Anda di halaman 1dari 6

Penanggulangan bencana pada kelompok ibu hamil

I. Prinsip penaganan bencana pada ibu hamil

Undang undang no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mengartikan bencana


sebagai suatu peristiwa luar biasa yang mengganggu dan mengancam kehidupan dan
penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam, ataupun manusia, ataupun keduanya. Untuk
menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat bencana dibutuhkan dukungan berbagai pihak
termasuk keterlibatan perawat yang merupakan petugas kesehatan yang jumlahnya terbanyak
di dunia dan salah satu petugas kesehatan yang berada di lini terdepan saat bencana terjadi
(powers&daily, 2010). Peran perawat dapat dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan),
tanggap darurat bencana dalam fase prehospital dan hospital, hingga tahap recovery.

Terdapat individua tau kelompok kelompok tertentu dalam masyarkat yang lebih rentan
terhadap efek lanjut dari kejadian bencana yang memerlukan perhatian dan penanganan
khususu untuk mencegah kondisi yang lebih buruk pasca bencana. Kelompok kelompok ini
diantaranya : anak anak, perempuan, terutama ibu hamil dan menyusui, lansia, individu
individu yang menderita penyakit kronik dan kecacatan. Identifikasi dan pemetaan kelompok
beresiko melalui pengumpulan informasi dan data demografi akan mempermudah perencanaan
tindakan kesiapsiagaan dalam menghadapi kejadian bencana di masyarakat (
Morrow,1999,powers&daily,2010,WHO&ICN,2009)

II. Tindakan yang sesuai untuk kelompok ibu hamil dan menyusui
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada berbagai macam kondisi kita harus cepat dan
bertindak tepat di tempat bencana, petugas harus ingat bahwa dalam merawat ibu hamil adalah
sama halnya dengan menolong janinnya sehingga meningkatkan kondisi fisik dan dan mental
wanita hamil dapat melindungi dua kehidupan, ibu hamil dan janinnya.
Perubahan fisiologi pada ibu hamil, seperti peningkatan sirkulasi darah, peningkatan
kebutuhan oksigen, dan lain lain sehingga lebih rentan saat bencana dan setelah bencana (
Farida, ida, 2013)
Menurut ida farida (2013) hal hal yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan ibu hamil
a. meningkatkan kebutuhan oksigen
peneyebab kematian janin adlah kematian ibu. Tubuh ibu hamil yang mengalami keadaan
bahaya secara fisik berfungsi untuk mrmbantu menyelamatkan nyawanya sendiri daripada
nyawa si janin dengan mengurangi volume perdarahan pada uterus
b. persiapan melahirkan yang aman
dalam situasi bencana, petugas harus mendapatkan informasi yang jelas dan terpercaya
dalam menentukan tempat melahirkan adalah keamanannya. Hal yang perlu dipersiapkan
adalah air bersih, alat alat yang bersih dan steril dan obat obatan, yang perlu diperhatikan
adalah vakuasi ibu ke tempat perawatan selanjutnya yang lebih memadai
Pra Bencana
a. melibatkan perempuan dalam penyusunan perencanaan penanganan bencana
b. mengidentifikasi ibu hamil dan ibu menysui sebagai kelompok rentan
c. membuat disaster plans di rumah yang disosialisasikan kepada seluruh anggota
keluarga

Saat bencana

a. melakukan usaha/bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan resiko kerentanan


bumil dan busui, misalnya :
1) meminimalkan goncangan pada saat melakukan mobilisasi dan transportasi Karena
dapat merangsang kontraksi pada ibu hamil.
2) Tidak memisahkan bayi dan ibunya saat proses evakuasi
b. Petugas bencana harus memiliki kapassitass untuk menolong korban bumil dan busui

Pasca bencana

a. Dukung ibu ibu menyusui dengan nutrisi adequate, cairab dan emosional
b. Melibatkan petugas petugas kesehatan reproduktif di rumah penampungan korban
bencana untuk menyediakan jasa konseling dan pemeriksaan kesehatan untuk ibu hamil
dan menyusui
c. Melibatkan petugas petugas konseling untuk mencegah, mengidentifikasi, mengurangi
resiko kejadian depresi pasca bencana
III. Pemberian makan pada kelompok rentan dalam situasi darurat
Salah satu permasalahan yang sampai saat ini masih dihadapi dalam upaya penanggulangan
bencana terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat dan korban bencana
adalah kebutuhan pangan, khususnya yang terkait dengan pemenuhan nilai gizi yang
memenuhi standar minimal terutama pada kelompok rentan. Dalam penanganan gizi pada
situasi darurat, respons untuk mencegah dan memperbaiki kekurangan gizi memerlukan
pencapaian standar-standar minimum tidak hanya dari sisi makanan saja namum juga
termasuk pelayanan kesehatan, pasokan air dan sanitasi, hingga hunian dan penampungan
Pada dasarnya tujuan pemberian pangan dalam situasi darurat adalah:
1) Bertahan hidup
2) Mempertahankan/memperbaiki status gizi, utamanya pada kelompok rentan
3) Menyelamatkan aset produksi
4) Menghindari migrasi missal
5) Menjamin tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup unuk seluruh penduduk.
6) Mendorong rehabilitasi keadaan secara swadaya masyarakat
7) Mengurangi kerusakan sistem produksi pangan dan pemasarannya
IV prinsip pemberian makan pada ibu hamil dan menyusui
Risiko yang terkait dengan tidak memadainya asupan gizi pada ibu hamil dan menyusui mencakup
komplikasi kehamilan, kematian ibu, kelahiran bayi dengan berat badan kurang, dan pemberian
ASI yang tidak lengkap. Dengan demikian angka-angka yang dimunculkan dalam perencanaan
untuk pemberian jatah umum harus mempertimbangkan kebutuhan tambahan bagi ibu hamil dan
menyusui. Ibu hamil dan menyusui harus mendapatkan suplemen zat besi setiap hari. Disamping
itu para ibu yang baru melahirkan juga perlu dipastikan telah mendapat kapsul vitamin A sesuai
program yang sudah berjalan.
Jadi, prinsip yang harus terpenuhi pada pemberian makan bagi ibu hamil dan
menyusui dalam situasi darurat adalah:
1. Ibu hamil mendapatkan tambahan sejumlah 285 kkal/hari
2. Ibu menyusui ++ 500 kkal/hari
3. Pemberian mikronutrient sesuai keadaan kehamilan
4. Minimal 2.100 kalori terpenuhi
IV. Sumber daya yang tersedia di lingkungan untuk kebutuhan kelompok beresiko ( rentan)
Untuk mengurangi dampak yang lebih berat akibat bencana terhadap kelompok kelompok
beresiko saat bencana baik itu dampak jangka pendek maupun jangka panjang, maka
petugas kesehatan terlibat dalam penanganan bencana perlu mengidentifikasikan sumber
daya apa yang tersedia di lingkungan yang dapat digunakan saat bencana terjadi,
diantaranya (enarson, 2000, federal emergency management agency (FEMA),2010,
Powers&daily,2010, Veenema 2007) :
a. Terbentuknya desa siaga dan oorganisasi kemasyarakatan yang terus mensosialisasikan
kesiapsiagaan terhadap bencana terutama untuk area yang rentan terhadaap kejadian
bencana
b. Kesiapan rumah sakit atau fasilitas kesehatan menerima korban bencana dari kelompok
beresiko baik itu dari segi fasilitass maupun ketenagaan seperti : berapa jumlah
incubator, untuk bayi baru lahir, tempat tidur untuk pasien anak, ventilator anak,
fasilitas persalinan, fasilitas perawatan pasien dengan penyakit kronik
c. Adanya symbol symbol atau Bahasa yang bisa dimengerrti oleh individu individu
dengan kecacatan tentang peringatan bencana, jalur evakuasi, lokasi pengungsian dll
d. Adanya system support berupa konseling dari ahli ahli voluntir yang khusus menangani
kelompok beresiko untuk mencegah dan mengidentifikasi dini kondisi depresi pasca
bencana pada kelompok tersebut sehingga intervensi yang sesuai dapat diberikan untuk
merawat mereka
e. Adanya agensi agensi baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah (NGO) yang
membantu korban bencana pada kelompok beresiko sepeerti : agensi perlindungan
anak dan perempuan, agency pelacakan keluarga korban bencana (tracking center), dll
Adanya website atau homepage bencana dan publikasi penelitian yang berisi informasi
informasi tentang bagaimana perencanaan kegawatdaruratan dan bencana pada
kelompok kelompok dengan kebutuhan khusus dan beresiko
V. Lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan kelompok beresiko
Setelah kejadian bencana, adalah penting sesegera mungkin untuk menciptakan
lingkunganyang kondusif yang memungkinkan kelompok beresiko untuk berfungsi secara
mandiri sebagaimana sebelum kejadian bencana, diantaranya (enarson, 2014, klynman et
al, 2007, powers & daily, 2010, veenema, 2007 )
a. Menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan ibu hamil dan menyusui untuk
terus memberikan asi kepada anaknya dengan cara memberikan dkungan moril,
menyediakan konsultasi laktasu dan pencegahan depresi
b. Membantu anak kembali melakukan aktivitas aktivitas regular sebagaimana sebelum
kjadian bencana seperti : penjagaan kebersihan diri, belajar/sekolah, dan bermain
c. Melibatkan lansia dlam aktivitas aktivitaas sosiao dan program lintas generasi misalnay
denganremaja dan anak anakuntuk mengurangi resiko isolasi social dan depresi
d. Menyediakan informasi dan lingkungan yang kondusif untuk indiividu denga
keterbatasan fisik, misalnya area vakuasi yang dapat diakses oleh mereka
e. Adanya fasilitas fasilitas perawatan untuk korban bencana dengan penyakit dan infeksi
Daftar pustaka
Enarson, E (2000). Infocus Programme on crisis response and reconstruction Working Paper I :
Gender and Natural disaster, Geneva : Recovery and Reconstruction Department
Farida, Ida, 2013. Manajemen Penanggulangan Bencana Kegiatan Belajar I : Keperawatan
Bencana pada Ibu dan Bayi. Jakarta : Badan penegmbangan dan pemberdayaan sember
daya manusia, pusat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
Farida, Ida, 2013. Manajemen Penanggulangan Bencana Kegiatan Belajar II : Keperawatan
Bencana pada anak. Jakarta : Badan pengembangan dan pemberdayaan sember daya
manusia, pusat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
Indriyani,S.2014 Bias gender dalam penanganan bencana
Iskandar Husein, perlindungan terhadap kelompok rentan (wanita, anak, minoritas, suku
terasing,dll). Dalam perpekstif hak asasi manusia, makalah disajikan dalam seminar
pembangunan hokum nasional ke VIII tahun 2003, Denpasar, Bali 14-18 juli 2003
Klynman,Y,Kouppari,N & Mukhier M (Eds) 2007. World disaster report 2007. Focus on
discrimination Geneva, Switzerland : international federation of red cross and Red
Crescent Societies

Anda mungkin juga menyukai