Konsep Fisika Dalam Dunia Farmasi Kelarutan Dan Disolusi Obat
Konsep Fisika Dalam Dunia Farmasi Kelarutan Dan Disolusi Obat
A. Mutia Herawaty
NIM. 12.201.0220
KELAS T.12
Dosen
ESRA J SINAMBELLA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR 2013
Fisika Dasar 2
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oleh karena itu, ilmu fisika sangat penting untuk dipahami. Hal ini sangat
penting dalam penerapannya untuk mendukung seorang farmasis menghasilkan produk
farmasi dengan konsistensi yang baik dan dengan kualitas terjamin.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Kelarutan
Berasal dari kata dasar “larut” yang memiliki beragam definisi baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Namun ringkasan dari berbagai sumber, definisi larut
sangatlah sederhana, yaitu dispersi molekuler dari suatu zat dalam sutu medium.
Dengan demikian, larutan musti terdiri dari dua komponen utama, yaitu zat yang terlarut
(solut) dan medium (solven). Sedangkan ukuran suatu zat dapat melarut dalam suatu
medium dinamakan kelarutan.
2. Proses pemurnian
3. Memberikan informasi ttg sifat fisika kimia obat, adanya interaksi antar
komponen obat, lipofilisitas, rancangan obat (Log P)
4. Proses disolusi dan absorbsi obat
5. Gambaran profil farmakokinetika obat
Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam
pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana zat
padat melarut. Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut.
Dalam penentuan kecepatan disolusi dari berbagai bentuk sediaan padat terlibat
berbagai proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses
pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses
pengembangan, proses ddisintegrasi, dan degradasi sediaan, merupakan sebagaian dari
faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan.
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya
larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak
dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak
menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang
ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih
banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasi
obat atau kompleksasi.
Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sistem biologis
mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalm tubuh. Oleh karena itu konsentrasi
obat, bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran molekulnya, pKa dan ikatan proteinnya
adalah faktor-faktor kimia dan fisika yang harus dipahami untuk mendesain suatu
sediaan. Hal ini meliputi faktor difusi dan disolusi obat.
Fisika Dasar 5
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat
Pada saat suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh, selanjutnya terjadi proses
absorbsi ke dalam sirkulasi darah dan akan didistribusikan ke seluruh cairan dan
jaringan tubuh. Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki pelarut yang cepat,
berarti efek yang ditimbulkan juga akan semakin cepat, begitu juga sebaliknya.
Proses pelarutan tablet melalui proses disolusi yaitu melarutnya senyawa aktif
dari bentuk sediaannya (padat) ke dalam media pelarut. Setelah obat dalam larutan,
selanjutnya terjadi proses absorbsi ke dalam darah dan di bawa ke seluruh cairan dan
jaringan tubuh. Apabila zat aktif memiliki kecepatan pelarut yang cepat, berarti efek
yang ditimbulkan juga semakin cepat, begitu pula sebaliknya.
Lepasnya suatu obat dari sistem pemberian meliputi faktor disolusi dan
difusi. Laju disolusi adalah sebagai salah satu faktor yang meliputi dan mempengaruhi
pelepasan obat.
Uji disolusi untuk mengetahui terlarutnya zat aktif dalam waktu tertentu
menggunakan alat disolution tester. Kriteria penerimaan menurut FI IV adalah:
Kecepatan Pelarutan
dimana :
Banyak cara untuk mengungkapkan hasil kecepatan pelarutan suat zat atau
sediaan. Selain persamaan di atas cara lain untuk mengungkapkan pelarutan adalah
sebagai berikut :
1. Metode Klasik
Metode ini dapat menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang
kemudian dikenal dengan T-20, T-50, T-90, dan sebagainya. Karena dengan metode ini
hanya menyebutkan 1 titik saja, maka proses yang terjadi di luar titik tersebut tida
diketahui. Titik terebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu.
2. Metode Khan
Metode ini kemudian dikenal dengan konsep dissolution efficiency (DE)area di bawah
kurva disolusi di antara titik waktu yang ditentukan.
Uji disolusi hamper di semua negar telah mengikuti kriteria dan peralatan
yang sama. Sedangkan metode dan peralatan secara rinci dinyatakan dalam masing-
masing farmakope, seperti jecepatan pengadukan, komposisi volume media dan ukuran
mesh dapat bervariasi untuk monografi individu obat dan masing-masing farmakope.
Disolusi suatu kapsul atau tablet adalah jumlah atau persen zat berkhasiat
dari suatu sediaan padat yang terlarut pada suatu waktu tertentu dalam kondisi baku
yaitu pada suhu, kecepatan pengadukan dan komposisi media tertentu . Uji disolusi
merupakan suatu parameter penting dalam pengembangan produk dan pengendalian
mutu obat. Kecepatan disolusi yang dinyatakan dalam prosen persatuan waktu , adalah
suatu karakteristik mutu yang penting dalam menilai mutu obat yang digunakan peroral
untuk mendapatkan efek sistemik.
Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
Fisika Dasar 9
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat
Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas permukaan
efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi akan
diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam air
juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih
mudah larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa bebas. Obat dapat
membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang
berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal secara
umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf,
kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk
kristal (Shargel dan Yu, 1999).
2. Faktor formulasi
Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat
mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara
medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung
dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti
magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium
disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan
obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak
larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih
sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi (Shargel dan Yu,
1999)
Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan
perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi
kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan
semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu temperatur,
viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan sampel juga dapat
Fisika Dasar 10
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat
Semua tablet dalam USP harus melalui pengujian disolusi yang dilakukan secara
resmi yang dilakukan in vitro dengan alat uji khusus. Secara singkat alat ini terdiri
dari rak keranjang yang dipasang berisi 6 gelas (Chamber), alat yang digunakan ada
dua cara yaitu alat dayung yang diputar untuk melarutkan obat/tablet, dan metode
kedua dengan cara keranjang yang ujungnya terbuka, siikat secara vertical di atas
latar belakang dari kawat steinless yang berupa ayakan dengan ukuran mesh,
keranjang ini dinaik turunkan permenit.
Uji disolusi dilakukan supaya komponen obat sepenuhnyya tersedia untuk diabsorpsi
dalam saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya ke
dalam cairan tubuh untuk dilarutkan. Daya hancur tablet juga penting untuk
mengandung bahan obat seperti antasida dan anti diare.
Fisika Dasar 11
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Pada proses disolusi obat terdapat banyak kaitan terhadap ilmu fisika,
terutama kelarutan suatu zat. Kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu merupakan sifat
fisika. Dimana pengertian kelarutan itu sendiri adalah dispersi molekuler dari suatu zat
dalam satu medium. Sedangkan pada disolusi obat, peranan dan pengaruh kelarutan
sangat penting karena sangat berpengaruh terhadap “perjalanan” obat di dalam tubuh.
Jika obat tidak dapat larut dalam air maka akan sangat sulit baginya untuk terdisolusi
dari sediaannya. Sedangkan jika tidak mampu melarut dalam lipid maka akan terhambat
proses absorbsinya. Dengan demikian obat seharusnya memiliki kedua sifat baik lipofil
maupun hidrofil.
Hal ini menunjukkan bahwa ilmu fisika memiliki kaitan yang besar dengan
dunia farmasi, baik dalam pembuatan sediaan ataupun alat yang digunakan serta tehnik
pembuatan sediaan. Kaitan disolusi obat dengan kelarutan hanya satu dari sekian
banyak contoh kaitan ilmu fisika dalam dunia farmasi.
III.2 Saran
Kami sangat mengharapkan agar ibu dosen akan membahas lebih jauh
penerapan serta kaitan ilmu fisika dalam dunia farmasi sehingga kami semakin mengerti
konsep dasar farmasi. Dan dari pembaca yang memiliki informasi lain tentang fisika
farmasi ini, juga diharapkan bisa saling berbagi guna menambah pemahaman tentang
penemuan fisika farmasi.
Fisika Dasar 12
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM, (1995), “ Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Ditjen POM, (1995), “ Farmakope Indonesia”, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Ansel, Howard C., (1985), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, UI Press, Jakarta, 91,92.
Martin, A., et.all., (1993), “ Farmasi Fisika “, Edisi III, Bagian II, Penerbit UI Jakarta, 827.
Gennaro, A. R., et all., (1990), “ Remingto’s Pharmaceutical Sciensces “, Edisi 18th, Marck
Publishing Company, Easton, Pensylvania, 591.