Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Kecepatan Disolusi

Oleh:
KELOMPOK 4:

Angga Khorniawan 1807113382


Geby Yohana Napitupulu 1807111730
Ratna Mutia Lisanti 1807113208
Ryo Malvin 1807113093
Serly Marcellina Dwi Cantika 1807112829

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Tujuan Praktikum
1. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat.
2. Mempelajari pengaruh suhu dan kecepatan pengadukan terhadap
kecepatan disolusi suatu zat.

1.2 Dasar Teori

1.2.1 Kecepatan Disolusi

Disolusi atau pelarutan didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu


obat dari sediaan padat dalam medium tertentu. Selain itu disolusi juga dikatakan
sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang menghasilkan
suatu dispersi homogen bentuk ion (dispersi molekuler) sedangkan kecepatan
pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau senyawa
obat ke dalam medium tertentu dari suatu padatan. Disolusi merupakan proses
ketika suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan atau
dengan kata lain proses saat zat padat melarut. Maka kecepatan disolusi dapat
dinyatakan sebagai jumlah zat dalam bentuk padatan yang terlarut dalam pelarut
tertentu sebagai fungsi dari waktu. Prinsip disolusi dikendalikan oleh afinitas
antara zat padat dengan pelarut (Sari, 2013).

Menurut Sari (2013), proses pelarutan zat ini dikembangkan oleh Noyes
Whitney dalam bentuk persamaan berikut:

dM/dt=DSh-1(Cs-C)...............................................................................(1.1)
Keterangan:

dM/dt : kecepatan disolusi

D : koefisien difusi

S : luas permukaan zat

Cs : kelarutan zat padat

C : konsentrasi zat dalam larutan saat waktu t

h : tebal lapisan difusi


dm
Dimana M adalah massa terlarut yang dilarutkan pada waktu t. adalah
dt
koefisien laju disolusi dari massa tersebut (massa/waktu) D adalah koefisien difusi
dari zat terlarut dalam larutan.h ketebalan lapis difusi, C3 kelarutan dari zat padat,
yakni konsentrasi larutan jenuh dari senyawa tersebut pada temperature
dc
percobaan. Dan C adalah konsentrasi zat terlarut pada waktu t. Besarnya
dt
adalah laju disolusi dan K adalah volume larutan (Sari, 2013).

Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut


dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah.
Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi.
Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau
mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi
walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi. Contoh yang sederhana adalah
pemberian gula pada cairan teh tawar. Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh
lain adalah uap air dari cerek yang berdifusi dalam udara. Difusi yang paling
sering terjadi adalah difusi molekuler. Difusi ini terjadi jika terbentuk perpindahan
dari sebuah lapisan (layer) molekul yang diam dari solid atau fluida (Raini, 2010).

Laju disolusi bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan ke
dalam beaker yang berisi air atau dimasukkan ke dalam saluran cerna (saluran
gastrointestinum), obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk
padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer. Matriks dapat juga
mengalami disintegrasi menjadi granul-granul. Dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel yang halus. Disintegrasi dengan segala dan
disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari
bentuk dimana obat tersebut diberikan (Raini, 2010)

Menurut Raini (2010) dan Sari (2013), faktor yang dapat mempengaruhi
kecepatan disolusi suatu zat , diantaranya yaitu:
1. Suhu
Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang
bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Menurut
Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :
kT
D=
6 η r .................................................................................................. (1.2)

Keterangan :
D : koefisien difusi
r : jari-jari molekul
k : konstanta Boltzman
ή : viskositas pelarut
T : suhu
2. Viskositas
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu
zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga menurunkan
viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.
3. Medium
Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 N HCl. Dalam
beberapa hal zat tidak larut dalam larutan air, maka zat organik yang dapat
merubah sifat ini atau surfaktan digunakan untuk menambah kelarutan. Gunanya
adalah untuk membantu kondisi “sink” sehinggan kelarutan obat di dalam
medium bukan merupakan faktor penentu dalam proses disolusi. Untuk mencapai
keadaan “sink” maka perbandingan zat aktif dengan volume medium harus dijaga
tetap pada kadar 3-10 kali lebih besar daripada jumlah yang diperlukan bagi suatu
larutan jenuh. Masalah yang mungkin mengganggu adalah adanya gas dari
medium sebelum digunakan. Gelembung udara yang terjadi dalam medium karena
suhu naik dapat mengangkat tablet, sehingga dapat menaikkan kecepatan melarut.
pH Pelarut
pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat
asam atau basa lemah.
a) Untuk asam lemah
dc  Ka 
 K.C.Cs 1   
dt   
H  ....................................................................(1.4)

Jika (H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan
demikian, kecepatan disolusi zat juga meningkat.
b) Untuk basa lemah

dc  H 
 K.C.Cs 1  
dt  Ka   ...………………………………………….(1.5)
Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan
demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.
4. Pengadukan
Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h). jika
pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat berkurang.
Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya kecepatan
pengadukan adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100 rpm tidak
menghasilkan data yang dapat dipakai untuk membeda-bedakan hasil kecepatan
melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan pengadukan perlu lebih dari 100 rpm
maka lebih baik untuk mengubah medium daripada menaikkan rpm. Walaupun
4% penyimpangan masih diperbolehkan, sebaiknya dihindarkan.
5. Ketepatan Letak Vertikal Poros
Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang,
tinggi dan ketepatan posisi dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak yang
kurang sentral dapat menimbulkan hasil yang tinggi, karena hal ini akan
mengakibatkan pengadukan yang lebih hebat di dalam bejana.
6. Goyangnya poros
Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena
dapat menimbulkan pengadukan yang lebih besar di dalam medium. Sebaiknya
digunakan poros dan bejana yang sama dalam posisi sama bagi setiap percobaan
karena masalah yang timbul karena adanya poros yang goyang akan dapat lebih
mudah dideteksi
7. Ukuran Partikel
Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan efektif menjadi
besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.
8. Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Struktur
internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang berbeda
juga.
9. Sifat Permukaan Zat
Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat
hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan permukaan antar
partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi dan
kecepatan disolusinya bertambah (Yelmida, 2009).
10. Vibrasi
Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir
semua masalah vibrasi berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau
adanya penyebab dari luar. Alas dari busa mungkin dapat membantu, tetapi kita
harus hati-hati akibatnya yaitu letak dan kelurusan harus dicek.
11. Gangguan pola aliran
Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran di dalam bejana disolusi dapat
mengakibatkan hasil disolusi yang tinggi. Alat pengambil cuplikan serta adanya
filter pada ujung pipet selama percobaan berlangsung dapat merupakan
penyebabnya.
12. Posisi pengambil cuplikan
Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara
bagian puncak dayung (atau keranjang) dengan permukaan medium (code of
GMP). Cuplikan harus diambil 10-25 mm dari dinding bejana disolusi, karena
bagian ini diperkirakan merupakan bagian yang paling baik pengadukannya.
13. Formulasi bentuk sediaan
Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh tidaklah
selalu disebabkan oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa mungkin juga
disebabkan oleh kualitas atau formulasi produknya sendiri. Beberapa faktor yang
misalnya berperan adalah ukuran partikel dari zat berkhasiat, Mg stearat yang
berlebih sebagai lubrikan, penyalutan terutama dengan shellak dan tidak
memadainya zat penghancur.
14. Kalibrasi alat disolusi
Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal ini
merupakan salah satu faktor yang paling penting. Tanpa melakukannya tidak
dapat kita melihat adanya kelainan pada alat. Untuk mencek alat disolusi
digunakan tablet khusus untuk kalibrasi yaitu tablet prednisolon 50 mg dari USP
yang beredar di pasaran. Tes dilakukan pada kecepatan dayung atau keranjang 50
dan 100 rpm. Kalibrasi harus dilakukan secara teratur minimal setiap enam bulan
sekali.
Disolusi atau pelarutan didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu obat
dari sediaan padat dalam medium tertentu. Selain itu disolusi juga dikatakan
sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang menghasilkan
suatu dispersi homogen bentuk ion (dispersi molekuler) sedangkan kecepatan
pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau senyawa
obat ke dalam medium tertentu dari suatu padatan. Tetapan laju disolusi
merupakan suatu besaran yang menunjukkan jumlah bagian senyawa obat yang
larut dalam media per satuan waktu. Uji disolusi yang diterapkan pada sediaan
obat bertujuan untuk mengukur serta mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut
dalam media pelarut yang diketahui volumnya pada waktu dan suhu tertentu,
menggunakan alat tertentu yang didesain untuk uji parameter disolusi
(Hilaliyati, 2017).

Gambar 1.1 Disolusi Suatu Padatan Matriks (Martin. 2011)

Tahap disolusi meliputi proses pelarutan obat pada permukaan partikel


padat yang membentuk larutan jenuh di sekeliling partikel yang dikenal sebagai
lapisan diam (stagnant layer). Kemudian obat yang terlarut dalam lapisan diam
ini berdifusi ke dalam pelarut dari daerah konsentrasi obat yang tinggi ke daerah
konsentrasi obat yang rendah. Dalam bidang farmasi, pengetahuan mengenai
kecepatan disolusi atau kelarutan sangat diperlukan untuk membantunya memilih
medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu
mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan
farmasetis (di bidang farmasi), dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar
atau uji kemurnian. Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara.
Menurut U. S. Pharmacopeia dan National Formulary, definisi kelarutan obat
adalah jumlah ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Sediaan obat yang
diberikan secara oral di dalam saluran cerna harus mengalami proses pelepasan
dari sediaannya kemudian zat aktif akan melarut dan selanjutnya diabsorpsi.
Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya dan proses pelarutannya sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasi
sediaannya. Salah satu sifat zat aktif yang penting untuk diperhatikan adalah
kelarutan karena pada umumnya zat baru diabsorpsi setelah terlarut dalam cairan
saluran cerna. Oleh karena itu salah satu usaha untuk meningkatkan ketersediaan
hayati suatu sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (Hilalliyati,
2017).
Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa
kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik.
Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih
stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih
mudah terdisolusi daripada bentuk kristal. Faktor formulasi adalah berbagai
macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat mempengaruhi
kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium
tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung dengan
bahan obat (Binarjo, 2017).
Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium
stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi.
Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat,
misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak
larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi
lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi. Faktor
alat dan kondisi lingkungan yaitu adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji
disolusi akan menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan
pengadukan akan mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat
pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat
menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi
dari medium, serta pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan
pelarutan obat (Santi, 2016).
Pada Farmakope Indonesia IV dijelaskan bahwa asam salisilat merupakan
serbuk kristal halus putih, biasanya berbentuk jarum halus, rasa agak manis, tajam
dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Asam salisilat
sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam
eter, larut dalam air mendidih dan agak sukar larut dalam kloroform. Penetapan
kadar asam salisilat dapat dilakukan dengan titrasi asam basa dengan
menggunakan natrium hidroksida dan indikator fenolftalein (Santi, 2016).

Menurut Sinko (2011), banyak cara untuk mengungkapkan hasil kecepatan


pelarutan suatu zat atau sediaan. Selain persamaan di atas cara lain untuk
mengungkapkan pelarutan adalah sebagai berikut :

1. Metode Klasik
Metode ini dapat menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t,
yang kemudian dikenal dengan T-20, T-50, T-90, dan sebagainya. Karena dengan
metode ini hanya menyebutkan 1 titik saja, maka proses yang terjadi di luar titik
tersebut tida diketahui. Titik tersebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut
pada waktu tertentu.

2. Metode Khan
Metode ini kemudian dikenal dengan konsep dissolution efficiency (DE)
area di bawah kurva disolusi di antara titik waktu yang ditentukan. Beberapa
peneliti menyaratkan bahwa penggunaan DE sebaiknya mendekati 100% zat yang
terlarut. Keuntungan metode ini adalah :

a. Dapat menggambarkan seluruh proses percobaan yang dimaksud


dengan harga DE.
b. Dapat menggambarkan hubungan antara percobaan in vitro dan in vivo
karena penggambaran dengan cara DE ini mirip dengan cara
penggambaran percobaan in vivo.
3. Metode linierisasi kurva kecepatan pelarutan dengan menggunakan
sebagai contoh persamaan Wagner.
Berdasarkan pada asumsi sebagai berikut :

a. Kondisi percobaan harus dalam keadaan zink yaitu Cs>>>C.


b. Proses pelarutan mengikuti orde I.
c. Luas permukaan spesifik (S) turun secara eksponensial fungsi waktu.
d. Kondisi proses pelarutannya non reaktif.
Menurut Marin (2011), mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh
kekuatan kimia atau reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair,
dengan mengalami dua langkah berturut-turut :

a. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang
tetap atau film disekitar partikel
b. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair
Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut:

Lapisan film (h) dgn konsentrasi = Cs

Kristal

Massa larutan dengan konsentrasi = Ct

Gambar 1.2 Difusi layer model (theori film) (Marin, 2011)

Pada waktu suatu partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obat


pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan
jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan
larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul
obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membrane
biologis serta absorbsi terjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan
larutan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari
permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut (Martin, 2011).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau
jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu,
laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya
menembus menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu
partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk
dosis yang diberikan , proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang
menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak
hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak
seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi
setelah pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal
dalam lambung atau saluran usus halus (Martin, 2011).
Menurut Sagala (2018), kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat
menjadi tahap pembatasan kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat
padat ada dalam saluran cerna, mama terdapat dua kemungkinan tahap
pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu:
1. Zat aktif mula-mula harus larut
2. Zat aktif harus dapat melewati membran saluran cerna
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis
yang penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi
telah masuk persyaratan wajib USP untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak
tahun 1960. Berbagai studi telah berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan
disolusi invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien terapi,
tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan informasi
berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk (Sagala, 2018).
Menurut Siswanto (2016), pengembangan dan penggunaan uji disolusi
invitro untuk mengevaluasi dan menggambarkan disolusi dan absorbsi invitro
bertujuan:
a) Untuk mengetahui kepentingan bahwa sifat-sifat fisikokimia yang ada
dalam model disolusi dapat berarti atau berpengaruh dalam proses
invivo apabila dikembangkan suatu model yang berhasil meniru
situasi invivo
b) Untuk menyaring zat aktif penting dikaitkan dengan formulasinya
dengan sifat disolusi dan absorbsinya sesuai.
c) Sistem uji disolusi invitro dapat digunakan sebagai prosedur
pengendalian mutu untuk produk akhir.
d) Menjamin kesetaraan hayati (bioekivalen) dari batch yang berbeda
dari bentuk sediaan solid apabila korelasi antara sifat disolusi dan
ketersdiaan hayati telah ditetapkan.
e) Metode yang baik sekali dan handal untuk memantau proses formulasi
dan manufaktur.
f) Penetapan kecepatan disolusi intrinsik berguna untuk mengetahui sifat
disolusi zat aktif yang baru.
g) Agar sistem disolusi invitro bernilai maka system harus meniru secara
dekat sistem invivo sampai tingkat invitro-invivo yang konsisten
tercapai. Oleh karena itu keuntungan dalam biaya, tenaga kerja,
kemudahan dapat diberikan dengan penggunaan system.
1.2.2 Natrium Hidroksida

Natrium Hidroksida atau NaOH, atau terkadang disebut soda api


merupakan senyawa kimia dengan alkali tinggi. Sifat-sifat kimia membuatnya
ideal untuk digunakan dalam berbagai aplikasi yang berbeda. Natrium hidroksida
adalah bahan dasar populer yang digunakan di industri. Sekitar 56% Natrium
hidroksida yang dihasilkan digunakan oleh industri, 25% di antaranya digunakan
oleh industri kertas. Natrium hidroksida juga digunakan dalam pembuatan garam
Natrium dan deterjen, regulasi pH, dan sintesis organik. Ini digunakan dalam
proses produksi aluminium Bayer, secara massal Natrium hidroksida paling sering
ditangani sebagai larutan berair. karena lebih murah dan mudah ditangani
(Reliantari, 2017).
Natrium hidroksida digunakan dalam banyak skenario di mana di inginkan
untuk meningkatkan alkalinitas campuran, atau untuk menetralisir asam, misalnya
dalam industri perminyakan, Natrium hidroksida digunakan sebagai aditif dalam
lumpur pengeboran untuk meningkatkan alkalinitas dalam sistem lumpur bentonit,
untuk meningkatkan viskositas lumpur, dan untuk menetralisir setiap gas asam
(seperti hidrogen sulfida dan karbon dioksida) yang mungkin ditemui dalam
formasi geologi saat pengeboran berlangsung. Natrium hidroksida juga banyak
digunakan dalam pulp kayu untuk membuat serat kertas atau regenerasi. Seiring
dengan Natrium sulfida, Natrium hidroksida adalah komponen kunci dari larutan
cairan putih yang digunakan untuk memisahkan lignin dari serat selulosa dalam
proses kraft. Ini juga memainkan peran kunci dalam beberapa tahap selanjutnya
dari proses pemutihan pulp coklat yang dihasilkan dari proses pulping. Tahapan
ini meliputi delignifikasi oksigen, ekstraksi oksidatif, dan ekstraksi sederhana,
yang kesemuanya membutuhkan lingkungan alkalin yang kuat dengan pH> 10,5
pada akhir tahap (Reliantari, 2017).

1.2.3 Asam Salisilat

Asam salisilat, dikenal juga dengan asam 2-hidroksi benzoat atau


asamortohidro benzoate yang memiliki struktur kimia C7H6O3. Asam salisilat
telah digunakan sebagai bahan terapi topikal lebih dari 100 tahun yang lalu.
Dalam bidang dermatologi, asam salisilat telah lama dikenal dengan khasiat
utamanya sebagai bahan keratolitik. Hingga saat ini asam salisilat masih
digunakan dalam terapi veruka, kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit
kepala, dan iktiosis. Penggunaannya semakin berkembang sebagai bahan peeling
dalam terapi penuaan kulit, melasma, hiperpegmentasi pasca inflamasi, dan akne
(Tamayanti, 2016).

Gambar 1.2 Rumus Struktur Asam Salisilat (Tamayanti, 2016)

Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa terdapat tiga faktor yang


berperan penting pada mekanisme keratolitik asam salisilat yaitu melarutkan
ikatan korneosit, menurunkan ikatan korneosit, melarutkan semen interselluler
dan melonggarkan serta mendisintegrasikan korneosit. Asam salisilat bekerja
sebagai pelarut organik dan menghilangkan ikatan kovalen interselluler yang
berikatan dengan cornified envelope di sekitar keratinosit. Mekanisme kerja zat ini
adalah pemecahan struktur desmosom yang menyebabkan disintegrasi ikatan antar
sel korneosit. Terminologi desmolitik lebih menggambarkan mekanisme kerja
asam salisilat topikal. Efek desmolitik asam salisilat meningkat seiring dengan
peningkatan konsentrasi. Asam salisilat memiliki efek analgetik tetapi jarang
digunakan secara oral karena toksisitasnya relatif tinggi, sehingga yang lebih
sering digunakan adalah senyawa turunannya. Turunan asam salisilat diperoleh
dengan mengubah struktur melalui pengubahan gugus karboksil, substitusi pada
gugus hidroksil, modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil, serta
memasukkan gugus hidoksil atau gugusgugus lain pada cincin aromatik, tujuan
dari modifikasi asam salisilat adalah meningkatkan aktivitas analgesiknya dan
mengurangi efek toksiknya (Tamayanti, 2016).

1.2.4 Titrasi

Titrasi merupakan suatu metodeuntuk menentukan kadar suatu zat dengan


menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-basa
adalah titrasi yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang telah
diketahui konsentrasinya) maupun titrant (zat yang akan ditentukan kadarnya) dan
berdasarkan reaksi penetralan asam-basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya, kadar
larutan basa dapat diketahui dengan menggunakan larutan asam yang diketahui
kadarnya. Titik ekuivalen yaitu pH pada saat asam dan basa (titrant dan titer)
tepat ekuivalen atau secara stoikiometri tepat habis bereaksi.Titrasi yang
menyandarkan pada jumlah volume larutan disebut titrasi volumetri.
Secara teknis, titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan sedikit demi
sedikit larutan penitrasi melalui buret, ke dalam larutan yang akan dititrasi dalam
labu erlenmeyer. Kondisi pada saat terjadi perubahan warna indikator disebut titik
akhir titrasi.Titik akhir titrasi diharapkan mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu
kondisi pada saat larutan asam habis bereaksi dengan larutan basa.Pendekatan
antara titik akhir titrasi dan titik ekuivalen titrasi bergantung pada pH perubahan
warna dari larutan indikator. Jika perubahan warna indikator terletak pada pH titik
ekuivalen, maka titik akhir titrasi sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi, jika
perubahan warna terjadi setelah penambahan larutan penitrasi yang berlebih,
maka titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekuivalen.Titrasi asam basa
merupakan salah satu metode analisis kuantitatif untuk menentukan konsentrasi
dari suatu zat yang ada dalam larutan (Ratnasari, 2016).
Perbedaan antara titik titrasi dengan titik ekuivalen disebut kesalahan
titrasi.Besar kecilnya kesalahan titrasi ditentukan oleh pemilihan indikator.Jika
indikator yang digunakan tepat, maka kesalahan titrasinya kecil.Titrasi asam oleh
basa kuat dan sebaliknya mempunyai titik ekuivalen pada pH 7.Titik ekuivalen
titrasi asam lemah oleh basa kuat terjadi pada pH antara 8 dan 9.Sementara titik
ekuivalen titrasi basa lemah oleh asam kuat berada pada pH asam (Ratnasari,
2016)
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat–alat yang digunakan


1. Alumunium Foil
2. Buret 50 ml (1 buah)
3. Erlenmeyer (5 buah)
4. Gelas Kimia 100 ml (1 buah)
5. Gelas Kimia 1000 ml (1 buah)
6. Gelas Ukur 100 ml (1 buah)
7. Heater
8. Klem
9. Mechanical Stirrer
10. Pipet Tetes (1 buah)
11. Pipet Volume 10 ml (1 buah)
12. Statip
13. Stopwatch
14. Termometer (1 buah)
15. Timbangan Analitik

2.2 Bahan-bahan yang digunakan


1. Aquadest
2. Asam Salisilat
3. Indikator PP
4. NaOH 0,05 N

2.3 Prosedur Percobaan

2.3.1 Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat

1. Gelas kimia diisi dengan 400 mL aquadest.


2. Termometer dipasang pada gelas kimia, untuk mengamati suhu larutan.
3. Tempatkan gelas kimia pada suhu ruang dan 1 gr asam salisilat
dimasukkan kedalam gelas kimia, lalu Mechanical Stirrer dihidupkan
dengan kecepatan 100rpm.
4. Sebanyak 20 mL larutan dari gelas kimia diambil setiap selang waktu 2,
4, 6, 8, 10 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan
sampel, larutan digantikan dengan 20 mL aquadest.
5. Kadar asam salisilat ditentukan dengan cara titrasi asam basa
menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator pp.
6. Lakukan percobaan yang sama untuk kecepatan 200rpm.
7. Hasil yang diperoleh ditabelkan.

2.3.2 Pengaruh Suhu Terhadap Kecepatan Disolusi Zat

1. Gelas kimia diisi dengan 400 mL aquadest.


2. Termometer dipasang pada suhu pada gelas kimia, untuk mengamati
suhu larutan.
3. Tempatkan gelas kimia pada hot plate pada suhu 40°C dan 1 gr asam
salisilat dimasukkan kedalam gelas kimia, lalu Mechanical Stirrer
dihidupkan dengan kecepatan 100rpm.
4. Sebanyak 20 mL larutan dari gelas kimia diambil setiap selang waktu
2, 4, 6, 8, 10 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan
sampel, larutan digantikan dengan 20 mL aquadest.
5. Kadar asam salisilat ditentukan dengan cara titrasi asam basa
menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator pp.
6. Percobaan yang sama dilakukan untuk suhu 50°C.
7. Hasil yang diperoleh ditabelkan.
2.4 Rangkaian Alat

Gambar 2.1 Rangkaian Alat Mechanical Stirer

Gambar 2.2 Rangkaian Alat Mechanical Stirer dengan Heater


A

Keterangan alat :
A : Buret
B B : Klem
C : Erlenmeyer
D : Statif

Gambar 2.3 Rangkaian Alat Titrasi


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktikum


Adapun hasil praktikum kecepatan disolusi yaitu, sebagai berikut:
Tabel 3.1 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan Suhu
Waktu MAsamSalisilat MAsamSalisilat MAsamSalisilat pada MAsamSalisilat
pada kecepatan pada kecepatan Suhu 40℃ pada Suhu 50℃
100 rpm 200 rpm (M) (M)
(M) (M)
2 menit 0,025 0,03375 0,03825 0,0455
4 menit 0,03475 0,03675 0,0435 0,04725
6 menit 0,0375 0,039 0,044 0,049
8 menit 0,0385 0,03925 0,045 0,05175
10 menit 0,03875 0,0405 0,04575 0,05425

3.2 Pembahasan
Pada praktikum kecepatan disolusi ini, sebanyak 1 gram serbuk asam salisilat
dimasukkan kedalam 400 ml akuades. Pada percobaan pertama yaitu pengaruh
kecepatan disolusi zat terhadap perubahan kecepatan pengadukan dillakukan
pengambilan sebanyak 5 kali dengan waktu 2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit,
dan 10 menit. Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 100 rpm dan 200
rpm. Penggunaan variabel bebas waktu dengan selisih 2 menit menunjukan
kecepatan disolusi tidak memiliki pengaruh yang berbeda dengan variabel bebas
waktu dengan selisih 5 menit. Hal ini ditunjukan dengan hasil praktikum, ketika
terjadi kenaikan waktu pengadukan menyebabkan asam salisilat semakin terlarut
di dalam akuades. Konsentrasi masing-masing larutan asam salisilat yang diambil
pada kecepatan 100 rpm dengan waktu 2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit, dan 10
menit, yaitu 0,025 M, 0,03475 M, 0,0375 M, 0,0385 M, dan 0,03875 M.
Kenaikan konsentrasi larutan asam salisilat menunjukkan bahwa kecepatan
disolusi zat dipengaruhi oleh waktu yang diberikan untuk pengadukan. Semakin
lama waktu pengadukan, maka semakin banyak asam salisilat yang terlarut di
dalam akuades
Pada kecepatan 200 rpm dengan waktu 2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit, dan
10 menit didapatkan konsentrasi masing-masing larutan asam, yaitu 0,03375 M,
0,03675 M, 0,039 M, 0,03925, dan 0,0405 M. Dari perbandingan konsentrasi
yang didapat pada dua kecepatan pengadukan dengan 100 rpm dan 200 rpm,
terlihat bahwa semakin tinggi kecepatan pengadukan yang diberikan maka
semakin banyak asam salisilat yang terlarut di dalam akuades. Oleh karena itu,
Kesimpulan pada prosedur ini adalah semakin lama waktu pengadukan dan
semakin tinggi kecepatan pengadukan, maka semakin banyak zat yang terlarut,
disebabkan semakin banyak partikel-partikel zat yang bertumbukan.
Prosedur kedua yang menjadi variabel bebas percobaan adalah perubahan
suhu terhadap kecepatan disolusi zat padat. Sebanyak 1 gram serbuk asam salisilat
dimasukkan kedalam 400 ml akuades. Pada percobaan pertama yaitu pengaruh
kecepatan disolusi zat terhadap perubahan kecepatan pengadukan dilakukan
pengambilan sebanyak 5 kali dengan waktu 2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit,
dan 10 menit. Suhu yang digunakan adalah 40oC dan 50oC. Konsentrasi masing-
masing larutan asam salisilat yang diambil pada suhu 40oC dengan waktu 2 menit,
4 menit, 6 menit, 8 menit, dan 10 menit, yaitu 0,03825 M, 0,0435 M, 0,044 M,
0,045 M, dan 0,04575 M. Pada suhu 50oC dengan waktu 2 menit, 4 menit, 6
menit, 8 menit, dan 10 menit didapatkan konsentrasi masing-masing larutan asam,
yaitu 0,0455 M, 0,04725 M, 0,049 M, 0,05175 M, dan 0,05425 M. Dari
perbandingan konsentrasi yang didapat pada dua kecepatan pengadukan dengan
suhu 40oC dan 50oC, terlihat bahwa semakin tinggi suhu pengadukan yang
diberikan maka semakin banyak asam salisilat yang terlarut di dalam akuades.
Oleh karena itu, Kesimpulan pada prosedur ini adalah semakin lama waktu
pengadukan dan semakin tinggi suhu pengadukan, maka semakin banyak zat yang
terlarut, disebabkan semakin banyak partikel-partikel zat yang bertumbukan.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan

1. Kecepatan disolusi suatu zat padat adalah banyaknya suatu zat padat yang
terlarut pada medium tertentu persatuan waktu.

2. semakin lama waktu pengadukan, semakin tinggi kecepatan pengadukan


dan suhu, maka semakin banyak zat yang terlarut pada medium tertentu.

4.2 Saran

1. Praktikum dilakukan dengan hati-hati dan teliti.

2. Pengaduk/stirrer Jangan sampai menyentuh gelas kimia.

3. Bukalah keran dari buret dengan perlahan.


LAMPIRAN
PERHITUNGAN

Tabel C.1 Hasil pengamatan pengaruh kecepatan pengadukan tiap 2 menit


Pengadukan 100 rpm Pengadukan 200 rpm
Erlenmeyer NaOH yang Terpakai Erlenmeyer NaOH yang Terpakai
(0,05 M) (0,05 M)
I 10 ml I 13,5 ml
II 13,9 ml II 14,7 ml
III 15 ml III 15,6 ml
IV 15,4 ml IV 15,7 ml
V 15,5 ml V 16,2 ml

Tabel C.2 Hasil pengamatan pengaruh suhu pada pengadukan 100 rpm Tiap2
menit
Suhu 40℃ Suhu 50℃
Erlenmeyer NaOH yang Terpakai Erlenmeyer NaOH yang
(0,05 M) Terpakai(0,05 M)
I 15,3 ml I 18,2 ml
II 17,4 ml II 18,9 ml
III 17,6 ml III 19,6 ml
IV 18 ml IV 20,7 ml
V 18,3 ml V 21,7 ml

1. PengaruhKecepatanPengadukanTerhadapKecepatanDisolusiSuatuZat
a. PadaKecepatan 100 rpm
 2 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 10 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 10
0,05 𝑥 10
𝑀1 = = 0,025 𝑀
20
 4 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 13,9 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 13,9
0,05 𝑥 13,9
𝑀1 = = 0,03475 𝑀
20

 6 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 15 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 15
0,05 𝑥 15
𝑀1 = = 0,0375 𝑀
20

 8 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 15,4 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 15,4
0,05 𝑥 15,4
𝑀1 = = 0,0385 𝑀
20
 10 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 15,5 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 15,5
0,05 𝑥 15,5
𝑀1 = = 0,03875 𝑀
20

b. PadaKecepatan 200 rpm


 2 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 13,5 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 13,5
0,05 𝑥 13,5
𝑀1 = = 0,03375 𝑀
20

 4 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 14,7 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 14,7
0,05 𝑥 14,7
𝑀1 = = 0,03675 𝑀
20
 6 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 15,6 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 15,6
0,05 𝑥 15,6
𝑀1 = = 0,039 𝑀
20

 8 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 15,7 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 15,7
0,05 𝑥 15,7
𝑀1 = = 0,03925 𝑀
20

 10 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 16,2 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 16,2
0,05 𝑥 16,2
𝑀1 = = 0,0405 𝑀
20
2. PengaruhSuhuTerhadapKecepatanDisolusiSuatuZat
a. PadaSuhu 40℃
 2 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 15,3 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 15,3
0,05 𝑥 15,3
𝑀1 = = 0,03825 𝑀
20

 4 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 17,4 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 17,4
0,05 𝑥 17,4
𝑀1 = = 0,0435 𝑀
20

 6 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 17,6 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 17,6
0,05 𝑥 17,6
𝑀1 = = 0,044 𝑀
20

 8 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 18 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 18
0,05 𝑥 18
𝑀1 = = 0,045 𝑀
20

 10 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 18,3 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 18,3
0,05 𝑥 18,3
𝑀1 = = 0,04575 𝑀
20

b. PadaSuhu 50℃
 2 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 18,2 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 18,2
0,05 𝑥 18,2
𝑀1 = = 0,0455 𝑀
20

 4 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 18,9 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 18,9
0,05 𝑥 18,9
𝑀1 = = 0,04725 𝑀
20

 6 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 19,6 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 19,6
0,05 𝑥 19,6
𝑀1 = = 0,049 𝑀
20

 8 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 20,7 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 20,7
0,05 𝑥 20,7
𝑀1 = = 0,05175 𝑀
20

 10 Menit
Diketahui: MNaOH = 0,05 M
VNaOH = 21,7 ml
VAsamSalisilat = 20 ml
Ditanya: MAsamSalisilat ?
Jawab:
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑀1 𝑥 20 = 0,05 𝑥 21,7
0,05 𝑥 21,7
𝑀1 = = 0,05425 𝑀
20

Pembuatan NaOH (Pengenceran dari 4%)


10 𝑥 % 𝑥 𝜌
𝑀=
𝑀𝑟
10 𝑥 4 𝑥 2,13
𝑀= = 2,13 𝑀
40
𝑀1 𝑥𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
2,13 𝑥𝑉1 = 0,05 𝑥 500
0,05 𝑥 500
𝑉1 = = 11,737 𝑚𝑙
2,13
Tabel C.3 Hasil perhitungan konsentrasi asam salisilat yang didapat
Waktu MAsam salisilat MAsam salisilat MAsam salisilat MAsam salisilat
pada pada kecepatan pada suhu 40℃ pada suhu 50℃
kecepatan 100 200 rpm
rpm
2 menit 0,025 0,03375 0,03825 0,0455
4 menit 0,03475 0,03675 0,0435 0,04725
6 menit 0,0375 0,039 0,044 0,049
8 menit 0,0385 0,03925 0,045 0,05175
10 menit 0,03875 0,0405 0,04575 0,05425
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

Gambar D.1 Proses pengadukan asam Gambar D.2 Persiapan proses titrasi
Salisilat dan akuades dengan kecepatan
100 rpm

Gambar D.3 Proses titrasi asam salisilat Gambar D.4 Proses pengambilan
dengan NaOH asam salisilat
Gambar D.5 Hasil titrasi kelima Gambar D.6 Pengadukan asam
larutan asam salisilat+NaOH+PP salisilat dan akuades dengan
pada kecepatan 100 rpm kecepatan 200 rpm

Gambar D.7 Hasil titrasi kelima Gambar D.8 Proses pemanasan


larutan asam salisilat+NaOH+PP asam salisilat+akuades
pada kecepatan 100 rpm
Gambar D.9 Proses pengadukan Gambar D.10 Hasil titrasi asam
asam salisilat dan akuades salisilat+NaOH+PP pada suhu 40oC
setelah pemanasa

Gambar D.11 Hasil titrasi asam


salisilat+NaOH+PP pada suhu 50oC
LAMPIRAN
TUGAS DAN PERTANYAAN

A. Tugas
1. Buatlahkurvaantarakonsentrasiasamsalisilat yang
diperolehdenganwaktuuntuksetiapperbedaansuhu (dalamgrafik).

Konsentrasi Asam Salisilat yang


Diperoleh dengan kecepatan 100 rpm
0.045
0.04
0.035
0.03
0.025 Konsentrasi Asam
Salisilat yang
0.02
Diperoleh dengan
0.015 kecepatan 100 rpm
0.01
0.005
0
2 menit 4 menit 6 menit 8 menit 10 menit
Gambar D.1KurvaKonsentrasiAsamSalisilatpadaKecepatan 100 rpm

Konsentrasi Asam Salisilat yang


Diperoleh dengan kecepatan 200 rpm
0.042

0.04

0.038
Konsentrasi Asam
0.036 Salisilat yang Diperoleh
dengan kecepatan 200
0.034 rpm

0.032

0.03
2 menit 4 menit 6 menit 8 menit 10 menit
Gambar D.2KurvaKonsentrasiAsamSalisilatpadaKecepatan 200 rpm
2. Buatlahkurvaantarakonsentrasiasamsalisilat yang
diperolehdenganwaktuuntuksetiapkecepatanpengadukan (dalamgrafik).

Konsentrasi Asam Salisilat yang


Diperoleh dengan Suhu 40℃
0.048

0.046

0.044

0.042
Konsentrasi Asam
0.04 Salisilat yang Diperoleh
dengan Suhu 40℃
0.038

0.036

0.034
2 menit 4 menit 6 menit 8 menit 10 menit

Gambar D.3 KurvaKonsentrasiAsamSalisilatpadaSuhu 40℃

Konsentrasi Asam Salisilat yang


Diperoleh dengan Suhu 50℃
0.056
0.054
0.052
0.05
0.048 Konsentrasi Asam
Salisilat yang Diperoleh
0.046 dengan Suhu 50℃
0.044
0.042
0.04
2 menit 4 menit 6 menit 8 menit 10 menit

Gambar D.4KurvaKonsentrasiAsamSalisilatpadaSuhu 50℃


B. Pertanyaan
1. Apa perbedaan difusi dan disolusi?
Jawab:
Difusi merupakan peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat
terlarut dari bagian konsentrasi zat terlarut tinggi ke rendah. Contohnya
adalah pemberian gula pada cairan teh tawar.
Sedangkan, disolusi adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari
bentuk sediaan padat kedalam media pelarut. Kecepatan disolusi adalah
suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat terlarut dalam pelarut
tertentu setiap satuan waktu.

2. Terangkan definisi dari pengadukan!


Jawab:
Pengadukan adalah operasi yang menciptakan terjadinya gerakan dari
bahan yang diaduk seperti molekul-molekul, zat-zat yang bergerak atau
komponennya menyebar (terdispersi). Tujuan dari pengadukan adalah
mencampur kandua cairan yang saling melarutkan, melarutkan padatan
dalam cairan, mendispersikan gas yang terdapat dicairan dalam bentuk
gelembung, dan untuk mempercepat perpindahan panas antara fluida
dengan koil pemanas dan jaket pada dinding bejana.

3. Sebutkan 5 macam impeller yang digunakandalam proses pengadukan!


Jawab:
1. Agitator Jenis Baling-baling (Propeler)
Propeler merupakan agitator/impeller aliran aksial berkecepatan tinggi
untuk zat cair berviskositas rendah. Propeler kecil biasanya berputar pada
kecepatan motor penuh, yaitu 1150 atau 1750 putaran/menit, sedang propeler
besar berputar pada 400-800 putaran/menit. Arus yang meninggalkan propeler
mengalir melalui zat cair menurut arah tertentu sampai dibelokkan oleh lantai
atau dinding bejana.
Jenis yang paling banyak dipakai adalah propeler kapal berdaun tiga,
sedang propeler berdaun empat, bergigi, atau dengan rancang lain digunakan
untuk tujuan-tujuan khusus. Selain itu, kadang dua atau lebih propeler dipasang
pada satu poros, biasanya dengan arah putaran yang sama. Namun, bisa juga
dipasang dengan arah yang berlawanan, atau secara tolak/tarik sehingga
menciptakanzone fluida yang sangat turbulen di antara kedua propeler tersebut.
Pengaduk ini tidak bergantung pada ukuran serta bentuk tangki.
Kapasitas sirkulasi yang dihasilkan besar dan sensitif terhadap beban head.
Dalam perancangan propeller, luas sudu biasa dinyatakan dalam perbandingan
luas area yang terbentuk dengan luas daerah disk. Nilai nisbah ini berada pada
rentang 0.45 sampai dengan 0.55.
Pengaduk propeler terutama menimbulkan aliran arah aksial, arus aliran
meninggalkan pengaduk secara kontinu melewati fluida ke satu arah tertentu
sampai dibelokkan oleh dinding atau dasar tangki.

2. Agitator Jenis Turbin


Istilah turbin ini diberikan bagi berbagai macam jenis pengaduk tanpa
memandang rancangan, arah discharge ataupun karakteristik aliran. Turbin
merupakan pengaduk dengan sudu tegak datar dan bersudut konstan. Pengaduk
jenis ini digunakan pada viskositas fluida rendah seperti halnya pengaduk jenis
propeler. Pengaduk turbin menimbulkan aliran arah radial dan tengensial. Di
sekitar turbin terjadi daerah turbulensi yang kuat, arus dan geseran yang kuat antar
fluida.
Salah satu jenis pengaduk turbin adalah pitched blade. Pengaduk jenis ini
memiliki sudut sudu konstan. Aliran terjadi pada arah aksial, meski demikian
terdapat pule aliran pada arah radial. Aliran ini akan mendominasi jika sudu
berada dekat dengan dasar tangki.
Pada dasarnya, turbin menyerupai dayung berdaun banyak dengan daun-
daunnya yang agak pendek, dan berputar pada kecepatan tinggi pada suatu poros
yang di pasang di pusat bejana. Daun-daunnya bisa lurus atau lengkung, bisa
bersudut atau vertikal Diameter impelernya biasa lebih kecil dari diameter
dayung, yaitu berkisar antara 30-50% dari diameter bejana. Turbin biasanya
efektif untuk menjangkau viskositas yang cukup luas. Di dekat impeler akan
terdapat zone arus deras yang sangat turbulen dengan geseran yang kuat. Arus
utamanya bersifat radial dan tangensial. Komponen tangensialnya menimbulkan
vortex (cekungan) dan arus putar, yang harus dihentikan dengan menggunakan
sekat atau diffuser agar impeler itu menjadi sangat efektif.
Turbin biasanya memiliki empat atau enam daun pengaduk. Turbin
dengan daun yang datar memberikan aliran yang radial. Jenis ini juga
berguna untuk dispersi gas yang baik, gas akan dialirkan dari bagian bawah
pengadukdan akan menuju ke bagian daun pengaduk lalu tepotong-potong
menjadi gelembung gas.
Pada turbin dengan daun yang dibuat miring sebesar 45o, seperti yang
terlihat pada gambar 3, beberapa aliran aksial akan terbentuk sehingga sebuah
kombinasi dari aliran aksial dan radial akan terbentuk. Jenis ini berguna dalam
suspensi padatan kerena aliran langsung ke bawah dan akan menyapu padatan ke
atas. Terkadang sebuah turbin dengan hanya empat daun miring digunakan dalam
suspensi padat. Pengaduk dengan aliran aksial menghasilkan pergerakan fluida
yang lebih besar dan pencampuran per satuan daya dan sangat berguna dalam
suspensi padatan.

3. Agitator Jenis Dayung (Paddle)


Pengaduk jenis ini sering memegang peranan penting pada proses
pencampuran dalam industri. Bentuk pengaduk ini memiliki minimum 2 sudu,
horizontal atau vertical, dengan nilai D/T yang tinggi. Paddle digunakan pada
aliran fluida laminar, transisi atau turbulen tanpa baffle. Pengaduk padel
menimbulkan aliran arah radial dan tangensial dan hampir tannpa gerak vertikal
sama sekali. Arus yang bergerak ke arah horisontal setelah mencapai dinding akan
dibelokkan ke atas atau ke bawah. Bila digunakan pada kecepatan tinggi akan
terjadi pusaran saja tanpa terjadi agitasi.

4. Agitator Jenis Hellical-Ribon


Jenis pengaduk ini digunakan pada larutan pada kekentalan yang tinggi
dan beroperasi pada rpm yang rendah pada bagian laminer. Ribbon (bentuk seperti
pita) dibentuk dalam sebuah bagian helical (bentuknya seperti baling-balling
helicopter dan ditempelkan ke pusat sumbu pengaduk). Cairan bergerak dalam
sebuah bagian aliran berliku-liku pada bagiam bawah dan naik ke bagian atas
pengaduk.

5. Agitator Jenis Jangkar / Anchor


Pengaduk ini mirip dengan jangkar kapal, maka di sebut pengaduk
jangkar. Ada banyak aplikasi yang dapat dipakai agitator yang terintegrasi
dengan pengaduk model jangkar ini. Impeler tipe jangkar mampu menyapu
permukaan dinding secara menyeluruh dan meng-agitasi sebagian besar batch
cairan melalui kontak fisik. Dinding pencakar atau scraper dapat dipasang pada
baling impeller jangkar yang berfungsi untuk meningkatkan perpindahan panas
melalui dinding tangki pengolahan dan mencegah tidak lengketnya bahan baku
pada dinding tangki. Untuk menambah ratanya sistim pencampuran dapat di
kombinasikan dengan agitator ulir.
Kelebihan dari pengaduk jangkar adalah dapat disesuaikan dengan
kontur permukaan tangki pengolahan.Pengaduk Jangkar dapat
dipakaipadapencampuran dalam kondisi t laminar dan ditemui dalam aplikasi
viskositas tinggi.
Kombinasi antara pengaduk jangkar, scraper, dan pengaduk ulir. Aplikasi produk
yang dapat dipakai pengaduk tipe jangkar adalah:
a. Tinta
b. Cat
c. Saus
d. Adhesive
e. Lem

6. Agitator Jenis Gerbang


Pengaduk Gerbang digunakan dalam tangki dangkal luas dan untuk
bahan viskositas tinggi dengan suhu / temperatur benda kerja rendah dan dalam
kondisi vakum (tidak ada kontak dengan udara luar) , biasanya di gunakan untuk
industri minuman atau kosmetik.
Kelebihan dari pengaduk gerbang adalah dapat sangat rapat serta sesuai
dengan kontur wadah / tangki pengolahan. Pengaduk gerbang akan mendapatkan
pencampuran yang memadai dalam kondisi laminar aliran ditemui dalam aplikasi
viskositas tinggi. Ini impeler menyapu permukaan dinding seluruh kapal dan
mengagitasi sebagian besar batch cairan melalui kontak fisik.
Beberapa desain termasuk ber-engsel pencakar untuk meningkatkan
perpindahan panas dengan dinding dan tidak lengket/ bahan tidak berwarna.
Kecepatan poros pengaduk gerbang adalah rendah dan di perlukan gearbox / rasio
gigi yang besar antara motor dan shaft/batang pengaduk gerbang. Digunakan
atmosfer tertutup atau bertekanan/vakum penggunaan.
Fitur-fitur teknis: Impeler anchor digunakan untuk viskositas cairan
antara 5.000 dan 100.000 cP.
Aplikasi Pemakaian :
- Krim Penuaan
- Yoghurt
- Keju lembut
- Sausage

7. Agitator Jenis Pita Spiral (Helixal Axial)


Pengaduk Pita Spiral dirancang terutama gerakan pencampuran cairan
yang berbeda kekentalannya atau beda dalam bentuk misalnya butiran padatan
yang dilarutkan (dalam proses 'penggantian cairan'). Seperti sebuah impeller dapat
dirancang dengan spiral bagian dalam tambahan yang digunakan untuk memompa
ke arah yang berlawanan. Hal ini diperlukan untuk pencampuran bahan viskositas
tinggi. Ini impeler juga dapat memiliki dua helixes luar. Kualitas produk
campuran akhir dalam aplikasi ini dapat menjadi sangat penting secara ekonomi
dan di harapkan merata dalam satu batch proses.
Dinding pencakar dapat dipasang pada baling impeller untuk membantu
meningkatkan perpindahan panas dan homogenitas dalam produk agar tidak
lengket dengan dinding tangki.
Fitur-fitur teknis: Cocok untuk viskositas yang sangat tinggi hingga
25.000.000 cps.
Kegunaan:
Kebanyakan pabrik kimia, industri proses dan pengolahan. Pengaduk ini cocok
untuk aplikasi viskositas tinggi. Misalnya pencampuran polimer tanaman,
industri makanan, atau industri yang memakai proses / aplikasi viskositas tinggi
seperti pencampuran : Krim, Lotion, Pasta.

8. Agitator Gigi Potong / Mata Gergaji


Agitator Gigi potong / Mata gergaji (Sawtooth) adalah disk disperser
kecepatan tinggi, yang terdiri sebagai sejumlah besar gigi mengarah ke atas dan
ke bawah sekitar pinggiran mata potong, biasanya digunakan dalam aplikasi
dispersi, misalnya memecahkan tetesan serbuk / partikel / potongan ke dalam
cairan / larutan sistem atau untuk pencampuran bubuk ke dalam produk dengan
misture/ permukaan halus. Pisau berputar sampai dengan 3000 rpm dan
menciptakan pola aliran radial dalam tangki beserta campuran yang stasioner.
Pisau menciptakan pusaran yang menarik dalam isi tangki dengan pisau tajam.
Permukaan pisau kemudian secara mekanis mengobrak-abrik butiran padat yang
ada dalam larutan sehingga mengurangi ukuran mereka, dan pada saat yang
sama menyebarkan mereka di antara cairan yang digunakan sebagai cairan
pembawa. Dirancang untuk mengolah berbagai bahan dari viskositas yang
bervariasi.
Fitur-fitur teknis : Kecepatan Agitator Gigi potong / Mata gergaji yang
tinggi sangat ideal untuk dispersi yang sampai maksimum sekitar. 50.000
centipoises. Bila digunakan bersama dengan multi-poros mixer, mereka dapat
berguna untuk beberapa ratus ribu centipoises. Agitator ini dapat digunakan pada
produksi Pelapis, Tinta, Pewarna, dan Perekat kimia industri.

9. Agitator Jenis UZ
Jenis pengaduk UZ menjadi lebih dan lebih populer di kalangan
berbagai industri. UZ merupakan bagian dari seri 'Pitch Blades', dan lebih efisien
dalam pencampuran benda kerja. Diameter impeller juga dapat dipengaruhi oleh
diameter tangki dan viskositas bahan.
Fitur-fitur teknis : Cocok untuk viskositas rendah sampai menengah.
Kegunaan dari Mixers UZ untuk aplikasi Susu (Yoghurt, tangki fermentasi),
tangki penyimpanan Susu, dan aplikasi Buttermilk. Selanjutnya di Industri
Minuman dapat digunakan untuk pengolahan Buah jus. Mixer ini juga
merupakan solusi umum di dalam pengolahan Ragi, telur cair, dalam
penyimpanan dan proses gula cair.

10. Agitator Koaksial


Para agitator koaksial menggunakan dua impeler yang berbeda mixer
masing-masing didukung oleh independen listrik drive-motor, yang beroperasi
pada kecepatan yang berbeda, untuk pencampuran dan dispersi. Para agitator
pusat dapat menjadi turbin berkecepatan tinggi yang dirancang untuk
mencampur dan membubarkan pigmen / butiran / gumpalan . Para agitator luar
ternyata pada kecepatan rendah dekat dengan dinding kapal untuk memastikan
bahwa suspensi/ campuran/larutan seluruh tercampur.Aplikasi agitator ini
dapatdigunakanseperticontohnya Chocolate agitator untuk melelehkan cokelat
dan menahan sampai 150.000 cp.

11. Agitator Hydrofolis


Hydrofoils impeller adalah impeller efisiensi tinggi yang dikembangkan
untuk aplikasi di mana perputaran bahan / pengadukan secara perlahan dengan
aliran aksial yang diinginkan sesuai dengan rancang bangun sistem pengolahan.
Pada dasarnya pengaduk / impeller ini memiliki dua, tiga atau empat bilah pair /
pasangan bilah yang berbentuk lonjong, yang melengkung dan kadang-kadang
dibuat dengan tepi terkemuka bulat. (sesuai dengan aliran fluida yang di
inginkan)
Sudu pisau (bentuk pengaduk) di ujungnya adalah lebih dangkal dari
pada yang berada dihub / bubungan atau yang mendekati poros, yang
menyebabkan tekanan hampir konstan di seluruh /sepanjang permukaan pisau /
bilah pengaduk. Ini menghasilkan kecepatan yang lebih seragam di seluruh
daerah impeller.
Bentuk pisau / bilah ini menghasilkan sejumlah daya yang rendah dan
arus tinggi per unit daya dibandingkan dengan turbin blade bertingkat. Aliran ini
lebih efisien ke arah saluran pompa sirkulasi yang berada di bawahnya, dan
sistem pusaran impeller hampir sama kuat dengan sistim yang berasal dari
turbin blade bertingkat.
Selain itu, pisau/ bilah sudu tertentu menyebabkan bentuk geser
minimum tapi memiliki ketahanan kavitasi lebih dari desain lainnya melalui
desain hidrodinamik yang efektif mengenai poros/ poros as yang besar lagi
untuk tangki yang lebih dalam, dan menyelesaikan proses yang terkait dengan
keterbatasan waktu dan kecepatan kritis yang di perbolehkan selama waktu
pengadukan. Hydrofoils dibagi dua impeler kelompok utama: soliditas rendah
dan soliditas tinggi.

12. Impeller Soliditas Rendah (ISR)


Impeller ini adalah impeller yang sangat efisien untuk pencampuran
cairan dan suspensi padatan. Desain ini sangat unik dan tidak ada sisi bayangan
antara pisau dan permukaan yang halus untuk memudahkan pembersihan.
Contoh gambar ISR seperti pada gambar di bawah ini.

13. Impeller untuk Soliditas Tinggi (IST)


IST mempunyai dua pisau, Impeller ini membentuk aliran kontra /
bertolak belakang. Impeller IST telah disarankan sebagai impeller yang sangat
efisien untuk mencampur fluida yang sangat kental misalnya pada fluida non-
Newtonian. Desain impeller ini (IST) paling fleksibel.
Intensitas pencampuran isi tangki dan permukaan cairan karena
kompleks naik turun pergerakan fluida karena adanya fluida yang berlawanan
dari pisau / bilah pengaduk bagian luar.
Impeller ini telah dikembangkan untuk menggabungkan antara
sirkulasi yang baik dengan gaya geser/ tingkat gaya pengadukan rendah (low
energi). Hal ini memastikan waktu pengadukan yang pendek di permukaan
cairan / fluida.
Impeler ini menyediakan hingga empat kali perpindahan panas lebih
baik dari impeller turbin standar, karena diameter pisau besar dan kedekatan
ujung pisau pada dinding tangki. Ini impeller (IST) dirancang berdasarkan pada
tinggi impeller / rasio diameter dinding.
Untuk kondisi turbulen membutuhkan baffle dinding, untuk kondisi
laminar digunakan tanpa baffle dinding. Aplikasi pemakaian / kegunaan :
Deterjen.
14. Impeller Model Rotor / Stator Mixer
Mixer geser / mesin potong untuk memotong dan melarutkan bahan
baku dengan fluida pelarut dengan intensitas tinggi menggunakan kecepatan
rotor / stator generator untuk menerapkan geser mekanis dan hidrolik intens. Pisau
dari jangka rotor pada kecepatan perangkat pemotong 15 sampai 30 m / s dalam
stator tetap. Seperti pisau memutar melewati setiap pembukaan di stator, mereka
akan menggeser / memotong / melalui saringan partikel, menekan bahan baku
dengan kecepatan tinggi ke dalam saringan atau lubang stator disekitarnya. Bahan
dikeluarkan secepat mungkin sehingga terjadi pengurangan ukuran partikel.
Aplikasi : Impeller Geser stator rotor ini bekerja dengan baik untuk
mengurangi tetesan/ukuran partikel baik untuk homogenisasi, pelarutan,
solubilisasi, emulsifikasi, menggiling, dan dispersi. Mixer geser tinggi
(Stator/Rotor) yang paling cocok untuk pencampuran bahan dengan viskositas
maksimum 10.000 cps. Digunakan bersama-sama dengan impeller tipe jangkar
dan dapat menangani viskositas sampai kira-kira 200.000 cps.
Dalam aplikasi yang memerlukan induksi cepat seperti bubuk/serbuk,
Dengan desain rotor / stator dimodifikasi khusus yang menghasilkan kevakum-an
yang kuat. sistem menarik padatan melalui lubang input bahan baku (di buat
semacam saluran khusus masuk dan mengarahkan mereka langsung ke zona
pemotongan stator rotor ).
Stators dapat dipertukarkan /di ganti sesuai dengan kebutuhan.
Spesifikasi generator rotor / stator batch adalah selalu berhubungan dengan
keseimbangan dan aliran. Hal ini benar apakah itu sebuah mixer yang berdiri
sendiri atau merupakan bagian dari mixer multi-agitator.
Kepala stator bulat (A) dengan lubang bundar besar yang terbaik untuk
tujuan umum pencampuran. Ini menghasilkan arus kuat, dan dengan cepat
mengurangi ukuran partikel besar. Kepala stator Slotted (B) memberikan
kombinasi yang paling populer untuk pemotongan bahan dan laju aliran efisien.
Ini sangat ideal untuk emulsi dan menengah viskositas bahan.
Kepala Lubang Baik (C) menyediakan geser tertinggi mungkin dengan
mengorbankan tingkat aliran lebih lambat. Hal ini paling cocok untuk viskositas
rendah emulsi dan dispersi halus.
15. Impeller Ruhston
Desain operasional: Ini kadang-kadang disebut impeller turbin pipih
radial dan memiliki empat atau lebih pisau vertikal, dan spasi / ruangan di
sekitar disk.
Aliran radial dibuang ke luar pada dinding tangki dengan setengah aliran
diarahkan ke atas, dan setengah aliran diarahkan ke bawah.
Meskipun impeller rushton dapat digunakan untuk semua jenis tugas
pencampuran tunggal dan multiple-fase, mereka yang paling efektif untuk gas-
cair dan cair-cair dispersi dan memberikan hasil pencampuran yang lebih tinggi
dan tingkat turbulensi yang lebih rendah dengan pemompaan. Dengan
ditambahkan baffle yang cocok, pengarah arus ini akan membuat arus kuat ke
atas-bawah untuk yang mengalir baik di atas dan di bawah impeller.
Generasi baru dari turbin radial adalah turbin backswept yang memiliki
enam pisau melengkung. Sifat backswept dari pisau adalah mencegah
penumpukan material pada pisau dan memiliki gas tertinggi sehingga
penyebaran material yang tersedia jadi lebih merata dan larut.
Pada umumnya impeller ini digunakan untuk cairan viskositas rendah ke
menengah, cairan bercampur larutan /padatan, Fermentasi, Dispersi Gas,
Limbah dan pengolahan serat dalam industri pulp dan kertas.

4. Bagaimana pengaruh temperature dan kecepatan pengadukan terhadap


kecepatan disolusi zat yang saudara amati dari percobaan. Berikan
kesimpulan yang ringkas dan tepat!
Jawab:
Dari percobaan yang telah dilakukan, kecepatan pengadukan dan suhu
dapat mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat. Semakin cepat
pengadukan, maka makin cepat disolusi suatu zat karena makin cepat
tumbukan yang terjadi antar partikel zat. Semakin tinggi suatu suhu, maka
semakin cepat zat terdisolusi karena suhu mempengaruhi kecepatan
tumbukan antar partikel.

Anda mungkin juga menyukai