Anda di halaman 1dari 9

BAB I

ANALISA KUALITATIF

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau Thin Layer Chromatography (TLC) merupakan
bagian dari kromatografi planar. Teknik lain dalam kromatografi planar yang lebih dulu
adalah kromatografi kertas, yang telah dikenal sejak tahun 1800-an. Di Belanda, sejak tahun
1905 kromatografi kertas mulai digunakan untuk mengevaluasi beberapa tanaman obat, dan
mulai tahun 1920 digunakan untuk pemeriksaan rutin di Jerman. Sedangkan kromatografi
lapis tipis dikenal sejak digunakannya senyawa alumina yang dilapiskan pada plat kaca untuk
pemeriksaan tincture pada tahun asam amino, antibiotic, nukleotida, dan senyawa radioaktif.
Saat ini hamper 40% metode yangtertera dalam United State Pharmacopeia (USP)
menggunakan lebih dari 80% metode kromatografi planar.
Keuntungan penggunaan kromatografi planar, antara lain:
1. Dapat menguji secara kualitatif banyak senyawa secara bersamaan.
2. Dapat dilakukan dengan mudah tanpa sumber listrik.
3. Cepat dan datanya reliable.
4. Sistem peralatan sederhana, murah dan mudah dimodifikasi.
Bila dibandingkan dengan KCKT, KLT lebih fleksibel dalam pemilihan fase gerak
dan mempunyai post-chromatograic yang beraneka ragam yang dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas deteksi. Hamper semua komponen dalam sampel dapat dideteksi
serta proses kromatografi dapat dengan mudah dihentikan setiap saat.
Fase Diam (Sorbent)
Dalam KLT, silica gel digunakan secara luas sebagai sorbent yang dilapiskan pada
lempeng/plat gelas. Untuk meningkatkan gaya adhesi dengan gelas, sering ditambahkan
binding agent seperti kalsium sulfat. Biasanya, pengembangan (elusi) dilakukan dengan
solven anhydrous, sehingga perlu dilakukan pengaturan kadar air atau kelembaban. Idealnya,
plat silica dipakai pada kadar air 11 – 12%.
Sorbent silica ini dapat dimodifikasi untuk membentuk plat yang bersifat apolar
dengan jalan :
1. Diimpregnasi dengan paraffin cair, minyak silicon atau lemak, disebut Reverse Phase
Thin Layer Chromatograohy (RPTLC).
2. Mengikatkan secara kimiawi rantai hidrokarbon (seperti monochlorosilane) pada silica
gel. Plat ini lebih reprodusibel dibandingkan dengan cara 1.
Selain dilapiskan pada plat gelas, silica gel juga bias dilapiskan pada plat alumunium
foil, yang dapat ditambah dengan senyawa yang berfluorosensi di bawah sinar UV, dan
banyak diperdagangkan secara komersil.
Sorbent alumina juga dapat digunakan ntuk KLT, yang digunakan untuk pemisahan
vitamin larut lemak, alkaloid, dan beberapa antibiotic. Sedangkan sorbent selulosa digunakan
untuk pemisahan sulfonamide, asam nukleat dan steroid.
Penotolan Sampel
KLT dapat digunakan untuk tujuan preparative maupun analitik. Penotolan sampel
untuk tujuan preparative biasanya dilakukan dengan membuat garis sepanjang sisi bawah,
sehingga hasil pemisahan berupa pita dapat dikerok untuk diisolasi. Sedangkan untuk tujuan
analitik, penotolan hendaknya dibuat sekecil mungkin agar dieroleh pemisahan yang optimal.
Totolan sampel yang melebar dapat menurunkan derajat pemisahannya. Berikut ini variasi
jumlah sampel yang direkomendasikan untuk KLT dan disesuaikan berdasarkan tujuan
analitik.
Table 3 Penotolan jumlah smpel yang direkomendasikan untuk tujuan analitik.
Tujuan Diameter Konsentrasi Jumlah
totolan (mm) sampel (mg)
Kuantitatif 2 mm (0,5mL 0,02 – 0,2 0,1 – 1
(densitometer) sampel)
Identifikasi 3 mm (1 mL 0,1 – 1 1 – 20
sampel)
Test 4 mm (2 mL 5 100
Kemurnian sampel)

Volume terkecil yang dapat diaplikasikan secara manual untuk memperoleh


reprodusibitas yang baik adalah 0,5 µL. Bila volume sampel lebih dari 2 µL, maka penotolan
disarankan secara bertahap dengan menunggu totolan kering sebelum penotolan berikutnya.
Pengembangan (elusi) sampel
1. Pengembangan konvensional
Secara konvensional, plat dikembangkan secara vertical. Ujung bawah plat dicelupkan ke
solven fase gerak (eluen) dalam chamber sedemikian rupa agar totolan jangan sampai
tercelup. Chamber dipastikan jenuh dengan uap eluen sebelum dipakai untuk
pengembangan. Jarak pengembangan 10-15 cm untuk plat normal (ukuran partikel
sorbent 20 µm)
2. Pengembangan 2 dimensi
Sampel ditotolkan di atas di bagian sudut dan dikembangkan seperti no. 1, kemudian
dikeringkan. Plat dikembangkan lagi dengan arah 90º dari pengembangan pertama. Fase
gerak untuk pengembangan kedua bisa sama atau berbeda dengan pengembangan
pertama, sesuai kebutuhan. Melalui teknik ini, pemisahan dapat disempurnakan hingga
mampu memisahkan 150 – 300 komponen.
3. Pengembangan kontinyu (Continous Development)
Plat KLT ditempatkan dalam sebauh tangki yang didesain secara khusus dengan sebuah
celah pada tutupnya. Setelah mencapai celah, eluen akan menguap secara terus-menerus.
Teknik ini dapat memperbaiki resolusi senyawa-senyawa yang mempunyai harga Rf
rendah, namun sering menimbulkan eek pelebaran (broadening) pada bercak yang
mempunyai Rf besar serta waktu pengembangan yang lebih lama.
4. Pengembangan berganda (Multiple Development)
Plat dikembangkan lebih dari satu kali dan pengembangan menggunakan berikutnya
menunggu plat kering. Pengembangan dapat menggunakan eluen yang sama maupun
berbeda. Teknik ini terutama digunakan untuk pemisahan komponen yang memiliki harga
Rf < 0,5.
5. Circular and Anti-circular Development
Untuk pengembangan cicrcular, sampel ditotolkan melingkar di sekitar pusat plat KLT
yang berbentuk lingkaran. Eluen diarahkan melewati pusat lingkaran melalui sumbu
sehingga dapat membawa sampel hingga ke tepi lingkaran plat. Teknik ini dapat
memperbaiki resolusi komponen yang mempunyai Rf renah dan dapat mempersingkat
waktu pengembangan. Pengembangan anti circular merupakan kebalikan dari
pengembangan circular. Teknik ini dapat memperbaiki resolusi komponen yang
mempunyai Rf besar. Bila dibandingkan dengan pengembangan linier, kedua teknik ini
lebih unggul dalam hal jumlah sampel per plat, kecepatan analisis dan jumlah fase gerak
yang digunakan.
6. Gradient development
Pengembangan dilakukan dengan memvariasi komponen fase gerak atau memvariasi
komponen fase gerak atau memvariasi jenis sorbent atau temperature yang digunakan.
Metode Penampakan Bercak
1. Dilihat secara visual untuk senyawa-senyawa berwarna
2. Dilihat di bawah sinar UV 254 nm untuk senyawa-senyawa yang dikembangkan di atas
lampu UV 254 nm. Bercak akan Nampak sebagai spot hitam akibat terjadi pemadaman
fluorosensi sorbent.
3. Dilihat di bawah sinar UV 366 nm untuk senyawa-senyawa yang berfluorosensi secara
alami.
4. Ditambahkan pereaksi pembentuk warna, misalnya:
 Uap iodine yang dapat mensubstitusi ikatan karbon-karbon tak jenuh.
 Larutan asam sulfat metanolik dilanjutkan dengan pemanasan 90º C selama 30 menit
yang dapat mengarangkan senyawa organic dan memberikan bercak berwarna hitam.
 Larutan ninhidrin digunakan untuk menampakkan bercak amina primer dan sekunder.
 Larutan iodolatinat dapat menampakkan bercak amina primer, sekunder, tersier
maupun ammonium kuartner.
 Larutan FeCl3 untuk senyawa-senyawa fenolat, termasuk flavonoid.
 Pereaksi dragendorf digunakan untuk senyawa golongan alkaloid.

Evaluasi Pemisahan Kromatografi Planar


Pemisahan kedua kromatografi ini pada umumnya dihentikan sebelum semua fase
gerak melewati seluruhh permukaan fase diam. Solut pada kedua kromatografi ini
dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya. Nilai (Rf)
dihitung dengan menggunakan perbandingan sebagaimana dalam persamaan:
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡
𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini mencapai ketika solut mempunyai perbandingan
distribusi (D) dan faktor retensi (k’) sama dengan 0 yang berarti solute berimigrasi dengan
kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati ika
solute tertahan pada posisi titik awal dipermukaan fase diam.
Kuantifikasi
Secara umum, untuk menghitung kadar analit dalam sampel dapat dilakukan dengan
mengerok bercak dan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai (atau eluen yang digunakan),
kemudian dideterminasi menggunakan spektroftometer. Belakangan, telah dikembangkan
teknik densitometer yang dapat secara langsung mengukur absorbansi, flurosensi atau
peredaman fluorosesnsi secara in situ. Kuantifikasi dapat dilakukan hanya bila bercak
terpisah secara sempurna dari bercak lain.

Gambar rangkaian peralatan KLT

///
PERCOBAAN I
IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN B DAN METANIL YELLOW PADA
KOSMETIK
I. Tujuan
Mengidentifikasi ada atau tidaknya pewarna rhodamin B dan metanil yellow dalam
Kosmetik dengan metode benang wol dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
II. Prinsip :
a. Pewarna rhodamin B akan terikat pada benang wol dan tidak tercuci oleh air
b. Prinsip KLT : Pemisahan senyawa berdasarkan kepolaran dan interaksinya dengan
fase diam dan fase gerak. Pewarna rhodamin B akan terpisah dari sampel
kemudian dibandingkan dengan baku pembanding
III. Alat dan Pereaksi :
a. Alat – alat : - batang pengaduk - beaker glass
- Cawan penguap - penangas air
- Gelas ukur -timbangan
- Kompor listrik - corong
- Kertas saring
- Chamber
- Pipa kapiler
- UV 254 nm
b. Bahan dan pereaksi :
- Baku rhodamin B
- Etanol 96 % -Kloroform
- NH4OH - Benang wol
- Aquabides - etanol 70%
- Amoniak 2% - asam asetat 10%
- Plat silika GF254
IV. Cara kerja
a. Pembuatan Larutan Baku Pembanding
Ditimbang 25 mg rhodamin B dan dilarutkandalam 50 mL etanol 96%
b. Penyiapan sampel
1. Ditimbang 10 g sampel dipanaskan dalam 10 mL larutan amoniak 2% (yang
dilarutkan dalam etanol 70%) selama kurang lebih 30 menit diatas nyala api kecil
sambil diaduk

2. Disaring, filtrate kemudian diuapkan diatas penangas air. Residu yang didapat
dilarutkan dalam 10 mL air yang mengandung asam ( 10 mL air dicampur dengan
5 mL asam asetat 10%).

c. Prosedur penyiapan kontrol positif

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Dimasukkan larutan baku rhodamin B dalam cawan penguap


3. Dipanaskan dalam larutan 20 mL larutan amoniak 2% (yang dilarutkan dalam
etanol 70%)selama kurang lebih 30 menit dan diaduk

4. Disaring, filtrate kemudian diuapkan diatas penangas air

5. Dilarutkan residu yang didapat dalam 10 mL air yang mengandung asam (10 mL
air dicampur dengan 5 mL asam asetat 10%)

6. Dimasukkan benang wol ke dalam larutan asam, dididihkan hingga 10 menit

7. Diangkat benang wol tersebut dan ditiriskan

8. Dicuci benang wol dengan disemprot aquadest

9. Dianalisis apakah warna pada benang wol dapat tercuci atau tidak

10. Hasil positif ditandai dengan warna tidak dapat dicuci oleh air.

d. Prosedur penyiapan kontrol negatif

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Diukur sebanyak 5 mL aquadest

3. Dilarutkan dalam 50 mL etanol 96% dalam cawan penguap

4. Dipanaskan dalam larutan amoniak 2% (yang dilarutkan dalam etanol 70%)


selama kurang lebih 30 menit dan diaduk.

5. Disaring, filtrate kemudian diuapkan diatas penangas air

6. Dilarutkan residu yang di dapat dalam 10 mL air yang mengandung asam (10 mL
air dicampur dengan 5 mL asam asetat 10%)

7. Dimasukkan benang wol ke dalam larutan asam, dididihkan hingga 10 menit

8. Diangkat benang wol tersebut dan ditiriskan

9. Dicuci benang wol dengan disemprot aquadest

10. Dianalisis apakah warna pada benag wol dapat tercuci atau tidak

11. Hasil negative ditandai dengan warna benang wol dapat tercuci dan kembali
berwarna putih.

e. Uji Rhodamin B dengan metode benang wol

1. Benang wol didihkan di dalam aquades kemudian dikeringkan.


2. Dicuci dengan kloroform untuk menghilangkan kotoran dari lemak.
3. Dibilas dengan aquades
4. Benang wol dimasukkan kedalam larutan sampel asam dan didihkan hingga 10
menit. Angkat benang wol, zat warna akan mewarnai benang wol.
5. Benang wol dicuci dengan air
6. Analisis dilakukan dengan melihat apakah warna pada benag wol dapat tercuci
oleh air atau tidak.
7. Hasil posistif ditandai dengan warna tidak dapat dicuci oleh air.
f. Uji Rhodamin B dengan metode KLT
1. Penyiapan fase gerak
a. Dibuat fase gerak dengan campuran etil asetat, methanol, amoniak (15:3:3)
b. Tuangkan campuran dalam chamber dan masukkan kertas saring
c. Tunggu fase gerak jenuh hingga fase gerak membasahi kertas saring
2. Penyiapan fase diam, potong plat silika gel GF 254 berikan garis tepi tipis-tipis
(atas 0,5 cm dan bawah 1,5 cm)
3. Penotolan sampel, totolkan sampel dan baku pembanding rhodamin B
menggunakan pipa kapiler pada plat silika GF 254 dengan jarak totolan 1,5 cm.
Kemudian keringkan diudara.
4. Dimasukkan plat yang sudah ditotoli sampel dan baku kedalam chamber amati
hingga batas eluen berada pada jarak batas atas yang sudah ditentukan
5. Keluarkan plat silika gel GF254 dan keringkan diudara kemudian deteksi bercak
dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.
6. Tandai bercak noda dengan pensil setelah itu hitung nilai Rfnya.
7. Lakukan replikasi 3x
Lembar Kerja Sementara

Nama Sampel : ......................


I. Hasil pengamatan :

No. Sampel Pengamatan Hasil

1.

2.

3.

4.

5.

II. Kesimpulan :

Anda mungkin juga menyukai