PK 1 - Rais
PK 1 - Rais
Pembimbing :
Disusun oleh:
SONIE SATRIA RAIS
030.14.179
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga presentasi kasus ini yang berjudul “Tetanus” dapat
diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik bagian anak di RSUD Budhi Asih.
Presentasi kasus ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat
dr. H Harmon Mawardi, Sp.A atas keluangan waktu dan bimbingan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun presentasi kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saya selaku penulis sangat terbuka untuk menerima berbagai
kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan presentasi kasus ini.
Demikian presentasi kasus ini disusun semoga dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan
pembaca pada umumnya.
030.14.179
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Gastroenteritis adalah inflamasi pada lapisan mukosa lambung dan usus kecil, penyebab
terbanyak adalah infeksi rotavirus, bermanifestasi umumnya sebagai diare dan muntah, dan bisa
menyebabkan komplikasi dehidrasi berat dan menyebabkan kematian. Diare adalah manifestasi
gastroenteritis yang terbanyak, dan merupakan penyebab kematian tertinggi pada bayi dan balita
usia <5 tahun, baik secara global maupun di Indonesia, karenanya tatalaksana gastroenteritis
bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum penderita, mencegah dan menanggulangi
dehidrasi, serta mengobati penyakitnya sampai tuntas1. Menurut hasil Riskerdas 2007, diare
merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi dan balita, sedangkan pada semua
kelompok umur menempati nomor empat. Kejadian luar biasa diare masih sering terjadi, dengan
case fatality rate yang masih tinggi. Data Riskerdas 2013, menunjukan insiden diare untuk semua
kelompok umur di Indonesia adalah 3,5%, di mana kelompok umur balita adalah yang paling
tinggi menderita diare2,3. ISPA juga masih merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi
dan balita di Indonesia. Dari beberapa hasil SKRT diketahui bahwa 80 sampai 90% dari seluruh
kasus kematian ISPA disebabkan Pneumonia4. Sedangkan Demam berdarah dengue (DBD)
merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis,
terutama asia tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia,
agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus,
terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4, ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia5.
v
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 4 tahun
Identitas Orangtua/wali:
Identitas Ayah/ wali Ibu
Nama Sutisno Dian Kusuma Pratiwi
Umur - -
Suku/bangsa Betawi Betawi
Agama Islam Islam
Alamat Jl. Kebun Kelapa Tinggi Jl. Kebun Kelapa Tinggi
Pekerjaan - Ibu Rumah Tangga
Pendidikan SMA SMA
vi
Penghasilan/bulan Tidak menentu (freelance) -
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ayah, Ibu dan kakak sepupu terdekat
pasien di bangsal Dahlia Timur pada tanggal 30 Oktober 2019 pukul 06.00 WIB.
Keluhan utama : Demam naik turun 7 hari SMRS
Keluhan tambahan : Batuk (+) Pilek (+) BAB cair >3x/hari, Mual (+)
vi
i
8
B. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
(-)
Cacingan (-) Diare Penyakit jantung (-)
6
bulan
(-) Hipereaktif
Parotitis (-) Operasi bronkus (-)
9
Riwayat Kehamilan/ Persalinan
Morbiditas kehamilan -
SC
KELAHIRAN
Cara persalinan
Penyulit : tidak ada
10
Masa gestasi Cukup bulan (39 minggu)
Panjang lahir : 50 cm
C. Riwayat Perkembangan
- Pertumbuhan gigi I : ibu lupa (Normal: 5-9 bulan)
- Psikomotor :
11
- Perkembangan pubertas :
Rambut Pubis :-
Payudara :-
Menarche :-
12
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Tidak sesuai usia, pasien
belum mengalami perkembangan pubertas, terdapat keterlambatan perkembangan
pasien.
D. Riwayat Makanan
Usia 0 – 12 bulan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0–1 ASI - - -
1–4 PASI - - -
4–6 PASI - - -
6–8 PASI + + -
8 – 10 PASI + + +
10 - 12 PASI + + +
Sayur 3 x / minggu
13
Susu -
E. Riwayat Imunisasi
3 bulan
Hepatitis B Lahir 2 bulan
Polio Lahir
BCG 1 bulan
Hib - - -
Campak Tidak
dilakukan
14
F. Riwayat Keluarga
G. Riwayat Pernikahan
15
I. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama kedua orang tua di rumah milik sendiri yang berkawasan di
Matraman, Jakarta Timur. Rumah pasien berada dalam 1 lantai dengan 4 kamar tidur.
Ventilasi dan sirkulasi udara kurang baik, di rumah memiliki 4 jendela, serta di tempat
tersebut padat penduduk. Toilet dengan kondisi jongkok. Air yang digunakan untuk
mandi bersumber dari air tanah dan air minum menggunakan air isi ulang. Sampah di
kumpulkan didepan rumah setiap pagi kemudian diambil setiap hari oleh petugas
kebersihan.
Kesimpulan Riwayat lingkungan pasien: Ventilasi dan sirkulasi udara kurang baik.
Rumah pasien berada di lingkungan yang padat penduduk.
16
II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Data Antropometri
Tinggi Badan : 98 cm
Kesimpulan status gizi : Dari ketiga parameter yang digunakan diatas didapatkan
kesan gizi kurang.
Tanda Vital
- Tekanan darah : -
- Napas : 22x/menit
- Suhu : 37C
- SpO2 : 98%
17
Status Generalis
Kepala : Normosefali,
Wajah: Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka ataupun jaringan parut, Rhisus
Sardonikus.
Mata
18
Pupil : 3 mm/3mm, bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+
Telinga
Bentuk : Normotia
Tuli : -/-
Hidung
19
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra.
Perkusi : Batas jantung
Kanan : ICS III – V linea sternalis dextra
Kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
Atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I & BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Abdomen
kulit keriput (-), ascites (-) gerak dinding perut saat pernapasan
simetris, gerakan peristaltik (-), ptechie (+), massa menonjol
(-)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 3x/menit, suara pembuluh darah
(arterial bruit, venous hum) (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen, shifting dullness (-),
undulasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), turgor kulit baik, hepar
dan lien tidak teraba membesar. Ballotement ginjal (-), nyeri
ketok ginjal (-).
Kulit : Warna merata, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak lembab
Genitalia : Jenis kelamin perempuan.
20
Kelenjar getah bening :
Ekstremitas :
< 3 detik.
21
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
27 – 10 - 19
Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin
11,6 g/dL 10,8-15,6
(HGB)
Hematokrit
32 % 33-45
(HCT)
KIMIA KLINIK
27 – 10– 2019
Elektrolit
22
Metabolisme Karbohidrat
IV. RESUME
Pasien anak perempuan usia 4 tahun dibawa orangtua nya ke IGD RSUD Budhi
Asih dengan keluhan demam 7 hari SMRS, dan disertai batuk dengan sekret putih
bening, pilek, mual, muntah 2x, BAB cair >3x/hari. Demam dikeluhkan naik turun,
nafsu makan juga menurun. Pasien juga memiliki riwayat TB pada usia 6 bulan tuntas.
Dan untuk foto thorax belum dilakukan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
V. DIAGNOSIS KERJA
- Bronkitis
- Pneumonia
23
VII. TATALAKSANA
Medikamentosa
1) IVFD Asering 4cc/Jam
2) Probiokid 1x1 bungkus
3) Zink 1x10ml
4) Paracetamol 120mg bila demam
5) Salbutamol 0.6mg
6) Ambroxol 5.5mg
7) CTM 0.8mg
8) Pedialit 100cc/diare
9) Hidrokortison 3x/hr
10) Gentamisin 3x/hr
Non – Medikamentosa
1) Diet :
2) Edukasi :
VIII. PROGNOSIS
24
IX. FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
S Demam mereda, batuk Demam (-) sudah Demam (-), batuk (-),
(+), pilek (+), BAB terkoreksi, batuk (-), pilek(-), mual(-), muntah
cair 1x, mual (-), pilek (-), BAB lancar, (-), BAB lancar
muntah (-), nafsu nafsu makan membaik, konsistensi padat, nafsu
makan menurun mual (-), muntah (-) makan membaik
25
KU : Sakit sedang KU : Sakit ringan KU : Sakit ringan
Kes: Compos Mentis Kes: Compos Mentis Kes: Compos Mentis
Tanda Vital Tanda Vital Tanda Vital
-TD: - -TD: - -TD: -
-HR: 119x/m -HR: 103x/m -HR: 100x/m
-RR: 24x/m -RR: 24x/m -RR: 22x/m
-S: 37 C -S: 36,5 C -S: 36,5 C
26
Lab Hematologi
(29-11-19):
Leukosit: 10.2 ribu/uL
Eritrosit: 3.4 juta/uL
Hb: 10.1 g/dL
Ht: 28%
Trombosit: 126 ribu/uL
Lab Hematologi
(30-11-19):
Leukosit: 7.3 ribu/uL
Eritrosit: 3.7 juta/uL
Hb: 11.1 g/dL
Ht: 30%
Trombosit: 141 ribu/uL
Lab Urinalisis
(30-11-19)
Warna: Kuning
Kejernihan: Keruh
Darah: +3
Esterase Leukosit: +3
Demam Dengue,
Trombositopenia, GEA, ISPA, Demam
A GEA, ISPA, Demam
Anemia Ringan, Dengue (perbaikan)
Dengue
Susp. ISK
27
IVFD Asering IVFD Asering 4cc/KgBB IVFD Asering 4cc/KgBB
4cc/KgBB Pedialit 100cc/diare Pedialit 100cc/diare
Probiokid 1x1 bks Inj. OMZ 2x15mg/iv Inj. OMZ 2x15mg/iv
Zink 1x10ml Probiokid 1x1 bks Probiokid 1x1 bks
Paracetamol 120mg Paracetamol 120mg bila Paracetamol 120mg bila
bila demam demam demam
Salbutamol 0,6mg Salbutamol 0,6mg Salbutamol 0,6mg
Ambroxol 5,5mg Ambroxol 5,5mg Ambroxol 5,5mg
CTM 0,8mg CTM 0,8mg CTM 0,8mg
Hidrocortison 3x/hr Hidrocortison 3x/hr
Gentamisin 3x/hr Gentamisin 3x/hr
28
BAB III
ANALISIS KASUS
Dilaporkan seorang anak perempuan berusia 4 tahun datang dengan demam naik
turun 7 hari SMRS. Diagnosis ditegakkan melalui alloanamnesis oleh ibu pasien serta
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesa didapatkan demam yang naik turun pada pasien, ditemukan batuk
(+) dengan sekret warna putih bening cair disertai pilek (+) mual (+) dirasakan oleh pasien
dengan muntah (+) 2x, selain itu juga didapatkan BAB dengan konsistensi cair >3x/hari.
Riwayat penyakit dahulu pasien pernah mengalami TB pada usia 6 bulan dan pengobatannya
tuntas. Didapatkan pula ada perkembangan pasien dengan delayed developement.
Menurut literatur, diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200ml dalam 24 jam. Pada kasus gastroenteritis diare secara umum
terjadi karena adanya peningkatan sekresi air dan elektrolit6. Mekanisme pasti muntah yang
disebabkan oleh gastroenteritis belum sepenuhnya diketahui. Tetapi diperkirakan terjadi
karena adanya peningkatan stimulus perifer dari saluran cerna melalui nervus vagus atau
melalui serotonin yang menstimulasi reseptor 5HT3 pada usus. Pada gastroenteritis akut
iritasi usus dapat merusak mukosa saluran cerna dan mengakibatkan pelepasan serotonin
dari sel-sel chromaffin yang selanjutnya akan ditransmisikan langsung ke pusat muntah atau
melalui chemoreseptor trigger zone. muntah selanjutnya akan mengirimkan impuls ke otot-
otot abdomen, diafragma dan nervus viseral lambung dan esofagus untuk mencetuskan
muntah7. Pada demam diatur pada pusat pengaturan suhu terletak di bagian anterior
hipotalamus. Ketika vascular bed yang mengelilingi hipotalamus terekspos pirogen eksogen
tertentu (bakteri) atau pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF), zat metabolik asam arakidonat
dilepaskan dari sel-sel endotel jaringan pembuluh darah ini. Zat metabolik ini, seperti
prostaglandin E2, melewati blood brain barrier dan menyebar ke daerah termoregulator
hipotalamus, mencetuskan serangkaian peristiwa yang meningkatkan set point hipotalamus.
Dengan adanya set point yang lebih tinggi, hipotalamus mengirim sinyal simpatis ke
pembuluh darah perifer, menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan pembuangan panas
dari kulit8.
29
Penelitian membuktikan bahwa kepadatan hunian mempermudah penularan
penyakit khususnya penyakit saluran napas, karena jumlah penghuni sangat berpengaruh
terhadap jumlah koloni kuman, sebagian besar penelitian mendapatkan prevalensi diare dan
infeksi parasit tinggi di daerah lingkungan dengan fasilitas, perumahan, air dan sanitasi yang
buruk9. Penyebab adanya gastroenteritis dengan penyakit penyerta ISPA dikarenakan
mikroorganisme tersering berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan
Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan
enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A. Penyebab utama adalah adanya strain
bakteri yang multi-drugs resisten. Kontrol terpenting untuk penyakit ini adalah identifikasi
yang baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif dalam ruangan10. Manifestasi
klinis demam dengue kebanyakan ringan, namun perlu diwaspadai, karena seringnya
penyakit ini tidak terdiagnosis, maka pasien akan menjadi sumber penularan bagi sekitarnya.
Virus penyebab demam dengue adalah virus dengue. Virus ini merupakan genus dari
Flavivirus dan famili flaviviridae. Virus ini berukuran kecil (50nm), memiliki single
stranded RNA. Virionnya terdiri atas nukleokaspid dengan bentuk kubus simetri yang
terbungkus dalam sampul lipoprotein11.
30
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definisi
Sedangkan ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan gejala
batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung sampai
dengan 14 hari13.
Sementara itu demam dengue adalah infeksi virus dengue yang ditandai dengan
demam yang bersifat bifasik disertai dengan gejala nyeri kepala, nyeri otot, dan timbulnya
ruam pada kulit. Demam dengue dapat dibagi 2, yaitu dengan tanda perdarahan dan tanpa
tanda perdarahan11.
4.2 Epidemiologi
Pada negara berkembang, penyakit tetanus masih merupakan masalah kesehatan
publik yang sangat besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun di seluruh dunia,
dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka kematian 300.000-
500.000 per tahun. Mortalitas dari penyakit tetanus melebihi 50 % di negara berkembang,
dengan penyebab kematian terbanyak karena mengalami kegagalan pernapasan akut.4
Angka mortalitas menurun karena perbaikan sarana intensif (ICU dan ventilator),
membuktikan bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ahli sangat berguna dalam
efektivitas penanganan penyakit tetanus. Penelitian oleh Thwaites et al pada tahun 2006
mengemukakan bahwa Case Fatality Rate (CFR) dari pasien tetanus berkisar antara 12-
53%.5 Penyebab kematian pasien tetanus terbanyak adalah masalah semakin buruknya
sistem kardiovaskuler paska tetanus ( 40%), pneumonia (15%), dan kegagalan pernapasan
akut (45%).20Health Care Associated Pneumonia (HCAP) dalam beberapa penelitian
dihubungkan dengan posisi saat berbaring. Tetapi, penelitian terbaru oleh Huynh et al
(2011), posisi semi terlentang atau terlentang tidak memberi perbedaan yang bermakna
31
terhadap terjadinya pneumonia pada pasien tetanus. Angka mortalitas penyakit tetanus di
negara maju cukup tinggi bagi kelompok yang mempunyai risiko tinggi terhadap kematian
akibat penyakit ini. Infark miokard menjadi konsekuensi dari disfungsi saraf otonom dan
berperan besar terhadap angka mortalitas penyakit tetanus di populasi usia lanjut.
4.3 Etiologi
C. tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan kotoran
binatang.2Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi spora, memberikan gambaran
klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun. C. tetani merupakan bakteri yang motil karena memiliki flagella,
dimana menurut antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan memproduksi
neurotoksin yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen
desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora C. tetani dapat bertahan dari air
mendidih selama beberapa menit (meski hancur dengan autoclave pada suhu 121° C selama
15-20 menit). Jika bakteri ini menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda
lain, bakteri ini akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang
bernama tetanospasmin.
Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika menempati
tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan melepaskan toksin tetanus.
32
Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan penyakit tetanus (dosis
letal minimum adalah 2,5 ng/kg).
33
4.4 Faktor risiko
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Blegur et al (2012) pada kurun waktu
Januari 2007 sampai April 2012 di RSUP Dr. Kariadi Semarang, ada korelasi signifikan
antara sepsis, komplikasi pernapasan & kardiovaskuler dengan angka mortalitas.
Kejadian kematian penderita tetanus pada waktu tersebut di RSUP dr. Kariadi Semarang
adalah 38,1% dengan komplikasi sistem pernapasan dan kardiovaskuler sebagai faktor
utama.
Pada penelitian studi retrospektif oleh Greco et al (2003), hasil analisis multivariat
menunjukan faktor-faktor risiko kematian penderita tetanus adalah usia > 51 tahun, time
of illness < 48 jam, masa inkubasi < 168 jam, rigiditas leher, spasme, opistotonus, suhu
badan > 37,7 C, denyut nadi >111 bpm, hiperaktivitas simpatis, dan pneumonia.
34
Pada penelitian studi case series oleh Gibson et al (2009) menunjukan kematian
pasien tetanus disebabkan gagal napas, Cardiovascular collapse, dan ketidakstabilan
otonom.
Pada penelitian studi retrospektif oleh Patel et al (1999), hasil analisis multivariat
menunjukkan faktor-faktor risiko yang berpengaruh pada kematian penderita tetanus
adalah trismus, spasme, masa inkubasi <7 hari, interval antara trismus dan spasme <48
jam, suhu rektal > 38 C selama hari pertama di rumah sakit.
Pada penelitian case report oleh Kasher et al (2007), menunjukan salah satu faktor
risiko yang berpengaruh pada kematian penderita tetanus adalah riwayat operasi
gastrointestinal, salah satunya adalah tindakan haemorrhoid banding. Praktisi kesehatan
harus sadar manifestasi klinik dari penyakit ini.
Pada penelitian studi retrospektif oleh Parviz et al (1998), menunjukan bahwa salah
satu faktor risiko yang berpengaruh pada kematian penderita tetanus adalah usia yang
35
semakin tua. Usia tua memperbesar kemungkinan terkena severe tetanus dan komplikasi
tersering penyebab kematian adalah gagal napas akut. Selain itu, penyakit ini lebih
sering mengenai kaum pria di segala umur, dengan hubungan umur dan jenis kelamin
tidak mempunyai efek yang jelas terhadap kematian akibat tetanus.23 Pada penelitian
studi retrospektif oleh Bankole et al (2012), menunjukan bahwa kejadian tetanus
meningkat tiga kali lipat pada kaum pria dibanding kaum wanita. Periode masa inkubasi
11,4 ± 4,8 hari, dan durasi onset adalah 72 ± 45,6 jam. Case Fatality Rate adalah 16,3%.
Sebesar 12% dari CFR tersebut meninggal dengan jangka waktu onset yang panjang,
sedangkan sebesar 43% meninggal dengan jangka waktu onset yang singkat (P = 0,002).
Pasien dengan komplikasi (78%) meninggal sementara hanya 8% meninggal dari
mereka yang tidak komplikasi (P <0,0001).2
Pada penelitian studi retrospektif dan prospektif oleh Siddartha et al (2004) di India,
hasil analisis multivariat menunjukan bahwa terdapat korelasi linear antara masa
inkubasi, kekakuan umum, tanda disfungsi otonom, keperluan trakeostomi, keperluan
ventilasi mekanis, keperluan pemberian diazepam (batas normal 1500 mg per 24 jam,
diatas pemakaian 4000-5000 mg per 24 jam semakin buruk prognosisnya), dan durasi
tinggal di Intensive Care Unit (ICU) dengan kematian penderita tetanus. Hasil analisis
regresi logistik multivariat menunjukkan pasien di atas usia 50 tahun (P = 0,003) dan
keperluan ventilasi mekanik (P = 0,009) secara bermakna dikaitkan dengan kematian
yang tinggi.24 Pada penelitian studi retrospektif oleh Talan et al (2004) di Amerika
Serikat, hasil analisis multivariat menunjukan bahwa kelompok orang yang berusia
diatas 70 tahun, manusia yang berpendidikan rendah, dan imigran dari luar Amerika
Utara & Eropa Barat dan manusia dengan riwayat imunisasi tidak memadai mempunyai
kadar seroprotection terhadap tetanus lebih rendah. Fakta tersebut dapat menjawab
pertanyaan mengapa orang dengan faktor risiko tertentu dapat menjadi perhatian khusus
bagi insidensi penyakit tetanus.
36
studi prospektif yang dilakukan oleh Korber et al (2008) terhadap 100 pasien tetanus
dengan riwayat ulserasi kaki (luka kronis). Hasilnya penderita tetanus yang berusia ≥70
tahun dengan riwayat ulserasi kaki hampir pasti menderita tetanus. Banyak hal yang
terpengaruh, terutama status imun penderita terhadap toksin tetanus. Oleh karena itu,
status imun pasien tersebut terhadap tetanus harus diperbaiki dengan vaksinasi
kembali.27
Pada penelitian studi retrospektif yang dilakukan oleh Weng et al (2010) di Taiwan
menunjukan bahwa Umur ≥65 tahun secara bermakna dikaitkan dengan trismus,
disfagia, disarthria, dan pneumonia. Generalized tetanus dan pneumonia merupakan
faktor risiko yang signifikan untuk kegagalan pernafasan.
4.5 Patogenesis
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora
ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar,
luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat,
kadang–kadang luka tersebut hampir tak terlihat.6 Bila keadaan menguntungkan
di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai anaerob disertai
terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda–benda asing maka spora
berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang.Kuman ini tidak invasif.
Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan
tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan pathogenesis penyakit.
Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang
mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut. Tetanospasmin masuk ke
susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat suasana anaerobik yang
memungkinkan Clostridium tetani untuk hidup dan memproduksi toksin. Lalu
setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan ditransportasikan secara
retrograde menuju saraf presinaptik, dimana toksin tersebut bekerja. Toksin
tersebut akan menghambat pelepasan neurotransmitter inhibisi dan secara efektif
menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tetapi khususnya toksin tersebut
menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang spesifik
menginhibisi neuron motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak
teregulasi dari sistem saraf motorik. Tetanospamin juga mempengaruhi sistem
saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis
berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang berlebihan dan
37
meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urin. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi kardiovaskuler. Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf sudah
tidak dapat dinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus.
38
4.5 Manifestasi klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 7-10 hari, namun dapat lebih singkat
atau dapat lebih lama. Makin pendek masa inkubasi makin jelek
prognosisnya.Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi C. tetani dengan susunan
saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh
tempat invasi maka inkubasi makin panjang. Secara klinis dibagi 4 macam, yaitu
tetanus umum, tetanus local, cephalic tetanus, dan tetanus neonatal. Salah satunya
yaitu spasme otot, trismus, lock jaw, nyeri pada otot, disfagia, opistotonus, lemas dan
pucat.
Pemeriksaan Lain Pemeriksaan lain seperti lumbal pungsi tidak diperlukan karena
biasanya hasilnya normal. Pemeriksaan radiologis juga tidak perlu dilakukan.
4.7 Diagnosis
Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya dengan berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan kultur C. tetani pada luka, hanya merupakan penunjang diagnosis. Adanya
trismus, atau risus sardonikus atau spasme otot yang nyeri serta biasanya didahului oleh riwayat
trauma sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis tetanus dapat membingungkan, dan
kelangsungan hidup tergantung pada kecepatan pengobatan dengan antitoksin dan perawatan
suportif yang memadai.
39
4.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding tergantung dari manifestasi klinis utama dari penyakit. Diagnosis
bandingnya adalah sebagai berikut :
1. Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis ketiga diagnosis tersebut tidak dijumpai
trismus, risus sardonikus. namun dijumpai gangguan kesadaran danterdapat kelainan likuor
serebrospinal.
2. Tetani disebabkan oleh hipokalsemia. secara klinis dijumpai adanya spasmekarpopedal.
3..Kercunan striknin : minum tonikum terlalu banyak (pada anak).
4. Rabies :dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan, sedangkan padaanamnesis
terdapat riwayat digigit binatang pada waktu epidemi.
5. Trismus akibat proses lokal yang disebabkan oleh mastoiditis, otitis mediasupuratif
kronis dan abses peritonsilar. Biasanya asimetris
40
4.9 Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa tetanus meliputi pemberian antitoksin,
antibiotik, antiepilepsi, dan terapi lain untuk mengurangi gejala yang
ditimbulkan oleh toksin.
Antitoksin
Antibiotik
Antibiotik digunakan untuk mengeradikasi bakteri. Antibiotik
pilihan adalah metronidazole dengan dosis 500 mg intravena setiap 6 jam
atau 1 gram setiap 12 jam untuk pasien dewasa dan 7,5 mg/kgBB tiap 8 jam.
Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah klindamisin, tetrasiklin,
eritromisin, kloramfenikol, dan penisilin.
Medikamentosa Lainnya
4.11 Prognosis
42
Prognosis tetanus dipengaruhi oleh waktu yang dibutuhkan dari
kejadian luka hingga timbulnya tanda klinis, riwayat imunisasi, manajemen
luka yang baik, serta deteksi dan penanganan yang diberikan sedini mungkin
43
4.12 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas
sehingga pada tetanus yang berat , terkadang memerlukan bantuan ventilator. Sekitar kurang
lebih 78% kematian tetanus disebabkan karena komplikasinya. Kejang yang berlangsung
terus menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang panjang, serta
rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut. Infeksi nosokomial umum sering
terjadi karena rawat inap yang berkepanjangan. Infeksi sekunder termasuk sepsis dari
kateter, pneumonia yang didapat di rumah sakit, dan ulkus dekubitus. Emboli paru sangat
bermasalah pada pengguna narkoba dan pasien usia lanjut. Aspirasi pneumonia merupakan
komplikasi akhir yang umum dari tetanus, ditemukan pada 50% -70% dari kasus
diotopsi.27-30 Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom karena
pelepasan katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi hipertensi dan
takikardi yang kadang berubah menjadi hipotensi dan bradikardi. Walaupun demikian,
pemberian magnesium sulfat saat gejala tersebut sangat bisa diandalkan. Magnesium sulfat
dapat mengontrol gejala spasme otot dan disfungsi otonom.
4.13 Prognosis
Prognosis tetanus dipengaruhi oleh waktu yang dibutuhkan dari kejadian luka
hingga timbulnya tanda klinis, riwayat imunisasi, manajemen luka yang baik, serta deteksi
dan penanganan yang diberikan sedini mungkin.
45
46
47