Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIK INTERPROFESSIONAL EDUCATION SEBAGAI HEALTH

PROVIDER DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM

Farida Aisyah

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang memiliki kondisi geografis, geologis,


hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang
disebabkan olah faktor alam, faktor nonalam, dan faktor manusia yang berdampak
pada timbulnya korban jiwa, kerusakan alam, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.1 Tahun 2018, Indonesia mengalami berbagai bencana alam, seperti
Gempa Lebak-Banten, Longsor Brebes, Erupsi Gunung Sinabung, Gempa
Lombok, serta Gempa dan Tsunami Palu.2 Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) mencatat dalam periode 2018 terjadi 679 banjir, 473 tanah
longsor, 34 abrasi, 804 puting beliung, 129 kekeringan, 370 kebakaran hutan dan
lahan, 21 gempa bumi, 58 erupsi gunung api, 21 gempa bumi, 1 tsunami, dan 1
gempa bumi diikuti tsunami.3 Berbagai jenis bencana ini dapat menimbulkan krisis
kesehatan, seperti timbulnya masalah pangan dan gizi, masalah ketersediaan air
bersih, masalah sanitasi lingkungan, lumpuhnya pelayanan kesehatan, munculnya
kasus stres pasca trauma, meningkatnya potensi kejadian penyakit menular maupun
tidak menular, dan kelangkaan tenaga kesehatan.1,4

Gambar 1. Data BNPB jumlah korban meninggal dan luka – luka peridoe 20183

1
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, bahwa penyelanggaraan penanggulangan
bencana adalah serangakaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.5 Penanggulangan masalah kesehatan dalam
kondisi bencana ditunjukan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan
bagi korban akibat bencana dan pengungsi sesuai standar minimal.6 Untuk
meminimalisasi dampak dari bencana alam, health provider memegang peran yang
signifikan.7 Segala upaya health provider yang dilaksanakan dalam rangka
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan berkaitan
dengan bencana yang dilakukan pada sebelum, pada saat, dan setelah bencana yang
dirancang untuk memberikan kerangka kerja bagi orang per orang atau komunitas
yang berisiko terkena bencana untuk menghindari, mengendalikan risiko,
mengurangi, menaggulangi, dan memulihkan diri dari dampak bencana. 8

Health provider terdiri atas konsultan, dokter, dokter spesialis, fisioterapis,


bidan, perawat, apoteker, psikolog, dan kesehatan masyarakat.9,10 Masing – masing
health provider harus memiliki pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya masing
– masing dan kemampuan bekerja secara cepat, akurat, dan baik secara tim. 7 Selain
health provider sebagai sumber daya manusia kesehatan, mereka juga memerlukan
manajemen bencana yang baik, termasuk kegiatan – kegiatan sebelum bencana dan
setelah bencana.11 Kondisi bencana yang mengharuskan segala elemen masyarakat
bergerak cepat, terutama health provider, mengharuskan setiap profesi health
provider harus fokus terhadap pasien atau patient center care. Dalam patient center
care, pasien merupakan pemegang keputusan atas setiap pemeriksaan atau tindakan
medis yang nantinya akan diberikan kepada mereka. Apabila terdapat kasus, di
mana pasien tidak sadar atau hal lainnya, keluarga dapat menjadi perwakilan dari
pasien dalam pengambilan keputusan.7 Segala tindakan yang dilakukan health
provider berfokus pada pemulihan pasien, namun health provider tidak hanya
terdiri dari satu profesi saja, melainkan berbagai macam profesi dalam satu bidang
kesehatan, maka diperlukan kolaborasi health provider agar pemulihan pasien
dapat dilaksanakan secara efesien. Kolaborasi masing-masing health provider

2
dilaksanakan berdasarkan interprofessional education. Interprofessional education
terjadi saat dua atau lebih profesi belajar bersama untuk meningkatkan kolaborasi
dan kualitas pelayanan.12 Kolaborasi antar profesi didefinisikan sebagai suatu
proses yang mencakup komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesinergisan
kemampuan serta pengetahuan masing – masing profesi secara tim.13

Berdasarkan letak Indonesia yang rawan bencana alam dan pentingnya


kolaborasi antar health provider untuk meminimalisasi dampak dari bencana alam,
maka penulis memiliki gagasan untuk menerapkan praktik interprofessional
education sebagai health provider dalam rangka penanggulangan bencana alam.

Interprofessional Education

Interprofessional education dapat didefnisikan sebagai kegiatan belajar


bersama yang dilakukan dua atau lebih profesi dengan maksud memperkuat praktik
kolaborasi.14 Menurut WHO, interprofessional education dapat didefinisikan
sebagai pengalaman yang terjadi ketika siswa dari dua atau lebih profesi belajar
tentang, dari, dan dengan satu sama lain sebagai kesempatan dimana dua atau lebih
profesi belajar.15 Definisi interprofessional education sangat beragam, oleh karena
itu terdapat beberapa aspek yang harus ada di dalam pelaksanaan dan definisi dari
interprofessional education, yaitu: 1) Keterlibatan secara aktif oleh dua atau lebih
health provider dalam rangka manajemen pasien; 2) Proses bersosialisasi dan
belajar berdasarkan praktik; 3) Proses di mana siswa belajar dengan, dari, dan
tentang satu sama lain, baik di dalam mau pun lintas disiplin ilmu; 4) andragogical
(nonhierarchical and de-centered); 5) Proses berbagi ilmu dan nilai; 6) Kolaborasi
dalam patient centered care dengan tujuan pengoptimalan kesehatan pasien.16
Tujuan dari interprofessional education adalah mempelajari bagaimana peran
masing-masing profesi dalam suatu tim interprofessional dan untuk menambah
pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam praktik kerja di masa depan yang pada
akhirnya nanti menyediakan layanan kesehatan kepada pasien sebagai bagian dari
sebuah tim interprofessional yang kolaboratif.17,18 Secara garis besar,
interprofessional education diharapkan meningkatkan interprofessional

3
collaboration di mana nantinya interprofessional collaboration akan meningkatkan
kualitas kesehatan.18

Health Provider

Health provider atau health practitioner didefinisikan sebagai individu atau


sekelompok orang yang menyediakan layanan perawatan kesehatan.19 Health
provider terdiri atas beberapa jenis, yaitu: 1) Primary Care, seseorang yang
umumnya ditemui pertama kali oleh pasien untuk checkups and masalah kesehatan;
2) Nursing Care; 3) Drug Therapy, merupakan apoteker yang sudah berlisensi dan
lulus jenjang pendidikan minimal yang ditentukan; 4) Specialty Care, primary care
provider dapat merujuk pasien ke health provider yang lebih professional, yaitu
specialty care, dalam berbagai spesialisasi apabila diperlukan.20 Health provider
terdiri atas dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, asisten dokter, osteopati,
podiatris, chiropractor, apoteker, nutritionist, psikolog klinis, perawat, perawat
neonatal yang sudah bersertifikat, bidan, physical therapy, physician assistant,
occupational theraphy, paramedis, dan pekerja sosial klinis yang sudah diberi
kewenangan.16,20,21,22

Gambar 2. Istilah operasional berkaitan interprofessional education16

4
Penanggulangan Bencana

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007


tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana
adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.5 Penanggulangan bencana selalu berkembang dari waktu ke waktu dan
satu tempat dengan lainnya berbeda cara menanggulanginya, bencana menjadi
urusan bersama dengan pemerintah menjadi penanggung jawab utama. 23 Salah satu
prinsip penanggulangan bencana adalah koordinasi dan keterpaduan, koordinasi
diartikan sebagai penanggulangan bencana berdasarkan pada koordinasi yang baik
serta saling mendukung dan keterpaduan diartikan sebagai penanggulangan
bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja
sama yang baik dan mendukung.24

Health provider mempunyai kewajiban dalam menangani pasien akibat


bencana alam.7 Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi health provider
yang tergabung dalam suatu Tim Penanggungalan Krisis yang meliputi: 1) Tim
Reaksi Cepat; 2) Tim Penilaian Cepat (Tim Rapid Health Assessment); 3) Tim
Bantuan Kesehatan. Tim Reaksi Cepat merupakan tim yang diharapkan segera
bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah ada informasi kejadian bencana, tim ini
terdiri dari: 1 sanitarian, 1 petugas komunikasi, dan pelayanan medik yang terdiri
dari: 1 dokter umum, 1 dokter spesialis bedah, 1 dokter anestesi, 2 perawat, 1 tenaga
disaster victims identification, 1 apoteker atau asisten apoteker, dan 1 sopir
ambulan. Tim Penilaian Cepat merupakan tim yang dapat diberangkatkan
bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul dalam waktu kurang dari 24
jam, tim ini terdiri dari: 1 dokter umum, 1 epidemiolog, dan 1 sanitarian. Tim
Bantuan Kesehatan merupakan tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan
setelah Tim Reaksi Cepat dan Tim Penilaian Cepat kembali dengan laporan hasil
kegiatan mereka di lapangan, tim ini terdiri dari: dokter umum, apoteker dan asisten
apoteker, perawat, bidan, sanitarian, ahli gizi, tenaga surveilans, dan entomolog.25

5
Gambar 3. Perhitungan kebutuhan health provider 25

Keterlibatan banyak pihak dalam penaggulangan bencana menghadirkan


tantangan koordinasi, kurangnya koordinasi seringkali menyebabkan bantuan
kemanusiaan tidak mencapai masyarakat yang membutuhkan. Peran masing –
masing elemen perlu dikoordinasi dan dikomunikasi, sehingga pelaksanaan
penanggulangan bencana dapat melibatkan semua elemen secara aktif dan tidak
mengakibatkan overlapping peran.26 Komunikasi membantu para health provider
dalam praktik kolaborasi untuk bekerja sama memulai suatu kolaborasi
interprofessional yang efektif.27 Koordinasi dalam penyebaran heath provider
dengan peran dan fungsi tertentu selama periode krisis adalah komponen penting
dari rencana kesiapsiagaan darurat.28

Interprofessional education merupakan langkah penting dalam


mempersiapkan health provider bekerja secara kolaboratif untuk mengantisipasi
berbagai dampak akibat bencana alam agar kesembuhan pasien menjadi lebih baik. 7
Interprofessioanl education memiliki model pembelajaran berbasis tim yang
mengarah pada peluang bagi health provider untuk membangun hubungan dengan
pasien, keluarga pasien, dan health provider lainnya.29 Dalam kondisi bencana
alam, di mana pasien adalah fokus utama, kerja tim yang efektif merupakan
kompetensi penting dalam interprofessional education. Kinerja tim yang tidak
efektif dapat mengakibatkan penangangan pasien yang tidak optimal, untuk itu
perlu diterapkan praktik kolaboratif oleh health provider dalam menangani kondisi
darurat agar menghasilkan kesembuhan pasien yang lebih baik, hal ini juga
dipengaruhi pengetahuan dan keterampilan yang memadai sesuai peran masing-
masing profesi oleh setiap profesi didalam tim serta keterampilan komunikasi yang

6
baik. Interprofessional education merupakan subjek yang penting dalam
mempersiapkan lulusan profesi kesehatan untuk melakukan interprofessional
collaboration dengan tujuan menyelesaikan masalah kesehatan atau penyakit yang
disebabkan oleh bencana alam. Setiap health provider, selain perlu memiliki
keterampilan dan kemampuan komunikasi, mereka perlu menggembangkan
semangat saling menghormati, kepercayaan, dan kerja kolaboratif dalam upaya
sinergis untuk mengambil tindakan yang cepat, akurat, dan tepat sehingga
kesehatan pasien korban bencana dapat tercapai.7

Simpulan dan Saran

. Penanggulangan bencana melibatkan banyak pihak dari berbagai macam


profesi, khususnya dari latar belakang kesehatan. Interprofessional education dapat
diterapkan oleh para health provider dalam penanggulangan bencana karena
interprofessional education mengatur bagaimana masing-masing profesi bekerja
sesuai dengan peran dan fungsinya, sehingga tidak terjadi overlapping peran dan
kesehatan pasien akibat bencana dapat optimal.

7
Daftar Pustaka

1. Mudjiharto, Lucky T., Els M., Yus R., Muhammad I. S. H., Indro M., Edy S.,
et al (2011). Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat
Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
2. Putri Rahayu (2018). 5 Bencana Alam Indonesia yang Menyita Perhatian
Publik di Tahun 2018. https://www.idntimes.com/news/indonesia/putri-
rahayu-2/5-bencana-alam-indonesia-2018-c1c2/full -diakses Januari 2019
3. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2018). Bencana Alam di
Indonesia Tahun 2018 s/d 2018. http://bnpb.cloud/dibi/grafik1a -diakses
Januari 2019
4. Widayatun dan Zainal Fatoni. Permasalahan Kesehatan dalam Kondisi
Bencana: Peran Petugas Kesehatan dan Partisipasi Masyarakat. Jurnal
Kependudukan Indonesia. 2013; 8(1): 37-52.
5. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara RI Tahun 2007, No. 66. Jakarta.
6. Meutia Faradilla. Peran Tenaga Kefarmasian dalam Penanggulangan
Bencana. Pharmaceutical Sciences and Research. 2018; 5(1): 14-18.
7. Wiwik Kusumawati. Natural Disaster and Interprofessional Education.
Pharmaҫiana. 2015; 5(1): 93-100.
8. Nizwardi Azkha. Peranan Petugas Kesehatan dalam Penanggulangan
Bencana. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2009; 4(1). doi:
10.24893/jkma.4.1.1-4.2009.
9. Dwiky Wijaya (2018). Interprofessional Education dan Interprofessional
Collaboration.
https://www.scribd.com/document/391560459/Interprofessional-Education-
Dan-Interprofessional-Collaboration#logout -diakses Januari 2019
10. Ova E., Rossi S., Adi H. S., Wahyudi I., Yayi S. P., Fatwasari T. D., Mariyono
S., et al (2014). Buku Acuan Umum CFHC-IPE. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

8
11. Steviyanti Tatuil., Chreisye K. F. Mandagi, Sulaemana Engkeng. Kajian
Peran Tenaga Kesehatan dalam Kesiapsiagaan Bencana Banjir di Wilayah
Kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado. Ejournalhealth. 2017; 9(3).
12. Health Professions Networks Nursing and Midwifery Human Resources for
Health (2010). Framework for Action on Interprofessional Education and
Collaborative Practice. World Health Organization.
13. Diane R. Bridges, Richard A. Davidson, Peggy Soule Odegard, Ian V. Maki,
John Tomkowiak. Interprofessional Collaboration: Three Best Practice
Models of Interprofessional Education. Medical Education Online. 2011;
16(1): 6035.
14. Charles Engel dan Lonica Vanclay (1997). Towards Audit and Outcome
Evaluation of Interprofessional Education for Collaboration in Primary
Health Care. The UK Centre For The Advancement of Interprofessional
Education.
15. Shauna M. Buring, Alok Bhushan, Amy Broeseker, Susan Conway, Wendy
Duncan-Hewitt, Laura Hansen, Saran Westberg. Interprofessional Education:
Definition, Student Competencies, and Guidelines for Implementation.
American Journal of Pharmaceutical Education. 2009; 73(4): Article 59.
16. Maria Olenick, Lois R. Allen, Raymon A. Smego Jr. Interprofessional
Education: A Concept Analysis. Dove Press Journal: Advances in Medical
Education and Practice. 2010; 1: 75-84.
17. Cahya Saraswati. Penerapan Kurikulum Interprofessional Education (IPE)
Sebagai Dasar Awal Terbentuknya Interprofessional Collaboration di
Indonesia. Universitas Udayana.
18. Hugh Barr, Marion Helme, Lynda D’Avray (2011). Developing
Interprofessional Education in Health and Social Care Courses in the United
Kingdom A Progress Report. Health Sciences and Practice Subject Centre
Higher Education Academy.
19. Wharton High School (2013). Health Care Provider.
http://kwhs.wharton.upenn.edu/term/health-care-provider/ -diakses Februari
2019

9
20. Linda J. Vorvick (2018). Types of Health Care Providers.
https://medlineplus.gov/ency/article/001933.htm -diakses Februari 2019
21. Berkeley Human Resources. Who is Considered a Health Care
Provider/Practitioner. https://hr.berkeley.edu/node/3777 -diakses Februari
2019
22. Centra Care Health. Definitions of Health Care Provider Credentials.
https://www.centracare.com/providers/definitions-of-health-care-provider-
credentials/ -diakses Februari 2019
23. Sutopo P. Nugroho (2016). Manajemen Bencana di Indonesia. Badan
Nasional Penanggulangan Bencana
24. Gubernur Sumatera Barat. 2007. Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun
2007, No.5. Padang.
25. Rizanda Machmud. Peran Petugas Kesehatan dalam Penanggulangan
Bencana Alam. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2008; 3(1): 28-34.
26. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2014). Rencana Nasional
Penanggulangan Bencana 2015-2019. Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.
27. American Association of Colleges of Nursing, American Association of
Colleges of Osteopathic Medicine, American Association of Colleges of
Pharmacy, American Dental Education Association, Association of American
Medical Colleges, Association of Schools of Public Health (2011). Core
Competencies for Interprofessional Collaborative Practice. Interprofessional
Education Collaborative Expert Panel.
28. Lincoln Chen, David Evans, Tim Evans, Ratu Sadana, Barbara Stilwet,
Phyllida travis, Wim V. Lerberghe, et al (2006). Working Together for
Health. World Health Organization.
29. NLN Board of Governors (2015). Interprofessional Collaboration in
Education and Practice. NLN Vision Series.

10

Anda mungkin juga menyukai