Anda di halaman 1dari 34

1

ANALISIS KADAR β-KAROTEN EKSTRAK UBI JALAR


UNGU (Ipomoea batatas L.) DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
NAMA : NUR HAIRANI SAMAL
STAMBUK : 15020160009
PEMBIMBING : 1. MUZAKKIR BAITS, S.Si., M. Si., Apt
2. HARTI WIDIASTUTI, S. Farm., M. Farm. Apt

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi

sumber daya alam yang besar. Anugerah seperti ini harus dapat

dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya karena mengingat kebutuhan

pangan masyarakat meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah

penduduk. Salah satu contoh bahan pangan yang mempunyai nilai gizi

yang tinggi dan berpotensi besar di Indonesia adalah ubi jalar (Amin dkk

2008).

Ubi jalar sebagai salah satu komoditas pertanian penghasil

karbohidrat sudah tidak asing lagi bagi masyarakat kita. Bahkan, ubi jalar

memiliki peran yang penting sebagai cadangan pangan yang bila produksi

padi dan jagung tidak mencukupi lagi. Vitamin yang terkandung dalam ubi

jalar adalah β-karoten, vitamin C, vitamin B1 (tiamin), dan vitamin B2

(riboflavin). Sedangkan mineral yang terkandung dalam ubi jalar adalah

zat besi (Fe), kalsium (Ca), kalium (K), fosfor (P) dan natrium (Na) (Aywa,

et al., 2013).

Universitas Muslim Indonesia1


2

Ubi jalar yang kaya kandungan karotenoid dapat dijadikan sebagai

alternatif sumber vitamin A, disukai anak- anak, dan terjangkau semua

kalangan. Di bidang kesehatan, ubi jalar lokal juga dapat menjadi sumber

kalori alternatif atau merupakan sumber utama karbohidrat yang baik

untuk penderita penyakit Diabetes Mellitus (kencing manis) dan pengidap

kolesterol tinggi karena kandungan gulanya sederhana (Mashaw 2009)

Sebagaimana firman Allah SWT dalam (QS: Ash-shu’ara : 7)

ٍ ‫ض َك ْم أ َ ْنبَتْنَا فِي َها ِم ْن ُك ِ ِّل َز ْو‬


‫ج ك َِريم‬ ِ ‫أ َ َولَ ْم يَ َر ْوا إِلَى ْاْل َ ْر‬
Terjemahan :

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya

Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang

baik?”

Kita mengenal ada beberapa jenis ubi jalar, jenis yang paling umum

adalah ubi jalar putih, merah, ungu, kuning atau orange. Kelebihan dari

ubi jalar tersebut yaitu mengandung β-karoten, dimana β-karoten dapat

berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi tubuh dari molekul yang

disebut radikal bebas yang merusak. Radikal bebas menyebabkan

kerusakan sel melalui proses yang dikenal sebagai oksidasi. Seiring

waktu, kerusakan ini dapat menyebabkan sejumlah penyakit kronis. β-

karoten tersebar dalam sayuran dan buah-buahan seperti pada wortel,

Apricot, Selada, Sawi, Kubis, Bayam, Apel, Semangka, papaya, Ubi jalar,

Tomat, Mangga, Cabei merah, dan beberapa bunga yang berwarna

kuning dan merah. (Nururrahmah & Widiarnu 2013).

Universitas Muslim Indonesia


3

Dari penelitian Sabuluntika (2013) menyebutkan bahwa ubi jalar

ungu memiliki kadar β-karoten yang paling tinggi dari ubi jalar yang

lainnya, jumlah β-karoten pada ubi jalar kuning dan ungu dalam kisaran

0,1 - 0,6 mg dalam 100 g (Rose & Vasanthakaalam 2011). Dan dari

penelitian Kemal dkk (2012) menyebutkan bahwa ubi jalar ungu memiliki

kadar β-karoten yang paling tinggi dari ubi jalar yang lainnya, jumlah β-

karoten pada ubi jalar kuning/orange dan ungu dalam kisaran 0,1 - 0,8 mg

dalam 100 g.

Berdasarkan uraian tersebut, untuk mengoptimalkan pemanfaatan

tumbuhan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) sebagai sumber bahan obat

maka akan dilakukan analisis kadar β-karoten ekstrak ubi jalar ungu

(Ipomoea batatas L.) dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-

Vis.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) mengandung

senyawa β-karoten yang di analisis dengan metode spektrofotometri

UV-VIS ?

2. Berapakah kadar β-karoten dari ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea

batatas L.) dengan metode spektrofotometri UV-VIS ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan pengujian terhadap

kadar β-karoten pada ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

dengan menggunakan spektrofotometri UV-VIS.

Universitas Muslim Indonesia


4

2. Tujuan Penelitian

a. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh

kadar β-karoten yang terdapat pada ekstrak ubi jalar ungu

(Ipomoea batatas L.) dengan menggunakan spektrofotometri UV-

VIS.

b. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menentukan

kadar β-karoten pada ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

menggunakan spektrofotometri UV-VIS.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai sumber

rujukan pada peneliti lanjutan mengenai kadar β-karoten pada ekstrak

ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) dengan menggunakan metode

spektrofotometri UV-VIS.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai sumber

informasi baru yang dapat dikembangkan baik dalam skala penelitian

maupun skala industri.

Universitas Muslim Indonesia


5

E. Kerangka pikir

Dari penelitian Sabuluntika (2013)


Ubi jalar ungu menyebutkan bahwa ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas L.) --- memiliki β-beta karoten yang paling
tinggi dari ubi jalar yang lainnya.

Ubi jalar dapat menjadi


sumber kalori alternatif atau
sumber utama karbohidrat
yang baik untuk penderita
penyakit Diabetes Mellitus Analisis kadar
dan pengidap kolesterol β-karoten total
tinggi karena kandungan
gulanya sederhana (Mashaw
2009) Spektrofotometri UV-Vis

Data ilmiah

F. Hipotesis

Hipotesa dari penelitian ini adalah ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea

batatas L.) mengandung senyawa kimia β-karoten.

Universitas Muslim Indonesia


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman Ubi Jalar Ungu

1. Klasifikasi Tanaman Ubi Jalar Ungu

Klasifikasi tanaman ubi jalar ungu menurut (Rukmana 1997), yaitu :

Kingdom : Plantae

Subdivisi : Angiospermae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Convolvulales

Family : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas (L.)

2. Nama Daerah

Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) mempunyai banyak nama atau

sebutan antara lain, huwi boled, ketela rambat (Sunda), tela rambat

(Jawa), sweet potato (Inggris) (Rukmana 1997).

3. Morfologi Tanaman

Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim (annual) yang

memiliki susunan tubuh utama terdiri dari batang, ubi, daun, bunga,

buah, dan biji. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu,

berbuku-buku, dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat

Universitas Muslim Indonesia

6
7

(menjalar). Panjang batang tanaman bertipe tegak antara 1 m- 2 m,

sedangkan pada tipe merambat (menjalar) antara 2 m-3 m.

Ukuran batang dibedakan atas tiga macam, yaitu besar, sedang,

dan kecil. Warna batang biasanya hijau tua sampai keungu-unguan.

Pada bagian batang yang berbuku-buku tumbuh daun bertangkai agak

panjang secara tunggal. Daun berbentuk bulat sampai lonjong dengan

tepi rata atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam, sedangkan

bagian ujung daun meruncing. Helaian daun berukuran lebar, menyatu

mirip bentuk jantung, namun ada pula yang bersifat menjari. Daun

biasanya berwarna hijau tua atau kekuning-kuningan. Dari ketiak daun

akan tumbuh karangan bunga. Bunga ubi jalar berbentuk terompet,

tersusun dari lima helai daun mahkota, lima helai daun bunga, dan satu

tangkai putik. Mahkota bunga berwarna putih atau putih keungu-

unguan. Bunga ubi jalar mekar pada pagi hari mulai pukul 04.00-11.00.

Bila terjadi penyerbukan buatan, bunga akan membentuk buah. Buah

ubi jalar berbentuk bulat berkotak tiga, berkulit keras dan berbiji.

Tanaman ubi jalar yang sudah berumur ±3 minggu setelah tanam

biasanya sudah membentuk ubi. Bentuk ubi biasanya bulat sampai

lonjong dengan permukaan rata sampai tidak rata. Bentuk ubi yang

ideal adalah lonjong agak panjang dengan berat antara 200 g- 250 g

per ubi. Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-

merahan tergantung jenis varietasnya. Struktur kulit ubi bervariasi

antara tipis sampai dengan tebal, dan biasanya bergetah (Rukmana

1997).

Universitas Muslim Indonesia


8

4. Kandungan Kimia

Sebagai sumber pangan ubi jalar ungu ini mengandung energi, β-

karoten, vitamin C, niacin, riboflavin, thiamin dan mineral (Ambarsari

dkk 2009).

Beberapa senyawa kimia lain yang terkandung dalam ubi jalar

ungu yaitu antosianidin (Truonget al, 2010), senyawa fenolik (Jung et al,

2011), β-karoten, vitamin A dan E, vitamin B6, kandungan serat,

karbohidrat kompleks, asam folat, dan rendah kalori. Ubi jalar ungu

mengandung senyawa fenolik dan β-karoten yang tinggi dibandingkan

dengan ubi jalar putih maupun merah (Shihet al, 2009).

Menurut Fauziah, dkk (2015) Ubi jalar (Ipomoea batatas)

merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi) yang cukup

tinggi. Ubi jalar juga mengandung mineral seperti zat besi (Fe), Fosfor

(P), Kalsium (Ca), dan Natrium (Na). Kandungan gizi lain dari ubi jalar

adalah protein dan lemak.

5. Manfaat Tanaman

Kandungan karotenoid (β-karoten) pada ubi jalar, dapat berfungsi

sebagai antioksidan yang dapat mencegah kanker dan menghambat

laju kerusakan sel oleh radikal bebas. β-karoten merupakan komponen

nutrisi yang sangat penting di dalam makanan sebagai prekursor

pembentukan vitamin A, dan biasanya β- karoten ini terdapat pada

bahan makanan yang berwarna kuning-oranye (Qurniati & Jayanti

2013).

Universitas Muslim Indonesia


9

Ubi jalar yang kaya kandungan karotenoid dapat dijadikan

sebagai alternatif sumber vitamin A, disukai anak- anak, dan terjangkau

semua kalangan. Di bidang kesehatan, ubi jalar lokal juga dapat

menjadi sumber kalori alternatif atau merupakan sumber utama

karbohidrat yang baik untuk penderita penyakit Diabetes Mellitus

(kencing manis) dan pengidap kolesterol tinggi karena kandungan

gulanya sederhana (Mashaw 2009)

B. Uraian Umum β-Karoten

Gambar 1. Struktur β-Karoten (Nururrahmah & Widiarnu 2013).

β-karoten merupakan sumber vitamin A yang sangat potensial

dan memiliki aktivitas vitamin A tertinggi dari semua karotenoid yang

diketahui (Ruwanti 2010). Pemberian vitamin A dalam dosis tinggi

dapat bersifat toksis. Akan tetapi, β-karoten dalam jumlah banyak

mampu memenuhi kebutuhan vitamin A. tubuh akan mengkonversi β-

karoten menjadi vitamin A dalam jumlah secukupnya saja dan

selebihnya akan tetap tersimpan sebagai β-karoten yang berfungsi

sebagai antioksidan (Silalahi 2006).

β-karoten juga membentuk provitamin A paling aktif yang terdiri

atas dua molekul retinol yang saling berkaitan. Karatenoid terdapat di

dalam kloroplas tanaman dan berperan sebagai katalisator dalam

fotosintesis yang dilakukan oleh klorofil (Almatsier, 2004).

Universitas Muslim Indonesia


10

β-karoten tersebar dalam sayuran dan buah-buahan yang

berwarna kuning atau hijau seperti pada wortel, Apricot, Selada, Sawi,

Kubis, Bayam, Apel, Semangka, papaya, Ubi jalar, Tomat, Mangga,

Cabei merah, dan beberapa bunga yang berwarna kuning dan merah

(Winarno, 2000).

β-karoten memiliki rumus molekul C40H56, terdiri dari

penggabungan delapan unit isoprena (C5H8) atau 2-metil-1,3-

butadiena dimana isoprena berikatan secara “kepala-ekor” kecuali pada

pusat molekul berikatan secara “ekor-ekor” sehingga menjadikan

bentuk molekul simetris (Pinem 2010).

β-karoten memiliki struktur kimia yang ditandai dengan rantai

karbon yang besar dengan ikatan ganda dan tunggal yang bergantian,

diakhiri pada setiap ujungnya oleh struktur cincin. Selain memberikan

sifat antioksidan, ikatan ganda yang bergantian ini disebut sebagai

ikatan rangkap terkonjugasi yang rentan terhadap pembelahan oksidatif

dan isomerisasi dari trans ke bentuk cis (Nururrahmah & Widiarnu

2013).

β-karoten berwujud kristal berwarna merah kecoklatan hingga

ungu. Beta-karoten agak larut dalam kloroform dan benzen, sangat

larut dalam eter dan aseton, dan tidak larut dalam air. Karotenoid

sangat sensitif terhadap asam, panas, cahaya, dan oksigen, sehingga

harus selalu disimpan dalam ruangan gelap (tidak ada cahaya) dan

dalam ruangan vakum, pada suhu - 20ºC. Karotenoid yang terbaik

disimpan dalam bentuk padatan kristal dan didalamnya terdapat

Universitas Muslim Indonesia


11

pelarut hidrokarbon seperti petroleum, heksana atau benzena untuk

meminimalkan resiko kontaminasi dengan air sebelum dianalisa lebih

lanjut (Pinem 2010).

C. Ekstraksi Simplisia

1. Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang

belum mengalami proses pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain

berupa bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM 1979).

2. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan padat, kental, atau cair yang dibuat

dengan mengesktraksi simplisia menggunakan air, alkohol, atau

hidroalkohol, dengan metode ekstraksi dan pelarut yang sesuai dengan

monografi masing-masing (Mun’im & Hanani 2011).

3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif

dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk

biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan

hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan

metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya

(Ditjen POM 2000).

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik atau memisahkan

komponen senyawa kimia yang terdapat pada simplisia. Metode

ekstraksi yang digunakan tergantung pada sifat senyawa yang akan

Universitas Muslim Indonesia


12

diekstraksi. Pelarut yang digunakan juga tergantung pada tingkat

kepolaran senyawa yang akan disadari (Hanani 2015).

4. Metode Ekstraksi

Metode ekstraksi terbagi atas (Ditjen POM 2000) :

a. Cara Panas

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau

pengadukkan pada temperature ruangan (suhu kamar). Secara

teknologi termaksud ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian

konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti

dilakukan pengadukan yang konstan (terus menerus). Remaserasi

berarti dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya

dilakukan pada temperature ruangan. Proses ini terdiri dari

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

sebenarnya (Penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali

bahan.

Universitas Muslim Indonesia


13

b. Cara Panas

1. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan

kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur

ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur

40-50oC.

2. Soxlet

Soxletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu

baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga

terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan

dengan adanya pendingin balik.

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara

berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih.

Uap penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian

diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk

menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari

mencapai pipa sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas

bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat

aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang

ditandai jernihnya cairan yang lewat tabung sifon.

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur

titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas

yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya

Universitas Muslim Indonesia


14

dilakukan pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali

sehingga mendapatkan proses ekstraksi sempurna.

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,

temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (lebih dari

atau sama dengan 30oC) dan temperatur sampai titik didih air.

D. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri

dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar

dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah

alat pengukur intensitas cahaya yang ditansmisikan atau yang diabsorbsi.

Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika

energi tersebut ditransmisi, direfleksikan atau dieliminasi sebagai fungsi

dari panjang gelombang. Kelebihan dari spektrofotometer dibandingkan

fotometer adalah Panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih selektif

dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun

celah optis. Spektrofotometer juga tersusun atas sumber spektrum yang

kontinu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau

blanko dan suatu alat untuk mengukur suatu perbedaan absorbs antara

sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar 2008).

Universitas Muslim Indonesia


15

Pada kenyataannya, spektrum UV-Vis yang merupakan korelasi

antara absorbansi (sebagai ordinat) dan Panjang gelombang (sebagai

absis) bukan merupakan garis spektrum akan tetapi merupakan suatu pita

spektrum. Terbentuknya pita spektrum UV-Vis tersebut disebabkan oleh

terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus molekul

yang sangat kompleks (Gandjar & Rohman 2015).

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah

spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu system optic

dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan

Panjang gelombang 200-800 nm. Suatu diagram sederhana

spektrofotometer UV-Vis ditunjukkan dalam Gambar 3.1 dengan

komponen-komponennya yang meliputi sumber-sumber sinar,

monokromator, kuvet, dan sistem optik (Gandjar & Rohman 2018).

Gambar 2. Diagram Skematik Spektrofotometer UV-Vis

Komponen-komponen peralatan spektrofotometer UV-Vis

dijelaskan secara garis besar sebagai berikut (Sitorus 2009) :

1. Sumber Cahaya

Sebagai sumber radiasi UV digunakan lampu Hidrogen (H) atau lampu

Deutirium (D). Sedangkan sumber radiasi tampak yang juga

Universitas Muslim Indonesia


16

menghasilkan sinar Infra Merah (IR) dekat menggunakan

lampu filament tungsten yang dapat menghasilkan tenaga radiasi 350-

3500 nm.

2. Monokromator

Radiasi yang diperoleh dari berbagai sumber radiasi adalah sinar

polikromatis (banyak panjang gelombang). Monokromator berfungsi

untuk mengurai sinar tersebut menjadi monokromatis sesuai yang

diinginkan. Monokromator terbuat dari bahan optic yang berbentuk

prisma.

3.Tempat Sampel

Dalam bahasa sehari-hari tempat sampel (sel penyerap) dikenal

dengan istilah kuvet. Kuvet ada yang berbentuk tabung (silinder) tapi

ada juga yang berbentuk kotak. Syarat bahan yang dapat dijadikan

kuvet adalah tidak menyerap sinar yang dilewatkan sebagai sumber

radiasi dan tidak bereaksi dengan sampel dan pelarut.

4. Detektor

Detektor berfungsi untuk mengubah tenaga radiasi menjadi arus listrik

atau peubah panas lainnya dan biasanya terintegrasi dengan pencatat

(printer). Tenaga cahaya yang diubah menjadi tenaga listrik akan

mencatat secara kuantitatif tenaga cahaya tersebut.

Teknik spektrofotmeteri ultraviolet tampak digunakan secara umum

di laboratorium analisis kimia, baik untuk tujuan analisis kualitatif maupun

untuk analisis kuantitatif. Popularitas Teknik spektrofotometri ultraviolet-

tampak (UV-Vis) disebabkan oleh cara penggunaannya yang mudah dan

Universitas Muslim Indonesia


17

cara analisisnya yang cepat. Hampir semua laboratorium yang terlibat

dengan pengujian kimia mempunyai alat atau instrument ini (Rohman

2014).

Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri

ultraviolet (Gandjar & Rohman 2007).

a. Pemilihan Panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif

adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk

memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan

dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang

gelombang dari suatu larutan bakupada konsentrasi tertentu.

b. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan

berbagai konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan

berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan

hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum

Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.

c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara

0,2 sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran

nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah

paling minimal

d. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis.

Universitas Muslim Indonesia


18

Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap

pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah

menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu.

Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu

Reaksinya selektif dan sensitive, reaksinya cepat, kuantitatif, dan

reprodusibel, hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama.

e. Waktu operasional

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau

pembentukan warna. Tujuannya untuk mengetahui waktu pengukuran

yang stabil. Dimana waktu operasional ditentukan dengan mengukur

hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

2. Hukum Lambert Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan

sel yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk

cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan

berbanding lurus dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua

pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer,

sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap

konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan:

A = a.b.c g/liter atau A = ε . b. C mol/liter

Dimana:

A = serapan (tanpa dimensi)


a = absorptivitas ( g-1 cm-1)
b = ketebalan sel (cm)
C = konsentrasi(g. l-1)
ε = absorptivitas molar ( M-1cm-1)

Universitas Muslim Indonesia


19

Jadi dengan Hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari

ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan

spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut

tertentu. Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga

sering igunakan sebagai ganti absorptivitas. Harga ini memberikan

serapan larutan 1% (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat

diperoleh persamaan:

A=𝐴11 .b.c

Dimana:
𝐴11 = absorptivitas spesifik (ml g-1 cm-1)
b = ketebalan sel (cm)
c = konsentrasi senyawa terlarut (g/100 ml larutan)

3. Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet

Pada umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa

organik digunakan untuk:

a. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan

auksokrom dari suatu senyawa organik

b. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang

serapan maksimum suatu senyawa

c. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan

menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

Analisis kualitatif

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif

sangat terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit

hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum

Universitas Muslim Indonesia


20

dan minimum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui.

Penggunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan

menggunakan parameter panjang gelombang puncak absorpsi

maksimum, λmax, nilai absorptivitas, a, nilai absorptivitas molar, ε, atau

nilai ekstingsi, A1%, 1cm, yang spesifik untuk suatu senyawa yang

dilarutkan dalam suatu pelarut dan pH tertentu (Satiadarma, 2002).

Analisis Kuantitatif

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam

analisis kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat

senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan

kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi

radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban yang

dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya

molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisis

kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai gugus

kromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak,

penggunaannya cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya

10 sampai 20 µg/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya

besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah. Senyawa yang

tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga

ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila

ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor ataudapat

disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor (Satiadarma, 2004).

Universitas Muslim Indonesia


21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2020

sampai selesai di Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Indonesia.

B. Populasi dan Sampel

Populasi sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tanaman ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) yang diperoleh dari

kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dan sampel yang digunakan adalah

ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.).

C. Metode Kerja

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental laboratorium dengan

menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis.

D. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, batang

pengaduk, beaker glass (Pyrex), corong pisah (Pyrex), gelas ukur

(Pyrex), labu ukur (Pyrex), mikropipet, pipet tetes, pipet ukur (Pyrex),

plat KLT silika gel 60 F254 (Merck), spektrofotometri UV-VIS (Thermo

Scientific), dan timbangan analitik (Kern).

Universitas Muslim Indonesia

21
22

2. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aseton, air

suling, asamsulfat 5%, benzene (Merck), β-karoten baku (Merck), eter

p.a, metanol, KOH 15%, Lempeng KLT,dan ubi jalar ungu (Ipomoea

batatas L.)

E. Prosedur Kerja

1. Penyiapan sampel penelitian

a. Pengambilan dan pengolahan sampel

Pengambilan ubi jalar ungu di daerah. Umbi yang dipilih yang

masih segar dan mempunyai warna yang pekat. Kemudian dicuci

dengan air mengalir untuk menghilangkan tanah atau kotoran yang

menempel. Umbi yang sudah dicuci, disortasi atau dipilih umbi yang

masih segar dan menghilangkan bagian- bagian dari umbi yang tidak

digunakan seperti akar. Umbi dikupas untuk memisahkan kulit dan

daging, setelah itu dirajang tipis-tipis dengan ketebalan ± 0,3 cm

agar mempermudah dalam proses pengeringan. Kemudian daging

ubi jalar dicuci kembali. Umbi yang sudah dirajang dikeringkan di

lemari pengering simplisia atau oven untuk mengurangi kadar air dan

dapat disimpan dalam waktu yang lama. Umbi yang sudah

dikeringkan disortasi kembali untuk menghilangkan kotoran dan

benda asing atau bagian- bagian yang rusak setelah dikeringkan.

Kemudian dihaluskan dengan cara diblender. Serbuk simplisia ubi

jalar ungu disimpan dalam masing-masing wadah kering dan tertutup

rapat (Utami, Umar, & Ernawati 2016).

Universitas Muslim Indonesia


23

b. Proses ekstraksi

Diambil serbuk ubi jalar ungu ditimbang 70 g lalu dimasukan

kedalam wadah meserasi yang berbeda. Ditambahkan aseton 1500

mL. Hasil penyarian yang didapat kemudian dikumpulkan dan

diuapkan hingga diperoleh ekstrak aseton yang kental. Ekstrak

aseton yang diperoleh diuapkan hingga kurang lebih 5 mL, kemudian

diekstraksi dengan eter sebanyak 3 x 25 mL. Hasil ekstraksi

diuapkan sampai kurang lebih 5 mL, kemudian dilakukan saponifikasi

dengan menambahkan larutan KOH 15% dalam metanol sebanyak 5

mL, dikocok dan didiamkan semalam. Hasil saponifikasi tersebut

diekstraksi kembali dengan eter sebanyak 3 x 25 mL. Hasil ekstraksi

kemudian diukur pHnya (ph = 7). Setelah diperoleh pH 7, ekstrak

diuapkan hingga diperoleh ekstrak yang kental. (Tahir, Hikmah, &,

Rahmawati 2016).

2. Pembuatan Pereaksi

a. Pembuatan larutan KOH 15% b/v dalam metanol

Ditimbang 7,5 g KOH, dilarutkan dalam 25 mL metanol hingga

larut, kemudian dicukupkan volumenya hingga 50 mL dengan

metanol (Tahir, Hikmah, &, Rahmawati 2016).

b. Pembuatan larutan fase gerak

Larutan fase gerak yang digunakan adalah eter : benzene (9:1).

Dibuat dalam 30 mL, kemudian dipipet 3 mL benzene lalu

dicampurkan dengan 27 mL eter dalam botol eluen, dikocok hingga

homogen (Tahir, Hikmah, &, Rahmawati 2016).

Universitas Muslim Indonesia


24

3. Analisis Kualitatif Kandungan β-Karoten

Terlebih dahulu chamber dijenuhkan dengan larutan pengelusi

dengan cara masukkan kertas saring dengan tinggi dan lebarnya yang

sama dengan bejana kromatografi. Tutup Kedap dan biarkan hingga

kertas saring basah seluruhnya. Larutan pengelusi yang digunakan

adalah eter : benzen (9:1). Plat KLT yang digunakan plat KLT Silika gel

60 F254. Kemudian, pembanding β-karoten baku dan sampel ditotolkan

bersama-sama pada lempeng KLT. Setelah kering lempeng KLT

dimasukkan kedalam chamber kemudian dielusi dengan menggunakan

cairan pengelusi eter : benzene (9:1). Selanjutnya lempeng KLT

dikeluarkan dari chamber kemudian diamati noda dengan lampu UV

254 nm (Tahir, Hikmah, &, Rahmawati 2016).

4. Analisis Kuantitatif Kandungan β-Karoten

a. Pembuatan larutan stok

Ditimbang dengan teliti 10 mg β-karoten baku, dimasukkan

dalam labu ukur 10 mL dilarutkan dengan eter lalu dicukupkan

sampai batas tanda. Diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 ppm

(Tahir, Hikmah, &, Rahmawati 2016).

b. Penentuan panjang gelombang maksimal (λmaks) larutan standar

β-karoten

Diambil salah satu konsentrasi larutan baku. Ditambahkan eter

hingga batas tanda, homogenkan. Setelah itu diukur absorbansinya

dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 420-480

nm. Panjang gelombang yang menunjukkan nilai serapan tinggi

Universitas Muslim Indonesia


25

merupakan panjang gelombang maksimum (Tahir, Hikmah, &,

Rahmawati 2016).

c. Pengukuran kurva standar β-karoten

Ditimbang 10 mg betakaroten kemudian dilarutkan dengan eter

10 mL sehingga diperoleh larutan stok 1000 ppm. Dari larutan stok

1000 ppm dipipet sebanyak 1 mL dan dicukupkan volumenya sampai

10 mL dengan eter sehingga diperoleh konsentrasi 100 ppm.

Kemudian dari larutan stok 100 ppm dipipet masing-masing 2,5 mL;

3 mL; 3,5 mL; 4 mL; 4,5 mL dan 5 mL. Kemudian dimasukkan

kedalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan volumenya hingga batas

tanda. Diperoleh seri larutan baku dengan konsentrasi 25 ppm, 30

ppm, 35 ppm, 40 ppm, 45 ppm dan 50 ppm, masing-masing larutan

baku tersebut diukur pada panjang gelombang maksimum

menggunakan spektrofotometer, data yang diperoleh berupa

absorban yang dibuat persamaan regresi linear.

d. Penetapan β-karoten ekstrak ubi jalar ungu

Ditimbang 10 mg ekstrak ubi jalar ungu dilarutkan dalam labu

ukur 10 mL diperoleh konsentrasi 1000 ppm. Dari larutan tersebut,

dipipet 1 mL larutan 1000 ppm lalu dimasukkan dalam labu ukur 10

mL, kemudian dicukupkan volumenya dengan eter sampai batas

tanda diperoleh konsentrasi 100 ppm.

Dipipet 1 mL larutan sampel dimasukkan kedalam labu ukur 10

mL dan ditambahkan larutan eter hingga batas tanda, dikocok dan

Universitas Muslim Indonesia


26

diukur serapannya pada panjang gelombang maksimal (dilakukan

replikasi 3 kali) (Tahir, Hikmah, &, Rahmawati 2016).

4. Analisis Data β-karoten

Setelah diperoleh absorbansi kemudian dilakukan analisis kadar β-

karoten dengan cara :

1. Persamaan garis regresi :

Y = a + bx

Dimana :
Y = Serapan
a = intersep
X = Konsentrasi
b = Slop kemiringan

2. Perhitungan kadar β-karoten

mg
konsentrasi ×volume sampel × fp
Kadar = L
Berat sampel (g)

Keterangan :

Fp = faktor pengenceran

Universitas Muslim Indonesia


27

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S 2004, “Prinsip Dasar Ilmu Gizi”, Penerbit Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Ambarsari I, Sarjana & Choliq, A 2009, “Rekomendasi Dalam Penetapan


Standar Mutu Tepung UbiJalar”, Jurnal standarisasi, volume 11 (3)

Amin, AR, Syaiful, SA, & Mubaraq, S 2008, “Penampilan Fenotipik dan
Daya Hasil Tanaman Ubi Jalar Lokal Sulawesi Selatan, J.Agrivigor,
7 (3).

Aywa, AK, Nawiri, MP, Nyambaka, HN 2013, “Nutritient Variation in


Colored Varietas of Ipomoea batatas grown in Vihiga Country”,
Western Kenya, IFRJ. 20(2).

Budivari, S 1989, “The Merc Index an Encyclopedia of Chemical and


Biological”, Merc and Co, Publishing, USA.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008, “Farmakope Herbal


Indonesia”, (Edisi I), Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan 1979, “Farmakope


Indonesia edisi 3”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan., 2000, “Parameter
Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat”, Departemen Kesehatan
RI, Jakarta.
Fauziah, F, Rasyid, R, & Fadhlany, R 2015, “Pengaruh Proses
Pengolahan Terhadap Kadar Beta Karoten Pada Ubi Jalar Varietas
Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lam) Dengan Metode
Spektrofotometri Visibel”, Jurnal Farmasi Higea, Vol. 7, No. 2.

Friedrich, W 1988, Vitamins, Walter de Gruyter, Berlin.

Gandjar, I,G. & Rohman, A 2015, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka


Pelajar, Yogyakarta.
Gandjar, G, & Rohman, A 2018, “Spektroskopi Molekuler Untuk Analisis
Farmasi”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hanani, E 2015, “Analisis Fitokimia”, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Khopar, S,M 2008, “Konsep Dasar Kimia Analitik”, UI Press, Jakarta.

Universitas Muslim Indonesia


28

Mun’im, A & Hanani, E 2011, “Fitoterapi Dasar”, Dian Rakyat, Jakarta.


Nurrahmah & Widiarnu, B 2013, “Analisis Kadar Beta-Karoten Kulit Buah
Naga Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis”, Jurnal Dinamika,
4(1).
Pinem, A 2010, “Adisi HCl pada Karotenoid dengan Menggunakan Katalis
PdCl2”, Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Qurniati, D, & Jayanti, ET 2013, Kandungan Karotenoid Ubi Jalar Lokal


(Ipomoea Batatas (L.) Lam) Sebagai Alternatif Sumber Pangan Di
Lombok, Nusa Tenggara Barat, Jurnal Kependidikan Kimia
“Hydrogen”, Vol. 1 Nomor 1.

Rohman, A 2014, “Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia”,


Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Rose, IM & Vasanthakalam, H 2011, Comparison of the Nutrient


Composition of Four Sweet Potato Varieties Cultivated in Rwanda.
Am. J. Food. Nutr. 1(1).

Rukmana, R 1997, “Ubi Jalar : Budi Daya dan Pasca Panen”, Kanisius,
Yogyakarta.

Ruwanti, S 2010, “Optimasi Kadar ß- Karoten Pada Proses Pembuatan


Tepung Ubi Jalar Oranye (Ipomoea Batatas L) Dengan
Menggunakan Response Surface Methodology (Rsm)”, Skripsi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Setiawan, AY, Handayani, AD, Machmudah, S, & Winardi, S 2013,


“Pemodelan Molekuler Inklusi Kompleks Betakaroten dan
Betasiklodekstrin”, Jurnal Teknnik Pomits, 2(1).

Shih, M.C, Kuo, C.C, & Chiang, W 2009, “Effects of Drying and Extrusion
on Colour, Chemical Composition, Antioxidant Activities and
Mitogenic Response of Spleen Lymphocytes of Sweet Potatoes”,
J.Food Chemistry, Vol. 117, Issue 1.

Silalahi, J 2006, “Makanan Fungsional”, Kanisius, Yogyakarta.

Syarif, S & Flaning, M 2013, “Analisis Kandungan Β-Karoten Pada Jenis


Sawi Putih (Brassica pekinensia L) Dan Jenis Sawi Hijau (Brassica
Juncea L Coss) Secara Spektrofotometri Uv-Vis”, Jurnal As-Syifaa
Vol 05 (01) , Juli 2013.

Universitas Muslim Indonesia


29

Tahir, Hikmah, &, Rahmawati 2016, Analisis Kandungan Vitamin C Dan Β-


Karoten Dalam Daun Kelor (Moringa Oleifra Lam.) Dengan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis, Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 3 No.1

Truong VD, Deighton N, Thompson RT, McFeeters RF, Dean LO, Pecota
KV, & Yencho GC 2010, “Characterization of anthocyanins and
anthocyanidins in purple-fleshed sweetpotatoes by HPLC-DAD/ESI-
MS/MS. J”. Agr Food Chem 58: 404-410. DOI:10.1021/jf902799.

Winarno, FG 2000, “Kimia Pangan Dan Gizi”, Penerbit Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Universitas Muslim Indonesia


30

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Ekstraksi Ubi Jalar Ungu

70 g serbuk ubi jalar ungu


(Ipomoea batatas L.)
- Dimaserasi dengan aseton sebanyak
1500 mL
- Diuapkan
Ekstrak aseton
- Diremaserasi dengan eter
sebanyak 3 x 25 mL
-

Residu Ekstrak eter


- Disaponifikasi dengan KOH
15% dalam metanol sebanyak
5 mL
- Dikocok dan didiamkan
semalam
- Kemudian diekstrasi kembali
dengan eter sebanyak 3 x 25
mL

Residu Ekstrak eter

Filtrat
- Diukur pHnya (pH 7)
- Diuapkan

Ekstrak kental

Kualitatif Kuantitatif
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Spektrofotometri UV-Vis

Analisis data
Gambar 3. Skema kerja pembuatan ekstrak ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas L.)

Universitas Muslim Indonesia


31

Lampiran 2. Skema kerja uji kualitatif senyawa β-karoten

Chamber dijenuhkan dengan larutan


pengelusi eter : benzen (9 : 1)

 Dimasukkan kertas saring


 Ditutup kedap dan biarkan
kertas saring basah
seluruhnya

Ditotolkan pembanding β-karoten baku


dan sampel hingga kering

 Dimasukkan lempeng KLT


kedalam chamber
 Dielusi menggunakan cairan
pengelusi eter : benzen (9 : 1)
 Kemudian lempeng
dikeluarkan dari chamber
 Diamati noda dengan lampu
UV 254 nm

Berwarna kuning
sampel positif
mengandung β- karoten.

Gambar 4. Skema kerja analisis kualitatif senyawa β- karoten ubi jalar


ungu (Ipomoea batas L.)

Universitas Muslim Indonesia


32

Lampiran 3. Skema kerja pengukuran absorbansi larutan standar β-


karoten

β-karoten 10 mg/10 mL eter


(1000 ppm)

 Dipipet 1 mL larutan stok β-


karoten
 Dicukupkan dengan eter
(100 ppm)

 Dibuat rangkaian seri


pengenceran larutan standar
β-karoten

25 ppm 30 ppm 35 ppm 40 ppm 45 ppm 50 ppm

Diukur serapan pada panjang


gelombang maksimum

Spektrofotometer UV-VIS

Analisis data

Gambar 5. Skema kerja pengukuran absorbansi larutan standar β-karoten

Universitas Muslim Indonesia


33

Lampiran 4. Skema kerja penetapan kadar β-karoten

Sampel ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea


batatas L.)
 Ditimbang 10 mg ekstrak ubi
jalar ungu
 Dilarutkan dalam labu ukur 10
mL dengan eter
 Ducukupkan sampai batas
tanda

Larutan stok 1000 ppm


 D
i
 Dipipet 1 mL t
 Dicukupkan 10 mL dengan eter a
sampai batas tanda m
 bD
100 ppm ai
ht
ka
Replikasi Replikasi Replikasi am
1 2 3 nb
a
0h
,k
1a
 Dipipet 1 mL
n
 Dicukupkan 10 mL dengan eter
m
sampai batas tanda
L0
 Dikocok ,
 Diukur absorbansi sampel pada A1
panjang gelombang maksimum l
Cm
 lDL
Data absorbansi
3
i
tA
1al
Analisis data 0m C
b
l
Gambar 6. Skema kerja penetapan kadar β-karoten pada ekstrak ekstrak %
ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) a3
0h
,k1
Universitas Muslim Indonesia 1a0
n
%
m
L0
 ,
34

Lampiran 5. Sampel

Gambar 7. Ubi Jalar Ungu


(Sumber : Dokumentasi pribadi)

Gambar 8. Biji Alpukat Tanpa Kulit


(Sumber : Dokumentasi pribadi)

Universitas Muslim Indonesia

Anda mungkin juga menyukai