Anda di halaman 1dari 20

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Penilaian Autentik
Penilaian dalam kurikulum 2013 mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Tentang Standar Penilaian Pendidikan Nomor 66 Tahun 2013 tentang
Standar Penilaian Pendidikan. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai
mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian
pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup: penilaian autentik, penilaian diri,
penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian
nasional, dan ujian sekolah/madrasah.
1. Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk
menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran.
2. Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara
reflektif untuk membandingkan posisi relatifnya dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
3. Penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan untuk menilai
keseluruhan entitas proses belajar peserta didik termasuk penugasan perseorangan
dan/atau kelompok di dalam dan/atau di luar kelas khususnya pada sikap/perilaku
dan keterampilan.
4. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau
kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik.
5. Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk menilai
kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau
lebih.
6. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8–9 minggu

7
2

kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator


yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
7. Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan
meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester
tersebut.
8. Ujian Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UTK merupakan kegiatan
pengukuran yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk mengetahui pencapaian
tingkat kompetensi. Cakupan UTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang
merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut.
9. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UMTK merupakan
kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui pencapaian
tingkat kompetensi. Cakupan UMTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang
merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut.
10. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN merupakan kegiatan pengukuran
kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam rangka menilai pencapaian
Standar Nasional Pendidikan, yang dilaksanakan secara nasional.
11. Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi di
luar kompetensi yang diujikan pada UN, dilakukan oleh satuan pendidikan.
Standar Penilaian bertujuan untuk menjamin: (1) perencanaan penilaian peserta
didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip
penilaian, (2) pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif,
efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan (3) pelaporan hasil
penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif. Standar penilaian
pendidikan ini disusun sebagai acuan penilaian bagi pendidik, satuan pendidikan, dan
pemerintah pada satuan pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah
(Kunandar, 2015: 35).
Penekanan dalam kurikulum 2013 adalah penilaian autentik (authentic
assessment). Sebenarnya dalam kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) sudah memberi ruang terhadap penilaian autentik, tetapi
dalam implementasi di lapangan belum berjalan secara optimal. Melalui kurikulum
3

2013 ini penilaian autentik menjadi penekanan yang serius di mana guru dalam
melakukan penilaian hasil belajar peserta didik benar-benar memperhatikan penilaian
autentik (Kunandar, 2015: 35). Peneliti mengambil defnisi penilaian autentik secara
jelas di paparkan dalam buku Abdul Majid, Basuki dan Hariyanto.
Hubungan dengan asesmen, dikenal istilah penilaian autentik. Penilaian autentik
(authentic assessment) merupakan cermin nyata (the real mirror) dari kondisi
pembelajaran siswa. Penilaian autentik disebut demikian karena unik berdasarkan
pengalaman pribadi, pengalaman langsung di dunia nyata setiap siswa. Penilaian
autentik disebut pula dengan penilaian alternatif, penilaian kinerja, penilaian informal,
dan penilaian berlandaskan situasi (situated assessment) (Basuki dan Hariyanto, 2014:
168).
Berdasarkan definisi penilaian autentik diatas peneliti lebih menggunakan definisi
yang dipaparkan dalam buku Abdul Majid. Penilaian autentik (authentic assessment)
adalah suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil
belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan,
bukti-bukti autentik, akurat, dan konsisten sebagai tanggung jawab (pusat kurikulum,
2009). Hal ini sejalan dengan pendapat Johnson (2002), yang mengatakan bahwa
penilaian autentik memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk proses
pembelajaran. Lebih lanjut Johnson (2009) mengatakan bahwa penilaian autentik
berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, membangun kerja
sama, dan menanamkan tingkat berpikir yang lebih tinggi (Majid, 2015: 56).
Istilah penilaian autentik sering disejajarkan pengertiannya dengan performance
assessment, alternative assessment, direct assessment, dan realistic assessment.
Penilaian autentik dinamakan penilaian kinerja atau penilaian berbasis kinerja, karena
dalam penilaian ini secara langsung mengukur performance (kinerja) aktual (nyata)
siswa dalam hal-hal tertentu, siswa diminta untuk melakukan tugas-tugas yang
bermakna dengan menggunakan dunia nyata atau autentik tugas atau konteks. Penilaian
autentik dikatakan penilaian karena memberikan lebih banyak bukti langsung dari
aplikaasi bermakna pengetahuan dan keterampilan dalam konteks dunia nyata
(www.dsea.org). Penilaian autentik juga dikatakan sebagai realistis assessment atau
berhubungan dengan penerapan dalam kehidupan nyata (Majid, 2015: 56-57).
4

Perbandingan penilaian autentik dengan penilaian biasa. Perbandingan berikut ini


sangat disederhanakan, tetapi diharapkan dapat menggambarkan perbedaan pandangan
dan asumsi dari kedua pendekatan penilaian tersebut. Penilaian tradisional merujuk
pada ukuran-ukuran yang dipaksakan seperti tes pilihan ganda, isian, benar salah,
menjodohkan, dan bentuk-bentuk serupa lainnya yang biasa digunakan dalam
pendidikan. Biasanya, siswa memilih satu jawaban atau memanggil informasi untuk
dilengkapi. Bentuk-bentuk semacam itu mungkin yang dibakukan atau bahkan
internasional. Di balik penilaian tradisional dan penilaian autentik ada suatu keyakinan
bahwa misi utama sekolah adalah membantu warga Negara produktif. Esensi dari kedua
pandangan tersebut berbeda (Majid, 2015: 59).

2. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Autentik


Wulan (2004) dan Slater (2003) dalam Prasetyo (2016) mengungkapkan beberapa
kelebihan dan kekurangan penilaian autentik. Kelebihan penilaian ini yaitu (a) peserta
didik dapat mendemonstrasikan suatu proses, (b) proses yang didemonstrasikan dapat
diobservasi secara langsung, (c) menyediakan evaluasi lebih lengkap dan alamiah untuk
beberapa macam penalaran, kemampuan lisan dan keterampilan-keterampilan fisik, (d)
adanya kesepakatan antara guru dan peserta didik tentang kriteria penilaian dan tugas-
tugas yang akan dikerjakan, (e) menilai hasil pembelajaran dan keterampilan
keterampilan yang kompleks di luar aplikasi konsep, (f) memberi motivasi yang besar
bagi peserta didik, (g) mendorong aplikasi pembelajaran pada situasi kehidupan nyata,
menjadi simulasi real-world task scientist, dan (i) menekankan banyak jawaban yang
benar dan solusi kreatif.
Kekurangan penilaian autentik meliputi (a) sangat menuntut waktu dan usaha, (b)
pertimbangan (judgement) dan penskoran yang sifatnya lebih subyektif, (c) lebih
membebani guru, (d) mempunyai reliabilitas yang cenderung rendah sehingga
memerlukan pengembangan kriteria yang jelas (standar) yang benar-benar
menunjukkan kompetensi dan (e) peserta didik yang merasa memiliki kemampuan lebih
dalam hal konsep (mengingat) biasanya merasa terintimidasi. Meskipun memiliki
kekurangan, penilaian inimasih tetap penting untuk digunakan. Penilaian otentik lebih
sering dinyatakan sebagai penilaian berbasis kinerja (performance based assessment).
Nama ini digunakan karena peserta didik diminta untuk menampilkan tugas-tugas yang
5

bermakna. Sejumlah pakar pendidikan membedakan penggunaan istilah penilaian


otentik dengan penilaian kinerja seperti Meyer (1992) dan Marzano (1993). Sementara
Stiggins (1994) dan Mueller (2006) menggunakan istilah tersebut secara sinonim
(Rustaman, 2006).

3. Jenis-jenis Penilaian Autentik


Rangka melaksanakan penilaian autentik yang baik, guru harus memahami secara
jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri,
khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan dan pengetahuan apa yang dinilai;
(2) fokus penilaian akan dilakukan misalnya, berkaitan dengan sikap, keterampilan dan
pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan yang akan dinilai, seperti penalaran, memori,
atau proses. Menurut Hargreaves dkk, (2001), penilaian autentik sebagai bentuk
penilaian yang mencerminkan hasil belajar sesungguhnya, dapat menggunakan berbagai
cara atau bentuk, antara lain melalui penilaian proyek atau kegiatan siswa, penggunaan
portofolio, jurnal, demonstrasi, laporan tertulis, ceklis dan petunjuk observasi. Garis
besar bentuk penilaian autentik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Majid, 2015:
62-63).
a. Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap
tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu.
Penilaian proyek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir baba tau tema pelajaran.
Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik,
mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis,
dan penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek
pemahaman, pengaplikasian, penyelidikan, dan lain-lain.
b. Penilaian Kinerja
Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan partisispasi peserta didik,
khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat
melakukannya dengan meminta peserta didik menyebutkan unsur-unsur
proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria
penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini, guru dapat memberikan
6

umpan balik terhadap kinerja peserta didik, baik dalam bentuk laporan naratif
maupun laporan kelas.
Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis kinerja:
a) Daftar cek (check list) Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya
unsur-unsur tertentu dari indikator atau sub-indikator yang harus muncul dalam
sebuah peristiwa atau tindakan.
b) Catatan anekdot/narasi (anecdote/narrative records). Digunakan dengan cara
guru menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing
peserta didik selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat
menemukan seberapa baik peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.
c) Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunkan dengan skala numerik berikut
predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 =
kurang sekali.
d) Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara
mengamati peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat
catatan. Guru menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan
apakah peserta didik sudah berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada
manfaatnya, namun tidak cukup dianjurkan (Majid, 2015: 63-65).

Menurut Kunandar (2015: 10) instrumen penilaian unjuk kerja di bagi dua
sebagai alat penilaian:
a) Daftar Cek (Check List)
Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek
(baik atau tidak baik, bisa atau tidak bisa). Dengan menggunakan daftar cek,
peserta didik mendapat nilai baik atau mampu apabila yang ditampilkan sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh guru. Sedangkan apabila peserta didik
tidak mampu menampilkan sesuatu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan,
maka peserta didik dinyatakan belum mampu untuk kriteria tersebut. Kelemahan
cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-
salah, mampu-tidak mampu, terampil-tidak terampil dan kategori sejenisnya.
Dengan demikian, skor yang diperoleh peserta didik bersifat rigit atau kaku dan
7

tidak terdapat nilai tengah. Namun daftar cek lebih praktis digunakan
mengamati subjek dalam jumlah besar dan hasilnya kontras.
b) Skala Penilaian (Rating Scale)
Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan
penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena
pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua.
Skala penilaian terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna.
Misalnya: 1 = kurang kompeten, 2 = cukup kompeten, 3 = kompeten dan 4 =
sangat kompeten. Untuk memperkecil faktor subjektivitas, perlu dilakukan
penilaian oleh lebih dari satu orang, agar hasil penilaian lebih akurat.
c. Penilaian Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan pekerjaan siswa (tugas-tugas) dalam periode
waktu tertentu yang dapat memberikan informasi penilaian. Focus tugas-tugas
kegiatan pembelajaran dalam portofolio adalah pemecahan masalah, berfikir, dan
pemahaman, menulis, komunikasi, dan pandangan siswa sendiri terhadap penilaian
portofolio adalah tugas dalam konteks kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan
untuk mengerjakan tugas tersebut secara lebih kreatif, sehingga siswa memperoleh
kebebasan dalam belajar. Selain itu, portofolio juga memberikan kesempatan yang
lebih luas untuk melakukan survey mengenai potensi wisata di lingkungan daerah
tempat tinggalnya (Majid, 2015: 66)
Menurut Sanjaya (2008: 362) penilaian portofolio adalah penilaian terhadap
karya-karya siswa selama proses pembelajaran yang tersusun secara sistematis dan
terorganisasi yang dikumpulkan selama periode tertentu dan digunakan untuk
memantu perkembangan siswa terhadap mata pelajaran yang bersangkutan.
d. Jurnal
Jurnal merupakan tulisan yang dibuat siswa untuk menunjukkan segala
sesuatu yang telah dipelajari atau diperoleh dalam proses pembelajaran. Jurnal dapat
digunakan untuk mencatat atau merangkum topik-topik pokok yang telah dipelajari,
perasaan siswa dalam belajar mata pelajaran tertentu, kesulitan-kesulitan atau
keberhasilan-keberhasilannya dalam menyelesaikan masalah atau topik pelajaran,
dan catatan yang digunakan untuk menilai kinerja siswa.
8

e. Penilaian Tertulis
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu
mengingat, memahami, mengkomunikasikan, menerapkan, menganalisis,
menyintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes
tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin berbentuk komprehensif, sehingga mampu
menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan
kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak
selalu merespons dalam bentuk menulis jawaban, tetapi dapat juga dalam bentuk
yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar, dan lain sebagainya.

4. Performance Assesment
Guru menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian berupa: (1) kinerja,
yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemostrasikan suatu kompetensi
tertentu menggunakan instrumen lembar pengamatan (observasi), (2) proyek dengan
menggunakan instrumen lembar penilaian dokumen laporan proyek, (3) penilaian
portofolio dengan menggunakan instrumen lembar penilaian dokumen kumpulan
portofolio dan penilaian produk dengan menggunakan instrumen lembar penilaian
produk. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale)
yang dilengkapi rubik (Kunandar, 2015: 263)
Teori kajian instrumen penilaian kompetensi keterampilan peneliti memfokuskan
pada penilaian kinerja atau unjuk kerja (Performance). Pemaparan teori tentang
pengertian penilaian unjuk kerja, kelebihan dan kekurangan, instrumen penilaian unjuk
kerja sudah di paparkan diatas, langkah-langkah penilaian unjuk kerja.
Penilaian perbuatan atau unjuk kerja adalah penilaian tindakan atau tes praktik
yang secara efektif dapat digunakan untuk kepentingan pengumpulan berbagai
informasi tentang bentuk-bentuk perilaku atau keterampilan yang diharapkan muncul
dalam diri peserta didik. Penilaian unjuk kerja dilakukan dengan mengamati kegiatan
peserta didik untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam
konteks yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan (Kunandar, 2015: 263).
9

Beberapa kelebihan dari penilaian unjuk kerja adalah:


1) Dapat menilai kompetensi yang berupa keterampilan (skill).
2) Dapat digunakan untuk mencocokkan kesesuaian antara pengetahuan mengenai
teori dan keterampilan di dalam praktik, sehingga informasi penilaian menjadi
lengkap.
3) Dalam pelaksanaan tidak ada peluang peserta didik untuk menyontek.
4) Guru dapat mengenal lebih dalam lagi tentang karakteristik masing-masing peserta
didik.
5) Memotivasi peserta didik untuk aktif.
6) Mempermudah peserta didik untuk memahami sebuah konsep dari abstrak ke
konkret.
7) Kemampuan peserta didik dapat dioptimalkan.
8) Melatih kebenarian peserta didik dalam mempermudah penggalian ide-ide.
9) Mampu menilai kemampuan dan keterampilan kinerja siswa dalam menggunakan
alat dan sebagainya.
10) Hasil penilaian langsung dapat diketahui oleh peserta didik.

Kelemahan dari penilaian unjuk kerja adalah:


1) Tidak semua materi pelajaran dapat dilakukan penilaian ini.
2) Tidak bergantung pada hasil kerja.
3) Jika jumlah peserta didiknya banyak guru kesulitan untuk melakukan penilaian ini.
4) Waktu terbatas untuk mengadakan penilaian seluruh peserta didik.
5) Peserta didik yang kurang mampu akan merasa minder.
6) Karena peserta didik terlalu banyak sehingga sulit untuk melakukan pengawasan.
7) Memerlukan sarana dan prasarana penunjang yang lengkap.
8) Memakan waktu yang lama, biaya yang besar, dan membosankan.
9) Harus dilakukan secara penuh dan lengkap.
10) Keterampilan yang dinilai melalui tes perbuatan mungkin sekali belum sebanding
mutunya dengan keterampilan yang dituntut oleh dunia kerja, karena kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi selalu lebih cepet daripada apa yang didapatkan di
sekolah.
10

5. Literasi Biologi
Pengetahuan konsep dan pengembangan kompetensi membentuk dasar untuk
praktek setiap disiplin. Semua siswa harus mengembangkan kompetensi sebagai berikut:

1. Kemampuan untuk menerapkan proses ilmu pengetahuan: Bukti biologi dalam praktik
formal observasi, eksperimen, dan pengujian hipotesis. Semua siswa harus memahami
proses sains dan bagaimana ahli biologi membangun pengetahuan baru dengan
merumuskan hipotesis dan kemudian menguji mereka terhadap data percobaan dan
pengamatan tentang dunia kehidupan. Belajar biologi berarti berlatih keterampilan
berbasis masalah, menghasilkan hipotesis, merancang eksperimen, mengamati alam,
menguji hipotesis, menafsirkan dan mengevaluasi data, dan menentukan bagaimana
untuk menindaklanjuti temuan. Akibatnya, ilmu belajar berarti belajar untuk
melakukan ilmu. Misalnya, pengalaman penelitian otentik dalam sarjana biologi
melalui proyek-proyek berbasis kursus, penelitian independen atau musim panas,
penelitian mahasiswa berbasis masyarakat, atau mekanisme lain dapat menjadi sarana
ampuh untuk menyediakan siswa dengan kesempatan untuk belajar ilmu dengan
melakukan hal itu (Brewer, 2009: 14).
2. Kemampuan untuk menggunakan penalaran kuantitatif: Biologi bergantung pada
aplikasi analisis kuantitatif dan penalaran matematika. Penerapan pendekatan
kuantitatif (statistik, analisis kuantitatif sistem dinamis, dan pemodelan matematika)
merupakan keterampilan dasar yang semakin penting digunakan dalam
menggambarkan sistem biologis. Kemajuan dalam beberapa bidang ilmu biologi
memberikan kesempatan bagi siswa untuk menghargai dampak pendekatan
matematika dalam biologi dan pentingnya menggunakan mereka. Misalnya, pemodelan
dinamika jaringan saraf membantu ahli biologi memahami sifat muncul dalam sistem
saraf. Sistem pendekatan untuk meneliti dinamika populasi dalam ekologi juga
membutuhkan pemodelan yang canggih. Kemajuan dalam memahami dinamika
nonlinier pengembangan sistem kekebalan tubuh telah membantu pemahaman para
ilmuwan tentang penularan penyakit menular. Semua siswa harus memahami bahwa
biologi sering dianalisis melalui pendekatan kuantitatif. Mengembangkan kemampuan
untuk menerapkan keterampilan kuantitatif dasar untuk masalah biologis harus
diperlukan dari semua mahasiswa, karena mereka akan disebut pada sepanjang hidup
11

mereka untuk menafsirkan dan bertindak atas data kuantitatif dari berbagai sumber
(Brewer, 2009: 14).
3. Kemampuan untuk menggunakan pemodelan dan simulasi: Biologi berfokus pada
studi sistem yang kompleks. Semua siswa harus memahami bagaimana matematika
dan alat komputasi menggambarkan sistem kehidupan. Apakah di molekuler, seluler,
tingkat organisme, atau ekosistem, sistem biologis yang dinamis, interaktif, dan
kompleks. Sebagai pendekatan komputasi baru meningkatkan kemampuan kita untuk
mempelajari dinamika sistem yang kompleks, pemodelan matematika dan pendekatan
statistik menjadi bagian penting dari alat biologi ini. Ahli biologi harus memahami
baik kelebihan dan keterbatasan reduksionis dan sistem pendekatan untuk mempelajari
sistem kehidupan. Juga penting adalah keuntungan dari analisis kualitatif, termasuk
perilaku negara mapan (misalnya, homeostasis) dan stabilitas terkait analisis
(misalnya, tanggapan terhadap gangguan) (Brewer, 2009: 14).
Kombinasi pendekatan ini adalah penting untuk kompleksitas sistem biologis.
Berbagai alat pendidikan komputasi sudah tersedia untuk memeriksa kompleksitas
seperti muncul dalam sistem biologi. Alat-alat ini dapat mensimulasikan banyak
komponen yang saling berinteraksi dan menggambarkan sifat muncul yang
memungkinkan siswa untuk menghasilkan dan menguji ide-ide mereka sendiri tentang
kompleksitas spasiotemporal dalam biologi. Hari ini, pemodelan adalah alat standar
untuk ahli biologi, sehingga keterampilan dasar dalam melaksanakan algoritma
komputasi untuk model semakin sering dimasukkan ke dalam kurikulum sarjana
(Brewer, 2009: 15).
4. Kemampuan untuk memanfaatkan interdisipliner hakikat ilmu: Biologi adalah ilmu
interdisipliner. Integrasi antar sub-bidang dalam biologi, serta integrasi antara biologi
dan disiplin lain, telah maju pemahaman dasar kita tentang sistem kehidupan dan
mengangkat sejumlah pertanyaan baru. Sebagai daerah baru yang menarik dari studi
muncul dari celah, landasan yang solid dalam ilmu, termasuk ilmu komputer dan ilmu
sosial, dapat memajukan praktek dan pemahaman biologi. Dengan demikian, semua
siswa harus memiliki pengalaman menerapkan konsep dan pengetahuan sub-
disciplinary dari dalam dan luar biologi untuk menafsirkan fenomena biologi. Praktek
ilmu interdisipliner dapat dicapai dalam beberapa cara. Untuk ahli biologi masa depan,
12

salah satu cara adalah melalui pengembangan keahlian tidak hanya di daerah biologi,
tetapi juga dalam disiplin yang terkait. Dengan begitu, siswa akan mengembangkan
kosakata kedua disiplin dan kemampuan untuk berpikir secara mandiri dan kreatif
juga. Pendekatan yang kurang intensif kedua adalah untuk mengembangkan keahlian
dalam satu area dan kelancaran dalam disiplin terkait. Pilihan ketiga adalah untuk
melayani sebagai seorang ahli biologi di tim multidisiplin. Semua rute-rute
mengembangkan fasilitas siswa untuk menerapkan konsep-konsep dan pengetahuan
melintasi batas-batas tradisional. Bagi mereka yang tidak jurusan biologi, sifat
interdisipliner yang melekat praktek biologi cocok untuk membentuk hubungan antara
biologi dan ilmu-ilmu lain dan dengan demikian, dapat membantu semua siswa
memahami cara disiplin ilmu menginformasikan dan memperkuat satu sama lain
(Brewer, 2009: 15).
5. Kemampuan untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan disiplin ilmu lain: Biologi
adalah disiplin ilmu kolaboratif. Penelitian biologi semakin melibatkan tim ilmuwan
yang berkontribusi beragam keterampilan untuk mengatasi masalah biologis besar dan
kompleks. Oleh karena itu, semua siswa harus memiliki pengalaman berkomunikasi
konsep biologi dan interpretasi. Sebagai ilmu biologi menjadi lebih interdisipliner
dalam praktek dan dalam lingkup global, ahli biologi dan ilmuwan lainnya perlu
mengembangkan keterampilan untuk berpartisipasi dalam komunitas bekerja beragam,
serta kemampuan untuk mengambil keuntungan penuh dari berbagai perspektif dan
keterampilan kolaborator mereka (Brewer, 2009: 15).
Komunikasi yang efektif adalah keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk
berpartisipasi dalam komunitas ilmiah inklusif dan beragam. Berkomunikasi konsep
ilmiah melalui rekan mentoring membantu siswa memantapkan pemahaman mereka
dan mengembangkan kemampuan untuk mengkomunikasikan ide-ide tidak hanya
untuk siswa biologi lainnya, tetapi juga untuk siswa dalam disiplin lain. Berlatih
komunikasi ilmu pengetahuan melalui berbagai metode formal dan informal tertulis,
visual, dan lisan harus menjadi bagian standar pendidikan sarjana biologi (Brewer,
2009: 15).
6. Kemampuan untuk memahami hubungan antara sains dan masyarakat: Biologi
dilakukan dalam konteks sosial. Ahli biologi memiliki kesempatan peningkatan untuk
13

mengatasi isu-isu penting yang mempengaruhi masyarakat manusia dengan melakukan


advokasi untuk nilai ilmu pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat, dengan
mendidik semua siswa tentang perlunya biologi untuk mengatasi menekan masalah-
masalah global, dan dengan mempersiapkan tenaga kerja masa depan. Ahli biologi
perlu mengevaluasi dampak dari penemuan-penemuan ilmiah pada masyarakat, serta
implikasi etis dari penelitian biologi. Peluang lintas disiplin bagi siswa untuk
mengeksplorasi ilmu pengetahuan dalam konteks sosial dapat dihasilkan melalui studi
kasus nyata tertanam dalam program biologi, atau dalam kursus ilmu sosial yang
dirancang khusus untuk mengeksplorasi efek dari ilmu pengetahuan dan teknologi
pada manusia (Brewer, 2009: 15).
Bybee dan Uno (1994: 553), berpendapat bahwa literasi biologi, bagian dari
literasi sains, bukanlah titik akhir tunggal yang dapat dicapai dalam waktu singkat,
tetapi merupakan kontinum di mana pemahaman seseorang berkembang sepanjang
hidup. Bybee dan Uno (1994: 553), menguraikan empat tingkat literasi biologi yaitu
nominal, fungsional, struktural, dan multidimensi literasi biologi untuk SMA dan
mahasiswa kemudian menggambarkan karakteristik siswa pada setiap tingkat, lalu
menyarankan mengajar strategi untuk terus mempromosikan mengembangkan literasi
biologi melampaui tingkat nominal dan fungsional.
Literasi biologi merupakan kemampuan untuk memahami konsep dan prinsip
utama dari biologi, proses penyelidikan ilmiah, dampak manusia di biosfer, juga
sejarah perkembangan konsep biologi. Literasi biologi lebih lanjut dijelaskan yaitu
merupakan kemampuan mengembangkan nilai-nilai pribadi tentang penyelidikan
ilmiah, keanekaragaman hayati dan budaya keragaman, dampak biologi dan
bioteknologi pada masyarakat, dan pentingnya biologi bagi setiap individu (Bybee,
1994: 553). Penawaran literasi biologi dengan perolehan sikap biologi, keterampilan,
dan pengetahuan yang memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam debat biologi
dan mengembangkan pemecahan masalah dan keterampilan pengambilan keputusan
dalam kehidupan sehari-hari mereka (Miller, 2011: 21).
Dimensi literasi biologi ini penting bagi siswa untuk mengetahui dan
memahami karakteristik pengetahuan ilmiah, nilai-nilai ilmu pengetahuan, metode dan
proses penyelidikan ilmiah. Seorang individu berliterasi biologi harus bisa
14

mengembangkan nilai-nilai pribadi tentang investigasi ilmiah, keanekaragaman hayati


dan keanekaragaman budaya, dampak biologi dan bioteknologi pada masyarakat, dan
pentingnya biologi untuk individu. Dan ia harus mampu berpikir kreatif, merumuskan
pertanyaan tentang alam, alasan logis dan kritis, mengevaluasi informasi,
menggunakan teknologi biologi yang tepat, membuat sebuah keputusan etika yang
terkait dengan isu-isu biologi, dan menerapkan pengetahuan biologi untuk
memecahkan masalah (Bybee, 1994: 553).
Diskusi literasi biologi sebagian besar menggunakan istilah sebagai tujuan
yang satu baik atau tidak, yaitu, seseorang baik secara literasi biologi, atau tidak. Hal
ini jauh lebih tepat untuk mengakui bahwa setiap individu menempati posisi di suatu
tempat di sepanjang sebuah kontinum literasi biologi untuk konsep biologis yang
berbeda. Dengan demikian, tugas untuk pendidik biologi adalah untuk memindahkan
siswa ke posisi yang berbeda di sepanjang posisi yang menyiratkan pemahaman yang
lebih kaya biologi. Beberapa pendidik biologi telah membahas topik umum literasi
biologi. Mereka yang telah berurusan dengan masalah ini berpendapat bahwa sifat ilmu
pengetahuan dan masalah bioetika harus digunakan dalam kelas untuk
mempromosikan literasi biologis bagi siswa (Bybee, 1994: 553).
Esensi dari literasi biologi adalah memahami sejumlah kecil prinsip-prinsip
biologi meresap dan menerapkannya dengan cara yang tepat untuk kegiatan di bidang
pribadi dan sosial. Para penulis direkomendasikan memodifikasi program perguruan
tinggi untuk membuat biologi lebih relevan dengan siswa. Siswa yang meningkatkan
literasi biologi mereka, mereka lebih memahami prinsip-prinsip, standar, atau nilai-
nilai yang mengatur karya ilmiah dan yang memandu penerimaan informasi ke dalam
struktur biologi. Meskipun pemahaman konsep biologi adalah salah satu tujuan
pendidikan biologi, tujuan lain harus mengembangkan kecenderungan pada siswa
untuk menerapkan nilai-nilai ilmu pengetahuan dengan alam dan teknologi (Bybee dan
Uno, 1994: 554).
Pembelajaran literasi biologi didasarkan pada pengembangan kemampuan sains
dalam berbagai sisi kehidupan, mencari solusi permasalahan, membuat keputusan, dan
meningkatkan kualitas hidup. Adapun langkah- langkah dalam pembelajaran literasi
15

biologi yaitu kontrak, tahap kuriositi, tahap elaborasi, tahap pengambilan keputusan,
tahap nexus, dan tahap penilaian.
Tahap kontrak dimulai dari isu atau permasalahan yang muncul di masyarakat
kemudian permasalahan tersebut dirumuskan dengan sumber berita, artikel, atau jurnal
ilmiah. Selanjutnya siswa memilih topik yang sesuai dengan permasalahan yang ada di
masyarakat tersebut dan dikaitkan dengan materi pembelajaran yang tujuanya untuk
meningkatkan pemahaman siswa.
Tahap kuriositas berisi pertanyaan- pertanyaan yang mengundang rasa keingin
tahuan siswa. Pertanyaan ini sesuai dengan isu atau permasalahan yang sedang di gagas.
Agar siswa mampu menjawab pertanyaan tersebut, siswa harus memahami pengetahuan
dari topik yang sedang dipelajari.
Tahap elaborasi berisi sebuah eksperimen dan kematangan konsep dengan syarat
pertanyaan pada tahap kuriositi telah menjawab secara tuntas. Kegiatan pada tahap ini
dapat diisi dengan pembelajaran metode ceramah, diskusi, kegiatan praktikum.
Tujuanya agar kemampuan siswa lebih berkembang berdasarkan aspek pengetahuan,
keterampilan proses, nilai dan sikap.
Tahap pengambilan keputusan melatih siswa agar menyelasikan permasalahan
tanpa ada keraguan, jelas, dan benar-benar dipahami. Tahap nexus melakukan
pengambilan konsep dasar dari materi yang telah dipelajari dan penerapannya. Tahap
ini dilakukan agar pembelajaran lebih aplikatif dan bermakna. Tahap penilaian
dilakukan secara keseluruhan yang tujuanya untuk menilai keberhasilan proses
pembelajaran yang mencangkup konteks aplikasi dan aspek sains.
Sebagian besar diskusi literasi biologi menggunakan istilah sebagai tujuan yang
satu baik atau tidak, yaitu, seseorang baik secara literasi biologi atau tidak. Hal ini jauh
lebih tepat untuk mengakui bahwa setiap individu menempati posisi di suatu tempat di
sepanjang sebuah kontinum literasi biologi untuk konsep biologis yang berbeda.
Dengan demikian, tugas untuk pendidik biologi adalah untuk memindahkan siswa ke
posisi yang berbeda di sepanjang posisi yang menyiratkan pemahaman yang biologi.
Mereka yang telah berurusan dengan masalah ini berpendapat bahwa sifat olmu
pengetahuan dan masalah bioetika harus digunakan dalam kelas untuk mempromosikan
literasi biologis bagi siswa (Bybee, 1994: 553).
16

Tabel 2.2 Karakteristik Empat Level Literasi Biologi


Level Karakteristik
Nominal Dapat mengidentifikasi persyaratan dan pertanyaan biologi di alam
Memiliki kesalahpahaman
Memberikan penjelasan naif konsep biologi
Fungsional Menggunakan kosakata biologi
Mendefinisikan istilah dengan benar
Tanggapan hafalan
Struktural Memahami skema konseptual biologi
Memiliki pengetahuan dan keterampilan procedural
Dapat menjelaskan konsep-konsep bilogi dengan kata sendiri
Multidimensi Memahami tempat biologi antara disiplin ilmu lainnya
Mengetahui sejarah dan sifat biologi
Memahami interaksi antara biologi dan masyarakat
(Bybee dan Uno, 1994: 554)
B. Penelitian Relevan
Penelitian yang berhubungan dengan pengembangan penilaian autentik, sebelumnya
sudah pernah dilakukan oleh Nadya Nur Anggraheni, dkk (2015) dengan judul
Pengembangan Instrumen Penilaian Autentik untuk Mengukur Sikap Sosial Peserta Didik
SMA Kelas X pada Pembelajaran Fisika. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan produk penilaian autentik yang dapat digunakan untuk mengukur sikap
sosial peserta didik, sedangkan lebih khusus adalah untuk menghasilkan produk penilaian
berupa penilaian autentik yang berbasis pada penilaian proyek dan pendekatan saintifik
yang digunakan untuk mengukur sikap sosial peserta didik. Subjek dalam penelitian ini
adalah peserta didik kelas X SMA Negeri 5 Purworejo yang berjumlah 58. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teknik angket, dan
observasi. Angket yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar penilaian diri yang
digunakan untuk mengukur sikap sosial peserta didik. hasil validasi instrumen penilaian
autentik oleh ahli mata pelajaran fisika dan guru fisika SMA diperoleh rerata hasil validasi
sebesar 3,399 dengan kategori baik. Hasil validasi yang diperoleh dari ketiga validator
menunjukkan bahwa lembar penilaian autentik untuk mengukur sikap sosial peserta didik
dinyatakan layak dan dapat digunakan dalam penelitian, meskipun terdapat beberapa
perbaikan sebelum diujicobakan. Hasil dari validasi ini diketahui bahwa terdapat 15 butir
17

soal yang dinyatakan tidak valid, yang memiliki nilai korelasi kurang dari 0,3. Dan
terdapat 48 soal lainnya yang dinyatakan valid dengan nilai korelasi diatas 0,3. Dari 15
soal yang dinyatakan tidak valid dibuang, karena setiap indikator yang telah terwakili.
Nilai reliabilitas yang diperoleh setelah instrumen penilaian autentik untuk mengukur
sikap sosial peserta didik setelah dilakukan revisi adalah sebesar 0,959. Dengan hasil
tersebut maka instrumen penilaian autentik yang telah dikembangkan mempunyai tingkat
konsistensi yang tinggi. Respon siswa terhadap pembelajaran yang telah berlangsung
mencakup aspek penerapan RPP, penerapan penilaian autentik, penerapan pendekatan
ilmiah, dan aspek penerapan sikap sosial. Data angket respon peserta didik terhadap proses
pembelajaran diperoleh rerata sebesar 3,432 dengan tingkat ketercapaian mencapai 85,8%
dengan kategori sangat positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar peserta
didik merasa senang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan penilaian proyek
dalam bentuk penilaian autentik untuk mengukur sikap sosial.
Penelitian Mustika (2016), berjudul Pengembangan Instrumen Asesmen Otentik
Berbasis Scientific Approach Pada Pokok Bahasan Vertebrata di SMA/MA Cirebon.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan serta mengetahui efektifitas instrument
asesmen otentik berbasis scientific approach pada pokok bahasan vertebrata.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian dan pengembangan Research and
Development kuantitatif, karena datanya berbentuk angka yang diangkakan (scoring),
misalnya terdapat dalam skala pengukuran, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah tes, lembar observasi dan angket. Sedangkan data yang didapat selama penelitian
dianalisis dengan menggunakan excel dan anates.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asesmen otentik berbasis scientific approach
yang digunakan pada kedua uji coba diantaranya: (1) Penilaian Kinerja yang digunakan
pada aspek mengamati, mencoba dan mengasosiasi menunjukkan tingkat reliabilitas yang
tinggi yaitu > 0,70, (2) Penilaian tes yang digunakan pada aspek menalar memiliki tingkat
korelasi lebih dari 0,489 artinya signifikan. (3) Aktivitas siswa pada aspek menanya yang
teramati sangat baik dengan rata-rata 84%. (4) Respon siswa terhadap pengembangan
instrument aessement authentic pada aspek psikomotor rata-rata 3.38%. hal ini
menunjukkan kriteria yang baik. Sedangkan hasil tanggapan observer mengenai penilaian
yang digunakan menunjukkan rata-rata 80%.
18

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu yaitu proses penilaian yang
difokuskan pada aspek kinerja proses, dimana masing-masing pada aspek kinerja proses
menggunakan indikator literasi bilogi, sehingga siswa dapat melek dalam pembelajaran
biologi. Karakteristik Literasi biologi memiliki relevansi kuat terhadap penilaian autentik
yang mencakup tiga ranah hasil belajar yaitu ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan
dalam pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013.

C. Kerangka Berpikir
Pemberlakuan kurikulum 2013 atau sekarang menjadi kurikulum nasional di
Indonesia menuntut guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan
untuk peserta didik. Sehingga guru dituntut untuk menerapkan pembelajaran secara
autentik. Kemampuan siswa melakukan kegiatan ilmiah tersebut perlu didukung dengan
instrument penilaian yang sesuai. Penilaian autentik sebagai sebuah penilaian memuat
indikator-indikator pencapaian siswa tentang urutan sistematik terhadap suatu kegiatan
ilmiah agar kemampuan siswa dapat diukur secara langsung sehingga kelemahan-
kelemahan siswa yang terlihat dalam penilaian dapat diperbaiki secara merata.
Penilaian autentik mencakup tiga ranah hasil belajar yaitu ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap
Literasi Biologi dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013. Penilaian
semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam
rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jenjang, dan lain-lain. Penilaian
autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan
peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih
autentik. Sedangkan Literasi Biologi yaitu memahami sejumlah prinsip Biologi yang telah
sesuai dalam memberikan informasi baik secara personal maupun masyarakat. Langkah-
langkah dalam pembelajaran Literasi Biologi diantaranya tahap kontrak, tahap kuriositas,
tahap elaborasi, tahap pengambilan keputusan, tahap nexus dan tahap penilaian.
Berdasarkan tahapan-tahapan yang dijelaskan diatas sehingga penilaian autentik
sangat relevan dengan Literasi Biologi dalam pembelajaran, untuk mata pelajaran yang
sesuai. Namun, keadaan di lapangan menunjukkan masih terdapat guru yang kurang
memperhatikan penilaian autentik dan pembelajaran yang mengacu pada tahapan Literasi
19

Biologi. Sehingga penulis ingin mengetahui efektifitas instrumen yang dikembangkan


untuk meningkatkan Literasi Biologi.
Secara sistematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai
berikut:

Kurikulum Nasional

Pembelajaran
Autentik

Evaluasi
Pembelajaran

Kualitas Literasi
Penilaian Autentik
Biologi

Kinerja Proses

Sikap Pengetahuan Keterampilan

Pelaksanaan Penilaian
Autentik

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian


20

Anda mungkin juga menyukai