Anda di halaman 1dari 7

Topik 2

UJI KELARUTAN JENUH

LKM 2

Pertanyaan Pembahasan

1) Jelaskan efek waktu pengadukan terhadap kelarutan parasetamol dalam aquadest!


Laju disolusi atau laju kelarutan suatu zat terlarut dapat dipengaruhi oleh
waktu atau lamanya pengadukan. Pada percobaan, dilakukan pelarutan parasetamol
dalam aquadest pada suhu ruang (25ºC) yang konstan, sehingga suhu tidak akan
mempengaruhi laju disolusi. Dilakukan pengadukan selama 90 menit dengan rentang
pemeriksaan kelarutan mulai dari 30 menit, 45 menit, 60 menit dan terakhir 90 menit.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengadukan maka
semakin banyak bagian parasetamol yang terlarut. Pengadukan dalam jangka waktu
yang lebih lama dapat membantu melarutkan zat terlarut lebih cepat dan
mendistribusikan partikel zat terlarut ke seluruh pelarut. Hal ini karena bila larytan
diaduk lebih lama, interaksi partikel antara zat terlarut (parasetamol) dengan
pelarutnya (aquadest) akan semakin banyak dan berlangsung lebih lama, sehingga laju
disolusi akan lebih cepat. Waktu pengadukan hanya dapat mempercepat kelarutan,
bukan meningkatkan kelarutan. Artinya, apabila suatu zat sudah mencapai kondisi
jenuhnya dan diberikan pengadukan maka bila diaduk selama atau secepat apapun
kelarutannya akan tetap dengan kata lain tidak meningkatkan kelarutan suatu zat
tersebut.

2) Jelaskan hasil percobaan yang Anda dapatkan, apakah telah mencapai kondisi jenuh?
Secara kuantitatif, kelarutan merupakan jumlah senyawa terlarut yang
membentuk larutan jenuh pada suhu tertentu, sedangkan secara kualitatif
menunjukkan interaksi yang spontan antara dua atau lebih zat dalam membentuk
suatu dispersi molekul yang homogen. Larutan jenuh merupakan suatu larutan dimana
zat terlarut telah dalam kondisi kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut)
(Martin, A, 2009). Hal ini berarti apabila jumlah zat yang terlarut telah mencapai
batas maksimum kemampuan pelarut tersebut sehingga pelarut sudah tidak bisa
melarutkan zat lagi dan jika partikel ditambahkan kembali maka akan membentuk
padatan (lewat jenuh).
Pada praktikum yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh adalah larutan
dikatakan belum mencapai kondisi jenuh. Hal ini ditunjukkan dengan kelarutan
parasetamol yang masih terus meningkat seiring dengan bertambahnya waktu
pengadukan. Namun dapat dilihat pada menit ke-60 dan menit ke-90 kelarutan
parasetamol mengalami peningkatan yang tidak terlihat signifikan (hanya meningkat
sedikit) sehingga pada kondisi tersebut larutan dapat dikatakan sudah hampir jenuh,
namun belum sepenuhnya. Nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi,
apabila nilai absorbansi tinggi, maka konsentrasi juga semakin meningkat. Selisih
nilai absorbansi pada menit ke-60 (0,596) dan 90 (0,600) hanya sebesar 0,004,
sedangkan selisih konsentrasi pada menit ke-60 (0,9952) dan 90 (1,003) adalah
sebesar 0,008. Hal tersebut menunjukkan peningkatan yang tidak banyak/tidak
signifikan.

Larutan dikatakan jenuh bila dilihat dari kurva hubungan kelarutan


parasetamol vs waktu pengadukan menunjukkan nilai kelarutan yang konstan/stagnan
seiring bertambahnya waktu pengadukan. Hal tersebut berarti bila diberikan
pengadukan yang lebih lama lagi maka kelarutannya akan tetap, grafik akan
menunjukkan titik stagnan.

3) Berapakah kelarutan parasetamol dalam pelarut aquadest bila dituliskan sesuai dengan
ketentuan Farmakope Indonesia?
Berdasarkan ketentuan dari Farmakope Indonesia Edisi III, kelarutan
parasetamol dalam aquadest adalah 1:70. Hal tersebut berarti 1 bagian parasetamol
larut dalam 70 bagian pelarut aquadest atau 1 gram parasetamol larut dalam
aquadest sebanyak 70 ml.
Dalam percobaan, sebanyak 1,5 gram parasetamol dilarutkan dalam
aquadest sebanyak 50 ml. Apabila secara teoritis 1 gram parasetamol membutuhkan
sebanyak 70 ml pelarut air, maka seharusnya 1,5gram parasetamol membutuhkan
105 pelarut air (1,5:105). Namun, pada praktikum kali ini hanya menggunakan 50
ml pelarut air sehingga pada akhir pengujian seharusnya masih ada parasetamol
yang tidak terlarut dalam pelarut air, kondisi ini berarti menunjukkan larutan yang
lewat jenuh, yaitu zat terlarut dalam kadar yang lebih banyak pada suhu tertentu
sehingga terdapat zat terlarut yang tidak dapat larut lagi dalam pelarutnya (Zat
terlarut > Pelarut). Kondisi lewat jenuh ini yang banyak digunakan untuk formulasi
sediaan, tujuannya untuk dapat mengetahui konsentrasi maksimal zat yang dapat
terlarut lalu dibandingkan dengan teoritisnya apakah sesuai atau tidak.

4) Berdasarkan nilai kelarutan yang didapat, tentukan kategori kelarutan parasetamol


sesuai dengan tabel kelarutan yang tercantum pada Farmakope Indonesia!

Menurut Farmakope Indonesia edisi III, parasetamol memiliki kelarutan 1:70,


yang artinya tiap 1 bagian parasetamol diperlukan 70 bagian air untuk melarutkannya.
Apabila dilihat dari tabel kelarutan, parasetamol termasuuk ke dalam kategori agak
sukar larut. Sementara pada saat praktikum, pada menit ke 90 setelah diaduk dengan
hotplate magnetic stirrer, parasetamol yang terlarut dalam 50 mL air adalah 1,003
gram atau setara dengan 1:49,85. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
parasetamol masuk pada kategori agak sukar larut sesuai dengan panduan standar
kelarutan Farmakope Indonesia edisi III.

Pertanyaan Diskusi
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konsep like dissolve like pada kelarutan suatu
bahan!
Prinsip like dissolves like menyatakan bahwa suatu zat akan larut pada pelarut
yang sesuai. Suatu pelarut cenderung akan melarutkan senyawa yang mempunyai
tingkat kepolaran yang sama dengan pelarut. Senyawa polar akan larut dalam
senyawa polar, sedangkan senyawa non polar akan larut dalam senyawa non polar.
Dari prinsip ini, dapat dikatakan bahwa penentuan jenis pelarut akan menjadi salah
satu faktor untuk memaksimalkan kelarutan suatu zat.

2. Jelaskan cara yang dapat dilakukan untuk mempercepat kelarutan suatu obat!
Kelarutan suatu obat dapat dipercepat dengan beberapa perlakuan tanpa
melibatkan penambahan zat yang dapat mempengaruhi struktur kimia suatu obat.
Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mempercepat kelarutan suatu obat:
a) Peningkatan suhu
Secara teoritis, penambahan suhu dapat mempercepat terjadinya kelarutan
dikarenakan memungkinkan terjadinya penumbukan antar molekul. Kelarutan
suatu zat dapat dipercepat dengan cara menaikkan suhu dimana zat tersebut
termasuk kedalam jenis zat endoterm, yang mana panas akan masuk kedalam
sistem (menyerap panas). Namun, ada beberapa zat yang termasuk ke dalam
zat eksoterm (mengeluarkan panas) yang mana zat tersebut apabila dipanaskan
akan terjadi endapan.
b) Pengadukan
Pengadukan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk mempercepat
kelarutan. Semakin cepat dan semakin lama dilakukan pengadukan, maka akan
memungkinkan terjadinya tumbukan antar partikel, sehingga tumbukanlah
yang mengakibatkan suatu zat tersebut makin cepat untuk larut. Pengadukan
juga mengakibatkan luas permukaan sentuhan akan semakin besar sehingga zat
terlarut dan pelarutnya akan terjadi interaksi yang semakin besar
mengakibatkan kelarutan akan semakin cepat.
c) Pengecilan ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel, maka akan semakin mudah suatu zat larut ke
dalam pelarutnya. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan cara penggerusan.
Pengecilan ukuran partikel juga menyebabkan luas permukaan solute yang
nantinya akan kontak dengan solvent akan semakin besar, sehingga interaksi
tersebut dapat mempercepat terjadinya kelarutan.

3. Jelaskan cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat
Kelarutan suatu obat dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan suatu zat.
Berikut beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat:
a) Penambahan surfaktan
Penambahan surfaktan dapat meningkatkan kelarutan dikarenakan dapat
menurunkan tegangan permukaan dari suatu zat terlarut pada mediumnya.
Namun, surfaktan hanya bisa digunakan pada obat dengan sifat basa lemah
dan asam lemah saja.
b) Pembentukan garam
Dibutuhkan adanya gaya van der waals atau gaya antar molekul yang nantinya
tipe dispersi dipolar akan menginduksi tipe dipoler untuk membentuk senyawa
kompleks. Ikatan hidrogen juga ikut berperan pada kompleks molekuler dan
kovalen koordinat penting dalam pemebntukan garam. Yang perlu
diperhatikan adalah faktor ruang pada pembentukan kompleks. Asosiasi dan
juga pendekatan molekul pemberi atau donor dan akseptor nantinya terhalangi
oleh faktor ruang, sehingga kompleks ikatan hydrogen perlu dipertimbangkan.

c) Dispersi padat

Merupakan suatu bahan aktif dalam pembawa inert atau stabil yang berada
pada bentuk padat dan sebelumnya telah dipreparasi dengan cara dilarutkan
terlebih dahulu. Peleburan juga bisa dilakukan saat preparasi.

Kesimpulan dan Saran

a. Kesimpulan apa yang dapat diambil dari percobaan ini?

 Larutan jenuh terjadi ketika jumlah zat yang terlarut mencapai batas
maksimum kemampuan pelarut dan jika partikel ditambahkan kembali maka
akan membentuk padatan (lewat jenuh)

 Larutan dikatakan jenuh bila dilihat dari kurva hubungan kelarutan


parasetamol vs waktu pengadukan menunjukkan nilai kelarutan yang
konstan/stagnan seiring bertambahnya waktu pengadukan. Hal tersebut berarti
bila diberikan pengadukan yang lebih lama lagi maka kelarutannya akan tetap,
grafik akan menunjukkan titik stagnan.

 Waktu/ lama pengadukan hanya mempercepat laju disolusi / kelarutan, tetapi


tidak meningkatkan kelarutan dari suatu zat tersebut

 Parasetamol masuk pada kategori agak sukar larut sesuai dengan panduan
standar kelarutan Farmakope Indonesia edisi III.

 Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempercepat kelarutan suatu obat,
yakni peningkatan suhu, pengadukan yang lebih lama, dan pengecilan ukuran
partikel.

 Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat,
yakni penambahan surfaktan, pembentukan garam, dan peleburan dengan
dispersi padat.

b. Saran apa yang dapat diberikan dari percobaan ini?


Dalam percobaan uji kelarutan jenuh, praktikan perlu memahami dan
mendalami metode praktikum, prinsip kerja, dan tata cara penggunaan alat dalam
laboratorium untuk meminimalisir kesalahan pada saat praktikum (human error).
Titik kritis uji kelarutan jenuh terletak pada suhu dan kecepatan pengadukan yang
harus dijaga agar selalu konstan. Selain itu, preparasi sampel mulai dari penimbangan,
pemipetan saat pengenceran, hingga penyaringan perlu dilakukan secara teliti dan
kuantitatif agar kadar yang dihasilkan bersifat akurat atau valid.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A. 2009. Farmasi Fisik 1 Edisi III. UI Press :
Jakarta

Maupula, I. S. 2021. Ikatan Kovalen Polar Dan Non Polar: Uji Kelarutan Dengan Air.
Maluku: SMAN 13 Maluku Barat Daya

Anda mungkin juga menyukai