak berhenti
oleh sistem endokrin dan sampai tenaganya
habis.
cabang simpatis dari sistem
saraf otonom. Dalam
penelitiannya menggunakan stimulus untuk menimbulkan
reaksi fisiologik yang ia sebut GAS (General Adaptation
Syndrome).
Robert Ader dan Nicholas Cohen (1965) dari
Universitas Rochester, atas dasar penelitian-penelitian yang
sebelumnya memperkenalkan istilah psikoneuroimunologi
(PNI), dengan mempergunakan konsep dasar dari Pavlov
tentang pengkondisian dan perilaku dengan menghubungkan
behaviour-neuroendocrine-immune system, suatu kajian yang
melibatkan perilaku, neurologi, endokrin dan sistem imun.
Selanjutnya konsep ini banyak digunakan pada penelitian dan
16 Pengantar Psikoneuroimunologi

banyak temuan memperkuat keterkaitan stres terhadap


berbagai patogenesis penyakit termasuk infeksi dan kanker.
Dengan temuan-temuan terbaru dan sesuai dengan paradigma
PNI bahwa imunoregulasi tidak otonom, karena melibatkan
sistem lainnya. Saat ini banyak temuan di bidang PNI,
sehingga banyak penyakit yang dapat dijelaskan melalui
pendekatan psikoneuroimunologi.
Sejarah & Perkembangan PNI 17

Robert Ader dan Nicholas Cohen (1965) dari


Universitas Rochester, atas dasar penelitian-
penelitian yang sebelumnya memperkenalkan istilah
psikoneuroimunologi (PNI), dengan
mempergunakan konsep dasar dari Pavlov tentang
pengkondisian dan perilaku dengan
menghubungkan behaviour-neuroendocrine-immune
system, suatu kajian yang melibatkan perilaku,
neurologi, endokrin dan sistem imun.

Robert Ader dan Nicholas Cohen


(1965)
18 Pengantar Psikoneuroimunologi

Referensi
1. Crocq M.A. A history of anxiety: from Hippocrates to DSM.
Dialogues in Clinical Neuroscience. 2015:17[3].
2. Walter B. Cannon. The Language of Polypeptides and the
Wisdom of the Body. The Physiologist. 28;5. 1928
3. Suzuki F. 2012. The Cogito Proposition of Descartes and
Charateristic of His Ego Theory. Bulletin of Aichi Univ. Of
Education. 61: 73-80
4. Asha Mounika Datla. Psychiatry, Institute of Mental Health.
AP J Psychological Medicine Vol. 13 (2) July-Dec 2012
5. Ader R. 1983. Developmental Psychoneuroimmunology.
Developmental Psychobiology, 16(4) :25 1-267 (1 983)
6. Cannon WB. The Wisdom of the Body. New York, NY:
Norton; 1932
3
Sistem Saraf
Pada Stress
20 Pengantar Psikoneuroimunologi

istem saraf merupakan salah satu sistem yang


dominan dalam tubuh manusia yang bertugas
mengatur dan mengkoordinasi gerakan-gerakan,
perilaku, proses berpikir, ingatan, emosional dan fungsi tubuh
lainnya. Impuls atau rangsangan dari reseptor perifer
dideteksi, disampaikan sistem saraf dan kemudian direspon
oleh tubuh. Dengan demikian fungsi sistem saraf adalah; a.
sebagai penerima informasi dalam bentuk stimulus, b.
memproses informasi yang diterima dan c. memberi
respon/reaksi terhadap stimulasi. Fungsi tersebut
dilaksanakan oleh sel saraf (neuron) dan sel pendukungnya
dan berkoordinasi dengan sistem lainnya, misalnya dengan
sistem endokrin, sistem imunologis dan sistem lainnya.
Di dalam tubuh kita terdapat miliaran sel saraf yang
membentuk sistem saraf, susunan saraf pada manusia meliputi
susunan saraf pusat (SSP) dan susunan saraf tepi (SST).
Susunan saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sumsum
tulang belakang (Medula spinalis). Susunan saraf tepi meliputi
saraf sadar (somatis) dan saraf tak sadar (otonom). Secara
garis besar skema susunan saraf pada manusia seperti dalam
gambar dibawah ini.
Sistem Saraf Pada Stress 21

Gambar 3.1 Susunan saraf pada manusia


Sumber: https://socratic.org/questions/does-the-central-nervous-
system-include-all-the-neurons-of-the-body-2

I. Susunan Saraf Pusat


Sistem saraf pusat terdiri atas; Brain (Otak) dan
Medulla Spinalis (Spinal cord). Otak dibagi menjadi otak
besar (cerebrum), otak kecil (cereblum), sumsum lanjutan
(medula oblongata), dan sumsum tulang belakang (medula
spinalis). Otak terletak di dalam tulang tengkorak, sedangkan
sumsum tulang belakang terletak di dalam ruas-ruas tulang
belakang. Otak adalah organ penting yang mengendalikan
pikiran, memori, emosi, sensibilitas, keterampilan motorik,
visi, respirasi, suhu, rasa lapar, dan setiap proses yang
mengatur tubuh kita, merupakan pusat pengatur dari segala
kegiatan manusia dan menjaga keseimbangan tubuh
22 Pengantar Psikoneuroimunologi

(Homeostatis). Berdasarkan belahan otak, dapat dibagi


menjadi otak kanan dan otak kiri yang memiliki fungsi
masing-masing.

A. Encephalon (Brain)
1. Otak besar (Cerebrum atau Telencephalon)
Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak
manusia, otak besar memiliki permukaan yang berlipat-lipat,
sehingga permukaannya luas. Otak besar terdiri atas dua
lapisan, yaitu: a. lapisan luar (korteks), merupakan lapisan
tipis berwarna abu-abu. Lapisan ini berisi badan sel saraf.
Permukaan lapisan korteks berlipat-lipat, sehingga
permukaannya menjadi lebih luas. Pada lapisan korteks
terdapat berbagai macam pusat saraf, dan b. lapisan dalam
(medulla), merupakan lapisan paling dalam yang berwarna
putih. Lapisan dalam banyak mengandung serabut saraf, yatu
dendrit dan neurit. Fungsi Cerebrum adalah a. sebagai pusat
kesadaran dan pengendalia kesadaaran kita,misalnya untuk
bergerak, keterampilan, sensibilitas dan bereaksi dan b.
sebagai pusat ingatan (memori)
Berdasarkan belahannya (hemisphere) Serebum
membagi tugas ke dalam dua kategori utama yaitu otak kanan
dan otak kiri. Perbedaan teori fungsi otak kanan dan otak kiri
telah popular sejak tahun 1960, seorang peneliti Roger
Wolcott Sperry (1913-1994) neuropsikologist
dari Universitas Harvard, Yerkes Laboratory of Primate
Biology, dan National Institutes of Health.
Beliau menemukan bahwa akal manusia terdiri atas 2 bagian
otak yang memiliki fungsi yang terspesialisasi di sisi kiri dan
kanan, dan kedua sisi itu dapat berfungsi tanpa bergantung
Sistem Saraf Pada Stress 23

Gambar 3.2 Otak kanan dan otak kiri

satu sama lain. Atas jasanya ini beliau di beri mendapatkan


hadiah Nobel pada tahun 1981. Selain itu dia juga menemukan
bahwa pada saat otak kanan sedang bekerja maka otak kiri
cenderung lebih tenang, demikian pula sebaliknya. Antara 2
belahan otak dihubungkan oleh corpus callosum adalah massa
materi putih besar yang terdiri dari ikatan serat yang
menghubungkan dari dua belahan otak, dan merupakan rute
utama komunikasi antara dua belahan otak untuk mengontrol
fungsi kognitif dan motorik. Otak kiri berperan dalam
kecerdasan IQ (Intelligence Quotient) seperti hal perbedaan,
angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan dan logika. Daya
ingat otak kiri bersifat jangka pendek (short term memory).
Otak kanan berhubungan dengan: imaginasi, berfikir secara
kreatif, irama, khayalan, emosi, ilham, intuisi (gerak hati),
warna, muzik, dan aktivititas-aktivititas kreatif lainya. Daya
24 Pengantar Psikoneuroimunologi

ingat otak kanan bersifat panjang (long term memory). Mereka


membangunkan potensi otak kanan, dalam masa yang sama
tak mengabaikan peranan otak kiri.
Walaupun keduanya mempunyai fungsi yang berbeda,
tetapi setiap individu mempunyai kecenderungan untuk
mengunakan salah satu belahan yang dominan dalam
menyelesaikan masalah kognitif seseorang. Setiap belahan
otak saling mendominasi dalam aktivitas namun keduanya
terlibat dalam hampir semua proses pemikiran. Bila kita
hanya mengandalkan salah satu sisi otak dan melalaikan sisi
lainnya, kita mengurangi potensi keseluruhan otak secara
drastis.

2. Diencephalon (Interbrain)
Bagian otak depan yang pertama adalah
diencephalon yang terdiri dari thalamus dan hipotalamus yang
termasuk dalam sistem limbik. Sistem limbik berada di bagian
otak tengah. Sistem limbik juga sering disebut sebagai "Otak
mamalia" yang memiliki fungsi sebagai pengendali emosi,
membantu mempertahankan keseimbangan hormonal, rasa
haus, lapar, dorongan seksual, pusat kesenangan, metabolisme
dan bagian ingatan jangka panjang lainnya. Posisi sistem
limbik merupakan batas antara diensefalon dan serebrum.
Bagian sistem limbik adalah hipokampus, amigdala, dan
talamus yang menghantarkan bagian terbesar sinyalnya ke
hipokampus dan menyebabkan efek seperti perasaan senang,
perasaan yang dihubungkan dengan makan, marah, dan
sebagainya. Amigdala bekerja sama dengan hipotalamus juga
berperan penting dalam mengendalikan pola tingkah laku.
Beberapa fungsi otak dalam mengatur perilaku antara lain
dalam menjalankan fungsi intelektual, fungsi bahasa, fungsi
Sistem Saraf Pada Stress 25

komunikasi, dan lain-lain. Berikut ini fungsi otak dan


gangguan pada bagian otak yang berpengaruh terhadap
tingkah laku dan proses berpikir.
Sistem limbik menghubungkan bagian otak yang
berhubungan dengan fungsi tinggi dan rendah. Terlibat dalam
emosi ketahanan hidup dari hasrat seksual atau perlindungan
diri. Sistem Limbik mengandung Hipotalamus, yang sering
dianggap sebagian bagian terpenting dari 'otak mamalia'.
Hipotalamus meskipun kecil (besarnya sedikit lebih besar dari
kacang tanah) dan beratnya hanya empat gram, hipotalamus
mengatur hormon, hasrat seksual, emosi, makan, minum,
suhu tubuh, keseimbangan kimiawi, tidur dan bangun,
sekaligus mengatur kelenjar utama dari otak (kelenjar
pituitari). Hipotalamus adalah bagian otak yang memutuskan
mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak,
misalnya kapan kita lapar.
Sistem limbik terdiri atas bagian diensafalon yang terdiri dari
a. Talamus
Talamus adalah bagian dari otak yang bertanggung
jawab untuk mendeteksi dan menyampaikan informasi dari
indera kita, seperti bau dan penglihatan. Talamus ini terletak
dalam batang otak, dan merupakan bagian dari jalur informasi
ke dalam otak, yang merupakan bagian dari otak yang
bertanggung jawab untuk berpikir dan gerakan.
b. Hipotalamus
Membentuk dasar dan sebagian didnding lateral
ventriculus tertius, sebagian terlindung oleh sella turcica ossis
sphenoidalis, terletak di bawah thalamus.
Hipotalamus adalah bagian penting dari sistem limbik yang
bertanggung jawab untuk memproduksi beberapa pembawa
26 Pengantar Psikoneuroimunologi

pesan kimiawi, yang disebut hormon. Hormon-hormon ini


mengontrol kadar air dalam tubuh, siklus tidur, suhu tubuh,
dan asupan makanan. Hipotalamus terletak di bawah talamus.
Hipotalamus adalah pemimpin umum sistem hormon,
dikatakan pemimpin karena semua perintah dan kendali
berawal dari kelenjar hipotalamus ini, kemudian perintah dan
informasi akan disampaikan ke seluruh tubuh melalui kelenjar
hipofisis. Kelenjar hipofisis berada di dasar otak di bawah
hipotalamus dalam sella tursica dan dipisahkan dari cavum
cranii oleh kondensasi duramater yang menutup sella tursica
(diafragma sellae). Kelenjar hipofisis terdiri dari 2 bagian
utama yaitu; neurohipofisis dan adenohipofis. Neurohipofisis
berasal dari jaringan neural dan mempunyai hubungan
langsung dengan hipotalamus dan susunan saraf
pusat. Neurohipofisis terdiri dari; Lobus posterior (pars
nervosa) dan Adenohipofisis. Jalinan arteri pada (sistem portal
hipofisis) merupakan sarana utama transportasi sekresi
hipotalamus menuju hipofisis anterior. Hipofisis anterior
memproduksi banyak hormon tropik menuju organ target
atau kelenjar-kelenjar lainnya di seluruh tubuh, dibawah
kontrol regulasi hipotalamus melalui perantaraan sinyal
neuroendokrin yang berjalan melalui sirkulasi disekitar
infundibulum bagian dari hipotalamus.
c. Amigdala
Amigdala adalah salah satu dari dua kelompok
berbentuk almond sel-sel saraf pada temporal (sisi) lobus dari
otak besar. Kedua amigdala bertanggung jawab untuk
mempersiapkan tubuh untuk situasi darurat, seperti sedang
‘kaget’, dan untuk menyimpan kenangan peristiwa untuk
pengenalan masa depan. Amigdala membantu dalam
pengembangan memori, terutama yang berkaitan dengan
Sistem Saraf Pada Stress 27

peristiwa emosional dan keadaan darurat, dan dapat menjadi


penyebab ekspresi ekstrim ketakutan, seperti dalam kasus
panik. Selain itu, amygdala memainkan peran utama dalam
kesenangan dan gairah kenikmatan.
d. Hippocampus.
Hipokampus adalah bagian lain dari lobus temporal
yang bertanggung jawab untuk mengubah memori jangka
pendek ke memori jangka panjang disebut. Hipokampus ini
diperkirakan bekerja dengan amigdala untuk penyimpanan
memori, dan kerusakan pada hipokampus dapat menyebabkan
amnesia (hilang ingatan).

e. Ganglia basal.
28 Pengantar Psikoneuroimunologi

Ganglia basal adalah kumpulan badan sel saraf yang


bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan gerakan otot
dalam postur tubuh. Secara khusus, ganglia basal membantu
untuk memblokir gerakan yang tidak diinginkan dari terjadi,
dan langsung terhubung dengan otak untuk koordinasi.

3. Mesencephalon (Midbrain)
Metencephalon adalah bagian penting dari divisi
perkembangan otak Anda dan melakukan fungsi-fungsi
penting yang berhubungan dengan SSP (sistem saraf pusat),
yaitu. gerakan otot, tidur, sirkulasi, keseimbangan, gairah dan
refleks jantung. Mesenchepalon (Midbrain) Atau Otak tengah
adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan
Otak besar dan Otak kecil. Otak tengah mengontrol
penglihatan dan pendengaran.

4. Rhombencephalon
Otak belakang atau hindbrain (rhombencephalon)
terdiri dari metencephalon dan myelencephalon (serebelum).
a. Metencephalon (Pons dan Cerebellum)
Pons yang menentukan apakahh kita terjaga atau
tidur. Pons ini merupakan pemancar yang mengirimkan data
Gambar 3.3
Hipotalamus dan kelenjar pituitari terletak pada dasar otak,
antara ke duanya terhubung melalui neuron dan pembuluh
darah, dari hipotalamus mengirim hormon untuk sinyal ke
kelenjar pituitari (hipofise) dan selanjutnya dari hipofise
mengirim hormon kelenjar endokkrin seluruh tubuh dan
organ lainnya seluruh tubuh.
http://www.organiclifestylemagazine.com/healing-the-
pituitary-gland-with-nutrition-and-natural-remedies
Sistem Saraf Pada Stress 29

ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Otak kecil


terletak di bawah otak besar bagian belakang. Susunan otak
kecil seperti otak besar. Terdiri atas belahan kanan dan kiri.
Belahan kanan dan kiri otak kecil dihubungkan oleh jembatan
Varol. Terbagi menjadi dua lapis sama seperti otak besar yaitu
lapisan luar berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna
putih. Otak kecil berfungsi untuk mengatur keseimbangan
tubuh dan mengkoordinasi kerja otot-otot ketika kita
bergerak. Serebelum atau otak kecil tau otak belakang
mengendalikan gerakan tubuh dalam ruang dan menyimpan
ingatan untuk respon-respon dasar yang dipelajari.

b. Myelencephalon (juga disebut Medulla Oblongata)


Medulla oblongata terdiri dari bagian bawah batang
otak (atau otak belakang) dan berisi pusat kontrol yang
berbeda, yaitu; jantung, vasomotor dan pernapasan untuk
melakukan berbagai kegiatan saraf otonom dan tak sadar di
dalam tubuh, seperti, pernapasan, tekanan darah, denyut
jantung, dan sebagainya. Medulla Oblongata adalah titik saraf
tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan
badan, begitu juga sebaliknya. Medulla berfungsi untuk
kontrol fungsi otomatis otak, seperti pernafasan, detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan dan pencernaan. Sumsum
lanjutan (medula Oblongata) terbagi menjadi dua lapis, yaitu
lapisan dalam yang berwarna kelabu karena banyak
mengandung badan sel-sel saraf dan lapisan luar berwarna
putih karena berisi neurit (akson). Sumsum lanjutan berfungsi
sebagai pusat pengendali pernapasan, menyempitkan
30 Pengantar Psikoneuroimunologi

pembuluh darah, mengatur denyut jantung, mengatur suhu


tubuh dan kegiatan-kegiatan lain yang tidak disadari.

B. Medulla Spinalis (Sumsum tulang belakang)


Sumsum tulang belakang adalah saraf yang tipis yang
merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat dari otak dan
melengkungi serta dilindungi oleh tulang belakang
(vertebrae). Fungsi utama sumsum tulang belakang adalah
transmisi pemasukan rangsangan antara periferi dan otak.
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang, berfungsi
untuk meneruskan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat
juga meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke semua otot
rangka tubuh. Saraf ini berjumlah 31 pasang saraf gabungan.
Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan
atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang
saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf
ekor. Beberapa serat saraf bersatu membentuk jaringan urat
saraf yang disebut pleksus.
Sumsum tulang belakang terdapat memanjang di
dalam rongga tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang
leher sampai ruas tulang pinggang ke dua. Sumsum tulang
belakang juga dibungkus oleh selaput meninges. Bila diamati
secara melintang, sumsum tulang belakang bagian luar
tampak berwarna putih (substansi alba) karena banyak
mengandung akson (neurit) dan bagian dalam yang berbentuk
seperti kupu-kupu, berwarna kelabu (substansi grissea)
karena banyak mengandung badan sel-sel saraf. Sumsum
tulang belakang berfungsi untuk; menghantarkan impuls dari
dan ke otak, b. memberi jalan terpendek gerak refleks.
Sistem Saraf Pada Stress 31

II. Susunan Saraf Tepi


Sistem saraf tepi (sistem saraf perifer) adalah
adalah lanjutan dari neuron yang bertugas membawa
rangsangan dari organ ke SSP (aferen) dan dari sistem saraf
pusat menuju organ sasaran (eferen). Berdasarkan cara
kerjanya sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf somatik
(sistem saraf sadar) dan sistem saraf otonom (sistem saraf
tak sadar). Sistem saraf somatik, yang berhubungan organ
pengindra dan otot gerak, saraf somatik berfungsi untuk
mengontrol segala aktivitas yang kerjanya dikendalikan
oleh otak. Sistem saraf otonom, berhubungan dengan
organ viskeral, berfungsi untuk mengontrol aktivitas yang
tidak dapat diatur oleh otak seperti denyut jantung,
gerakan saluran pencernaan, pembuluh darah dan sekresi
keringat.

1. Sistem Saraf Somatik


Saraf tersebar di seluruh tubuh untuk mengatur
seluruh aktivitas tubuh. Saraf somatik berfungsi untuk
mengatur gerakan yang sesuai dengan kemauan kita, misalnya
menggerakkan tangan, melangkahkan kaki, dan lain-lain.
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu
saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang
belakang. Bagian sistem saraf tepi somatik yang berupa
sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (yaitu saraf saraf
(nervi craniales) dan saraf sumsum tulang belakang (nervi
spinales). Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari 3
32 Pengantar Psikoneuroimunologi

pasang saraf sensori, 5 pasang saraf motor, dan empat


pasang saraf gabungan antara kedua saraf tersebut (sensori
dan motor). Sedangkan nervi spinales 31 pasang saraf
gabungan yang terdiri dari 8 pasang saraf leher, 12 pasang
saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf
pinggul, dan 1 pasang saraf ekor. Kemudian, sistem saraf
tak sadar disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak
maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ
yang bersangkutan.

2. Sistem Saraf Otonom


Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang
berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan
menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat
beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis
yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Serat saraf
yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra
ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat
saraf post ganglion. Berdasarkan kerjanya saraf otonom
dibedakan menjadi dua yaitu; saraf simpatik dan saraf
parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan
parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik
mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang
belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga
mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf
parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang
karena ganglion menempel pada organ yang dibantu. Fungsi
sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan
(antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan
Sistem Saraf Pada Stress 33

"nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan


beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.
Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis
mengeluarkan neurotransmitter yang sama, yaitu asetilkolin,
tetapi ujung-ujung pascaganglion kedua system ini
mengeluarkan neurotransmitter yang berlainan. Serat-serat
pascaganglion parasimpatis mengeluarkan aseilkolin. Semua
serat praganglion otonom disebut sebagai kolinergik.
Sebaliknya, sebagian serat pascaganglion simpatis disebut
serat adrenergic karena mengeluarkan noreadrenalin
(norepinefrin). Sistem saraf otonom mengatur aktivitas organ
visceral yang dalam keadaan normal di luar kesadaran dan
control volunter, misalnya sirkulasi, pencernaan, berkeringat
dan ukuran pupil.

a. Saraf Simpatik
Banyak organ dikendalikan terutama oleh sistem saraf
simpatik atau parasimpatik. Kadang-kadang dua sistem saraf
tersebut memiliki efek berlawanan pada organ yang sama.
Misalnya, sistem saraf simpatik meningkatkan tekanan darah,
dan sistem saraf parasimpatik menurun tekanan darah. Secara
keseluruhan, dua sistem saraf otonom ini bekerja sama untuk
memastikan bahwa tubuh merespon dengan tepat untuk
situasi yang berbeda. Sistem saraf simpatik disebut juga sistem
saraf torakolumbar, karena saraf preganglion keluar dari
tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12.
Saraf simpatik merupakan saraf yang berpangkal pada
medula spinalis di daerah leher dan pinggang, sehingga
disebut saraf torakolimbar. Saraf ini berfungsi mengaktifkan
organ tubuh. Beberapa fungsi sistem saraf simpatik, yaitu:
34 Pengantar Psikoneuroimunologi

 Mempercepat denyut jantung


 Memperlebar pembuluh darah
 Menghambar pengeluaran air mata
 Memperluas/memperlebar pupil
 Menghambar seksresi air ludah
 Memperbesar bronkus
 Mengurangi aktivitas kerja usus, dan
 Menghambat pembentukan urine.
Sebagian serat praganglion simpatis berukuran sangat
pendek, bersinaps dengan badan sel neuron pascaganglion
didalam ganglion yang terdapat di rantai ganglion simpatis
yang terletak di kedua sisi korda spinalis.

b. Sistem saraf parasimpatik


Sistem saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem
saraf kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah
otak dan daerah sakral. Susunan saraf parasimpatik berupa
jaring-jaring yang berhubung-hubungan dengan ganglion
yang tersebar di seluruh tubuh. Sistem saraf parasimpatik
memiliki fungsi yang berlawanan dengan fungsi sistem saraf
simpatik. Pada sistem saraf simpatik berfungsi mempercepat
denyut jantung, sedangkan pada sistem saraf parasimpatik
akan memperlambat denyut jantung. Saraf parasimpatik
merupakan saraf yang berpangkal pada medula oblongata.
Kerjanya antagonis dengan saraf simpatik, yaitu menghemat
kerja organ tubuh.
Beberapa fungsi sistem saraf parasimpatik, yaitu
 Memperlambat denyut jantung
 Mempersempit pembuluh darah
 Memperlancar pengeluaran air mata
 Memperkecil pupil
Sistem Saraf Pada Stress 35

 Memperlancar sekresi air ludahS


 Menyempitkan bronkus
 Menambah aktivitas kerja usus, dan
 Merangsang pembentukan urine.
Alat-alat yang dipengaruhi oleh kedua saraf tersebut
adalah hati, limfa, sistem pencernaan, sistem pernapasan,
sistem peredaran darah, sistem ginjal, dan saluran kencing.

IV. Neuron (Sel Saraf)


Neuron adalah suatu sel saraf yang lengkap, sel khusus
yang dirancang untuk mengirimkan informasi ke sel saraf,
otot, atau sel kelenjar. Umumnya neuron memiliki badan sel,
akson, dan dendrit. Badan sel berisi inti dan sitoplasma.
Akson meluas dari sel tubuh dan mengeluarkan banyak
cabang yang lebih kecil sebelum berakhir di terminal saraf.
Dendrit memperpanjang dari sel tubuh neuron dan menerima
pesan dari neuron lain. Sinapsis adalah titik kontak di mana
satu neuron berkomunikasi dengan yang lain.

Jenis Neuron (Sel Saraf)


Berdasarkan fungsinya, sel saraf dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu neuron sensorik, neuron motorik, dan
neuron penghubung.
a. Neuron sensorik (neuron aferen) yaitu sel saraf indra
yang berfungsi menghantarkan rangsang dari reseptor ke
saraf pusat (otak atau sumsum tulang belakang). Akson
meluas di kedua arah, dengan akson perifer mengarahkan
menuju organ reseptor, sedangkan akson sentral melewati ke
sumsum tulang belakang. Meskipun, dendrit adalah secara
struktural dan fungsional identik dengan akson, mereka
36 Pengantar Psikoneuroimunologi

mielin. Sel tubuh dalam neuron aferen yang sempurna bulat


dan halus. Agregasi dari neuron aferen dapat ditemukan
dalam apa yang disebut ganglion akar dorsal bengkak, yang
terletak tepat di luar sumsum tulang belakang. Bagian
sensorik menghantarkan informasi dan rangsangan dari
seluruh permukaan dan struktur dalam tubuh ke dalam sistem
saraf melalui saraf spinal dan saraf kranial. Sinyal-sinyal
tersebut selanjutnya diteruskan ke hampir semua bagian lain
sistem saraf yang akan menganalisa dan mengolah informasi
sensorik tersebut.
Neuron eferen membentuk jalur elektrokimia terhadap organ
efektor.
b. Neuron motorik (neuron eferen) adalah sel saraf gerak
yang berfungsi menghantarkan rangsang dari saraf pusat ke
efektor (otot atau kelenjar). Neuron eferen juga disebut
neuron motorik karena mereka kebanyakan membawa
tanggapan ke otot atau kelenjar dan membuat pergerakan. Sel
tubuh terhubung pada salah satu ujung ke akson panjang
tunggal sementara beberapa dendrit membentuk ujung sel
tubuh. Neuron eferen yang hadir dalam materi abu-abu dari
sumsum tulang belakang serta medulla oblongata.
c. Neuron Penghubung (interneuron) yaitu sel saraf
yang berfungsi menghubungkan neuron sensorik dengan
neuron motorik. Sel saraf ini banyak ditemukan di otak dan
sunsum tulang belakang.

Bagian-bagian neuron adalah sebagai berikut:


1. Badan sel (Neuron)
Sistem Saraf Pada Stress 37

Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar


dari sel saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima
rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson. Badan
sel saraf mengandung inti sel dan sitoplasma. Inti sel berfungsi
sebagai pengatur kegiatan sel saraf (neuron). Di dalam
sitoplasma terdapat mitokondria yang berfungsi sebagai
penyedia energi untuk membawa rangsangan.

2. Inti Sel
Inti sel pada neuron atau sel syaraf disebut
dengan nukleus sel. Nukleus adalah inti sel syaraf yang
memiliki fungsi untuk memberikan pengaturan terhadap
kegiatan sel syaraf pada tubuh manusia. Inti sel tersebut juga
memiliki peran dalam pembentukan DNA dan kromoson
sehingga secara tidak langsung nukleus berperan dalam
mengatur sifat yang dimiliki oleh keturunan sel tersebut. Pada
biasanya sel syaraf hanya memiliki satu inti sel saja, namun di
dalam tubuh manusia ada bagian tubuh yang memiliki lebih
dari satu inti sel. Bagian tubuh manusia itu adalah sel
parenkim yang ada di hati dan juga sel yang ada di otot
jantung. Ada juga sel di dalam tubuh yang tidak memiliki inti
sel, bagian sel itu adalah sel eritrosit dan juga sel trombosit.

3. Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan
bercabang-cabang. Dendrit merupakan perluasan dari badan
sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan
rangsangan ke badan sel. Dendrit adalah cabang yang ada di
badan sel syaraf. Bentuk dari dendrit ini berupa sitoplasma
yang menonjol memiliki ukuran pendek dan juga bercabang.
38 Pengantar Psikoneuroimunologi

Sitoplasma sendiri adalah bagian sel yang dibungkus oleh


membrane sel. Pembentuk sitoplasma terdiri atas sitosol dan
organel. Neuron memiliki beberapa dendrit. Dendrit sendiri
berasal dari kata Yunani yang artinya adalah pohon. Fungsi
dari dendrit sendiri adalah menerima rangsangan.
Protein yang ada di dalam tubuh manusia bisa berpengaruh
terhadap penerimaan rangsangan, selain itu kandungan
sodium, kalium dan juga kalsium juga berpengaruh terhadap
penerimaan rangsangan oleh dendrit, juga dapat berpengaruh
terhadap lamanya rangsangan yang diterima.

4. Neurit (Akson)
Sistem Saraf Pada Stress 39

Neurit disebut juga dengan akson. Neurit merupakan


sel syaraf yang memiliki ukuran paling panjang. Neurit
memiliki penjuluran dari sitoplasma ke badan sel. Pada
dasarnya neurit sama dengan dendrit, yang membedakan
adalah neurit memiliki ukuran yang lebih besar dan lebih
panjang dari dendrit. Neurit berjumlah satu sedangkan
dendrit jumlahnya banyak di sepanjang sel syaraf manusia.
Pada neurit ada benang-benang halus yang dinamakan
neurofibril. Fungsi akson itu adalah sebagai penghantar
rangsangan dari badan sel menuju ke bagian efektor, bagian

efektor itu adalah kelenjar dan juga otot. Diameter neurit


adalah beberapa mikromoeter, sedangkan panjang neurit bisa
mencapai 2 meter. Berikut ini adalah hal-hal yang
berhubungan dengan neurit yang ada di neuron:
40 Pengantar Psikoneuroimunologi

5. Selubung Myelin
Selubung ini berfungsi untuk isolator dan pemberi
makan sel saraf. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh
selubung mielin. Selubung mielin memiliki lemak yang
terbentuk atas segmen-segmen. Lekukan yang ada di antara
dua segmen tersebut disebut dengan nodus ranvier. Jika
selubung mielin menyelubungi neurit, maka selubung mielin
juga diselubungi dengan sel schwann. Selubung mielin
diproduksi oleh sel bernama glial. Fungsi utama dari selubung
mielin adalah sebagai pelindung bagi neurit agar tidak
mengalami kerusakan dan mencegah rangsangan menjadi
bocor dan mempercepat sampainya rangsangan. Rangsangan
itu bisa melompati selubung mielin dengan kecepatan sekitar
12 meter per detik. Selubung mielin itu bisa mencegah
rangsangan keluar dari akson.

6. Sel Schwann
Sel Schwann merupakan sel yang menjadi
pembungkus selubung mielin. Sel Schwann memiliki fungsi
untuk menghasilkan lemak berkali-kali hingga terbentuklah
selubung mielin. Fungsi dari sel schwann sendiri adalah untuk
mempercepat pergerakan rangsangan, membantu dalam
menyediakan persediaan makanan untuk akson dan juga
membantu neurit dalam melakukan regenerasi.

7. Sinapsis
Celah antara ujung neurit suatu neuron dengan
dendrit neuron lain dinamakan sinapsis. Pada bagian sinapsis
inilah suatu zat kimia yang disebut neurotransmiter (misalnya
Sistem Saraf Pada Stress 41

asetilkolin) menyeberang untuk membawa impuls dari ujung


neurit suatu neuron ke dendrit neuron berikutnya. Sinapsis
merupakan titik pertemuan terminal akson di salah satu syaraf
pusat dengan syaraf pusat yang lain. Pada setiap sinapsis
tersebut akan terdapat celah sinapsis. Fungsi sinapsis tersebut
adalah sebagai pengiriman impuls atau rangsangan dari neurit
ke dendrit pada sel syaraf yang lainnya.

V. The Triune Brain


Paul D. MacLean (1913-2007), dari Society for
Neuroscense Amerika Serikat, membagi otak manusia dalam
tiga bagian yang disebut “3 in 1” (three in one) atau Triune
Brain. Beliau berpendapat bahwa otak dari berbagai spesies
makhluk, hidup (terutama otak manusia) mengalami evolusi
sehingga menjadi lebih kompleks dari sebelumnya. MacLean
membagi otak menjadi tiga bagian; 1. Otak reptilian (R-
complex), disebut juga batang otak atau otak primitif, 2. Otak
mamalia; mesencephalon atau sistem limbik atau ada juga
yang menyebutnya sebagai otak tengah, Hindsight brain
merupakan pusat neuron-neuron yang mengatur segala
sesuatu yang berkaitan dengan emosi. Otak ini berada di
tengah, terletak di bawah Corpus Callosum. Disebut
Mammalian Brain, dan 3. Neocortex (cerebral cortex atau
otak besar atau telencephalon atau cerebrum). Periode evolusi
terakhir dari otak menghasilkan neocortex atau otak
neomamalian. Neocortex adalah lapisan teratas yang
mengelilingi otak mamalia, dan hanya dimiliki oleh jenis
mamalia termasuk manusia. Berfungsi berfikir Kritis dan
kreatif.
42 Pengantar Psikoneuroimunologi

Neocorteks atau yang sering disebut otak berpikir


adalah bagian terluar dari Otak manusia. Neocortek berfungsi
mengendalikan segala sesuatu yang sifatnya rasional.
Neocortek ini juga dikenal sebagai pusat kecerdasan manusia
yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Neocorteks juga
memungkinkan dapat mengendalikan nafsu (otak reptil) dan
emosinya (sistem Limbik). Neocortek juga yang menjadikan
manusia mampu berpikir secara rasional, penuh
pertimbangan dan selalu hati-hati. Ketika Neokortek dapat
lebih dominan daripada otak emosi maka akan mampu
menghasilkan kreatifitas dan gagasan yang cemerlang.
Neocortek juga berperan menumbuhkan motivasi, semangat,
serta memunculkan kesan tidak adanya intimidasi atau proses
berbahaya lainnya. Neokortek juga bertanggung jawab pada
berbagai keterampilan manusia.

Gambar 3.5 The Triune Brain


(Newman, 2009)
Sistem Saraf Pada Stress 43

Referensi
1. Wieslaw L. Nowinski. Introduction to Brain Anatomy. K.
Miller (ed.), Biomechanics of the Brain, Biological and
Medical Physics, 5Biomedical Engineering, 2011
2. Kara, R. Brain and Nervous System. Britannica
Educational Publishing. New York. 2011
3. G.S. Everly and J.M. Lating. The Anatomy and Physiology
of the Human Stress Response. Springer Science+Business
Media New York 2013
4. Sukardi, E. Neuroanatomica. UI-Press.2013
5. Robert Boyle G.S. Everly and J.M. Lating, A Clinical
Guide to the Treatment The Anatomy and Physiology, of
the Human Stress Response. Springer Science+Business
Media New York 2013
6. Amy F. T. Arnsten. Stress signalling pathways that impair
prefrontal cortex structure and function. Nat Rev
Neurosci. 2009 June ; 10(6): 410–422.
7. Everly G. Physiology of Stress. Jones and Barttlett
Publisher. Available in: https://www.jblearning.com
/samples/0763740411/Ch%202_Seaward_Managing%20S
tress_5e.pdf
8. James P. Herman. Limbic system mechanisms of stress
regulation: Hypothalamo-pituitary-adrenocortical axis.
Progress in Neuro-Psychopharmacology & Biological
Psychiatry 29 (2005) 1201–1213
9. Igor Mitrovic, Introduction to the Hypothalamo-
Pituitary-Adrenal (HPA) Axis. E-Book: 465-486
44 Pengantar Psikoneuroimunologi

http://biochemistry2.ucsf.edu/programs/ptf/mn%20links
/HPA%20Axis%20Physio.pdf
10. CHAPTER 3 Introduction to the Structure and Function
of the Central Nervous System
http://samples.jbpub.com/9781449694425/94425_CH03_
Pass1.pdf
11. MHR • Unit 5 The Nervous and Endocrine Systems.
http://standring.weebly.com/uploads/2/3/3/5/23356120
/11_inquirybio_ch11.pdf
12. Raycroft. 2012. THE NERVOUS SYSTEM. Notes -
Nervous System – Student.
http://www.bio12.com/ch17/Notes.pdf
13. The Human Nervous System-Noback 2005
14. Todman, D. History of Neuroscience: Roger Sperry
(1913-1994), IBRO History of Neuroscience. 2008:1-6
15. Newman, JD. The Scientific Contributions of Paul D.
MacLean (1913–2007)
16. The Journal of Nervous and Mental Disease,
2009;197(1):1-5
17. MacLean, Paul D. The Brain’s Generation Gap Some
Human Implications by. The Social Contract, Spring 2002
4
Sistem Endokrin
&
Hormon
Pada Stress
46 Pengantar Psikoneuroimunologi

4.1 Sistem Endokrin


Sistem endokrin adalah sekumpulan kelenjar yang
tidak mempunyai saluran khusus (ductless) untuk
mengeluarkan produknya bernama hormon, diedarkan
melalui sirkulasi. Fungsi hormon adalah mengatur berbagai
aktivitas dalam tubuh, antara lain aktivitas pertumbuhan,
reproduksi, osmoregulasi, pencernaan, dan integrasi serta
koordinasi tubuh atau menjaga homeostatis tubuh. Kadang
sistem ini tumpang tindih dengan sistem saraf atau selalu
bekerja sama dengan sistem saraf dan dapat pula
mempengauhi eksokrin lainnya seperti sistem imun.
Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh
aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya
akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu
tindakan. Cabang kedokteran yang mempelajari kelainan pada
kelenjar endokrin disebut endokrinologi. Sistem hormon
yang ada dalam tubuh manusia seperti gambar di bawah ini:
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 47

Gambar 4.1
Sistem endokrin tubuh manusia (Sussane, 1998)

Kelenjar Endokrin
Organ utama dari sistem endokrin adalah seperti
gambar di atas, ada pula organ tubuh yang lain menghasilkan
hormon yang kuran dikenal seperti; Jaringan adiposa
(jaringan lemak) dikenal menjadi metabolik penting. Ia
48 Pengantar Psikoneuroimunologi

melepaskan hormon seperti leptin, yang mempengaruhi nafsu


makan, dan juga merupakan tempat produksi estrogen.
Insulin juga bekerja pada jaringan adiposa. Ginjal –
menghasilkan eritropoietin (EPO) yang merangsang produksi
sel darah merah, memproduksi renin yang diperlukan untuk
regulasi tekanan darah dan menghasilkan bentuk aktif
vitamin D (1-25 dihidroksi vitamin D3). Gut – peningkatan
jumlah hormon dalam usus sedang diteliti untuk
mempengaruhi metabolisme dan nafsu makan. Termasuk
peptide 1 (GLP-1), ghrelin yang merangsang nafsu makan,
dan somatostatin. Dibawah ini akan dibicaran secara singkat
kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan.

1. Kelenjar Pineal (Pineal Gland)


Kelenjar pineal adalah kelenjar endokrin berukuran
kecil memiliki warna kemerahan abu-abu dan seukuran
kacang polong (8 mm pada manusia). Ini dianggap sebagai
organ yang agak misterius, karena fungsinya ditemukan
terakhir dari kelenjar endokrin.
Kelenjar pineal atau badan adalah kelenjar berbentuk
kerucut kecil diyakini berfungsi sebagai jam tubuh. Pineal
yang terletak jauh di bagian belakang otak. Ini mengeluarkan
hormon melatonin, yang berfluktuasi setiap hari dengan
tingkat tertinggi pada malam hari. Para ilmuwan tidak yakin
tentang peran melatonin. Beberapa percaya memainkan peran
dalam perkembangan kelenjar seks pria dan wanita. Kelenjar
pineal memiliki beberapa fungsi penting termasuk sekresi
hormon melatonin yang menyebabkan kantuk dan
pengaturan fungsi endokrin tertentu. Kelenjar ini juga
membantu tubuh untuk mengkonversi sinyal dari sistem saraf
sinyal dalam sistem endokrin. Konsep kelenjar pineal sebagai
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 49

“Mata Ketiga” telah lama dipandang sebagai penghubung


antara dunia spiritual dan fisik. Selain fungsi fisiologis yang
penting dari kelenjar pineal, ini adalah bagian dari otak yang
secara tradisional telah dianggap sebagai kursi kesadaran yang
lebih tinggi dan link ke dunia metafisik. Ini adalah kelenjar
pineal yang tampaknya paling terpengaruh selama meditasi
dan visualisasi yoga dan semua bentuk lain dari
“dari perjalanan tubuh keluar“.Secara horisontal ia terletak di
diantara dan di atas kedua mata; sehingga jika ditarik garis
sambung antara dua mata dan titik lokasi kelenjar, maka akan
terbentuk sebuah segitiga. Ini sebabnya Pineal Gland disebut
juga sebagai mata ketiga ‘the Third Eye’. Pada beberapa
penelitian terkini melatonin sangat berhubungan dengan
kondisi tidur, meditasi dan gelombang otak, demikian juga
melatonin dapat mempengaruhi respon imun sehingganlebih
kebal terhadap infeksi virus maupun patogen lain.

2. Kelenjar Hipotalamus
Hipotalamus (bahasa Inggris: hypothalamus) terletak
langsung di bawah otak dan ukurannya sebesar biji kenari.
Sejumlah besar informasi sehubungan dengan kondisi tubuh
dikirim ke hipotalamus. Kemudian hipotalamus memberikan
persepsi informasi yang diterimanya, memutuskan tindakan
yang harus diambil dan perubahan yang harus dibuat dalam
tubuh. Hipotalamus juga merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem limbik, dan merupakan konektor
sinyal dari berbagai bagian otak menuju ke korteks otak besar.
Hal mendasar yang harus diperhatikan di sini adalah
hipotalamus itu sebuah organ yang terdiri dari sel-sel otonom.
Namun, sel-sel dalam hipotalamus bertindak dalam cara yang
luar biasa sadar untuk menjaga homeostatis tubuh terjaga.
50 Pengantar Psikoneuroimunologi

Beberapa fungsi penting hipotalamus antara lain; mengontrol


sistem saraf otonom dan sistem endokrin lainnya (terutama
hipofisis) serta mengatur beberapa perilaku yang
berhubungan dengan fungsi-fungsi vegetatif dalam
kehidupan; peningkatan atau penurunan denyut jantung dan
tekanan darah, pengaturan suhu tubuh, pengaturan rasa lapar
dan haus dan sebagainya.
Hipotalamus dorsal berhubungan Ascending Reticular
Activating System (ARAS) merupakan suatu network dari
kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu
diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang
mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla,
pons, mesencephalon menuju ke subthalamus, hipothalamus,
thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat
kesadaran.
Berdekatan dengan hipotalamus adalah kelenjar
pituitari, antara kelenjar hipotalamus dan pituitari (hipofisis)
terdapat sistem komunikasi yang sangat kompleks.
Hipotalamus memiliki kendali menyeluruh atas kelenjar
pituitari dan pelepasan penting beberapa hormon.
Hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus, antara lain;
1. Hormon anti-diuretik (ADH): Hormon ini meningkatkan
penyerapan air ke dalam darah oleh ginjal.
2. Corticotropin-releasing hormone (CRH): CRH mengirim
pesan ke kelenjar pituitari anterior untuk merangsang
kelenjar adrenal untuk melepaskan kortikosteroid, yang
membantu mengatur metabolisme dan respon imun.
3. Gonadotopin-releasing hormone (GnRH); adalah
hormon peptida yang menstimulasi sel-sel gonadotrop
pada hipofisis anterior. Di hipotalamus sendiri
pengeluaran GnRH diatur oleh nukleus arkuata.
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 51

4. Follicle-stimulating hormone (FSH); berfungsi dalam


pertumbuhan, perkembangan, maturasi saat pubertas, dan
reproduksi. Luteinizing hormone (LH), yang bekerja sama
untuk memastikan fungsi normal dari indung telur dan
testis.
5. Gowth hormone (GH); selain berfungsi sebagai hormon
pertumbuhan, juga memiliki efek pada pubertas. GH
menstimulasi diferensiasi sel granulosa yang diinduksi
oleh FSH, meningkatkan level Insulin-like growth factor-
1 (IGF-1), meningkatkan efek gonadotropin pada sel
granulosa dan bekerja secara sinergis dengan GH untuk
maturasi ovarium postmenarche. IGF-1 di ovarium dan
meningkatkan respons ovarium terhadap gonadotropin
6. Growth hormone–inhibiting hormone -(GHIH) (juga
dikenal sebagai somatostatin): GHRH meminta hipofisis
anterior untuk melepaskan
7. Oxytocin, berfungsi untuk merangsang kontraksi dinding
rahim/uterus sehingga mempermudah dalam proses
kelahiran. Selain itu, Hormon ini juga berfungsi untuk
mensekresi air susu dengan merangsang kontraksi duktus
laktiferus kelenjar mammae (payudara), berbagai proses,
seperti orgasme, kemampuan untuk percaya, suhu tubuh,
rasa bahagia, siklus tidur.
8. Prolacting-releasing hormone (PRH)juga dikenal hormon
penghambat prolaktin (PIH) (juga dikenal sebagai
dopamin): PRH menstimuli hipofisis anterior untuk
merangsang produksi ASI melalui produksi prolaktin.
Sebaliknya, PIH menghambat prolaktin, dan dengan
demikian, produksi susu.
52 Pengantar Psikoneuroimunologi

9. Thyrotropin-releasing factor, TRF, TRH, disebut


juga Tiroliberin; TRH memicu pelepasan thyroid
stimulating hormone (TSH), yang merangsang pelepasan
hormon tiroid, yang mengatur metabolisme, energi, dan
pertumbuhan dan perkembangan.

3. Kelenjar Hipofisis (Pituitari)


Kelenjar ini sering disebut master gland karena
mengotrol hampir semua kelejar dan organ lain di tubuh
manusia. Kelenjar ini terletak pada dasar otak besar dan
menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur
kegiatan kelenjar lainnya. Oleh karena itu kelenjar hipofisis
disebut master gland. Kelenjar hipofisis dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu bagian anterior, bagian tengah, dan bagian
posterior. Kelenjar hipofisis berbobot sekitar 0,5 gram,
berukuran sekitar 10 x 13 x 6 mm. Walaupun amat kecil dan
ringan , hipofisis berperan sangat penting dalam mengatur
kerja hormon-hormon yang lain
Hipofisis (Yunani hypo, dibawah, + physis,
pertumbuhan), atau Kelenjar Pituitari, beratnya sekitar 0.5
gram, dan dimensi normalnya pada manusia sekitar 10 x 13 x
6 mm, yang terletak di bagian bawah tengkorak terjepit di
antara saraf optik. Selama embriogenesis, hipofisis
berkembang sebagian dari ectoderm oral dan sebagian lagi
dari jaringan saraf. Komponen neural muncul sebagai sebuah
evaginasi dari dasar diencephalon dan tumbuh ke arah caudal
sebagai batang tanpa melepaskan diri dari otak.
Karena berasal dari dua sumber, hipofisis sebenarnya
terdiri dari dua kelenjar yang bersatu secara anatomis tapi
mempunyai fungsi yang berbeda:
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 53

1. Neurohipofisis (bahasa Inggris: posterior pituitary,


neurohypophysis, neural pituitary) yang berkembang dari
jaringan saraf, terdiri dari bagian yang besar, pars
nervosa, dan yang lebih kecil infundibulum.
Infundibulum terdiri atas stem dan eminentia mediana.
Neurohifisis merupakan perpanjangan dari hipotalamus
yang terbentuk dari sekelompok akson dari hypothalamic
neurosecretory neurons yang berselingan dengan sel glial.
2. Adenohipofisis (anterior pituitary, adenohypophysis,
glandular pituitary) merupakan bagian dari hipofisis yang
muncul dari oral ectoderm dan terdiri dari tiga bagian:
pars distalis, atau lobus anterior; bagian cranial, pars
tuberalis, yang mengelilingi infundibulum; serta pars
intermedia.Dari studi mikroskopik terhadap
adehipofisis, ditemukan tiga jenis sel yaitu asidofil,
basofil dan kromofob.

Karena mengatur kerja hormon-hormon lain inilah,


maka hipofisis disebut sebagai master gland atau kelenjar
induk. Terdapat beberapa macam hormon yang dihasilkan
oleh kelenjar hipofisis, antara lain :

Hormon serta fungsi dari hipofisis pars anterior


1. Hormon Somatotropin (STH), Hormon pertumbuhan
(Growth Hormone/GH); merangsang sintesis protein dan
metabolisme lemak, serta merangsang pertumbuhan tulang
(terutama tulang pipa) dan otot. kekurangan hormon ini
pada anak-anak-anak menyebabkan pertumbuhannya
terhambat /kerdil (kretinisme), jika kelebihan akan
menyebabkan pertumbuhan raksasa (gigantisme). Jika
kelebihan terjadi pada saat dewasa, akan menyebabkan
54 Pengantar Psikoneuroimunologi

pertumbuhan tidak seimbang pada tulang jari tangan, kaki,


rahang, ataupun tulang hidung yang disebut akromegali.

2. Hormon tirotropin atau Thyroid Stimulating Hormone


(TSH); Mengontrol pertumbuhan dan perkembangan
kelenjar gondok atau tiroid serta merangsang sekresi
tiroksin

3. Adrenocorticotropic hormone (ACTH); Mengontrol


pertumbuhan dan perkembangan aktivitas kulit ginjal dan
merangsang kelenjar adrenal untuk mensekresikan
glukokortikoid (hormon yang dihasilkan untuk
metabolisme karbohidrat)
4. Prolaktin (PRL) atau Lactogenic hormone (LTH);
Membantu kelahiran dan memelihara sekresi susu oleh
kelenjar susu
Hormon gonadotropin pada wanita
5. Follicle Stimulating Hormone (FSH); Merangsang
pematangan folikel dalam ovarium dan menghasilkan
estrogen
6. Luteinizing Hormone (LH); Mempengaruhi pematangan
folikel dalam ovarium dan menghasilkan progestron

Hormone gonadotropin pada pria :


7. FSH; Merangsang terjadinya spermatogenesis (proses
pematangan sperma)
8. Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH); Merangsang
sel-sel interstitial testis untuk memproduksi testosteron
dan androgen.
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 55

Hormon serta fungsi hipofisis pars media


MSH (Melanosit Stimulating Hormon);
Mempengaruhi warna kulit individu, dengan cara
menyebarkan butir melanin, apabila hormon ini banyak
dihasilkan maka menyebabkan kulit menjadi hitam.

Hormon serta fungsi dari hipofisis posterior

Oksitosin; Menstimulasi kontraksi otot polos pada


rahim wanita selama proses melahirkan, Hormon ADH;
Menurunkan volume urine dan meningkatkan tekanan darah
dengan cara menyempitkan pembuluh darah

4. Kelenjar Suprarenal (Adrrenal)


Secara anatomi, kelenjar adrenal terletak di sisi
anteriosuperior (depan-atas) ginjal. Pada manusia, kelenjar
adrenal terletak sejajar dengan tulang punggung thorax ke-12
dan mendapatkan suplai darah dari arteri adrenalis. Secara
histologis, terbagi atas dua bagian yaitu medula dan korteks.
Bagian medula merupakan sumber penghasil katekolamin
hormon adrenalin epinefrin dan norepinefrin. Sedangkan
bagian korteks menghasilkan kortisol, dapat pula
menghasilkan homron androgen seperti testosteron.
Kelenjar ini bertanggung jawab pada pengaturan
respon stress pada sintesis kortikosteroid dan katekolamin
sebagai hormon stres utama.
Dalam keadaan ketakutan atau dalam keadaan bahaya,
produksi adrenalin meningkat sehingga denyut jantung
meningkat dan memompa darah lebih banyak. Gejala lainnya
adalah melebarnya saluran bronkiolus, melebarnya pupil
56 Pengantar Psikoneuroimunologi

mata, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut


berdiri.
Mineralokortikoid berfungsi mempengaruhi elektrolit
(mineral) cairan ekstraseluler dan metabolisme natrium dan
kalium. Cairan tubuh diatur melalui efek langsung, aldosteron
menyebabkan penurunan potensial transmembran,
peningkatan aliran ion positif, seperti kalium, keluar dari sel
ke dalam lumen. Ion natrium yang direabsorbsi diangkut
keluar epitel tubulus dikirim ke dalam cairan interstisiel ginjal
dan dari sana kedalam sirkulasi kapiler ginjal. Defisiensi
mineralokortikoid mengarah pada hipotensi, hiperkalemia,
penurunan curah jantung, dan dalam kasus akut, syok.
Kelebihan mineralokortikoid mengakibatkan hipertensi dan
hipokalemia.

Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Adrenal


Beberapa hormon penting yang dikeluarkan oleh
kelenjar adrenal adalah sebagai berikut:
1. Hormon Aldosteron
Hormon aldosteron disekresikan oleh zona
glomerulosa (lapisan terluar) dari korteks adrenal. Fungsi
utama hormon ini adalah untuk mengatur jumlah kalium dan
natrium yang dilewatkan ke dalam urin. Produksi aldosteron
dikontrol oleh renin angiotensin system (RAS) atau renin
angiotensin aldosterone system (RAAS).

2. Hidrokortison dan Kortikosteron


Kortikosteroid dilepaskan dari daerah korteks kelenjar
adrenal. Hormon kortikosteroid yang disekresikan oleh
kelenjar adrenal termasuk hormon hidrokortison dan
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 57

kortikosteron. Hidrokortison atau kortisol mengatur


metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hidrokortison
dan kortikosteron memainkan peran penting dalam mengatur
respon inflamasi tubuh. Kortikosteron juga mempengaruhi
sistem kekebalan tubuh dan karenanya dapat digunakan
sebagai agen penekan kekebalan (imunosupresi). Sekresi
kedua hormon ini dikendalikan oleh hormon
adrenokortikotropik (ACTH) yang disekresikan oleh kelenjar
hipofisis.

3. Androgenik Steroid
Androgenik steroid atau androgen disekresi oleh zona
reticularis (lapisan terdalam) dari korteks adrenal. Androgen
adalah hormon seks pria dan bertanggung jawab untuk
perkembangan karakteristik laki-laki. Hormon ini
memainkan peran penting dalam perkembangan organ seks
laki-laki selama fase embrio.

4. Epinefrin dan Norepinefrin


Kedua hormon ini disekresikan oleh bagian medula
adrenal dan biasanya dikenal pula sebagai adrenalin. Epinefrin
dan norepinefrin disebut katekolamin karena disekresikan
untuk merespon kondisi stres fisik atau mental. Epinefrin,
juga dikenal sebagai adrenalin, memainkan peran penting
dalam konversi glikogen menjadi glukosa. Hormon ini juga
diperlukan oleh tubuh untuk sirkulasi ke otak dan otot. Selain
itu, epinefrin juga berperan meningkatkan denyut jantung
dan melemaskan otot polos paru-paru, delatasi pembuluh
darah kecil di paru-paru, jantung, ginjal, dan otot. Epinefrin
penting respon ‘flight & faith’ dalam kondisi stres.
58 Pengantar Psikoneuroimunologi

5. Kelenjar Thiroid
Kelenjar tiroid adalah kelenjar terbesar yang ada di
leher dengan ukuran panjang sekitar 2 inci. Tiroid ini terletak
di anterior (bagian depan) leher di bawah tulang rawan tiroid
yang menonjol. diselumiti oleh lapisan kulit dan otot.
Kelenjar ini memproduksi, menyimpan, dan melepaskan
hormon ke dalam aliran darah sehingga hormon dapat
mencapai sel-sel tubuh. Kelenjar tiroid menggunakan yodium
dari makanan untuk membuat dua hormon utama, yaitu:
Triiodothyronine (T3) Tiroksin (T4) Hormon T3 dan T4
akan mengatur kecepatan kerja dan metabolisme sel-sel.
Misalnya, T3 dan T4 mengatur detak jantung dan seberapa
cepat makanan diproses usus. Jadi ketika T3 dan T4
kadarnya rendah, detak jantung bisa lebih lambat dari
biasanya, dan pengaruhnya terhadap pencernaan adalah
sembelit dan meningkatnya berat badan. Jika T3 dan T4
kadarnya tinggi, maka detak jantung bisa lebih cepat dan
pengaruhnya pada pencernaan adalah diare dan penurunan
berat badan.
Ketika T3 dan T4 kadarnya rendah dalam darah, maka
kelenjar pituitari akan melepaskan lebih banyak TSH untuk
memberitahu kelenjar tiroid agar menghasilkan hormon
tiroid yang lebih banyak. Namun, apabila T3 dan T4 kadarnya
sudah tinggi, maka hipofisis akan mengurangi pengeluaran
TSH agar kelenjar tiroid memperlambat produksi hormon
tiroid.

6. Kelenjar Parathiroid
Empat kelenjar paratiroid kecil berada di sekitar tiroid
pada tenggorokan. Dilihat dari namanya ‘Para’ berarti ‘dekat’,
kelenjar tiroid dan terdiri atas 4 bagian, berfungsi
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 59

mensekresikan hormon yang disebut parathormon. Hormon


ini memiliki fungsi, antara lain:
a. Menaikkan kadar kalsium di dalam darah dengan
melepaskan kalsium itu dari tulang;
b. Menaikkan absorbsi kalsium dari makanan dalam usus;
c. Menaikkan reabsorbsi kalsium dalam tubulus ginjal.

Fungsi utama dari kelenjar paratiroid adalah untuk


membuat hormon paratiroid (PTH). Kimiawi ini mengatur
jumlah kalsium, fosfor dan magnesium dalam tulang dan
darah. Mineral kalsium dan fosfor sangat penting untuk
kesehatan tulang. Kalsium melalui darah juga diperlukan
untuk berfungsinya sel-sel otot dan saraf. Ketika kadar
kalsium di dalam darah terlalu rendah, kelenjar paratiroid
melepaskan ekstra PTH, yang mengambil kalsium dari tulang
dan merangsang reabsorpsi kalsium pada ginjal.

7. Kelenjar Pankreas
Pankreas adalah kelenjar besar yang terletak di
samping lambung dan usus kecil. Ini adalah sekitar enam inci
(sekitar 15 cm) panjang dan dibagi menjadi kepala, tubuh dan
ekor, pankreas adalah gabungan antara dua organ
yaitu jaringan pankreas dan pulau-pulau langerhans. Fungsi
dari kedua organ pankreas ini berbeda. Pankreas masuk dalam
bagian kelenjar kelenjar yang berhubungan dengan saluran
pencernaan. Pankreas memproduksi hormon insulin dalam
sel-sel dalam kelompok yang dikenal sebagai pulau
Langerhans dan memantau apa yang terjadi di dalam darah.
Ketika tingkat gula (glukosa) dalam darah meningkat, segera
hormon, terutama insulin. Insulin kemudian membantu
tubuh untuk menurunkan kadar glukosa darah dan
60 Pengantar Psikoneuroimunologi

‘penyimpanan’ gula itu di lemak, otot, hati dan jaringan tubuh


lainnya di mana dapat digunakan untuk energi bila
diperlukan.

Kelenjar Reproduksi
8. Ovarium
Ovarium merupakan bagian dari sistem reproduksi
wanita. Setiap wanita memiliki dua indung telur. Mereka
adalah berbentuk oval, sekitar empat sentimeter panjang dan
tergeletak di kedua sisi rahim (uterus) terhadap dinding
panggul di wilayah yang dikenal sebagai fossa ovarium.
Mereka ditahan di tempat oleh ligamen melekat pada rahim
tetapi tidak langsung melekat ke seluruh saluran reproduksi
wanita. Masing-masing hormon tersebut memiliki pengaruh
yang berbeda-beda, untuk lebih jelasnya berikut ini akan
diuraikan lebih rinci.
1. FSH (Follicle Stimulating Hormone), yaitu hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Hormon FSH ini
berfungsi dalam proses pembentukan dan pematangan
spermatozoa yang dikenal sebagai spermatogenesis dan
ovum yang dikenal sebagai oogenesis. Di samping itu, FSH
juga merangsang produksi hormon testoseron pada pria
dan estrogen pada wanita.
2. LH (Luteinizing Hormone). Hormon ini juga dihasilkan
oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini dapat merangsang
proses pembentukan badan kuning atau korpus luteum di
dalam ovarium, setelah terjadi poses ovulasi (pelepasan sel
telur).
3. Estrogen. Hormon ini dihasilkan oleh folikel graaf di dalam
ovarium. Hormon ini berperan alam oogenesis dan
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 61

penampakan ciri-ciri kelamin sekunder pada wanita. Di


samping itu, hormon ini juga berperan untuk merangsang
produksi LH dan menghambat produksi FSH.
4 Progesteron. Hormon ini dihasilkan oleh badan kuning
atau korpus luteum di dalam ovarium. Berperan dalam
proses pembentukan lapisan endometrium pada dinding
rahim untuk menerima ovum yang telah dibuahi. Pada saat
terjadi kehamilan, progesteron bersama-sama dengan
hormon estrogen menjaga agar endometrium tetap
mengalami pertumbuhan, membentuk plasenta, menahan
agar otot uterus tidak berkontraksi, dan merangsang
kelenjar susu memproduksi ASI.

9. Testis
Testis adalah sepasang organ yang menghasilkan
sperma yang menjaga kesehatan sistem reproduksi lelaki.
Dikenal sebagai gonad testis. Rekan-rekan mereka pada
wanita adalah ovarium. Selain perannya dalam sistem
reproduksi laki-laki, testis juga memiliki perbedaan menjadi
kelenjar endokrin karena mereka mengeluarkan testosteron-
yang sangat penting bagi perkembangan normal laki-laki
karakteristik fisik. Testis menghasilkan hormon utama;
testosteron dan estradiol. Testosteron diperlukan untuk
perkembangan fisik tepat pada anak-anak laki-laki. Ini adalah
androgen utama, yang merupakan istilah untuk suatu zat yang
merangsang dan/atau mempertahankan pengembangan
maskulin. Selama masa pubertas, testosteron yang terlibat
dalam proses transisi banyak anak terhadap dewasa, termasuk:
a. Perkembangan organ genital pria yang sehat
b. Pertumbuhan rambut wajah dan tubuh
c. Suara yang lebih rendah
62 Pengantar Psikoneuroimunologi

d. Menambah tinggi badan


e. Meningkatkan otot massa
f. Pertumbuhan jakun

Pentingnya testosteron ini tidak terbatas pada masa pubertas.


Seluruh dewasa, hormon ini merupakan bagian integral dalam
berbagai fungsi, seperti:
a. Menjaga libido Anda
b. Produksi sperma
c. Mempertahankan kekuatan otot dan massa
d. Mendorong kepadatan tulang sehat

4.2. HORMON STRES UTAMA


Ada 3 hormon stres yang utama pada mahluk hidup:
kortisol, adrenalin dan nor-adrenalin. Hormon terdiri dari 2
jenis berdasarkan struktur kimiawinya yaitu hormon yang
terdiri dari peptida (hormon peptida) dan terdiri dari
kolesterol (hormon steroid). Perbedaan neurotransmiter dan
hormon adalah neurotransmiter bekerja cepat dan
pengaruhnya cepat hilang. Sedangkan hormon bekerja lambat
dan pengaruhnya lama. Berdasarkan waktu pembuatan,
kelenjar yang menghasilkan hormon terbagi atas kelenjar
yang bekerja sepanjang waktu. Hormon lainnya
membutuhkan substansi yang disebut dengan reservoir
hormon supaya kadar hormon tetap konstan dan terhindar
dari reaksi penguraian kimia. Saat hormon sampai pada sel
target, hormon harus dikenali oleh protein yang terdapat di
sel yang disebut reseptor. Molekul khusus dalam sel yang
disebut duta kedua (second messenger) membawa informasi
dari hormon ke dalam sel. Hormon terikat kepada reseptor di
permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara hormon dan
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 63

reseptor akan mempercepat, memperlambat atau merubah


fungsi sel.

Hormon Glukokortikoid
Efek fisiologi glukokortikoid termasuk pengaturan
metabolisme protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat,
pada manusia dikenal sebagai kortisol. Peran kortisol dalam
meningkatkan konsentrasi gula darah dengan bekerja sebagai
antagonis insulin dan dengan menekan sekresi insulin,
dengan demikian menghambat metabolesme glukosa perifer
dan meningkatkan sintesis glukosa hati (glukoneogenesis).
Glukokortikoid juga memiliki sifat anti inflamasi yang
berkaitan dengan efek mikrovaskulatur dan menekan sitokin
inflamasi. Kortisol dibentuk dalam zona fasikulata,
merupakan glukokortikoid utama pada manusia yang
mempunyai efek metabolisme glukosa yang meningkatkan
kadar glukosa darah, metabolisme protein, keseimbangan
cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas, dan terhadap
stresor.
Kortisol dikenal sebagai hormon stres karena
produksi saat tubuh menghadapi stres dan katekolamin
terpacu, hal tersebut meningkatkan daya tahan tubuh dan
secara alami membuat lebih waspada dalam menghadapi krisis
atau bahaya. Tubuh memproduksi kortisol lebih banyak pada
waktu pagi dari pada malam hari. Terlalu banyak jumlah
kortisol dalam tubuh bisa menyebabkan sulit tidur, imunitas
tubuh menurun, gula dalam darah tidak normal bahkan
membuat berat badan naik. Kadar kortisol dapat dikendalikan
dengan berbagai cara misalnya dengan relaksasi dapat
menurunkan kortisol sebanyak 20 persen. Mendengarkan
64 Pengantar Psikoneuroimunologi

musik, mengurangi kadar kortisol sebanyak 66 persen. Tidur


siang, menurunkan 50% kadar kortisol.
Glukokortikoid banyak digunakan dalam pengobatan,
karena mempunyai efek anti-inflamasi dan imunosupresi
yang kuat. Kortikosteroid sintesis efektif sebagai anti-
inflamasi, karena dapat menghambat proses inflamasi dengan
mempengaruhi proses transkripsi berbagai mediator yang
berperan dalam inflamasi. Glukokortikoid dikatakan sebagai
pedang bermata dua, karena dapat menyelamatkan
kehidupan, tetapi dapat pula meningkatkan mortalitas dan
morbiditas, terutama bila diberikan dalam jangka lama atau
dosis tinggi. Beberapa klinisi mencoba memberikan
kombinasi glukokortikoid dengan imunosupresan lain untuk
pengobatan beberapa penyakit tertentu dengan tujuan
mengurangi ketergantungan terhadap steroid. Kombinasi ini
ternyata menguntungkan, karena dapat mengurangi efek
samping yang mungkin terjadi. Selain itu glukokortikoid juga
merupakan komponen esensial dalam proses adaptasi
terhadap keadaan stresor. Saat ini banyak preparat analog
glukokortikoid sistesis yang digunakan sebagai anti-inflamasi
yang poten.
Stres mempengaruhi imunitas melalui stimulasi
kortisol dan sekresi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin)
dari medulla adrenal dan melepaskannya di ujung saraf
postganglionic sympathetic kedalam aliran darah. Efek
kortisol dan katekolamin merupakan kunci regulasi sitokin
tipe 1 dan tipe 2.

Mekanisme Molekuler Kerja Kortisol


Kortisol disintesis dari kolesterol dan diatur oleh
sumbu HPA, kurang dari 5 % kortisol di sirkulasi dalam
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 65

keadaan bebas, kortisol bebas ini merupakan molekul


terapiutik. Sisanya dalam keadaan terikat dengan cortisol-
binding globulin (CBG). Kortisol bekerja mempengaruhi
kecepatan sintesis protein, mulai dari proses transkripsi,
splicing, transport RNA, translasi, degradasi mRNA sampai
dengan proses pelepasan. Kortisol masuk melalui membran
sel secara difusi pasif, kemudian berikatan dengan reseptor
Glucocorticoid receptor (GR) yang spesifik dalam sitoplasma
membentuk komplek reseptor kortisol. Hampir semua sel
mempunyai reseptor terhadap kortisol, termasuk monosit,
limfosit, netrofil dan eosinofil. Reseptor kortisol berupa
rantai polipeptida yang terdiri dari 800 asam amino dan
terdiri dari 3 bagian, yaitu gugus terminal karboksil tempat
menempelnya kortisol, bagian tengah yang akan menempel
pada rangkaian DNA dan gugus terminal amin yang akan
mengaktifkan transkripsi bagian tengah reseptor terikat pada
protein yang disebut heat shock protein 90 (Hsp 90), namun
setelah kortisol berikatan dengan reseptornya, Hsp 90 akan
terlepas. Selanjutnya komplek kortisol-reseptor ini bergerak
menuju inti dan meregulasi transkripsi gen target. Peran yang
penting adalah berefek penghambatan terhadap faktor-faktor
transkripsi seperti; Activator Protein-1 (AP-1), dan nuclear
factor-kB (NF-kB), disertai dengan peningkatan inhibitor NF-
kB yaitu IkB bagian tengah reseptor akan berikatan dengan
rangkaian DNA yang disebut glucocorticosteroid response
element (GRE). Glucocorticoid response element terletak
berdekatan dengan gen-gen yang sensitif terhadap kortisol,
dapat berupa positive GRE atau negative GRE. Ikatan komplek
reseptor pada positive GRE akan menyebabkan peningkatan
transkripsi, sedangkan ikatan pada negative GRE menyebabkan
penurunan transkripsi. Komplek reseptor kortisol dapat pula
66 Pengantar Psikoneuroimunologi

berikatan dengan activating transcription factor untuk protein


lain, sehingga terjadi penghambatan proses transkripsi
protein tersebut. Komplek reseptor korrtisol juga dapat
menghalangi sintesis protein lain melalui peningkatan
transkripsi ribonuklease yang akan memecah mRNA,
sehingga mRNA rusak. Demikian juga kortisol berefek
meregulasi hormon norepinefrin melalui gen transcription
dalam hipothalamus.
Glucocorticoid Receptor homodimers berinteraksi
dengan negative GREs untuk menekan gen, terutama yang
berhubungan dengan efek samping kortisol. Nuclear GRs juga
berikatan dengan coactivator molecules, seperti cAMP-
response-element-binding-protein-binding protein (CBP), dengan
diaktivasi oleh pro-inflammatory transcription factors, seperti
nuclear factor (NF)-kB, kemudian terjadi pengalihan dari
inflammatory genes. SLPI: secretory leukoprotease inhibitor;
MKP: mitogen-activated protein kinase phosphatase; IkB-a:
inhibitor of NF-kB; GILZ: glucocorticoid-induced leucine zipper
protein; POMC: pro-opiomelanocortin; CRF: corticotrophin
releasing factor.
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 67

Gambar 4.2
Glukokortikoid dihasilkan oleh korteks adrenal.
Glukokortikoid terutama kortisol atau hidrokortison,
berefek sangat luas, seperti; menstimulasi
glukoneogenesis, glukokortikoid mengaktivasi konversi
protein menjadi glukosa melalui di dalam hati dan
menstimulasi konversi lebih lanjut menjadi glikogen.
Memiliki efek antiinflamasi melalui penghambatan
metabolisme asam arakidonat. Sifat glukokortikoid adalah
pleitropik, sehingga memiliki banyak efek samping
seperti, gangguan pertumbuhan, imunosupresan,
hipertensi, penghambatan penyembuhan luka,
osteoporosis, dan gangguan metabolik. Glukokortikoid
masuk menembus sel secara langsung karena sifatnya
yang lipofilik, dan berikatan dengan reseptornya (GR)
yang berada di sitoplasma. GR ini berfungsi sebagai faktor
transkripsi yang akan mengaktivasi gen target di dalam
inti sel. (King HA, Trotter KW, Archer TK. 2012)
68 Pengantar Psikoneuroimunologi

Pengaruh Glukokortikoid terhadap Sel Th1/Th2


Glukokortikoid memiliki peran biologis pada awalnya
kortisol hanya diketahui mempunyai efek terhadap
metabolisme glukosa di perifer. Kemudian setelah diketahui
adanya reseptor glukokortikoid (GK) yang hampir dijumpai
diseluruh sel tubuh. Pemberian GK dapat menyebabkan
menurunnya jumlah monosit dan eosinofil dalam sirkulasi.
Demikian juga GK dapat menurunkan migrasi sel-sel
inflamasi ke lokasi terjadinya inflamasi, hal ini merupakan
mekanisme kerja GK sebagai anti-inflamasi dan dapat
menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bila
diberikan dalam waktu lama. Secara umum GK mempunyai
efek menghambat lekosit dari sirkulasi ke ekstraseluler,
mengurangi akumulasi dari monosit dan granulosit pada
tempat radang, menekan produksi dan kerja beberapa sitokin
dan mediator radang. Glukokortikoid mempunyai efek yang
berbeda terhadap sel Th1 dan sel Th2 beserta sitokinnya.
Glukokortikoid menekan produksi IL-12 sebagai induser
utama terhadap respon Th1 bain in vitro maupun ex vivo, IL-
12 meningkatkan sintesis IFN- yang kuat dan menghambat
sintesis IL-4. Dengan demikian GK mempengaruhi
keseimbangan sel Th1/Th2 dan berefek kuat terhadap
downregulate ekspresi reseptor pada sel T dan sel Natural
Killer. Perlu diperhatikan bahwa GK tidak mempunyai efek
terhadap produksi sitokin anti-inflamasi yang poten IL-10
oleh monocytes. Jadi kortisol bertanggung jawab terhadap
pengalihan peran kepada Th2

Efek Glukokortikoid terhadap Interleukin-4


Interleukin-4 (IL-4), sebelumnya disebut B Cell
stimulating factor-1 (BSF-1), disintesis oleh sel T, sel Mast
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 69

dan juga sel B CD5+. Interleukin-4 memegang peran penting


dalam proses class-switching imunoglobulin menjadi IgG-1 dan
IgE, dan menekan pembentukan IgM, IgG-3, dan IgG-2.
Sumber utama IL-4 adalah sel Th2, IL-4 bahkan merupakan
faktor penting untuk klasifikasi sel Th2. Fungsi utama IL-4
adalah sebagai regulator respon imun yang diperantarai oleh
IgE, meningkatkan ekspresi MHC klas II dan reseptor IgE.
Kortisol merupakan kortikosteroid endogen yang mempunyai
efek utama sebagai anti-inflamasi dan imunosupresan, sangat
mempengaruhi profil IL-4 dalam darah melalui berbagai
mekanisme. Kortisol dapat menekan aktivitas sel Mast
melalui penekanan terhadap produksi IL-4 dan ekspresi
ICAM-1. Demikian juga penghambatan terhadap IL-4 terjadi
akibat penghambatan ekspresi gen IL-4 melalui peningkatan
kalsium intraseluler dan aktivitas calcineurin . (Gambar 4.3)
70 Pengantar Psikoneuroimunologi
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 71

Norepinefrin dan Norepinefrin


Hormon epinefrin disintesis pada kelenjar adrenal
bagian medulla oleh sel-sel kromafin. Sel target epinefrin
adalah sel saraf dari semua reseptor simpatis di seluruh tubuh.
Epinefrin disintesis dari norepinefrin dalam sebuah jalur
sintesis yang terbagi atas keseluruhan katekolamin, termasuk
L-dopa, dopamine, norepinefrin, and epinefrin. Epinefrin
disintesis melalui metilasi terhadap amina pangkal primer
pada norepinefrin oleh feniltanolamin N-metiltransferase
(PNMT) dalam sitosol neuron adrenergik dan sel-sel medulla
adrenal (sel kromafin). PNMT hanya terdapat pada sitosol sel-
sel medula adrenal.. PNMT menggunakan S-
adenosilmetionin (SAMe) sebagai ko-faktor yang
menyumbangkan gugus metil pada norepinefrin, membentuk
epinefrin.

Biosintesis norepinefrin
Tirosin dioksidasi menjadi dopa, dan mengalami
dekarboksilasi menjadi dopamin, yang dioksidasi menjadi
norepinefrin. Norepinefrin dimetilasi menjadi epinefrin. Hasil
akhir biosintesis epinefrin dan norepinefrin atau disebut
katekolamin dapat berupa dopamin pada jaringan-jaringan
tertentu (misalnya paru, usus, hati) di sana zat tersebut
bereaksi sebagai hormon lokal. Norepinefrin terbentuk
melalui hidroksilasi dan dekarboksilasi tirosin, dan epinefrin
melalui metilasi norepinefrin. Feniletanolamin-N-
metiltransferase (PNMT), enzim yang mengkatalisis
pembentukan epinefrin/epinefrin dari norepinefrin,
ditemukan dalam jumlah cukup banyak hanya di otak dan
medulla adrenal. PNMT medulla adrenal diinduksi oleh
glukokortikoid, dan walaupun diperlukan jumlah relatif besar,
72 Pengantar Psikoneuroimunologi

konsentrasi glukokortikoid dalam darah yang mengalir dari


korteks ke medula cukup tinggi. Setelah hipofisektomi,
konsentrasi glukokortikoid darah ini turun dan sintesis
epinefrin menurun. Katekolamin yang ditemukan dalam
jaringan di luar medulla adrenal dan otak sebagian besar
diserap dari darah dan bukan disintesis in situ. Gambar 3
menggambarkan epinefrin terbentuk dari norepinefrin.
Tyrosin merupakan asal mula yang mengalami hidroksilase
manjadi Dopa dan Dopamin baru kemudian terbentuk
norepinefrin.

Efek Fisiologis
Hormon katekolamin berfungsi memicu reaksi
terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh. Reaksi yang
sering dirasakan adalah frekuensi detak jantung meningkat,
keringat dingin dan keterkejutan/shok. Fungsi hormon ini
mengatur metabolisme glukosa terutama disaat stres. Hormon
ini juga sebagai stimulasi otak, menjadi lebih waspada dan
siaga. Dan secara tidak langsung akan membuat indra kita
menjadi lebih sensitif untuk bereaksi. Jika hormon diproduksi
berlebihan akibat stres yang berkepanjangan, akan terjadi
kondisi kelelahan bahkan menimbulkan depresi. Penyakit
fisik juga mudah berdatangan, akibat dari darah yang
terpompa lebih cepat, sehingga menganggu fungsi
metabolisme dan proses oksidasi dalam tubuh. Hormon ini
juga memiliki fungsi khusus dalam pembuluh vena dan arteri
dengan mengalirkan lebih banyak darah yang dibutuhkan
jantung, otot.
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 73

Peran Norepinefrin terhadap Respon Imun


Norepinefrin bersama epinefrin dan dopamin
merupakan keluarga dari katekolamin, yang disintesis di
berbagai tempat. Norepinefrin sebagai neurotransmiter
kimiawi dilepas dari sinap semua ujung saraf pascaganglion
simpatis. Neurotransmiter ini tersimpan di dalam vesikel yang
berinti padat pada tonjolan neuron sinaptik. Norepinefrin
akan dilepaskan diantara sinap, sebagian ada yang di reuptake
kembali oleh neuron yang mensekresinya. Dalam sistem saraf
pusat, norepinefrin di produksi oleh locus seruleus dan nukleus
lain di pons dan batang otak. Dari locus seruleus, akson neuron
noradrenergik membentuk sistem lokus seruleus. Akson-
akson tersebut turun akan menstimuli paraventricular nucleus
(PVN) di batang otak yang akan mengaktivasi sumbu
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) Fungsi locus ceruleous
masih merupakan misteri, walaupun aktivitas bio-elektriknya
meningkat oleh rangsangan sensorik yang tidak disangka
sebelumnya dan daerah ini mungkin berkaitan dengan
perilaku waspada.
Norepinefrin juga sebagai hormon karena disintesis
dan dilepaskan di kelenjar medula adrenal, sebenarnya medula
adrenal sebenarnya merupakan ganglion simpatis yang
mengalami modifikasi dan memiliki reseptor untuk kortisol.
Sejak lama telah diketahui bahwa norepinefrin memediasi
respon fisiologis terhadap keadaan gawat yang dikenal sebagai
respon fight or flight (melawan atau lari) dengan peran untuk
memobilisasi energi, peningkatan aliran darah pada otot dan
sebagainya. Neuron penghasil norepinefrin lebih tepat
dinamakan neuron noradrenergik., dapat meningkatkan
sintesis cortico-tropin-releasing hormon. Cortico-tropin-releasing
hormon akan menstimuli kelenjar hipofise anterior untuk
74 Pengantar Psikoneuroimunologi

memproduksi adrenocorticotropic hormone, yang kemudian


akan menstimuli korteks adrenal untuk mensintesis kortisol,
sebagai produk akhir dari sumbu HPA.

Efek Norepinefrin terhadap Sintesis IL-4


Norepinefrin juga mempunyai efek terhadap
peningkatan produksi IL-10 dari monosit melalui reseptor β-
adrenergic, interleukin ini sebagai stimulator utama Th2
untuk memproduksi IL-4 dan IL-5. Seperti gambar 4.4,
norepinefrin melalui reseptor beta adrenergik pada sel penyaji
antigen akan meningkatkan sintesis IL-10, interleukin ini
secara langsung meningkatkan sintesis IL-4 oleh Th2 dan
menghambat aktivitas sel Th1. Sebagai akibat, terjadi
peningkatan IL-4 dan IL-5, ke dua sitokin ini sangat berperan
dalam imunopatogenesis dermatitis atopik. Dengan demikian
norepinepfrin secara tidak langsung juga mempengaruhi
keseimbangan Th1/Th2. Secara skematis dapat dijelaskan
seperti gambar 4.4
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 75

β
76 Pengantar Psikoneuroimunologi

Referensi

1. Susanne Hiller-Sturmhöfel, et al. The Endocrine System;


An Overview Alcohol Health & Research World Vol.
22, No. 3, 1998 153-164.

2. Kaitlin Victor. Endocrine System. Johns Hopkins


Medicine. 2014

3. Chrousos GP. 2009. Stress and disorders of the stress


system Nat. Rev. Endocrinol. 5, 374–381

4. Burke-Kirschbaum A., et al. Endocrine and Immune


Response to Stress in Chronic Inflammatory Skin
Disorder. Ann.N.Y. Acad. Sci. 2003; 992: 231-240

5. L. Michael Romero and Luke K. Butler, Endocrinology of


Stress International Journal of Comparative Psychology,
2007, 20, 89-95.

6. Eva M.J. et al. Neuropeptide Control Mechanisms in


Cutaneous, Biology: Physiological and Clinical
Significance. Journal of Investigative Dermatology (2006)
126, 1937–1947

7. Fatih Mete. Effects of heat stress on endocrine functions


& behaviour in the pre-pubertal rat. Indian J Med Res
135, February 2012, pp 233-239

8. Salam Ranabir, et al. Stress and hormones. Indian J


Endocrinol Metab. 2011 Jan-Mar; 15(1): 18–22.

9. Ronald Glaser, et al. Stress-induced immune dysfunction:


implications for health.Immunology, 2005:5:243-251
Sistem Endokrin & Hormon Pada Stress 77

10. Louis Tort. The Endocrine Response to Stress - A


Comparative View. www.intechopen.com

11. Kristina Seiffert, et al. Catecholamines Inhibit the


Antigen-Presenting Capability of Epidermal Langerhans
Cells. The Journal of Immunology, 2002, 168: 6128–6135.

12. King HA, Trotter KW, Archer TK. Chromatin


remodeling during glucocorticoid receptor regulated
transactivation. Biochim Biophys Acta. 2012
Jul;1819(7):716-26

13. Wang L, et al. Oxidative stress and substance P mediate


psychological stress-induced autophagy and delay of hair
growth in mice. Arch Dermatol Res. 2015 ;307(2):171-81

14. Elenkov EJ. Et al. 2000. The Sympathetic Nerve An


Integrative Interface between Two Supersystems: The
Brain and the Immune System. Pharmacol Rev 52: 595–
638.

15. Szcepanik M. Melatonin and Its Influence on Immune


System. Jour of Physiology and Pharmacology. 2007:
58(6):115-124

16. Stanislava Stanojević, et al. Exposure to acute physical and


psychological stress alters the response of rat macrophages
to corticosterone, neuropeptide Y and beta-endorphin
The International Journal on the Biology of Stress, 2007:
Vol10, Issue 1

17. Elenkov IJ, Chrousos G. Stress Hormones, Pro &


Antiinflammatory Cyto & Autoimmunity Ann. N.Y.
Acad. 2002; 966: 290–303.
78 Pengantar Psikoneuroimunologi
5
Komunikasi
Selular & Konversi
Stress Psikologis
80 Pengantar Psikoneuroimunologi

S
ebelum membicarakan komunikasi antar pada stres
psikologis dengan sistem neuroendokrin dan sistem
imun, maka kita bahas secara singkat komunikasi
antar sel di dalam tubuh sehingga keadaan homeostatis dapat
dipertahankan.
Sel merupakan unit terkecil dari organisme dan tidak
akan mampu bekerja dan membentuk sebuah jaringan bila
tidak ada koordinasi antara satu dengan yang lain. Miliaran sel
penyusun setiap makhluk hidup harus berkomunikasi untuk
melakukan koordinasi sedemikian rupa sehingga
Dalam kehidupan memungkinkan organisme itu
makhluk hidup, baik untuk berkembang. Mulai dari sel
uniseluler atau yang berkomunikasi terbentuk
multiseluler akan jaringan kemudian organ dan
berinteraksi dengan sistem yang menjalankan
lingkungannya untuk organisme untuk hidup.
mempertahankan
kehidupannya. Dalam kehidupan
makhluk hidup, baik uniseluler
atau multiseluler akan berinteraksi dengan lingkungannya
untuk mempertahankan kehidupannya. Sinyal-sinyal antar sel
jauh lebih sederhana daripada bentuk-bentuk pesan dalam
bentuk sinyal listrik maupun dalam bentuk kimiawi yang pada
akirnya akan mengaktifkan sel-sel lain atau jaringan untuk
menjalankan fngsinya.
Sinyal yang diterima sel dapat berasal dari sel lain atau
dari beberapa perubahan pada lingkungan fisik organisme,
bermacam-macam bentuknya. Misalnya, sel dapat
mengindera dan merespon sinyal elektromagnetik, seperti
cahaya dan sinyal mekanis, seperti sentuhan. Akan tetapi sel-
sel paling sering berkomunikasi satu sama lain dengan
Komunikasi selular & Konversi Stress Psikologis 81

menggunakan sinyal kimiawi. Untuk dapat menjalankan


aktivitas komunikasi tersebut sebuah sel dilengkapi berbagai
jenis reseptor yang terdapat di membran plasmanya. Reseptor
ini biasanya meupakan bagian struktural dari protein integral
yang terdapat di sela-sela lemak lapis ganda. Sel berinteraksi
dengan sel lain dengan cara komunikasi langsung antar atau
dengan mengirimkan sinyal kepada sel target.
1. Komunikasi Langsung
Komunikasi langsung adalah komunikasi antar sel
yang sangat berdekatan. Komunikasi ini terjadi dengan
mentransfer sinyal listrik (ion-ion) atau sinyal kimia melalui
hubungan yang sangat erat antara sel satu dengan lainnya.
Gap junction memungkinkan terjadinya aliran ion-ion (sinyal
listrik) dan molekul-molekul kecil (sinyal kimia), seperti asam
amino, ATP, cAMP dalam sitoplasma kedua sel yang
berhubungan.
2. Komunikasi Lokal
Komunikasi lokal adalah komunikasi yang terjadi
melalui zat kimia yang dilepaskan ke cairan ekstrasel
(interstitial) untuk berkomunikasi dengan sel lain yang
berdekatan (sinyal parakrin) atau sel itu sendiri (sinyal
autokrin).
3. Komunikasi Jarak Jauh
Komunikasi jarak jauh adalah komunikasi antar sel
yang mempunyai jarak cukup jauh. Komunikasi ini
berlangsung melalui sinyal listrik yang dihantarkan sel saraf
dan atau dengan sinyal kimia (hormon atau neurohormon)
yang dituangkan ke pembuluh darah. Demikian secara umum
komunikasi antar sel.
82 Pengantar Psikoneuroimunologi

Komunikasi antar Neuron

Ada milyaran neuron di otak dan pada suatu waktu


tertentu puluhan ribu neuron ini Dalam susunan saraf
mungkin mencoba untuk pusat terdapat dua jenis
mengirim sinyal ke satu sama komunikasi antar sel sel
lain. Dalam susunan saraf pusat saraf, yaitu: electrical
signaling (komunikasi
terdapat dua jenis komunikasi melalui hantaran
antar sel sel saraf, yaitu: electrical listrik) dan Chemical
signaling (komunikasi melalui signaling (komunikasi
hantaran listrik) dan Chemical kimiawi).
signaling (komunikasi kimiawi).
Komunikasi listrik (electrical signaling)

Merupakan komunikasi yang cepat dengan hitungan


milidetik. Informasi yang dihantarkan sepanjang sel saraf
berbentuk potensial aksi. Penghantaran informasi dari sel
saraf ke sel target berlangsung melalui sinaps, yang dikenal
sebagai transmisi sinaps. Impuls saraf yang diteruskan dari
neuron yang satu kelainnya melalui ion-ion yang melintas
bebas melewati saluran-saluran pada gap junction untuk
meneruskan potensial aksi dari sel pra sinaps langsung
menuju ke post sinaps. Dalam sinaps listrik, membran sel
presynaptic dan postsynaptic dihubungkan oleh gap junction
yang mampu melewatkan arus listrik, menyebabkan
perubahan tegangan dalam sel presinaptik untuk menginduksi
perubahan tegangan dalam sel postsynaptic.
Kalau ditinjau besar kecilnya serat saraf maka serat
saraf dapat di bagi dalam 3 bagian yaitu serat saraf tipe A, B,
dan C. dengan mempergunakan mikroskop electron, serat
saraf dibagi dalam 2 tipe: yakni serat saraf bermielin dan serat
Komunikasi selular & Konversi Stress Psikologis 83

saraf tanpa myelin. Saraf bermielin banyak terdapat pada


manusia. Myelin merupakan suatu insulator (isolasi) makin
menurun apabila melewati serat saraf yang bermielin.
Pada awalnya sel pada indera menerima rangsangan,
rangsangan yang cukup kuat menyebabkan sel saraf reseptor
pada indera tereksitasi sehingga timbul arus listrik. Arus
listrik dialirkan ke otak melalui saraf sensorik. Otak
memproses informasi tersebut dan memberikan tanggapan
yang selanjutnya disampaikan ke efektor melalui saraf
motoris, sehingga akan timbul respon.
Kecepatan aliran listrik pada serat saraf yang
berdiameter yang sama dan panjang yang sama sangat
tergantung kepada lapisan mielin ini. Akson tanpa mielin
(diameter 1 mm) mempunyai kecepatan 20-50 m/detik. Serat
saraf bermielin pada diameter 10 um mempunyai 100
m/detik. Pada serat saraf bermielin aliran sinyal dapat
meloncat dari suatu simpul ke simpul yang lain.
Suatu saraf atau neuron membrane otot-otot pada
keadaan istirahat (tidak adanya proses konduksi implus
listrik), konsentrasi ion Na+ lebih banyak di luar sel dari pda
di dalam sel, di dalam sel akan lebih negatif dibandingkan
dengan di luar sel. Apabila potensial diukur dengan
galvanometer akan mencapai -90 m Volt, membran sel ini
disebut dalam keadaan polarisasi, dengan potensial membrane
istirahat -90 m Volt.
Selama interval waktu yang singkat, neuron
menghasilkan pesan singkat yang sama, meningkatkan
efektivitas dengan aktivitas yang ditransmisikan ke daerah
otak lainnya. Hantaran listrik neuron tidak berdiri sendiri,
bersamaan dengan komunikasi kimiawi yang disebut
84 Pengantar Psikoneuroimunologi

neurotransmiter yang akan menstimuli timbulnya arus listrik


pada ujung neuron penerima berikut tersebut. Stres emosi
dan fisik dapat menginduksi eksitasi sistem limbik. Amigdala
dan hipokampus, bersama insula merupakan area otak utama
yang berperan pada emosi dan memori.
Komunikasi Kimiawi (Chemical signaling)

Komunikasi ini berlangsung lebih lambat namun


efeknya lebih lama. Komunikasi saraf dan komunikasi
kimiawi dapat terjadi secara tumpang tindih. Beberapa zat
kimia seperti neurotransmitter, hormon, dan neurohormon
tidak dapat menembus sel. Informasi yang akan dihantarkan
harus diubah dulu oleh protein membran sel ke sinyal kimia
di dalam sel.
Impuls diteruskan dari satu saraf ke sel target lainnya
melalui suatu subtansi kimiawi (neurotransmitter) yang
dilepaskan dari sel pra-sinaps menuju ke pasca sinaps untuk
menghasilkan suatu aksi potensial. Penerusan impuls saraf
dari satu neuron ke neuron lainnya atau ke suatu daerah
target dengan cara kimiawi merupakan cara yang paling
umum digunakan. Penerusan impuls saraf dari dendrit sel
saraf ke otot juga hanya dilakukan secara kimiawi.
Sinaps adalah titik temu antara terminal akson salah
satu neuron dengan neuron lain. Sinaps dibentuk oleh
terminal akson yang menonjol. Sinaps tersebut hanya selebar
20-30 nm dan dapat mengandung filamen-filamen halus yang
menjembatani bagian luar membran pra-sinaps dan membran
pasca sinaps.
Pada bagian pra-sinaps terdapat kumpulan gelembung
berukuran 40-60 nm yang berisi substansia neurotransmitter.
Komunikasi selular & Konversi Stress Psikologis 85

Bila timbul aksi potensial pada ujung akson, gelembung sinaps


menyatu dengan membran pra-sinaps pada tempat pelepasan
yang khusus, mengeluarkan isinya ke dalam celah sinaps.
Neurotransmiter kemudian melewati membran pasca sinaps
untuk berinteraksi dengan molekul-molekul reseptor pada
neuron berikutnya. Hal ini menyebabkan perubahan potensial
membran dari neuron pasca sinaps sehingga terjadi
pemindahan impuls.
Dalam sinaps kimia, aktivitas listrik pada neuron
presinaptik dikonversi (melalui aktivasi saluran kalsium)
melepaskan neurotransmitter yang mengikat reseptor yang
terletak pada membran plasma sel postsinaptik.
Perlu kita ketahui hampir semua aktivitas di otak
memanfaatkan neurotransmiter ini, beberapa
neurotransmiter utama, antara lain berupa asam amino
seperti, asam glutamat, asam aspartat, serina, GABA, glisina.
Dalam bentuk monoamina, seperti dopamin, adrenalin,
noradrenalin,histamin, serotamin, melatonim, bentuk
lainnya, seperti asetilkolina, adenosina, anandamida, dll
Dapat disimpulkan seluruh aktivitas saraf manusia
diatur oleh 3 proses, yaitu: sinyal listrik pada neuron,
neurokimiawi yang disebut Neurotransmiter, dan hormon
yang dilepas kedalam pembuluh darah darah untuk target
yang lebih jauh.
Peran Stres Psikologis dalam Pengbahan Hantaran

Stresor, faktor yang menimbulkan stress, dapat berasal


dari sumber internal (yaitu diri sendiri) maupun eksternal
(yaitu keluarga, masyarakat, dan lingkungan).
86 Pengantar Psikoneuroimunologi

Faktor internal stress bersumber dari diri sendiri.

Stressor individual dapat timbul dari tuntutan


pekerjaan atau beban yang terlalu berat, kondisi keuangan,
ketidakpuasan dengan fisik tubuh, penyakit yang dialami,
masa pubertas, karakteristik atau sifat yang dimiliki, dsb.
Faktor eksternal stress dapat bersumber dari keluarga,
masyarakat, dan lingkungan. Stressor yang berasal dari
keluarga disebabkan oleh adanya perselisihan dalam keluarga,
perpisahan orang tua, adanya anggota keluarga yang
mengalami kecanduan narkoba, dsb. Sumber stressor
masyarakat dan lingkungan dapat berasal dari lingkungan
pekerjaan, lingkungan sosial, atau lingkungan fisik.
Penelitian terkini, menyatakan selah perubahan sinaps
listrik (Electrical Synapsis) dan Synapsis kimiawi dapat
mengkonversi dari stres psikologis menjadi stres seluler
beberapa mekanisme molekuler yang dapat mengkonversi
stres psikologis menjadi stres selular. Hal inipun tidak lepas
dari perang perubahan potensial aksi dari sinapsis listrik.
Terjadinya seluler stres inilah yang menyebakan asumsi
perubahan-perubahan kimiawi atau mediator dalam respon
stres terhadap mekanisme dalam susunan saaf pusat secara
berjenjang dan berkelanjutan.
NF-kB adalah factor transkripsi pada mamalia yang
mengkontrol sejumlah gen penting dalam proses imunitas dan
inflamasi. Beberapa contoh dari gen-gen tersebut adalah Ig-κ
rantai ringan, T-cell receptor rantai α dan β, protein MHC
kelas I dan sitokin seperti, IL-6, IL-2 dan TNF-α. NF-kB
terdapat pada semua tipe sel yang terlibat dalam respon seluler
terhadap rangsangan, seperti stres, radikal bebas, radiasi UV,
dan stresor lainnya. Frank Mercurio, dkk (1999) menyatakan
Komunikasi selular & Konversi Stress Psikologis 87

bahwa NF-kB ini sebagai respon primer terhadap stres


psikologis. Sejumlah stimulus eksogen atau endogen yang
merupakan ancaman terhadap sel saraf mampu meningkatkan
aktivitas NF-kB.
Dikatakan NF-kB merupakan faktor transkripsi yang
memiliki peran kunci untuk mengatur gen yang pada akirnya
mensintesis berbagai protein atau mediator yang memediasi
terjadinya inflamasi dan respon imun. Pada susunan saraf
pusat disebut sebagai berperan penting dalam mengganggu
keseimbangan atau fungsi hipocampus thalamus dan
hipothalamus. Kita ketahui bahwa hipothalamus merupakan
pusat respons stres.
Studi terbaru menemukan bahwa sigma-1 reseptor
adalah ligan yang dijumpai pada endoplasmik retikulum yang
juga merupakan famili protein chaperone yang mengatur
bioenergetika, generasi radikal bebas, stres oksidatif, respon
protein dilipat dan sitokin signaling.
Reseptor sigma-1 juga mengatur morfogenesis sel
saraf, seperti synaptogenesis, dan mielinisasi, yang dapat
terganggu oleh stres selular. Sigma-1 reseptor berkontribusi
pada sistem pertahanan seluler yang melindungi sistem saraf
terhadap stres psikologis kronis. Respon stres seluler
melibatkan induksi set umum dari protein stres homolog,
termasuk molekul chaperone, regulator siklus sel, regulator
proteasome dan perbaikan DNA respon stres Seluler proteins
adalah evolusi dilestarikan, acara seluler fundamental, seperti
yang terlihat pada kenyataan bahwa gen respon stres manusia
account untuk 18% dari filogenetis paling sangat dilestarikan
kejutan proteins.3 Panas dan oksidasi radikal-dimediasi bebas
adalah khas seluler
88 Pengantar Psikoneuroimunologi

Heat Shock Proteins (Hsp), dikenal juga dengan sebutan stress


proteins, adalah sekumpulan proteins dalam sel mahluk hidup
yang dapat ditemui dalam semua fase perkembangan mahluk
hidup tersebut. Mereka aktif bila dirangsang oleh berbagai
macam bentuk stress, seperti oxidative-stress, panas, dingin,
demam, inflamasi dan gangguan oksigenasi dalam sel. Dalam
kondisi normal, Hsp juga banyak ditemukan dalam sel, dan
mereka berperan sebagai Chaperone.
Chaperone sendiri berasal dari bahasa prancis yang
secara harafiah berarti ‘Pengantar’, atau lebih mudahnya kita
bisa sebut sebagai ‘calo’. Bila diumpamakan, calo bis itu selalu
menyuruh atau mengantar para penumpang untuk naik bis
yang akan membawa penumpang tadi ketempat tujuannya,
sementara itu si-calo ini tidak akan kemana-mana, dia akan
tetap berada didaerah itu-itu saja. Nah seperti itulah fungsi
Chaperone didalam tubuh kita. Hsp bertugas memastikan
setiap protein dalam tubuh kita berada dalam bentuk yang
seharusnya, ditempat yang seharusnya dan diwaktu yang
seharusnya. Disamping itu Hsp juga menjadi pengawas untuk
memastikan kematian sel, Hsp akan menentukan sel yang
sudah rusak atau yang sudah tua untuk dihancurkan dalam
proses kematian sel.
Secara garis besar, Hsp dikelompokan berdasarkan
berat molekulnya (dalam satuan kiloDalton pada fraksi
ditingkat protein): small-Hsp, Hsp40, Hsp60, Hsp70, Hsp90
dan Hsp100. Karena respon terhadap stress dan kematian sel
merupakan mekanisme utama dalam tubuh, maka tidak
mengherankan fungsi Hsp menjadi sangat penting.
Heat shock protein merupakan substansi ekstrasesuler
dengan berat molekul 70 kDa adalah molekul sinyal yang
Komunikasi selular & Konversi Stress Psikologis 89

disekresikan dan diedarkan darah perifer dalam merespon


perubahan lingkungan seperti, termal, dan mental stres, dan
berikutnya akan menyebabkan perubahan fisiologis dari
beberapa organ seperti, sel saraf, otot, jantung endotelial dan
sebagainya.
Konsentrasi 70 kDa heat shock protein dalam serum
meningkat 1,7 kali sebagai akibat dari stres fisiologis yang
sangat intens bahkan jangka pendek, sedangkan ekspresi
matriks asam ribonukleat di leukosit meningkat 1,5 kali. Fitur
individu menentukan respon terhadap stres fisiologis. sumber
kemungkinan 70 kDa protein heat shock dibahas.
Sistem komunikasi antarsel di dalam berbagai aspek
menyerupai sistem komunikasi umat manusia. Misalnya, pada
membran sel ada antena yang menyebabkan sel dapat
menerima pesan yang datang. Tepat di bawah antena ini,
terletak stasiun-stasiun pembangkit tenaga yang memecahkan
pesan yang dikirimkan ke dalam sel. Antena-antena ini
terletak pada membran berketebalan seperseratus ribu
milimeter yang mengelilingi sel, antena-antena ini disebut
reseptor. Reseptor ini, yang dikenal sebagai tirosin kinase
terbentuk dari tiga bagian dasar: antena, tubuh, dan ekor.
Bentuk bagian antena yang menonjol ke luar dari membran
sel mirip antena piringan yang digunakan untuk menangkap
pancaran satelit. Sebagaimana setiap antena piringan
dirancang hanya menerima pancaran tertentu satelit, ada
beraneka reseptor yang memahami bahasa pesan yang dibawa
oleh molekul hormon atau mediator lainnya.
Hubungan antara sistem saraf pusat (SSP) dan
jaringan limfoid baik primer maupun sekunder telah
diketahui secara anatomis dan neurokimiawi. Hal ini terbukti
90 Pengantar Psikoneuroimunologi

bahwa organ limfoid primer; sumsum tulang dan thymus dan


organ limfoid sekunder, kelenjar limfe di inervasi oleh serat
saraf simpatik. Deminkian juga sel limfoid diketahui
mempunyai reseptor terhadap berbagai hormon dan
neurotransmiter yang dilepaskan oleh hipofise, hal ini peran
sel limfoid juga akan dipengaruhi oleh mediator tersebut.
Beberapa jenis neuropeptid juga diproduksi oleh limfotit dan
sitokin tidak saja diproduksi oleh limfosit dan makrofag tetapi
juga oleh beberapa sel-sel dalam sistem saraf. Dari fakta
tersebut, jelas ada hubungannya antara sistem saraf, endokrin
dan sistem imun sebagai suatu sistem homeostatis untuk
mempertahankan kelangsungan hidup. Sistem saraf, sistem
endokrin serta sistem imun mempunyai jalinan komuinikasi
dalam tubuh dengan diperantarai oleh molekul kimia yaitu
neurotransmiter, neuropeptide, hormon dan mediator sistem
imun dan juga oleh serat saraf.
Jika komunikasi antar 100 trilyun sel dalam tubuh kita
terhenti dalam sekejap saja, maka pesan-pesan seluler tak
mencapai tujuannya, akibatnya adalah kerusakan dan
kematian sel. Ada sekitar 30 ribu jenis protein di dalam tubuh
kita dan baru dua persen yang fungsinya benar-benar
diketahui. Fungsi sebagian besar protein bagi manusia masih
belum diketahui. Molekul-molekul pembawa sinyal dapat
mencapai jarak yang dekat ataupun jauh.
Ada beberapa jenis sinyal komunikasi antar sel:

1. Synaptic signaling
Hubungan ini dilakukan oleh neuron-neuron dari
serat saraf yang meneruskan sinyal-sinyal secara elektrik
sepanjang akson dan melepaskan neurotransmitter di sinapsis,
Komunikasi selular & Konversi Stress Psikologis 91

yang seringkali berlokasi jauh sekali dari sel. Sel saraf


(neuron), khususnya menyampaikan pesannya melalui akson
sehingga memungkinkan sel saraf kontak dengan sel target
yang letaknya jauh sekali. Ketika diaktivasi oleh sinyal-sinyal
dari lingkungan atau dari sel-sel saraf lainnya, neuron
mengirimkan impuls elektrik secara cepat di sepanjang akson,
ketika impuls mencapai ujung akson, hal ini menyebabkan
ujung saraf mensekresikan mediatornya disebut
neurotransmitter. Sinyal ini disekresikan ke cell junctions
khusus yang disebut chemical synapses. Synaptic signaling lebih
tepat daripada endocrine signaling dalam hal waktu dan tempat.
Contohnya, sel-sel thimus, jaringan limfoid primer maupun
sekunder diinervasi oleh serat saraf otonom. Sel mast di kulit
lokasinya bedekatan dengan ujung-ujung saraf.
2. Autocrine signaling
Jenis ini dapat mengendalikan suatu mekanisme
diantara kelompok sel serupa. Pada autocrine signaling, sel
mensekresikan molekul sinyal yang dapat berikatan kembali
dengan reseptornya sendiri. Autocrine signaling merupakan
tipe paling efektif, dilakukan secara serempak dengan sel-sel
tetangga yang tipenya sama. Sel kanker seringkali
menggunakan autocrine signaling untuk mengatasi kontrol
normal pada perkembangbiakan dan kelangsungan hidup sel.
3. Paracrine signaling
Bergantung pada sinyal-sinyal yang dikeluarkan ke
dalam ruang ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya suatu
proses secara lokal atas sel-sel tetangga. Pada tipe sinyal ini,
molekul-molekul sinyal disekresikan, molekul sinyal yang
disekresikan mungkin dibawa jauh untuk peran biologisnya
berdasarkan target yang jauh, atau mungkin bertindak sebagai
92 Pengantar Psikoneuroimunologi

perantara lokal yang hanya mempengaruhi sel-sel dalam


lingkungan yang dekat dari pemberian isyarat sel.
4. Endocrine signaling
Bergantung pada sel-sel endokrin, yang
memsekresikan hormon ke aliran darah yang kemudian
didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh. Sel-sel endokrin
mensekresikan molekul-molekul sinyal yang disebut hormon
ke aliran darah yang membawa sinyal ke sel target yang
didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh.
5. Electrical Signaling
Pada dasarnya komunikasi ini bekerja berdasarkan
dinamika arus listrik, yang ditentukan oleh: 1. transmisi
elektron, 2. transmisi atom, 3. besarnya muatan atom, 4.
gerakan ionik, 5. kapasitas kuat arus listrik dan 6. resistensi.
Secara teoretis partikel sub-atom yang disebut elektron itu
bermuatan negatif dan elektron-elektron itu dapat berjalan
sepanjang sistem saraf dan dapat dijemput oleh atom lain.
Atom-atom yang memiliki elektron lebih dari normal
dianggap bermuatan negatif, dan atom-atom yang memiliki
elektron lebih sedikit dari normal dianggap bermuatan positif.
Atom yang bermuatan negatif, akan melepaskan elektron
mereka dan akan diterima oleh atom yang bermuatan positif,
dengan demikian atom memungkinkan terjadinya transfer
elektron.
Dalam ilmu biofisika, muatan listrik diukur dalam
satuan coulomb, di mana 1 Coulomb = 6,25 x 1018 elektron.
Kekuatan dari elektron tunggal adalah 1,6 x 1019 Coulomb
yang sebanding dengan 1 Ampere. Selan-jutnya Satu Volt
didefinisikan sebagai jumlah beda potensial antara dua titik
ketika salah satu energi Joule yang digunakan untuk
Komunikasi selular & Konversi Stress Psikologis 93

memindahkan satu Coulomb dari satu titik ke titik lainnya.


Joule adalah junlah energi yang diperlukan untuk
memindahkan sebuah benda satu meter terhadap kekuatan
yang berlawanan. Kekuatan Ampere (arus listrik), beda
potensial (tegangan), dan resistensi (hambatan), dapat
dirumuskan dalam hukum yang disebut Ohm. Selanjutnya,
kapasitor yang diukur dalam farad (F) adalah IF = 1
Coulomb/1 Volt. Membran seluler sebagai sebuah kapasitor,
dengan mentransfer ion melintasi membran seluler yang
terbuat dari bahan yang sangat resistif, efek bersih adalah
mengubah membran ke dalam di-elektrik kapasitor.
Perpindahan ion tersebut bisa berdasarkan gradien ataupun
berdasarkan pompa ion yang terdapat pada channel di
membran neuron, hal ini akan membutuhkan energi dalam
bentuk biologi ATP.
Semua sel tubuh memiliki potensial membran yang
berkaitan dengan distribusi yang tidak merata serta perbedaan
permeabilitas dari Na+, K+, dan anion besar intrasel. Dua
jenis sel, sel saraf dan sel otot, telah mengembangkan
kegunaan khusus untuk potensial membran ini. Fluktuasi
potensial ini, yang berfungsi sebagai sinyal listrik, memiliki
dua bentuk dasar: 1. potensial berjenjang, yang berfungsi
sebagai sinyal jarak dekat, dan 2. potensial aksi, yang menjadi
sinyal untuk jarak jauh.
Saraf dan otot dianggap sebagai jaringan yang dapat
tereksitasi (excitable tissue) karena keduanya mampu
menghasilkan sinyal listrik apabila dirangsang. Potensial
membran konstan yang ada Ketika sebuah sel jaringan yang
dapat tereksitasi (excitable) tidak memperlihatkan perubahan
potensial yang cepat disebut sebagai potensial membran
istirahat (walaupun membran tersebut sebenarnya tidak
94 Pengantar Psikoneuroimunologi

"beristirahat" karena aktivitas kebocoran-pemompaan yang


seimbang berlangsung terus menerus).
Potensial berjenjang (graded potential) merupakan
perubahan lokal potensial membran yang terjadi dalam
berbagai derajat atau tingkat kekuatan. Sebagai contoh,
potensial membran dapat berubah dari -70 mV menjadi -60
mV (perubahan potensial berjenjang 10 mV) atau dari -70
mV menjadi -50 mV (perubahan potensial ber¬jenjang 20
mV). Besarnya potensial berjenjang berkaitan dengan
besarnya kejadian pencetus (triggering event) yang
menimbulkan perubahan potensial; yakni, semakin kuat
kejadian pencetusnya, semakin besar potensial berjenjang
yang terjadi.
Bergantung pada letak atau fungsi potensial
berjenjang, kejadian pencetus dapat berupa
1. Stimulus, misalnya sinar yang merangsang sel-sel saraf
tertentu di mata.
2. Interaksi suatu zat perantara kimiawi dengan reseptor
permukaan pada membran sel saraf atau otot.
3. Perubahan spontan potensial akibat ketidakseimbangan
siklus pengeluaran-pemasukan (kebocoran-pemompaan).
Karena muatan yang berlawanan akan saling menarik,
arus (gerakan muatan) secara pasif mengalir antara daerah
yang terlibat dan daerah-daerah yang berdekatan baik di
bagian dalam maupun luar membran. Berdasarkan teori
listrik, arah aliran arus selalu dinyatakan oleh gerakan muatan
positif, tetapi harus selalu diingat bahwa muatan negatif
bergerak secara bersamaan dalam arah yang berlawanan.
Muatan-muatan di daerah aktif sebenarnya tidak harus
Komunikasi selular & Konversi Stress Psikologis 95

mengalami pembalikan agar arus setempat dapat mengalir.


Penurunan potensial aksi di daerah aktif dibandingkan dengan
potensial di bagian membran lainnya (yang lazim terjadi pada
potensial berjenjang) juga akan memulai aliran arus antara
daerah aktif dan daerah in-aktif di sekitarnya. Akan tetapi
aliran arus akan lebih mudah divisualisasikan apabila kita
menganggap adanya pembalikan muatan. Aliran arus lokal ini
mengubah potensial di daerah yang sebelumnya inaktif.
96 Pengantar Psikoneuroimunologi

Referensi
1. Hayashi T. Conversion of psychological stress into cellular
stress response: Roles of the sigma-1 receptor in the process.
Psychiatry and Clinical Neurosciences 2015; 69: 179–191
2. Ewen H.H. Reconciling Biophysical and Psychosocial Model of
Stress in Relocation among Older Women. Dissertation The
Graduate School University of Kentucky 2006
3. Bierhaus A. et al. A mechanism converting psychosocial stress
into mononuclear cell activation. PNAS, 2003; 100[4]: 1920–
1925
4. Kemeny M.E., Manfred Schedlowski. Understanding the
interaction between psychosocial stress and immune-related
diseases: A stepwise progression. Brain, Behavior, and
Immunity 21 (2007) 1009–1018
5. Mercurio F. et al. NF-kB as a primary regulator of the stress
response. Oncogene, 1999;18: 6163- 6171
6. Silvia Helena Cardoso. Brain, Communication Between Nerve
Cells Behavior, and Immunity. 2007; 21:1009–1018
7. Stephanie Bissiere, et al. Electrical Synapses Control
Hippocampal Contributions to Fear Learning and Memory.
Science 331, 87 (2011)
6
Stress, Stressor &
Fisiologi Stress
98 Pengantar Psikoneuroimunologi

K
etika tubuh kita terpapar dengan suatu ancaman
dari luar baik ancaman psikis, fisik dan biologis,
maka tubuh kita akan mengalami prubahan-
perubahan fisiologis yang disebut respon stres. Kata-kata
stres, stresor, eustres dan distres yang diperkenalkan oleh
Hans Selye (Bapak Ilmu Stres) bermaksud untuk
menggambarkan proses dan mekanisme biologis dari stres.
Beraneka ragam definisi stres sesuai dari sisi mana
melihatnya, tidak saja bernuansa psikologis tetapi juga dapat
bernuansa fisiko-biologis yang lebih memandang stres sebagai
suatu ancaman secara keseluruhan.
Stress didefinisikan sebagai respon fisik dan emosional
terhadap tuntutan yang dialami individu yang diiterpretasikan
sebagai sesuatu yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen
& Rosenlicht, 1986). Stres merupakan suatu fenomena
komplek, dimana sekumpulan komponen saling berinteraksi
dan bekerja serentak. Ketika sesuatu hal mengubah satu
komponen subsistem, maka keseluruhan sistem dapat
terpengaruh. Jika tuntutan untuk berubah menyebabkan
ketidakseimbangan (disequilibrium) pada sistem, maka
terjadilah stress.
6.1 Definisi stress

Stres merupakan istilah yang berkembang sesuai


dengan perkembangan psikologi itu sendiri. Eric
Lindermann-Gerald Caplan memberi batasan, stress is
psychological state involving cognition and emotion. Batasan
tersebut bernuasa psikologis, karena pada saat itu konsep
psikologi masih bernuasa kesadaran dan alam bawah sadar,
Stress, Stressor & Fisiologi Stress 99

sehingga stres menurut batasan di atas merupakan stres


psikologis.
Hal ini berbeda dengan konsep stres menurut Hans
Selye seorang ahli fisiologi pada tahun 1936, mendefiniskan
stres sebagai nonspesific response of the body to any demand.
Dengan demikian konsep stres dari Selye bernuansa biologis.
Menurut Hans Selye stres terbagi menjadi dua secara makro
yaitu:
1. Stresor fisiologik (Eustress), misalnya saat bayi dilahirkan,
pubertas, kehamilan dan pesalinan dan stresor patologik
(Distress), stres yang terjadi pada kehidupan sehari-hari
(real-life stres) misalnya terpapar sinar ultra violet dalam
waktu lama, infeksi, beberapa sosial stres (kehilangan
pekerjaan, PHK, kehilangan rumah dll).
2. Personal stres (kematian pasangan hidup, perceraian,
kematian anak dll).
Konsep stres, yaitu konsep psikis dan konsep biologis.
Selanjutnya Dhabhar-McEwen (2001) menjabarkan respon
tubuh terhadap stres, stres akan direspons oleh otak berupa
stress-perception, dan kemudian direspons oleh sistem lain,
dalam kajian ini difokuskan pada sistem imun, sehingga
muncul stress-response berupa modulasi imunitas. Stress-
perception merupakan istilah lain untuk menyebut internal
mental events, yaitu proses pembelajaran atau persepsi.
Persepsi merupakan kemampuan untuk memahami atau
mengkonsepkan stresor (sumber stres) yang diterima, yang
menghasilkan suatu kognisi (pengertian), yang dapat
memodulasi respons imun atau respon organ tubuh lainnya.
100 Pengantar Psikoneuroimunologi

Sindroma Adaptasi Umum

Ada dua elemen utama dari proses respon stres


tersebut yaitu: homeostasis dan sindrom adaptasi umum.
Serangan stresor pada tubuh, yang merespon dengan
membuat penyesuaian (coping) untuk menjaga keseimbangan,
melalui proses homeostasis. Tubuh melawan stresor tersebut
dengan memperkuat perlawanan yang dikenal dengan
sindrom adaptasi umum (General Adaptation Syndrome).
Kegagalan dan gangguan biologis saat terjadi coping terjadi
ketika tubuh tidak dapat lagi menahan kekuatan stresor,
mengakibatkan gejala emosional dan gangguan fisik. Individu
kemudian memobilisasi sumber-sumber coping untuk
mengatasi stress dan mengembalikan keseimbangan. Idealnya,
stress bergabung dengan perilaku koping yang tepat akan
mendorong suatu perubahan positif pada individu. Ketika
stres melebihi kemampuan coping seseorang, maka potensi
untuk menjadi krisis dapat terjadi.
Bagaimana individu menghadapi suatu stressor
tergantung pada persepsinya tentang stressor dan sumber
coping-nya. Stress juga merupakan tambahan (additive). Jika
seseorang mendapat serangan stressor yang multiple, maka
respon stress akan lebih hebat. Berdasarkan sumbernya
stresor dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Stressor internal: berasal dari dalam diri seseorang misalnya
demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu
keadaan emosi seperti rasa bersalah.
2. Stresor eksternal, berasal dari luar diri seseorang misalnya
perubahan dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran
keluarga atau sosial, tekanan dari pasangan.
Stress, Stressor & Fisiologi Stress 101

Semua stresor dapat mempengaruhi keseimbangan


tubuh yang disebut homeostatis. Homeostasis adalah keadaan
yang relatif konstan di dalam lingkungan internal tubuh,
dipertahankan secara alamiah oleh
Homeostasis
adalah keadaan mekanisme adaptasi fisiologis tubuh.
yang relatif Stresor merupakan faktor internal
konstan di dalam maupun eksternal yang dapat
lingkungan mengubah individu dan berakibat
internal tubuh, terjadinya fenomena stress. Sumber
dipertahankan
stresor dapat berasal dari subsistem
secara alamiah
oleh mekanisme biofisikal, psikologikal atau
adaptasi fisiologis lingkungan masyarakat (sosial).
tubuh. Dengan demikian stresor
digolongkan atas 3 golongan yaitu :
1. Stresor bio-fisikal : dingin, panas, infeksi, rasa nyeri,
pukulan dan lain lain.
2. Stresor psikologis : takut, khawatir, cemas, marah,
kekecewaan, kesepian, jatuh cinta dan lain-lain.
3. Stresor sosial- budaya : menganggur, perceraian,
perselisihan dan lainnya
Stresor akan memicu suatu kaskade peristiwa dalam
sistem saraf pusat dan dan sistem saraf perifer yang
menyebabkan individu mampu melakukan mekanisme coping
atau adaptasi terhadap stresor tersebut. Bedasarkan durasi
stresor yang dihadapi, stres dapat dibedakan; akut (short-term)
dan stres kronis (long-term). Stres akut adalah reaksi yang
segera terhadapat ancaman yang diketahui sebagai figh or
fligh. Ancaman (stresor) akut terhadap berbagai situasi,
misalnya kegaduhan dan bising. Stresor psikologis meliputi
masalah hubungan keluarga, kesepian dan sebagainya dan
102 Pengantar Psikoneuroimunologi

biasanya disebut stres kronik. Pengetahuan menunjukkan


bahwa stres kronik atau stresor psikologis menyebabkan
adanya risiko. Kedua jenis stres ini memberikan respon yang
berbeda terhadap respon stres dan respon berbagai organ
tubuh sehingga menimbulkan kelainan yang berbeda pula.
6.2 Eustres

Sering kali istilah stres dikonotasikan ke hal yang


negatif, padahal tidak selalu demikian, seperti keinginan
bunuh diri, melakukan tindakan kejahatan dan sebagainya .
Padahal tidak demikian, kalau memandang stres secara utuh
Eustress, yaitu ada stres fisiologis dan stres patologis.
stress yang Stress merupakan reaksi awal dari
membuat penyesuaian diri tersebut. Sedikit
seseorang jadi stress membuat manusia menjadi
bertambah kuat waspada dan ini dibutuhkan agar kita
dan mampu mampu memotivasi diri,
menyesuaikan
menyesuaikan diri, dan segera
diri secara
alamiah. Dengan mencari cara untuk mengatasi stress
kata lain Eustres tersebut. Stress jenis ini dinamakan
merupakan stres eustress, yaitu stress yang membuat
yang membawa seseorang jadi bertambah kuat dan
dampak positif. mampu menyesuaikan diri secara
alamiah. Dengan kata lain Eustres
merupakan stres yang membawa dampak positif. Dampak
positif akan dihasilkan bila stres ada dalam intensitas tertentu,
tidak terlalu sedikit dan juga tidak terlalu banyak. Misalnya
seorang anak yang akan menghadapi ujian. Jika anak tersebut
sama sekali tidak merasa kawatir akan ujiannya, ia menjadi
cuek, tidak belajar, sehingga ujiannya gagal. Bila anak itu
Stress, Stressor & Fisiologi Stress 103

terlalu stres memikirkan, ia memutuskan mata pelajaran yang


harus dipelajari terlebih dahulu.
Dengan adanya eustres, seseorang menjadi terpacu
untuk menyelesaikan tugas tepat waktu dan sesuai target.
Keuntungan lainnya, eustres dapat memicu perkembangan
pribadi menjadi lebih dewasa dan positif. Ketika kita
mengalami eustres, tanpa sadar kita memiliki kesempatan
untuk melatih kemampuan menyelesaikan masalah, mungkin
dengan berbagai alternatif pilihan yang ada, dan dalam waktu
yang singkat. Contohnya adalah stres yang dialami seseorang
ketika mempersiapkan pernikahan, menghadapi pekerjaan
baru, dan melakukan olahraga yang penuh tantangan.
Menurut Hanson (1986), eustres merupakan stres
yang mendatangkan kebaikan. Dengan demikian eustres
sangat penting dan diperlukan dalam hidup. Bisa dibayangkan
apa jadinya bila kita hidup tanpa stres sedikit pun? Semua
serba santai, tidak ada kekawatiran, tidak ada deadline, tidak
ada rasa takut. Yang pasti hidup akan menjadi berantakan
karena tidak terkontrol.
6.3 Distres

Distres sendiri bisa berupa penderitaan mental, bisa


pula fisik. Salah satu bentuk distres mental yang berat adalah
sakit jiwa dalam tingkatan ringan, sedang, atau berat. Distres
mental umumnya diawali kecemasan tanpa sebab. Bila
seseorang gagal menyesuikan diri terhadap stress, artinya ia
tidak mampu menyelesaikan persoalannya, tidak dapat
mencapai harapan-harapannya, menderita, serta merasa
tertekan, maka stressnya itu sudah membahayakan, atau
sudah masuk dalam kategori distress.
104 Pengantar Psikoneuroimunologi

Respon dari suatu stres dipengaruhi oleh predisposisi


genetik dan juga pengalaman sebelumnya terutama pada saat
usia muda, hal ini merupakan
Bila seseorang gagal
menyesuikan diri seleksi genetik dimana terdapat
terhadap stress, disregulasi dari HPA dan sistem
artinya ia tidak neurokimia individu tertentu
mampu menyelesaikan dalam merespon stres. Setiap
persoalannya, tidak adanya stres, individu selalu
dapat mencapai berusaha untuk menghadapinya
harapan-harapannya,
atau beradaptasi dengan stres
menderita, serta
merasa tertekan, maka tersebut (coping).
stressnya itu sudah Coping strategy
membahayakan, atau merupakan suatu proses dari
sudah masuk dalam
individu yang berusaha untuk
kategori distress.
menangani dan menguasai
situasi stres yang menekan
dirinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun
perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. Tanpa
disadari tubuh juga terjadi suatu kaskade untuk menghadapi
stresor tersebut, sebagai respon psikologis dan respon
biologis.
6.4 Respon Psikologis Terhadap Stresor

Selye and Fortier (1950) memperkenalkan general


adaptation syndrome (GAS), merupakan respons non spesifik
terhadap noxious stimuli atau stresor. Konsep stres dari Selye
adalah konsep stres yang terfokus pada perubahan fungsi
biologis dalam beradaptasi dengan lingkungannya, batasan
stres inilah yang banyak digunakan dalam penelitian
kedokteran saat ini. Stresor adalah stimuli yang mencetuskan
timbulnya stres.
Stress, Stressor & Fisiologi Stress 105

Stressor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak


terpenuhi dan kebutuhan tersebut dapat merupakan fisiologis,
psikologis, sosial dan lingkungan Hans Selye dalam
Emanuelsen & Rosenlicht (1986) mengemukakan suatu model
stress yang disebut general adaptation syndrome (GAS).
GAS terdiri atas 3 tahap yaitu
(a). Alarm respon
(b). Stage of resistance
(c). Stage of exhaustion
Alarm respon
Merupakan tahap pertama dan ditandai oleh respon
cepat, singkat, melindungi/memelihara kehidupan dimana
merupakan aktivitas total dari sistem saraf simpatis. Tahap ini
sering disebut dengan istilah menyerang atau lari (fight-or-
flight response).
Stage of resistance
Merupakan tahap kedua, dimana tubuh beradaptasi
terhadap ketidakseimbangan yang disebabkan oleh stressor.
Tubuh bertahan pada tahap ini sampai stressor yang
membahayakan hilang dan tubuh mampu kembali kekeadaan
homeostasis. Jika semua energi tubuh tubuhnya digunakan
untuk coping, maka dapat terjadi tahap yang ketiga yaitu tahap
kelelahan.
Stage of exhaustion
Saat semua energi telah digunakan untuk coping, maka
tubuh mengalami kelelahan dan berakibat pada terjadinya
sakit fisik, gangguan psikososial dan kematian.
106 Pengantar Psikoneuroimunologi

Adaptasi fisiologis tubuh terhadap stress adalah kemampuan


tubuh untuk mempertahankan keadaan relatif seimbang.
Kemampuan adaptif ini adalah bentuk dinamik dari
ekuiliblrium lingkungan internal tubuh.
Lingkungan internal secara konstan berubah, dan
mekanisme adaptif tubuh secara kontinyu berfungsi untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan ini dan untuk
mempertahankan ekuilibrium atau homeostasis. Sebagian
besar mekanisme homeostatis dikontrol oleh sistem saraf dan
endokrin dan sistem imun. Tubuh mengalami penyesuaian
dalam frekwensi denyut jantung, frekwensi pernapasan,
tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan
elektrolit, sekresi hormon, mediator imun dan tingkat
kesadaran yang semuanya ditujukan untuk mempertahankan
proses adaptasi.
Dhabar and McEwen (2001) mengemukakan
pandangan lebih jauh yang bersifat dinamis dari respons-
respons tersebut, bahwa ada dua konsep yang saling
berinteraksi, homeostasis dan adaptasi. Homeostasis
menekankan pada perlunya penyesuaian yang harus segera
dilakukan tubuh untuk menjaga kondisi internal selalu dalam
batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih
menekankan pada penyesuaian yang berkembang sesuai
berjalannya waktu. Baik homestasis maupun adaptasi sangat
diperlukan untuk dapat bertahan dalam dunia yang selalu
berubah.
Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui
umpan balik negatif, yaitu suatu proses mekanisme kontrol
dari suatu keadaan abnormal, seperti penurunan suhu tubuh,
dan membuat suatu respon adaptif, seperti mulai menggigil
Stress, Stressor & Fisiologi Stress 107

untuk membangkitkan panas tubuh atau pelepasan-pelepasan


mediator tertentu. Mekanisme utama yang digunakan dalam
mengadaptasi stressor dikontrol oleh sistem saraf pusat,
sistem saraf simpatik, sistem endokrin dan sistem imun.
Medula oblongata dalam batang otak mengontrol
fungsi vital yang diperlukan untuk bertahan hidup. Fungsi ini
termasuk frekuensi jantung, tekanan darah dan pernapasan.
Impuls yang dihantarkan ke medulla oblongata dapat
meningkatkan atau menurunkan fungsi vital ini. Formasi
retikular adalah kelompok kecil neuron dalam batang otak
dan medulla spinalis. Kelompok ini juga mengontrol fungsi
vital dan secara berkelanjutan memantau status fisiologis
tubuh melalui koneksi dengan traktus sensoris dan motoris.
Dewasa ini telah banyak diteliti tentang peran
hormon stres dalam sistem imunitas tubuh, sehingga dapat
menjelaskan beberapa mekanisme terjadinya penyakit sebagai
akibat adanya stresor. Dengan demikian beberapa penyakit
yang belum jelas mekanismenya, kini telah semakin
terungkap, sehingga pengetahuan ini menuju suatu disiplin
ilmu tersendiri. Menurut Ader (2001), ilmu yang berdasarkan
keterlibatan sistem saraf pusat dan sistem endokrin disebut
neuroendokrinologi. Kedua sistem ini telah diketahui sebagai
dua sitem besar dalam tubuh yang bertugas menjaga
homeostatis, sehingga terjadi keseimbangan dan regulasi
dalam tubuh secara normal. Perkembangan berikutnya,
ternyata ke dua sistem tersebut sangat mempengaruhi respon
imun seseorang.
108 Pengantar Psikoneuroimunologi

Referensi
1. Crocker IC, Church MK, Newton S, and Townely RG.
1998. Glucocorticoid Inhibit Proliferation and IL-4 and IL-5
secretion by aeroallergen-spesific T-helper type 2 cell line. Ann
Allergy Asthma Immunol; 80: 509-516. Ion
2. Dhabhar FS., and Mcewen BS.(1997). Acute Stress Enhances
while Chronic Stress Suppresses Cell-Mediated Immunity in
vivo : A Potential Role for Leukocyte Trafficking. Brain,
Baehaviour and Immunity.;11(4): 286-306.
3. Dunn AJ. 2004. Brain Circuits Invoved in Corticotropin-
Releasing Factor – Norepinephrine Interaction during Stress.
Ann.N.Y. Acad.Sci ; 1018: 25-34.
4. Elenkov IJ, and Chrousos GP. 1999. Stress Hormones,
Th1/Th2 patterns, pro/anti-inflamatory Cytokines and
Susceptibility to Disease. TEM; 10/9: 359-368.
5. 5. Kay AB. 2001. Allergy and Allergic Disease. Nengl J Med;
344(1):30-37.
6. Lambrecht Respiratory Research 2001 2:133
doi:10.1186/rr49.
7. Lorenz D, et al. 1998. Mechanism of Peptid-induced Mast cell
Degranulation. J Gen Physiol;112: 577-591.
8. Mackay IR., Rosen FS.(2000). Allergy and Allergic. Dis. J
Med. :344(1):30-37.
9. Nallath N. 2009. Perspective on Psycho-neuro-immunology in
Oncology. Indian J Palliative Care;12(1)
10. O’Sullivan RL, et al. 1998. The Neuro-Immuno-Cutaneous-
Endocrine Network : Relationship of Mind and Skin. Arch
Dermatol ; 134: 1431-1435.
11. Putra, ST, 2006). Paradigma Psikoneuroimunologi Menuju
ke Disciplines-Hybrid. Univ Airlangga. Makalah seminar.
Stress, Stressor & Fisiologi Stress 109

12. Sherwood lauralee. Fisiologi manusia, dari sel ke system, ed 2


.2001.EGC: Jakarta: 197-201.
13. Simonic, E et al. 2000. The influence of psychological factors
on the development and course of psoriasis. Acta
Dermatovenereologica.
14. Sonia J. Lupien, Bruce S. McEwen, Megan R. Gunnar &
Christine Heim. Nature Reviews Neuroscience. 2009 10, 434-
445 (June 2009)
15. Stevens SR., Cooper KD.(1996). Allergic Skin Diseases in
Clinical Immunology. Principle and Practice edts Rich RR.
Mosby, Baltimore : 952-965
16. Tausk, FA. 2001. Stress and Skin. Arch Dermatol;137: 78-82
17. Theoharides TC, et al. 1998. Corticotropin-Releasing
Hormone Induce Skin Mast Cell Degranulation and
Increased Vascular Permeability, A Possible Explanation
for Its proinflamatory Effects. Endocrinology;139: 403-
413.
18. Webster EL, et al. 1998. Corticotropin-Releasiong Hormone
and Inflammation. Ann N.Y. Acad. Sci; 840:21-32.
110 Pengantar Psikoneuroimunologi
7
Biomarker
Stres
112 Pengantar Psikoneuroimunologi

iomarker adalah indikator fisik, fungsional, atau biokimia


dari proses fisiologis atau penyakit. Sebuah parameter
terukur untuk proses patofisiologis yang merupakan prediktor dari
suatu patologi penyakit tertentu. Kemampuan untuk mengukur
biomarker sangat penting dalam mengevaluasi terjadinya
patofisiologis penyakit. Pada kondisi stres (psikologis), sinyal stres
merupakan ranah kognitif akan dikonversi menjadi sinyal
biokimiawi melalui elektronik signaling dan chmical signaling,
dengan demikian terjadi sintesis berbagai mediator dari kelenjar
endokrin dan organ-organ lainya dalam merespon stres. Stres
kronis menyebabkan aktivasi berkepanjangan respon stres ini akan
menyebabkan sintesis beberapa mediaotor seperti dibawah ini;

A. Biomarker Metabolik

Biomarker metabolik yang dimaksud oleh Konduru (2011)


adalah kolesterol, albumin, Waist-Hip Ratio dan Glycosylated
Hemoglobin (HbA 1c) dan bebrapa lagi yang dianggap sebagai
parameter yang mengukur perubahan dalam metabolisme, saat ini
digunakan sebagai penanda stres kronis.

1. Serum Kolesterol
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kadar kolesterol
serum menurun di bawah stres kronis. Para peneliti di Bethesda,
MD melaporkan bahwa setelah stres berat yang terjadi selama
pelatihan militer, konsentrasi serum kolesterol peserta latihan
angkatan laut yang terdaftar dalam penelitian mengalami
penurunan sebesar 17,2%. Dalam penelitian yang dilakukan pada
monyet, dilaporkan bahwa di hadapan jumlah masih tingginya
adrenalin, kadar kolesterol serum menurun. Kadar kolesterol serum
Biomarker Stress 113

yang rendah juga telah diamati pada orang yang menderita


kecelakaan, orang yang menunjukkan perilaku agresif dan pada
pasien depresi. Meningkatkan lipoprotein oleh respon ACTH dan
hidrolisis intraseluler kolesterol baik oleh aktivasi esterases
kolesterol atau dengan menekan kolesterol acetyltransferase.
Namun, beberapa penelitian telah memberikan bukti yang
bertentangan. Penelitian lain yang dilakukan pada orang tua tidak
menemukan perbedaan yang signifikan dalam tingkat kolesterol
serum pada individu dan kontrol menekankan. Hal ini dapat
digunakan untuk studi epidemiologi untuk menghubungan antara
penyakit kardiovaskular dan stres kronis.

2. Albumin Serum
Serum albumin adalah protein dengan jumlah paling pada
mamalia. Albumin membantu untuk mengangkut berbagai zat
hidrofobik melalui aliran darah. Sintesis albumin hanya terjadi pada
sel-sel hati, dan waktu paruhnya sekitar 21 hari. Angka ini dapat
bervariasi secara signifikan dengan stres. Hipoalbuminemia terkait
dengan respon inflamasi akut atau kronis. Stres kronis, melalui
berbagai mediator inflamasi atau neuroendokrin, dapat mengurangi
kadar albumin dengan baik meningkatkan laju degradasi, atau
dengan mengurangi laju sintesis. Hipoalbuminemia dapat
memfasilitasi terjadinya edema, yang dapat mengakibatkan
pengurangan lebih lanjut dalam serum albumin. Studi yang
dilakukan pada laki-laki dewasa telah mengindikasikan bahwa
kadar serum albumin dapat menurun karena stres kronis. Serum
albumin menangkap patofisiologi hati dan metabolisme. Hal ini
juga dapat menangkap status gizi, yang dapat menjadi hasil dari
stres atau paparan membingungkan. Banyak kondisi kesehatan
114 Pengantar Psikoneuroimunologi

mengakibatkan penurunan albumin serum, maka temuan ini


hendaknya dipertimbangkan agar tidak menjadi bias.

3. Rasio Pinggang-Pinggul (Waist-Hip Ratio)


Rasio pinggang-pinggul cenderung lebih tinggi pada
individu dengan stres kronis. Suatu penelitian telah menyimpulkan
bahwa kerentanan lebih besar terhadap stres karena kortisol
meningkat, yang pada gilirannya akan penumpukan penumpukan
lemak pusat. Sebuah penelitian dilakukan dengan menggunakan
desain kohort retrospektif, dengan perempuan yang dipilih atas
dasar fenotipe distribusi lemak mereka. Tingkat stres kehidupan
dan respons terhadap stres dipelajari di semua perempuan.
Ditemukan bahwa penumpukan lemak pusat terkait dengan
kerentanan psikologis yang lebih besar untuk stres dan kortisol
reaktivitas. menyimpulkan bahwa tingginya kortisol menyebabkan
simpanan lemak dan kelebihan yang beredar akan direlokasi dan
disimpan di dekat perut, sehingga pinggang-pinggul rasio tinggi.
Hal ini digunakan sebagai indikator kegemukan yang pada
gilirannya merupakan faktor risiko untuk kondisi kesehatan yang
lebih serius, termasuk penyakit jantung.

4. Glycosylated Hemoglobin
Hemoglobin glikosilasi hemoglobin adalah yang glukosa
terikat. Glukosa tetap melekat hemoglobin untuk kehidupan sel
darah merah, maka tingkat hemoglobin glikosilasi mencerminkan
tingkat glukosa darah rata-rata selama periode tiga bulan. Stres
kronis terkait dengan hiperglikemia ini telah dijelaskan disebabkan
baik karena kehadiran hormon kontra-regulasi yang berlebihan
seperti glukagon, glukokortikoid, dll atau karena tinggi beredar
atau jaringan tingkat sitokin, terutama TNF-α dan IL-1, yang
Biomarker Stress 115

mengganggu fungsi insulin. Hasil hiperglikemia pada peningkatan


kadar hemoglobin glikosilasi pada individu kronis menekankan.
Diabetes adalah suatu kondisi patologis pembaur, diabetes tipe 2
bahkan mungkin merupakan hasil dari stres kronis. Hal ini dapat
menangkap metabolisme abnormal dan risiko penyakit
kardiovaskular. Hal ini dapat berguna dalam studi epidemiologi,
khususnya yang mengeksplorasi hubungan antara stres kronis dan
penyakit kardiovaskular dan dapat diukur dari darah. Hal ini juga
dapat digunakan dalam studi toksikologi mengeksplorasi
mekanisme yang mendasari hubungan antara stres dan diabetes di
mana hewan yang digunakan tidak memiliki penyakit di awal, dan
secara bertahap mengembangkan diabetes selama penelitian.

B. Biomarker Imunologis

Perubahan tingkat sitokin yang beredar yang mudah


diukur dan karenanya, dapat digunakan sebagai biomarker. IL-6,
TNF-α, CRP, dan IGF-1 adalah beberapa faktor kekebalan tubuh
sedang digunakan sebagai biomarker untuk stres kronis.

1. IL-6
IL-6 produksi perifer mononuklear darah budaya dari
individu kronis menekankan telah dilaporkan lebih tinggi dari
budaya dari subyek kontrol, jika dirangsang oleh LPS, dalam sebuah
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa yang lebih tua. Dalam
sebuah studi longitudinal yang membandingkan orang tua pasien
kanker (stres kronis) dan orang tua dari anak-anak yang sehat
(kontrol), dilaporkan bahwa orang stres kronis menunjukkan
resistensi yang lebih tinggi untuk sinyal anti-inflamasi. IL-6 adalah
sitokin pro-inflamasi yang bekerja secara sinergis dengan TNF-α
116 Pengantar Psikoneuroimunologi

dan IL-1 menyebabkan peradangan, fitur umum dari individu stres


kronis. Sebuah benar berfungsi HPA axis mencegah pelepasan
perifer IL-6 berikut stres akut. Namun karena disregulasi aksis HPA
dan resistensi terhadap efek imunosupresan glukokortikoid terlihat
pada stres kronis, mungkin ada penurunan kemampuan HPA untuk
mencegah peradangan perifer yang menyumbang bagi individu
yang menderita stres kronis menunjukkan peningkatan tingkat
sistemik IL-6. Dengan demikian, IL-6 juga mampu menangkap
secara tidak langsung, disfungsi dari sumbu HPA.

2. TNF-α
TNF-α adalah sitokin pro-inflamasi, yang diproduksi
terutama oleh makrofag diaktifkan. Bersama-sama dengan IL-1 dan
IL-6, ia terlibat dalam penindasan nafsu makan, meningkatkan
resistensi insulin, promosi ekspresi molekul adhesi pada sel endotel
untuk membantu migrasi neutrofil, dll Hal ini juga dapat terlibat
dalam patologi sistem saraf pusat karena itu telah dikaitkan dengan
demielinasi. Tingkat TNF-α telah dilaporkan meningkat pada
orang dewasa berusia 19-55, di bawah stres kronis. TNF-α
mempromosikan ekspresi gen dengan mengaktifkan NFkB yang
menghasilkan transkripsi sitokin inflamasi. Oleh karena itu,
ketinggian di TNF-α adalah bersamaan dengan elevasi di tingkat
IL-1 dan IL-6. MRNA TNF-α lebih tinggi selama stres kronis, yang
menunjukkan sintesis Denovo daripada rilis preformed protein
diinduksi pada aktivasi limfosit dan makrofag. Tingkat diproduksi
secara spontan TNF-α juga dilaporkan lebih tinggi pada orang yang
menderita stres kronis, dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan
produksi TNF-α dapat dijelaskan sama dengan peningkatan IL-6
tingkat. Hal ini dapat berguna dalam studi epidemiologi karena
sampel (darah) koleksi relatif mudah. Namun, sebuah penelitian
Biomarker Stress 117

yang dilakukan pada orang dewasa muda telah menunjukkan bahwa


produksi TNF-α dihambat oleh glukokortikoid bawah stres kronis.

3. CRP
C-reactive protein (CRP) adalah protein yang ditemukan
dalam darah, kadar yang meningkat sebagai respon peradangan.
Peran fisiologis adalah untuk mengikat ke fosfokolin diekspresikan
pada permukaan sel apoptosis untuk mengaktifkan sistem pujian.
Mengukur CRP adalah penanda untuk penyakit inflamasi. Karena
stres kronis dikenal untuk menginduksi produksi IL-1 dan
peradangan tingkat rendah kronis berikutnya, tingkat CRP bisa
digunakan sebagai layar untuk respon inflamasi ini karena stres
kronis. Dalam penelitian yang dilakukan pada remaja, di bawah
stres kronis, tingkat CRP telah diusulkan meningkat. CRP dapat
diukur dari darah dan telah berhasil digunakan dalam studi
epidemiologi sebagai penanda respon inflamasi kronis yang
disebabkan oleh stres kronis. Beberapa perbedaan jenis kelamin
telah dilaporkan dengan wanita menunjukkan kadar CRP yang
lebih tinggi dibandingkan laki-laki, namun, tingkat CRP telah
dilaporkan meningkat pada kedua jenis kelamin dengan paparan
stres kronis.

4. IGF-1
IGF-1 atau Insulin-like Growth Factor-1 (ILGF-1), adalah
hormon dengan struktur yang mirip dengan insulin, disintesis oleh
hati dan jenis sel lainnya. Ini memiliki efek anabolik pada orang
dewasa dan penting untuk pertumbuhan masa kanak-kanak.
Hormon pertumbuhan menginduksi produksi IGF-1. Ini adalah
inhibitor poten kematian sel terprogram dan stimulator
pertumbuhan sel dan proliferasi. Kisaran normal IGF-1 dalam
118 Pengantar Psikoneuroimunologi

darah adalah 10-1000 ng/ml. Penurunan pertumbuhan tingkat


hormon menghasilkan penurunan di IGF-1 tingkat. ACTH dan
noradrenalin pengaruh imunitas seluler dengan mengurangi respon
mitogen limfosit. Hal ini menyebabkan gangguan produksi IGF-1
oleh limfosit [73]. Glukokortikoid memiliki efek katabolik [74].
Mereka mengurangi respon dari berbagai jenis sel hormon
anabolik.

5. Dehydroepiandrosterone
Dehydroepiandrosterone (DHEA) merupakan androgen
disintesis oleh kelenjar adrenal. Hormon ini menekan sitokin
inflamasi, meningkatkan metabolisme lipid dan massa otot,
menurunkan resistensi insulin dan mengurangi kerusakan oksidatif.
DHEA dihasilkan dari kolesterol melalui sitokrom P450 dan
CYP17A1. Dehydroepiandrosterone sulfat adalah versi sulfat dari
dehydroepiandrosterone. Pada orang dewasa sehat, dalam
menanggapi stressor kronis, level dehydroepiandrosterone
menurun selama tahap hiper-responsif dari sumbu HPA. Hal ini
dapat diukur dari serum, air liur dan urin. Pengukuran DHEA
langsung menangkap status HPA axis fungsi. Akibat stres kronis,
rasio kortisol-DHEA dilaporkan secara signifikan lebih tinggi dari
pada orang normal. Hal disebabkan penurunan produksi DHEA.

6. Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid disintesis oleh
kelenjar adrenal. Ini bekerja pada SSP melalui kelenjar pituitari
posterior dan menyebabkan pelepasan hormon anti-diuretik. Hal
ini juga mempengaruhi sistem kardiovaskular dengan
menyebabkan vasodilatasi lokal di lokasi aksi. Hal ini terlibat dalam
reabsorbing natrium, retensi air dan ekskresi kalium untuk menjaga
Biomarker Stress 119

keasaman darah. Studi pada tikus menunjukkan bahwa sekresi


aldosteron berkurang karena stres kronis. Hal ini dapat
mengakibatkan hiperkalemia dan hiponatremia. Pengaruh faktor-
faktor pembaur dapat diminimalkan bila digunakan dalam
hubungannya dengan penanda lain sebagai bagian dari model beban
allostatic. Sebagai bagian dari konsorsium penanda mengukur
beban.

C. Biomarker Neurologis (Neurochemical)

Faktor neuroendokrin efektif sebagai biomarker untuk


stres karena, sistem neuroendokrin adalah yang pertama untuk
menanggapi stressor yang diterima, dan mengkoordinasikan respon
dari banyak sistem fisiologis lain untuk stressor sebagai stress
perception, termasuk kardiovaskular dan sistem imunitas.
Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus yang
mengantarkan sinyal dari neuron ke neuron lainnya.
Neurotransmiter berada dalam gelembung (vesikel) presynaptic dan
akan dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis ke dalam
celah sinaptik, melalui membran pada sisi postsynaptic dari neuron
terdekat. dan juga direabsorpsi untuk daur ulang. Pelepasan
neurotransmiter mengikuti adanya potensial aksi (electrical
signaling) pada sinapsis. Jadi perantaran sinyal dalam neuron dapat
melalui chemical signaling dan electrical signaling. Neurotransmiter
tidak saja bekerja pada neuron tetapi juga pada organ tubuh yang
lainnya. Belakangan penelitian tentang peran neurotransmiter
sangat berkembang, karena peranan stres psikologis (stres)
berdampak terhadap pada mekanisme suatu penyakit, hal ini dapat
diterangkan karena peran neurotransmiter. Sampai saat ini banyak
jenis neurotransmiter, pada dasarnya ada bagaian besar:
120 Pengantar Psikoneuroimunologi

neurotransmiter klasik dengan berat molekul kecil dan


neurotransmiter dengan berat molekul besar yang lazim disebut
neuropeptid. Perbedannnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Neurotansmiter Neuropeptid
(Klasik)
Berat Kecil, satu asam amino Besar, memiliki panjang 2-40
molekul asam amino

Sintesis Sitosol pada ujung Badan Golgi/retikulum


sinaps endoplasmik neuron (badan
sel) berjalan ke ujung sinap
melalui transportasi akson
Pelepasan Terminal akson Terminal akson, dapat
bersama neurotransmiter
Kecepatan Respon cepat & singkat Respon lambat,
& durasi berkepanjangan

kerja
Tempat Membran subsinaps sel Nonsinaps di sel prasinaps atau
kerja pasca sinaps pascasinaps dengan
konsentrasi lebih kecil dari
neurotransmiter
Efek Mengubah potensial sel Meningkatkan atau menekan
dengan membuka efektivitas sinaps pada sintesis
saluran ion neurotransmiter atau reseptor
pascasinap
Biomarker Stress 121

Neurotransmiter & Respon Imun


Banyak dikenal neurotransmiter, tapi hanya beberapa jenis yang
sudah jelas perannya terhadap respon imun, terutama penyakit
imunodermatologi.
1. Serotonin (Serotonine)
Hormon serotonin diproduksi di saluran pencernaan,
kelenjar pineal, sistem saraf pusat, dan platelet. Serotonin sering
juga disebut 5-HT atau 5-hydroxytryptamines (serotonin) adalah
neurotransmiter monoamine, bertugas sebagai penenang sehingga
sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas emosi dan membuat
kita tidur. Jika kita kekurangan serotonin sedikit saja, maka hal itu
dapat memunculkan perilaku yang dapat membahayakan
orang yang bersangkutan, misalnya timbulnya kecenderungan
adiksi kecanduan terhadap bahan-bahan berbahaya seperti alkohol,
tembakau dan sebagainya. Serotonin berperan dalam mengontrol
berbagai tingakatan emosional. Serotonin juga berperan dalam
mengendalikan mood, kegelisahan, depresi, dan lain sebagainya.
Bersama skema representasi dari efek nikotin dan 5-HT pada
pelepasan sitokin dalam populasi sel darah yang berbeda. 5-HT
sebagai inhibitor yang kuat terhadap pelepasan TNF tapi
mempunyai efek berlawanan terhadap IL-1, dan IFN-ɣ.

2. Dopamin (Dopamine)
Dopamin diproduksi di beberapa daerah otak terutama di
hipoalamus, substantia nigra dan daerah tegmental ventral,
dopamin juga merupakan neurohormon. Dopamin menghantarkan
sinyal antar sel saraf atau dengan sel lainnya. Awalnya dopamin
dikenal sebagai neurotransmiter yang menghantarkan sinyal hanya
di dalam otak, namun juga diketahui memiliki fungsi pada organ
lain. Dopamine memiliki peran dalam mengatur pergerakan,
122 Pengantar Psikoneuroimunologi

pembelajaran, daya ingat, emosi, rasa senang, tidur, dan kognisi.


Perannya adalah mengatur gerakan motorik kita dan membentuk
postur tubuh kita agar menjadi proporsional. Kekurangan
dopamin akan mengakibatkan timbulnya penyakit Parkinson.
Dopamin merupakan major neurotransmiter mentranmisi sinyal
melalui beberapa transmembrane reseptor D1–D5.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa dapat
memberikan kontribusi pada modulasi imunitas melalui reseptor
diekspresikan pada sel-sel kompartemen imun. Sebelumnya telah
dibuktikan bahwa Dopamin sebagai autokrin dan parakrin pada sel
dendritik (DC), dalam proses presentasi Antigen ke sel CD4+ dan T
naif, hal ini diperankan reseptor D1. Penelitian lain juga
menunjukkan peran dopamin berlebihan dalam patogenesis
psoriasis, efek pada patogenesis polimorfisme gen pada psoriasis
yang terlibat dalam metabolisme dopamin. Demikian juga
peningkatan C-reactive protein sangat berkorelasi dengan peran
dopamin, namun belum jelas perannya terhadap hambatan terhadap
TNF-α, IL-1, IL-12, IL-6 dan IL-8.

3. Asetilkolin (Acetylcholine)
Asetilkolin (Ach) merupakan molekul ester-kolin yang
pertama diidentifikasi sebagai neurotansmitter. ACh dibuat di
dalam susunan saraf pusat oleh neuron dan badan selnya yang
terdapat pada batang otak dan forebrain, selain itu disintesis juga
dalam saraf lain di otak. ACh beraksi pada sistem saraf otonom di
perifer dan di pusat, dan merupakan transmitter utama pada saraf
motorik di neuromuscular junction pada vertebrata. Asetilkolin
memiliki peran dalam penyimpanan memori. ACh ini terbentuk
pada akson terminal neuron, sebagai neurotransmiter, dimulai saat
potensial aksi sudah sampai pada terminal akson. Hal ini akan
Biomarker Stress 123

bersamaan dengan meningkatnya kalsium yang bermuatan dan


aktifnya asetilkolin. Asetilkolin yang aktif akan segera direspon oleh
ACh reseptor sel neuron terdekat. Selain itu, Ach menstimuli
sitokin proinflamasi dan menginduksi aktivasi sistem saraf simpatik
dan sumbu HPA. Terakhir ditemukan jalur baru dari regulasi otak
memediasi respon imun perifer disebut Jalur kolinergik-
antiinflamasi, hal ini mungkin langsung memodulasi respon imun
terhadap invasi patogen. Stimulasi listrik (electrical signaling) dari
saraf vagus eferen tampaknya secara signifikan Ach menekan
pelepasan sitokin IL-1β, IL-6, TNF-α dan IL-18 tetapi tidak
terhadap produksi IL-10 dalam percobaan kultur makrofag. Ach
mengaktivasi cholinergic anti-inflammatory pathway dan
menghambat TNF-α pada tikus percobaan. Ach dikatakan berperan
dalam penyakit urtikaria kolinergik atau urtikaria yang dicetuskan
keringat. Pada pasien dengan peripheral arterial occlusive disease
(PAOD) Ach mempunyai efek ringan terhadap vasodilatasi lokal
dengan meningkatkan fungsi Ach dalam vaskular kulit.

4. Asam Gamma aminobutirat (γ-aminobutyric Acid /GABA)

GABA disintesis pada ujung saraf presinaptik, dan


disimpan di dalam vesikel sebelum di lepaskan. Tugasnya adalah
meredam kecepatan trasmisi pesan-pesan antar neuron. Kalau saja
asam jenis ini tidak ada, maka temperatur didalam otak akan
meningkat bila digunakan untuk berfikir keras, membantu untuk
memblokir implus yang berhubungan dengan stres dari mencapai
reseptor pada sistem saraf pusat. Peran lain GABA juga dapat
mengurangi perasaan cemas, dan dapat membantu mengatasi
gangguan yang terkait dengan stres emosional. GABA telah
dilaporkan dalam kultur makrofag murine, dan juga ditemukan di
124 Pengantar Psikoneuroimunologi

ekstrak makrofag dikultur dari monosit darah perifer. Enzim


Glutamic Acid Decarboxylase (GAD) 65 (Salah satu marker adanya
antibodi terhadap enzim glutamat dekarboksilase) dan anti anti-
GAD65 ada dalam jumlah yang banyak dalam sel dendritik (DC)
dan konsentrasi lebih rendah pada peritoneal makrofag, DC dan
limfosit T juga dapat melepaskan GABA. Stimulasi makrofag dan
DC dengan lipopolisakarida (LPS) terjadi peningkatan ekspresi
GAD, sementara jumlah GABA disekresikan tidak dipengaruhi
secara signifikan. Stimulasi CD4+ sel T dengan anti-CD3 dan
antibodi anti-CD28 juga memiliki berpengaruh pada konsentrasi
GABA dalam plasma. Kehadiran GABA-Transaminase yang
diprodukasi di makrofag dan limfosit mengaktifkan sel T sejak
spesifik limfosit T mitogen (phytohemagglutinin; PHA) digunakan
untuk stimulasi dan sel T sel B dengan rasio sekitar 3:1. Jenis lain
T-reg (sel T-regulator) yang dapat mengendalikan aktivasi sistem
imun, dan diduga berpengaruh terhadap Natural Killer Cell.
Penelitian in vivo maupun in vitro GABA diperifer menghambat
terjadi inflamasi neurogenik pada penyakit autoimun. Dapat juga
dipakai penggunaan lokal (topikal) dan sistemik untuk kelainan
otoimun. GABAA-R (GABA antagonis reseptor) suatu antagonis
dan senyawa yang menghambat sintesis GABA mungkin berguna
dalam penanganan supresi imun akibat obat, misalnya pada pasien
yang mendapat sitostatika. Walaupun efektivitasnya tampaknya
belum jelas, dan lebih efektif pada penyakit didominasi oleh TNF-α,
seperti rheumatoid arthritis, asma dan penyakit radang usus.

Neuropeptida & Respon Imun

Beberapa jenis neuropeptita yang penting dalam respon


imun adalah:
Biomarker Stress 125

1. Substance P

Substansi P (SP) adalah suatu neuropeptida yang berfungsi


sebagai neurotransmiter dan neuromodulator, dari golongan
neuropeptida takikinin. Selain itu, substansi P juga merupakan
elemen penting di dalam persepsi nyeri. Fungsi sensoris substansi P
diperkirakan berkaitan dengan transmisi informasi nyeri ke dalam
susunan saraf pusat. Substansi P dikaitkan dengan regulasi
gangguan mood, ansietas, stres, neurogenesis mual/muntah, nyeri
dan nosiseptif, dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
Banyak bukti menunjukkan hubungan antara neuron dan sistem
kekebalan tubuh sebagai immunomodulasi aktivasi sintesis
pelepasan sitokin dan kemokin, selain itu, substansi P terbukti
memediasi peradangan, angiogenesis. Substansi P mampu
+ +
mengaktifkan beberapa sel imun, seperti CD4 dan limfosit CD8 ,
sel mast, sel NK dan makrofag. Dalam studi terbaru menunjukkan
bahwa substansi P dapat mengaktifkan interleukin-8, kemokin
CXC, menunjukkan keterlibatannya dalam chemoattraction terhadap
sel T, dan penting dalam patofisiologi inflamasi nerogenik yang
terjadi pada kulit seperti dermatitis, psoriasis, diskoid lupus dan
lainnya.

2. Neuropeptide Y (NP-Y)

Peran utama dari sistem kekebalan tubuh adalah


penahanan patogen, sel-sel kanker, dan infeksi. Ini juga memainkan
peran sebagai kontrol mencegah munculnya disfungsi limfosit, yang
dapat menyerang jaringan dan menyebabkan penyakit autoimun
seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), rheumatoid arthritis, dan
multiple sclerosis. Stres dan episode emosional yang kuat secara
dramatis mengurangi resistensi kita terhadap infeksi, dan
126 Pengantar Psikoneuroimunologi

perkembangan sel kanker. Namun, sampai sekarang, hubungan


antara kondisi mental dan imunitas kanker belum diketahui dengan
pasti. Terakhir ditemukan bahwa neuropeptide Y (NPY), sebagai
suatu hormon yang dikeluarkan selama stres, mengganggu imunitas
seluler dan menghambat respon sel imun yang penting melalui
peran reseptor Y1. Ini adalah penemuan penting untuk pertama
mengkaji link baru antara stres psikologis dan imunosupresi yang
dimediasi NP-Y.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa sistem
saraf simpatik mengatur manifestasi klinis dan patologis chronic
relapsing experimental autoimmune encephalomyelitis (EAE), model
penyakit autoimun dimediasi oleh sel Th1 dan NP-Y. Meskipun
peran katekolamin telah ditunjukkan dalam studi sebelumnya, itu
tetap mungkin bahwa neurotransmiter simpatik lainnya seperti
NP-Y juga terlibat dalam patogenesis EAE. Efek NP-Y dan
reseptornya mempunyai sifat spesifik pada oligodendrocyte myelin
glikoprotein 35-55 pada tikus, sedangkan agonis reseptor Y5 atau
pemberian antagonis reseptor Y1 tidak menghambat tanda-tanda
EAE. Suatu penelitian mengungkapkan penghambatan yang
signifikan dari myelin oligodendrocyte glikoprotein terhadap
respon sel Th1 spesifik bukan pada sel Th2, pada percobaan tikus
yang diberikan agonis reseptor Y1, analisis in vivo menunjukkan
mekanisme autoimun yang dimediasi sel T secara langsung
dipengaruhi oleh NP-Y melalui reseptor Y1. Kesimpulannya,
bahwa NP-Y merupakan imunomodulator potensial terlibat dalam
regulasi penyakit autoimun. NP-Y dapat menghambat inflamasi
neurogenik dengan menekan produksi Th17 dan Th1-like
cytokines, namun dapat meningkatkan sitokin Th2. Penelitian
terakhir menyatakan NP-Y sebagai imunoreaktifaktor terhadap sel
Biomarker Stress 127

dendritik epidermal pada dermtitis atopi, pada psoriasis, dan NP-Y


berperan dalam hantaran rasa gatal.

3. Vasoactive Intestinal Peptide

Vasoactive intestinal peptide (VIP) merupakan peptida yang


tersusun atas 28 asam amino dan dapat ditemukan pada serabut
saraf yang berhubungan dengan pembuluh darah, kelenjar keringat,
folikel rambut dan sel Merkel. Vasoactive intestinal peptide
memperantarai vasodilatasi dan edema dengan memicu sintesis
nitrit oksida serta proliferasi dan migrasi keratinosit. Selain itu VIP
memicu produksi keringat serta pelepasan histamin sel mast. VIP
dan neuropeptida yang berhubungan secara anatomis dengan
pituitary adenylate cyclase-activating polypeptide (PACAP) sebagai
modulator imunitas alami dan didapat, ada dalam organ limfoid,
memodulasi fungsi sel-sel inflamasi melalui reseptornya. Produksi
dan pelepasan baik sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi oleh
fagosit aktif dalam inisiasi respon imun. Respons VIP dan PACAP
dapat menghambat produksi sitokin pro-inflamasi TNF-α, IL-6, IL-
12 dan nitrit oksida dan merangsang produksi anti-inflamasi sitokin
IL-10.
Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa bone marrow-
derived dendritic cells (BMDCs) berbeda dengan VIP, BMDCs oleh
diinduksi IL-10/transforming factor growth- β (TGF)-β yang
disintesis sel T regulator (T-reg) in vivo, bahwa penambahan VIP
untuk media kultur awal dalam diferensiasi monosit manusia untuk
monocyte-derived dendritic cells (MDDC) dirangsang diferensiasi DC
yang terpolarisasi pada CD4+ T sel untuk IL-10/TGF-β
memproduksi T-reg dan juga sel CD8+ T. Sel CD8+ T diproduksi
IL-10 dan menunjukkan adanya perubahan pada CD 28/Antigen
128 Pengantar Psikoneuroimunologi

limfosit T sitotoksik (CTLA) fenotipe, dan kedua CD4+ dan CD8+


T-regs dihasilkan oleh respon imun yang diperantarai oleh VIP.
Oleh karena itu, VIP mungkin memiliki efek yang berbeda dengan
DC tergantung titik tangkap reseptor VIP. Reseptor terhadap VIP
disebut VPAC1, reseptor ini selain di saraf juga ditemukan pada
limfosit T, sehingga dapat mengendalikan sintesis sitokin seperti
TNF-α. Diketahui juga VIP memodulasi sel Mast untuk merespon
stres, hal ini terjadi pada urtikaria kronis dan penyakit alergi
lainnya.

4. β -Endophin

β-Endorphin adalah neuropeptid yang membuat seseorang


merasa senang, nyaman dan untuk aktivasi sistem imun. β-
Endorphin diproduksi oleh kelenjar pituitary yaitu pada saat kita
merasa bahagia (tertawa) dan pada saat kita istirahat yang cukup.
neuropeptid ini bertindak seperti morphine (endogen opioid),
bahkan dikatakan 200 kali lebih besar dari morphine. β-endorphin
atau Endorphine mampu menimbulkan perasaan senang dan
nyaman hingga membuat seseorang berenergi. β-endorphin juga
memiliki peran terhadap sistem imunitas, selain menurunkan
keadaan emosi. Dengan endorphin perasaan kita akan lebih rileks,
dan tentunya kita pun akan lebih mudah mengontrolnya,
mengontrol rasa amarah sekaligus berpikir positif dengan
mengutamakan kesabaran. Dapat dikatakan bahwa endorphin itu
seperti zat yang terkandung di dalam es krim atau coklat. Apabila
kita mengkonsumsi es krim atau coklat, kita akan merasakan
kenyamanan. Zat yang membuat kita nyaman pun juga diproduksi
oleh tubuh kita, guna menstabilkan emosi kita. Dengan zat tersebut,
kita dapat merasakan rileks, dan semua yang berhubungan dengan
Biomarker Stress 129

tekanan pada perasaan kita seperti marah, sedih dan depresi dapat
dikurangi bahkan dihilangkan. Manfaat endorphin sudah lama
dikenal sebagai zat yang banyak manfaatnya, seperti mengatur
produksi growth factors dan seksualitas, mengendalikan rasa nyeri
serta sakit yang menetap, mengendalikan perasaan stres, serta
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Endhorpine sebenarnya
merupakan gabungan dari endogenous dan morphine, zat yang
merupakan unsur dari protein yang diproduksi oleh sel-sel tubuh
serta sistem syaraf manusia, pelepasan zat ini bisa dipicu melalui
berbagai kegiatan, seperti pernapasan yang dalam, relaksasi, serta
meditasi. Sel natural killer adalah bagian dari sistem kekebalan
tubuh yang membunuh sel kanker atau patogen lainnya.
Stres mempengaruhi kemampuan sel-sel natural killer
untuk meningkatan respon imun melalui endorfin. Endorfin juga
dapat menurunkan tekanan darah, dengan memperbaiki enditel
pembuluh daran, mampu berikatan dengan limfosit B, dan untuk
meningkat peran sel natural killer. Sel B dan Sel NK adalah bagian
kecil dari keseluruhan peripheral blood mononuclear cells (PBMC).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan latihan
pernapasan dapat meningkatkan β–endorphin terbukti
meningkatkan kebugaran fisik dan imuniglobulin-G dan menekan
interleukin 6 pada keadaan stres, sementara interleukin 2 dan
interleukin 4 tidak meningkat secara bermakna. Demikian juga
kortisol tidak menurun secara signifikan. Penggunaan topikal
aplikasi berefek positif pada hidrasi kulit, elastisitas dan kerutan
(wrinkle) pada kulit.
130 Pengantar Psikoneuroimunologi

Daftar Pustaka
1. Konduru L. Biomarker of Chronic Stress. Thesis. University of
Pittsburgh 2011
2. Djuric Z. et al. Biomarkers of Psychological Stress in Health Disparities
Research. Open Biomark J. 2008; 1[1]: 7–19.
3. Juster R.P. et al. Allostatic load biomarkers of chronic stress and impact
on health and cognition. Neurosci. Biobehav. Rev. (2009): 1-15

4. Mulder A.M. An exploration of the acute stress response to


psychological and physical stressors, utilising biomarkers of the
cardiovascular, HPA, SAM and secretory immune systems. Academic
Disertation. Southern Cross University, Australia. School of
Health and Human Sciences.2011

5. Cooksey A.M. et al. Identifying Blood Biomarkers and Physiological


Processes That Distinguish Humans with Superior Performance under
Psychological Stress. PLoS ONE 4[12]: 1-7
6. Goldstein D.S. Catecholamines and Stress. Endocrine Regutations,
2003; 37: 69–80.
7. Engel L G.From Biomedical to Biopsychosocial Being Scientific in the
Human Domain. (Psychosornatics 1997; 38:521-528)

8. Amanda M. Cooksey. et al. Identifying Blood Biomarkers and


Physiological Processes That Distinguish Humans with Superior
Performance under Psychological Stress. PLoS ONE1 December 2009
| Volume 4 | Issue 12:1-7

9. Swartz, J.R., Knodt, A.R., Radtke, S.R., & Hariri, A.R. (2015). A
neural biomarker of psychological vulnerability to future life stress.
Neuron, 85, 505-511.
Biomarker Stress 131
8
Respon Imun
Terhadap Stres
132 Pengantar Psikoneuroimunologi

S
emua jenis stresor telah diketahui dapat
merangsang sistem tubuh untuk memproduksi
hormon stres seperti golongan glukokortikoid
terutama kortisol dan katekolamin terutama norepinefrin dan
dopamin. Diketahui bahwa stresor dapat menekan sistem
imun dengan mempengaruhi diferensiasi sel T helper, migrasi
limfosit, penurunan jumlah sel natural killer, peran fagositosis
dari monosit dan makrofag. Hal ini dapat menerangkan
terjadinya kekambuhan herpes simpleks dan penyakit lainnya
akibat dari stresor psikologis.
Stresor dapat mempengaruhi respon imun melalui
beberapa jalur utama, seperti dibawah ini.
1. Sumbu Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA axis)

Jalur pertama adalah jalur klasik mulai dari aktivasi


Hypothalamus-Pituitary-Adrenal Axis (sumbu HPA) melalui
neuron dalam nukleus paravestibuler di hipothalamus akan
menghasilkan corticotropin releasing hormone (CRH),
hormon ini akan memacu hipofise anterior untuk melepaskan
adreno-corticotropin hormone (ACTH) yang akan
merangsang kelenjar korteks adrenal untuk melepaskan
hormon glukokortikoid terutama kortisol pada manusia,
hormon ini merupakan produk akhir dari sumbu HPA yang
mempunyai peran dalam respon imun akibat pengaruh
stresor seperti efek anti-inflamasi dan imunosupresif. Kortisol
juga dapat mempengaruhi keseimbangan sel Th1/Th2.
Stresor psikososial atau fisik yang diterima oleh sel
paraventricular nucleus (PVN) dan sel di locus cereieus
noradrenergic center di hipothalamus, ke dua sel tersebut
mengalami aktivasi yang akan mensekresi berbagai hormon
Respon Imun Terhadap Stress 133

stres seperti, corticotropin releasing hormone (CRH),


hormon ini mengirim sinyal ke sel hipofise anterior untuk
mensekresi adrenocorticotropin hormone(ACTH), kemudian
ACTH ditangkap oleh sel di korteks kelenjar adrenal
mengeluarkan giukokortikoid dan sel di medula kelenjar
adrenal mengeluarkan Norepinephrine (NE). Seperti telah
diketahui bahwa limfosit mempunyai reseptor untuk
glukokortikoid, NE atau epinefrin sehingga dapat memodulasi
limfosit .
Efek kortisol diketahui berperan dalam menekan
reaksi radang dan sebagai imunosupresan. Penelitian Iwakabe,
et al. (1998) membuktikan adanya perubahan keseimbangan
Th1/Th2 pada tikus yang diberikan stresor fisik dan psikis
terjadi dominasi sel Th2 dengan sitokin tipe 2 seperti IL-6.
Demikian juga Buske-Kirschbaum, dkk. (2002) yang
menyimpulkan bahwa DA yang kronis terjadi penurunan
respon sumbu HPA sehingga menurunnya kadar kortisol
dalam sirkulasi.
Salah satu peran utama dari kortisol adalah untuk
menghambat produksi IL-12 oleh makrofag, peran utama IL-
12 adalah sebagai aktivator utama Th1 dan inhibitor Th2,
namun tidak berefek yang signifikan terhadap IL-10.
Meningkatnya produksi IL-12. Sitokin ini menyebabkan
peningkatan produksi IFN- oleh monosit dan sel
imunokompeten lainnya. Almawi, dkk. (1996) menguraikan
bahwa kortisol mempengaruhi secara langsung menghambat
sel Th dengan menekan ekspresi sitokin pada level
transkripsi, termasuk penekanan terhadap sistesis IL-4.
Crocker, dkk. (1998) menemukan bahwa glukokortikoid
menghambat sistesis IL-4 dan IL-5 dari Th2.
134 Pengantar Psikoneuroimunologi
Respon Imun Terhadap Stress 135

Gambar 8.1 menunjukkan rangsangan stresor


diterima mulai dari sinyal di dalam susunan saraf pusat,
sebagai suatu stimulus yang mencapai otak akan diproses oleh
korteks sereberum kemudian diteruskan ke hypothalamus
melalui sistem limbik dengan memproduksi CRH. Hormon
tersebut bertindak sebagai pembawa pesan yang dikirim ke
kelenjar hipofise anterior untuk melepaskan ACTH. Seperti
diketahui ACTH sebagai aktivator kelenjar korteks adrenal
untuk memproduksi berbagai hormon. Karena pengaruh
ACTH korteks adrenal akan melepaskan hormon
glukokortikoid terutama kortisol dan pada kelenjar medula
adrenal akan melepaskan katekolamin terutama epinefrin dan
norepinefrin.

2. Sumbu Simpato-Adrenal-Medulary (SAM) atau

LC/NE

Jalur ini dimulai dari rangsangan pada locus ceruleus


adrenergic/norepinefrin (LC/NE) system dalam susunan
saraf pusat. Sistem terdiri dari sistem saraf parasimpatis,
sistem saraf simpatis dan medula adrenal. Serat praganglion
simpatis dan para simpatis mengeluarkan neurotransmiter
yang sama yaitu asetilkholin (Ach), sedangkan ujung saraf
pascaganglion simpatis melepaskan noradrenalin atau
norepinefrin. Selain disintesis oleh batang otak norepinefrin
juga disintesis oleh medula adrenal merupakan sistem saraf
simpatik yang termodifikasi, dengan serabut praganglion
menginervasi sel-sel kromafin dalam medula adrenal yang
dapat menghasilkan hormon katekolamin terutama adrenalin
dan norepinefrin.
136 Pengantar Psikoneuroimunologi

Peranan hormon ini telah diketahui secara luas dapat


mempengaruhi organ viskeral melalui rangsangan
reseptornya. Dikenal ada 2 jenis reseptor untuk hormon
tersebut; reseptor adrenergik yang terdiri dari reseptor alfa 1,
2 dan reseptor beta 1 dan 2.
Respon Imun Terhadap Stress 137

Beberapa organ limfoid seperti monosit dan limfosit memiliki


reseptor adrenergik di permukaannya, sehingga rangsangan
terhadap reseptor tersebut oleh NE dapat mempengaruhi
peran sel imun tersebut.
Norepinefrin juga dapat meningkatkan produksi
interleukin-6 (IL-6) dari sumber utamanya yaitu limfosit dan
makrofag, sitokin ini berperan sebagai protein fase akut, juga
sangat berperanan dalam pertumbuhan sel plasma untuk
membentuk antibodi dan meningkatkan proliferasai sel Th2
karena adanya reseptor beta-adrenergik di permukaan sel Th
yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi sel Th2 dengan
memproduksi sitokin IL-4, IL-5 dan IL-10, sel ini sangat
berperan dalam reaksi hipersensitifitas tipe I. Seperti telah
diketahui bahwa DA didasari atas respon imun dengan
dominasi profil Th2, produksi sitokin Th2 berlebihan akan
menyebabkan produksi IgE oleh sel B berlebihan dan
proliferasi eosinofil. Norepinefrin juga mempunyai efek
terhadap peningkatan produksi IL-10 dari monosit,
interleukin ini sebagai stimulator utama Th2 untuk
memproduksi IL-4 dan IL-5. Gambar 8.3 menunjukkan
hubungan antara hipotalamus (sistem HPA) dengan locus
ceruleous/NE sistem, disini terjadi respon umpan balik yang
negatif yang sang menghambat.

3. Sumbu CRH - Sel Mast

Di susunan saraf pusat, CRH yang dilepaskan oleh


hipothalamus dapat mempengaruhi sistem imun secara tidak
langsung, melalui aktivasi hasil akhir dari respon stres perifer,
138 Pengantar Psikoneuroimunologi

seperti glukokortikoid dan katekolamin. Akan tetapi CRH


juga disekresikan diperifer tempat lokasi peradangan
(peripheral atau immune CRH) dan mempengaruhi sistem
imun secara langsung, melalui aktivitas modulasi lokal.
Respon Imun Terhadap Stress 139

CRH memiliki sifat pro-inflamasi dan meningkatkan


permeabilitas vaskuler serta efek vasodilatasi. Oleh karena itu,
pemberian CRH antiserum spesifik secara sistemik mem-blok
sekresi volume eksudat peradangan dan jumlah sel dari
inflamasi, serta menghambat degranulasi sel Mast intrakranial
akibat stres. Disamping itu, pemberian CRH terhadap
manusia atau primata non-manusia menyebabkan vasodilasi
peripheral yang terlihat dalam aliran darah yang meningkat
dan hipotensi, injeksi CRH intradermal memicu peningkatan
yang nyata permeabilitas vaskuler dan degranulasi sel mast.
Suatu hal yang penting bahwa efek ini diperantarai
oleh reseptor CRH tipe 1. Dengan demikian tampak bahwa
mast cell merupakan target utama dari CRH. Yang menarik
bahwa penelitian terbaru menunjukkan urocortin, suatu
anggota baru dari keluarga CRH telah ditemukan, yang
berikatan dengan reseptor yang sama seperti CRH, yang
dihasilkan oleh limfosit manusia dan sel T limfoma Jurkat.
Dengan demikian, peptide ini mungkin juga berperan dalam
respon inflamasi yang diperantarai oleh reseptor CRH perifer.
Histamine, suatu produk utama dari degranulasi sel
mast, merupakan suatu mediator yang umum dari reaksi
peradangan akut dan alergi. Kerja ini umumnya diperantarai
oleh aktivasi reseptor histamin H1 dan dapat menimbulkan
vasolidasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, edema, dan
dalam paru-paru, terjadi konstriksi bronkhus. Dengan
demikian, mudah dimengerti, bahwa CRH mengaktivasi sel
mast melalui suatu mekanisme reseptor CRH tipe 1-
dependent, yang menyebabkan pelepasan histamine dan
granul sel mast lainnya yang pada akhirnya menyebabkan
vasolidasi, peningkatan permeabilitas vaskuler dan gejala-
gejala peradangan lainnya.
140 Pengantar Psikoneuroimunologi

Itulah tiga jalur utama peran stres dan hormon stres


terhadap respon imun, masih ada lagi mediator yang lain
seperti berbagai jenis neuropeptide dan beberapa jenis
hormon lainnya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
dibawah ini yang menunjukkan peranan hormon stres
terhadap respon imun secara umum.
4. Hubungan Neuropeptide dengan Sistem Imun

Neurogenik inflamasi adalah istilah umum yang


digunakan untuk menggambarkan pelepasan lokal dari
mediator proinflamasi neuron aferen seperti substansi P,
neuropeptid Y dan lainnya, proses ini tampaknya memainkan
peran penting dalam patogenesis berbagai penyakit termasuk
urtikaria, asma, fibromyalgia, eksim, rosacea, psoriasis dan
migren dan sebagainya.
Peradangan yang disebabkan oleh stimuli dari produk
neuron perifer akan mengakibatkan pelepasan neuropeptida
yang mempengaruhi permeabilitas vaskular dan membantu
memulai mediator proinflamasi dari respon imun setempat.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa trauma sangat
berhubungan dengan dengan peningkatan regulasi dari
neuropeptid pada daerah trauma. Neuropeptide berperan
dalam jaringan dengan terjadinya degradasi jaringan trauma
oleh peptidases. Peptidase yang paling sering menyebabkan
peradangan neurogenic adalah; ,substance P, calcitonin gen
related peptide (CGRP) dan angiotensin converting enzyme
(ACE).
Mikrosirkulasi setelah trauma disertai dengan edema
interstisial oleh karena peningkatan permeabilitas sistemik
Respon Imun Terhadap Stress 141

dan dalam keadaan hebat edema sel dapat menghambat aliran


darah kapiler. Kebocoran kapiler sistemik merupakan ciri
respon inflamasi sebagai tanda cedera, infeksi, atau iskemik,
dan gangguan perfusi. Hal ini terjadi dalam beberapa menit
dari cedera sesuai dengan kehebatan gangguan dan pada kasus
tanpa komplikasi berlangsung dalam beberapa jam.
5. Jalur Stres Psikologis dan Stres Oksidatif

Telomer merupakan struktur pelindung yang terletak


pada ujung dari kromosom, telomere melindungi dari
kerusakan DNA dan juga menjaga kesetabilan genetis. Stres
psikologis akan menyebabkan peningkatan stres oksidatif dan
radikal bebas dan konsentrasi dari reactive oxygen species
(ROS) yang akan menyebabkan kerusakan molekuler sampai
terjadi malfungsi. Stres oksidatif adalah keadaan di mana
jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh
untuk menetralisirnya. Akibatnya intesitas proses oksidasi sel-
sel tubuh normal menjadi semakin tinggi dan menimbulkan
kerusakan yang lebih banyak termasuk kerusakan atau
menurunnya aktivitas telomerase.
142 Pengantar Psikoneuroimunologi
Respon Imun Terhadap Stress 143

Referensi
1. Andrzej Slominski And Jacobo. Neuroendocrinology Of The
Skin. Wortsman. Endocrine Reviews 21: 457–487, 2000)
2. Abbas. Intro to Immunology
3. John B. Zabriskie. Essential Clinical Immunology.
Cambridge University Press 2009
4. Abbas KA., Lichtman AH., Pober JS. (2000). Cytokine In
Cellular and Molecular Immunology 4th ed. Abbas KA et al.
Philadelphia, WB Saunders: 235-267.
5. Ader R. 2001. Psychoneuroimmunology. Current Direction in
Psychological Science ; 10(3): 94- 98.
6. Ader R, and Cohen N. 1995. Psychoneuroimmunology:
Interaction between the nervous system and immune system.
Lancet; 345: 99-102.
7. Almawi WY, Beyhum HN, Rahme AA, and Rieder MJ.
1996. Regulation of Cytokine Receptor Expression by
Glucocorticoids. J. Leuc. Biol; 60: 563-572
5. Albrecht, T. Medical Microbiology, 2006. University of
Texas Medical Branch at Galveston).
6. Asadi AK, and Usman A. 2001. The Role of Psychological
Stress in Skin Disease. J of Cutaneous Med and Surgery.
(online)
7. Barnes PJ. 2006. Corticosteroid Effect on Cell Signaling.
European Respir J; 27(2): 413-426.
8. Buske-Kirschbaum A, et al. 2001. Altered Reactivity of the
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal Axis in Patients with Atopic
Dermatitis : Pathologic Factor or Symptom? Annals New
York Academy of Sciences : 747-754.
144 Pengantar Psikoneuroimunologi

9. Buske-Kirschbaum A, et al. 2003. Blunted Cortisol Responses


to Psychosocial Stress in Asthmatic Children: A General Feature
of Atopic Disease?. Psychosomatic Medicine ; 65:806-810.
10. Bilkis, MR. et al. 1998. Mind-Body Medicine: practical
Application in Dermatology. Arch Dermatol;134: 143-1441
11. Chrousos GP. 1995. The Hypothalamic-Pituitary-Adrenal
Axis and Immune-Mediated Inflammation. The NEJM ; 332:
1351-1362.
9
Penilaian &
Mengukur
Stress
146 Pengantar Psikoneuroimunologi

B anyak metode yang digunakan untuk menilai dan


mengukur tingkat stres seseorang. Psikologist dan
psikiater mempergunakan metode yang baku
berbagai cara. Tetapi bagi yang bukan psikologist maupun
non-psikiater tersedia metode yang lebih mudah untuk
mengukur stres psikologis. Hal ini bertujuan untuk penelitian
dengan hasil yang lebih cepat. Untuk mengetahui, seseorang
dalam keadaan stres dapat diukur dengan berbagai cara dari
aspek psikologis, perilaku, maupun berdasarkan fisiko-
biologis. Hal ini telah dilakukan oleh banyak ahli di dunia.
Beberapa metode yang sering digunakan untuk penelitian
adalah:
1. Life Events Scales

Pada tahun 1967, Thomas Holmes dan Richard Rahe


mengembangkan Social Readjustment Rating scale (SRRS).
Kemudian Holmes dan rahe mengembangkan skala mereka
dengan menganggap bahwa stres berasal dari peristiwa
pengalaman seseorang dan merubah kehidupan seseorang
(Brannon dan Feist, 2000). Dalam Skala Holmes terdapat 36
butir berbagai pengalaman dalam kehidupan seseorang, yang
masing-masing diberi skor (Tabel dibawah ini). Alat ukur
stres (Skala Holmes).
Dalam skala Holmes terdapat 36 butir pengalaman
dalam kehidupan. Kalau nilai berbagai pengalaman hidup
melebih angka 300 dalam kurung 1 tahun massa
kehidupan,maka yang bersangkutan menunjukan gejala-
gejala stres.
Penilaian & Mengukur Stress 147

No Pengalaman Kehidupan Nilai


1 Kematian Suami/Istri 100
2 Perceraian 73
3 Pisah ranjang 65
4 Menjadi tahanan/dipenjara 63
5 Kematian keluarga dekat 63
6 Luka/Trauma atau sakit ringan 53
7 Perkawinan 50
8 Kehilangan jabatan/dipecat 47
9 Rujuk pernikahan 45
10 Pensiun 45
11 Perubahan kesehatan anggota keluarga 44
12 Kehamilan istri 40
13 Mengalami masalah seks 39
14 Tambah anggota keluarga baru 39
15 Penyesuaian bisnis 39
16 Perubahan kondisi keuangan 38
17 Kematian teman dekat 37
18 Perubahan/pergantian jabatan kerja 36
19 Konflik suami/ istri 35
20 Gadai melebihi $ 100,000 31
21 Penyitaan jaminan gadai 30
22 Perubahan tanggung jawab d tempat 29
kerja
23 Anak meninggalkan rumah 29
24 Masalah dengan menantu atau mertua 29
25 Harapan pribadi yang terlalu tinggi 28
26 Istri mulai berhenti bekerja 26
27 Awal atau akhir sekolah/kuliah 26
28 Perubahan kondisi hidup 25
29 Perbaikan kebiasaan pribadi 24
30 Masalah dengan atasan 23
148 Pengantar Psikoneuroimunologi

31 Perubahan dengan jam dan kondisi 20


kerja.
32 Perpindahan tempat tinggal 20
33 Perpindahan sekolah 20
34 Perubahan dalam rekresai 19
35 Perubahan aktivitas tempat ibadah 19
36 Perubahan dalam kegiatan sosial 18
37 Pinjaman kurang dari $30,000 17
38 Perubahan pola tidur 16
39 Perubahan jumlah keluarga /kumpul 15
bersama
40 Perubahan kebiasaan makan 15
41 Liburan 13
42 Natal/ hari raya sendirian 12
43 Pelanggaran hukum kecil 11

Skoring
0 - 149 Tidak Sangat rendah timbulnya
mengalami stres gejala klinis
150 - 199 Stres ringan 35% menimbulkan tanda
klinis.
200 - 299 Stress sedang 50% menimbulkan gejala
klinis
> 300 Stress berat 80% menimbulkan gejala
klininis

2. Kessler Psychological Distress Scale (K10)


Kessler R. adalah Profesor dari Departemen
Kesehatan, Harvard Medical School, Boston, USA. Dengan
mempergunakan 10 kuesioner dimaksudkan untuk
menghasilkan ukuran global distress berdasarkan pertanyaan
Penilaian & Mengukur Stress 149

tentang kecemasan dan depresi gejala selama 1 bulan terakhir.


Penggunaan kuisioner tersebut secara apa adanya
mengumpulkan informasi tentang kondisi mental sesaat.
Ketika melengkapi K10 pasien dalam kondisi sangat privasi
bersama dokter yang amelakukan interview, bila perlu
hendaknya dilakukan pelatihan.
K10 Test

Pertanyaan-pertanyaan ini menyangkut bagaimana


Anda telah merasa selama 30 hari terakhir. centang kotak
bawah setiap pertanyaan yang paling mewakili bagaimana
Anda telah.
1. Sama sekali tidak, 2. Sangat jarang, 3. Kadang-kadang, 4.
Agak sering, 5. Sering/selalu.
No. Pertanyaan 1 2 3 4
5
1 Selama 30 hari terakhir, seberapa
sering Anda merasa lelah tanpa
alasan yang jelas?
2 Selama 30 hari terakhir, seberapa
sering Anda merasa
gugup(nervous)?
3 Selama 30 hari terakhir, seberapa
sering Anda merasa begitu gugup
sehingga tidak ada yang bisa
menenangkan Anda?
4 Selama 30 hari terakhir, seberapa
sering Anda merasa putus
asa(kehilangan harapan)?
5 Selama 30 hari terakhir, seberapa
sering Anda merasa kurang istirahat
atau gelisah?
6 Selama 30 hari terakhir, seberapa
150 Pengantar Psikoneuroimunologi

sering Anda merasa begitu gelisah


dan tidak bisa duduk diam?
7 Selama 30 hari terakhir, seberapa
sering Anda merasa tertekan?

8 Selama 30 hari terakhir, seberapa


sering Anda merasa bahwa segala
sesuatu adalah suatu usaha?
9 Selama 30 hari terakhir, seberapa
sering Anda merasa sangat sedih
bahwa tidak ada yang bisa
menghibur Anda?
10 Selama 30 hari terakhir, seberapa
sering Anda merasa tidak berharga?

Skoring
Kuisioner tersebut harus dilengkapi oleh pasien yang
merupakan ukuran dari stres psikologis. Bila dijumlahkan
nilai total berkisar berkisar dari 10 sampai 50.

Skor di bawah 20 Cenderung baik atau tidak ada


kecendrungan gangguan mental.
Skor 20-24 Cenderung memiliki gangguan mental
ringan.
Skor 25-29 Cenderung memiliki gangguan mental
sedang.
Skor lebih dari Cenderung memiliki gangguan jiwa
30 berat.
Penilaian & Mengukur Stress 151

3. Perceived Stress Scale


The Perceived Stress Scale (PSS) dari Sheldon Cohen
adalah instrumen psikologis yang paling banyak digunakan
untuk mengukur persep tertekan. Ini adalah ukuran sejauh
mana situasi dalam kehidupan seseorang dinilai sebagai stres.
Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum dan
karenanya relatif bebas dari konten khusus untuk subpopulasi
setiap kelompok. Pertanyaan-pertanyaan di PSS bertanya
tentang perasaan dan pikiran selama beberapa bulan lalu.
Dalam setiap kasus, responden akan diberi beberapa
pertanyaan untuk mengindikasikan bagaimana perasaannya
atau pemikirannya dalam hal tertentu.
0 = Tidak pernah 1 = Hampir tidak pernah 2 = Kadang
3 = Agak sering 4 = Sangat sering

No Pernyataan 0 1 2 3 4
1 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda marah karena sesuatu yang
terjadi tiba-tiba?
2 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda merasa bahwa Anda tidak
dapat mengontrol hal-hal penting
dalam hidup Anda?
3 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda merasa gugup dan tertekan?
4 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda merasa yakin akan
kemampuan Anda untuk
menangani masalah pribadi Anda?
152 Pengantar Psikoneuroimunologi

5 Pada bulan lalu, seberapa sering


Anda merasa bahwa segala sesuatu
berjalan sesuai dengan cara anda?
6 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda menemukan bahwa Anda
tidak bisa mengatasi semua hal
yang harus Anda lakukan?
7 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda mampu mengontrol rasa
luka/sakit hati dalam hidup Anda?
8 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda merasa bahwa Anda berada di
atas segala-galanya ?
9 Pada bulan lalu, berapa sering Anda
marah karena hal-hal yang berada
di luar kendali Anda?
10 Pada bulan lalu, seberapa sering
Anda merasa sangat kesulitan,
dalam mengatasi sebuah
permasalahan?
Penilaian & Mengukur Stress 153

Referensi
1. The PSS Scale is reprinted with permission of the
American Sociological Association, from Cohen, S.,
Kamarck, T., and Mermelstein, R. (1983). A global measure
of perceived stress. Journal of Health and Social Behavior,
24, 386-396.
2. Cohen, S. and Williamson, G. Perceived Stress in a
Probability Sample of the United States. Spacapan, S. and
Oskamp, S. (Eds.) The Social Psychology of Health.
Newbury Park, CA: Sage, 1988.
3. Kessler, R.C., Andrews, G., Colpe, .et al (2002) Short
screening scales to monitor population prevalences and trends
in non-specific psychological distress.
4. Thomas H. Holmes And Richard H. Rahe. The Social
Readjustment Rating Scale. Journaolf Psychosomatic
Research. Vol. 11, pp. 213 to 218. PergamoPnr ess.1 967.
5. DeLongis, A., Folkman, S., and Lazarus, R. (1988). The
impact of daily stress on health and mood: Psychological and
social resources as mediators. Journal of Personality and
Social Psychology, 54, 486–495.
154 Pengantar Psikoneuroimunologi
Penyakit Kulit
Yang Dicetuskan
Oleh Faktor Stress
156 Pengantar Psikoneuroimunologi

S
eperti uraian di atas bahwa sesungguhnya setiap
organ dalam tubuh manusia memiliki komponen-
komponen dari semua sitem. Kulit, paru, saluran
cerna, jantung, organ seksual, kandung kecing dan sebagainya
mengandung kompartemen sistem imun dan kompartemen
sistem saraf serta dipengaruhi oleh faktor hormonal masing-
masing sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada
sistem saraf akan berpengaruh terhadap sistem imun atau
terhadap organ viskeral secara langsung. Adanya konstelasi
yang rumit ini memungkinkan dipertahankannya homeostasis
tubuh.
10.1 Psikodermatologi

Antara stres dan penyakit ada hubungan timbal balik,


diantaranya adalahs ebagai berikut.
1. Stres psikologis dapat menimbulkan atau memperparah
suatu penyakit, yang mekanismenya dapat dijelaskan
dengan psikoneuroimunologi (Psikofisiologi).
2. Penyakit kulit yang kronis dapat juga mengalami
gangguan perilaku seperti, rasa malu, menarik diri sampai
depresi (Kelainan Psikiatri sekunder), misalnya seseorang
yang menderita acne vugaris yang berat, pasien dengan
psoriasis yang berat, menderita pemfigus vulgaris dan
penyakit kulit lainnya yang berat sampai mengganggu
kualitas hidupnya.
3. Ada pasien yang memang menderita gangguan jiwa primer
namun perlakuannya ditujukan pada kulitnya (Kelainan
Psikiatri primer). Kelainan Psikiatri Primer mengarah
pada suatu kelainan psikiatri primer, seperti
trikhotillomania, delusional parasitosis, Eksoriasi
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 157

neurotik, dimana masalah utamanya adalah masalah


psikologi manifestasi kelainan kulit sesuai dengan
imajinasi pasien. Terminologi hal ini disebut
Psikodermatologi atau Penyakit Psikokutaneous
(Psychocutaneous diseases).
Pada buku ini akan dibicaranan pengarus stres yang
dapat menimbunkan atau memperberat penyakit terutama
penyakit kulit dan penyakit lainnya yang berhubungan
dengan stres. Istilah ini sering disebut pelakit Psikosomatis.
Gangguan psikosomatis atau somatisasi adalah gangguan
psikis yang menyebabkan gangguan fisik. Dengan kata lain,
psikosomatis adalah penyakit fisik yang disebabkan oleh
program pikiran negatif dan/atau masalah emosi seperti stres,
depresi, kecewa, kecemasan, rasa berdosa, dan emosi negatif
lainnya. Gangguan ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa,
anak-anak pun bisa mengalaminya.
Pada keadaan tertentu, terjadi perubahan pada stress
perception dan stress response akan menyebabkan gangguan
keseimbangan mediator pro-inflamasi dan mediator anti-
inflamasi, gangguan keseimbangan Th1/Th2, hal ini dapat
menyebabkan gangguan dengan manifestasi klinis yang
ringan sampai berat. Banyak penyakit yang dapat dijelaskan
dengan mekanisme psikoneuroimunologi, namun dibawah ini
beberapa saja secara singkat.

1. Dermatitis Atopik (DA)

Dermatitis atopik adalah penyakit disbalance dari


Th1/Th2, terjadi sekresi sitokin Th2 yang predominan.
Ketidak-seimbangan tersebut dapat terjadi oleh karena
158 Pengantar Psikoneuroimunologi

berbagai faktor seperti genetik, alergen lingkungan, dan


stresor termasuk stresor psikologis. Banyak peneliti telah
sepakat bahwa salah satu faktor endogen terjadinya disbalance
Th1/Th2 adalah perubahan respon dari sumbu HPA terhadap
stres atau life event yang dialami seseorang.
Pada keadaan stres melalui neuron dalam nukleus
paravestibuler di hipothalamus akan menghasilkan
corticotropin releasing hormone (CRH), hormon ini akan
memacu hipofise anterior untuk melepaskan hormon adreno-
kortikotropin (ACTH) yang akan merangsang kelenjar
korteks adrenal untuk melepaskan hormon glukokortikoid,
hormon ini mempunyai peran dalam perubahan respon imun
akibat pengaruh stres seperti efek anti-inflamasi dan
imunosupresif. Kortisol dapat mempengaruhi makrofag
maupun limfosit (Th 0) melalui reseptor dipermukaan sel Th.
Kortisol dapat menekan pertumbuhan dan deferensiasi sel
Th1, seperti kita ketahui sitokin yang diproduksi oleh sel Th1
adalah IL-2, IFN-, TNF dll. Sitokin tersebut, terutama IFN-
sangat berperan dalam imunitas seluler dan reaksi radang
kronis.
Penelitian yang dilakukan oleh Wamboldt, dkk.
(2003), terhadap pasien yang menderita penyakit atopi (rinitis
alergika), ternyata pada pasien atopi dengan gejala klinis
manifes didapatkan kadar kortisol yang lebih rendah secara
bermakna dibandingkan dengan kontrol orang normal dan
pasien atopi yang tanpa gejala. Buske-Kirschbaum, dkk.
(2002) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pada orang
atopi terjadi hiporesponsitivitas sumbu HPA sehingga
mensistesis cortisol lebih rendah. Suatu studi yang sejak lama
dan sampai saat ini konsisten bahwa pada DA terjadi
peningkatan kadar NE secara signifikan. Norepinefrin
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 159

berperan dalam regulasi imun melalui reseptornya yang ada di


susunan saraf pusat maupun di permukaan sel
imunokompetens. Kortisol dan NE sangat berperan terhadap
regulasi Th1/Th2, NE secara langsung meningkatkan sistesis
IL-10 sebagai akibat dominasi peran Th2. Demikian juga
peran neuropeptid lainnya berperan dalam mempertahankan
barier kulit melalui aktivitas kelenjar sebaseous dan sel Mast.
Jadi ada suatu paradigma baru dalam hal hubungan
antara stress dengan penyakit alergi. Selain keseimbangan
Th1 dan Th2, homeostatis juga dipertahankan oleh
kesembangan glukokortikoid (sumbu HPA) dan norepinefrin
(sumbu SAM) yang hasil akhirnya adalah dominasi sel Th1
atau sel Th2.
2. Psoriasis Vulgaris

Suatu penelitian prospektif yang melibatkan 150


pasien psoriasis dengan berbagai bentuk dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Semua subyek dilakukan pengukuran
terhadap skala stres psikologisnya dengan suatu kuesioner
yang baku. Dari 150 pasien ternyata sekitar 69% ditemukan
adanya faktor stresor, hal ini sangat bermakna dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang hanya 4% ditemukan dengan
stres (p< 0.05). Penelitian yang lain dengana 50 pasien psorisis
dan 18 kontrol sehat, didapatkan bahwa kadar katekolamin
bebas dalam plasma khususnya norepinefrin meningkat secara
signifikan dibandingkan dengan kontrol (p <0.005);
sedangkan epinefrin and dopamine peningkatannya tidak
signifikan. Ini menunjukan bahwa katekolamin sangat
berperan dalam kekambuhan psoriasis. Stresor juga
meningkatkan sistesis nerve growth factor (NGF), sitokin ini
bersama substance P sangat berperan dalam proliferasi
160 Pengantar Psikoneuroimunologi

keratinosit, sehingga dapat memicu terbentuknya lesi


psoriasis.
3. Urtikaria Kronis

Urtikaria merupakan penyakit yang multifaktorial,


sebagaian besar adalah idiopatik dengan penyebab dan
patofisiologi yang kurang jelas. Akhir-akhir ini telah diketahui
bahwa neuropeptid terutama neuropeptid Y dan substance P
(SP) memegang peran dalam terjadinya urtikaria, oleh karena
ditemukannya reseptor untuk kedua neuropeptid tersebut di
permukaan sel Mast. Stresor dapat meningkatkan ikatan
langsung SP di permukaan sel Mast yang akan mengaktivasi
granulasi sel Mast untuk melepaskan mediatornya (histamin).
Selain untuk neuropeptid juga telah dibuktikan ditemukan
reseptor untuk CRH di permukaan sel Mast, sehingga
rangsangan dari hipothalamus akibat stresor dapat
meningkatkan degranulasi sel Mast.
4. Alopecia Areata

Penyebab alopecia areata belum diketahui dengan


jelas, salah satu adalah akibat
Stres yang
mekanisme otoimun. Namun
berkepanjangan juga
beberapa penelitian terkini dapat menginduksi
mengungankapkan bahwa serat simpatetik
kebanyakan onset awal alopesia untuk memproduksi
areata disebabkan karena faktor neurotransmiter yang
stresor psikis, hal ini dapat dapat menmbulkan
dibuktikan dari suatu penelitian peradangan
neurogenik.
terhadap 178 pasien dengan
alopecia areata (AA) yang
diwawancarai ternyata serangan pertama terjadi akibat stresor
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 161

psikologis setidanknya selama 6 bulan. Keadaan ini dapat


diterangkan bahwa pada folikel rambut ditemukan adanya
reseptor untuk CRH, dan reseptor dari beberapa neuropeptid.
Stresor dapat mengaktivasi sumbu HPA untuk meningkatkan
sintesis CRH, yang kemudian diikuti oleh produksi peptid
derivat proopiomelanocortin yang dapat meninmbulkan
peradangan pada folikel rambut. Stres yang berkepanjangan
juga dapat menginduksi serat simpatetik untuk memproduksi
neurotransmiter yang dapat menmbulkan peradangan
neurogenik.
5. Acne Vulgaris

Telah terbukti bahwa acne vulgaris sangat erat


hubungannya dengan stresor psikologis sebagai faktor
pencetus. Suatu penelitian yang peran hipothalamus yang
melepaskan CRH. Kelenjar sebaseus pada kulit memiliki
reseptor CRH, sehingga CRH dapat merangsang pembetukan
sebum hal ini sebagai penyebab kekambuhan acne vulgaris.
Penelitian terkini menyatakan bahwa kelenjar sebum
selain mengekspresikan reseptor untuk CRH, juga dijumpai
memiliki reseptor terhadap melanocortins, β-endorphin,
vasoactive intestinal polypeptide (VIP), neuropeptide Y and
calcitonin gene-related peptide. Neuropeptid tersebut dapat
menyebabkan peradangan neurogenik. Ikatan antara
neuropeptid tersebut dengan reseptornya akan meningkatkan
produksi sitokin proinflamasi, proliferation, differentiation,
lipogenesis pada sebosit.
Stres psikologi dapat memperberat akne vulgaris
namun mekanisme hubungan antara stres dan pencetus akne
melalui peningkatan produksi sebum masih belum diketahui.
162 Pengantar Psikoneuroimunologi

Akne dapat mempengaruhi fisik dan psikologi penderitanya


secara signifikan. Patogenesis acne vulgaris adalah
multifaktorial, dimana pengaruh hormon, produksi sebum
dan koloni bakteri berperan paling besar pada patogenesis
akne vulgaris. Stres psikologi juga terindentifikasi sebagai
pencetus acne vulgaris. Survei terbaru pada 215 mahasiswa
kedokteran mendapatkan bahwa stres psikologi
terindentifikasi sebagai penyebab akne vulgaris yaitu sebesar
67%. Penelitian lain menunjukkan bahwa stres psikologi dapat
menggangu fungsi imun dan fungsi barier kulit. Tidak banyak
penelitian yang dapat menjelaskan mekanisme yang melatar
belakangi hubungan stres psikologi dengan akne vulgaris (Gil
dkk., 2007; Zouboulis dkk., 2004).
Stres akan meningkatkan produksi corticotropin
releasing hormon (CRH). Corticotropin releasing hormon
yang dikenal sebagai stres hormon merupakan kordinator
utama terhadap respon stres yang dapat disekresikan oleh
berbagai sel kulit termasuk epidermis dan keratinosit folikel
rambut, sebosit dan sel mast. Corticotropin releasing hormon
menginduksi sintesis lipid secara langsung dan meningkatkan
konversi Dehydroepiandrosterone (DHEAS) adalah hormon
steroid yang dibuat oleh kelenjar adrenal pada laki-laki dan
perempuan, menjadi testosteron dalam sebosit. Proses in
menjadi dasar sebagai penghubung antara stres dan produksi
sebum. Propionybacterium acnes meningkatkan ekspresi
CRH dalam epidermis. Jalur yang mengaktivasi keratinosit
CRH akan mempengaruhi diferensiasi keratinosit, aktivitas
lipogenik dan proses inflamasi yang memicu pembentukan
mikrokomedo dan lesi inflamasi akne.
Penelitian Zouboulis dkk. memperkirakan adanya
peran CRH pada respon kulit terhadap stres yang
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 163

mempengaruhi kelenjar sebasea untuk mensintesis lipid


sebum. Peran neuropeptida juga terdeteksi pada serabut saraf
imunoreaktif yang letaknya dekat kelenjar sebasea. Stres juga
mempengaruhi produksi mediator dan lipid yang terlibat
dalam proses inflamasi. Hubungan antara jumlah sebum dan
derajat keparahan akne selama kondisi stres yang tinggi
menunjukkan hubungan yang positif antara semua
pengukuran sebum dan derajat akne tipe papulopustular.
Penelitian oleh Youn dkk. juga menunjukkan adanya
hubungan yang kuat antara derajat keparahan akne dengan
stres psikologis. Pada penelitian tersebut diduga bahwa
peningkatan kadar sebum tidak secara langsung menyebabkan
terbentuknya lesi akne. Penelitian lain mendapatkan bahwa
meningkatnya stres tidak berhubungan dengan peningkatan
jumlah produksi sebum namun memiliki hubungan positif
dengan derajat keparahan akne. Hal ini diperkirakan adanya
mediator lain yang dikaitkan dengan stres psikologis yang
berperan secara signifikan pada patogenesis akne.

6. Melasma

Gangguan pigmentasi pada kulit dapat diklasifikasikan


menjadi: hipomelanosis atau leukoderma, seperti pada
vitiligo, albinisme. Hypermelanosis coklat atau melanoderma
yang disebabkan oleh meningkatnya pigmen melanin atau
jumlah melanosit di epidermis, seperti pada freckles, melasma
atau lentigo.
Hipermelanosis yang banyak dijumpai dan sangat
menonjol di masyarakat adalah melasma karena kelainan ini
cukup banyak terjadi pada kaum perempuan sehingga dapat
164 Pengantar Psikoneuroimunologi

menyebabkan rasa kurang percaya diri, oleh karena wajahnya


terlihat kusam dan timbul semacam flek hitam. Definisi
melasma sendiri adalah hipermelanosis ireguler berwarna
coklat terang sampai coklat gelap pada daerah yang sering
terpapar sinar matahari seperti wajah, terutama di dahi kedua
pipi, hidung, diatas bibir, dagu dan kadang kadang leher.
Melasma merupakan bentuk epidermal melanotic
hyperpigmentation namun penelitian pada akhir akhir ini
membuktikan bahwa terjadi peningkatan aktivitas dan jumlah
melanosit pada penderita melasma.
Penyebab melasma bersifat multifaktorial, mulai dari
faktor genetik, paparan sinar matahari, perubahan hormonal
baik akibat kehamilan maupun pemberian kontrasepsi oral
atau pengobatan hormon, pemakaian kosmetika, obat
fotosensitizer, anti kejang sampai faktor ras. Melanosit pada
basal epidermis sangat berdekatan dengan ujung saraf (nerve
ending) pada lapisan dermis. Di permukaan melanosit
ditemukan reseptor CRH dan neuropeptid lainnya. Bila
keadaan stres maka CRH akan terjadi overproduksi melanin
sehingga menimbulkan hipermelanosit.
7. Stomatitis Aftosa Rekuren

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu


peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa
ulkus putih kekuningan, dapat mengalami kekambuhan,
secara umum disebut sariawan. Penyebabnya multifaktorial,
salah satu adalah stres mental. Penurunan estrogen
mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga
suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya
gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut,
memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 165

reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan


terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR.
Progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian
epitel mukosa mulut.
Ditemukan serabut saraf perifer pada lesi, selain dari
daerah nekrotik, diduga synaptophysin terdapat vesikel
sinaptik. Selain itu, terbukti mengandung substansi P dan
kalsitonin, yang diketahui stimulasi saraf dan dapat
mengerahkan sel-sel inflamasi dan nekrosis lokal.
8. Penyembuhan Luka

Penelitian tentang proses penyembuhan luka operasi


dilakukan dengan mengamati IL-1, IL-6, dan MMP-9
(Metaloproteinase matriks-9), data memberikan dukungan
lebih lanjut untuk pengaruh stres pada penyembuhan luka
pada perbaikan luka selular tingkat. penelitian ini ini
menunjukkan bahwa intervensi yang dirancang untuk
mengurangi stres presurgical, yang sebelumnya telah
ditemukan untuk memperpendek panjang tinggal di rumah
sakit, dan untuk mengurangi komplikasi pasca operasi, rasa
sakit, dan distress, juga dapat meningkatkan luka perbaikan.
Penelitian menguji hipotesis bahwa pengolahan proteolitik
nectins oleh matriks metaloproteinase (MMP), keluarga
enzim yang mendegradasi berbagai substrat, termasuk
molekul adhesi sel, terlibat dalam efek hippocampal
disebabkan oleh stres. Penelitian sebelumnya telah
menemukan bahwa wanita yang melaporkan lebih tinggi
psikologis stres memiliki tingkat IL-1 dan IL-8 di
laboratorium-luka melepuh diinduksi daripada wanita lain,
menunjukkan stres yang merusak tahap inflamasi luka
perbaikan.
166 Pengantar Psikoneuroimunologi

9. Keloid Dan Hipertrofi Jaringan Parut

Penyakit fibroproliferation pada kulit seperti


hipertrofi parut dan keloid sangat erat hubungannya dengan
inflamasi neurogenik. Stres psikologis tampaknya merupakan
faktor penting terhadap fibroproliferasi. kita telah
mempelajari faktor-faktor selang yang menghubungkan stres
mekanik dengan pembentukan keloid dan bekas luka.
Mekanisme stres, merangsang mechanosensitive nociceptors
pada serat sensorik di kulit. Merangsang serat saraf untuk
melepaskan neuropeptida, termasuk Substance P dan
neuropeptide Y. Peptida tersebut berikatan dengan
reseptornya diberbagai sel di dermis seperti fibroblast. Selain
itu juga terjadi pelepasan histamin oleh sel mast. Akibatnya,
mengaktifkan sel-sel endotel dan sel otot polos vaskular
merangsang permeabilization vasodilasi. Produksi sitokin,
termasuk Tumor Growth Factor-β dan Nerve Growth Factor.
Sebagai hasil akhir terjadinya proliferasi fibroblat yang
berlebihan.
10. Kerentanan Terhadap Penyakit Infeksi

Secara umum stres akan menimbulkan stresor dapat


mempengaruhi homeostatis melalui mekanisme klasik dari
respon dua sistem neuroendokrinyaitu sistem simpatetik dan
sistem sumbu HPA. Stres akan menyebabkan pelepasan
norepinefrin dari ujung serat simpatetik dan dari sel
chromafin di medula adrenal. Reseptor beta-adrenergik di
permukaan sel imun sangat berperan dalam perkembangan sel
imun terhadap stres. Stimulasi reseptor tersebut alan
meningkatkan siklik AMP intra seluler yang kemudian
menyebabkan regulasi sistem imun berupa proliferasi dan
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 167

migrasi dari limfosit, sekresi antibodiaktifitas sitotoksik,


aktivitas makrofag, hambatan sitokin, ekspresi antigen pada
antigen presenting cell (APC) dan sebagainya.
Demikian juga terhadap sumbu HPA akan terjadi
peningkatan glukokortikoid, hormon ini penting dalam
reegulasi sitem imun, namun karena adanya
ketidakseimbangan antara kedua sistem neuroendokrin
tersebut terjadi pergeseran antara sel Th1 dan sel Th2 yang
menyebabkan menurunnya imunitas seluler hal ini akan
menyebabkan peningkatan suseptibilitas terhadap berbagai
infeksi mikroorganisme secara umum
11. Infeksi Virus Herpes

Telah lama diketahui bahwa kekambuhan herpes


simplek rekuren yang disebabkan oleh herpes simplex virus
(HSV) disebabkan karena berbagai faktor, salah satu
diantaranya adalah faktor stresor, baik stresor fisik maupun
stresor psikis. Secara imunologis kekambuhan herpes simolex
rekuren terjadi akibat akibat menurunnya imunitas seluler,
sehingga virus akan menyebar dari ganglion sensoris ke kulit
dan menimbulkan gejala klinis. Namun bagaimana peran
stresor psikis terhadap kekambuhan belum diketahui dengan
pasti. Dengan pendekatan Psikoneuroimunologi, telah
diketahui bahwa stresor akan merangsang hipotalamus dan
susunan saraf simpatis akan melepaskan beberapa hormon
dan neurotransmiter lainnya yang ternyata mempunyai efek
terhadap sel-sel efektor imunologis seperti makrofag, sel
natural killer, sel mast, sel Th dan sebagainya. Akibatnya,
akan terjadi penekanan imunitas seluler dan aktivasi imunitas
humoral.
168 Pengantar Psikoneuroimunologi

Berdasarkan fakta-fakta imunologis inilah dapat


menerangkan patogenesis kekambuhan infeksi VHS rekuren
yang dicetuskan oleh faktor stresor. Setelah infeksi primer di
kulit atau mukosa oleh HSV, virus akan bersifat laten di
ganglion. Setelah terjadi reaktivasi akibat menurunnya
imunitas, virus akan menyebar melalui serat saraf ke kulit atau
mukosa sehingga menimbulkan gejala klinis.
12. Stres Mempercepat Perkembangan Virus HIV.

Dugaan yang populer bahwa stres buruk bagi


kesehatan mendapat dukungan dari peninjauan penelitian
baru-baru ini yang menunjukkan bahwa stres psikologis
mengarah pada pengembangan HIV/AIDS dan penyakit lain.
Journal of the American Medical Association edisi 10 Oktober
2007 melaporkan tentang peninjauan terhadap penelitian
yang pernah diterbitkan (dipimpin oleh Institute of
Medicine). Para peneliti menilai hubungan antara stres
psikologis dan pengembangan empat penyakit utama: "Stres
psikologis terjadi apabila seseorang beranggapan bahwa
tuntutan lingkungan yang membebani atau melampaui
kapasitas ketahanannya," penulis menulis sebagai latar
belakang.
Para peneliti menemukan bukti bahwa stres berperan
dalam percepatan pengembangan penyakit HIV,
kardiovaskular, dan depresi. Tetapi penelitian tentang kanker
menghasilkan data yang bertentangan. Tetapi stres kronis
terkait dengan pekerjaan atau rasa kesal dari hari ke hari lebih
menyokong terhadap kondisi kardiovaskular misalnya
penyakit jantung koroner.
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 169

Data tentang hubungan antara stres dan HIV/AIDS


kurang jelas, tetapi penelitian yang diterbitkan di masa ART
(Anti Retrovirus Terapi) sejak 2000, secara tetap
menunjukkan hubungan antara stres dan pengembangan
penyakit HIV. Sheldon Cohen berpendapat bahwa
penatalaksanaan ART yang rumit dapat menambah stres, dan
selanjutnya stres mengarah pada masalah kepatuhan terhadap
pengobatan. "Setiap orang berbeda sehubungan dengan
tingkat pengembangan
tergantung pada fase infeksi "Kebanyakan orang
HIV yang berhasil dilalui," yang walaupun
dihadapkan dengan
penulis menulis. "Beberapa
kejadian traumatis tetap
Odha bertahan tanpa gejala bertahan sehat. Stres
untuk jangka waktu yang meningkatkan risiko
lama dan menanggapi terhadap pengembangan
pengobatan dengan sangat penyakit, tetapi hal ini
baik, sementara yang lain tidak berarti bahwa
berlanjut cepat pada AIDS, hanya karena Anda
dihadapkan pada
dan menderita sejumlah
peristiwa yang
kerumitan dan infeksi membebani, Anda akan
oportunistik. Stres mungkin jatuh sakit.”
bertanggung jawab terhadap
sebagian dari keragaman
penyebab pengembangan
HIV ini."
Perubahan biologis misalnya ketidakseimbangan
hormon dan perubahan susunan saraf yang mengganggu
fungsi kekebalan. Hal ini dapat mengarah pada penyakit
infeksi yang semakin parah, termasuk kanker yang
disebabkan oleh virus. Dalam kasus HIV/AIDS, perubahan ini
dapat mendorong peningkatan replikasi virus.
170 Pengantar Psikoneuroimunologi

"Dampak stres terhadap pengaturan kekebalan dan


proses peradangan berpotensi mempengaruhi depresi,
penyakit menular, otoimun, dan pembuluh darah koroner,
dan paling tidak beberapa jenis kanker (mis. virus)" penulis
menulis.
Lebih lanjut, orang yang mengalami stres sering
terlibat dalam perilaku yang tidak sehat misalnya merokok,
makanan tidak bergizi, tidak berolahraga dan kurang tidur.
Tetapi, Cohen menekankan dalam siaran pers yang
mengumumkan temuannya, "Kebanyakan orang yang
walaupun dihadapkan dengan kejadian traumatis tetap
bertahan sehat. Stres meningkatkan risiko terhadap
pengembangan penyakit, tetapi hal ini tidak berarti bahwa
hanya karena Anda dihadapkan pada peristiwa yang
membebani, Anda akan jatuh sakit.”
13. Perkembangan dan Metastase Kanker

Stres yang terkait dengan dysregulation dari sistem


kekebalan tubuh. Secara khusus, penurunan mengurangi
proliferasi limfosit dan sel NK adalah cytotoxicitykonsisten
diamati dalam literatur. Sebagaimana dicatat di atas,
pembahasan kita stres yang berhubungan dengan perubahan
imun NK highlightssel karena penting untuk kanker. Sel
NKmemainkan peran penting dalam berbagai fungsi
kekebalan,termasuk pertahanan terhadap infeksi virus dan
pengawasansel tumor. Cytotoxicity sel NK dapat
downregulatedoleh stres, mungkin melalui mekanisme
neuroendokrin.
Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan
merupakan target yang akan dihancurkan oleh sistem
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 171

kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh


sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang
tidak bereaksi terhadap selnya sendiri. Jika sebuah sel menjadi
ganas, antigen baru (yang tidak dikenal oleh sistem kekebalan)
muncul dalam permukaan sel.
Sistem kekebalan Sistem kekebalan mungkin
mungkin mengenali
mengenali antigen baru ini, yang
antigen baru ini,
disebut antigen tumor, sebagai
yang disebut antigen
tumor, sebagai benda benda asing dan bisa mengangkut
asing dan bisa atau menghancurkan sel-sel
mengangkut atau kanker. Tetapi sistem kekebalan
menghancurkan sel- yang berfungsi baikpun tidak
sel kanker. selalu mampu menghancurkan
seluruh sel kanker. Antigen tumor
telah ditemukan pada beberapa
jenis kanker, yaitu melanoma maligna, kanker tulang
(osteosarkoma) dan beberapa kanker saluran pencernaan.
Penderita kanker tersebut memiliki antibodi yang
melawan antigen tumor. Antigen biasanya tidak
mengeluarkan respon kekebalan yang cukup untuk
mengendalikan kanker. Tampaknya antibodi tidak mampu
menghancurkan kanker dan bahkan kadang merangsang
pertumbuhannya.
14. Penyakit Otoimun-Discoid Lupus Erythe-matosus

Lupus eritematosus sistemik (lupus eritematosus


disseminata, lupus) adalah suatu penyakit otoimun menahun
yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai
organ tubuh, termasuk kulit, persendian dan organ dalam.
Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan
dan organ yang berbeda. beratnya penyakit bervariasi mulai
172 Pengantar Psikoneuroimunologi

dari penyakit yang ringan sampai


Lupus adalah suatu
penyakit yang menimbulkan
penyakit otoimun
kecacatan, tergantung dari jumlah menahun yang
dan jenis antibodi yang muncul menimbulkan
dan organ yang terkena. peradangan dan
Mekanisme stres sebagai faktor bisa menyerang
pada Lupus sistemik dapat melalui berbagai organ
tubuh, termasuk
sumbu HPA dan dominasi dari
kulit, persendian
interferon-gama. Peneliti lain juga dan organ dalam.
membuktikan pada Lupus terjadi
hiperprolaktin dalam darah
pasien.
Stres oksidatif meningkatkan SLE, dan memberikan
kontribusi untuk disfungsi sistem kekebalan tubuh, yang
abnormal aktivasi dan pengolahan sinyal sel-kematian,
produksi autoantibodi dan komorbiditas yang fatal. Spesies
oksigen reaktif yang berlebihan (ROS) formasi dapat
menginduksi oksidatif menekankan; Oleh karena itu, sel
memiliki jaringan antioksidan untuk mengais kelebihan ROS.
Mutasi pada gen NRF2, faktor transkripsi dari jalur respon
antioksidan dikaitkan dengan risiko nefritis pada pasien SLE.
Selain itu, peningkatan serum nitrat dan kadar nitrit,
homocysteine metabolisme dan oksidasi protein serum juga
telah terbukti berhubungan dengan aktivitas penyakit dan
kerusakan jaringan pada SLE. Juga, peningkatan
malondialdehid (MDA) lipid peroksidasi penanda dan enzim
antioksidan diubah, superoxide dismutase (SOD), katalase
(CAT) dan glutathione peroxidase (GPx) pada pasien dengan
SLE. Selanjutnya, Systemic Lupus Erythematosus Disease
Activity Index (SLEDAI) lebih tinggi dikaitkan dengan
tingkat serum albumin rendah di LN.
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 173

15. Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit


peradangan dari beberapa
Sitokin dan
persendian dengan penyebab dan reseptor dianggap
pathologisnya belum diketahui memainkan peran
dengan pasti, namun ada bukti besar dalam
keterlibatan dari sistem saraf pusat perkembangan
dan dominasi peran sel Th1 proses peradangan
dibandingkan sel Th2. Bukti sendi.
lainnya menunjukkan bahwa faktor
stres berhubungan dengan peningkatan severitas dari RA.
Mekanisme hubungan stres dengan RA dapat melalui sumbu
HPA, sumbu SAM maupun melalui aktivari neuropeptide.
Sitokin dan reseptor dianggap memainkan peran besar
dalam perkembangan proses peradangan sendi. Sitokin pro-
inflamasi seperti IL -1, TNFa, dan IL-6, yang terlibat dalam
degradasi tulang yang berkaitan dengan rheumatoid arthritis.
Kadar IL-6 dan IL-2 receptor diduga terjadi peningkatan
sesuai dengan severitas penyakit.
Di samping perubahan yang diturunkan monosit
sitokin, diperkirakan bahwa aktivitas limfosit T memberikan
kontribusi untuk perkembangan penyakit melalui
ketidakseimbangan Th1 dan Th2, pada pasien RA terjadi
peningkatan interferon (IFN, IL-2), mRNA, dan sitokin pro-
inflamasi, sementara Th2 (IL-4 dan IL-10) memiliki efek
inhibisi pada fungsi monosit, downregulasi produksi IL-1, IL-
6, dan TNF, dan mendorong produksi inhibitor endogen
reseptor TNF. Ekdhal C et al (1991) membuktikan
neuropeptide beta-endorphin dan beta-lipoprotein lebih
rendah dibandingkan orang sehat. Atas dasar penemuan
174 Pengantar Psikoneuroimunologi

tersebut, neuropeptide dan penggunaan anti-inflamasi sitokin


dalam pengobatan rheumatoid perlu dipertimbangkan
16. Proses Penuaan Dini

Telomer merupakan struktur pelindung yang terletak


pada ujung dari kromosom, telomere melindungi dari
kerusakan DNA dan juga menjaga kesetabilan genetis. Stres
psikologis akan menyebabkan peningkatan stres oksidatif dan
radikal bebas dan konsentrasi dari reactive oxygen species
(ROS) yang akan menyebabkan kerusakan molekuler sampai
terjadi malfungsi.
Stres oksidatif adalah keadaan di mana jumlah radikal
bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk
menetralisirnya. Akibatnya intesitas proses oksidasi sel-sel
tubuh normal menjadi semakin tinggi dan menimbulkan
kerusakan yang lebih banyak termasuk kerusakan atau
menurunnya aktivitas telomerase. Sebagai konsekuensi akhir
akan terjadi proses penuaan dini dan timbulnya penyakit
degeneratif lainnya seperti kanker, penyakit jantung,
alzheimer, dan lain-lain.
17. Gangguan Ereksi

Disfungsi gonad akibat stres terdiri dari gangguan


aksis hipotalamus-pituitari-gonad (HPA) dan
spermatogenesis. Berbagai stres menyebabkan perubahan
dalam sekresi neurotransmitter dan hormon, antara lain
hormon androgen (Nielsen, 2007). Aktivasi sistem stres akan
memicu penurunan fungsi reproduksi, yaitu produksi LH dan
FSH (Mastokaros dkk., 2005). Pada penelitian King dkk.
(2005) didapatkan bahwa kadar testosteron berkorelasi
dengan stres secara signifikan, tetapi korelasi tersebut berbeda
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 175

antara laki-laki dan perempuan. Korelasi linear didapatkan


pada perempuan, yaitu adanya stres menyebabkan kadar
testosteron yang meningkat sedangkan pada laki-laki
didapatkan bahwa stres menyebabkan testosteron yang
menurun.
Pada penelitian Sapolsky (1986) yang menggunakan
olive baboons dalam penelitiannya mendapatkan peningkatan
konsentrasi testosteron pada baboon jantan selama periode
awal setelah terpapar stres. Katekolamin dapat meningkatkan
konsentrasi testosteron sementara waktu melalui beberapa
mekanisme. Katekolamin
Korelasi linear simpatetis dilepaskan saat stres
didapatkan pada dan bekerja di perifer secara
perempuan, yaitu langsung atau permisif memicu
adanya stres
peningkatan konsentrasi
menyebabkan kadar
testosteron yang testosteron. Hal ini dapat terjadi
meningkat sedangkan melalui peningkatan aliran darah
pada laki-laki melewati testis dan atau melalui
didapatkan bahwa stimulasi langsung pelepasan
stres menyebabkan testosteron oleh katekolamin.
testosteron yang Pelepasan testosteron tersebut
menurun.
dapat terjadi dalam beberapa cara,
antara lain meningkatkan
konsentrasi LH, kolesterol, glukosa dan atau oksigen sampai
sel interstisial. Kemungkinan lain adalah katekolamin
meningkatkan kadar testosteron melalui supresi sementara
aromatisasi perifer T terhadap estrogen.
Stres akut akan menurunkan konsentrasi LH dan
testosteron pada baboon liar dan mekanisme dari supresi
tersebut tidak diketahui. Opioid yang dilepaskan selama stres
tampaknya bekerja pada pituitari dan hipotalamus untuk
176 Pengantar Psikoneuroimunologi

menghambat pelepasan LH sedangkan pemberian naloxone


mencegah penurunan LH selama stres.
18. Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Diabetes mellitus type 1 atau juvenile diabetes adalah


bentuk diabetes sebagai akibat gangguan produksi dari sel beta
pankreas akibat mekanisme otoimun. Akibatnya, kekurangan
insulin menyebabkan peningkatan gula darah maupun di urin.
Gejala klasik adalah polyuria, polydipsia, polyphagia and
penurunan berat badan. Berbeda dengan Diabetes Tidak
Tergantung Insulin (NIDDM) yang disebabkan kegagalan
relatif sel beta dan resistensi insulin. Pada resistensi insulin
terjadi penurunan kemampuan insulin untuk berfungsi
normal, sehingga pemakaian glukosa oleh sel berkurang. Hal
ini dibarengi dengan ketidakmampuan sel beta menambah
produksi insulin, sehingga terjadi kekurangan insulin secara
relatif.
Para ilmuwan telah meneliti efek stres terhadap kadar
glukosa baik pada hewan coba maupun manusia. Penderita
diabetes di bawah stres fisik atau mental secara bermakna
terjadi peningkatan kadar glukosa. Stres fisik, seperti sakit
atau cedera, menyebabkan kadar glukosa darah lebih tinggi
pada diabetes tipe I maupun tipe II. Ketika tubuh berada di
bawah stres, banyak hormon yang dilepaskan yang
menghambat efek insulin. Tujuan hormon-hormon ini adalah
untuk melepaskan energi, dalam bentuk glukosa dan lemak
keperluan sel-sel tubuh. Dengan meningkatkan tingkat gula
darah, proses ini menyediakan bahan bakar untuk apa yang
telah secara tradisional disebut sebagai lari atau melawan
respon (flight or fight response). Tipe keperibadian seseorang
juga sangat mempengaruhi risiko diabet tipe I
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 177

20. Penyakit Graves

Penyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis


(hipertiroid) yang paling sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan
pada wanita dari pada pria. Tanda dan gejala penyakit Graves
yang paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi
dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar
tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, serta
dermopati meskipun jarang.
Patogenesis penyakit Graves sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Namun demikian diduga faktor genetik
dan lingkungan ikut berperan. Berdasarkan ciri-ciri
penyakitnya, penyakit Graves dikelompokkan ke dalam
penyakit otoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi
terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone -
Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.
Faktor stres juga diduga dapat mencetuskan episode
akut penyakit Graves, namun sampai saat ini belum ada
hipotesis yang memperkuat dugaan tersebut. Terjadinya
oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik dan
antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen
yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada
fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin
yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi
fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan
pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.
178 Pengantar Psikoneuroimunologi

21. Penyakit Kardio-vaskuler

Proses peradangan memegang peranan penting dalam


penyakit aterosklerosis. Sejak awal tahun 1990, perhatian
terhadap faktor-faktor imunologi dalam penyakit
kardiovaskular telah secara dramatis meningkat sebagai
konsekuensi dari tiga perkembangan utama:
1. Seroepidemiological studi telah mendokumentasikan
asosiasi antara mikroorganisme seperti cytomegalovirus
dan penyakit arteri koroner (CAD).
2. T limfosit dan makrofag yang kini dikenal menjadi sangat
umum terdapat dalam plak aterosklerotik.
3. Bukti yang mendukung peningkatan saling keterkaitan
antara koagulasi, fibrinolytic, dan proses inflamasi.
Sebuah penelitian yang
Stres mempengaruhi
berbeda menunjukkan bahwa respon imun
faktor-faktor psikologis akut terutama ekpresi
maupun kronis berhubungan ICAM dan L-
dengan peningkatan risiko selectin yang
penyakit jantung koroner dan berlebihan pada
manifestasi klinis sebagai individu dengan
hipertensi.
sindrom koroner akut, termasuk
infark miokard. Mekanisme yang
patofisiologi akuntansi untuk hubungan antara faktor-faktor
psikologis mungkin melibatkan proses imunologi.
Tiga kategori faktor risiko psikologis (akut, episodik,
dan kronis) relevan dengan progresifitas penyakit jantung
koroner dan perubahan patologis yang sesuai dalam arteri
koroner, hal ini menunjukkan bahwa stres mempengaruhi
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 179

respon imun terutama ekpresi ICAM dan L-selectin yang


berlebihan pada individu dengan hipertensi.
22. Asma Bronkhial

Imunopatogenesis asma bronkial mirip dengan


penyakit alergi lainnya seperti dermatitis atopik dan rinitis
alergika. Stresor psikologis mempunyai kemampuan untuk
menstimulasi saraf melalaui sumbu HPA dan sumbu SAM
dengan menghasilkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin.
Reseptor adrenergik berada pada sel T dan B, reseptor
tersebut dapat mengatur respons humoral yang terlibat dalam
asma dengan pelepasan interleukin (IL)-4, IL-5 dan IL-13
akibat paparan alergen, demikian juga pelepasan histamin
oleh sel mast, perekrutan eosinofil dan eosinofil aktif
sepanjang jalan nafas. Aktivasi SAM akan menyebabkan
pelepasan neurotransmiter asetilkolin yang menyebabkan
bronkokonstriksi dan sekresi mukus. Peneliti lain juga
membuktikan bahwa pada pasien asma terjadi
hiporesponsivitas dari sumbu HPA terhadap stres sehingga
hormon kortisol sebagai hasil akhir dari sumbu HPA
menurun, lebih rendah dari orang sehat. Kortisol adalah
hormon yang mempunyai fungsi penting untuk menekan
aktivitas sel Th2.
Dengan adanya bukti-bukti bahwa stres sangat
berpengaruh dalam kekambuhan asma, maka demikian
pentingnya intervensi lingkungan sosial dan keluarga dalam
menangani pasien asma.
23. Ulkus Peptikum

Tukak lambung atau Peptic ulcer adalah gangguan


pencernaan berupa suatu luka terbuka yang terbentuk pada
180 Pengantar Psikoneuroimunologi

selaput lendir pelapis dalam lambung (gastric ulcer), lapisan


mukosa esofagus bagian bawah, dan usus halus terutama
bagian duodenum (duodenal ulcer).
Tanda-tanda atau gejala yang sering terjadi pada
penderita tukak lambung yaitu terasa sakit yang menggigit-
gigit di daerah lambung dan menjalar ke punggung, perut
terasa panas, perih, penuh/begah, dan kembung, nafsu makan
menurun, wajah pucat, keringat dingin, kepala pusing, mual,
dan muntah yang terasa asam. Efek lain yaitu penurunan berat
badan.
Serangan biasanya langsung terjadi setelah makan atau
kira-kira 2-3 jam setelah makan, dan ketika lambung kosong.
Serangan rasa sakit akan menjadi lebih hebat setelah minum
alkohol, aspirin, kopi, jus jeruk, makanan yang mengandung
rempah atau bumbu yang merangsang seperti lada dan cabe,
adanya tekanan emosional atau stres, kurang istirahat, dan
merokok. Pada kasus tukak lambung yang parah maka
ulkus/lukanya dapat berdarah sehingga mengalir melalui
saluran pencernaan dan dapat menyebabkan muntah
bercampur darah yang berwarna coklat seperti kopi dan feses
berwarna kehitaman karena bercampur darah. Apabila hal ini
terjadi diperlukan perawatan dokter untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut.Tukak lambung terbentuk karena
lapisan mukosa menjadi lemah, walaupun penyebab jelasnya
belum diketahui secara pasti namun ada beberapa faktor yang
menjadi pemicunya, yaitu :
1. Adanya stress dan tekanan emosional yang berlebihan
pada seseorang. Stress dapat menyebabkan sekresi
lambung berlebihan, sehingga dalam waktu yang lama
dapat mengikis lambung, duodenum atau esofagus.
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 181

2. Adanya sekresi asam lambung yang berlebihan. Asam


lambung yang berlebihan dapat mengiritasi dan
menurunkan kemampuan fungsi mukosa lambung
tersebut.
3. Kembalinya asam lambung ke atas melalui dinding yang
rusak karena gastritis (radang lambung) kronis atau
karena iritasi alkohol
24. Irritable Bowel Syndrome

Irritable bowel syndrome (IBS) adalah gangguan pada


seluruh saluran pencernaan yang menyebabkan nyeri perut
dan sembelit atau diare. Penyebab IBS tidak jelas. Pada
beberapa pasien IBS, saluran cerna khususnya yang sensitif
terhadap rangsangan-penderita dapat mengalami
ketidaknyamanan karena gas usus atau kontraksi yang pada
orang lain tidak menimbulkan gangguan. Meskipun
perubahan gerakan usus besar yang terjadi pada IBS dapat
terlihat berhubungan dengan kontraksi usus yang abnormal,
tidak semua penderita IBS mengalami kontraksi abnormal,
dan sebagian besar mengalami, kontraksi abnormal tidak
selalu merupakan gejala.
Faktor emosional (misal, stress, gelisah, depresi, dan
takut), makanan, obat-obatan, hormon, atau iritan kecil bisa
memicu atau memperburuk serangan (penyakit atau
serangan) pada IBS. Untuk beberapa orang, makanan kalori-
tinggi atau makanan tinggi-lemak kemungkinan bisa memicu.
Untuk orang lain, gandum, produk susu, kopi, teh, atau buah
jeruk tampaknya bisa membuat gejala-gejala tersebut. Karena
banyak produk makanan yang mengandung beberapa bahan-
bahan, yang kemungkinan sulit untuk mengidentifikasi
pemicu khusus.
182 Pengantar Psikoneuroimunologi

Yang lain menemukan bahwa makan terlalu cepat


atau makan setelah jangka waktu yang terlalu lama tanpa
makanan menjadi pemicu. Meskipun begitu, hubungannya
tidak konsisten. Seseorang tidak selalu mendapatkan gejala-
gejala setelah pemicu biasa, dan gejala-gejala seringkali
muncul tanpa berbagai pemicu yang jelas. Hal ini tidak jelas
bagaimana seluruh pemicu tersebut berhubungan dengan
penyebab IBS.
25. Interstitial Cystitis

Interstitial cystitis (IC) adalah istilah yang telah


digunakan untuk merujuk pada sindrom klinik yang
dikarakteristikan oleh urgensi urinary yang kronis
(merasakan keperluan untuk membuang air kecil segera) dan
frekuensi buang air kecil yang sering, biasanya dengan
ketidaknyamanan atau tekanan suprapubic dan biasanya bebas
(hilang) dengan membuang air kecil.
Gejala-gejala dari kondisi ini bervariasi diantara
individu-individu dan mungkin bahkan bervariasi dengan
waktu pada individu yang sama. Istilah "cystitis" merujuk pada
peradangan apa saja dari kantong kemih. Berlawanan pada
bacterial cystitis yang berakibat dari infeksi pada kantong
kemih, tidak ada organisme infeksius telah diidentifikasi pada
orang-orang dengan interstitial cystitis.
Pada tahun 2006, set yang lain dari kriteria diagnostik
diusulkan oleh European Society untuk studi dari IC/BPS,
yang menyarankan penggunaan dari istilah bladder pain
syndrome (BPS). Beberapa peneliti membuktikan stres
psikologis akut dapat mengaktifkan sel mast kandung kemih
yang muncul untuk memainkan peran penting dalam
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 183

patofisiologi sistitis interstisial, sebuah sindrom yang terjadi


terutama pada wanita dan ditandai oleh urin urgensi,
frekuensi dan nyeri suprapubik, yang semuanya sering
memburuk dengan stres.
26. Migren

Faktor stres psikologis telah diketahui dapat memicu


atau memperberat migren, hal ini telah dibuktikan bahwa sel-
sel mast di susunan saraf pusat melepaskan vasoactive,
nociceptive, dan mediator pro-inflamasi lainnya akibat stres.
Hal ini bisa terjadi melalui sumbu HPA maupun sumbu CRH-
sel mast. Percobaan hewan menunjukkan bahwa stres yang
menyebabkan 70% degranulasi sel mast dalam selaput otak
tikus. Aktivasi sel mast karena stres hewan coba dapat di
netralkan capsaicin hal ini menunjukkan bahwa neuropeptida
di ujung saraf sensoris terlibat dalam proses ini. Inhibisi
komplit dapat dicapai dengan pemberian antiserum poliklonal
untuk CRH. Sel-sel mast di dura yang terlokalisasi dekat
dengan proses saraf yang mengandung substansi P. Temuan
ini memiliki implikasi terhadap patofisiologi, kemungkinan
adanya gangguan inflamasi neurogenik.
184 Pengantar Psikoneuroimunologi

Referensi
1. Koo J. Psychodermatology: The Mind and Skin Connection.
American Family Physician, 2001;64[11]:1873-1878.
2. Moynhan JA and Ader R. 1996. Psychoneuroimmunology:
Animal Models of Disease. Psychosomatic Medicine; 58:
546-558.
3. Seiffert K. et al. Psychophysiological Reactivity under Mental
Stress in Atopic Dermatitis. Dermatology,2004; 183:1-9.
4. Benea D. et al. Stress and Atopic Dermatitis. Dermatol
Psychosom 2001;2:205–207
5. Buske-Kirschbaum A., Geiben A., Hollig H.,
Morschhauser E., and Hellhammer D. 2002. Altered
Responsiveness of the Hypothalamus-Pituitary-Adrenal Axis
and the Sympathetic Adrenomedullary System to Stress in
Patient with Atopic Dermatitis. J Clin Endocrinol Metab 87:
4245-4251.
6. Jessica M. et al. Psychological Stress and the Cutaneous
Immune Response: Roles of the HPA Axis and the Sympathetic
Nervous Systemin Atopic Dermatitis and Psoriasis.
Dermatology Research and Practice. 2012:1-11.
7. Zangeneh F.Z. et al. The Significance of Stress Hormone in
Psoriasis. Acta Medica Iranica 2008; 46(6): 485-488.
8. Siba Prasad Raychaudhuri. Neuroimmunologic Aspects of
Psoriasis. Cutis,2000;66: 357-362
9. Theoharis C. et al. Corticotropin-Releasing Hormone Induces
Skin Mast Cell Degranulation and Increased Vascular
Permeability, A Possible Explanation for Its Proinflammatory
Effects Endocrinology. 1998; 139:403–413
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 185

10. Atefi N. et al. 2011. Psychological status in patients with


chronic urticaria. Med Jour of Islamic Republic of Iran.
25[4]: 200-204
11. Sharma P. et al. Psychological aspects of Alopecia Areata.
Indian Journal of Mental Health, 2015; 2[1]:19-26
12. Franziska M. et al. Psychosocial Stress and Coping in Alopecia
Areata: A Questionnaire Survey and Qualitative Study Among
45 Patients. Acta Derm Venereol 2011: 91: 318–327
13. Yosipotic G, et al. Study of Psychological stress, sebum
production and acne vulgaris. Acta Derm Venereolo, 2007:
87: 135-139.
14. Do JE, et al. Psychosocial aspect of acne vulgaris. Ann
Dermatol, 2009; 21[2]: 125-129
15. Camila de Barros Gallo. Psychological Stress and Recurrent
Aphtous Stomatitis. CLINICS 2009; 64[7]:645-8
16. Broadbent E. et al. Psychological Stress Impairs Early Wound
Repair Following Surgery. Psychosomatic Medicine, 2003;
65:865–869.
17. Vileikyte L. Stress and wound healing. Clinics in
Dermatology, 2007; 25: 49–55.
18. Sherdian J, et al. Psychoneuroimmunology: Stress Effects on
Pathogenesis and Immunity during Infection. Cilinical
Microbiology Review,1994;7[2]: 200-212.
19. Singh G.P. Psychosocial aspects of Hansen's disease (leprosy).
Indian Dermatol Online J. 2012; 3[3]: 166–170.
20. Noisakran S., et al. Role of the Hypothalamic Pituitary
Adrenal Axis and IL-6 in Stress-Induced Reactivation of Latent
186 Pengantar Psikoneuroimunologi

Herpes Simplex Virus Type 1. The Journal of Immunology,


1998, 160: 5441–5447
21. Padget D., et al. Social stress and the reactivation of latent
herpes simplex virus type 1. Proc. Natl. Acad. Sci. 1998; 95:
7231–7235
22. Balbin E.G. Stress and coping:the psychoneuroimmunology of
HIV/AIDS. Clinical Endocrinology and Metabolism, 1999;
13[4]: 615-633.
23. Vallath N. Perspective Psychoneuroimmunology on Oncology.
Indian J Palliative Care, 2006;12[1]: 29-33
24. Powell N.D.,et al. Psychosocial stress and inflammation in
cancer. Brain, Behavior, and Immunity, 2013; 30:S41–S47.
25. Ljudmila S.,et al. Stress as a trigger of autoimmune
disease.Autoimmunity Reviews, 2008; 7: 209–213.
26. Afton L H and Daniel J C. The role of stress in rheumatic
diseases, Hassett and Clauw Arthritis Research & Therapy,
2010; 12[123]:1-3.
27. Sabine J M. Psychophysiological Responses to Stress after Stress
Management Training in Patients with Rheumatoid Arthritis,
PLoS ONE, 2011; 6(12): e27432-e27432.
28. Elissa S., et al. The Psychoneuroendocrinology of
Aging.Handbook of Health Psychology and Aging, edited by
Carolyn M., et al. 2007:119-141
29. Epel E S., et al. Psychological and metabolic stress: A recipe for
accelerated cellular aging?. Hormones, 2009; 8[1]:7 -22
30. Vinod H N. Effects of psychological stress on male fertility,
Nat. Rev. Urol. 2015; 12: 373–382
Penyakit Kulit Yang Dicetuskan Oleh Faktor Stress 187

31. Blazej M., et al. Hypothalamic-pituitary regulation of


reproductive functions. Med Sci Monit, 1999; 5[6]: 1268-
1279
32. Cathy L., et al. Stress and Diabetes: A Review of the Links.
Diabetes Spectrum, 2005; 18[2]: 121-127
33. Trovato G M., et all. Psychological stress measure in type 2
diabetes. European Review for Medical and
Pharmacological Sciences 2006; 10: 69-74
34. Tetsuya Mizokami., et al. Stress and Thyroid
Autoimmunity.Thyroid, 2004; 14[12]: 1047-1055
35. Sari D H., et al. Mental Stress and Coronary Artery Disease: A
Multidisciplinary Guide. Progress in Cardiovascular
Disease, 2006; 49[2]: 106-122
36. Muwei L., et al. Psychological stress increases expression of
aortic plaque intercellular adhesion molecule-1 and
seruminflammatory cytokines in atherosclerotic rabbit model.
Journal of Geriatric Cardiology,2008; 5[4]: 235-242
37. Ryan J L., et al. Psychological Factors in Asthma. Allergy,
Asthma, and Clinical Immunology, 2008; 4[1]: 12–28
38. Yoshiyuki M., et al. Bronchial Asthma: Psychosomatic aspect.
JMAJ, 2003; 46[5]: 204–207
39. Susan L., et al. Stress and Peptic Ulcer Disease. JAMA,
1999;6[281]: 10-12
40. Naila R., et al. Central Dopaminergic Systemand Its
Implications in Stress-Mediated Neurological Disorders and
Gastric Ulcers: Short Review. Advances in Pharmacological
Sciences,2012: 1-11
188 Pengantar Psikoneuroimunologi

41. Tadakazu Hisamatsu. Psychological aspects of infl ammatory


bowel disease. J Gastroenterol 2007; 42[Suppl XVII]:34–40
42. Robbins M T., et al. Chronic Psychological Stress Enhances
Nociceptive Processing in the Urinary Bladder in High-Anxiety
Rats. Physiol Behav. 2007; 91[5]: 544–550.
43. Henry L. Correlation Between Psychological Stress Levels and
the Severity of Overactive Bladder Symptoms. Division of
Urologic Surgery, Depart of Surgery, Washington
University School of Medicine. . BMC Urology, 2015;
15[14]: 1-7
44. Astrid M B., et al. Associations between stress and migraine
and tension-type headache: Results from a school-based study in
adolescents from grammar schools in Germany.
Cephalalgia,2011; 31[7]: 775-785
45. Shamoon N., et al. Role of Stress in Progression of Migraine.
International Journal of Endorsing Health Science Research,
2014; 2 [2]: 67-71.
11
Kedokteran
Terpadu
190 Pengantar Psikoneuroimunologi

P erkembangan ilmu kedokteran telah begitu pesat


sehingga banyak penyakit yang dahulu tidak
diketahui penyebab dan patogenesisnya, kini telah diketahui.
Bahkan masa mendatang, dengan kemajuan biologi molekuler
akan dapat diproduksi beberapa hormon dan organ tubuh
manusia melalui proses transgenik dan kloning, hal ini
terobosan baru dalam ilmu kedokteran. Namun tidak
selamanya demikian, beberapa penyakit masih mengandung
misteri yang sulit diungkapkan, seperti TBC, paru, lepra,
kanker dll. Ilmu kedokteran modern hanya mengandalkan
pengamatan dari kemampuan panca indra yang terbatas.
Parameter adanya penyebab penyakit dan patogenesisnya
hanya berdasarkan fakta-fakta empiris dilaboratorium saja
sehingga pendekatan modern bersifat organobiologis.
Oleh karena itu dewasa ini, beberapa rumah sakit di
dunia telah menyelaraskan sistem pengobatan antara metode
ilmu kedokteran modern dengan cara pengobatan lainnya
sepanjang berbasis bukti (evidence based). Metode pengobatan
ini memiliki sejarah perjalanan yang panjang dengan berbagai
sebutan. Dahulu dikenal dengan nama alternative medicine,
dengan mengikutsertakan para traditional healer.
Perkembangan berikutnya menjadi complementary and
alternative medicine (CAM), kini di Amerika telah
diperkenalkan metode Integrative Medicine (Kedokteran
terpadu).
Untuk penyakit-penyakit yang berbasis psikoneuro-
imunologi, faktor stres memegang peran maka selain
dilakukan pendekatan terapi kedokteran modern juga
dilakukan pendekatan terhadap intervensi mental, pikiran dan
suasana kejiwaan pasien. Metode ini telah banyak
Kedokteran Terpadu 191

diperkenalkan yang pada perinsipnya adalah melakukan


reprograming dari pikiran pasien, secara populer hal ini
disebut Mind-Body Medicine. Berikut ini akan diungkapkan
beberapa hal yang paling sering digunakan.
1. Selalu Berpikir Positif

Cara yang paling sederhana dalam terapi mind-body


med adalah dengan tersenyum pada setiap situasi. Mulailah
dengan tersenyum. Kita tersenyum ketika kita berbahagia.
Tetapi hubungan antara senyum
Tersenyum dan emosi positif adalah seperti
mentransmisikan dalam jalan dua arah. Tersenyum
impuls syaraf dari mebuat kita berbahagia.
otot wajah ke sistem
limbik, bagian dari Menurut psikolog Robert
otak yang memainkan Cooper, Ph.D. tersenyum
peranan penting pada mentransmisikan impuls syaraf
emosi. Tersenyum dari otot wajah ke sistem limbik,
meningkatkan bagian dari otak yang
keseimbangan kimia
memainkan peranan penting
syaraf tubuh dari
depresi dan pada emosi. Tersenyum
meningkatkan rasa meningkatkan keseimbangan
nyaman. kimia syaraf tubuh dari depresi
dan meningkatkan rasa nyaman.
Cobalah tersenyum sekarang juga, senyum jangan ditahan,
senyumlah dengan sepenuh hati, akan merasa lebih bahagia.
”Kebahagiaan membutuhkan tindakan, cobalah untuk
tidak merasa kikuk, kunjungi teman, pijat santai, sayangi
binatang, menghias rumah rumah, pergi ke konser, hadiri
kegiatan keagamaan, sedekah kepada yang kurang beruntung,
bila liburan gunakan untuk kegiatan positif yang penting
192 Pengantar Psikoneuroimunologi

selalu berpikir positif, jangan mendahulukan pikiran negatif,


iri dan sebagainya” demikian saran psikolog Jennifer James,
Ph.D, pengarang Women and the Blues.
2. Psikoterapi

Cara terapi psikoanalisa Freud jangka panjang telah


digantikan secara besar-besaran oleh terapi bicara jangka
pendek. Hasil studi dari Institut Kesehatan Mental Nasional
Amerika Serikat menunjukkan bahwa setelah 16 minggu
psikoterapi, 55% penderita depresi ringan sampai menengah
dilaporkan mengalami perbaikan yang cukup signifikan.
Terapi macam apa yang harus Anda coba? Dan bagaimana
anda bisa menemukan ahli terapi yang baik? Hasil studi
tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara klien dengan
ahli terapi lebih penting daripada cara terapi yang digunakan
dokter. Sebagian besar ahli terapi yang berpengalaman
menggunakan kombinasi dari bermacam-macam pendekatan.
Carilah seseorang yang anda sukai, seseorang yang tampaknya
'menyukai' Anda, yang punya pandangan, empati dan
kesabaran.
3. Hipnoterapi

Pada dasarnya hipnoterapi adalah seni komunikasi


dengan alam bawah sadar dan melakukan reprograming dari
memori bawah sadar. Hipnoterapi ini ternyata mampu
mengangkat sugesti positif dalam diri kita. Sugesti yang
terbukti mampu mengusir berbagai macam gangguan
kesehatan, bahkan kecanduan. Dalam hipnoterapi, pasien
dipandu sacara sadar. Pasien mampu merespon apa yang
dilakukan oleh terapis dalam proses terapi. Di luar negeri dan
di Indonesia sudah mulai banyak klinik hipnoterapi untuk
Kedokteran Terpadu 193

kepentingan kedokteran seperti hypno-analgesia,


hypnosliming, hypnobirthing, berhenti merokok, depresi, dan
penyakit-penyakit yang berbasiskan psikoneuroimunologi.
Hipnoterapi memperlakukan pasien sebagai subyek.
Jadi, langkah terapi juga akan disampaikan dulu kepada
pasien. Jadi pasien akan menerima penjelasan lengkap
mengenai apa dan bagaimana hipnoterapi. Selain itu, juga
akan diminta menceritakan apa masalah Anda. Demikian
diungkapkan oleh salah satu dosen di bagian psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesiai.
Langkah awalnya adalah mengkondisikan pasien ke
dalam tahap relaksasi untuk membangkitkan alam bawah
sadarnya. Dalam kondisi seperti ini, pasien akan diberi
sugesti, sugesti positif secara terus menerus. Jika Anda ingin
menghentikan kebiasaan merokok, misalnya yang ditekakan
adalah hal-hal positif bila berhenti merokok. Anda juga akan
diminta untuk menggambarkan di dalam pikiran Anda
bagaimana bersihnya paru-paru tanpa asap rokok, dan betapa
sehat dan segar tubuh tanpa asap rokok.
Penelitian membuktikan bahwa hipnoterapi bisa
digunakan untuk meredakan nyeri operasi kecil, melahirkan
dan migren, melancarkan pernapasan, serta mengatasi
gangguan pencernaan. Sebuah riset lain dilakukan Carol
Ginandes, Ph.D. dkk. dari Universitas Harvard. Mereka
menerapkan hipnoterapi pada pasien patah tulang. Pasien ini
menjalani hipnoterapi selama beberapa waktu. Hasilnya,
terbukti mempercepat proses penyembuhan tulang yang
fraktur. Penelitian yang lain juga menemukan bahwa
hipnoterapi dapat membantu pasien kanker yang menjalani
kemoterapi. Mereka yang menjalani hipnoterapi selama dan
194 Pengantar Psikoneuroimunologi

sesudah kemoterapi hampir tak pernah merasakan mual atau


muntah- seperti lazim yang dialami pasien kemoterapi. Perlu
diingat bahwa peran terapis dalam hipnoterapi sebagai
fasilitator, pasien akan dilatih mempraktikannya
4.Terapi Pijat dan Relaksasi

Manusia tak dapat hidup tanpa sentuhan. Anak-anak


lahir buta atau tuli dapat hidup
Bayi yang normal, tetapi bayi yang
kekurangan kekurangan sentuhan menjadi
sentuhan menjadi menarik diri, kurang semangat,
menarik diri, berhenti tersenyum, gejala klasik
kurang semangat,
dari depresi. Jika kekurangan
berhenti tersenyum,
gejala klasik dari sentuhan tetap berlanjut, itu bisa
depresi. berakibat fatal. Di 'Touch Research
Institute' di Universitas Kedokteran
Miami di Florida, psikolog Tiffany Field, Ph.D. telah
melakukan terapi massage gaya Swedia selama 20 menit dua
kali seminggu kepada wanita yang masuk rumah sakit karena
depresi setelah melahirkan. Tingkat hormon stress di
darahnya menurun, dan mereka dilaporkan mengalami
peningkatan rasa enak.
5. Meditasi

Orang yang melakukan meditasi (atau berlatih respons


relaksasi gaya Barat) sering dilaporkan mengalami perbaikan
emosi dan rasa enak. Pada suatu studi dengan 154 wanita yang
menderita depresi karena menderita kanker payudara, peneliti
Inggris membagi sepertiga sebagai kelompok kontrol,
sepertiga lagi diajarkan kombinasi dari respons relaksasi dan
terapi visualisasi dengan menggunakan imajinasi yang
Kedokteran Terpadu 195

menyenangkan dan membuat rileks. Kelompok terakhir


diajarkan relaksasi otot secara progresif, cara meditasi yang
lain.
Sebelum dan setelah test menunjukkan bahwa
kelompok kontrol tetap depresi, tetapi kedua kelompok terapi
relaksasi memberikan respons yang signifikan dalam
peningkatan rasa nyaman. Beberapa studi telah menunjukkan
peningkatan rasa enak pada penderita depresi yang secara
reguler berlatih respons relaksasi, kata Herbert Benson, MD,
peneliti Harvard yang mempopulerkan respons relaksasi, dan
memperkenalkan meditasi ke Amerika.
6. Terapi Musik

Terapi musik adalah pemanfaatan alunan musik dan


elemen musik untuk meningkatkan dan merawat kesehatan
fisik, memperbaiki mental, emosional, dan kesehatan spiritual
klien. Terapi musik terdiri dari 2
Musik ternyata
elemen utama yaitu elemen terapi bersifat terapeutik
dan elemen musik. Elemen terapi dan bersifat
yang meliputi keterampilan musik menyembuhkan.
bagi terapis, membangun hubungan
terapis dengan klien, aktifitas yang terstruktur dan dianjurkan
oleh tim ynag merawat klien untuk mencapai tujuan yang
spesifik dan obektif bagi klien. Elemen musik sebagai alat
utama yang meliputi irama, melodi, da harmoni. Terapi musik
dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu menyanyi,
mencipta lagu, memainkan alat musik, improvisaso,
mendiskusi lirik dan mendengarkan musik.
Musik ternyata bersifat terapeutik dan bersifat
menyembuhkan. Musik menghasilkan rangsangan ritmis yang
196 Pengantar Psikoneuroimunologi

di tangkap oleh organ pendengaran dan diolah di dalam


sistem limbik kemudian diterukan ke sistem endokrin di otak
yang mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme
internal pendengar. Ritme internal ini mempengaruhi
metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung
dengan lebih baik. Metabolisme yang lebih baik akan
mengakibatkan tubuh mampu membangun sistem kekbalan
yang lebih baik, dan dengan sistem kekebalaan yang lebih baik
tubuh menjadi lebih tangguh terhadap kemungkinan serangan
penyakit.
Kedokteran Terpadu 197

Referensi
1. Astin JA. 2003. Mind-Body Medicine: State of the Science,
Implication for Practice. J Am Board Fam Pract; 16: 131-
147
2. Barraclough J. 2001. Integrated Cancer Care. Oxford
University Press
3. Bressner R, (2008) Hypnotherapy
4. Byrd RC. 1988. Positive Theraeutic Effects of Intercessory
Prayer in a Coronary Care Unit Population. Southern
Medical Journal; 81: 826-829.
5. Lusting Jeff. 2006. Health and Spirituality. 2006. Pain
Headache Rep. 10: 41-46
6. National Center for Complementary and Alternative
Medicine
7. Wisneski L and Andreson L. 2005. The Scientific Basis of
Integrative Medicine. Oxford University Press.
198 Pengantar Psikoneuroimunologi
Riwayat Singkat
Penulis
200 Pengantar Psikoneuroimunologi

Made Wardhana dilahirkan di Singaraja 11 Agustus 1953.


Menamatkan pendidikan kedokteran
di Fakkultas Kedokteran Universitas
Udayana tahun 1980, langsung
mengabdi di almaternya sebagai
asisten di Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin FK Unud.
Kemudian tahun 1986 melanjutkan
spesialisasi di bidang Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, selesai
tahun 1990, dan kembali menjadi dosen di FK Unud. Kini
sedang menyelesaikan program doktornya di Universitas
Udayana. Kegemaran menulisnya telah digeluti sejak
mahasiswa.
Panggilan nuraninya untuk menekuni masalah
spiritual sejak tahun 1998, dan sejak mengenal seorang Guru
Kerohanian yang bonafide dan juga seorang ilmuwan, Beliau
adalah His Holiness Bhaktisvarupa Damodara Swami (T.D.
Singh, Ph.D), Wardhana semakin memantapkan diri untuk
mulai menekuni pengetahuan vedanta. Berkat karunia dari
guru kerohaniannya mendapat kesempatan untuk mengikuti
dan sebagai pembicara dalam konferensi international tentang
’Science and Spirituality’ di Roma Italia), Manipur (India).
Wardhana juga aktif dalam kegiatan ilmiah yang
berkaitan dengan kulit, beberapa pertemuan ilmiah seperti di
Vancouver (Kanada), Korea, Jepang, Thailand, beberapa
negara lainnya dan juga diseluruh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai