PRAKTIKUM KOSMETOLOGI
Disusun Oleh :
Nur Ermawati, M.Farm., Apt.
SEMESTER GENAP
2019/2020
1
TATA TERTIB PRAKTIKUM
2
Penilaian meliputi :
Presensi : 10 %
Keterampilan dan keaktifan : 10 %
Pretest : 15 %
Produk : 10 %
Laporan akhir : 20 %
Responsi : 35 %
3
COVER
A. Tujuan
Tujuan dalam melakukan percobaan praktikum
B. Dasar Teori
Latar belakang yang mendasari praktikum yang telah
dikerjakan.
C. Monografi Bahan
Berisikan tentang data sifat fisiko kimia dari bahan baku
yang akan digunakan.
D. Formula yang dikerjakan
Berisikan formula yang telah dikerjakan beserta
perhitungannya, serta alasan yang mendasari pemilihan
formula tersebut.
E. Prosedur Kerja
1. Alat dan Bahan
Keseluruhan alat-alat dan bahan percobaan yang
digunakan dalam percobaan.
2. Prosedur Kerja
Prosedur kerja keseluruhan dari topik percobaan yang
dilakukan. Dibuat dalam bentuk bagan kerja
4
percobaan.
F. HASIL dan PERHITUNGAN
1. Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil evaluasi
sediaan yang telah dilakukan.
2. Perhitungan data yang diperoleh. Dalam bentuk
tabel data.
G. PEMBAHASAN
Pembahasan dari analisis data yang dihasilkan. Teori
yang mendasari dari pembacaan data serta dicantumkan
hasil penelitian berupa tabel-tabel, grafik dan gambar.
H. KESIMPULAN
Point-point penting dari keseluruhan yang diteliti.
Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah
yang diteliti dalam percobaan.
I. DAFTAR PUSTAKA
MATERI I
5
BODY LOTION
A. TUJUAN
1. Memformulasi sediaan body lotion
2. Mengetahui pengaruh penambahan bahan/
konsentrasi bahan dalam sediaan body lotion
terhadap sifat fisika dan kimia body lotion
B. DASAR TEORI
Lotion adalah sediaan kosmetika golongan emolien
(pelembut) yang mengandung air lebih banyak. Sediaan ini
memiliki beberapa sifat, yaitu sebagai sumber lembab bagi
kulit, memberi lapisan minyak yang hampir sama dengan
sebum, membuat tangan dan badan menjadi lembut, tetapi
tidak berasa berminyak dan mudah dioleskan. Hand and
body lotion (losio tangan dan badan) merupakan sebutan
umum bagi sediaan ini di pasaran (Sularto, et al, 1995).
Lotion dapat juga didefinisikan sebagai suatu sediaan
dengan medium air yang digunakan pada kulit tanpa
digosokkan. Biasanya mengandung substansi tidak larut
yang tersuspensi, dapat pula berupa larutan dan emulsi di
mana mediumnya berupa air. Biasanya ditambah gliserin
6
untuk mencegah efek pengeringan, sebaliknya diberi
alkohol untuk cepat kering pada waktu dipakai dan memberi
efek penyejuknya (Anief, 1984). Wilkinson 1982
menyebutkan, lotion adalah produk kosmetik yang
umumnya berupa emulsi, terdiri dari sedikitnya dua cairan
yang tidak tercampur dan mempunyai viskositas rendah
serta dapat mengalir dibawah pengaruh gravitasi. Lotion
ditujukan untuk pemakaian pada kulit yang sehat.
Jadi, lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari fase
minyak dan fase air yang distabilkan oleh emulgator,
mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya.
Lotion dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai
pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair memungkinkan
pemakaian yang cepat dan merata pada permukaan kulit,
sehingga mudah menyebar dan dapat segera kering setelah
pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada
permukaan kulit (Lachman et al., 1994).
Sediaan lotion tersusun atas komponen zat berlemak,
air, zat pengemulsi dan humektan. Komponen zat berlemak
diperoleh dari lemak maupun minyak dari tanaman, hewan
maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak
7
jojoba, minyak parafin, lilin lebah dan sebagainya. Zat
pengemulsi umumnya berupa surfaktan anionik, kationik
maupun nonionik. Humektan bahan pengikat air dari udara,
antara lain gliserin, sorbitol, propilen glikol dan polialkohol
(Jellineck, 1970).
Dalam pembuatan lotion, faktor penting yang harus
diperhatikan adalah fungsi dari lotion yang dlinginkan
untuk dikembangkan. Fungsi dari lotion adalah untuk
mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan dan
membersihkan, mencegah kehilangan air, dan
mempertahankan bahan aktif (Setyaningsih, dkk., 2007).
Lotion juga dipakai untuk menyejukkan, mengeringkan, anti
pruritik dan efek protektif dalam pengobatan dermatosis
akut. Sebaiknya tidak digunakan pada luka yang berair
sebab akan terjadi caking dan runtuhan kulit serta bakteri
dapat tetap tinggal di bawah lotion yang menjadi cake
(Anief, 1984). Komponen-komponen yang menyusun lotion
adalah pelembab, pengemulsi, bahan pengisi, pembersih,
bahan aktif, pelarut, pewangi, dan pengawet (Setyaningsih,
dkk., 2007).
Proses pembuatan lotion adalah dengan cara
8
mencampurkan bahan-bahan yang larut dalam fase air pada
bahan-bahan yang larut dalam fase lemak, dengan cara
pemanasan dan pengadukan (Schmitt, 1996). Bahan-bahan
lainnya yang digunakan dalam pembuatan lotion adalah sun
screen, humektan, thickening, mineral oil, setil alkohol,
silikon dan preservatif. Sun screen berfungsi sebagai ultra
violet filter, yaitu melindungi kulit dari panas matahari juga
bahan dasar pembuatan krim/lotion. Gliserin sebagai
humektan berfungsi menahan air di bawah lapisan kulit agar
tidak keluar sehingga mencegah kehilangan air yang
berlebihan. Mineral oil dan silikon berfungsi sebagai
pelembab (moisturizing) kulit. (Setyaningsih, dkk., 2007).
9
dalam formula lotion. Bahan pengental atau thickening
agents digunakan untuk mengatur kekentalan produk
sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan kosmetik dan
mempertahankan kestabilan dari produk tersebut (Mitsui,
1997). Bahan pengental yang digunakan dalam pembuatan
skin lotion bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel
dari emulsi. Umumnya water soluble polymers digunakan
sebagai bahan pengental yang diklasifikasikan sebagai
polimer alami, semi sintetis polimer, dan polimer sintetis
(Mitsui, 1997). Menurut Schmitt (1996), bahan pengental
polimer seperti gum alami, derivat selulosa dan karbomer
lebih sering digunakan dalam sistem emulsi dibandingkan
dalam formulasi berbasis surfaktan. Penggunaan bahan
pengental dalam pembuatan skin lotion biasanya digunakan
dalam proporsi yang kecil yaitu dibawah 2,5% (Strianse,
1996).
C. PROSEDUR KERJA
10
1. ALAT DAN BAHAN
ALAT :
a. Timbangan elektrik
b. Penangas air
c. Batang pengaduk
d. Cawan porselin
e. Penjepit kayu
f. Termometer
g. Beaker glass
h. Kertas perkamen
i. Sendok tanduk
j. Pipet tetes
k. Gelas arloji
l. Mortir dan stamper
BAHAN :
a. Zaitun
b. Stearic Acid
c. Trietanolamin
d. Gliserin
e. Metil Paraben
11
f. Propil Paraben
g. Propilenglikol
h. Setil Alkohol
i. Essential oil
j. Destilled Water
2. CARA KERJA
a. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang.
b. Masukkan minyak zaitun, setil alkohol dan asam
stearat ke dalam cawan porselen lalu lelehkan dan
suhu dijaga kostan (campuran A).
c. Larutkan Metil paraben dan Propil paraben dalam
Propilenglikol (Campuran B).
d. Masukan trietanolamin, gliserin dan Campuarn B
kedalam air (Campuran C)
e. Panaskan campuran C suhu 80oC.
f. Campurkan campuran A dengan campuran C ke
dalam mortir yang telah dihangatkan
g. Aduk dengan cepat dan konstan selama 10 menit
kemudian aduk dengan kecepatn sedang hingga
dingin.
12
h. Tambahkan esensial oil ke dalam campuran lotion.
i. Lotion dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat.
j. Sediaan diberi etiket.
13
Acc
Penimbangan
No Nama Alat dan Bahan Ukuran Jumlah
dan Penggunaan
alat
14
CARA KERJA
15
FORMULA YANG DIAJUKAN
EVALUASI SEDIAAN
16
Replikasi Organoleptis Homogenitas pH Uji Iritasi
MATERI II
BODY SCRUB
17
A. TUJUAN
1. Memformulasi sediaan body scrub
2. Mengetahui pengaruh jumlah/jenis bahan abrasive
yang digunakan terhadap evaluasi sediaan
B. DASAR TEORI
Kulit manusia bersifat dinamis yang artinya selalu
berubah setiap saat, sel-sel yang menyusun tubuh manusia
selalu mengalami regenerasi kulit. Sel – sel tersebut
memiliki usia tertentu yang kemudian akan diganti lagi
dengan yang baru, namun pada akhirnya semua sel-sel akan
mengalami kematian secara total, begitu juga pada kulit
manusia. Bertambahnya usia akan mengakibatkan
perubahan laju regenerasi pada kulit. Penggantian sel yang
berlangsung lambat akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan sel-sel mati dan pigmen. Akibatnya, kulit
tampak kusam dan kasar. (Tresna, 2010)
Selain faktor bertambahnya usia, faktor lingkungan juga
berpengaruh terhadap proses regenerasi kulit. Lingkungan
yang tidak sehat karena polusi serta pola hidup yang tidak
teratur dapat mengakibatkan penurunan laju regenerasi sel –
sel pada kulit. Selain itu penggunaan kosmetik yang tidak
18
cocok juga berpengaruh terhadap proses regenerasi kulit.
Salah satu produk perawatan kulit yang sering digunakan
untuk mengatasi kulit kusam yang disebabkan oleh sel – sel
mati adalah body scrub. Body scrub merupakan salah satu
sediaan kosmetik yang digunakan untuk mengangkat sel –
sel mati pada kulit. Penggunan kosmetika ini dapat
dikatakan sebagai kosmetika pembersih mendalam (deepth
cleansing), karena dapat mengelupaskan sel tanduk yang
sudah mati, sehingga akan menimbulkan peremajaan pada
kulit. Kosmetik ini dapat berbentuk krim atau pasta yang
mengandung butiran-butiran kecil, yang dapat membantu
mengelupaskan kulit sel-sel yang sudah mati dengan cara
digosokkan. Kosmetik ini digunakan untuk semua jenis
kulit. (Tresna, 2010)
19
mati. Beras mengandung zat oryzanol yang mampu
membantu memperbarui pigmen melamin dalam kulit dan
dapat menangkal sinar ultraviolet.
Berbagai permasalahan kulit khususnya kulit kering dan
kusam yang disebabkan oleh penumpukan sel – sel kulit
yang mati yang dialami oleh masyarakat Indonesia inilah
yang mendorong dibuatnya formulasi, metode pembuatan
serta evaluasi sediaan body scrub yang mengandung beras
putih yang dapat membantu meregenerasi sel kulit yang
telah rusak atau mati serta membantu meningkatkan
elastisitas kulit.
C. PROSEDUR KERJA
ALAT :
a. Timbangan elektrik
b. Penangas air
c. Batang pengaduk
d. Cawan porselin
e. Penjepit kayu
f. Termometer
20
g. Beaker glass
h. Kertas perkamen
i. Sendok tanduk
j. Pipet tetes
k. Gelas arloji
l. Mortir
m. Stamper
n. Wadah scrub
BAHAN :
a. Zaitun
b. Stearic Acid
c. Trietanolamin
d. Gliserin
e. Metil Paraben
f. Propil Paraben
g. Propilenglikol
h. Setil Alkohol
i. Essensial oil
j. Destilled Water
k. Bahan Abrasive
21
2. CARA KERJA
A. Pembuatan Basis
1. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang.
2. Masukkan minyak zaitun, setil alkohol dan asam
stearat ke dalam cawan porselen lalu lelehkan
dan suhu dijaga kostan (Campuran A).
3. Larutkan Metil paraben dan Propil paraben dalam
Propilenglikol (Campuran B).
4. Masukan trietanolamin, gliserin dan Campuran B
kedalam air (Campuran C)
5. Panaskan campuran C suhu 80oC.
6. Campurkan campuran A dengan campuran C
dalam mortir yang telah dihangatkan.
7. Aduk dengan cepat dan konstan selama 10 menit
kemudian aduk dengan kecepatan sedang hingga
dingin.
8. Tambahkan esensial oil ke dalam campuran basis.
B. Pembuatan Abrasif
1. Sangrai tepung ketan dan tepung beras
2. Semua bahan yang diperlukan ditimbang
3. Campur semua bahan hinggan tercampur homogen
22
C. Pembuatan Scrub
1. Masukkan Campuran bahan abrasive ke dalam
basis
2. Gerus hingga homogen
3. Masukkan sediaan scrub yang sudah jadi kedalam
kemasan primer
4. Diberi etiket dan masukkan ke dalam kemasan
sekunder.
Acc
Penimbangan
No Nama Alat dan Bahan Ukuran Jumlah
dan Penggunaan
alat
23
24
CARA KERJA
25
FORMULA YANG DIAJUKAN
EVALUASI SEDIAAN
26
2
MATERI III
SABUN CAIR
A. TUJUAN
1. Memformulasi sediaan sabun cair
2. Mengetahui pengaruh penambahan surfaktan
terhadap daya busa sabun cair
27
B. DASAR TEORI
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam
natrium) dari asam-asam lemak. Sabun mengandung garam
C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa
karboksilat dengan bobot atom lebh rendah. Sekali
penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung
gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan
penyulingan. Gliserol digunakan sebagai pelembab dalam
tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat
melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat
berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air
itu. Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air
bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan
gliserol. Zat tambahan (aditif) seperti batu apung, zat warna
dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu
dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai
hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari
molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non
polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut
28
dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah
molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar
larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air
karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50 -
150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok
dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph
J. Fessenden, 1992).
Selain lemak dan alkali, pembuatan sabun juga
menggunakan bahan tambahan yang lain. Bahan lain yang
digunakan untuk pembuatan sabun tersebut adalah bahan
pembentuk badan sabun, bahan pengisi, garam, bahan
pewarna dan bahan pewangi. Bahan pembentuk badan
sabun (builder) diberikan untuk menambah daya cuci sabun,
dapat diberikan berupa natrium karbonat, natrium silikat
dan natrium sulfat. Bahan pengisi (fillers) digunakan untuk
menambah bobot sabun, menaikkan densitas sabun, dan
menambah daya cuci sabun. Bahan pencuci yang
ditambahkan biasanya adalah kaolin, talk, magnesium
karbonat dan juga soda abu serta natrium silikat yang dapat
berfungsi pula sebagai antioksidan.
29
berfungsi sebagai pembentuk inti pada proses pemadatan.
Garam yang ditambahkan biasanya adalah NaCl. Dengan
menambahkan NaCl maka akan terbentuk inti sabun dan
mempercepat terbentuknya padatan sabun. Garam yang
digunakan sebaiknya murni, tidak mengandung Fe, Cl, atau
Mg. Jika akan dibuat sabun cair, tidak diperlukan
penambahan garam ini.
Beberapa bahan diperlukan sebagai antioksidan, yaitu
bahan yang dapat menstabilkan sabun sehingga tidak
menjadi rancid. Natrium silikat, natrium hiposulfit, dan
natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai
antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan
yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau
sebagai bleaching agent. Sedangakan untuk bahan
tambahan parfum, yang biasa digunakan adalah patchouli
alcohol, cresol, pyrethrum, dan sulfur. Pada sabun cuci juga
digunakan pelarut organic seperti petroleum naphta dan
sikloheksanol.
Dalam hal ini yang perlu untuk diketahui adalah bahwa
sifat pencuci dari sabun disebabkan karena sabun
merupakan senyawa surfaktan yang dapat menurunkan
30
tegangan permukaan sambil mengemulsi kotoran.
Pengelompokkan minyak surfaktan sebagai anionik,
kationik atau netral tergantung sifat dasar gugus
hidrofiliknya. Sabun dengan gugus karboksilatnya adalah
surfaktan anionik yang bersifat antibakteri.
Alkali yang digunakan untuk proses penyabunan adalah
kaustik (NaOH) dan soda kalium (KOH). Soda kaustik
digunakan untuk membuat sabun keras sedangkan soda
kalium untuk membuat sabun lunak sampai cair seperti
sampo. Soda Q yang mengandung senyawa K2CO3,
Na2CO3 dan NaOH dapat dimanfaatkan sebagai sumber
alkali. Oleh karena kadar K2CO3 soda Q cukup tinggi
sehingga soda Q potensial untuk digunakan membuat sabun
cair.
Proses pembentukan sabun dikenal sebagai reaksi
penyabunan atau saponifikasi, yaitu reaksi antara
lemak/gliserida dengan basa seperti berikut:
H2COCR1OHCOCR2OH2COCR3O +
NaOH/KOHKO/NaOCRO + HCOHH2COHH2COH
Lemak/Minyak Basa Sabun Gliserol
31
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena
minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak
saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk sabun maka
kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi
penyabunan bersifat sebagai reaksi autokatalitik, di mana
pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena
jumlah minyak yang sudah berkurang (Bailey’s, 1964).
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga
harus diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali
agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses
penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH)
dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi
untuk menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses
yang lebih sempurna dan merata maka pengadukan harus
lebih baik. Sabun cair yang diperoleh kemudian diasamkan
untuk melepaskan asam lemaknya (Levenspiel, 1972).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi
penyabunan, antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan
stokiometri reaksinya, dimana penambahan basa harus
sedikit berlebih dari minyak agar tersabunnya sempurna.
32
Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan
terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak
homogen., sedangkan jika basa yang digunakan terlalu
encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih
lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu
akan menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat dari persamaan
Van`t Hoff :
RTHdTKdΔ=ln ( 1 )
C. PROSEDUR KERJA
1. ALAT DAN BAHAN
ALAT :
a. Timbangan elektrik
b. Batang pengaduk
c. Beaker glass
d. Kertas perkamen
e. Sendok tanduk
f. Pipet tetes
g. Gelas arloji
h. Mortir
i. Stamper
j. Wadah shower gel
BAHAN :
a. Aquades
35
b. Na Lauril Sulfat
c. Cocamide DEA
d. Gliserin
e. Metil Paraben
f. NaCl
g. Esensial oil
h. Vitamin E
2. CARA KERJA
a. Timbang semua bahan yang dibutuhkan
b. Campurkan Aquadest dengan Na Lauril Sulfat cair
hingga Na Lauril Sulfat terlarut semua didalam air
(Campuran A).
c. Campurkan Cocamide DEA, gliserin, Madu dan
Metil Paraben (Campuran B).
d. Campurkan fase A dengan fase B hingga homogen.
e. Tambahkan Asam Sitrat 10%
f. Tambahkan NaCl sedikit demi sedikit hingga
mengental dan diaduk dengan konstan.
g. Tambahkan esensial oil dan vitamin E
h. Dikemas didalam botol dan diberi label.
36
ALAT DAN BAHAN
Acc
Penimbangan
No Nama Alat dan Bahan Ukuran Jumlah
dan Penggunaan
alat
37
38
CARA KERJA
39
EVALUASI SEDIAAN
40
ACC Asisten Praktikum
MATERI IV
SABUN PADAT
A. TUJUAN
1. Memformulasi sediaan sabun padat
2. Mengetahui pengaruh waktu penyimpanan terhadap
proses saponifikasi sediaan sabun padat
B. DASAR TEORI
42
sebelum terjadinya kelainan dan korektif (perbaikan) yang
umumnya dilakukan setelah timbul kelainan.
Pemeliharaan kulit memerlukan perawatan khusus
karena kulit merupakan organ yang sensitif terhadap
perlakuan dan rangsangan. Tiap individu mempunyai
jenis kulit yang berbeda, yang dipengaruhi oleh kadar air
dan produksi minyak dalam tubuh, kecepatan pergantian
sel – sel lapisan tanduk dan faktor lingkungan.
43
Proses yang terjadi dalam pembuatan sabun disebut
sebagai saponifikasi (Girgis 2003). Ada 2 jenis sabun mandi
yang dikenal, yaitu sabun mandi padat (batangan) dan sabun
mandi cair (Hambali, 2005).
Sabun mandi padat sangat akrab dalam kehidupan sehari-
hari. Sebagian besar masyarakat menggunakan sabun mandi
padat untuk membersihkan badan. Hal ini karena sabun
mandi padat harganya relatif lebih murah. Sabun mandi
padat memiliki kelemahan dari sisi keamanan jika dipakai
bersama dan sulit untuk dibawa kemana-mana. Tetapi untuk
pemakaian pribadi di rumah, sabun mandi padat sangat
tepat untuk digunakan. (Hambali, 2005).
Sabun padat dibedakan atas 3 jenis, yaitu sabun opaque,
translucent, dan transparan. Sabun transparan merupakan
salah satu jenis sabun yang memiliki penampilan menarik
karena penampakannya. Selain itu, sabun transparan bisa
menjadi alternatif sediaan dengan penampakan yang lebih
menarik.
C. PROSEDUR KERJA
a. Timbangan
b. Mortir
c. Stamper
d. Gelas ukur
e. Penangas air
f. Sendok tanduk
g. Pipet tetes
h. Batang pengaduk
i. Beaker glass
BAHAN :
a. Madu
b. Asam Stearat
c. Coconot Oil
d. NaOH 30%
e. Gliserin
f. Etanol
g. Gula
h. Dietanolamida (DEA)
45
i. NaCl
j. Vitamin E
k. Air
l. Pewangi
2. CARA KERJA
a. Ditimbang bahan-bahan sesuai tabel penimbangan
b. Dilelehkan asam stearat pada suhu 70oC
c. Ditambahkan minyak coconut oil, diaduk homogen
d. Ditambahkan larutan NaOH 30% pada suhu 60 -
70oC
e. Diaduk sampai homogen
f. Ditambahkan gliserin
g. Ditambahkan gula atau sukrosa yang telah
dilelehkan sebelumnya ke dalam campuran sedikit
demi sedikit sambil diaduk hingga sukrosa larut
sempurna
h. Ditambahkan DEA, asam sitrat, NaCl, etanol , Vit
E, madu, dan air secara berurutan ke dalam
campuran, diaduk homogen.
i. Ditambahkan Pewangi, diaduk homogen
46
j. Dituang campuran ke dalam cetakan dan
didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang
k. Adonan dikeluarkan dari cetakan
l. Ditimbang, jika terdapat kelebihan bobot dilakukan
pemotongan
Acc
Penimbangan
No Nama Alat dan Bahan Ukuran Jumlah
dan Penggunaan
alat
47
48
CARA KERJA
49
EVALUASI SEDIAAN
50
MATERI V
SHAMPO
A. TUJUAN
1. Memformulasi sediaan shampoo
2. Mengetahui pengaruh surfaktan terhadap sifat kimia
sediaan Shampo
B. DASAR TEORI
51
mengandung surfaktan dalam bentuk yang cocok dan
berguna untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang
melekat pada rambut dan kulit kepala agar tidak
membahayakan rambut, kulit kepala, dan kesehatan si
pemakai. Shampo pada umumnya digunakan dengan
mencampurkannya dengan air dengan tujuan untuk
melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh
untuk melindungi rambut dan membersihkan kotoran yang
melekat. Namun tidak semua shampo berupa cairan atau
digunakan dengan campuran air, ada juga shampo kering
berupa serbuk yang tidak menggunakan air. Shampo kering
ini selain digunakan oleh manusia, lebih umum digunakan
untuk binatang peliharaan seperti kucing yang tidak
menyukai bersentuhan dengan air ataupun anjing. Beberapa
industri yang memproduksi shampo atau perawatan rambut
umumnya juga mengeluarkan produk kondisioner dengan
tujuan untuk mempermudah pengguna shampo menata
kembali rambutnya. Formulasi untuk shampo harus
mengandung bahan bahan yang berfungsi sebagai surfaktan,
foaming agent dan stabilizer, opacifier, hydrotopes,
viscosity modifier, dan pengawet. Bahan-bahan dalam
52
shampo harus aman dan mudah terdegradasi sebagaimana
kosmetik perawatan tubuh lain. Setiap bahan harus memilki
fungsi dan peran yang spesifik (Mottram, 2000)
Formula shampo setidaknya mengadung bahan yang
berfungsi sebagai detergent (surfaktan), thickeners dan
foaming agent, dan conditioning agent. Selain itu kadang
juga ditambahkan bahan yang berfungsi sebagai pengawet,
parfum, pengatur pH, pengatur viskositas dan antimikroba.
Shampo dikatakan dapat berfungsi sebagaimana
disebutkan di atas, shampo harus memiliki sifat berikut :
53
sel kulit yang rusak, kotoran yang disebabkan oleh
lingkungan dan sisa sediaan kosmetika.
Tidak mengiritasi klulit kepala dan mata
Shampo harus tetap stabil. Shampoo yang dibuat
transparan tidak boleh menjadi keruh dalam
penyimpanan. Viskositas dan pH-nya juga harus
tetap konstan, shampo harus tidak terpengaruhi oleh
wadahnya ataupun jasad renik dan dapat
mempertahankan bau parfum yang ditambahkan ke
dalamnya.
Secara garis besar shampo dapat dibedakan dalam dua
golongan yaitu, shampo basah dan shampo kering.
1. Shampo Basah
Shampo basah adalah semua jenis shampo dimana
penggunaanya memerlukan air, baik sebagai
pencampurannya maupun dalam pembilasannya. Dalam
pemakaian shampo untuk pencucian rambut, terlebih dahulu
harus diperhatikan jenis rambut, sehingga shampo yang
terpilih dan dipakai betul- betul sesuai dan cocok. Adapun
shampo basah yang lazim dipergunakan dapat berbentuk
krim, liquid, ataupun powder (Mottram, 2000).
54
2. Shampo Kering
Semua jenis shampo yang pemakaiannya tidak
menggunakan air adalah tergolong shampo kering. Shampo
kering biasanya banyak digunakan dirumah sakit untuk
merawat orang sakit. Pemakaian shampo kering hanya
diusapkan diseluruh rambut, kemudian rambut disikat
sehingga kotoran larut bersama shampoo (Mottram, 2000).
C. PROSEDUR KERJA
1. ALAT dan BAHAN
ALAT :
a. Timbangan elektrik
b. Batang pengaduk
c. Beaker glass
d. Kertas perkamen
e. Sendok tanduk
f. Pipet tetes
g. Gelas arloji
h. Mortir
i. Stamper
BAHAN :
55
a. Aquades
b. Na Lauril Sulfat
c. Cocamide DEA
d. Gliserin
e. Metil Paraben
f. NaCl
g. Esensial oil
h. Vitamin E
2. CARA KERJA
a. Timbang semua bahan yang dibutuhkan
b. Campurkan Aquadest dengan Na Lauril Sulfat cair
hingga Na Lauril Sulfat terlarut semua didalam air
(Fase A).
c. Campurkan Cocamide DEA, gliserin dan Metil
Paraben (Fase B).
d. Campurkan fase A dengan fase B hingga homogen.
e. Tambahkan NaCl sedikit demi sedikit hingga
mengental dan diaduk dengan konstan.
f. Tambahkan esensial oil dan vitamin E
g. Dikemas didalam botol dan diberi label.
56
ALAT DAN BAHAN
Acc
Penimbangan
No Nama Alat dan Bahan Ukuran Jumlah
dan Penggunaan
alat
57
58
CARA KERJA
59
EVALUASI SEDIAAN
60
MATERI VI
KRIM WAJAH
A. TUJUAN
B. DASAR TEORI
62
6. Pectinum
7. Emulgidum
Untuk penstabilan krim ditambahkan zat antioksidan
dan zat pengawet. Zat pengawet yang sering digunakan
ialah nipagin 0,12-0,18%, nipasol 0,02-0,05% (Anief,
1990).
Teknik pembuatan :
1. Pencampuran dengan peleburan (metode fusion) zat
pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama
(harus diperhatikan stabilitas zat aktif terhadap
suhu)
2. Pencampuran dengan triturasi (metode triturasi) ZA
tidak larut dicampur sedikit basis dilanjutkan
dengan penambahan sisa basis. Atau ZA dilarutkan
dalam pelarut organik terlebih dahulu kemudian
dicampur basis yang digunakan.(Ansel, 2008)
Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem
campurannya terganggu, terutama disebabkan oleh
perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan
perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat
pengemulsinya tidak bercampur satu sama lain (Depkes RI,
2005).
63
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui
pengencer yang cocok dan dilakukan dengan teknik aseptik.
Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka
waktu 1 bulan. Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah
tertutup baik atau tube ditempat sejuk, penanda pada etiket
harus juga tertera “obat luar” (Depkes RI, 2005).
C. PROSEDUR KERJA
ALAT :
a. Penangas air
b. Batang pengaduk
c. Cawan porselin
d. Penjepit kayu
e. Beaker glass
f. Gelas arloji
g. Pipet tetes
h. Kertas perkamen
i. Sendok tanduk
64
j. Mortir
k. Stamper
l. Pot Krim
m. Termometer
n. Pemanas Air
BAHAN :
a. Chloramphenicol
b. Liquid Parafin
c. Setaric Acid
d. Trietanolamin
e. Gliserin
f. Metil Paraben
g. Propil Paraben
h. Propilenglikol
i. Aqua Rosa
j. Distilled Water
2. CARA KERJA
66
ALAT DAN BAHAN
Acc
Penimbangan
No Nama Alat dan Bahan Ukuran Jumlah
dan Penggunaan
alat
67
CARA KERJA
68
FORMULA YANG DIAJUKAN
EVALUASI SEDIAAN
69
Replikasi Organoleptis Homogenitas pH Uji Iritasi
DAFTAR PUSTAKA
70
Ansel, Howard C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi Edisi Keempat. Penerbut Universitas
Indonesia. Jakarta
Anief, Moh. 1988. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Anief, M. 2007. Farmasetika. Yogjakarta: Gadjah Mada
University Press,
Depkes RI, 2005. Ilmu Resep Teori. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Fessenden dan Fessenden. 1992. Kimia Organik, Cetakan
ketiga, Jilid I. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Hambali, E. A. Suryani dan M. Rival. 2005. Membuat
Sabun Transparan. Jakarta : Penebar Plus
Jellineck, S. (1970). Formulation and Function of
Cosmetics. New York : Wiley Interscience. Kumar,
Ashok., Mali, Rakesh Roshan., 2010. Evaluation of
Prepared Shampoo Formulations and to Compare
Formulated Shampoo with Marketed Shampoos.
International Journal of Pharmaceutical Sciences
Review and Research. Volume 3, Issue 1, July –
August 2010; Article 025.
71
Lachman, L., H.A. Lieberman, and J.L. Kanig. 1994. Teori
dan Praktek Farmasi Industri, Jilid II, Edisi III.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Mottram, F.J., Lees, C.E., 2000, Hair Shampoos in
Poucher's Perfumes, Cosmetics and Soaps, 10th Edn,
Butler, H. (ed), Kluwer Academic Publishers. Printed
in Great Britain.
Mitzui, T. 1997. The Cosmetic Science. Amsterdan: Elsevier
Scienc B.V.
Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2003. Handbook
of Pharmaceutical Exipients. Pharmaceutical Press.
London.4.
72
Strianse, S. J. 1996. Hands Creams and Lotion in Cosmetics
Science and Technology Vol.1. 2nd Ed. New York :
Willy Interscience, a Division of John Wiley and
Sons, Inc.
Sularto, S. A. dkk. 1995. Pengaruh Pemakaian Madu
sebagai Penstubtitusi Gliserin dalam Beberapa Jenis
Krim Terhadap Kestabilan Fisiknya. Laporan
Penelitian, LP Unpad. Bandung: Universitas
Padjajaran.
Tresna, Dra.Pipin . 2010. Perawatan Kulit. Bandung :
Universitas Pendidikan Indonesia.
73