Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

Modul 6

KECEPATAN DISOLUSI

I. Prinsip Percobaan

Penentuan disolusi dari zat aktif asam salisilat pada suhu kamar 25oC

dengan kecepatan pengadukan 50, 100, dan 150 rpm dengan cara penentuan

menggunakan metode titrasi menggunakan larutan baku NaOH 0,1N yang

ditandai dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda

dengan bantuan indikator fenolftalein.

II. Tujuan Percobaan

Tujuan dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa

cepat kelarutan suatu sediaan obat ketika kontak dengan cairan tubuh,sehingga

dapat diketahui seberapa cepat keefektifan obat yang diberikan.

1. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat.

2. Menggunakan alat penentuan kecepatan disolusi suatu zat.

3. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi

suatu zat.

III. Teori Dasar

Istilah kelarutan dalam pengertian umum kadang-kadang perlu digunakan,

tanpa mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarut tersebut.

Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu

20 derajat dan kecuali dinyatakan lain menunjukan bahwa, 1 bagian bobot zat

padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam volume tertentu pelarut (Arief,

1997).

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 1 dari 33
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

Pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan dalam

suhu kamar. Kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukan sedikit

kotoran mekanik seperti bagian kertas saring, serat dan butiran debu.

Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1 ml

zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan zat tidak diketahui dengan pasti,

kelarutanya dapat ditunjukan dengan istilah berikut.

Istilah Kelarutan Jumlah Pelarut Yang Diperlukan Untuk Melarutkan

Zat

sangat mudah larut Kurang dari 1

mudah larut 1 sampai 10

larut 10 sampai 30

agak sukar larut 30 sampai 100

sukar laurt 100 sampai 1.000

sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000

praktis tidak larut Lebih dari 10.000

Disolusi merupakan proses ketika suatu zat padat masuk ke dalam pelarut

menghasilkan suatu larutan atau dengan kata lain proses saat zat padat melarut.

Maka kecepatan disolusi dapat dinyatakan sebagai jumlah zat dalam bentuk

padatan yang terlarut dalam pelarut tertentu sebagai fungsi dari waktu. Prinsip

disolusi dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Proses

pelarutan zat ini dikembangkan oleh Noyes Whitney dalam bentuk persamaan

berikut :

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 2 dari 33
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

𝑑𝑀 𝐷𝑆
= (Cs-C)
𝑑𝑡 ℎ

dM/dt : kecepatan disolusi

D : koefisien difusi

S : luas permukaan zat

Cs : kelarutan zat padat

C : konsentrasi zat dalam larutan saat waktu t

h : tebal lapisan difusi

Menurut Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan sebagai berikut :

𝑘𝑇
D = 6𝜋𝑟

D : koefisien difusi

k : konstanta Boltzman (13,8 x 10 -24 J/atom K)

T : suhu

: jari-jari molekul

η : viskositas pelarut

Dalam teori disolusi atau perpindahan massa, diasumsikan bahwa selama

proses disolusi berlangsung pada permukaan padatan terbentuk suatu lapisan

difusi air atau lapisan tipis cairan yang stagnan dengan ketebalan h. Bila

konsentrasi zat terlarut di dalam larutan (C) jauh lebih kecil daripada kelarutan zat

tersebut (Cs) sehingga dapat diabaikan, maka harga (Cs-C) dianggap sama dengan

Cs. Jadi, persamaan kecepatan disolusi dapat disederhanakan menjadi :

𝑑𝑀 𝐷𝑆𝐶𝑠
=
𝑑𝑡 ℎ

Ketebalan h ini menyatakan lapisan pelarut stasioner di dalam mana

molekul-molekul zat terlarut berada dalam konsentrasi dari Cs sampai C.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 3 dari 33
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

dibelakang lapisan difusi statis tersebut, pada harga x yang lebih besar dari h,

terjadi pencampuran dalam larutan, dan obat terdapat pada konsentrasi yang sama

C pada seluruh bulk (Alache. 1993).

Pada antarmuka permukaan padat dan lapisan difusi, x=0, obat dalam

bentuk padat berada dalam keseimbangan dengan obat dalam lapisan difusi.

Perbedaan, atau perubahan konsentrasi dengan berubahnya jarak untuk melewati

lapisan difusi adalah konstan, seperti terlihat oleh garis lurus yang mempunyai

kemiringan (slop) menurun.

Dari persamaan tersebut di atas, tampak beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat, yaitu :

1. Suhu

Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang

bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Menurut

Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :

𝑘𝑇
D = 6𝜋𝑟

Keterangan :

D : koefisien difusi

r : jari-jari molekul

k : konstanta Boltzman

ή : viskosita pelarut

T : suhu

2. Viskositas

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 4 dari 33
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu

zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga

menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.

3. pH Pelarut

Kelarutan zat aktif yang bersifat asam lemah dan basa lemah pada

umumnya dipengaruhi oleh pH pelarut. Suatu senyawa asam lemah akan

memiliki kelarutan yang lebih besar pada pelarut dengan pH tinggi.

Demikian dengan senyawa basa lemah akan memiliki kelarutan yang lebih

besar dalam pelarut dengan pH rendah. Berikut persamaan untuk masing-

masing senyawa adalah :

𝑑𝑐 𝐾𝑎
Asam Lemah = 𝑑𝑡 = K.C.Cs (1 + 𝐻+)

Jika (H+) kecil atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan

demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.

𝑑𝑐 𝐻+
Basa Lemah = 𝑑𝑡 = K.C.Cs (1 + 𝐾𝑎 )

Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan

demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.

4. Kecepatan pengadukan

Kecepatan pengadukan mempengaruhi kecepatan disolusi beberapa jenis

zat. Pada zat yang mudah menggumpal setelah menjadi partikel, maka

kecepatan pengadukan yang tinggi akan mencegah terjadinya aglomerat

ehingga pengukuran konsentrasi terdisolusi akan lebih baik. Kecepatan

pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan disolusi (h). Pengadukan

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 5 dari 33
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

yang cepat akan memperkecil tebal lapisan difusi sehingga kecepatan

disolusi akan meningkat.

5. Ukuran Partikel

Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan efektif menjadi

besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.

6. Polimorfisme

Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Struktur

internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang

berbeda juga. Kristal meta stabil umumnya lebih mudah larut daripada

bentuk stabilnya, sehingga kecepatan disolusinya besar.

7. Sifat Permukaan Zat

Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat

hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan permukaan

antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah

terbasahi dan kecepatan disolusinya bertambah (Devissaques, 1993).

Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :

a. Sifat fisika kimia obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas

permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju

disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut.

Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk

garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam

maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 6 dari 33
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia

yang identik. Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara

termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan

obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk Kristal.

b. Faktor alat dan kondisi lingkungan

Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan

menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan

akan mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan

maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan

kecepatan pelarutan. Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi dari

medium, serta pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan

pelarutan obat.

c. Faktor formulasi

Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat

mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka

antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi

secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat

hidrofob seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka

obat dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat

membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan

kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal

ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh

pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 7 dari 33
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

Menurut sumber lain, yang mempengaruhi kecepatan disolusi terbagi menjadi

tiga, yaitu :

a. Faktor intrinsik obat

 Luas permukaan spesifik partikel

 Distribusi ukuran partikel

 Bentuk partikel

 Polimorfi

 Bentuk asam, basa, garam

b. Faktor lingkungan medium

 Temperatur

 Viskositas cairan

 Konsentrasi partikel yang terdisolusi

 Kecepatan mengalirnya cairan

 Komposisi medium disolusi : pH, kekuatan ionisasi, tegangan permukaan.

c. Faktor teknologi

Perbedaan metode yang digunakan dalam produksi turut mempengaruhi

disolusi obat. Demikian pula pengunaan bahan-bahan tambahan dalam produksi.

Contoh bahan tambahan yang sering digunakan pensuspensi yang akan

menurunkan laju disolusi karena kenaikan adalah kekentalan. Contoh lain adalah

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 8 dari 33
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

bahan pelicin yang bersifat hidrofob karena mampu menolak air sehingga

menurunkan laju disolusi obat (Isfilawati Z,2009).

Penentuan kecepatan disolusi suatu zat dapat dilakukan melalui metode :

1. Metode Suspensi

Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan eksak

terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu tertentu

dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai.

2. Metode Permukaan Konstan

Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga

variable perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan. Umumnya zat diubah

menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian ditentukan seperti pada metode suspensi.

Penentuan dengan metode suspensi dapat dilakukan dengan menggunakan alat uji

disolusi tipe dayung seperti yang tercantum pada USP. Sedangkan untuk metode

permukaan tetap, dapat digunakan alat seperti diusulkan oleh Simonelli dkk

sebagai berikut:

Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan disolusi suatu zat perlu

dilakukan karena kecepatan disolusi merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi absorbsi obat di dalam tubuh. Penentuan kecepatan disolusi suatu

zat aktif dapat dilakukan pada beberapa tahap pembuatan suatu sediaan obat,

antara lain :

1. Tahap Pra Formulasi

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 9 dari 33
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

Pada tahap ini penentuan kecepatan disolusi dilakukan terhadap bahan baku obat

dengan tujuan untuk memilih sumber bahan baku dan memperoleh informasi

tentang bahan baku tersebut.

2. Tahap Formulasi

Pada tahap ini penentuan kecepatan disolusi dilakukan untuk memilih formula

sediaan yang terbaik.

3. Tahap Produksi

Pada tahap ini kecepatan disolusi dilakukan untuk mengendalikan kualitas sediaan

obat yang diproduksi.

Monografi Zat Aktif

Asam Salisilat

Gambar 3.1 Struktur molekul asam salisilat (Gringauz, 1997)

Pemerian : Hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur

halus putih, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna

putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metal salisilat alami dapat berwarna

kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol.

Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah larut dalam etanol

dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 10 dari 33
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1439H/2017

Penetapan kadar : Timbang saksam lebih kurang 500 mg, larutkan dalam 25 ml

etanol encer P yang sudah dinetralkan dengan natrium hidroksida 0,1 N,

tambahkan fenolftalein LP dan titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N LV.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Khasiat dan penggunaan : Sebagai obat analgesik

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 11 dari 33

Anda mungkin juga menyukai