LANDASAN TEORI
1.2.3 Disolusi
Disolusi merupakan proses ketika suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan atau dengan kata lain proses saat zat padat melarut.
Maka kecepatan disolusi dapat dinyatakan sebagai jumlah zat dalam bentuk
padatan yang terlarut dalam pelarut tertentu sebagai fungsi dari waktu. Prinsip
disolusi dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut (Rara, 2008).
Tetapan laju disolusi merupakan suatu besaran yang menunjukkan jumlah
bagian senyawa zat yang larut dalam media per satuan waktu. Uji disolusi yang
diterapkan pada sediaan zat bertujuan untuk mengukur serta mengetahui jumlah
zat aktif yang terlarut dalam media pelarut yang diketahui volumenya pada waktu
dan suhu tertentu, menggunakan alat tertentu yang didesain untuk
uji parameter disolusi. Tahap disolusi meliputi proses pelarutan zat pada
permukaan partikel padat yang membentuk larutan jenuh di
sekeliling partikel yang dikenal sebagai lapisan diam (stagnant layer). Kemudian
zat yang terlarut dalam lapisan diam ini berdifusi ke dalam pelarut dari daerah
konsentrasi zat yang tinggi ke daerah konsentrasi zat yang rendah (Hadie, 2007).
Dalam bidang farmasi, pengetahuan mengenai kecepatan disolusi atau
kelarutan sangat diperlukan untuk membantunya memilih medium pelarut yang
paling baik untuk zat atau kombinasi zat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan
tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis (di bidang
farmasi), dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian.
Kelarutan zat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut US Pharmacopeia
dan National Formulary, definisi kelarutan zat adalah jumlah ml pelarut dimana
akan larut 1 gram zat terlarut. Sediaan zat yang diberikan secara oral di dalam
saluran cerna harus mengalami proses pelepasan dari sediaannya kemudian zat
aktif akan melarut dan selanjutnya diabsorpsi. Proses pelepasan zat aktif dari
sediaannya dan proses pelarutannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan
fisika zat tersebut serta formulasi sediaannya. Salah satu sifat zat aktif yang
penting untuk diperhatikan adalah kelarutan karena pada umumnya zat baru
diabsorpsi setelah terlarut dalam cairan saluran cerna. Oleh karena itu salah satu
usaha untuk meningkatkan ketersediaan hayati suatu sediaan adalah dengan
menaikkan kelarutan zat aktifnya (Rui, 2010).
Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat , diantaranya
yaitu :
1. Suhu
Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang
bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat.Menurut
Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :
kT
D=
6 η r .........................................................(1.1)
Keterangan :
D: koefisien difusi
r : jari-jari molekul
k : konstanta Boltzman
ή : viskositas pelarut
T: suhu
2. Viskositas
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu
zat sesuai dengan persamaan Einstein. Tinggi suhu juga menurunkan
viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.
3. pH Pelarut
pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat
asam atau basa lemah.
a) Untuk asam lemah
dc Ka
K.C.Cs 1
dt
H ........................................(1.2)
Jika (H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat akan meningkat.
Dengan demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.
b) Untuk basa lemah
dc H
K.C.Cs 1
dt Ka ...……………………….(1.3)
Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat.
Dengan demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.
4. Pengadukan
Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h). jika
pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat
berkurang.
5. Ukuran Partikel
Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan efektif menjadi
besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.
6. Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Struktur
internal zat yang berlainan dapat memberika ntingkat kelarutan yang
berbeda juga.
7. Sifat Permukaan Zat
Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat
hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan permukaan
antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah
terbasahi dan kecepatan disolusinya bertambah.
(suyitno,1988).
Tabel 1.2 Sifat Kimia Asam Salisilat
No. Sifat Kimia Asam Salisilat
(suyitno,1988).
Asam salisilat dapat ditemukan pada banyak tanaman dalam bentuk metal
salisilat dan dapat disintesa dari fenol. Asam salisilat berbentuk kristal berwarna
putih dan berasa manis (suyitno,1988).
1.2.6 NaOH
(NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah
sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa natrium
oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkali yang
kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Bahan ini digunakan di berbagai macam
bidang industi, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur
kayu/kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen, natrium hidroksida adalah
basa yang paling paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.
Natrium hidroksida mengandung unsur dari golongan alkali, yakni Natrium(
Na+). Ciri yang dimiliki golongan alkali seperti reduktor kuat dan mampu
mereduksi asam, mudah larut dalam air, merupakan penghantar arus listrik yang
baik dan panas,urutan kereaktifannya meningkat seiring dengan bertambahnya
berat atom. Pada umumnya NaOH digunakan sebagai pelarut, penggunaan NaOH
sebagai pelarut disebabkan kegunaan dan efektifitasnya seperti untuk menetralkan
asam (Linggih 1988).
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
3
1
4
1