Anda di halaman 1dari 20

DISASTER MANAJEMEN

“KEPERAWATAN BENCANA PADA BAYI,BALITA DAN ANAK-ANAK”

Oleh :
Tk.II B Kelompok 4

1. Nelva Kurnia Putri


2. Novita Rahma Putri
3. Monica Asrivayani

Dosen Pembimbing : Hidayati,SKM. M.MKes

PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha penyayang
kami ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat
hidayah-Nya pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“keperawatan bencana bayi,balita dan anak-anak” ini dengan baik.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun
bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka
kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi aran dan kritik pada
kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah kami dikemudian hari.

Pariaman,  februari 2020


Penyusun

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN
a. Latar Belakang.................................................................................................. 1
b. Rumusan Masalah.............................................................................................2
c. Tujuan...............................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN
a. Keperawatan Bencana....................................................................................3
b. definisi Bayi,Balita,Anak-Anak.....................................................................4
c. Kerentanan (Bayi,Balita,Anak-Anak)............................................................3
e. dampak bencana pada Bayi,Balita,Anak-Anak..............................................6
f. Keperawatan Bencana Bayi,Balita,Anak-Anak.............................................8

BAB 3 PENUTUP
a. Kesimpulan................................................................................................36
b. Saran..........................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar belakang
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi
bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana.
Kondisi alam terseut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di
Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah
manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan
sumberdaya alam.
Bayi , balita,dan anak-anak serta Wanita hamil dan melahirkan menjadi
prioritas  untuk diselamatkan saat bencana karena membantu mereka juga
menyelamatkanmasa depan generasi muda bangasa.  Dengan kata lain,
meningkatkan kondisi fisik dan mental pada merka dalam siklus bencana dapat
melindungi kehidupan janinnya dalam berbagai hal, ini berarti menyelamatkan
generasi bangsa dari kualitas yang rendah,  atau menjaganya agar tetap
berkualitas baik . Masalah menyusui  harus  dipertimbangkan dalam
perencanaan bencana bagi wanita hamil, bersama dengan  kejadian  kekurangan
pangan dan wabah penyakit  yang disebabkan oleh kepadatan lingkungan selama
dipengungsian. Dalam bencana peristiwa Badai Katrina (2005) di Ohio Amerika
Serikat, menunjukkan bahwa seorang bidan, perawat maternitas/anak perlu lebih
sadar tentang manajemen bencana dengan memberdayakan wanita dan ibu hamil
untuk meningkatkan pengetahuan tentang bagaimana menjaga dan
menyelamatkan mereka  dan memenuhi kebutuhan khusus pada saat krisis akibat
bencana.
Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada
langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi
tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak
tertangani.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.Pedoman
Penyusun Rencana Penanggulangan Bencana.

b. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan bencana dan keperawatan bencana
2. Apakah kelompok rentan pada bayoi dan balita serta anak- anka?
3. Apakah dampak pada bencana pada kelompk rentan yaitu bayi dan anak-
anak?
4. Bagaimana keperawatan bencana pada kelompk rentan yaitu bayi dan anak-
anak?

c. Tujuan penulisan
Untuk mengetahui bagaimana proses konsep keperawatan dan perawatan
pada bayi, balita dan anak-anak.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Keperawatan Bencana
1. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu kejadian alam, buatan manusia, atau perpaduan
antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak
negatif yang dahsyat bagi kelangsungan kehidupan. Dalam kejadian tersebut,
unsur yang terkait langsung atau terpengaruh harus merespons dengan
melakukan tindakan luar biasa guna menyelesaikan sekaligus memulihkan
kondisi seperti semula atau menjadi lebih baik (Priambodo, S. Arie, 2009).
Berdasakan UU No 24 Tahun 2007 dalam Kadoatie, Robert J & Syarief,
Roestam, 2010, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Kejadian bencana seringkali saling berkaitan. Dengan kata lain, suatu
bencana dapat menjadi penyebab utama dari bencana lainnya yang potensial
terjadi dalam jangkauan wilayah tertentu. Misalnya, bencana gempa bumi dapat
berkaitan dengan gelombang pasang air laut (tsumani), tanah longsor, letusan
gunung berapi, semburan lumpur panas, atau bahkan bencana sosial (penjarahan)
pasca bencana (Priambodo, S. Arie, 2009).
2. Kategori Bencana
Secara garis besar ada tiga kategori bencana, sebagai berikut: (Priambodo, S.
Arie. 2009)
a. Bencana alam, yakni bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi
alamiah alam semesta (angina: topan, badai, putting beliung; tanah: erosi,
sedimentasi, longsor, gempa bumi; air: banjir, tsunami, kekeringa; api:
kebakaran, letusan gunung berapi).
b. Bencana sosial, yakni bencana yang disebabkan oleh ulah manusia sebagai
komponen sosial (instabilitas politik, sosial, dan ekonomi; perang;
kerusuhan massal; terror bom; kelaparan; pengungsian; dll).
c. Bencana kompleks, yakni perpaduan antara bencana sosial dana lam
sehingga dampak negatif bagi kehidupan (kebakaran; epidemi penyakit;
kerusakan ekosistem; polusi lingkungan, dll).

Tabel 1.1 Jenis bencana menurut UU No 24 Tahun 2007


No Kategori Bencana JenisBencana
1 Bencanaalam Gempabumi
Tsunami
Gunung Meletus
Banjir
Kekeringan
Angintopan
Tanah longsor
2 Bencana non-alam Gagalteknologi
Gagalmodernisasi
Epidemi&wabahpenyakit
3 Bencana social Konflik social antar kelompok dan
kominitas,teroris
Masyarakat terror
Sumber: Kadoatie, Robert J & Syarief, Roestam (2010).
3. Skala Bencana
Dalam menghadapi bencana, dibutuhkan perhitungan skala bencana,
tingkat bahaya, serta risiko yang dapat ditimbulkan. Ada kalanya tingkat bahaya
dan risiko yang ditimbulkan bercampur menjadi satu. Besar kecilnya skala
bencana tidak mudah dipastikan.

Skala Tingkat Bahaya Manusia Bangunan

A Ringan Cedera Rusakringan

B Menengah Luka parah Rusaksedang

C Berat CacatPermanen Rusakparah

D Dahsyat Meninggal dunia Hancur

Tabel 1.2 Bagan Skala Bencana


Sumber: (Priambodo, S. Arie. 2009).
4. Penyebab Bencana
Penyebab bencana dapat dibagi menjadi dua, yaitu alam dan manusia.
Secara alami bencana akan selalu terjadi dipermukaan bumi, misal tsunami,
gempa bumi, gunung meletus, jatuhnya benda-benda dari langit ke bumi (misal
meteor), tidak adanya hujan pada suatu lokasi dalam waktu yang relatif lama
sehingga menimbulkan kekeringan, atau sebaliknya curah hujan yang sangat
tinggi di suatu lokasi menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor.

Bencana oleh aktivitas manusia adalah terutama akibat eksplorasi alam


yang berlebihan, eksplorasi ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang
terus meningkat. Pertumbuhan ini mengakibatkan kebutuhan pokok dan non
pokok meningkat, kebutuhan infrastruktur meningkat Kadoatie, Robert J &
Syarief, Roestam (2010).

5. Keperawatan bencana
Aspek etik dan isu etik dalam keperawatan bencana meliputi: pencatatan
dan pelaporan penyakit, informasi kesehatan, karantina, isolasi, dan civil
commitment, vaksinasi,retment for disease (pengobatan penyakit), screening &
testing, profesional licensing(lisensi profesional), alokasi sumber daya (resource
allocation), profesional liabelity,penyedia layanan yang memadai (provision of
adequate care). menurut msehpa (modelstate emergency health power art 2002)
menjaga issu kerahasiaan data individu dalam duacara yaitu: menjagainformasi
kesehatan seseorang yang sedang diperiksa di pelayanankesehatan termasuk
dalam pelayanan emergency care; hanya pihak yang melakukanpelayanan
kesehatan dan penelitian epidemiologi atau untuk menginvestigasi penyebab
transmisi dapatakses untuk mendapatkan informasi ini.
Undang-undang lisensi keperawatan mempunyai dua pengaruh yaitu:
membatasi wilayah dimana seseorang perawat boleh praktik sesuai lisensi yang
dimiliki, dan membatasiaktivitas dimana seorang perawat boleh terlibat sesuai
bidang keahliannya.
Perbedaan utama keperawatan gawat darurat dan bencana terletak pada
keseimbangan antara “kebutuhan perawatan kesehatan dan pengobatan” dan
”sumber-sumber medis (tenaga kesehatan, obat-obatan, dan peralatan)".Perawat
sebagai bagian dari petugas kesehatan yang ikut dalam penanggulangan bencana
dapat berada di berbagai tempat seperti di rumah sakit, di pusat evakuasi, di
klinik berjalan atau di puskesmas. Di rumah sakit, perawat dapat berperan
sebagai manager,Leadershift dan Care Giver. Di pusat evakuasi peran perawat
sebagai kordinator dan
pelaksana evakuasi.
B. Definisi Bayi, Balita Dan Anak
Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam
kebutuhan zat gizi
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Sedangkan menurut definisi WHO, batasan usia anak adalah sejak anak di dalam
kandungan sampai usia 19 tahun. Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak yang
disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20
Nopember 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, Bagian 1 pasal 1, yang
dimaksud Anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali
berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa
dicapai lebih awal[ CITATION Kem143 \l 1057 ].
C. Kerentanan Bayi ,Balita Dan Anak Saat Bencana
Korban bencana adalah orang atau kelompok yang menderita atau
meninggal dunia akibat bencana (Pemerintah Republik Indonesia 2008).
Kerentanan berasal dari kata rentan yang berarti mudah terkena penyakit (Kamus
besar Bahasa Idonesia (KBBI) online.
Kelompok rentan merupakan mereka yang memiliki kebutuhan khusus
yang berisiko karena kondisi fisik, psikologis atau kesehatan. Kelompok rentan
bencana adalah bayi, anak usia dibawah lima tahun, anak-anak, ibu hamil atau
menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia. Kelompok rentan merupakan
mereka yang memiliki kebutuhan khusus yang berisiko karena kondisi fisik,
psikologis atau kesehatan. Pada kejadian bencana pertolongan diprioritaskan pada
masyarakat terkena bencana yang mengalami luka parah dan kelompok rentan
berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial
(Pemerintah Republik Indonesia 2008).
Bayi dan anak dibawah lima tahun terutama rentan dalam keadaan
bencana dikarenakan kondisi fisik, psikologis dan kesehatan mereka sangat
tergantung pada orang tuanya (orang dewasa). Anak mengalami dampak lebih berat
dari pada orang dewasa pada saat bencana. Mereka sangat terpengaruh oleh
peristiwa traumatis yang dialami (menyaksikan kematian, terpisah dari orang tua,
sebatang kara), juga merasakan dampak peristiwa yang dialami orang tuanya, hal
ini diakibatkan orang tua yang mengalami trauma akibat bencana seringkali
berkurang kemampuannya untuk mendukung dan melindungi anak secara
emosional, gangguan parah yang dialami orang tua seperti tindak kekerasan
menjadi trauma baru bagi anak serta anak belum memiliki kemampuan untuk
mengekspresikan apa yang mereka rasakan.
1. Kerentanan Psikologis
Menurut Rhodes et al. (2010) terpisah dari keluarga pada saat terjadi dan
sesudah bencana, kehilangan orangtua ataupun orang yang disayangi, tinggal
dalam lingkungan asing, menimbulkan gangguan psikis yang tanda-tandanya
perilaku ngompol, gigit jempol, mimpi buruk, kelekatan, mudah marah,
tempertantrum, perilaku agresive hiperaktif, ”baby talk” muncul kembali
ataupun semakin meningkat intensitasnya, reaksi ketakutan dan kecemasan,
keluhan somatis, gangguan tidur, masalah dengan prestasi sekolah, menarik diri
dari pertemanan, apatis, enggan bermain, PTSD, dan sering bertengkar dengan
saudara, berkurangnya ketertarikan dalam aktifitas sosial dan sekolah, anak
menjadi pemberontak, gangguan makan, gangguan tidur, kurang konsentrasi,
dan mengalami PTSD dan dalam resiko yang besar terkena penyalahgunaan
alkohol ataupun prostitusi.
2. Kerentanan Fisik
Jenis bencana memengaruhi kerentanan fisik anak, misalnya bayi di
amerika pada bencana badai Katrina banyak yang meninggal karena suhu yang
terlalu panas, sedangkan di beberapa tempat di Rusia, banyak remaja yang
meninggal karena kedinginan Anak yang tinggal dalam lokasi yang rawan
bencana berpotensi tinggi untuk meninggal ataupun menjadi cacat, misalnya
akibat terkena tsunami, atau terperangkap dalam reruntuhan tembok sekolah.
Selain kematian dan cacat yang diakibatkan oleh bencana, anak yang tinggal
dalam lokasi pengungsian ataupun darurat, sangat rentan terhadap berbagai
penyakti epidemic seperti diare, malnutrisi, penyakit pernapasan, dan penyakit
kulit. Akses air bersih dan sanitasi yang kurang membuat bayi sangat mudah
terkena diare. Deteksi dini bisa dilakukan dengan mengadakan pengamatan
terhadap perubahan kondisi kesehatan anak. Kesehatan reproduksi anak
perempuan juga suatu hal yang perlu dicermati. Usia yang secara biologis mulai
matang membutuhkan piranti tersendiri utnuk bisa hidup secara sehat. Faktor
sosial juga menimbulkan kerentanan fisik pada anak. Dalam keadaan stress
orang tua ataupun lingkungan lebih mudah mengekspresikan emosinya pada
individu yang lebih lemah, dalam hal ini anak. Banyak ditemui di kamp
pengungsian bahwa anak diperlakukan sebagai subyek kekerasan yang
dilakukan oleh orangtuanya. Luka-luka di bagian tubuh maupun perilaku
menarik diri menjadi tanda penting adanya kemungkinan kekerasan fisik pada
anak.
3. Kerentanan Pendidikan
Banyak akses pendidikan yang hilang akibat bencana. Selain
infrastruktur pendidikan yang hancur, banyak guru ataupun tenaga pendidik
yang mengungsi, akibatnya pendidikan tidak bisa berjalan. Anak terpaksa tidak
sekolah dalam jangka waktu tertentu ataupun malah berhenti. Meskipun
diadakan sekolah darurat, dan juga kampanye untuk kembali bersekolah, banyak
orangtua yang masih enggan mendaftarkan anaknya untuk bersekolah di sekolah
relokasi karena mereka belum tahu kepastian tempat tinggal mereka. Pada
masyarakat dengan kultur budaya patriarki yang kuat dimana anak perempuan
lebih diarahkan untuk mengerjakan pekerjaan domestic, angka putus sekolah
untuk anak perempuan lebih tinggi. Angka putus sekolah yang tinggi menjadi
tanda rentannya intervensi pendidikan anak paska bencana.
Perlindungan khusus bagi bayi,balita dan anak sebagai korban bencana
dilaksanakan melalui pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan,
sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan rekreasi, jaminan
keamanan dan persamaan perlakuan (Pemerintah Republik Indonesia 2002).
Kerentanan Kerentanan Kerentanan
Psikologis Fisik Pendidikan
 Ancaman  Hidup  Rusaknya bangunan
 Keluarga terpisah dalamkomunitas sekolah
 Kematian orangtua miskin  Guru dan siswa yang
 Kehilangan materi  Bersekolah di mengungsi
 Kerusakan rumah sekolah dibawah  Kehilangan catatan
atau sekolah standar keslamatan penting
 Ekspose langsung bangunan  Tertundanya masuk
oleh media  Kehilangan sekolah
 Minimnya persiapan orangtua  Perubahan sekolah
tanggap bencana  Keluarga terpisah  Lingkungan sekolah
 Stress orangtua  Stress orangtua yangtidak ramah
 Rendahnya  Lingkungan shelter  Prestasi rendah
dukungan sosial yang tidak sehat  Kehilangan orangtua
 Adanya stressor  Permintaan
tambahan pekerrjaan yang
 Ketrampilan meningkat
“coping” randah
 
 Kurangya dukungan
“coping”
 Pengungsian

D. Dampak Bencana Pada Bayi Dan balita dan anak-anak


1. Dampak Fisik
Bayi dan balita tidak saja secara emosi rentan pada efek bencana, mereka
juga secara fisik sangat lemah terhadap dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Lebih dari 18,000 anak meninggal pada gempa di pakistan(International
Federation of Red Cross and Red Crescent Societies 2007), dan tsunami 2004 di
samudra Hindia menyebabkan 60.000 anak meninggal(Oxfam International
2005). Jenis bencana juga mempengaruhi kerentanan fisik anak. Misalnya bayi
di amerika pada bencana badai Katrina banyak yang meninggal karena suhu
yang terlalu panas, sedangkan di beberapa tempat di Rusia, banyak remaja yang
meninggal karena kedinginan Anak yang tinggal dalam lokasi yang rawan
bencana berpotensi tinggi untuk meninggal ataupun menjadi cacat, misalnya
akibat terkena tsunami, atau terperangkap dalam reruntuhan tembok sekolah.
Selain kematian dan cacat yang diakibatkan oleh bencana, anak yang
tinggal dalam lokasi pengungsia ataupun darurat, sangat rentan terhadap
berbagai penyakti epidemic seperti diare, malnutrisi, penyakit pernapasan, dan
penyakit kulit. Akses air bersih dansanitasi yang kurang membuat bayi sangat
mudah terkena diare. Deteksi dini bisa dilakukan dengan mengadakan
pengamatan terhadap perubahan kondisi kesehatan anak. Kesehatan reproduksi
anak perempuan juga suatu hal yang perlu dicermati. Usia yang secara biologis
mulai matang membutuhkan piranti tersendiri utnuk bisa hidup secara sehat.
Faktor sosial juga menimbulkan kerentanan fisik pada anak. Dalam
keadaan stress orang tua ataupun lingkungan lebih mudah mengekspresikan
emosinya pada individu yang lebih lemah, dalam hal ini anak. Banyak ditemui di
kamp pengungsian bahwa anak dieprlakukan sebagai subyek kekerasan yang
dilakukan oleh orangtuanya. Luka-luka di bagian tubuh maupun perilaku
menarik diri menjadi tanda penting adanya kemungkinan kekerasan fisik pada
anak.
2. Dampak Psikologis

Untuk bayi,balita dan anak- anak bencana bisa sangat menakutkan, fisik
mereka yang tidak sekuat orang dewasa membuat mereka lebih rentan tehadap
ancaman bencana. Rasa aman utama anak-anak adalah orang dewasa disekitar
mereka (orang tua dan guru) serta keteraturan jadwal. Oleh karena itu anak-anak
juga sangat terpengaruh oleh reaksi orang tua mereka dan orang dewasa lainya.
Jika orangtua dan guru mereka bereaksi dengan panik, anak akan semakin
ketakutan.Dan seperti orang dewasa, anak mengalami perasaan yang tidak
berdaya dan tidak dapat mengontrol stres yang ditimbulkan oleh bencana. Tapi
tidak seperti orang dewasa, anak mempunyai pengalaman yang sedikit untuk
membantu mereka meletakkan situasi mereka saat ini ke dalam suatu perspetif.
Children sense the anxiety and tension in adults around them. Setiap anak
mempunyai respon yang berbeda terhadap bencana, tergantung pada pemahaman
dan pengertian mereka, tetapi sangatlah mudah melihat bahwa peristiwa seperti
ini dapat menciptakan kecemasan yang luar biasa pada balita.
Terpisah dari keluarga pada saat terjadi dan sesudah bencana, kehilangan
orangtua ataupun orang yang disayangi, tinggal dalam lingkungan asing,
menimbulkan gangguan psikis yang tanda-tandanya dapat dikenali dari uraian di
bawah ini.
a. Kerentanan psikologis pada anak bayi
Tanda-tanda anak pra sekolah (0 - 4 tahun) mengalami gangguan psikis
adalah adanya perilaku menangis sepanjang waktu dan sentitif terhadap
rangsanagn apapun.
b. Kerentanan Psikologis Pada Anak Pra sekolah
Tanda-tanda anak pra sekolah (1 - 3 tahun) mengalami gangguan psikis
adalah adanya perilaku menangis sepanjang waktu ,mengompol, gigit jempol,
mimpi buruk, kelekatan, mudah marah, temper tantrum, perilaku agresive
hiperaktif, ”baby talk” muncul kembali ataupun semakin meningkat
intensitasnya (Norris et al. 2002).

c. Kerentanan psikologis Anak Usia Sekolah (4-12)


Anak usia ini menunjukkan adanya reaksi ketakutan dan kecemasan,
keluhan somatis, gangguan tidur, masalah dengan prestasi sekolah, menarik
diri dari pertemanan, apatis, enggan bermain, PTSD, dan sering bertengkar
dengan saudara (Mandalakas, Torjesen, and Olness 1999).

d. Kerentanan Psikologis Anak Usia 13 – 18 tahun


Pada remaja, kejadian traumatis akan menyebabkan berkurangnya
ketertarikan dalam aktifitas sosial dan sekolah, anak menjadi pemberontak,
gangguan makan, gangguan tidur, kurang konsentrasi, dan mengalami PTSD
dan dalam resiko yang besar terkena penyalahgunaan alkohol ataupun
prostitusi.
Selain dampak psikologis dan fisik, ada beberapa factor lain yang
mempengaruhi “wellbeing” anak paska bencana, Faktor resiko lainya yang
mempengaruhi anak adalah:
a. Kematian orangtua atau orang yang dicintai anak
Dalam kasus bencana tsunami Aceh, dimana banyak orangtua dan
keluarga yang meninggal, anak perempuan sangat rentan terhadap praktek
prostitusi, kawin muda, dan menjadi subyek pelecehan seksual. Perdagangan
anak juga menjadi isue pasca bencana ini, dimana anak yang tidak punya
orang tua disalah gunakan oleh pihak yang bertanggungjawab untuk
kepentingan lembaga tersebut.

b. Nonintegrated family – separated children


Pada saat terjadinya bencana banyak anak yang terpisah dari
orangtuanya. Banyak dari mereka tidak mengetahui keberadaan orangtua,
anak batita dan balita adalah anak dalam kategori berisiko tinggi dalam hal ini
karena mereka belum bisa menjelaskan jatidiri mereka, seperti nama
orangtua, asal-usul, dsb. Anak-anak ini kebanyakan dipelihara oleh orang
yang menemukan mereka atau tinggal dalam lingkungan pengungsian tanpa
perlindungan.
c. Kehilangan ”sense” of normality secara mendadak
Kehilangan rumah, masyarakat, dan juga teman tempat anak tumbuh
dalam lingkaran kehidupan sehari-hari menjadikan anak hidup dalam situasi
yang “tidak normal”. Kondisi pengungsian yang sama sekali berbeda dari
lingkungan normal anak menjadi factor resiko bagi anak yang harus
beradaptasi secara mendadak. Perubahan situasi yang baru merupakan
stressor bagi anak yang biasanya tumbuh dalam lingkungan yang memberinya
rasa nyaman.
E. Konsep keperawatan Pada Bayi Balita Dan Anak Saat Bencana
Untuk mengurangi dampak bencana pada individu dari kelompok-kelompok
rentan diatas, petugas-petugas yang terlibat dalam perencanaan dan penanganan
bencana perlu (Morrow, 1999 & Daily, 2010) :
a. Mempersiapkanperalatan-peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
kelompok-keompok rentan tersebut, contohnya ventilisatoruntukanak, alat bantu
untuki ndividu yang cacat, alat-alatbantuanpersalinan, dll.
b. Melakukan pemetaan kelompok-kelompokrentan
c. Merencanakan intervensi-
intervensiuntukmengatasihambataninformasidankomunikasi
d. Menyediakantransportasidanrumahpenampungan yang dapatdiakses
e. Menyediakan pusat bencana yang dapat diakses
Adapun tindakan-tindakan spesifik untuk kelompok rentan bayi dan anak
menurut (Enarson, 2000; Federal Emergency Management Agency (FEMA), 2010;
Klynman et al., 2007; Powers & Daily, 2010; Veenema 2007):
1. Sebelum Bencana
a. Mensosialisasikan dan melibatkan anak-anak dalam latihan kesiagsiagaan
bencana misalnya dalam simulasi bencana kebakaran atau gempa bumi
b. Mempersiapkan fasilitas kesehatan yang khusus untuk bayi dan anak pada
saat bencana
c. Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan bencana bagi petugas
kesehatan khusus untuk menangani kelompok-kelompok berisiko
2. Saat Bencana
a. Mengintegrasikan pertimbanan pediatric dalam sistem triase standar yang
digunakan saat bencana
b. Lakukan pertolongan kegawatdaruratan kepada bayi dan anak sesuai dengan
tingkat kegawatan dan kebutuhannya dengan mempertimbangkan aspek
tumbuh kembangnya, misalnya menggunakan alat dan bahan khusus untuk
anak dan tidak disamakan dengan orang dewasa
c. Selama proses evakuasi, transportasi, sheltering dan dalam pemberian
pelayanan fasilitas kesehatan, hindari memisahkan anak dari orang tua,
keluarga atau wali mereka
3. Setelah Bencana
a. Usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan sesegera mungkin
contohnya waktu makan dan personal hygiene teratur, tidur, bermain dan
sekolah
b. Monitor status nutrisi anak dengan pengukuran antropometri
c. Dukung dan berikan semangat kepada orang tua
d. Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan adekuat, cairan dan emosional
e. Minta bantuan dari ahli kesehatan anak yang mungkin ada di lokasi evakuasi
sebagai voluntir untuk mencegah, mengidentifikasi,mengurangi resiko
kejadian depresi pada anak pasca bencana.
f. Identifikasi anak yang kehilangan orang tua dan sediakan penjaga yang
terpercaya serta lingkunganyang aman untuk mereka
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma
psikologis akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa
kesedihan yang mendalam, ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit
trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam massa
pertumbuhan. Sehingga apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan
mengakibatkan stress berat dan gangguan mental bagi para korban bencana.
Hal yang dibutukan dalam penanganan situasi seperti ini adalah pemulihan
kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa,
pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala
keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan
diberi penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara
yang efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini
mengingat sifat lahiriah anak anak yang berada pada masa bermain. Perawat
dapat mendirikan sebuah taman bermain, dimana anak anak tersebut akan
mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya. Sehinnga
kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala.
Anak-anak memerlukan perawatan khusus yang berbeda dari orang
dewasa, terutama karena berkaitan dengan tanggap darurat terhadap peristiwa
radiasi skala besar. Masa kanak-kanak dan remaja adalah tahap pertumbuhan
dan perkembangan yang berbeda dan unik sehingga menimbulkan
kerentanan, variasi biologis, perbedaan fisiologis, dan kebutuhan
perkembangan. Skrining, dekontaminasi, strategi pengobatan, dan
penggunaan tindakan pencegahan medis harus dilakukan dengan
memperhatikan perbedaan ini. Menanggapi bencana radiasi yang berdampak
pada anak-anak memerlukan evaluasi dan respon yang cepat oleh penyedia
layanan kesehatan yang dilengkapi dengan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan untuk menangani kebutuhan kesehatan fisik, emosional, dan
mental anak secara tepat. Anak-anak memiliki kelenjar tiroid yang cukup
kecil itu dapat mengumpulkan dosis
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Berdasakan UU No 24 Tahun 2007 dalam Kadoatie, Robert J & Syarief,


Roestam, 2010, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Kelompok rentan merupakan mereka yang memiliki kebutuhan khusus


yang berisiko karena kondisi fisik, psikologis atau kesehatan. Kelompok rentan
bencana adalah bayi, anak usia dibawah lima tahun, anak-anak, ibu hamil atau
menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia. Pada kejadian bencana
pertolongan diprioritaskan pada masyarakat terkena bencana yang mengalami luka
parah dan kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan,
pelayanan kesehatan dan psikososial (Pemerintah Republik Indonesia 2008).
Anak-anak memerlukan perawatan khusus yang berbeda dari orang
dewasa, terutama karena berkaitan dengan tanggap darurat terhadap peristiwa
radiasi skala besar. Skrining, dekontaminasi, strategi pengobatan, dan penggunaan
tindakan pencegahan medis harus dilakukan dengan memperhatikan perbedaan ini.

b. Saran

Bayi dan balita serta anak-anak terutama rentan dalam keadaan bencana
dikarenakan kondisi fisik, psikologis dan kesehatan mereka sangat tergantung pada
orang tuanya (orang dewasa). Anak mengalami dampak lebih berat dari pada orang
dewasa pada saat bencana. Mereka sangat terpengaruh oleh peristiwa traumatis yang
dialami (menyaksikan kematian, terpisah dari orang tua, sebatang kara).sehingga
sangat dibutuhkan bagaimana keperawatan bencana pada bayi,dan balita serta pada
anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA

Janine M. Schroeder, MA;1 Melissa A. Polusny, PhD2 (2014) Risk Factors for
Adolescent Alcohol Use Following a Natural Disaster http://pdm.medicine.wisc.edu
Prehospital and Disaster Medicine Schroeder, Polusny 123

Kadoatie, Robert J & Syarief, Roestam. (2010). Tata ruang Air. Yogyakarta: C.V
Andi OFFSET.

Kemenkes. (2014). Infodatin. Jakarta: Kemenkes.

The Sphere Project. 2012. Proyek Sphere: Piagam Kemanusiaan dan Standar
Minimum dalam Respons Kemanusiaan. Terjemahan Atik Ambarwati dkk. Jakarta:
Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI).

Anda mungkin juga menyukai