1. Pengertian Narkoba
Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan bahan Adiktif.
Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum seperti Polisi (termasuk
didalamnya Badan Narkotika Nasional), Jaksa, Hakim dan petugas Pemasyarakatan. Selain
Narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah NAPZA yaitu Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah NAPZA biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi
kesehatan dan Rehabilitasi. Akan tetapi pada intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap
merujuk pada tiga jenis zat yang sama.
Secara Etimologi Narkoba berasal dari bahasa inggiris yaitu Narcotics yang berarti obat
bius, yang artinya sama dengan Narcosis dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau
membiuskan. Sedangkan dalam kamus inggris Indonesia Narkoba berarti bahan-bahan pembius,
obat bius atau penenang.
Secara Terminologis Narkoba adalah obat yang dapat menenangkan syaraf,
menghiangkan rasa sakit , menimbulkan rasa ngantuk atau merangsang.
Menurut Soerdjono Dirjosisworo (1986) bahwa pengertian narkotika adalah “Zat yang
bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan kedalam
tubuh.” Pengaruh tersebut bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat
dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan.
Wiliam Benton sebagaiaman dikutip oleh Mardani menjelaskan dalam bukunya Narkoba
adalah istilah umum untuk semua jenis zat yang melemahkan atau membius atau megurangi
rasa sakit
Soedjono dalam patologi sosial merumuskan defenisi Narkotika sebagai bahan-bahan
yang terutama mempunyai efek kerja pembiusan atau dapat menurunkan kesadaran.
Sementara Smith Kline dan French Clinical memberi defenisi Narkotika sebagai zat-zat
yang dapaat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja
mempengaruhi susunan pusat saraf. Dalam defenisi Narkotika ini sudah termasuk jenis candu
seperti Morpin, Cocain, dan Heroin atau zat-zat yang dibuat dari candu seperti (Meripidin dan
Methodan)
Sedangkan Korp Reserce Narkoba mengatakan bahwa Narkotika adalah zat yang dapat
menimbulkan perubahan perasaan, susunan pengamatan atau penglihatan karena zat tersebut
mempengaruhi susunan saraf.
Selanjutnya dalam UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1 ayat 1 menyebutkan
bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
Sintetis maupun Semi Sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilngnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan yang dibedakan dalam golongan-golongan.
2. Jenis-Jenis Narkoba
Dalam UU No.35 tahun 2009 tentang narkotika menjelaskan,bahwa ada 3 jenis Narkotika,
Psikotropika dan Zat adiktif lainnya
a. Narkotika.
Menurut Sordjono Dirjosisworo bahwa pengertian narkotika adalah zat yang bisa menimbulkan
pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh. Pengaruh
tersebut bisa berupa pembiusan, hilangnnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau
timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan ditemukan dalam dunia
medis bertujuan dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia di bidang
pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-lain. Narkotika digolongkan menjadi 3
kelompok yaitu :
1. Narkotika Golongan I adalah narkotika hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Daun Koka, Opium,
Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy, dan lebih dari 65 macam jenis lainnya.
2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon dan lain-lain. c. Narkotika golongan III adalah narkotika
yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan
penelitian. Golongan 3 narkotika ini banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina, Propiram, dan ada
13 (tiga belas) macam termasuk beberapa campuran lainnya. Untuk informasi lebih mendalam
tentang jenis narkotika dalam ketiga golongan tersebut dapat dilihat di lampiran undang-undang
narkotika nomor 35 tahun 2009.
3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan penelitian. Golongan 3 narkotika ini banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina,
Kodeina, Nikokodina, Polkodina, Propiram, dan ada 13 (tiga belas) macam termasuk beberapa
campuran lainnya. Untuk informasi lebih mendalam tentang jenis narkotika dalam ketiga
golongan tersebut dapat dilihat di lampiran undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009.
b. Psikotropika
Sedangkan menurut Soerdjono Dirjosisworo : 1986) adalah zat atau obat bukan narkotika, baik
alamiah maupun sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas normal dan perilaku.
Psikotropika digolongkan lagi menjadi 4 kelompok :
1. Psikotropika golongan I, adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui
manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasitannya. Contoh:
MDMA,LSD,STP, dan ekstasi.
2. Psikotropika golongan II, adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
3. Psikotropika golongan III, adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam.
4. Psikotropika golongan IV, adalah psikotropika yang memliki daya adiktif ringan serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nintrazepam (BK, mogadon, dumolid
dan diazepam.
c. Terlalu memanjakan anak, memanjakan anak juga bisa menjadi masalah, khususnya
penyalahgunaan narkoba.
d. Pendidikan keras terhadap anak, mendidik anak dengan otoritas penuh akan menyebabkan
mental anak terganggu, bisa jadi ia akan memberontak dan melakukan tindakan diluar
perkiraan.
e. Kurangnya komunikasi dan keterbukaan, orang tua harus mengerti segala sesuatu tentang
anak, jika komunikasi tidak berjalan baik, meka tidak akan ada keterbukaan antara orang
tua dan anak, bukan hanya anak tetapi ini juga bisa terjadi pada kepala keluarga.
c.. Faktor lingkungan Lingkungan yang tidak baik maupun tidak mendukung dan
menampung segala sesuatu yang menyangkut perkembangan psikologis anak dan
kurangnya perhatian terhadap anak, juga bisa mengarahkan seorang anak untuk menjadi
user/pemakai narkotika. Berikut ini beberapa faktor sosial yang menyebabkan remaja
terlibat penyalahgunaan narkoba :
1. Salah bergaul, jika remaja memiliki teman yang buruk, maka ia akan terjerat dalam jaring-
jaring keburukan mereka, bahkan untuk masalah narkoba.
2. Ikut-ikutan, begitu juga jika memiliki teman pengedar atau mengguna narkoba, penyakit
seperti ini akan bisa menular.
d. Faktor narkotika itu sendiri Mudahnya narkotika didapat didukung dengan faktor – faktor
yang sudah disebut di atas, semakin memperlengkap timbulnya penyalahgunaan narkotika.
c). Promotif Program promotif disebut juga dengan program pembinaan. Program ini ditujukan
kepada masyarakat yang belum memakai narkoba, atau bahkan belum mengenal narkoba.
Bentuk program seperti pelatihan, dialog interaktif, dan lain-lain pada kelompok belajar,
kelompok olahraga, seni budaya, atau kelompok usaha (tani, dagang, bengkel, koperasi,
kerajinan, dan lain-lain). Penekanan dalam program preemtif adalah peningkatan kualitas
kinerja agar lebih bahagia dan sejahtera. Pelaku program preemtif yang paling tepat adalah
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang difasilitasi dan diawasi oleh pemerintah.
d). Preventif Program preventif merupakan program pencegahan. Program ini ditujukan kepada
masyarakan sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba
sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Adapun bentuk kegiatannya :
1). Kampanye Anti Penyalahgunaan Narkoba
Program pemberian informasi satu arah (monolog) dari pembicara kepada pendengar
tentang bahaya pemakaian narkoba. Kampanye bersifat memberi informasi satu arah tanpa
tanya jawab. Biasanya hanya memberikan garis besar , dangkal, dan umum. Informasi di
sampaikan oleh tokoh masyarakat, bukan oleh tenaga profesioanl. Tokoh tersebut bisa ulama,
pejabat, seniman, dan sebagainya. Kampanye anti Penyalahgunaan narkoba dapat juga
dilakukan melalui spanduk, poster, brosur, dan baliho. Misi yang disampaikan.adalah pesan
untuk melawan Penyalahgunaan narkoba, tanpa penjelasan yang mendalam atau ilmiah tentang
narkoba
2). Penyuluhan Seluk Beluk Narkoba
Berbeda dengan kampanye yang monolog, penyuluhan bersifat dialog dengan tanya
jawab. Bentuk penyuluhan dapat berupa seminar, ceramah, dan lain-lain. Tujuannya adalah
untuk mendalami pelbagai masalah tentang narkoba sehingga masyarakat benar-benar tahu dan
karenanya tidak tertarik untuk menyalahgunakan narkoba. Pada penyuluhan ada dialog atau
tanya jawab tentang narkoba lebih mendalam. Materi disampaikan oleh tenaga profesioanl –
dokter, psikolog,
polisi, ahli hukum, sosiolog – sesuai dengan tema penyuluhan, penyuluhan tentang narkoba
ditinjau lebih mendalam dari masing-masing aspek sehingga lebih menarik daripada kampanye.
Untuk dapat menanggulangi masalah narkoba secara lebih efektif di dalam kelompok
masyarakat terbatas tertentu, di lakukan pendidikan dan pelatihan dengan mengambil peserta
dari kelompok itu sendiri. Pada program ini , pengenalan materi narkoba lebih mendalam lagi,
disertai simulasi penanggulangan, termasuk latihan pidato, latihan diskusi, latihan menolong,
penderita, dan lain-lain.
Program ini dilakukan di sekolah, kampus, atau kantor dalam waktu beberapa hari. Program ini
melibatkan beberapa orang narasumber dan pelatih, yaitu tenaga profesioanal sesuai dengan
programnya.
Pengawasan dan pengendalian adalah program preventif yang menjadi tugas aparat
terkait, seperti polisi, departemen kesehatan, balai pengawasan obat dan makanan (POM),
imigrasi, bea cukai, kejaksaan, pengadilan, dan sebagainya. Tujuannya adalah agar narkoba dan
bahan baku pembuatannya (precursor) tidak beredar sembarangan. Karena
keterbatasan numlah dan kemampuan petugas, program ini belum berjalan optimal.
Masyarakat harus ikut serta membantu secara proaktif. Sayangnya, petunjuk dan pedoman
peran serta masyarakatini sangat kurang, sehingga peran serta masyarakat menjadi tidak
optimal. Seharusnya instansi terkait membuat petunjuk praktis yang dapat digunakan oleh
masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengawasi peredaran narkoba
b. Preventif Upaya ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan Narkoba melalui
pengendalian dan pengawasan jalur resmi serta pengawasan langsung terhadap jalur-jalur
peredaran gelap dengan tujuan agar Police Hazard tidak berkembang menjadi ancaman
faktual.
Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah lembaga pemerintah non kementerian yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, Badan Narkotika
Nasional berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika. Badan Narkotika Nasional (BNN) juga bertugas
menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali
bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
Tugas Badan Narkotika Nasional (BNN) disebut dalam Pasal 70 UU 39 tahun 2009 dan
Pasal 2 Perpres No. 23 tahun 2010, sebagai berikut: