Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PAPER

“Prinsip-Prinsip Penilaian”

Dosen Pengampun:

Disusun Oleh:

HADJIDJA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) AMBON

PASCA SARJANA JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2018 /2019


A. Pendahuluan

Penilaian merupakan bagian integral dalam pembelajaran. Banyak istilah yang sering
digunakan dalam hubungannya dengan penilaian, yakni pengukuran, evaluasi, tes, dan
penilaian itu sendiri. Namun, secara teknis istilah-istilah tersebut bermuara pada hakikat yang
berbeda-beda. Pengukuran merupakan istilah generik yang merujuk pada penentuan
sistematis tentang hasil atau karakteristik sesuatu dengan menggunakan beberapa jenis
perangkat penilaian. Pengukuran adalah proses sistematis untuk memperoleh derajat sesuatu
yang diukur yang mana sifat atau atribut hadir dalam individu atau objek.
Dengan kata lain, pengukuran adalah tugas sistematis tentang nilai-nilai numerik atau
angka untuk suatu sifat atau atribut pada orang atau objek. Misalnya mengukur tinggi dari
suatu gedung, panjang dan lebar dari suatu kelas, dan sebagainya. Dalam pendidikan nilai
numerik kecerdasan, bakat, atau kemampuan dan prestasi dapat diukur dan diperoleh dengan
menggunakan instrumen seperti tes-tes standar. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai atribut
dijabarkan ke angka melalui kegiatan pengukuran. Jadi, pengukuran adalah pemberian angka
kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek
tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Pengukuran adalah proses mengukur
sejauh mana seseorang atau sesuatu memiliki karakteristik, kualitas, atau ciri tertentu.
Secara umum evaluasi merupakan proses menentukan kelayakan atau nilai dari suatu
melalui kajian dan penilaian secara cermat. Evaluasi yang terfokus pada hasil mencakup
pengukuran dan penilaian dampak dari suatu proyek berdasarkan kriteria khusus, seperti:
- Efektivitas: tingkat ketercapaian tujuan yang dapat ditunjukkan dengan
membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil yang ditargetkan.
- Relevan: hubungan antara penetapan tujuan dan terpenuhinya suatu kebutuhan.
- Efisiensi: hubungan antara kuantitas dan kualitas pelayanan dan jasa pendidikan yang
disediakan dan alat yang digunakan untuk memperolehnya.
Jadi, evaluasi bertujuan untuk menentukan kualitas dari suatu kinerja saat ini, dan
dapat dijadikan untuk mengambil suatu keputusan dalam menerima atau menolak sesuatu.
Misalnya dalam penentuan kenaikan kelas.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan tes (test) adalah pertanyaan atau seperangkat
tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang ciri atau atribut pendidikan
atau psikologis, yang setiap butir pertanyaan atau tugas mempunyai jawaban atau ketentuan
yang dianggap benar1.
Gallagher dalam Asia University menjelaskan, bahwa tes adalah serangkaian
pertanyaan atau tugas yang dirancang untuk memperoleh perilaku tertentu dari orang yang
diuji. Namun, kata tes menyiratkan adanya instrumen kertas dan pensil yang diberikan di
bawah kondisi yang ditentukan sebelumnya yang diberikan untuk seluruh siswa.
Indiana University memberi definisi tentang penilaian sebagai berikut: penilaian
adalah proses mengumpulkan dan mendiskusikan informasi dari berbagai sumber dalam
rangka untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam mengenai apa yang siswa tahu,
mengerti, dan dapat melakukan dengan pengetahuan mereka sebagai hasil dari pengalaman
pendidikan mereka; proses mencapai titik puncak ketika hasil penilaian digunakan untuk
memperbaiki pembelajaran berikutnya. Dengan demikian, penilaian adalah proses
pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif dengan maksud untuk memperbaiki kinerja yang
akan datang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pendahuluan di atas, maka rumusan masalah yang akan dirumuskan,


yakni; “Bagaimana Prisnsip-Prinsip Penilaian yang menjadi dasar dalam melakukan
penilaian dan penerapannya?”

1
Diakses pada : http://pai.ftk.uin-alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/234
C. ISI

a. Prinsip-Prinsip Penilaian
Beberapa prinsip yang menjadi dasar dalam melakukan penilaian yakni keandalan
(realibility), kesahihan (validity), dan kewajaran (fairness).
a) Keandalan
Suatu penilaian dianggap dapat diandalkan ketika hasil yang sama terjadi terlepas
kapan dan siapa yang melakukan penilaian. Harus ada bukti kuat untuk menunjukkan bahwa
terdapat hasil yang konsisten setelah dilakukan pengukuran berkali-kali. Ncrel (2012: 1)
mengatakan bahwa keandalan didefinisikan sebagai suatu indikasi adanya konsistensi skor
setelah penilai melakukannya beberapa kali. McMillan (2008: 35) juga menulis bahwa
keandalan berhubungan dengan konsistensi skor yang diperoleh dari penilaian).
Kedua definisi tersebut menekankan pada konsistensi skor, bukan tes atau instrumen.
Hal ini penting karena keandalan seperti halnya juga validitas merupakan penilaian tentang
skor yang diperoleh dari suatu contoh khusus di mana peserta didik diharapkan merespons
pertanyaan.
Keandalan sangat ditentukan oleh estimasi jumlah kesalahan yang mengikuti skor
yang diperoleh. Artinya, jika margin kesalahannya kecil, maka keandalannya tinggi.
Sebaliknya, jika margin kesalahannya besar, maka tingkat realibilitasnya rendah.
b) Validitas
Selain keandalan, prinsip lain yang berkaitan dengan penilaian adalah validitas atau
kesahihan. Asiaeuniversity (2012: 258) menjelaskan, bahwa validitas merujuk pada akurasi
dari suatu penilaiana; apakah alat penilaian mengukur apa yang seharusnya diukur atau tidak.
Ncrel (2012: 1) juga mengatakan bahwa validitas didefinisikan sebagai suatu indikasi tentang
bagaimana suatu penilaian betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Selain itu,
McMillan (2008: 19) memberi definisi sebagai evaluasi keseluruhan yang diharapkan,
penggunaan, dan konsekuensi dari skor yang diperoleh.
Berdasarkan tiga definisi yang diberikan di atas, terdapat tiga aspek penilaian yang
perlu dievaluasi validitasnya, yakni akurasi alat penilaian, pengukuran pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang berwujud kinerja, dan konsekuensinya pada skor.
c) Kewajaran
Kewajaran yang dimaksud di sini adalah penilaian yang tidak bias, tidak berat
sebelah, atau tidak adil. Suatu penilaian seharusnya bebas dari bias gender, ras, status
ekonomi atau karakteristik lain yang dapat memengaruhi kinerja yang diukur. Jika beberapa
peserta didik mengambil keuntungan karena ada faktor yang tidak relevan dengan apa yang
diukur, maka penilaian itu tidak adil. Jadi, kewajaran atau keadilan di sini berarti bahwa
penilaian seharusnya mendukung dan membolehkan semua peserta didik, baik dari segi
gender maupun dari semua latar belakang yang berbeda-beda untuk melakukan sesuatu yang
sama. Semua peserta didik (siswa, mahasiswa, atau peserta didik) seharusnya mempunyai
kesempatan yang sama untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang diukur
atau dinilai.

b. Penilaian Autentik
Salah satu keunggulan Kurikulum 2013 adalah penggunaan penilaian autentik untuk
menilai keberhasilan peserta didik yang bukan saja dilihat dari kemampuan menjawab soal-
soal secara tertulis, melainkan juga dapat menunjukkan kinerja yang baik, melakukan
pekerjaan secara maksimal melalui tugas proyek dan portofolio, serta penilaian sikap.
Penilaian autentik adalah suatu bentuk penilaian di mana peserta didik melakukan
tugas-tugas berdasarkan dunia nyata yang mendemonstrasikan penerapan pengetahuan dan
keterampilan yang berguna (Mueller, 2005). Istilah penilaian autentik menggambarkan
berbagai bentuk penilaian yang merefleksikan peserta didik belajar, pencapaian hasil,
motivasi dan sikap dalam kegiatan belajar di dalam ruang kelas (Indiana Departement of
Education, O’Malley dan Pierce, 2014). Beberapa definisi penilaian autentik dapat dijabarkan
di bawah ini:
a) Penilaian autentik sebagai sinonim dari penilaian kinerja (Hart, 1994; Torrance,
1995).
b) Penilaian autentik memberi penekanan khusus pada nilai tugas dan konteks secara
realistik (Herrington & Herrington, 1998).
c) Penilaian autentik adalah suatu penilaian yang membutuhkan peserta didik untuk
menggunakan kompetensi yang sama atau kombinasi dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, yang mereka butuhkan untuk diterapkan dalam situasi
normal pada kehidupan profesional (Gulikers, Bastioens, dan Kirschner, 2010: 69).
d) Penilaian autentik adalah penilaian yang terjadi terus-menerus dalam konteks
lingkungan belajar yang bermakna dan mencerminkan pengalaman belajar aktual
dan bermanfaat yang dapat didokumentasikan melalui observasi, catatan anekdot,
jurnal, log, sampel kerja, konferensi, portofolio, menulis, diskusi, percobaan,
presentasi, pemeran, proyek, dan metode lainnya (Winograd and Perkins, 2014: 2)
Berdasarkan beberapa definisi yang diberikan di atas, yang dimaksud dengan
penilaian autentik adalah suatu bentuk penilaian terhadap proses dan hasil belajar yang
merefleksikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan melalui tugas-tugas aktual dan
kontekstual berdasarkan kriteria yang diterapkan.
Pertama, berorientasi proses dan hasil, artinya penilaian autentik tidak saja
berorientasi proses dalam melakukan tugas tertentu, tetapi juga menilai hasil. Kedua, refleksi
pengetahuan, sikap, dan keterampilan maksudnya aspek yang dinilai bukan hanya dominan
kognisi, melainkan juga dominan afeksi dan psikomotorik. Ketiga, tugas-tugas merujuk pada
suatu bentuk pekerjaan yang menggabungkan antara konten dengan pengalaman riil di
lapangan. Keempat, penilaian yang aktual dan kontekstual artinya suatu bentuk penilaian
yang tetap mengacu pada tes acuan patokan yang diangkat dari proses belajar yang actual dan
kontekstual. Kelima, kriteria atau standar penilaian mencakup kualitas atau kriteria
ketuntasan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik setelah selesai mengikuti
pembelajaran.
Penilaian autentik dipandang sangat penting karena beberapa alasan sebagai berikut:
a) Memiliki relevansi kuat dengan pendekatan ilmiah (scientific approach), pembelajaran
berbasis masalah (problem based learning), proyek (project based learning), penemuan
(discovery learning), dan tematik terpadu.
b) Menggambarkan peningkatan hasil belajar melalui tahapan kegiatan seperti
mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan komunikasi dalam
pendekatan ilmiah.
c) Mencakup tugas-tugas kompleks dan kontekstual.
d) Memberi kesempatan kepada guru untuk mengembangkan instrumen penilaian sendiri,
melalui im, atau antara guru dengan peserta didik.
e) Melibatkan peserta didik untuk menilai dan mengukur perkembangan kemampuan,
sikap, dan keterampilan mereka sendiri.
f) Memadukan kontruksi pengetahuan, pengembangan keilmuan, dan pengalaman yang
diperoleh peserta didik.

c. Instrumen Penilaian
Instrumen penilaian (assessment instrumen) atau disebut pula alat penilaian
(assessment tools) adalah materi yang digunakan untuk mengumpulkan fakta-fakta dengan
menggunakan metode penilaian yang dipilih. Instrumen penilaian dapat didukung oleh profil
kinerja yang dapat diterima dan aturan atau petunjuk membuat informasi atau petunjuk yang
diberikan oleh asesor. Sedangkan prosedur adalah informasi atau petunjuk yang diberikan
kepada calon dan asesor tentang bagaimana penilaian dilakukan dan direkam.
Hayat dkk. (2008) menguraikan instrumen penilaian berbasis kelas yang mencakup
tes tertulis, penilaian kinerja, hasil kerja siswa, projek, penilaian diri, sikap, dan penilaian
portofolio. Beberapa jenis penilaian dijelaskan secara umum di bawah ini.
a) Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes dimana soal dan jawaban dalam bentuk bahan tulisan. Secara
garis besar tes tertulis dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu
1) Tes objektif, mencakup pilihan ganda, bentuk soal dengan dua pilihan jawaban yang
benar, menjodohkan isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek
2) Non-objektif seperti soal uraian.

b) Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (perfomance assessment) digunakan untuk menilai pemikiran tingkat
tinggi dan akuisisi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang dibutuhkan bagi pelajar.
Penilaian kinerja yang dirancang dengan baik dapat menarik perhatian pembelajar karena
nampaknya lebih berterima dan masuk akal, dimana pembelajar lebih suka berpartisipasi
dalam kegiatan seperti merancang dan membangun model, mengembangkan, melakukan, dan
melaporkan hasil survei, melakukan percobaan-percobaan ilmiah, atau menulis surat-surat
sederhana untuk editor koran dari pada mengambil tes dengan menggunakan kertas dan
pensil.
Kebanyak tes standar belum diarahkan untuk meniali pertumbuhan dan
perkembangan individual pembelajar yang terjadi di dalam ruang kelas. Tetapi penilaian
kinerja sering dilakukan untuk tugas-tugas tertentu. Misalnya pelaksanaan presentasi
kelompok dll.

c) Penilain Hasil Kerja


Penilaian hasil kerja adalah penilaian terhadap kualitas hasil karya pembelajar dan
proses dalam menghasilkan karya (Hendriastuti, 2008). Penilaian hasil kerja dapat difokuskan
hanya pada domain psikomotor, kognisi dan afeksi walaupun dengan presentase yang kecil.
Penilaian hasil kerja mencakup tahapan awal atau perencanaan, tahapan pelaksanaan dan
tahapan hasil atau produk yang dikembangkan. Masing-masing pada tahapan tersebut perlu
dibuatkan indikator penilaian atau aspek-aspek yang menjadi penilaian sehingga penilaian
yang dilakukan teratur dan tergambarkan. Kesalahan dalam membuat indikator penilaian
sehingga berdampak pada tingkat penguasaan dan keterampilan yang dimiliki pembelajar.

d) Penilaian Proyek
Proyek yang dimaksud disini adalah tugas yang diembankan kepada pembelajar untuk
diselesaikan dalam kurun waktu tertentu. Penilaian berbasis projek merupakan salah satu
bentuk penilaian dalam pendidikan yang bermaksud untuk mengukur kemampuan berpikir
tingkat tinggi pembelajar. Penilaian ini melibatkan berbagai keterampilan sehingga betul-
betul mencerminkan kinerja yang sebenarnya. Kriteria untuk penilaian berbasis proyek boleh
jadi sangat spesifik atau dapat juga di arahkan pada keterampilan umum.

5. Penilaian Sikap
Sikap adalah evaluasi terhadap objek pikiran. Objek sikap mencakup segala sesuatu
yang ada pikiran seseorang mulai dari hal-hal yang biasa sampai pada yang abstrak seperti
ide atau pandangan (Bohner dan Dickel, 2011). Sikap memiliki hubungan yang erat dengan
perilaku, seperti digambarkan di bawah ini:
Sikap Perilaku
Sikap : Perasaan, kepercayaan, dan kecenderungan berbuat terhadap orang,
kelompok, pandangan, atau objek lain.
Perilaku : Respons atau reaksi seorang individu baik yang ditunjukkan secara
gerakan maupun pernyataan verbal dan pengalaman subjektif (Schafer
dan Tait, 1986).
Gagne, Wager, Goals, dan Keller (2005: 94) membuat definisi formal yang
mengatakan bahwa sikap adalah keadaan internal yang memengaruhi pilihan individu tentang
tindakan pribadi terhadap beberapa objek, orang, atau peristiwa.
Secara garis besar, penilaian sikap dapat dikelompokkan menjadi dua kategori;
penilaian sikap tentang pembelajaran dan penilaian hasil perubahan sikap. Penilaian sikap
tentang pembelajaran merujuk pada penilaian terhadap reaksi peserta didik terhadap
pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung seperti apa yang mereka suka dan tidak suka
terhadap pembelajaran termasuk saran untuk perbaikan pembelajaran. Adapun penilaian
perubahan sikap mencakup penilaian terhadap seberapa besar terjadi perubahan sikap peserta
didik sebagai akibat langsung dari program pembelajaran (Morison dkk., 2007).
Objek penilaian sikap tentang pembelajaran mencakup sikap peserta didik terhadap
(1) Mata pelajaran/mata kuliah, (2) Guru/dosen, (3) Proses pembelajaran, (4) Bahan
pembelajaran. Adapun objek perubahan sikap yang dipengaruhi langsung oleh pembelajarana
berhubungan dengan nilai-nilai karakter yang ditanamkan dalam setiap aktivitas
pembelajaran.
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni :
a) Observasi/Catatan Pribadi
Observasi adalah kemampuan untuk memerhatikan, mencatat kejadian, atau cara
melihat sesuatu, atau dapat dikatakan pengamatan langsung dengan penuh perhatian dan
merekam secara sistematis apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan (Yaumi dan Damopolii,
2014: 112). Instrumen yang diguakan untuk pengamatan tersebut dapat berupa angket
sederhana, skala rating, format catatan terbuka-tertutup yang merekam komentar-komentar
singkat yang diberikan oleh peserta didik.

b) Interview/Bertanya Langsung
Pendidik dapat menanyakan langsung tentang sikap peserta didik terhadap
pembelajaran. Pertanyaan yang diajukan dapat dilakukan dengan cara terstruktur, wawancara
semi struktur, tidak terstruktur, kelompok focus atau dikenal dengan istilah focus group
discussion (FGD), dan wawancara online dengan menggunakan HP, Skype, Video
conference di facebook, atau yahoo messenger. Sebaiknya semua pertanyaan yang diajukan
dan jawaban yang diberikan peserta didik direkam dengan menggunakan tape-recorderatau
peralatan rekaman lain yang memungkinkan dapat merekam suara. Hasil rekaman tersebut
kemudian ditranskip dan dideskripsikan.

c) Angket/Survei
Angket dan survei adalah rangkaian pertanyaan untuk mengumpulkan informasi dari
individu (Yaumi dan Damopolii, 2014). Pertanyaan angket dan survei dapat menggunakan
daftar pertanyaan terbuka dan tertutup tergantung dari jenis informasi yang hendak diperoleh.
Jika memerlukan informasi yang lebih banyak dengan berbagai sudut pandang, pendidik
dapat menggunakan pertanyaan terbuka. Sebaliknya, jika informasi yang hendak
dikumpulkan dibatasi oleh ruang dan waktu, maka cukup menggunakan pertanyaan tertutup.
Kategori pertanyaan dapat diarahkan pada pertanyaan yang memerlukan dua alternatif
jawaban (ya/tidak), tiga jawaban (setuju, tidak berpendapat, tidak setuju), atau di atas empat
atau lima alternatif jawaban (sangat sering, cukup sering, kadang-kadang, amat sering, tidak
pernah).
d) Sikap Spiritual dan Sosial
Kata spritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa
Latin, spiritus, yang berarti napas. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang
membuat manusia dapat hidup, bernapas dan bergerak (Mitrafm, 2012). Spiritual berarti pula
segala sesuatu di luar fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter atau dikenal dengan
kodrat. Dengan demikian, kecerdasan spiritual berarti kemampuan seseorang untuk dapat
mengenal dan memahami diri sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian
dari alam semesta.
Spiritual merujuk pada kemampuan seseorang untuk mencari, elemen-elemen
pengalaman, kesucian, kebermaknaan, kesadaran yang tinggi dan transendensi, untuk
menghasilkan produk yang bernilai. Artinya suatu kecerdasan yang menempatkan tindakan
dan kehidupan manusia dalam konteks makna yang lebih luas yakni kemampuan untuk
mengakses suatu jalan kehidupan yang bermakna.
Sikap sosial memiliki relevansi dengan kemampuan interpersonal yakni kemampuan
memahami pikiran, sikap, dan perilaku orang lain. Oleh karena itu, kemampuan interpersonal
dapat didefinisikan sebagai kemampuan memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud,
motivasi, dan keinginan orang lain, serta kemampuan memberikan respons secara tepat
terhadap suasana hati, temparamen, motivasi dan keinginan orang lain. Dengan demikian
sikap sosial mencakup sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, toleransi, gotong royong, santun,
percaya diri, dan lain-lain karena berkenaan dengan hubungan sosial kemasyarakatan.
D. Sumber :

Hendriastuti, A. 2008. Penilaian Hasil Kerja Siswa. Jakarta: Pusat penilaian Pendidikan
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Muhammad Yaumi, 2013. Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan
Kurikulum, Jakarta : Kencana
http://pai.ftk.uin-alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/234

Anda mungkin juga menyukai