Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FITOKIMIA

“TANIN”

DISUSUN OLEH :

GRATSELA DENALIA BESA

G 701 17 135

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Tanin”.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kami. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
tugas makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan baik dari segi penyusun
bahasanya maupun segi lainnya. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenandan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Palu, 19 Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………

KATA PENGANTAR………………………………………………………….

DAFTAR ISI………………………………………………………………….....

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………....

I.1 Latar Belakang…………………………………………………….....

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..

II.1 Pengertian Tanin.............................………………………….....

II.2 Klasifikasi Tanin....……………………………………………….

II.3 Biosintesis ............………………………………………..

II.4 Metode Ekstraksi Tanin............................................................

II.5 Metode Identifikasi Tanin........................................................

II.6 Aktivitas Farmakologi Tanin....................................................

BAB III PENUTUP…………………………………………………………......

III.1 Kesimpulan……………………………………………………….....

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………......
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Dalam metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan
menghasilkan beberapa senyawa yang tidak digunakan sebagai cadangan
energi melainkan untuk menunjang kelangsungan hidupnya seperti untuk
pertahanan dari predaptor. Beberapasenyawa seperti alkaloid, triterpen dan
golongan phenol merupakan senyawa-senyawayang dihasilkan dari
metabolisme skunder. Golongan fenol dicirikan oleh adanyacincin aromatik
dengan satu atau dua gugus hidroksil. Kelompok fenol terdiri dari
ribuan senyawa, meliputi flavonoid, fenilpropanoid, asam fenolat,
antosianin, pigmenkuinon, melanin, lignin, dan tanin, yang tersebar luas di
berbagai jenis tumbuhan.
Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yng termasuk ke dalam
golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan. Tanin
dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat
mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan
glatin.Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang
memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk
kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi
dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan tanin-
terhidrolisiskan (hydrolysabletannins).
Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan
sifat taninyang sangat kompleks mulai dai pengendap protein hingga
pengkhelat logam. Makadari itu efek yang disebabkan tanin tidak
dapatdiprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Maka
dariitu semua penelitian tentang berbagai jenissenyawa tanin mulai dilirik para
peneliti sekarang .
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Tanin
Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah
suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat,
yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa
organik lainnya termasuk asam amino danalkaloid.
Tanin (dari bahasa Inggris tannin; dari bahasa Jerman Hulu
Kuno tanna, yang berarti “pohon ek” atau “pohon berangan”) pada mulanya
merujuk pada penggunaan bahan tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak
belulang (kulit mentah) hewan agar menjadi kulit masak yang awet dan
lentur. Namun kini pengertian tanin meluas, mencakup aneka senyawa
polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak
gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk
membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul
yang lain.
Sifat-sifat Tanin :
1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat.
2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid.
3. Tidak dapat mengkristal.
4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen
5. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan
protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
Sifat kimia Tanin :
1. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang
sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
2. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.
3. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan
pemberi warna.
Identifikasi Tanin dapat dilakukan dengan cara :
1. Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua / hitam kehijauan.
2. Ditambahkan Kalium Ferrisianida + amoniak berwarna coklat.
3. Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium
Bikromat berwarna coklat.
∙ Kegunaan Tanin :
1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian
tertentu pada tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada saat
matang taninnya hilang.
2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi.
3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman
4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada
gastrointestinal dan pada kulit.
5. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka
bakar, dengan cara mengendapkan protein.
6. Sebagai pengawet dan penyamak kulit.
7. Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan alkaloid.
8. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam
tamak yang tidak larut.

II.2 Klasifikasi Tanin


Senyawa tanin termasuk kedalam senyawa poli fenol yang artinya
senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi
dua yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Klasifikasi tanin
yaitu :
1. Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tannins)
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk
jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan
menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis
tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari
karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua
asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang bisa disebut
Ellagitanins.Berat molekul galitanin 1000-1500,sedangkan Berat
molekul Ellaggitanin 1000-3000. Ellagitanin sederhana disebut juga
ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah
menjadi asam galic jika dilarutkan dalam air. Asam elagat merupakan
hasil sekunder yang terbentuk pada hidrolisis beberapa tanin yang
sesungguhnya merupakan ester asam heksaoksidifenat.
2. Tanin terkondensasi (condensed tannins)
Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat
terkondensasi meghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan
terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Oleh
karena adanya gugus fenol, maka tannin akan dapat berkondensasi
dengan formaldehida. Tanin terkondensasi sangat reaktif terhadap
formaldehida dan mampu membentuk produk kondensasi Tanin
terkondensasi merupakan senyawa tidak berwarna yang terdapat pada
seluruh dunia tumbuhan tetapi terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin
terkondensasi telah banyak ditemukan dalam tumbuhan paku-pakuan.
Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin
merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungan dengan melalui
C8dengan C4. Salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin,
senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan
catechin (Hagerman, 2002)
II.3 Biosintesis
Biosintesa dari Tanin secara umum :
Biosintesa asam galat dengan precursor senyawa fenol propanoid contoh :
- Asam gallat merupakan hasil hidrolisa tannin
- Dari jalur asam siklimat melalui asam 5-D-hidroksisiklimat
- Dengan precursor senyawa fenol propanoid. (Rhus thypina
- Katekin dibentuk dari 3 molekul as. Asetat , as. Sinamat & as. Katekin
1. Tannin-terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap
terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galotanin)
yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih
tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon
dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan
flavolan memiliki 2 sampai 20 satuan flavon. Nama lain untuktanin-
terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan
asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan
terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Kebanyakan
proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila direaksikan dengan
asam akan menghasilkan sianidin.
2. Tannin-terhidrolisiskan terutama terdiri atas dua kelas, yang paling
sederhana adalah depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang
berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih.
Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat,
yaitu asam heksahidroksidifenat, disini pun berikatan dengan glukosa.
Bila dihidrolisis elagitanin ini menghasilkan asam elagat. Tannin
terhidolisiskan ini pada pemanasan dengan asam klorida atau asam
sulfat menghasilkan gallic atau ellagic. Hydrolyzable tanin yang
terhidrolisis oleh asam lemah atau basa lemah untuk menghasilkan
karbohidrat dan asam fenolat. Contoh gallotannins adalah ester asam
II.4 Metode Ekstraksi
Daun belimbing wuluh yang muda dicuci bersih dengan air dan diiris
kecil-kecil kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 30-37 ºC selama 5
jam dan diblender sampai diperoleh serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan
sebagai sampel penelitian. Serbuk daun belimbing wuluh ditimbang sebanyak
50 gram kemudian direndam dengan 400 mL pelarut aseton : air (7:3) dengan
penambahan 3 mL asam askorbat 10 mM. Ekstrak tanin dipekatkan dengan
menggunakan
vakum rotary evaporator dan pemanasan di atas waterbath pada suhu 40-
50°C. Cairan hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan kloroform (4x25 mL)
menggunakan corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan kloroform
(bawah) dipisahkan dan lapisan air 1 (atas) diekstraksi dengan etil asetat
(1x25 mL) dan terbentuk 2 lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas) dipisahkan dan
lapisan air 2 (bawah) dipekatkan dengan vacum rotary evaporator.
Pada pemisahan dengan KLT analitik digunakan plat silika G 60 F254
yang sudah diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 _C
selama 10 menit. Masing-masing plat dengan ukuran 1 cm x 10 cm. Ekstrak
tanin ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler
kemudian dikeringkan dan dielusi dengan fase gerak toluen : etil asetat (3:1)
dengan pendeteksi ferri sulfat (Yuliani, 2008), forestal (asam asetat glasial
: H2O : HCl pekat) (30:10:3) (Nuraini, 2002), etil asetat : metanol : asam
asetat (6:14:1) dengan pendeteksi aluminium klorida 5% (Olivina, 2005), n-
butanol : asam asetat : air (4:1:5), metanol : etil asetat (4:1) dengan
pendeteksi AlCl3 1% (Lidyawati, 2006), etil asetat : kloroform : asam asetat
10% (15:5:2). Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas,
elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur harga Rf
nya, selanjutnya dengan memperhatikan bentuk noda pada berbagai larutan
pengembang ditentukan perbandingan larutan pengembang yang paling baik
untuk keperluan preparatif. Noda yang terbentuk diperiksa dengan
lampu UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F254
dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan
dengan aseton-air, kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari
garis bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi dengan
menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang
memberikan pemisahan terbaik pada KLT analitik. Setelah gerakan larutan
pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk
masing-masing diukur nilai Rf nya. Noda-noda diperiksa di bawah sinar UV
pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Isolat-isolat yang diperoleh
dari hasil KLT preparatif, dilarutkan dengan aseton : air dan disentrifuge
kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis merk Shimadzu
Masing-masing isolat sebanyak 2 mL dimasukkan dalam kuvet dan diamati
spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm. Identifikasi dilanjutkan
dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2 M, AlCl3 5%, AlCl3 5%/HCl,
NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudian diamati pergeseran puncak serapannya.
Tahapan kerja penggunaan pereaksi geser adalah sebagai berikut
a. Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm,
direkam dan dicatat spektrum yang dihasilkan.
b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian dikocok
hingga homogen dan diamati spektrum yang dihasilkan. Sampel
didiamkan selama 5 menit dan diamati spectrum yang dihasilkan.
c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5 %
dalam metanol kemudian dicampur hingga homogen dan diamati
spektrumnya. Sampel ditambah dengan 3 tetes HCl kemudian dicampur
hingga homogen dan diamati spektrumnya.
d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih 250
mg. Campuran dikocok sampai homogen menggunakan fortex dan
diamati lagi spektrumnya. Selanjutnya larutan ini ditambah asam borat
kurang lebih 150 mg dikocok sampai homogen dan diamati spektrumnya.
 Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin
diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer FTIR. 0,2 g
pelet KBr ditambahkan dengan satu tetes isolat yang diduga
senyawa tanin, dikeringkan kemudian diidentifikasi dengan

spektrofotometer FTIR merk IR Buck M500 Scientific dengan


panjang gelombang 4000-400 cm-1.

II.5 Identifikasi Tanin


Identifiaksi dengan spektrofotometri inframerah (FTIR) hasil
pemisahan KLTP menunjukkan bahwa isolat 2 mengandung gugus fungsi
seperti rentangan asimetri O-H pada bilangan gelombang 3372,4 cm-1,
sebagai akibat dari vibrasi ikatan hidrogen intramolekul. Bilangan
gelombang 2071,8 cm-1 menunjukkan puncak serapan C-H deformasi
keluar bidang. Pada spektrum ini tidak terlihat adanya pita serapan karbonil
di daerah 1700 cm-1, tetapi terdapat pita serapan agak melebar di bilangan
gelombang 1625,8 cm-1 dimungkinkan merupakan pita gabungan dari
uluran C=O dan serapan ikatan rangkap C=C aromatik. Hal ini mungkin
dikarenakan kuatnya efek resonansi gugus karbonil dengan cincin aromatik.
Dugaan senyawa tanin diperkuat dengan adanya cincin aromatik yang
tersubstitusi pada posisi orto yang ditunjukkan dengan puncak serapan pada
bilangan gelombang 782,5. Puncak-puncak spesifik tersebut merupakan
puncak spesifik dari senyawa tanin, sehingga memperkuat dugaan bahwa
dalam isolat 2 hasil pemisahan senyawa tanin dengan KLTP mengandung
senyawa tanin. Jenis senyawa tanin yang diperoleh dari hasil pemisahan
ekstrak (isolat 2) daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis
diduga adalah flavan-3,6,7,4',5'-pentaol atau flavan- 3,7,8,4',5'-pentaol
II.6 Aktivitas farmakologi Tanin
Tanin diindikasikan untuk mengobati inflamasi (peradangan) dan diare
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat molekul


lbeih dari 1000yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan. Tanin
memiliki sifat yang khas baik fisik maupun kimianya. Tanin biasanya dalam
tumbuhan berfungsi sebagai sistem pertahanan dari predaptor, contohnya
pada buah yang belum matang, buah akan terasa asam dan sepat, hal ini
sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat. Selain itu tanin juga dapat
mengendapkan protein, alkaloid, dan gelatin. Tanin juga dapat membentuk
khelat dengan logam secara stabil, sehingga jika manusia kebanyakan
mengkonsumsi makanan yang memiliki tanin maka Fe pada darah akan
berkurang sehingga menyebabkan anemia Tanin diklasifikasikan menjadi
dua jenis yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Masing-masing
jenis memiliki struktur dan sifat yang berbeda. Untuk tanin yang tehidrolisis
memiliki ikatan glikosida yang dapat dihidrolisis oleh asam. Kalau tanin
terkondensasi biasanya berbentuk polimer
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 1997. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Edisi IV.


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : Jakarta.
Harborne, J.B.1996. Metode Fitokimia.Edisi ke-2. ITB : Bandung.
Sa'adah, Lailis. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin Dari Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.). Skripsi. Fakultas Sains Dan
Teknologi Universitas Islam Negeri : Malang.

Anda mungkin juga menyukai