Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“TANIN”
Disusun untuk memenuhi Tugas kelompok
Mata kuliah : Farmakognosi

Dosen Pengampu : Apt. Rabima, S.Si,.M.Farm,

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Karina 2243080003
Ica Fatimah 2243080006
Sindy Mely Saputri Damayanti 2243080022
M. Putri Rahayu S 2243080026

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan
menghasilkan  beberapa senyawa yang tidak digunakan sebagai cadangan
energi melainkan untuk menunjang kelangsungan hidupnya seperti untuk
pertahanan dari predator. Beberapa senyawa seperti alkaloid, triterpen dan
golongan phenol merupakan senyawa-senyawa yang dihasilkan dari
metabolisme sekunder. Golongan fenol dicirikan oleh adanya cincin
aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil. Kelompok fenol terdiri
dari ribuan senyawa, meliputi flavonoid, fenilpropanoid, asam fenolat,
antosianin, pigmen kuinon, melanin, lignin, dan tanin, yang tersebar luas
di berbagai jenis tumbuhan. 
Pada makalah Farmakognosi ini, kami akan membahas mengenai
tanin, yang merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat
dihasilkan oleh tanaman. Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang
termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di
jumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan
kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga
tanin dapat mengikat alkaloid dan glatin.

1.2. Rumusan Masalah


Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang
memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat
membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin
dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed
tannins) dan tanin-terhidrolisiskan (hydrolysabletannins). 
Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini
dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dai pengendap
protein hingga pengkhelat logam. Maka dari itu efek yang disebabkan
tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai
antioksidan biologis. Maka dari itu semua penelitian tentang berbagai
jenis senyawa tanin mulai dilirik para peneliti sekarang. Dalam makalah
Farmakognosi ini akan dibahas  berbagai hal tentang tanin yaitu
penggolongnan tanin, struktur tanin, tanaman penghasil tanin, manfaat
tanin, cara skrining fitokimia tanin, cara isolasi tanin, dan kromatografi
tanin.
1.3. Tujuan
Pembuatan makalah Farmakognosi tentang Tanin ini bertujuan
untuk memperdalam  pengetahuan mengenai tanin. Sebagai media
pembelajaran bagi kami sebagai penyususn dan mahasiswa lainnya.
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini secara rincinya
adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui definisi tanin
b. Mengetahui penggolongan tanin.
c. Mengetahui struktur kimia tanin.
d. Mengetahui tanaman penghasil tanin.
e. Mengetahui manfaat tanin.
f. Mengetahui cara skrining fitokimia tanin.
g. Mengetahui cara isolasi tanin.
h. Mengetahui kromatografi tanin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar
luas pada tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air
dengan berat molekul biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole
tahun 1994, Kraus dll., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi
pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan protein serta
dapat mengikat makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan
campuran senyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah gugus
fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop, tanin
biasanya tampak sebagai massa butiran  bahan berwarna kuning, merah,
atau cokelat.
Tanin dapat ditemukan di daun, tunas, biji, akar, dan batang
jaringan. Sebagai contoh dari lokasi tanin dalam jaringan batang adalah
tanin sering ditemukan di daerah  pertumbuhan pohon, seperti floem
sekunder dan xylem dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin
dapat membantu mengatur pertumbuhan jaringan ini.
Tanin berikatan kuat dengan protein & dapat mengendapkan
protein dari larutan. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,
dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut
batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer
mantap yang tak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa
yang  berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang
mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung
silang protein.
Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat: jika dilarutkan kedalam air
akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur
dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal,
dan dapat mengendapkan protein dari larutannya dan  bersenyawa dengan
protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
Secara kimiawi, memiliki sifat-sifat diantaranya: merupakan
senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar
dipisahkan sehingga sukar mengkristal, tanin dapat diidentifikasikan
dengan kromotografi, dan senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi
adstrigensia, antiseptik dan pemberi warna (Najebb, 2009).
Senyawa phenol yang secara biologis dapat berperan sebagai
khelat logam. Proses  pengkhlatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan
pH senyawa phenolik itu sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis
memiliki potensial untuk menjadi pengkhelat logam. Hasil khelat dari
tanin ini memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa
tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh.
Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan mengalami
anemia karena zat besi dalam darah akan dilkhelat oleh senyawa tanin
tersebut (Hangerman, 2002).

B. Penggolongan
Senyawa tanin termasuk ke dalam senyawa polifenol yang artinya
senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi
menjadi dua berdasarkan pada sifat dan struktur kimianya, yaitu tanin
yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Tanin terhidrolisis
biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman
bila dibandingkan dengan tanin terkondensasi. Tanin terkondensasi terdiri
dari beberapa unit flavanoid (flavan-3-ol) dihubungkan oleh ikatan-ikatan
karbon. Tanin terkondensasi  banyak ditemukan dalam berbagai jenis
tanaman seperti Acacia spp, sericea Lespedeza serta spesies padang
rumput seperti Lotus spp.
Tanin terkondensasi (condensed tannins) biasanya tidak dapat
dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin
jenis ini kebanyakan terdiri dari  polimer flavonoid yang merupakan
senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin.
Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan
dengan melalui ikatan C-8 dengan C-4. Salah satu contohnya adalah
Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari
epiccatechin dan catechin. Senyawa ini  jika dikondensasi maka akan
menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa
floroglusinol.
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan
membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis
dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh
jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari
karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam
galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang biasa disebut Ellagitanins.
Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxy diphenic
(HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan
dalam air.
C. Struktur Kimia
Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung
10% H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam
tanat tersusun 5 - 10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah
satu senyawa turunan tanin dikenal dengan nama asam tanat. Beberapa
struktur kimia senyawa tanin adalah sebagai berikut.

D. Penghasil Tanaman
Jenis tanaman yang mengandung tanin antara lain adalah daun
sidaguri (Sida rhombifoliaL.) yang diketahui mengandung tanin cukup
tinggi dan telah digunakan sebagai pestisida nabati pembunuh ulat
(larvasidal ) (Kusumaet al.,2009; Islamet al.,2003). Daun melinjo
(Gnetum gnemonL.) juga mengandung tanin. Daun gamal (Gliricidia
sepiumJacq.) dan lamtoro ( Leucaena leucocephalaLamk.) mempunyai
kandungan tanin 8-10% (Suharti, 2005; Sulastri, 2009). Biji pinang
( Areca catechuL.) dan simplisia gambir (Uncaria gambirRoxb.) telah
dikenal luas sebagai penghasil tanin dengan kandungan tanin masing-
masing sebesar 26,6% dan 30-40% (Pambayun, 2007; Hadadet al .,
2007).
Pegagan ( Centella asiatica ) atau antanan (Sunda), daun kaki kuda
(Melayu), gagan-gagan, rendeng (Jawa), taidah (Bali) sandanan (Papua)
broken copper coin, buabok (Inggris), paardevoet (Belanda), gotu kola
(India), ji xue cao (Hanzi) juga diduga memiliki kandungan senyawa
tanin beserta asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside,
brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol,
centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, serta garam mineral
seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Zat vellarine dan
tanin yang ada dapat memberikan rasa pahit.
Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili
Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan
bertangkai, yang tumbuh berselang-seling dari batangnya serta
penampakan daun yang berwarna merah keperakan dan mengkilap.
Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia yakni alkoloid,
saponin, tanin dan flavonoid.
Buah, daun, dan kulit batang pohon jambu biji ( Psidium guajava )
mengandung tanin, sedang pada bunganya tidak banyak mengandung
tanin. Daun jambu biji juga mengandung zat lain kecuali tanin, seperti
minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam
oleanolat, asam guajaverin dan vitamin (IPTEKnet, 15 Januari, 2007).
Daun dewa ( Gynura divaricate ) mengandung zat saponin, minyak
atsiri, flavonoid, dan tanin. Efek farmakologis daun dewa adalah
antikoagulan (koagulan=zat yang mempermudah dan mempercepat
pembekuan darah), mencairkan bekuan darah, stimulasi sirkulasi,
menghentikan perdarahan, menghilangkan panas, dan membersihkan
racun.
Ciplukan ( Physalis minina ) temasuk ke dalam famili tumbuhan
Solanaceae. Nama lain dari ciplukan antara lain adalah morel berry
(Inggris), ceplukan (Jawa), cecendet (Sunda), yoryoran (Madura),
lapinonat (Seram), angket, kepok-kepokan, keceplokan (Bali), dedes
(Sasak), leletokan (Minahasa). Tumbuhan ini mempunyai kandungan
kimia  berupa chlorogenik acid, asam citrun, fisalin, flavonoid, saponin,
polifenol. Buah mengandung asam malat, alkaloid, tanin, kriptoxantin,
vitamin C dan gula. Biji mengandung elaidic acid. Sifat tumbuhan ini
analgetik (penghilang rasa sakit), peluruh air seni (diuretik), menetralkan
racun, meredakan batuk, mengaktifkan fungsi kelenjar-kelenjar tubuh dan
anti tumor.

E. Manfaat
Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan
antitumor. Tanin tertentu dapat menghambat selektivitas replikasi HIV
dan juga digunakan sebagai diuretik (Heslem, 1989).
Tanaman yang mengandung tanin telah diakui memiliki efek
farmakologi dan dikenal agar membuat pohon-pohon dan semak-semak
sulit untuk dihinggapi/dimakan oleh banyak ulat (Heslem, 1989). Di
dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma,
tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka
reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih
sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya, sebagian
besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan
tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi
utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan
tumbuhan. Fungsi tanin pada tanaman biasanya sebagai senjata
pertahanan untuk menghindari terjadinya over grazing oleh hewan
ruminansia dan menghindari diri dari serangga, sebagai penyamak kulit,
bahan untuk pembuatan tinta (+ garam besi(III)→ senyawa berwarna
tua), sebagai reagen untuk deteksi gelatin, protein, alkaloid (karena sifat
mengendap), sebagai antidotum keracunan alkaloid (membentuk tannat
yang mengendap), sebagai antiinflamasi saluran pencernaan bagian atas,
obat diare karena inflamasi saluran gastro intestinal, dan sebagai obat
topikal (lesi terbuka, luka, hemoroid).
Tanin terutama dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar
awet dan mudah digunakan. Tanin juga digunakan untuk menyamak
(mengubar)  jala, tali, dan layar agar lebih tahan terhadap air laut. Selain
itu tanin dimanfaatkan sebagai bahan pewarna,  perekat, dan mordan.
Tanin yang terkandung dalam minuman seperti
teh, kopi, anggur, dan  bir memberikan aroma dan rasa sedap yang khas.
Bahan kunyahan seperti gambir (salah satu campuran makan
sirih) memanfaatkan tanin yang terkandung di dalamnya untuk
memberikan rasa kelat ketika makan sirih. Sifat pengelat atau pengerut
(astringensia) itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang mengandung
tanin dijadikan sebagai bahan obat-obatan. Tanin yang terkandung dalam
teh memiliki korelasi yang positif antara kadar tanin pada teh dengan
aktivitas antibakterinya terhadap penyakit diare yang disebabkan
oleh Enteropathogenic Esclierichia coli (EPEC) pada bayi. Hasil
penelitian Yulia (2006) menunjukkan bahwa daun teh segar yang belum
mengalami pengolahan lebih berpotensi sebagai senyawa antibakteri,
karena seiring dengan pengolahan menjadi teh hitam, aktivitas senyawa-
senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri pada daun teh menjadi
berkurang.
Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi
mukosa usus, khususnya usus besar dan menciutkan selaput lendir usus,
misalnya asam samak. Serta sebagai penyerap racun (antidotum) dan
dapat menggumpalkan protein. Oleh karena itu, senyawa tanin dapat
digunakan sebagai obat diare.
F. Skrining Fitokimia
Bahan tanaman: daun Mangga ( Mangifera indica ).
Persiapan ekstraksi tanaman: heksana, etil asetat dan ekstrak
metanol dari daun tanaman yang telah disiapkan sesuai dengan metode
standar (Harborne, 1973; Sofowora, 1982). Sampel tanaman yang
dikumpulkan ketika udara kering dan digiling dengan menggunakan
mesin penggilingan. Bahan yang telah diserbukkan dipindahkan ke dalam
alat Soxhlet dan diekstraksi dalam ekstraktor Soxhlet menggunakan
heksana, etil asetat dan metanol berturut-turut masing-masing selama72
jam. Ekstrak terkonsentrasi sampai kering dan residu yang diperoleh
sebagai hitam solid, bergetah hitam kehijauan solid dan kecoklatan hitam
solid, masing-masing setelah itu, residu dipindahkan ke dalam wadah
sampel pra-ditimbang dan disimpan dan kemudian siap digunakan untuk
skrining fitokimia.
Skrining fitokimia: ekstrak daun mangga ( Mangifera indica )
(varietas Edward) dianalisis mengandung alkaloid, saponin, antrakuinon,
steroid, tanin, flavonoid, mengurangi kadar gula darah sesuai dengan
metode standar (Odebiyi dan Sofowora, 1978; Sofowora, 1982, Harborne,
1973;. Onwukeame dll., 2007). Ekstraksi air sampel dilakukan dengan
menggunakan larutan uji klorida 15 %. Catat warna yang dihasilkan. Jika
warna yang dihasilkan adalah warna biru, maka menunjukkan adanya
tanin terhidrolisis. Atau, 10 mL kalium hidroksida (KOH) disiapkan
dalam gelas kimia, tambahkan 0,5 g ekstrak kemudian aduk. Jika
terbentuk endapan kotor, maka menunjukkan adanya tanin (Odebiyi dan
Sofowora, 1978; Sofowora, 1982).
Berikut adalah indikator yang dapat digunakan ketika
mengidentifikasi senyawa tanin secara kualitatif :
a. Galotanin, Elagitanin+ garam Feri →warna + hitam kebiruan
b. Tanin terkondensasi + garam Feri→coklat kehijauan
c. Galotanin + K-iodat→warna rosa
d. Asam galat bebas + K-iodat→ warna jingga
e. Elagitanin + asam nitrit→mula-mula rosa, kemudian ungu, lalu
biru f.
f. Tanin terkondensasi + vanilin + HCl→ merah

G. Kromatografi dan Isolasi


Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin
memperjelas peran penting metabolit sekunder tanaman sebagai sumber
bahan baku obat. Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis
dari metabolit primer. Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi,
yang bukan merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara
langsung, tetapi lebih sebagai hasil mekanisme pertahanan diri
organisme. Kandungan senyawa metabolit sekunder telah terbukti bekerja
sebagai derivat antikanker, antibakteri dan antioksidan, antara lain adalah
golongan alkaloid, tanin, golongan polifenol dan turunanya.
Belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu jenis
tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini
banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit seperti batuk,
diabetes, rematik, gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah,
jerawat, diare sampai tekanan darah tinggi.
Ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin,
triterpenoid dan tanin (Faharani, 2009; Hayati, et al ., 2010). Bahan aktif
pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah
tanin. Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memiliki berat molekul
besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang
bersangkutan seperti karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang
efektif dengan  protein dan beberapa makromolekul (Horvart, 1981).
Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin
terhidrolisis. Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang
paling dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin terkondensasi.
Kadar tanin yang tinggi pada daun belimbing wuluh muda sebesar
10,92% (Ummah, 2010).
Secara kualitatif pengujian fitokimia senyawa tanin terhadap
esktrak aseton-air (7:3) daun belimbing wuluh dengan reagen FeCl3,
gelatin dan campuran formalin: HCl menunjukan adanya golongan
senyawa tanin. Ekstrak tanin pada daun belimbing wuluh mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap bakteri  Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, (Hayati, et al  ., 2009),  Pseudomonas fluorescens, dan
Micrococcus luteus (Hayati, et al ., 2010). Adanya potensi aktif terhadap
beberapa bakteri dapat dimanfaatkan sebagai obat diare dan pengawet
alami.
Tanin dapat diisolasi dari daun belimbing wuluh menggunakan
metode maserasi, sedangkan salah satu cara untuk memisahkan senyawa
tanin adalah dengan kromatografi lapis tipis preparatif. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui eluen terbaik dalam  pemisahan senyawa
tanin dari daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis (KLT)
dan mengetahui jenis senyawa tanin yang terdapat dalam daun belimbing
wuluh.
Bahan utama yang digunakan adalah daun belimbing wuluh, dipilih
daun muda yang segar dan diambil diujung ranting dari daerah Malang.
Bahan-bahan kimia yang digunakan  berderajat pa meliputi: aseton,
akuades, asam askorbat 10 mM, kloroform, etil asetat, gelatin,
formaldehid 3 %, natrium asetat, HCl pekat, FeCl3 1 %, FeCl3 5 %,
toluen, ferri sulfat, asam asetat glasial, asam asetat, n-butanol, metanol,
NaOH 2 M, AlCl3 5 %, AlCl3 1 %, H3BO3, pelet KBr, plat KLT silika
G60 F254.
Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini meliputi
seperangkat alat gelas, vacum rotary evaporator, bejana pengembang,
lampu UV 254 dan 366 nm, seperangkat alat UV-Vis merk Shimadzu,
seperangkat alat FTIR merk IR Buck M500 Scientific.
Daun belimbing wuluh yang muda dicuci bersih dengan air dan
diiris kecil-kecil kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 30-37
ºC selama 5 jam dan diblender sampai diperoleh serbuk. Hasil yang
diperoleh digunakan sebagai sampel penelitian. Serbuk daun belimbing
wuluh ditimbang sebanyak 50 gram kemudian direndam dengan 400 mL
pelarut aseton : air (7:3) dengan penambahan 3 mL asam askorbat 10
mM.
Ekstrak tanin dipekatkan dengan menggunakan vakum rotary
evaporator dan  pemanasan di atas waterbath pada suhu 40-50°C. Cairan
hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan kloroform (4x25 mL)
menggunakan corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan
kloroform (bawah) dipisahkan dan lapisan air 1 (atas) diekstraksi dengan
etil asetat (1x25 mL) dan terbentuk 2 lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas)
dipisahkan dan lapisan air 2 (bawah) dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator (Makkar, 1998).
Pada pemisahan dengan KLT analitik digunakan plat silika G 60
F254 yang sudah diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu
100 derajat C selama 10 menit. Masing-masing plat dengan ukuran 1 cm
x 10 cm. Ekstrak tanin ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat
dengan pipa kapiler kemudian dikeringkan dan dielusi dengan fase gerak
toluen : etil asetat (3:1) dengan pendeteksi ferri sulfat (Yuliani, 2008),
forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3) (Nuraini, 2002),
etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksi aluminium
klorida 5% (Olivina, 2005), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5), metanol :
etil asetat (4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1% (Lidyawati, 2006), etil asetat
: kloroform : asam asetat 10% (15:5:2). Setelah gerakan larutan
pengembang sampai  pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang
terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya, selanjutnya dengan
memperhatikan bentuk noda pada berbagai larutan pengembang
ditentukan perbandingan larutan pengembang yang paling baik untuk
keperluan preparative.
Noda yang terbentuk diperiksa dengan lampu UV-Vis pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm. Pada pemisahan dengan KLT preparatif
digunakan plat silika G 60 F254 dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak
pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan aseton-air, kemudian ditotolkan
sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi.
Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol : asam asetat :
air (BAA) (4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT
analitik. Setelah gerakan larutan  pengembang sampai pada garis batas,
elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur nilai Rf
nya. Noda-noda diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang
254 nm dan 366 nm. Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT
preparatif, dilarutkan dengan aseton : air dan disentrifuge kemudian
dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis merk Shimadzu. Masing-
masing isolat sebanyak 2 mL dimasukkan dalam kuvet dan diamati
spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm.
Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH
2 M, AlCl3 5%, AlCl3 5%/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudian
diamati pergeseran puncak serapannya. Tahapan kerja penggunaan
pereaksi geser adalah sebagai berikut :
a. Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm,
direkam dan dicatat spektrum yang dihasilkan.
b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian
dikocok hingga homogen dan diamati spektrum yang
dihasilkan. Sampel didiamkan selama 5 menit dan diamati
spectrum yang dihasilkan.
c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5
% dalam metanol kemudian dicampur hingga homogen dan
diamati spektrumnya. Sampel ditambah denga 3 tetes HCl
kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya.
d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih
250 mg. Campuran dikocok sampai homogen menggunakan
fortex dan diamati lagi spektrumnya. Selanjutnya larutan ini
ditambah asam borat kurang lebih 150 mg dikocok sampai
homogen dan diamati spektrumnya.
Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin
diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet
KBr ditambahkan dengan satu tetes isolat yang diduga senyawa tanin,
dikeringkan kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR merk
IR Buck M500 Scientific dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat
molekul lebih dari 1000 yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan.
Tanin memiliki sifat yang khas baik fisik maupun kimianya. Tanin
biasanya dalam tumbuhan berfungsi sebagai sistem pertahanan dari
predator, contohnya pada buah yang belum matang, buah akan terasa
asam dan sepat, hal ini sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat.
Selain itu tanin juga dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan glatin.
Tanin juga dapat membentuk khelat dengan logam secara stabil, sehingga
jika manusia kebanyakan mengkonsumsi makan yang memiliki tanin
maka Fe pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia.
Tanin diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Masing-masing jenis memiliki struktur dan sifat yang
berbeda. Untuk tanin yang tehidrolisis memiliki ikatan glikosida yang
dapat dihidrolisis oleh asam. Kalau tanin terkondensasi biasanya
bebrbentuk polimer, jenis ini didominasi dengan flavonoid sebagai
monomernya. Beberapa cara mengujinya bergantung pada tujuannya
apakah kualitatif atau kuantitatif, masing-masing dapat dilakukan di
laboratorium dengan reagen dan metode tertentu. Tanin jenis terhidrolisis
lebih mudah untuk dimurnikan daripada jenis terkondensasi.

2. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Tanin yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah Farmakognosi ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan makalah
Tanin ini.
Kami sebagai penulis banyak berharap agar para pembaca yang
budiman bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
kami demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan - kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
kami pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Olav Smidsrød, Størker Moe, & Størker T. Moe (2008).  Biopolymer Chemistry. Dari
http://books.google.co.id/books?id=qDWZiFcbS0EC&pg=PA117&dq=Tannin,
+Cellulose,
+Lignin&hl=id&sa=X&ei=yqqEU6m3PMm2uATI9IDgBA&ved=0CHUQ6AEwCQ#v=
onepage&q=tannin&f=false, 27 Mei 2014
Edwin Haslam (1989).  Plant Polyphenols: Vegetable Tannins Revisited . Dari
http://books.google.co.id/books?
hl=id&id=Zyc9AAAAIAAJ&q=tannin#v=snippet&q=tannin&f=false, 27 Mei 2014
O.O. Aiyelaagbe and Paul M. Osamudiamen (2009). Phytochemical Screening for Active
Compounds in Mangifera indica Leaves. Dari
http://www.medwelljournals.com/fulltext/?doi=psres.2009.11.13, 27 Mei 2014
Shahin Hassanpour, Naser MaheriSis, Behrad Eshratkhah, & Farhad Baghbani
Mehmandar (2011).  Plants and Secondary Metabolites (Tannins): A Review. Dari
http://www.ijfse.com/index.php/IJFSE/article/view/IJFSE-Vol%201%281%29-2011-8, 2
8 Mei 2014
Elok Kamilah Hayati, A. Ghanaim Fasyah, dan Lailis Sa’adah (2010). Fraksinansi dan
Identifikasi Senyawa Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Dari
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/download/2804/1993 , 27 Mei 2014
Asriyah Firdausi, Tri Agus Siswoyo, dan Soekandar Wiryadiputra (2013). Identifikasi
Tanaman Potensial Penghasil Tanin-Protein Kompleks untuk Penghambatan  Aktivitas α-
Amilase Kaitannya Sebagai Pestisida Nabati. Dari http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CDoQFjAC&url=http%3A%2F
%2Ficcri.net%2Fdownload%2FPelita%2520Perkebunan
%2Fvol_29_no_1_april_2013%2FIdentifikasi%2520Tanaman%2520Potensial
%2520Penghasil%2520Tanin- protein%2520Kompleks%2520Untuk
%2520Penghambatan%2520Aktivitas%2520amylase%2520Kaitannya%2520Sebagai
%2520Pestisida%2520Nabati.pdf&ei=RW

Anda mungkin juga menyukai