Anda di halaman 1dari 12

DISUSUN OLEH

A. Mutia Herawaty
NIM. 12.201.0220
KELAS T.12

Dosen
ESRA J SINAMBELLA

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR 2013
Fisika Dasar 2
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Ilmu fisika telah digunakan dan diterapkan oleh manusia berabad-abad


sebelum Masehi. Catatan sejarah menyabutkan bahwa perkembangan ilmu fisika
dimulai sekitar 2400 SM, ketika kebudayaan Harappan menggunakan suatu benda untuk
memperkirakan sudut bintang di angkasa. Sejak saat itu, ilmu fisika telah berkembang
dengan sangat pesat dan penerapannya pun tidak hanya pada ilmu fisika itu sendiri.

Penerapan ilmu fisika telah berkembang seiring dengan berkembangnya


ilmu tersebut. Berbagai disiplin ilmu kini juga berkaitan dengan fisika dan embutuhkan
ilmu fisika , baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu contohnya yaitu
keterkaitan antara ilmu fisika dengan dunia farmasi. Keterkaitan tersebut dapat
ditunjukkan pada salah satu sifat fisika, yaitu kelarutan dengan ilmu farmasi. Pada
penerapannya pun, kelarutan memegang peranan penting karena berkaitan dengan
berbagai bentuk sediaan dan formulasi obat.

Oleh karena itu, ilmu fisika sangat penting untuk dipahami. Hal ini sangat
penting dalam penerapannya untuk mendukung seorang farmasis menghasilkan produk
farmasi dengan konsistensi yang baik dan dengan kualitas terjamin.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara ilmu fisika dengan farmasi?


Bagaimanakah aplikasi imu fisika dalam dunia farmasi ?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui hubungan antara ilmu fisika dengan farmasi.

Untuk mengetahui penerapan ilmu fisika dalam proses disolusi obat.


Fisika Dasar 3
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Kelarutan

Berasal dari kata dasar “larut” yang memiliki beragam definisi baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Namun ringkasan dari berbagai sumber, definisi larut
sangatlah sederhana, yaitu dispersi molekuler dari suatu zat dalam sutu medium.
Dengan demikian, larutan musti terdiri dari dua komponen utama, yaitu zat yang terlarut
(solut) dan medium (solven). Sedangkan ukuran suatu zat dapat melarut dalam suatu
medium dinamakan kelarutan.

Mengapa seorang farmasis harus mempelajari kelarutan? Seberapa besarkah


pengaruh kelarutan di bidang farmasi?

Mengapa begitu banyak sediaan tablet parasetamol, bukankah akan lebih


cepat parasetamol menurunkan demam jika dibuat dalam sediaan injeksi?! Di sisi lain,
mengapa asetosal tidak dibuat dalam sediaan sirup? Tidak bisakah omega-3 dibuat
sediaan sirup karena emulsi membuatnya tampak kurang menarik?

Mempelajari kelarutan bukan sekedar mengamati hilangnya gula pasir


ketika ibu membuatkan secangkir teh manis untuk ayah. Pertanyaan yg mestinya
muncul adalah mengapa airnya harus panas (tanpa mempedulikan memang teh lebih
sedap dihidangkan panas-panas) dan mengapa juga harus repot-repot mengaduknya?
Apakah memang ada hubungan antara suhu dan pengadukan terhadap kelarutan?

Kelarutan juga sangat berpengaruh terhadap “perjalanan” obat di dalam


tubuh. Jika obat tidak dapat larut dalam air maka akan sangat sulit baginya untuk
terdisolusi dari sediaannya. Sedangkan jika tidak mampu melarut dalam lipid maka
akan terhambat proses absorbsinya. Dengan demikian obat seharusnya memiliki kedua
sifat baik lipofil maupun hidrofil.

Teori kelarutan dlm Farmasi, berkaitan dengan:

1. Pembuatan sediaan farmasi; injeksi, tetes mata, potio dan aerosol


Fisika Dasar 4
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

2. Proses pemurnian
3. Memberikan informasi ttg sifat fisika kimia obat, adanya interaksi antar
komponen obat, lipofilisitas, rancangan obat (Log P)
4. Proses disolusi dan absorbsi obat
5. Gambaran profil farmakokinetika obat

II.2 Disolusi Obat

Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam
pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana zat
padat melarut. Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut.
Dalam penentuan kecepatan disolusi dari berbagai bentuk sediaan padat terlibat
berbagai proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses
pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses
pengembangan, proses ddisintegrasi, dan degradasi sediaan, merupakan sebagaian dari
faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan.

Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya
larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak
dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak
menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang
ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih
banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasi
obat atau kompleksasi.

Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sistem biologis
mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalm tubuh. Oleh karena itu konsentrasi
obat, bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran molekulnya, pKa dan ikatan proteinnya
adalah faktor-faktor kimia dan fisika yang harus dipahami untuk mendesain suatu
sediaan. Hal ini meliputi faktor difusi dan disolusi obat.
Fisika Dasar 5
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

Pada saat suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh, selanjutnya terjadi proses
absorbsi ke dalam sirkulasi darah dan akan didistribusikan ke seluruh cairan dan
jaringan tubuh. Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki pelarut yang cepat,
berarti efek yang ditimbulkan juga akan semakin cepat, begitu juga sebaliknya.

Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan kemudian diabsorbsi dalam tubuh dan


dikontrol oleh sifat fisika, kimia obat dan bentuk obat yang diberikan dan juga fisiologis
dari sistem biologis. Konsentrasi obat, kelarutan dalam air, ukuran molekul, bentuk
kristal, pKa dan ikatan protein adalah faktor-faktor fisika dan kimia yang harus
dipahami untuk mendesain pemberian yang menunjukkan suatu karakteristik terkontrol.
Lepasnya suatu obat dari sistem pemberian meliputi faktor disolusi dan difusi.

Proses pelarutan tablet melalui proses disolusi yaitu melarutnya senyawa aktif
dari bentuk sediaannya (padat) ke dalam media pelarut. Setelah obat dalam larutan,
selanjutnya terjadi proses absorbsi ke dalam darah dan di bawa ke seluruh cairan dan
jaringan tubuh. Apabila zat aktif memiliki kecepatan pelarut yang cepat, berarti efek
yang ditimbulkan juga semakin cepat, begitu pula sebaliknya.

Lepasnya suatu obat dari sistem pemberian meliputi faktor disolusi dan
difusi. Laju disolusi adalah sebagai salah satu faktor yang meliputi dan mempengaruhi
pelepasan obat.

Dalam USP cara pengujian disolusi tablet dinyatakan dalam masing-masing


monografi obat. Pengujian merupakan alat yang objekif dalam menetapkan sifat disolusi
suatu obat yang berada dalam tubuhsangat besar tergantung pada adanya obat dalam
keadaan melarut. Karakteristik disolusi biasa merupakan sifat yang penting dari produk
obat yang memuaskan

Setiap tablet harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat di dalam


monografi untuk kecepatan disolusi.

Pada pengujian disolusi dan penentuan bioavailabilitas dari obat dengan


bentuk sediaan padat menuju pada pendahuluan dari sistem yang sempurna bagi analisa
dan pengujian disolusi tablet. Uji disolusi memperhatikan fasilitas modern untuk
Fisika Dasar 6
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

mengontrol kualitas, digunakan untuk menjaga terjaminnya standar dalam produksi


tablet.

Uji disolusi untuk mengetahui terlarutnya zat aktif dalam waktu tertentu
menggunakan alat disolution tester. Kriteria penerimaan menurut FI IV adalah:

TINGKAT JUMLAH KRITERIA PENERIMAAN


PENGUJIAN YANG DIUJI

S1 6 Tiap unit ≥ Q +5%

S2 6 Rata-rata dari ke 12 unit sediaan (S1+S2) ≥ Q dan tidak satu unit


pun < Q-15%
S3 12 Rata-rata dari 24 unit sediaan (S1+S2+S3)≥ Q tidak lebih dari 2
unit sediaan < Q-15% dan tidak satu unit pun <Q-25%

Kecepatan Pelarutan

Secara sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat


yang terlarut dari bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi waktu.
Dapat juga diartikan sebagai kecepatan larut bahan obat dari sediaan farmasi atau granul
atau partikel-partikel sebagai hasil pecahnya bentuk sediaan obat tersebut setelah
berhubungan dengan cairan medium. Dalam hal tablettent bias diartikan sebagai mass
transfer, yaitu kecepatan pelepasan obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan
tablet ke dalam medium penerima. Penelitian tentang disolusi telah dilakukan oleh
Noyes Whitney dan dalam penelitiannya diperoleh persamaan yang mirip hokum difusi
dari Fick :

dc/dt = DAK (Cs-C)


h

dimana :

dc/ct : laju pelarutan obat

D : tetapan laju difusi

A : luas permukaan partikel


Fisika Dasar 7
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

Cs : kadar obat dalam “stagnant layer”

C : konsentrasi obat dalam bagian terbesar pelarut

K : koefisien partisi munyak/air

h : tebal “stagnant layer”

Dari persamaan di atas terlihat bahwa kinetika pelarutan dapat dipengaruhi


oleh sifat fisikokimia, formulasi, dan pelarut.

Banyak cara untuk mengungkapkan hasil kecepatan pelarutan suat zat atau
sediaan. Selain persamaan di atas cara lain untuk mengungkapkan pelarutan adalah
sebagai berikut :

1. Metode Klasik

Metode ini dapat menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang
kemudian dikenal dengan T-20, T-50, T-90, dan sebagainya. Karena dengan metode ini
hanya menyebutkan 1 titik saja, maka proses yang terjadi di luar titik tersebut tida
diketahui. Titik terebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu.

2. Metode Khan

Metode ini kemudian dikenal dengan konsep dissolution efficiency (DE)area di bawah
kurva disolusi di antara titik waktu yang ditentukan.

Beberapa eneliti mensyaratkan bahwa penggunaan DE sebaiknya mendekati 100% zat


yang terlarut. Keuntungan metode ini adalah :

1. Dapat menggambarkan seluruh proses percobaan yang dimaksud dengan harga


DE
2. Dapat menggambarkan hubungan antara percobaan in vitro dan in vivo karena
penggambaran dengan cara DE ini mirip dengan cara penggambaran pecobaan
in vivo
Fisika Dasar 8
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

3. Metode linierisasi kurva kecepatan pelarutan dengan menggunakan sebagai contoh


persamaan wagner

Berdasarkan pada asumsi sebagai berikut :

a. kondisi percobaan harus dalam keadaan sink yaitu Cs>>>C

b. proses pelarutan mengikuti orde I

c. luas permukaan spesifik (S) turun secara eksponensial fungsi waktu

d. kondisi proes pelarutannya non reaktif

Alat Uji Disolusi Farmakope

Uji disolusi hamper di semua negar telah mengikuti kriteria dan peralatan
yang sama. Sedangkan metode dan peralatan secara rinci dinyatakan dalam masing-
masing farmakope, seperti jecepatan pengadukan, komposisi volume media dan ukuran
mesh dapat bervariasi untuk monografi individu obat dan masing-masing farmakope.

Alat Uji Disolusi 1 dan

Cara pertama yang diuraikan dalam Farmakope Indonesia adalah cara


keranjang yang menggunakan pengaduk jenis keranjang dan cara yang kedua adalah
cara dayung yang menggunakan pengadukan.

Disolusi suatu kapsul atau tablet adalah jumlah atau persen zat berkhasiat
dari suatu sediaan padat yang terlarut pada suatu waktu tertentu dalam kondisi baku
yaitu pada suhu, kecepatan pengadukan dan komposisi media tertentu . Uji disolusi
merupakan suatu parameter penting dalam pengembangan produk dan pengendalian
mutu obat. Kecepatan disolusi yang dinyatakan dalam prosen persatuan waktu , adalah
suatu karakteristik mutu yang penting dalam menilai mutu obat yang digunakan peroral
untuk mendapatkan efek sistemik.

Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
Fisika Dasar 9
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

1. Sifat fisika kimia obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas permukaan
efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi akan
diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam air
juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih
mudah larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa bebas. Obat dapat
membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang
berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal secara
umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf,
kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk
kristal (Shargel dan Yu, 1999).

2. Faktor formulasi

Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat
mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara
medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung
dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti
magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium
disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan
obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak
larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih
sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi (Shargel dan Yu,
1999)

3. Faktor alat dan kondisi lingkungan

Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan
perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi
kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan
semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu temperatur,
viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan sampel juga dapat
Fisika Dasar 10
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

mempengaruhi kecepatan pelarutan obat (Swarbrick dan Boyland, 1994b; Parrott,


1971).

Semua tablet dalam USP harus melalui pengujian disolusi yang dilakukan secara
resmi yang dilakukan in vitro dengan alat uji khusus. Secara singkat alat ini terdiri
dari rak keranjang yang dipasang berisi 6 gelas (Chamber), alat yang digunakan ada
dua cara yaitu alat dayung yang diputar untuk melarutkan obat/tablet, dan metode
kedua dengan cara keranjang yang ujungnya terbuka, siikat secara vertical di atas
latar belakang dari kawat steinless yang berupa ayakan dengan ukuran mesh,
keranjang ini dinaik turunkan permenit.

Uji disolusi dilakukan supaya komponen obat sepenuhnyya tersedia untuk diabsorpsi
dalam saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya ke
dalam cairan tubuh untuk dilarutkan. Daya hancur tablet juga penting untuk
mengandung bahan obat seperti antasida dan anti diare.
Fisika Dasar 11
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Pada proses disolusi obat terdapat banyak kaitan terhadap ilmu fisika,
terutama kelarutan suatu zat. Kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu merupakan sifat
fisika. Dimana pengertian kelarutan itu sendiri adalah dispersi molekuler dari suatu zat
dalam satu medium. Sedangkan pada disolusi obat, peranan dan pengaruh kelarutan
sangat penting karena sangat berpengaruh terhadap “perjalanan” obat di dalam tubuh.
Jika obat tidak dapat larut dalam air maka akan sangat sulit baginya untuk terdisolusi
dari sediaannya. Sedangkan jika tidak mampu melarut dalam lipid maka akan terhambat
proses absorbsinya. Dengan demikian obat seharusnya memiliki kedua sifat baik lipofil
maupun hidrofil.

Hal ini menunjukkan bahwa ilmu fisika memiliki kaitan yang besar dengan
dunia farmasi, baik dalam pembuatan sediaan ataupun alat yang digunakan serta tehnik
pembuatan sediaan. Kaitan disolusi obat dengan kelarutan hanya satu dari sekian
banyak contoh kaitan ilmu fisika dalam dunia farmasi.

III.2 Saran

Kami sangat mengharapkan agar ibu dosen akan membahas lebih jauh
penerapan serta kaitan ilmu fisika dalam dunia farmasi sehingga kami semakin mengerti
konsep dasar farmasi. Dan dari pembaca yang memiliki informasi lain tentang fisika
farmasi ini, juga diharapkan bisa saling berbagi guna menambah pemahaman tentang
penemuan fisika farmasi.
Fisika Dasar 12
Konsep Fisika Dalam Farmasi : Kelarutan dan Disolusi Obat

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM, (1995), “ Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Ditjen POM, (1995), “ Farmakope Indonesia”, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Ansel, Howard C., (1985), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, UI Press, Jakarta, 91,92.

Martin, A., et.all., (1993), “ Farmasi Fisika “, Edisi III, Bagian II, Penerbit UI Jakarta, 827.

Gennaro, A. R., et all., (1990), “ Remingto’s Pharmaceutical Sciensces “, Edisi 18th, Marck
Publishing Company, Easton, Pensylvania, 591.

Farmasi Fisik. Alfred Martin. 1993. Jakarta: UI Press.

Bankers. S. Gilbert. Teori dan praktek Farmasi Industri

Anda mungkin juga menyukai