Anda di halaman 1dari 46

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

PRODUKSI SLAB BAJA DI PT KRAKATAU STEEL

Oleh :
Muhammad Ariq Ernawan
NIM. 191211055
Mesin-1B

JURUSAN TEKNIK MESIN


PROGRAM DIII TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas nikmat dan
karunia yang tak terbatas. Berkat Nikmat dan karunianya, penulis dapat
menyelesaikan Makalah “Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Industri Pembuatan
Slab Baja” Guna memenuhi tugas dari Mata kuliah K3L.

Penulisan makalah ini disusun dan dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang di ampu oleh bapak Hardian
Kadir, MT. Di samping itu makalah ini berguna untuk menambah wawasan guna
mengenal, mengetahui, dan memahami penerapan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Industri Pembuatan Slab Baja.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua, khususnya Para Pembaca untuk menambah wawasan mengenai
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Industri Pembuatan Slab Baja.

Bandung, 4 November 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... 0


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 4
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
BAB II DASAR TEORI ................................................................................................ 5
2.1 Pengertian K3 ........................................................................................................ 5
2.2 Tujuan K3 .............................................................................................................. 5
2.3 Dasar Hukum K3 .................................................................................................... 6
2.3.1 Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 Tentang Pencemaran Udara ....... 6
2.3.2 Kepmenaker No. 51/MEN/1999 .................................................................... 10
2.3.3 UU No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran ......................................... 14
2.3.4 UU No. 1 tahun 1970 .................................................................................... 17
2.3.5 Permenaker No.5 tahun 1985 ....................................................................... 27
2.3.6 Undang-Undang Uap tahun 1930 .................................................................. 27
2.3.7 ASME CODE 2004 .......................................................................................... 27
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................ 28
3.1 Pabrik Slab Baja ................................................................................................... 28
3.2. Prinsip Kerja Pabrik Slab Baja .............................................................................. 29
3.2.1 Persiapan...................................................................................................... 29
3.2.2 Proses Produksi ............................................................................................ 29
3.3 Faktor dan Potensi Bahaya .................................................................................. 32
2.3.1 Faktor bahaya ............................................................................................... 32
3.3.2 Potensi Bahaya ............................................................................................. 36
3.4 Keselamatan Kerja ............................................................................................... 38
3.4.1 Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman ............................................. 38
3.4.2 Pengawasan, pengujian dan perijinan peralatan berbahaya .......................... 38
3.5 Hiperkes .............................................................................................................. 40
3.6 Pengendalian Lingkungan .................................................................................... 41
2.6.2 Pemantauan dan Penelitian Komponen Air ................................................... 42
2.6.3 Pemantauan dan Penelitian Lingkungan Kerja ............................................... 43
BAB IV PENUTUP ..................................................................................................... 44

2
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 45

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia telah
berkembang dengan sangat cepat, sehingga banyak dampak positif bagi
perkembangan dunia industri di Indonesia, dengan adanya teknologi tinggi
pada proses produksi sangat membantu peningkatan kuantitas dan kualitas
hasil produksi. Di sisi lain penggunaan teknologi yang tinggi juga
mempunyai efek samping yang begitu kompleks, antara lain faktor-faktor
bahaya dan potensi bahaya. Faktor dan potensi bahaya tersebut harus dapat
ditanggulangi dengan secepat mungkin sehingga kerugian baik itu korban,
harta-benda, maupun lingkungan sekitar dapat dihindari.

PT. Krakatau Steel merupakan industri baja yang berdiri dan


beroperasi di Kota Cilegon. PT. Krakatau Steel berada pada tempat yang
strategis, yaitu berada dekat pelabuhan yang merupakan sarana transportasi
untuk mendapatkan bahan baku dan pendistribusian produk baik ke dalam
negeri maupun ke luar negeri.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja faktor bahaya dan potensi bahaya pada proses pemotongan baja
di PT. Krakatau Steel ?

2. Bagaimana penerapan K3 di PT. Krakatau Steel ?

4
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian K3
• Secara Etimologis

Memberikan upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan rang
lain di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat dan agar setiap
sumber produksi perlu dipakai dan digunakan secara aman.

• Secara Filosofi

Suatu konsep berpikir dan upaya nyata untuk menjamin keselarasan tenaga
kerja dan setiap insan pada umumnya beserta hasil karya dan budaya dalam
upaya mencapai adil, makmur, dan sejahtera.

• Secara Keilmuan

Suatu cabang ilmu pengetahuan dan penerapan yang mempelajari tentang cara
penanggulangan kecelakaan di tempat kerja.

2.2 Tujuan K3
Tujuan utama dalam penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun
1970 tentang keselamatan kerja yaitu antara lain :

1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain
di tempat kerja.

2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan


efisien.

3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

Dari penjabaran tujuan penerapan K3 di tempat kerja berdasarkan Undang-


Undang nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terdapat harmoni
mengenai penerapan K3 di tempat kerja antara Pengusaha, Tenaga Kerja dan

5
Pemerintah/Negara. Sehingga di masa yang akan datang, baik dalam waktu
dekat ataupun nanti, penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di
Indonesia dapat dilaksanakan secara nasional menyeluruh dari Sabang sampai
Meraoke. Seluruh masyarakat Indonesia sadar dan paham betul mengenai
pentingnya K3 sehingga dapat melaksanakannya dalam kegiatan sehari-hari
baik di tempat kerja maupun di lingkungan tempat tinggal.

2.3 Dasar Hukum K3


2.3.1 Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 Tentang Pencemaran
Udara

Menimbang: a.bahwa udara sebagai sumber daya alam yang


mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk
hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian
fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan
kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi
makhluk hidup lainnya;

b.bahwa agar udara dapat bermanfaat sebesar-


besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup,
maka udara perlu pelihara, dijaga dan dijamin
mutunya melalui pengendalian pencemaran udara;

c.bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas dan


sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Pengendalian Pencemaran Udara;

BAB I

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,


energi,dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh

6
kegiatanmanusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai
ketingkattertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhifungsinya;

2. Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan


dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu
udara;

3. Sumber pencemar adalah setiap usaha dan/atau kegiatan


yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan
udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya;

4. Udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada


lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi
RepublikIndonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi
kesehatan manusia,makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup
lainnya;

5. Mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, dan/atau komponen


lain yang ada di udara bebas;

6. Status mutu udara ambien adalah keadaan mutu udara di


suatu tempat pada saat dilakukan inventarisasi;

7. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat,
energi,dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam udara ambien;

8. Perlindungan mutu udara ambien adalah upaya yang dilakukan


agar udara ambien dapat memenuhi fungsi sebagaimana mestinya;

9. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang


dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau
dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau
tidak mempunyai dan/atautidak mempunyai potensi sebagai unsur
pencemaran;

7
10. Mutu emisi adalah emisi yang boleh dibuang oleh suatu kegiatan
ke udara ambien;

11. Sumber emisi adalah setiap usaha dan/atau kegiatan


yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak
spesifik,sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak
spesifik;

12. Sumber bergerak adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak
tetap pada suatu tempat yang berada dari kendaraan bermotor;

13. Sumber bergerak spesifik adalah sumber emisi yang bergerak


atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kereta api,
pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan berat lainnya;

14. Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada
suatu tempat;

15. Sumber tidak bergerak spesifik adalah sumber emisi yang tetap
pada suatu tempat yang berasal dari kebakaran hutan dan
pembakaran sampah;

16. Baku mutu emisi sumber tidak bergerak adalah batas


kadar maksimum dan/atau beban emisi maksimum myang
diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien;

17.Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor adalah


batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh
dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor;

18.Sumber gangguan adalah sumber pencemar yang


menggunakan media udara atau padat untuk penyebarannya, yang
berasal darisumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber
tidak bergerak,atau sumber tidak bergerak spesifik;

19.Baku tingkat gangguan adalah batas kadar maksimum


sumber gangguan yang diperbolehkan masuk ke udara dan/atau zat
padat;

8
20.Ambang batas kebisingan kendaraan bermotor adalah
batas maksimum energi suara yang boleh dikeluarkan langsung dari
mesin dan/atau transmisi kendaraan bermotor;

21.Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan


oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu;

22.Kendaraan bermotor tipe baru adalah kendaraan bermotor


yang menggunakan mesin dan/atau transmisi tipe baru yang
siap diproduksi dan dipasarkan, atau kendaraan yang sudah
beroperasi tetapi akan diproduksi ulang dengan perubahan desain
mesin dansistem transmisinya, atau kendaraan bermotor yang
diimpor tetapi belum beroperasi di jalan wilayah Republik
Indonesia;

23.Kendaraan bermotor lama adalah kendaraan yang sudah


diproduksi,dirakit atau diimpor dan sudah beroperasi di jalan
wilayah Republik Indonesia;

24.Uji tipe emisi adalah pengujian emisi terhadap kendaraan


bermotor tipe baru;

25.Uji tipe kebisingan adalah pengujian tingkat kebisingan


terhadap kendaraan bermotor tipe baru;

26.Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) adalah angka yang


tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi mutu udara
ambien di lokasi tertentu, yang didasarkan kepada dampak
terhadapkesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup
lainnya;

27.Inventarisasi adalah kegiatan untuk mendapatkan data dan


informasi yang berkaitan dengan mutu udara;

28.Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang


bertanggungjawab di bidang pengendalian dampak lingkungan;

9
29.Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola
lingkungan hidup;

30.Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Pasal 2

Pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari


usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak
spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak
spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber
emisi dan/atau sumber ganggunan yang bertujuan untuk mencegah
turunnya mutu udara ambien.

2.3.2 Kepmenaker No. 51/MEN/1999

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:

1. Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan


pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna
menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat;

2. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau


terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja melakukan
pekerjaan atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-
sumber bahaya;

3. Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah


standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja
tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau
40 jam seminggu;

10
4. Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat
fisika yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan,
getaran, gelombang mikro dan sinar ultra ungu;

5. Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,


kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat
pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari
pekerjaannya;

6. Suhu kering (Dry Bulb Temperature) adalah suhu yang


ditunjukan oleh termometer suhu kering;

7. Suhu basah alami (Natural Wet Bulb Temperature) adalah suhu


yang ditunjukan oleh termometer bola basah alami (Natural Wet
Bulb Thermometer).

8. Suhu bola (Globe Temperature) adalah suhu yang ditunjukan


oleh termometer bola (Globe Thermometer).

9. Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature


Index) yang disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai
tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu
udara kering, suhu basah alami dan suhu bola.

10. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang


bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran;

11. Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media
dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya

12. Radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro


(microwave) adalah radiasi elektromagnetik dengan frekuensi 30
kilo Hertz sampai 300 Giga Hertz.

13. Radiasi ultra ungu (Ultraviolet) adalah radiasi


elektromagnetik dengan panjang gelombang 180 nano meter
sampai 400 nano meter (nm).

11
14. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin
langsung suatu kegiatan kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;

15. Pengusaha adalah :

a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha


milik sendiri dan untuk keperluan itu menggunakan tempat
kerja;

b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri


menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk
keperluan itu menggunakan tempat kerja;

c. Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili


orang atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b jikalau yang diwakili
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

16. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai teknis


berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk
oleh Menteri;

17.Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang


ketenagakerjaan.

Pasal 2

NAB iklim kerja menggunakan parameter ISBB sebagaimana


tercantm dalam Lampiran 1.

Pasal 3

(1) NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 desi Bell A (dB A).


(2) Kebisingan yang melampaui NAB, waktu pemajanan
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.

Pasal 4

12
(1) NAB getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak
langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar
4 meter per detik kuadrat (m/det2).

(2) Getaran yang melampaui NAB, waktu pemajanan


ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.

Pasal 5

NAB radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro ditetapkan


sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV.

Pasal 6

(1) NAB radiasi sinar ultra ungu ditetapkan sebesar 0,1 mikro
Watt per sentimeter persegi (μW/cm2).

(2) Radiasi ultra ungu yang melampaui NAB waktu pemajanan


ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V.

Pasal 7

(1)Pengukuran dan penilaian faktor fisika di tempat kerja


dilaksanakan oleh Pusat dan atau Balai Hiperkes dan Keselamatan
Kerja atau pihak-pihak lain yang ditunjuk.

(2)Persyaratan pihak lain untuk dapat ditunjuk sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri atau
Pejabat yang ditunjuk.

(3)Hasil pengukuran dan penilaian sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) disampaikan kepada pimpinan perusahaan atau pengurus
perusahaan dan kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.

Pasal 8

Pelaksanaan pengukuran dan penilaian faktor fisika di tempat kerja


berkoordinasi dengan kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.

Pasal 9

13
Peninjauan NAB faktor fisika di tempat kerja dilakukan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.3.3 UU No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran

BAB I

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1.Ketenaganukliran adalah hal yang berkaitan dengan


pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan
dengan tenaga nuklir.

2.Tenaga nuklir adalah tenaga dalam bentuk apa pun yang


dibebasakan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang
berasal dari sumber radiasi pengion.

3.Radiasi pengion adalah gelombang elektromagnetik dan


partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya
mampu mengionisasi media yang dilaluinya.

4.Pemanfaatan adalah kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir


yang meliputi penelitian, pengembangan, penambangan,
pembuatan, produksi, pengangkutan, penyimpanan, pengalihan,
ekspor, impor, penggunaan, dekomisioning, dan pengelolaan
limbah radioaktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

5.bahan nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan reaksi


pembelahan berantai atau bahan yang dapat diubah menjadi
bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai.

6.bahan galian nuklir adalah bahan dasar untuk pembuatan


bahan bakar nuklir.

14
7.Bahan bakar nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan proses
transformasi inti berantai.

8.Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan bahan serta


peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi
radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat
digunakan lagi.

9.Zat radioaktif adalah setiap zat yang memancarkan radiasi


pengion dengan aktivitas jenis lebih besar dari pada 70 kBq/kg
(2 nCi/g).

10.Pengelolaan limbah radioaktif adalah pengumpulan


pengelompokan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan,
dan/atau pembuangan limbah radioaktif.

11.Radioisotop adalah isotop yang mempunyai kemampuan


untuk memancarkan radiasi pengion.

12.Instalasi nuklir adalah:

a.reaktor nuklir;

b.fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi,


pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir
dan/atau pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas;
dan/atau

c.fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar


nuklir dan bahan bakar nuklir bebas.

13.Reaktor nuklir adalah alat atau instalasi yang dijalankan


dengan bahan bakar nuklir yang dapat menghasilkan reaksi inti
berantai yang terkendali dan digunakan untuk pembangkitan
daya, atau penelitian, dan/atau produksi radioisotop.

14.Dekomisioning adalah suatu kegiatan untuk menghentikan


beroperasinya reaktor nuklir secara tetap, antara lain, dilakukan

15
pemindahan bahan bakar nuklir dari teras reaktor, pembongkaran
komponen reaktor, dekontaminasi, dan pengamanan akhir.

15.Kecelakaan nuklir adalah setiap kejadian atau rangkaian


kejadian yang menimbulkan kerugian nuklir.

16.Kerugian nuklir adalah setiap kerugian yang dapat berupa


kematian, cacat, cedera atau sakit, kerusakan harta benda,
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan
oleh radiasi atau gabungan radiasi dengan sifat racun, sifat mudah
meledak, atau sifat bahaya lainnya sebagai akibat kekritisan
bahan bakar nuklir dalam instalasi nuklir atau selama
pengangkutan, termasuk kerugian sebagai akibat tindakan
preventif dan kerugian sebagai akibat atau tindakan untuk
pemulihan lingkungan hidup.

17.Pengusaha instalasi nuklir adalah orang perseorangan atau badan


hukum yang bertanggung jawab dalam pengoperasian instalasi
nuklir.

18.Pihak ketiga adalah orang atau badan yang menderita


kerugian nuklir, tidak termasuk pengusaha instalasi nuklir dan
pekerja instalasi nuklir yang menurut struktur organisasi berada di
bawah pengusaha instalasi nuklir.

Pasal 2

(1)Bahan nuklir terdiri atas:

a.bahan galian nuklir,

b.bahan bakar nuklir, dan

c.bahan bakar nuklir bekas.

(2)Bahan nuklir dikuasai oleh Negara dan pemanfaatannya diatur


dan diawasi oleh Pemerintah.

16
2.3.4 UU No. 1 tahun 1970

BAB I

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Tempat Kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau


terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering
dimasuki tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci
dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan,
lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-
bagian atau berhubung dengan tempat kerja tersebut;

2. Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas langsung sesuatu


tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;

3. Pengusaha ialah :

(a) Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu


usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan
tempat kerja;

(b) Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri


menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja;

(c) Orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili


orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau
yang mewakili berkedudukan di luar Indonesia.

4. Direktur ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja


untuk melaksanakan Undang-undang ini.

5. Pegawai Pengawas ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari


Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga
Kerja.

17
6. Ahli Keselamatan Kerja ialah tenaga teknis berkeahlian khusus
dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.

BAB II

Pasal 2

1. Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja


dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam
tempat kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin,
pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang
berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau
peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan,
diangkut, atau disimpan atau bahan yang dapat meledak,
mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan
infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan,
pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau
bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran
atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan
hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil
hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas,
perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas,

18
minyak atau minieral lainnya, baik di permukaan atau di
dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia,
baik di darat, melalui terowongan, dipermukaan air,
dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal,
perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan
pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan
tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu
yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya
tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda,
terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu,
kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau
limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan
radio, radar, televisi, atau telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan,
penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan
alat teknis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-
bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r. diputar film, pertunjukan sandiwara atau
diselenggarakan reaksi lainnya yang memakai peralatan,
instalasi listrik atau mekanik.

19
3. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat
kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang
dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja
atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah
perincian tersebut dalam ayat (2).

BAB III

Pasal 3

1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat


keselamatan kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri
pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang
berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar
luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi
dan penularan.
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya;

20
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang,
binatang, tanaman atau barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar
muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi
bertambah tinggi.
2. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti
tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan
baru di kemudian hari.

Pasal 4

1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat


keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung
dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
2. Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah
menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur,
jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan,
pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat
perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau
pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan,
barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin
keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja
yang melakukannya dan keselamatan umum.

21
3. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti
tersebut dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan
ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati
syarat-syarat keselamatan tersebut.

BAB IV

Pasal 5

1. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-


undang ini sedangkan para pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan
langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu
pelaksanaannya.
2. Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini
diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 6

1. Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat


mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
2. Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas
Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri
Tenaga Kerja.
3. Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasal 7

1. Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha


harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang
akan diatur dengan peraturan perundangan.

22
Pasal 8

1. Pengurus di wajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi


mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan
diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan padanya.
2. Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang
berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang
ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
3. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan
peraturan perundangan.

BAB V

Pasal 9

1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap


tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul
dalam tempat kerja;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang
diharuskan dalam tempat kerja;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang
bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
2. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang
bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah
memahami syarat-syarat tersebut di atas.
3. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua
tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam
pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta

23
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam
pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
4. Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan
tempat kerja yang dijalankan.

BAB VI

Pasal 10

1. Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina


Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling
pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus
dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan
tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
2. Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga
Kerja.

BAB VII

Pasal 11

1. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi


dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai
termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.

24
BAB VIII

Pasal 12

1. Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak


tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh
pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja;
b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan
dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat
kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan
diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-
hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam
batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.

BAB IX

Pasal 13

1. Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan


mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-
alat perlindungan diri yang diwajibkan.

BAB X

Pasal 14

1. Pengurus diwajibkan :
a. secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang
diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan

25
pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang
bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua
gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan
pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat
dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja.
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan
diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-
petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja.

BAB XI

Pasal 15

1. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur


lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
2. Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan
ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
3. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Pasal 16

1. Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang


sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib

26
mengusahakan di dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini
mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut
atau berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 17

1. Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan


dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan
dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-
undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini.

2.3.5 Permenaker No.5 tahun 1985

2.3.6 Undang-Undang Uap tahun 1930

2.3.7 ASME CODE 2004

27
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pabrik Slab Baja


Pabrik slab baja PT Krakatau Steel mulai memproduksi tahun 1983. Pabrik
ini memiliki kapasitas produksi 2.000.000 MT/tahun baja slab. Pabrik ini
menggunakan bahan baku utama sama dengan pabrik billet. Slab baja yang
mempunyai ukuran-ukuran sebagai berikut:

a. Tebal = 150 mm sampai dengan 200 mm

b. Lebar = 600 mm sampai dengan 2080 mm

c. Panjang = max 12 m

d. Berat = max 30 ton

Divisi produksi ini dilengkapi dengan 6 buah Elektric Arc Furnace. Sedangkan
kapasitas produksinya 1.800.000 ton slab baja/ tahun.

Gambar 3. Proses Produksi Pabrik Slab Baja

28
3.2. Prinsip Kerja Pabrik Slab Baja
3.2.1 Persiapan

Persiapan produksi ini terdiri dari penanganan bahan baku,


persiapan unit produksi (EAF, Ladle dan CCM), utility listrik dan air serta
instrument-instrument pendukung lainnya. Bahan baku utama yaitu sponge
iron dan scrap serta bahan penunjang atau bahan aditif lainnya yaitu : Kapur,
Ferro Alloy, Vanadium dan Molibdium.

3.2.2 Proses Produksi

1) Peleburan
Tahap peleburan terdiri dari :

a) Charging

Charging merupakan proses pengisian bahan baku scrap dan


kapur ke dalam furnace melalui bucket scrap dengan menggunakan
crane charging dan pengisian spons melalui continuous feeding
system (Conveyor).

b) Penetrasi

Merupakan proses peleburan awal baja didalam furnace


dengan menggunakan 3 phasa Electrode Arc Furnace (3,7 kg/tls)
dengan energy listrik 63–93,5 Kwh/tls (kilo watt hour per-ton liquid
steel) yang dapat menghasilkan panas sebesar 1610–1650 °C. Untuk
mempercepat proses peleburan dilakukan injeksi oksigen (O2) di
dalam furnace.

c) Melting

Merupakan proses peleburan baja yang dapat melebur


sebanyak 40% (melting continuous feeding) sponge iron dan scrap.
Pada suhu ± 1400 °C material di dalam furnace akan melebur dan
menghasilkan baja cair dan slag (pengotor baja). Pada proses

29
melting di dalam furnace akan terbentuk slag yang memiliki berat
jenis lebih ringan dari baja cair sehingga slag akan berada diatas
permukaan baja cair dan berfungsi untuk mempertahankan suhu di
dalam furnace sehingga sponge iron dan scrap akan lebih cepat
melebur menjadi baja cair.

d) Refening

Refening merupakan proses pemurnian baja cair dari unsur-


unsur pengotor yang tidak diinginkan (slag). Yang secara otomatis
slag akan keluar dari mulut furnace dan ditampung di slag pot
(deslaging) yang berada di bawah furnace. Selain itu pada proses
refening juga berfungsi untuk mengontrol kandungan fosfor dan
sulfur.

e) Pouring

Setelah baja cair mencapai komposisi yang ditentukan,


kemudian dilakukan proses tapping yaitu penuangan baja cair hasil
peleburan dari furnace ke ladle dengan bantuan crane ladle untuk
diproses lebih lanjut di ladle furnace (proses sekunder).

2) Ladle Furnace

Gambar 4. Proses Ladle Furnace

30
Proses sekunder bertujuan untuk memenuhi persyaratan
metalurgi (komposisi kimia dan fisika baja) sebelum baja dicetak di
Continuous Casting Machine (CCM). Aktivitas utama di dalam
Ladle Furnace adalah:

a. Menurunkan kandungan oksigen dalam baja dengan


menggunakan aluminium.

b. Homogenisasi temperatur dan komposisi kimia dengan bubbling


argon.

c. Menambahkan alloy untuk mendapatkan spesifikasi yang


diinginkan. Baja cair didalam ladle furnace (LF) dipanaskan dengan
energy listrik sebesar 40 Kwh/tls untuk menjaga suhu baja cair pada
1560 °C. Pada tahap ini dilakukan homogenisasi dengan cara
pengadukan menggunakan gas argon (argon bubbling). Dan
menurunkan kandungan oksigen di dalam baja cair serta
penambahan bahan aditif agar diperoleh karakteristik tertentu dari
baja yang diinginkan.

3) RH Vacum Degassing

Gambar 5. Proses RH Vacuum Degassing

31
RH–degasser diperlukan untuk memenuhi permintaan
produk baja berkualitas tinggi dari konsumen. Jenis baja ini
memerlukan kandungan gas O2, H2, N2, dan C yang rendah. Pada
proses produksi bagian ini dilakukan penambahan ferro-alloy dan
material tambahan lain seperti Al dan Cu.

3.3 Faktor dan Potensi Bahaya


Dilihat dari proses produksinya PT. Krakatau Steel memiliki faktor dan
potensi bahaya yang berbeda tergantung sumber dan jenis pekerjaannya, oleh
karena itu diperlukan usaha pengendalian yang dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku, yaitu sebagai berikut :

2.3.1 Faktor bahaya

a. Kebisingan

Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat


megganggu kodisi fungsi pendengaran. Intensintas kebisingan pada
angka yang melebihi 85 dBA, NAB dalam bekerja 8 jam/hari atau
40 jam/minggu, hal ini telah diatur dalam Kepmenaker No.
51/MEN/1999, maka perlu adanya pengendalian dalam rangka
melindungi tenaga kerja dari faktor kebisingan.

Kebisingan yang terjadi terutama bersumber dari mesin-


mesin pada pabrik- pabrik di PT Krakatau Steel terjadi dalam
beberapa area antara lain : incenerator compresesor house di pabrik
Besi Spons, furnace, power water system, roughing mill, sizing
press, shearing line I pilar, shearing line I, shearing line II di Pabrik
Pengerolan Baja Lembaran Panas (PPBLP), area NTM, area
roughing mill intermediate, area water threatment plant (WTP) di
Pabrik Batang Kawat (PBK), area continous pickling line (CPL),
temper mill, preparation di Pabrik Pengerolan Baja Lembaran
Dingin (PPBLD). Oleh sebab itu, pabrik menyediakan alat
pelindung telinga secara cuma-cuma berupa ear plug dan ear muff

32
dalam rangka melindungi tenaga kerja dari pengaruh kebisingan,
kemudian pada tempat kerja dipasang rambu-rambu maupun poster
pada area dengan tingkat kebisingan tinggi atau melebihi NAB serta
anjuran pemakaian alat pelindung telinga pada area tersebut. Namun
dalam lapangan terdapat tenaga kerja yang tidak memakai alat
pelindung telinga di kerenakan alat pelindung mengganggu kinerja
mereka, hal tersebut mencerminkan kurangnya kesadaran diri pada
tenaga kerja akan arti pentingnya alat pelindung telinga tersebut.
Selain itu perlindungan kebisingan juga dilakukan dengan
pembanguan control room, sehingga tenaga kerja tidak secara
langsung terpapar bising.

b. Tekanan Panas

Tekanan panas adalah kombinasi antara suhu udara,


kelembapan udara percepatan udara, dan suhu radiasi yang
dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang terjadi pada
tenaga kerja (Suma’mur,1996). Suhu nikmat kerja adalah pada suhu
24–26 °C suhu kering. Sebagaimana pada Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No. Kep–51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
faktor fisika pada tabel 2 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja
Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) yang diperkenankan, bahwa untuk
waktu bekerja terus menerus 8 jam per hari pada beban kerja berat
ISBB 25,5 oC. Suhu panas dapat menurunkan kinerja para pekerja
karena memiliki efek fisiologis. Lebih jauh, apabila paparan suhu
panas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) yang
diperkenankan, bahwa untuk waktu bekerja terus menerus 8 jam per
hari pada beban kerja berat ISBB 25,5OC. Suhu panas dapat
menurunkan kinerja para pekerja karena memiliki efek fisiologis.
Lebih jauh, apabila paparan suhu panas ini tidak dikelola dengan
baik dapat mengakibatkan risiko terjadinya berbagai penyakit akibat
kerja yang mungkin terjadi diantaranya adalah heat cramps, heat

33
exhaustion, heat stroke, heat strain, miliaria dan dehidrasi. Selain itu,
gangguan pada fungsi ginjal akibat keterpajanan pada suhu tinggi
yang berisiko terjadi pada tenaga kerja dapat pula terjadi antara lain;
gangguan peredaran darah ke ginjal, penurunan kualitas urine
seperti; berat jenis urine meningkat, ketidakseimbangan pH urine
dan terdapat kristal pada urine.

Area–area pabrik yang mempunyai tekanan panas terdapat


pada unit peleburan dan pengecoran di pabrik Billet Baja (BSP),
Pabrik Slab Baja I (SSP I) dan Pabrik Slab Baja II (SSP II). Untuk
melindungi tenaga kerja yang bekerja pada area tekanan panas
mengadakan pengendalian antara lain disediakan APD seperti baju
tahan panas bagi tenaga kerja yang bekerja pada area bertekanan
tinggi, penyediaan air minum untuk mencegah dehidrasi,
pemasangan blower pada unit pengecoran untuk mengurangi
tingginya paparan panas yang diterima tenaga kerja, pemasangan
control room dengan AC dan diadakan rotasi kerja antar tenaga
kerja.

c. Radiasi Sinar Radio Aktif

Sinar radio aktif di PT. Krakatau Steel digunakan untuk


monitoring kualitas dari baja – baja yang dihasilkan. Radiasi dari
sinar radio aktif juga dapat berefek biologis yang kurang baik bagi
kesehatan tenaga kerja. Dampak yang sangat fatal yang mungkin
terjadi adalah terjadinya impotensi. Maka dari itu untuk melindungi
tenaga kerja, Dinas Keselamatan Kerja PT. Krakatau Steel secara
rutin melakukan pengukuran tingkat paparan radiasi pada setiap
lokasi sumber radio aktif setiap dua minggu sekali. Untuk
mengetahui seberapa besar tenaga kerja telah terpapar, maka tenaga
kerja yang bekerja disekitar sumber radio aktif dilengkapi dengan
film badge dengan nomer seri yang berbeda – beda tiap tenaga kerja.
Film badge ini merupakan indicator untuk mengetahui tingkat

34
paparan radiasi yang telah di terima oleh tubuh tenaga kerja.
Kemudian untuk satu bulan sekali film badge ini di bawa ke BATAN
untuk dilihat berapa paparan radiasi yang telah di terima oleh masing
- masing tenaga kerja, apabila telah melampaui dari NAB yaitu 0,5
mRem/jam (UU No 51 tahun 1999), maka tenaga kerja untuk
sementara tidak bekerja dalam waktu yang telah ditentukan.

d. Radiasi Sinar Infra Merah

Radiasi sinar infra merah terutama terjadi pada pekerjaan–


pekerjaan yang melakukan kontak langsung dengan baja cair.
Seperti pembuang slag, pengukuran temperatur baja cair,
pengambilan sample baja cair, penuangan baja cair maupun pada
waktu pengaliran baja cair dalam cetakan. Untuk menanggulangi
pengaruh dari radiasi infra merah ini telah disediakan kacamata
furnace yang diharapkan dapat mengurangi radiasi yang diterima
tenaga kerja. Menurut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
KEP-51/MEN/1999 pasal 5 tentang NAB radiasi frekuensi radio dan
gelombang mikro di tempat kerja adalah 30 kHz – 100 kHz per 6
menit (Pungky W, 1999). Bila tenaga kerja terpapar gelombang
mikro (radiasi infra merah) yang melebihi NAB, akan
mengakibatkan katarak pada lensa mata.

e. Uap logam

Uap logam banyak dihasilkan pada aktifitas – aktifitas


seperti penuangan baja cair, pengaliran baja cair ke dalam cetakan
serta pada saat proses pendinginan terbuka. Upaya untuk
mengurangi kontak tenaga kerja dengan uap logam, maka dipasang
blower yang diharapkan uap logam tidak langsung mengenai tenaga
kerja tetapi terbawa oleh aliran udara dari blower.

35
3.3.2 Potensi Bahaya

a. Ledakan

Ledakan merupakan potensi bahaya terbesar yang


kemungkinan terjadi PT Krakatau Steel. Sumber utama suatu
ledakan dari furnace dalam proses peleburan yang terdapat pada
Divisi Pabrik Billet Baja, Pabrik Slab Baja I, Pabrik Slab Baja II.
Ledakan dapat terjadi dari proses pembakaran (burning) gas–gas
yang ada pada Divisi Pabrik Besi Spons. Upaya pencegahan terjadi
ledakan dalam proses peleburan bahan baku yang digunakan harus
bebas dari air, karena air akan bereaksi membentuk gas H2 yang
kemudian dapat menyebabkan ledakan, selain itu scrap atau besi
bekas yang digunakan sebagai bahan baku tidak boleh bercampur
dengan tabung tertutup karena dapat mengakibatkan ledakan pada
proses peleburan dalam furnace. Pada Divisi Pabrik Spons untuk
mencegah ledakan dengan dilakukan pengecekan secara rutin setiap
satu jam sekali dalam poses pembakaran gas pada bejana–bejana
bertekanan agar dapat diketahui secara dini apabila terjadi
kebocoran gas yang akhirnya dapat mengakibatkan ledakan. Upaya-
upaya yang dilakukan PT. Krakatau Steel ini sudah mencerminkan
UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat
1 sub c) tentang mencegah dan mengurangi ledakan (Suma’mur P.K,
1996).

b. Tertimpa

Tertimpa merupakan potensi bahaya yang sering terjadi.


Penyediaan helm bagi tenaga kerja merupakan salah satu upaya
untuk mengurangi bahaya tertimpa benda jatuh. Selain itu disetiap
area pabrik juga dibuat jalur hijau yang merupakan jalur aman bagi
tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja. Untuk
menghindari kejatuhan dari beban yang sedang diangkat, setiap
crane yang beroperasi dengan atau tanpa membawa beban disertai
dengan bunyi sirene.

36
Upaya-upaya yang dilakukan PT. Krakatau Steel dalam
pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya tertimpa ini sudah
mencerminkan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan mengamankan serta memperlancar pengangkutan
barang (Suma’mur P.K, 1996).

c. Percikan baja

Percikan baja cair timbul dari letupan-letupan baja cair dari


furnace atau pada ladle yang mengucurkan baja cair ke tundish.
Percikan baja cair dapat dihindari dengan pemakain baju tahan panas
namun kenyataannya di lapangan tenaga kerja enggan memakai baju
tahan panas karena dirasa kurang nyaman dan membatasi gerak.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan PT. Krakatau Steel dalam
pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya percikan baja cair sudah
mencerminkan UU No. 1 tahun 1970 pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a)
tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan (Suma’mur P.K,
1996).

d. Tersentuh Benda Panas

Untuk mencegah terjadinya bahaya tersentuh benda panas,


pada area-area tertentu dipasang rambu-rambu ”Area Berbahaya”
dimaksudkan agar tenaga kerja berhati-hati dan menjaga jarak
karena disekitar area tersebut terdapat baja panas. Rambu-rambu
banyak dijumpai di area pendinginan terbuka Pabrik Slab Baja dan
Billet Baja. Upaya pengendalain yang telah dilakukan PT. Krakatau
Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya percikan baja
cair sudah mencerminkan UU no. 1 tahun 1970 paal 3 dan 4 (ayat 1
sub a) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan (Suma’mur
P.K, 1996).

37
3.4 Keselamatan Kerja
3.4.1 Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman

Kegiatan ini dilaksanakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang


aman dan produktif bagi tenaga kerja. Sesuai Undang-Undang No. 1 ahun
1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 tentang syarat-syarat keselamatan
kerja.

3.4.2 Pengawasan, pengujian dan perijinan peralatan berbahaya:

a. Crane, lift dan conveyor

Pengawasan dilakukan berdasarkan peraturan perundangan


yang terkait. Pemeriksaan dan pengujian crane serta tahap sertifikasi
pesawat angkat-angkut dilaksanakan sesuai Permenaker No.5 tahun
1985 tentang Pesawat Angkat-Angkut, pada pasal 135 tentang
pengesahan atau serifikasi pesawat angkat-angkut serta pasal 138
tentang pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat-angkut.

b. Boiler

Pengawasan dilakukan berdasarkan Peraturan Uap tahun


1930 dan Undang-Undang Uap tahun 1930 serta ASME CODE
2004. Didalam Peraturan Uap tahun 1930 disebutkan bahwa
pemeriksaan dan pengujian sekurang-kurangnya 2 tahun sekali,
sedangkan pemeriksaan boiler di PT Krakatau Steel dilakukan
setahun sekali. Hal ini dilakukan agar perubahan-perubahan pada
bagian ketel uap (pipa) serta adanya zat-zat di dalam ketel uap dapat
diketahui secara lebih dini.

38
c. Bejana Tekan

Pengawasan dilakukan berdasarkan Permenaker No. 1 tahun


1982 tentang Bejana Tekan. Di dalam peraturan tersebut disebutkan
bahwa pemeriksaan bejana tekan sekurang-kurangnya dilakukan 5
tahun sekali, sedangkan di PT Krakatau Steel pemeriksaan bejana
tekan dilakukan 3 tahun sekali sebagai tindakan preventif serta
bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan struktur bejana
tekan.

d. Pemanfaatan zat radioaktif

Pengawasan dan pemantauan pemanfaatan zat radioaktif


dilaksanakan sesuai Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran. Sedangkan perijinan pemanfaatan zat radioaktif
dilaksanakan berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 64 tahun
2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir.

e. Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja

Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja dilaksanakan


sebagai perwujudan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, pasal 9 ayat 3 bahwa “Pengurus diwajibkan
menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada
di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan
pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan
kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada
kecelakaan”.

f. Pengadaan APD

Pengadaan APD bagi tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan


SK Direksi No. 64/Ci/DU-KS/Kpts/2003 tentang Pemberian dan
Penggunaan Alat dan Keselamatan Kerja. Pengadaan alat pelindung
diri bagi tenaga kerja PT. Krakatau steel juga berdasarkan pada
pelaksanaan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pada
pasal 9 ayat 1 sub b dinyatakan bahwa “Pengurus wajib

39
menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang
semua pengaman dan lat perlindungan yang diharuskan di tempat
kerja”. Sedangkan pada pasal 9 ayat 1 ub c menyatakan bahwa
“Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan tentang alat-
alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan”. Dan
pada pasal 14 huruf c bahwa “Pengurus diwajibkan menyediakan
secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada
tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan
bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai
dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja”.

3.5 Hiperkes
Pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh dinas hiperkes, bentuk pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan adalah pemeriksaan kesehatan, baik pemeriksaan
kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala maupun pemeriksaan
kesehatan khusus. Norma-norma dan kebijakan mengenai pengujian kesehatan
ditetapkan dengan peraturan perundangan sebagai berikut:

1. UU No 1 Tahun 1970 pasal 8 tentang norma-norma mengenai pengujian


kesehatan berkala

2. Permenakertrans No 2/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga


kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja.

3. Permenakertrans No 3/MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan kepada


tenaga kerja.

4. Permenakertrans No 01/MEN/1981 tentang kewajiban lapor penyakit


akibat kerja.

Masalah gizi kerja setiap divisi di PT. Krakatau Steel juga telah
menyediakan kantin dengan menu berimbang 4 sehat 5 sempurna, serta tempat yang

40
bersih pada lantai, langit-langit, perlatan memasak dan makan maupun dapur yang
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Lampiran III tentang persyaratan higene dan
sanitasi lokasi, bangunan dan fasilitas.

3.6 Pengendalian Lingkungan


3.6.1 Pemantauan dan Penelitian Komponen Udara

a. Sistem Pemantauan Debu

i. Debu Jatuh

Untuk pemantauan debu jatuh sesuai dengan SNI 13-


4703-1998 yaitu waktu pengambilan botol sample kurang
lebih 30 hari.

ii. Debu Ambient

Untuk pemantauan debu ambient dilakukan


berdasarkan Peraturan pemerintah RI No. 41 tahun 1999
tentang pengendalian pencemaran udara, khususnya pada
BAB III pasal 16 dan 28 yaitu:

Pasal 16 : “Pengendalian pencemaran udara meliputi


pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta
pemulihan mutu udara ambient, pencegahan sumber
pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak
bergerak termassuk sumber gangguan serta penanggulangan
keadaan darurat.”

Pasal 28 : “Penanggulangan pencemaran udara


sumber tidak bergerak meliputi pengawasan terhadap
penataan baku mutu emisi yang telah ditetapkan,

41
pemantauan emisi yang keluar dari kegiatan dan mutu udara
ambient di sekitar lokasi kegiatan dan pemeriksaan penataan
terhadap ketentuan persyaratan teknis pengendalian
pencemaran udara.”

b. Sistem Pemantauan dan Pengendalian Gas

Untuk pemantauan dan pengendalian gas telah sesuai dengan


Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.

Pasal 21 : ”Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau


kegiatan yang mengeluarkan emisi dan/ atau gangguan ke udara
ambient wajib:

i. Mentaati baku mutu udara ambient, baku mutu udara emisi,


dan baku tingkat gangguan yang ditetapkan untuk usaha
dan/atau kegiatan yang dilakukannya, melakukan
pencegahan dan/atau penanggulangan penanggulangan
pencemaran udara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau
kegiatan yang dilakukannya.
ii. Memberikan informasi yang benar dan akurat kepada
masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran
dalam lingkup usaha dan/atau kegiatannya.

Pasal 30 ayat 1 : “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau


kegiatan dari sumber tidak bergerak yang mengeluarkan emisi wajib
mentaati ketentuan baku mutu udara ambient, baku mutu emisi dan
baku tingkat gangguan.

2.6.2 Pemantauan dan Penelitian Komponen Air

42
Pemantauan dan penelitian komponen air berdasarkan PP No.82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air Presiden RI.

2.6.3 Pemantauan dan Penelitian Lingkungan Kerja

a. Tekanan Panas

Untuk tekanan panas dilakukan pemantauan secara rutin


dengan standard yang disesuaikan dengan Kepmenaker tentang
NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja pasal 2 yaitu NAB iklim kerja
menggunakan parameter ISBB.

b. Kebisingan

Untuk pemantauan kebisingan berdasarkan KepmenLH No.


48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan Pasal 6 ayat 1 yaitu:

i. Mentaati baku mutu kebisingan yang telah


dipersyaratkan.

ii. Memasang alat pencegahan terjadinya kebisingan.

iii. Menyampaikan laporan hasil pemantauan tingkat


kebisingan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada
Gubernur, Menteri, instansi yang bertanggung jawab
dibidang pengendalian dampak lingkungan dan instansi
teknis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan serta
instansi lain yang dipandang perlu.

c. Penerangan

Untuk penerangan dilakukan pemantauan secara rutin


dengan NAB disesuaikan dengan Peraturan Menteri Perburuhan
No.7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta
Penerangan di Tempat Kerja khususnya pada pasal 14.

43
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan, bahwa K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
wajib dilakukan di setiap Industri-Industri khususnya industri baja seperti PT.
Krakatau Steel, yang merupakan Industri Baja yang tingkat resiko kecelakaan
yang tinggi. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa :

A. Usaha pengelolaan lingkungan industri di PT Krakatau Steel


salah satunya Pabrik Slab Baja telah dilakukan melalui
kegiatan pemantauan, penelitian, dan pengendalian terhadap
limbah padat, air, dan udara.
B. Aspek pelayanan kesehatan yang dilakukan di PT Krakatau
Steel merupakan tanggung jawab Hiperkes.

44
DAFTAR PUSTAKA

http://rianadigunawankampus.blogspot.com/2016/05/k3-krakatau-steel.html

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/1999/pp41-1999.pdf

https://jdih.kemnaker.go.id/data_wirata/1999-2-6.pdf

https://www.kejaksaan.go.id/upldoc/produkhkm/97uu010.pdf(1212).pdf

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_70.htm

https://www.academia.edu/11829286/PROSES_PRODUKSI_BAJA_DI_PT.KRA
KATAU_STEEL

https://bramcreate.wordpress.com/2013/02/27/slab-steel-plant/

https://jieak20.wordpress.com/2016/05/01/k3-pt-krakatau-steel/

Rudi Suardi, 2005. Panduan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja Berdasarkan OHSAS 18001 dan Permenaker 05/Men/19996.
Jakarta: PPM PRESS.

Tarwaka dkk, 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan


Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS.

Tarwaka, 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja “Managemen dan


Implementasi K3 di Tempat Kerja”. Surakarta: HARAPAN PRESS.

45

Anda mungkin juga menyukai