Anda di halaman 1dari 69

Mo D u L 4

Manajemen Bank Umum, Manajemen


Bank Syariah, dan Bank Perkreditan
Rakyat
Dr. Murti Lestari, M.Si.

PENDAHULUAN

P ara mahasiswa yang baik, kita sampai pada Modul 4 yang akan
membahas “Manajemen Bank Umum, Manajemen Bank Syariah, dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR)”. Modul 4 ini terdiri dari tiga kegiatan
belajar, yaitu:
Kegiatan Belajar 1 : “Manajemen Bank Umum” yang terdiri dari pengertian
bank umum, penghimpunan dana bank umum,
penggunaan dana bank umum, jasa-jasa bank umum,
manajemen aktiva-pasiva, manajemen likuiditas, dan
manajemen kredit.
Kegiatan Belajar 2 : “Manajemen Bank Syariah” yang terdiri dari konsep
dasar sistem syariah, prinsip operasional bank syariah,
dan produk bank syariah di Indonesia.
Kegiatan Belajar 3 : “Bank Perkreditan Rakyat” yang terdiri dari sejarah
perkembangan BPR di Indonesia dan kegiatan
operasional BPR.

Setelah selesai membaca modul ini, para mahasiswa diharapkan


memahami dan mampu menjelaskan berbagai konsep tentang manajemen
bank umum, manajemen bank syariah, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Secara khusus, Anda diharapkan mampu menjelaskan tentang.
1. Pengertian bank umum.
2. Penghimpunan dana bank umum.
3. Penggunaan dana bank umum.
4. Jasa-jasa bank umum.
5. Manajemen aktiva-pasiva.
4.2 BAnK DAn LEMBAgA KEUAngAn Non BAnK

6. Manajemen likuiditas.
7. Manajemen kredit.
8. Konsep dasar sistem syariah.
9. Prinsip operasional bank syariah.
10. Produk bank syariah di Indonesia.
11. Sejarah perkembangan BPR.
12. Kegiatan operasional BPR di Indonesia.
K E gi A t A n B E LA J A R 1

Manajemen Bank Umum

P ara mahasiswa yang baik, kita akan memulai belajar dengan Kegiatan
Belajar 1 yang membahas tentang manajemen bank umum. Dewasa ini
peranan bank umum dalam perekonomian sangat vital. Beberapa krisis
ekonomi regional maupun global dimulai dari krisis perbankan. Krisis besar
yang melanda Indonesia dan kawasan Asia Tenggara pada tahun 1998
diawali dengan krisis perbankan dan diikuti krisis multidimensi termasuk
krisis ekonomi dan politik. Demikian pula dengan krisis ekonomi yang
terjadi di Amerika Serikat tahun 2008 juga diawali dengan krisis perbankan.
Dari gambaran ini menunjukkan bahwa perbankan bukan sekedar
sebagai badan usaha ataupun lembaga intermediasi dana, tetapi juga sebagai
infrastruktur perekonomian. Oleh karena itu, pemahaman tentang manajemen
bank umum sangat penting. Dengan pemahaman manajemen bank yang baik
maka pemerintah akan bisa menerapkan kebijakan yang tepat dan masyarakat
akan dapat memberikan respons yang tepat atas strategi yang diterapkan oleh
pelaku usaha perbankan.
Kegiatan belajar ini akan fokus membahas operasional dan manajemen
bank umum. Pada dasarnya manajemen bank umum sudah dapat mewakili
konsep manajemen dari semua jenis bank, mengingat cakupan dari bank
umum adalah yang paling luas, sedangkan untuk jenis bank lain cakupannya
hanya sebagian dari cakupan bank umum.

A. PENGERTIAN BANK UMUM

Sesuai Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan


sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998,
pengertian bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam Undang-
Undang ini diatur pula kegiatan usaha bank umum yang meliputi.
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang.
4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
a. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang
masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud.
b. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud.
c. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
d. Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
e. Obligasi.
f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.
g. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan
1 (satu) tahun.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah.
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu kontrak.
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali
amanat.
12. Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Selain melakukan kegiatan usaha tersebut, bank umum dapat melakukan
kegiatan-kegiatan usaha berikut.
1. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di
bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan
efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan,
dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun
sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana
pensiun yang berlaku.

Selain itu, berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 yang diubah


dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tersebut bank umum dilarang
untuk:
1. melakukan penyertaan modal selain yang disebutkan pada poin b di atas;
2. melakukan usaha perasuransian;
3. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha seperti yang diuraikan di
atas.

Dari jenis kegiatan usaha yang diizinkan tersebut maka Neraca Bank
Umum di Indonesia meliputi butir-butir seperti yang tertuang dalam Tabel
4.1. Butir-butir dalam neraca tersebut mencerminkan kegiatan usaha yang
dilakukan oleh bank umum di Indonesia. Sebelum ada OJK, neraca bank
umum di Indonesia saat ini diatur oleh Bank Indonesia dengan Surat Edaran
Bank Indonesia No.12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010. Namun setelah ada
OJK neraca bank umum diatur dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 43/SEOJK.03/2016. Pengaturan ini tidak sekedar untuk
menyeragamkan format neraca antar bank sehingga mudah untuk dilakukan
pemeriksaan, namun lebih penting adalah untuk standardisasi pengukuran
butir-butir keuangan yang diungkapkan sehingga mudah bagi siapa pun untuk
melihat sekilas apakah bank termasuk aman atau tidak. Selain itu, dengan
standar pelaporan yang sama antar bank maka akan sulit bagi bank untuk
melakukan manipulasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Dengan demikian,
masyarakat akan terlindungi dari manajemen bank yang kurang standar.

Tabel 4.1
Butir-butir Neraca Bank Umum Sesuai Peraturan Bank Indonesia

ASET LIABILITAS DAN EKUITAS


LIABILITAS
Kas Giro
Penempatan pada Bank Indonesia Tabungan
Penempatan pada bank lain Simpanan berjangka
Tagihan sport dan derivatif Dana investasi revenue sharing
Surat berharga Pinjaman dari Bank Indonesia
Surat berharga yang dijual dengan janji dibeli
Pinjaman dari bank lain
kembali (repo)
Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan
Liabilitas sport dan derivatif
janji dijual kembali (reverse repo)
Tagihan akseptasi Utang atas surat berharga repo
Kredit Utang akseptasi
Pembiayaan syariah Surat berharga yang diterbitkan
Penyertaan Pinjaman yang diterima
Cadangan kerugian penurunan nilai aset keu Setoran jaminan
Aset tidak berwujud Liabilitas antar kantor
Aset tetap dan inventaris Liabilitas pajak tangguhan
Aset Non Produktif Liabilitas lainnya
Cadangan kerugian penurunan nilai aset nonkeu Dana investasi profit sharing
Sewa pembiayaan EKUITAS
Aset pajak tangguhan Modal disetor
Aset Lainnya Tambahan modal disetor
Pendapatan (kerugian) komprehensif
lain
Selisih kuasi reorganisasi
Selisih restrukturisasi entitas
pengendali
Modal pinjaman
Cadangan
Laba/rugi
Sumber: Lampiran Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 43 /SEOJK.03/2016,
diringkas
B. PENGHIMPUNAN DANA BANK UMUM

Penghimpunan dana bank merupakan aspek pokok dalam manajemen


bank. Sebagai lembaga intermediasi dana, dana bank pada dasarnya berasal
dari masyarakat yang kelebihan dana (pihak ketiga) dan ditambah dengan
modal bank itu sendiri atau ekuitas. Secara teori (Saunders, 2011) sumber-
sumber penghimpunan dana bank meliputi.
1. Giro.
2. Tabungan.
3. Deposito berjangka.
4. Sertifikat deposito.
5. Surat berharga yang diterbitkan.
6. Pinjaman.
7. Modal sendiri.

Sementara itu sesuai peraturan Bank Indonesia, seperti tercermin pada


Tabel 4.2 maka sumber-sumber penghimpunan dana bank umum di
Indonesia meliputi.
1. Giro.
2. Tabungan.
3. Simpanan berjangka.
4. Dana investasi revenue sharing.
5. Pinjaman dari Bank Indonesia.
6. Pinjaman dari bank lain.
7. Utang atas surat berharga.
8. Utang akseptasi.
9. Surat berharga yang diterbitkan.
10. Pinjaman yang diterima.
11. Modal sendiri.
12. Modal pinjaman.

Untuk mengoptimalkan penghimpunan dana tersebut diperlukan


beberapa strategi, antara lain.
1. Pengembangan produk
Untuk melakukan pengembangan produk bank harus tahu apa yang
diinginkan dan yang dibutuhkan konsumen, yang dalam hal ini nasabah
bank. Pengembangan produk ini tidak terbatas pada kelengkapan jenis
produk tabungan, tetapi juga produk-produk tambahan yang bisa
meningkatkan kenyamanan nasabah.
2. Penempatan kantor untuk mudah menjangkau nasabah
Penempatan kantor pada prinsipnya mengoptimalkan keterjangkauan
produk yang ditawarkan pada nasabah maupun calon nasabah. Secara
teknis hal ini bisa terwujud dalam beberapa bentuk, misalnya pelayanan
kas keliling, jemput nasabah, dan bentuk-bentuk lain yang prinsipnya
mempermudah nasabah untuk mengakses produk bank.
3. Segmentasi pasar
Segmentasi pasar adalah pemisahan kelompok-kelompok konsumen
berdasarkan karakternya sehingga diberikan pelayanan yang sesuai
seleranya. Secara teori selera konsumen sangat dipengaruhi oleh karakter
dan profilnya sehingga produk yang mempertimbangkan karakter akan
lebih efektif untuk menjangkau konsumen.
4. Harga kompetitif
Dalam hal mobilisasi dana harga tidak saja berupa bunga, tetapi dapat
dilengkapi dengan benefit-benefit lain sesuai kebutuhan konsumen
berdasarkan karakternya.
5. Promosi
Kreativitas bank sangat mungkin untuk menciptakan produk baru yang
bertujuan merebut pasar. Untuk hal demikian perlu dilakukan promosi,
baik berupa iklan maupun promosi tidak langsung.

Dalam mengembangkan strategi untuk memobilisasi dana, bank perlu


menghitung biaya dana bank (cost of fund). Dalam operasional bank, biaya
dana merupakan komponen yang cukup besar. Oleh karena itu, bank perlu
menghitung biaya dana secara akurat. Untuk tujuan efisiensi biaya dana,
pengembangan strategi tersebut harus mempertimbangkan beberapa hal,
antara lain kombinasi sumber dana yang menghasilkan biaya terendah,
dampak risiko yang ditimbulkan dari sumber dana yang dihimpun maupun
pemakaiannya, dan potensi keuntungan yang bisa diperoleh. Besarnya biaya
dana bank dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kombinasi atau
struktur sumber dana, tingkat bunga yang diberikan, dan ketentuan cadangan
wajib.
C. PENGGUNAAN DANA BANK UMUM

Secara teori, garis besar penggunaan dana bank meliputi:


1. Cadangan (reserve)
Cadangan primer (primary reserve), ditujukan untuk memenuhi
cadangan minimum yang diwajibkan oleh bank sentral. Selain itu,
cadangan primer juga ditujukan untuk memenuhi keperluan operasi bank
sehari-hari termasuk untuk memenuhi penarikan simpanan dan
permintaan kredit. Cadangan primer dapat berupa kas, saldo rekening
giro pada bank sentral dan pada bank lain, dan warkat-warkat yang siap
dicairkan. Aset-aset ini sering disebut aset likuid atau cash asset.
Cadangan sekunder (secondary reserve) ditujukan untuk memenuhi
keperluan likuiditas dalam jangka kurang dari setahun, dan sebagai
tambahan apabila cadangan primer tidak mencukupi. Untuk
mengoptimalkan penerimaan, cadangan ini dapat ditanamkan dalam
surat-surat berharga jangka pendek.
2. Kredit yang disalurkan (loan)
Pemberian kredit merupakan aspek utama dalam penggunaan dana bank.
Untuk mengefektifkan fungsi bank dalam intermediasi dana, pemberian
kredit ini diatur oleh Bank Indonesia berupa standar minimum LDR
(Loan Deposit Ratio), yaitu rasio antara kredit dengan dana pihak ketiga.
3. Investasi (investment)
Penggunaan dana untuk investasi adalah berupa penanaman dana dalam
bentuk surat berharga yang bertujuan untuk mengoptimalkan
pendapatan. Penanaman dana ini bisa menggunakan instrumen saham
dan obligasi dengan berbagai jenisnya, serta bentuk-bentuk penyertaan.

Jika dilihat dari sisi produktivitas aktiva, penggunaan dana bisa


dibedakan menjadi aktiva tidak produktif dan aktiva produktif. Aktiva tidak
produktif berupa alat liquid (cash asset), yaitu aktiva yang dapat digunakan
setiap saat untuk memenuhi likuiditas bank. Bentuk teknis dari cash asset
berupa kas, giro pada bank sentral, dan giro pada bank lain. Sementara aktiva
produktif (earning asset) adalah semua penanaman dana yang ditujukan
untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Bentuk-bentuk
aktiva produktif meliputi kredit, penempatan pada bank lain, surat-surat
berharga, dan penyertaan.
D. JASA-JASA BANK UMUM

Selain menghimpun dan menyalurkan dana, kegiatan usaha bank juga


memberikan jasa-jasa lain yang dapat memperlancar lalu lintas pembayaran.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, jasa-jasa bank ini justru menjadi
prasarana yang vital dalam transaksi ekonomi secara luas. Dalam sistem
perbankan di Indonesia, jasa-jasa ini hanya bisa diberikan bank umum, tidak
bisa diberikan oleh BPR. Jasa-jasa tersebut di antaranya meliputi.
1. Kliring
Kliring adalah suatu cara penyelesaian utang piutang dalam bentuk
warkat atau surat-surat berharga antara bank-bank peserta kliring.
Penyelenggara kliring adalah Bank Indonesia dengan menyediakan
tempat pertemuan bank-bank peserta kliring. Proses kliring dapat
dijelaskan dengan bagan berikut:
- R/K Bank B di Kredit
- R/K Bank A di Debit

Bank Indonesia Lembaga Kliring

4.1 4.2

Bank A Bank B

5 6 3

1
Nasabah Giro A Nasabah Giro B
2

Sumber: Siamat, 2005


Gambar 4.1
Mekanisme Kliring
Keterangan
1. Transaksi
2. Cek
3. Cek Bank A
4.1. Kliring masuk: Cek Bank A
4.2. Kliring keluar: Cek Bank A
5. R/K Nasabah B di Debit
6. R/K Nasabah B di Kredit

2. Inkaso
Inkaso merupakan jasa bank untuk penagihan pembayaran atas
surat/dokumen berharga kepada pihak ketiga di tempat atau kota lain di
dalam negeri. Surat atau dokumen berharga yang dapat diproses adalah
wesel, cek, bilyet giro, kuitansi, surat promes/aksep dan hadiah undian.
3. Letter of Credit (L/C)
Letter of Credit (L/C) adalah sebuah cara pembayaran internasional yang
memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita
dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan ke luar
negeri (kepada pemesan). Dalam proses ini jasa yang bisa diberikan bank
adalah berupa jaminan untuk membayar transaksi tersebut atas
permintaan nasabahnya. Proses L/C dapat dijelaskan dengan bagan
berikut.
Indonesia Jepang
1

5
Importir Eksportir

2 8 4 6

3
Bank Importir (Issuing Bank) Bank Koresponden
7 (Advising Bank)

Sumber: Siamat,
2005 Gambar 4.2
Mekanisme Letter of
Credit
Keterangan:
a. Penandatanganan kontrak jual beli barang antara importir Indonesia
dengan eksportir Jepang.
b. Permohonan L/C oleh importir disertai dengan setoran jaminan.
c. Permintaan pembukuan L/C oleh issuing bank kepada advising bank.
d. Pemberitahuan advising bank kepada eksportir mengenai L/C importir
dan jaminan pembayaran.
e. Pengiriman barang kepada importir.
f. Penyerahan dokumen ekspor. Selanjutnya advising bank akan
melakukan verifikasi dokumen dan pemeriksaan syarat-syarat lain.
g. Pengiriman dokumen dan permintaan pembayaran L/C kepada issuing
bank.
h. Issuing bank memberitahukan kedatangan dokumen kepada importer dan
permintaan pelunasan L/C.

4. Bank Garansi
Jaminan yang diberikan oleh bank atas permintaan nasabah untuk
memenuhi kewajibannya pada pihak lain apabila nasabah tersebut tidak
mampu memenuhi kewajibannya. Dalam mekanisme bank garansi
terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu nasabah, penerima jaminan, dan
bank. Mekanisme bank garansi dapat dijelaskan pada bagan berikut.

Bank (penerbit)

2 5

Nasabah (Terjamin) Penerima Jaminan


4

Sumber: Siamat, 2005


Gambar 4.3
Mekanisme Bank Garansi
Keterangan:
1. Kontrak
2. Permohonan:
- Provisi
- Jaminan (kontra garansi)
3. Bank Garansi
4. Bank Garansi
5. Klaim bila terjamin melanggar perjanjian

5. Transfer
Transfer merupakan jasa bank berupa pengiriman uang baik di dalam
negeri maupun di luar negeri. Saat ini metode transfer mengalami
perkembangan yang sangat pesat seiring dengan perkembangan
teknologi informasi. Dengan online system nasabah dapat melakukan
transfer ke mana pun dalam waktu 24 jam.

E. TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENERAPAN


MANAJEMEN RISIKO DI BANK UMUM

Seiring perkembangan teknologi, jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank


umum saat ini banyak yang berbasis digital atau pun didukung oleh teknologi
internet dan ICT (Information Comunication Technology). Oleh karena
maraknya penggunaan ICT dalam layanan operasional perbankan maka
Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan regulasi yang mengatur bagaimana
penerapan manajemen risiko dalam penggunaan ICT. Regulasi tersebut
tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38 /POJK.03/2016
tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi
Informasi oleh Bank Umum.
Dasar pertimbangan munculnya POJK tersebut adalah bahwa
perkembangan teknologi informasi dapat dimanfaatkan oleh bank untuk
meningkatkan efisiensi kegiatan operasional dan mutu pelayanan bank
kepada nasabah. Namun di sisi lain, penggunaan teknologi informasi dalam
kegiatan operasional bank juga dapat meningkatkan risiko yang dihadapi
bank. Oleh karena itu, perlu menerapkan manajemen risiko secara efektif
dalam pemanfaatan ICT. Dalam peraturan ini, yang dimaksud teknologi
informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau
menyebarkan informasi. Sementara layanan perbankan elektronik (electronic
banking) adalah layanan bagi nasabah bank untuk memperoleh informasi,
melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media
elektronik.
Dalam kerangka pemanfaatan ICT tersebut, bank wajib menerapkan
manajemen risiko secara efektif dalam penggunaan ICT. Penerapan
manajemen risiko paling sedikit mencakup:
1. pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris;
2. kecukupan kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan teknologi
informasi;
3. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko penggunaan teknologi informasi; dan
4. sistem pengendalian intern atas penggunaan teknologi informasi.

Dalam operasional penggunaan ICT bank wajib memiliki komite


pengarah teknologi informasi (information technology steering committe).
Komite pengarah teknologi informasi bertanggung jawab memberikan
rekomendasi kepada direksi paling sedikit terkait dengan:
1. rencana strategis teknologi informasi yang sejalan dengan rencana
strategis kegiatan usaha bank;
2. perumusan kebijakan, standar, dan prosedur teknologi informasi yang
utama;
3. kesesuaian antara proyek teknologi informasi yang disetujui dengan
rencana strategis teknologi informasi;
4. kesesuaian antara pelaksanaan proyek teknologi informasi dengan
rencana proyek yang disepakati (project charter);
5. kesesuaian antara teknologi informasi dengan kebutuhan sistem
informasi manajemen serta kebutuhan kegiatan usaha bank;
6. efektivitas langkah-langkah dalam meminimalkan risiko atas investasi
bank pada sektor teknologi informasi agar investasi bank pada sektor
teknologi informasi memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan
bisnis bank;
7. pemantauan atas kinerja teknologi informasi dan upaya peningkatan
kinerja teknologi informasi;
8. upaya penyelesaian berbagai masalah terkait teknologi informasi yang
tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan penyelenggara
teknologi informasi secara efektif, efisien, dan tepat waktu; dan
9. kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki bank.
Selain itu, bank wajib memastikan pengamanan informasi dilaksanakan
secara efektif dengan memperhatikan minimal pengamanan informasi yang
ditujukan agar informasi yang dikelola terjaga kerahasiaan (confidentiality),
integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) secara efektif dan efisien.

F. MANAJEMEN AKTIVA - PASIVA

Manajemen aktiva-pasiva atau Asset-Liability Management (ALM)


merupakan inti dari manajemen bank umum. ALM pada dasarnya merupakan
proses perencanaan dan pengawasan suatu bank yang dilakukan secara
terkoordinir dengan memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi
operasional bank, baik faktor eksternal maupun faktor internal. ALM dapat
juga diartikan sebagai koordinasi hubungan timbal balik yang dilakukan
secara terpadu antara kedua sisi neraca bank berdasarkan keputusan dan
rencana jangka pendek (Siamat, 2005). Ini berarti, keputusan pengelolaan
aset harus memperhatikan pula kondisi liabilitas, begitu sebaliknya.
Keputusan pengelolaan aset dan liabilitas harus sinkron dan terpadu
dalam kerangka penyusunan portofolio guna mencapai pendapatan yang
maksimal pada risiko tertentu. Sebagai contoh, jika terjadi perubahan bunga
akan berdampak langsung pada biaya dana maupun penerimaan aktiva
produktif. Besarnya pengaruh tergantung sensitivitas masing-masing jenis
aset dan liabilitas, di mana masing-masing butir memiliki tingkat sensitivitas
yang berbeda. Oleh karena itu, bank perlu mengatur jenis-jenis aset dan
liabilitas sehingga dengan memperhitungkan risiko tertentu bank dapat
memaksimalkan pendapatan.
Dalam ALM dikenal dua pendekatan, yaitu pendekatan pengumpulan
dana (pool of fund) dan pendekatan alokasi aset (asset allocation).
Pendekatan pengumpulan dana adalah pendekatan ALM di mana dana dari
berbagai sumber, yaitu giro, tabungan, deposito, pinjaman, dan modal,
dikumpulkan dalam satu pool. Kemudian dana ini dialokasikan untuk
cadangan primer, cadangan sekunder, kredit, investasi, dan aset tetap.
Pendekatan ini banyak digunakan kalangan perbankan pada tahun
1930−1940-an. Metode ini cukup sederhana sehingga penghitungan biaya
dana cukup mudah, dan pengelolaan tidak kompleks. Namun demikian,
pendekatan ini cukup lemah mengingat masing-masing aset memiliki tingkat
risiko yang berbeda sehingga memerlukan cadangan yang berbeda. Demikian
pula masing-masing bentuk liabilitas juga memiliki risiko yang berbeda
sehingga akan lebih aman bila dibiayai dengan sumber yang berbeda pula.
Atas dasar ini maka muncul pendekatan yang kedua, yaitu pendekatan asset
allocation (alokasi aset).
Pendekatan alokasi aset memperlakukan bahwa alokasi dana bersifat
individu, artinya setiap sumber dana dialokasikan secara terpisah. Contoh,
sumber dana giro memiliki alokasi untuk cadangan, kredit, dan investasi.
Demikian pola sumber dana deposito juga memiliki alokasi untuk cadangan,
kredit, dan investasi. Proporsi alokasi tentu saja berbeda-beda, mengingat
tingkat risiko, dan sensitivitas terhadap perubahan bunga yang berbeda-beda.
Misalnya, untuk sumber dana giro akan memerlukan cadangan yang lebih
besar daripada sumber dana deposito.
Untuk mengoptimalkan penerimaan bank, pengelolaan liabilitas
(liability management/LM) dilakukan secara khusus. LM merupakan suatu
usaha untuk mengembangkan sumber dana nontradisional, misalnya dengan
pinjaman di pasar keuangan atau menerbitkan instrumen surat berharga di
pasar keuangan untuk memenuhi kebutuhan kredit sehingga pendapatan bank
bisa maksimal. LM ini dilakukan secara fokus dan terpisah dari ALM. Konsep
LM ini lebih agresif dan sangat tergantung dari kondisi aset bank. Pada
awalnya, tujuan dari konsep LM adalah untuk memenuhi likuiditas bank,
namun selanjutnya berkembang untuk memenuhi kebutuhan kredit dari
nasabah.

G. MANAJEMEN LIKUIDITAS

Sebagai lembaga intermediasi dana, kepercayaan nasabah deposan


adalah hal yang sangat penting bagi nasabah. Salah satu aspek untuk menjaga
kepercayaan nasabah deposan adalah tingkat likuiditas bank. Oleh karena itu,
manajemen likuiditas bank merupakan faktor penting dalam operasional
bank.
Manajemen likuiditas merupakan hal yang cukup kompleks. Suatu bank
dianggap likuid apabila:
1. memiliki sejumlah likuiditas sesuai (minimal sama) dengan jumlah
kebutuhan likuiditasnya;
2. memiliki likuiditas kurang dari kebutuhannya, tetapi mempunyai surat-
surat berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas;
3. mempunyai kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara
menciptakan uang.
Untuk menjaga likuiditas bank terdapat beberapa teori manajemen
likuiditas, antara lain comercial loan theory, doctrine of assets shiftability,
theory of shiftability to the market, dan the anticipated income theory.
Comercial loan theory, mempostulatkan bahwa suatu bank akan dapat
terjamin likuiditasnya apabila sumber dana jangka pendek digunakan untuk
mendanai kredit jangka pendek dan kredit tersebut ditujukan untuk kegiatan
usaha yang berjalan normal. Sementara aktiva produktif jangka panjang harus
didanai dari sumber dana jangka panjang juga.
Berbeda dengan comercial loan theory, doctrine of assets shiftability
menjelaskan bahwa bank dapat segera memenuhi kebutuhan likuiditasnya
dengan memberikan shiftable loan atau call loan, yaitu pinjaman yang harus
dibayar dengan pemberitahuan satu atau beberapa hari sebelumnya dengan
jaminan surat-surat berharga sehingga bila bank membutuhkan likuiditas
suatu waktu maka kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan cara menagih
debitur, dan bila tidak tertagih bank dapat segera menjual surat-surat
berharga yang menjadi jaminan. Teori ini hanya bisa berlaku bagi negara-
negara dengan pasar keuangan yang cukup maju. Selain itu, bila teori ini
diterapkan akan mengandung risiko turunnya harga surat berharga apabila
ternyata banyak pihak yang menjual surat berharga di pasar keuangan.
Sementara itu, theory of shiftability to the market berasumsi bahwa
likuiditas suatu bank akan dapat terjamin apabila bank memiliki portofolio
surat-surat berharga yang dapat segera dialihkan untuk memperoleh uang kas
atau likuiditas. Teori ini muncul saat surat-surat berharga sudah menjadi
populer sebagai instrumen keuangan, yaitu saat pemerintah Amerika Serikat
sangat gencar menerbitkan surat berharga.
Agak berbeda dengan teori yang lain yang lebih menekankan pada aset
likuid surat berharga, the anticipated income theory lebih menekankan pada
aliran kas (cash flow). Teori ini menyatakan bahwa bank-bank seharusnya
dapat memberikan kredit jangka panjang apabila pelunasan bunga dan cicilan
pokok pinjaman dapat dijadwalkan pembayarannya secara rutin di waktu
yang akan datang. Pelunasan ini dapat memberikan aliran kas yang teratur
yang dapat untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank. Apabila teori ini
diterapkan ada kemungkinan munculnya risiko manakala ternyata
pembayaran tidak rutin atau tersendat karena faktor-faktor eksternal atau pun
karena faktor mismanagement dari nasabah debitur.
Untuk mengukur likuiditas, terdapat beberapa rasio yang lazim
digunakan, antara lain sebagai berikut:
1. rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga;
2. rasio kredit terhadap dana pihak ketiga;
3. rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar;
4. rasio surat-surat berharga jangka pendek terhadap total portofolio surat-
surat berharga; dan
5. rasio total kredit terhadap total aset.

H. MANAJEMEN KREDIT

Penyaluran kredit merupakan kegiatan usaha yang mendominasi


pengalokasian dana bank. Oleh karena itu, bunga kredit merupakan sumber
penerimaan bank yang utama. Sesuai Undang-Undang No.7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998,
pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.
Dari pengertian di atas, salah satu aspek penting dari kredit adalah bunga
kredit. Oleh karena itu, salah satu aspek dalam manajemen kredit adalah
penentuan suku bunga kredit (loan pricing). Beberapa faktor yang
menentukan bunga kredit meliputi sebagai berikut.
1. Cost of lonable funds
Cost of lonable funds merupakan biaya dana yang dikeluarkan bank
dengan memperhitungkan reserve requirement (cadangan wajib).
Semakin tinggi cadangan wajib maka semakin tinggi cost of lonable
funds karena semakin kecil jumlah yang disalurkan.
Contoh:
Dana yang berhasil dihimpun adalah 100.000.000 dengan biaya (suku
bunga) rata-rata tertimbang 10%. Jika cadangan wajib adalah 5% maka
jumlah dana yang bisa disalurkan adalah 95.000.000. Dari contoh ini
cost of lonable funds adalah (10% × 100.000.000)/95.000.000 = 10/95
atau 10,53%.
2. Spread
Spread merupakan selisih antara suku bunga kredit dan biaya dana.
3. Biaya overhead
Semua biaya yang dikeluarkan bank dalam kegiatan penghimpunan dan
penyaluran dana yang menjadi beban rugi laba. Biaya ini meliputi biaya
personalia, administrasi, dan biaya umum.
4. Premi risiko
Faktor risiko merupakan salah satu komponen penting yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan suku bunga kredit. Premi risiko
adalah dana yang harus dicadangkan (disisihkan) untuk penghapusan
kredit terkait dengan tingkat kolektibilitas kredit. Premi ini ditentukan
berdasarkan pengalaman masa lalu.
5. Base landing rate
Base landing rate merupakan penjumlahan dari semua komponen di
atas. Contoh:
cost of lonable funds 10%
spread 4%
overhead 3%
premi risiko 5%

base landing rate 22%

Jika base landing rate lebih tinggi dari suku bunga pasar maka struktur
biaya harus direvisi, misalnya overhead menjadi 2,5%.
Faktor-faktor lain yang ikut memengaruhi penentuan suku bunga kredit
pada umumnya bersifat tidak langsung. Faktor-faktor ini pada umumnya
memengaruhi tingginya risiko, di mana semakin tinggi risiko maka suku
bunga kredit yang ditetapkan akan semakin tinggi. Faktor-faktor tersebut
antara lain.
a. Jangka waktu.
b. Jaminan kredit.
c. Reputasi perusahaan.
d. Hubungan baik.
e. Jaminan pihak ketiga.

Dalam prinsip-prinsip perkreditan dikenal adanya konsep 5C; character,


capacity, capital, collateral, dan condition of economy. Prinsip 5C pada
dasarnya mengukur itikad baik dan kemampuan mengangsur dari nasabah
debitur.
Character adalah karakter atau watak debitur yang berkaitan dengan
tingkat kejujuran, kecerdasan, kesehatan, pola pikir, kebiasaan-kebiasaan.
Karakter ini akan memengaruhi tingkat pengembalian kredit. Penilaian
karakter adalah sangat sulit dan memerlukan kepekaan. Oleh karena itu
diperlukan pengalaman yang tinggi.
Capacity adalah kapasitas kemampuan debitur dalam mengembalikan
kreditnya. Misalnya, jika debitur adalah pengusaha maka capacity adalah
prospek keuntungan yang akan diperoleh di masa mendatang dan keuntungan
inilah yang akan digunakan untuk membayar kredit.
Capital merupakan penilaian modal, apakah debitur memiliki modal
yang cukup untuk mampu menjalankan usahanya sehingga mendapatkan
keuntungan dan mampu membayar kredit. Modal ini berkaitan erat dengan
kapasitas karena kekuatan modal juga menentukan kemampuan untuk
bertahan, jika perusahaan terkena guncangan.
Collateral adalah nilai barang jaminan yang diserahkan oleh debitur
sebagai jaminan atas kredit yang dicairkan. Penilaian terhadap kualitas
jaminan ini perlu dilakukan untuk menentukan, jika terjadi masalah
pembayaran kredit dikemudian hari, apakah jaminan yang diberikan mampu
menutup semua kredit yang belum terbayar.
Condition of economy, berkaitan dengan keadaan ekonomi. Jika keadaan
ekonomi baik maka dimungkinkan bagi nasabah debitur untuk melakukan
usahanya dengan lancar dan mendapatkan keuntungan. Selanjutnya, bila
debitur untung maka kemungkinan tidak akan terjadi masalah dalam
pembayaran kredit. Sebaliknya, bila kondisi ekonomi buruk.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan dari mana sumber-sumber dana yang dapat dihimpun bank
umum untuk selanjutnya disalurkan!
2) Jelaskan dalam bentuk apa saja penggunaan dana bank!
3) Jika dilihat dari produktivitasnya, aktiva bank dibedakan menjadi aktiva
produktif dan aktiva tidak produktif, jelaskan pengertian masing-masing!
4) Jelaskan makna dari asset-liability management!
5) Jelaskan komponen yang digunakan untuk menentukan suku bunga
kredit!

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Secara teori, sumber-sumber penghimpunan dana bank meliputi: giro,


tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, surat berharga yang
diterbitkan, pinjaman, dan modal sendiri.
2) Garis besar penggunaan dana bank untuk mendapatkan penghasilan
(revenue) bank meliputi: cadangan (reserve); kredit yang disalurkan
(loan); dan investasi (investment).
3) Jika dilihat dari sisi produktivitas aktiva, penggunaan dana bisa
dibedakan menjadi aktiva tidak produktif dan aktiva produktif. Aktiva
tidak produktif berupa alat liquid (cash asset), berupa kas, giro pada
bank sentral, dan giro pada bank lain. Sementara aktiva produktif
(earning asset), meliputi kredit, penempatan pada bank lain, surat-surat
berharga, dan penyertaan.
4) Asset-liability management (ALM) yang merupakan koordinasi
hubungan timbal balik yang dilakukan secara terpadu antara kedua sisi
neraca bank berdasarkan keputusan dan rencana jangka pendek.
5) Beberapa faktor yang menentukan bunga kredit, meliputi: cost of
loanable funds, spread, biaya overhead, premi risiko, dan base lending
rate.

RANGKUMAN

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara


konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Salah satu
kegiatan usaha bank adalah menghimpun dana masyarakat. Secara teori,
sumber-sumber penghimpunan dana bank meliputi: giro, tabungan,
deposito berjangka, sertifikat deposito, surat berharga yang diterbitkan,
pinjaman, dan modal sendiri. Dalam mengembangkan strategi untuk
memobilisasi dana, bank perlu menghitung biaya dana bank (cost of
fund).
Garis besar penggunaan dana bank meliputi: cadangan (reserve);
kredit yang disalurkan (loan); dan investasi (investment). Jika dilihat dari
sisi produktivitas aktiva, penggunaan dana bisa dibedakan menjadi
aktiva tidak produktif dan aktiva produktif. Aktiva tidak produktif
berupa alat likuid (cash asset), berupa kas, giro pada bank sentral, dan
giro pada bank lain. Sementara aktiva produktif (earning asset), meliputi
kredit, penempatan pada bank lain, surat-surat berharga, dan penyertaan.
Selain menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga memberikan
jasa yang mempermudah transaksi. Jasa-jasa tersebut, meliputi: kliring,
inkaso, L/C, bank garansi, dan transfer. Untuk mengoptimalkan
pendapatan bank diperlukan manajemen aktiva pasiva atau asset-
liability management (ALM) yang merupakan koordinasi hubungan
timbal balik yang dilakukan secara terpadu antara kedua sisi neraca bank
berdasarkan keputusan dan rencana jangka pendek.
Salah satu aspek untuk menjaga kepercayaan nasabah deposan
adalah tingkat likuiditas bank. Oleh karena itu, manajemen likuiditas
bank merupakan faktor penting dalam operasional bank. Selain likuiditas
kegiatan penting dalam operasional bank adalah menyalurkan kredit.
Beberapa faktor yang menentukan bunga kredit, meliputi: cost of
loanable funds, spread, biaya overhead, premi risiko, dan base lending
rate. Selain itu, dalam manajemen kredit terdapat konsep 5C, yaitu
character, capacity, capital, collateral, dan condition of economy.

TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Keistimewaan bank umum dibandingkan dengan BPR adalah ....


A. memberikan kredit murah untuk membantu UMKM
B. memberikan jasa lalu-lintas pembayaran
C. memberikan hadiah tabungan yang fantastis
D. menyalurkan dana masyarakat

2) Berikut adalah merupakan sumber dana bank, kecuali ....


A. sertifikat deposito
B. surat berharga yang diterbitkan
C. pinjaman
D. subsidi

3) Penggunaan dana bank, meliputi ....


A. cadangan, kredit, dan investasi
B. cadangan, biaya operasi, dan investasi
C. cadangan, kredit, dan penyusutan
D. pembukaan cabang, kredit, dan investasi
4) Berikut adalah contoh dari aktiva tidak produktif, kecuali ....
A. kas
B. SBI
C. giro pada bank sentral
D. giro pada bank lain

5) Selain menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga menawarkan jasa


untuk memperlancar transaksi. Berikut adalah jasa-jasa bank, kecuali ....
A. bank garansi
B. inkaso
C. kredit
D. L/C

6) Rasio-rasio pengukur likuiditas, antara lain ....


A. rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga
B. rasio kredit terhadap dana pihak ketiga
C. rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar
D. semua benar

7) Faktor-faktor yang menentukan suku bunga kredit adalah ....


A. cost of loanable funds, biaya dana, biaya overhead, premi risiko
B. cost of loanable funds, spread, biaya overhead, premi risiko
C. cost of loanable funds, biaya promosi, biaya overhead, premi risiko
D. cost of loanable funds, spread, biaya dana, premi risiko

8) Konsep 5C adalah konsep yang penting dalam manajemen kredit. 5C


terdiri dari ....
A. character, capacity, capital, collateral, dan condition of economy
B. cost, capacity, capital, collateral, dan condition of economy
C. character, capacity, capital, cost, dan condition of economy
D. character, capacity, capital, collateral, dan cost

9) Yang dimaksud collateral dalam konsep 5C adalah ....


A. pihak penjamin
B. jaminan asuransi
C. jaminan kredit
D. semua salah
10) Faktor berikut ikut memengaruhi tinggi rendahnya bunga kredit secara
tidak langsung, kecuali ....
A. jangka waktu
B. jaminan kredit
C. tingginya angsuran
D. hubungan baik

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.
K E gi A t A n B E LA J A R 2

Manajemen Bank Syariah

P ara mahasiswa yang berbahagia, kita akan memasuki Kegiatan Belajar 2


dari modul ini, dengan topik “Manajemen Bank Syariah”. Bank syariah
merupakan bank yang mendasarkan operasionalnya pada sistem syariah,
yaitu sistem ekonomi yang mendasarkan pada hukum Islam. Oleh karena itu,
dasar operasional bank syariah tidak terlepas dari ketentuan Al-Qur’an dan
Al-Hadist.
Sistem perbankan syariah kemungkinan sudah ada di Indonesia sejak
lama, namun secara formal pengaturan dengan undang-undang diterapkan
pada saat diberlakukannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Sejak saat itu, sistem perbankan di Indonesia memiliki sistem
perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Secara khusus
kegiatan belajar ini akan membahas seluk beluk manajemen bank syariah.
Kegiatan belajar ini terdiri dari 3 bahasan utama, yaitu konsep dasar sistem
syariah, prinsip operasional bank syariah, dan produk bank syariah di
Indonesia.

A. KONSEP DASAR SISTEM SYARIAH

Perbankan syariah pada dasarnya adalah sistem perbankan yang dalam


usahanya didasarkan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah Islam dengan
mengacu pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Prinsip dari sistem yang sesuai
dengan syariah Islam adalah beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan
syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat. Tata cara
bermuamalat ini misalnya dengan menjauhi praktik-praktik yang
mengandung unsur riba. Selain itu kegiatan investasi dilakukan dengan cara
atau prinsip bagi hasil. Sedangkan kegiatan usaha dengan mengacu pada Al
Qur’an dan Al-Hadist adalah kegiatan usaha yang dalam operasionalnya
mengikuti perintah dan menghindari larangan-larangan yang terdapat dalam
Al Qur’an dan Sunnah Rasul Muhammad SAW (Siamat, 2005).
Meskipun sistem perbankan syariah dalam operasionalnya mendasarkan
pada prinsip-prinsip hukum Islam, namun produk perbankan syariah bersifat
universal sehingga tidak dikhususkan untuk satu kelompok tertentu. Adanya
perbankan syariah ini dapat memenuhi kebutuhan sebagian masyarakat yang
tidak bersedia memanfaatkan jasa-jasa perbankan konvensional karena
prinsip keyakinan maupun kepercayaannya. Dalam hukum Islam, praktik riba
merupakan sesuatu yang dilarang. Pengertian riba adalah pengenaan bunga
oleh pemilik uang (lender) kepada peminjam uang (borrower) yang
berlebihan. Riba dapat pula diartikan sebagai tambahan atau kelebihan yang
dikenakan pada peminjam (Siamat, 2005).
Berdasarkan konsep dasar sistem syariah tersebut, selanjutnya muncul
konsep hubungan ekonomi secara syariah atau aqad. Terdapat lima konsep
dasar aqad, yaitu (Muhammad, 2011).
1. Prinsip simpanan murni (al-wadi’ah)
Prinsip simpanan murni merupakan produk dari bank syariah untuk
melayani penyimpanan dari pihak yang kelebihan dana. Dalam
perbankan konvensional produk ini identik dengan giro.
2. Prinsip bagi hasil (syirkah)
Prinsip bagi hasil merupakan prinsip tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bagi hasil ini bisa antara
bank dengan pemilik dana (nasabah penyimpan), maupun antara bank
dengan pengguna dana (nasabah debitur).
3. Prinsip jual beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan pengaturan tentang jual beli, di mana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan nasabah, kemudian
menjual barang tersebut pada nasabah, dengan harga sejumlah harga beli
ditambah keuntungan (margin).
4. Prinsip sewa (al-Ijarah)
Prinsip sewa dalam operasionalnya dikelompokkan dalam dua jenis,
yaitu: ijarah dan bai al takjiri. Ijarah merupakan prinsip sewa murni,
sementara bai al takjiri merupakan prinsip sewa beli, di mana pada akhir
kontrak si penyewa mempunyai hak untuk membeli barang yang di
sewa.
5. Prinsip jasa (al-Ajr walumullah)
Prinsip ini merupakan seluruh layanan jasa non pembiayaan, seperti
bank garansi, kliring, transfer, dan lain-lain.
B. PENGATURAN OPERASIONAL BANK
SYARIAH DI INDONESIA

Secara legal, operasional bank syariah di Indonesia mulai diatur sejak


diberlakukannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Ketentuan tersebut muncul dalam bentuk definisi bank umum, definisi Bank
Perkreditan Rakyat, dan definisi tentang prinsip syariah. Dalam Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Sementara pengertian Bank Perkreditan Rakyat adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Dari pengertian ini maka sejak diberlakukannya UU No.
10 Tahun 1998 perbankan di Indonesia diizinkan untuk melakukan kegiatan
perbankan mengikuti prinsip syariah. Adapun prinsip syariah dalam Undang-
Undang tersebut adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara
lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak
bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Sejak diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998 maka terdapat dua
terminologi bank, yaitu bank konvensional (bank non syariah) dan bank
syariah. Mulai saat itu, bank syariah di Indonesia mengalami perkembangan
cukup pesat. Karena perkembangan yang pesat ini, selanjutnya bank syariah
diatur secara khusus dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
Dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
pengertian perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sementara
pengertian bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum
syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Bank Umum Syariah adalah
bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Selain bank syariah murni, bank konvensional juga diizinkan melakukan
kegiatan usaha syariah. Kegiatan ini disebut Unit Usaha Syariah. Dalam
Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pengertian
Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi sebagai berikut.
1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad
mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah,
akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam,
akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak
bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah.
9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga
pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan
prinsip syariah, antara lain seperti akad ijarah, musyarakah,
mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah.
10. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan
oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia.
11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan
prinsip syariah.
12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
akad yang berdasarkan prinsip syariah.
13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan prinsip syariah.
14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah.
15. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan
prinsip syariah; dan
17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan
di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kegiatan usaha UUS pada prinsipnya sama dengan kegiatan Bank


Umum Syariah, kecuali dalam poin l sehingga berdasarkan ketentuan ini,
UUS tidak diizinkan memberikan jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu akad yang berdasarkan prinsip syariah.
Selain operasional dasar perbankan tersebut, Bank Umum Syariah juga
diizinkan untuk melakukan kegiatan berikut ini.
1. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.
2. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau
lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
3. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus
menarik kembali penyertaannya.
4. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan
prinsip syariah.
5. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
6. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip
syariah dengan menggunakan sarana elektronik.
7. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga
jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui pasar uang.
8. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui pasar modal.
9. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum
Syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.

Untuk UUS pada prinsipnya juga diizinkan untuk melakukan kegiatan


tersebut, kecuali untuk poin b, d, e dan h.
Sementara itu, Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) meliputi sebagai berikut.
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
a. simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah;
b. investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
a. pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau
musyarakah;
b. pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna’;
c. pembiayaan berdasarkan akad qardh;
d. pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik;
e. pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah.
3. Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan akad mudharabah
dan/atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS.
5. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah
lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan persetujuan
Bank Indonesia.

C. PRODUK BANK SYARIAH DI INDONESIA

Sejak diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998, perbankan syariah


berkembang pesat di Indonesia. Selain itu, dengan diberlakukannya UU No.
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, perkembangan produk syariah
menjadi semakin tertata. Secara garis besar produk bank syariah dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok, meliputi produk penghimpunan dana,
produk penyaluran dana, dan produk jasa (Siamat, 2005; Mohammad, 2011).

1. Produk Penghimpunan Dana


Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat berupa
sebagai berikut.
a. Giro berdasarkan prinsip al-wadi’ah.
b. Tabungan berdasarkan prinsip al-wadi’ah dan al-mudharabah.
c. Deposito berjangka dengan prinsip al-mudharabah.

a. Prinsip Al-Wadi’ah
Berdasarkan karakteristiknya, prinsip al-wadi’ah dalam giro dan
tabungan memiliki hukum yang sama dengan qard, di mana nasabah
bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai
peminjam. Dengan karakteristik ini, giro maupun tabungan dengan
prinsip al-wadi’ah memiliki ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1) Keuntungan ataupun kerugian menjadi hak dan tanggung jawab
bank. Pemilik dana tidak mempunyai hak atas keuntungan, namun
juga tidak bertanggung jawab atas kerugian. Bank bisa memberikan
suatu insentif kepada pemilik dana, misalnya berupa bonus.
2) Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang bermakna
sebagai izin penyaluran dana dengan berbagai persyaratan yang
disepakati.
3) Manfaat yang dapat diperoleh pemilik dana adalah adanya jaminan
keuntungan berupa bonus, berbagai fasilitas pelayanan, misalnya
buku cek dan ATM.
4) Terhadap pembukaan rekening, bank dapat mengenakan biaya
tertentu yang dinyatakan secara nominal secara terbuka.
5) Ketentuan lain yang berkaitan dengan giro dan tabungan tetap
berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Prinsip wadi’ah dalam produk bank syariah selanjutnya dapat


dikembangkan dalam dua jenis, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah
yad dhomanah. Mekanisme aliran dana pada kedua produk ini dapat
dijelaskan pada gambar berikut:

Titipan Barang

Nasabah Bank Syariah

Beban Biaya Penitipan

Gambar 4.4a
Skema Kerja Prinsip al- Wadi’ah yad Amanah
2.Titipan Dana
Bank Syariah
Nasabah 3.Bagi Hasil

1.Bagi Hasil 4.Pemanfaatan dana

Prinsip ini dikembangkan dalam bentuk :


Current Account (Giro)
Nasabah
Saving Account (Tabungan)

Sumber: Muhammad, 2011

Gambar 4.4b
Skema Kerja Prinsip al- Wadi’ah yad Dhomanah

b. Prinsip Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola
dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian
keuntungan antara kedua belah pihak, dengan nisbah keuntungan yang
sudah disepakati sebelumnya (Siamat, 2005). Produk penghimpunan
dana dengan prinsip al-mudharabah adalah berupa tabungan dan
deposito berjangka. Dalam operasionalnya, prinsip al-mudharabah
dikategorikan dalam dua jenis, yaitu Mudharabah Mutlaqah dan
Mudharabah Muqqayadah.
1.Titipan Dana

Nasabah Bank Syariah


4.Bagi Hasil

2. Pemanfaatan dana
3. Bagi Hasil

Prinsip ini dikembangkan dalam bentuk:


Current Account (Giro)
Saving Account Nasabah
(Tabungan)
Deposito

Sumber: Muhammad, 2011

Gambar 4.5
Skema Kerja Prinsip Mudharabah

Berdasarkan Mudharabah Mutlaqah tidak ada pembatasan bagi bank


dalam menyalurkan dana yang dihimpun. Oleh karena itu, ketentuan
umum dalam tabungan dan deposito Mudharabah Mutlaqah adalah
sebagai berikut.
1) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana nisbah dan tata
cara pemberian dana, dan perhitungan pembagian keuntungan, serta
risiko yang mungkin timbul dari penyimpanan dana.
2) Untuk tabungan Mudharabah Mutlaqah, bank dapat memberikan
bukti penyimpanan berupa buku tabungan, sedangkan untuk
deposito Mudharabah Mutlaqah bank dapat memberikan bukti
penyimpanan berupa sertifikat deposito kepada deposan.
3) Tabungan Mudharabah Mutlaqah dapat diambil sewaktu-waktu,
sementara deposito Mudharabah Mutlaqah hanya dapat dicairkan
sesuai jangka waktu yang telah disepakati.
4) Ketentuan lain yang berkaitan dengan giro dan tabungan tetap
berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Secara singkat, mekanisme aliran dana dapat dijelaskan pada Gambar 4.5
di atas.
Agak berbeda dengan Mudharabah Mutlaqah, simpanan Mudharabah
Muqayyadah merupakan simpanan khusus, di mana pemilik dana
menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus disepakati oleh bank.
Dengan ketentuan ini maka bank dalam menyalurkan dananya dibatasi
dengan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha. Secara teknis simpanan
Mudharabah Muqayyadah dikelompokkan dalam simpanan
Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet dan simpanan Mudharabah
Muqayyadah off Balance Sheet. Adapun karakteristik operasional dari
simpanan Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet adalah sebagai
berikut.
1) Pemilik dana menetapkan syarat yang harus diikuti oleh bank.
2) Bank wajib memberi tahu di depan, tentang nisbah keuntungan dan
tata cara pemberian keuntungan.
3) Bank wajib memberikan bukti simpanan khusus sebagai tanda bukti
simpanan. Untuk simpanan berbentuk deposito, bank wajib
memberikan sertifikat deposito.
4) Bank wajib memisahkan dana dari rekening lain.

Secara grafis Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet diuraikan


pada Gambar 4.6. Sementara untuk simpanan Mudharabah Muqayyadah
off Balance Sheet adalah sebagai berikut.
1) Pemilik dana menetapkan syarat yang harus diikuti oleh bank.
2) Bank wajib memberikan bukti simpanan khusus sebagai tanda bukti
simpanan. Untuk simpanan berbentuk deposito, bank wajib
memberikan sertifikat deposito.
3) Bank wajib memisahkan dana dari rekening lain.
4) Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada
pihak yang diamanahkan oleh pemilik dana.
5) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua belah
pihak.
6) Antara pemilik dana dan pelaku usaha berlaku nisbah bagi hasil.
Bank

Perjanjian bagi hasil, risk sharing dan arranger fee

Nasabah Arranger Mudharib


+
Modal

Proyek

Bagi Hasil

Modal

Sumber: Muhammad, 2011

Gambar 4.6
Skema Kerja Prinsip al-Mudharabah Muqqayadah on Balance
Sheet (Chanelling)
Bank

Perjanjian bagi hasil, risk sharing dan arranger fee

Nasabah Mudharib
Arranger

Proyek

Bagi
Hasil

Modal

Sumber: Muhammad, 2011

Gambar 4.7
Skema Kerja Prinsip al-Mudharabah Muqqayadah of Balance
Sheet (Executing)

2. Produk Penyaluran Dana


Produk penyaluran dana bank syariah, secara garis besar diklasifikasikan
dalam empat kelompok, yaitu:
a. Prinsip jual beli.
b. Prinsip sewa.
c. Prinsip bagi hasil.
d. Prinsip pinjam berdasarkan akad al-qard.
a. Prinsip Jual Beli (Tijarah)
Prinsip jual beli, ditujukan untuk pembiayaan pembelian barang. Prinsip
ini dikembangkan dalam bentuk-bentuk pembiayaan sebagai berikut:
1) Pembiayaan Murabahah
Metode pembiayaan ini menempatkan bank sebagai penjual dan
nasabah sebagai pembeli. Barang segera diserahkan, namun
pembayaran dilakukan secara tangguh. Adapun mekanisme
transaksinya dijelaskan pada gambar berikut:

1. Negosiasi dan
Persyaratan

Bank Syariah 2. Akad jual beli Nasabah Bank

3. Bayar

4. Terima barang &


dokumen
6. Beli barang Supplier 5. Kirim

Sumber: Muhammad, 2011

Gambar 4.8
Skema Kerja Prinsip al-Murabahah

2) Salam
Salam adalah jual beli barang, namun barangnya belum ada. Dalam
transaksi ini pembayaran dilakukan tunai, tetapi penyerahan barang
dilakukan secara tangguh. Posisi bank dalam hal ini adalah sebagai
pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Adapun mekanisme
operasionalnya dapat digambarkan sebagai berikut:
1.Negosiasi pesanan
dengan kriteria
Bank Syariah Nasabah Bank

5.Bayar

3.Kirim dokumen

2.Pemesanan 4.Kirim pesanan


barang nasabah dan bayar tunai
Supplier

Sumber: Muhammad,
2011
Gambar 4.9
Skema Kerja Prinsip Bai as -
Salam

3) Istishna’
Adalah jual beli dengan akad salam, di mana pembayaran dilakukan
oleh bank, namun tidak dibayar sekaligus, tetapi dibayar secara
bertahap. Pada umumnya transaksi model ini adalah untuk transaksi
pembuatan barang (manufaktur) dan konstruksi. Mekanisme
transaksi model ini dapat digambarkan sebagai berikut:
1.Negosiasi pemesanan
dengan kriteria
Bank Syariah Nasabah Bank

3. Jual barang

2. Membeli barang
Pengusaha/Pembuat Barang

Sumber: Muhammad, 2011


Gambar 4.10
Skema Kerja Prinsip Bai al-Istishna

b. Prinsip Sewa (Ijarah)


Transaksi Ijarah pada prinsipnya adalah transaksi jual beli, namun untuk
objek sewa. Pada masa akhir sewa, bank dapat saja menjual objek sewa
kepada penyewa. Mekanisme transaksi Ijarah ini dapat dijelaskan pada
gambar berikut:

B. Sewa
Supplier Objek Nasabah
Sewa Bank

A. Mil Bayar
2. Beli objek
1. Pesan objek

Bank
Syariah

Gambar 4.11a
Skema Kerja Prinsip
Ijarah
Setelah masa
sewa berakhir
obyek sewa
menjadi milik
nasabah

Supplie B. Sewa
Obyek Nasabah
r
Sewa Bank

A. Milik Bayar sewa

2. Beli obyek 2. Pesan obyek


sewa sewa
Bank
Syariah

Sumber: Muhammad,
2011
Gambar 4.11b
Skema Kerja Prinsip
Ijarah Muntahia
Bithamlik

b. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)


Berdasarkan karakter operasionalnya, prinsip bagi hasil bank Syariah
dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu:
1) Musyarakah
Adalah kerja sama dalam satu usaha antara beberapa pihak untuk
melakukan suatu usaha, di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dalam usaha tersebut dan keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan. Atas dasar pengertian tersebut maka dalam transaksi
perbankan, musyarakah adalah kerja sama pembiayaan suatu proyek
antara bank syariah dengan nasabah, di mana bank syariah dan
nasabah sama-sama menyetor modal, dan keuntungan dibagi sesuai
nisbah. Alur pembiayaan berdasarkan musyarakah ditunjukkan pada
gambar berikut:
Bank Syariah
Nasabah Sebagian Modal Sebagian Modal

Proyek

Keuntungan

Bagi Hasil sesuai dengan nisbah

Nisbah X % Nisbah Y %

Sumber: Muhammad, 2011

Gambar 4.12
Skema Kerja Prinsip al -Musyarakah

2) Mudharabah
Agak berbeda dengan musyarakah, dalam bagi hasil mudharabah
bank membiayai proyek seluruhnya (100%) sementara nasabah yang
menjalankan usaha. dalam hal ini nasabah dianggap ahli dalam
mengelola usaha. Selanjutnya keuntungan dibagi hasil sesuai
kesepakatan. Dalam hal ini bank berhak mengawasi pekerjaan,
namun tidak berhak mencampuri pengelolaan. Secara ringkas
konsep bagi hasil mudharabah dijelaskan pada gambar berikut:
Perjanjian Bagi Hasil

Bank Syariah
Nasabah Keahlian Modal 100%

Proyek

Pengembalian Modal Pokok

Keuntungan

Bagi Hasil sesuai dengan nisbah

Nisbah X % Nisbah Y %

Modal

Sumber: Muhammad,
2011
Gambar 4.13
Skema Kerja Prinsip Mudharabah

3) Mudharabah Muqayyadah
Prinsipnya sama dengan Mudharabah namun ada pembatasan bagi
nasabah (pengguna modal) sesuai permintaan bank (pemilik modal).

c. Prinsip Pinjam Berdasarkan Akad Al-Qard (Pinjaman Kebaikan)


Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad Al-Qard dalam bank
Syariah pada umumnya dilakukan untuk nasabah peminjam yang kurang
mampu dan sangat memerlukan dana. Misalnya pinjaman yang ditujukan
untuk pengusaha kecil. Pada umumnya pinjaman tersebut tidak
memberikan imbalan atau tambahan pada saat mengembalikan, namun
bank bisa mengenakan biaya administrasi yang relatif kecil, dan bank
juga bisa meminta jaminan. Oleh karena penyaluran dana ini bersifat
khusus, biasanya sumber dananya juga khusus, seperti sedekah, infak,
atau pun zakat.

3. Produk Jasa
a. Al-Wakalah
Prinsip dari Al-Wakalah adalah nasabah memberi kuasa pada bank untuk
mewakili dirinya untuk melakukan jasa tertentu, misalnya pembukaan
L/C, inkaso, dan transfer dana. Untuk pelaksanaan pekerjaan ini bank
berhak mengenakan imbalan atau fee. Secara teknis alur kerja dari jasa
ini dapat dijelaskan pada gambar berikut.

Nasabah
Kontrak + Fee

Agency
Administrati on
Collection
Bank Syariah
Payment
Co
Arranger
Dll

Kontrak + Fee
Investor

Sumber: Muhammad, 2011

Gambar 4.14
Skema Kerja Prinsip al- Wakalah

b. Al-Hawalah
Jasa Al-Hawalah adalah jasa pengalihan utang piutang. Transaksi ini
lazim digunakan untuk membantu pengusaha untuk mendapatkan dana
tunai guna melanjutkan usahanya. Transaksi ini dalam praktik perbankan
bisa diterapkan dalam rangka anjak piutang atau factoring. Adapun
mekanisme transaksinya secara singkat dapat dijelaskan dengan gambar
berikut:

Bank Syariah

2. Invoice 5. Bayar

3. Bayar 4. Tagih

1. Suplai barang
Supplier Pembeli

Sumber: Muhammad, 2011

Gambar 4.15
Skema Kerja Prinsip al- Hawalah

c. Al-Kafalah
Jasa Al-Kafalah pada prinsipnya adalah bank garansi. Sebagaimana bank
konvensional, bank syariah juga dapat memberikan jasa bank garansi,
yaitu garansi bank kepada nasabahnya, misalnya jaminan untuk
melaksanakan proyek, jaminan untuk mengikuti tender, dll. Mekanisme
transaksinya dapat dijelaskan pada gambar berikut:

Jaminan Kewajiban
Bank (Penanggung) Jasa ObjekNasabah
(Tertanggung)(Ditanggung)

Sumber: Muhammad,
2011
Gambar 4.16
Skema Kerja Prinsip Al- Kafalah
d. Al-Rahn
Jasa Al-Rahn pada prinsipnya adalah jasa gadai, yaitu utang dengan
jaminan harta atau aset. Barang yang diserahkan sebagai jaminan harus
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu milik nasabah sendiri; jelas
ukuran, sifat, dan jumlahnya; nilai barang ditentukan berdasarkan nilai
pasar; dapat dikuasai namun tidak dapat dimanfaatkan oleh bank.

1. Permohonan Pembiayaan
Pembiayaan

2. C

3. Akad Pembiayaan
Bank Syariah
Nasabah
4. Hutang + Mark up Pembiayaan mohonan Pembiayaan

5. a

1. b. Titipan / Gadai Objek

Sumber: Muhammad, 2011

Gambar 4.17
Skema Kerja Prinsip ar-Rahn

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan apa yang dimaksud prinsip syariah sesuai UU perbankan!
2) Jelaskan perbedaan bank syariah dengan Unit Usaha Syariah!
3) Berdasarkan prinsip syariah, bagaimana bentuk-bentuk simpanan yang
digunakan untuk penghimpunan dana?
4) Jelaskan produk-produk penyaluran dana dengan prinsip syariah!
5) Selain menyalurkan dana, bank syariah juga melayani jasa, jelaskan jasa-
jasa yang dilayani oleh bank syariah!

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara


bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).
2) Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum
Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah
Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank
Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
pembantu syariah dan/atau unit syariah.
3) Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat berupa:
a. Giro berdasarkan prinsip al-wadi’ah.
b. Tabungan berdasarkan prinsip al-wadi’ah dan al-mudharabah.
c. Deposito berjangka dengan prinsip al-mudharabah.
4) Produk penyaluran dana bank syariah, secara garis besar diklasifikasikan
dalam empat kelompok, yaitu:
a. Prinsip jual beli.
b. Prinsip sewa.
c. Prinsip bagi hasil.
d. Prinsip pinjam berdasarkan akad Al-qard.
5) Selain menyalurkan dana, bank syariah juga memberikan jasa-jasa yang
mirip dengan perbankan konvensional. Jasa-jasa yang ditawarkan bank
syariah meliputi sebagai berikut.
a. Al-Wakalah adalah nasabah memberi kuasa pada bank untuk
mewakili dirinya untuk melakukan jasa tertentu, misalnya
pembukaan L/C, inkaso, dan transfer dana.
b. Jasa Al-Hawalah adalah jasa pengalihan utang piutang.
c. Jasa Al-Kafalah pada prinsipnya adalah bank garansi
d. Jasa Al-Rahn pada prinsipnya adalah jasa gadai, yaitu utang dengan
jaminan harta atau aset.

RANGKUMAN

Sesuai dengan UU Perbankan di Indonesia, prinsip syariah adalah


aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan
barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang
disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Sementara pengertian Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank
Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di
luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah
dan/atau unit syariah. Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip
syariah dapat berupa:
1. giro berdasarkan prinsip al-wadi’ah;
2. tabungan berdasarkan prinsip al-wadi’ah dan al-mudharabah;
3. deposito berjangka dengan prinsip al-mudharabah.

Produk penyaluran dana bank syariah, secara garis besar


diklasifikasikan dalam empat kelompok sebagai berikut.
1. Prinsip jual beli.
2. Prinsip sewa.
3. Prinsip bagi hasil.
4. Prinsip pinjam berdasarkan akad Al-qard.

Selain menyalurkan dana, bank syariah juga memberikan jasa-jasa


yang mirip dengan perbankan konvensional. Jasa-jasa yang ditawarkan
bank syariah sebagai berikut.
1. Al-Wakalah adalah nasabah memberi kuasa pada bank untuk
mewakili dirinya untuk melakukan jasa tertentu, misalnya
pembukaan L/C, inkaso, dan transfer dana.
2. Jasa Al-Hawalah adalah jasa pengalihan utang piutang.
3. Jasa Al-Kafalah pada prinsipnya adalah bank garansi.
4. Jasa Al-Rahn pada prinsipnya adalah jasa gadai yaitu utang dengan
jaminan harta atau aset.

TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Secara legal, bank syariah mulai diatur di Indonesia sejak ....


A. diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008
B. diberlakukannya UU No. 7 Tahun 1992
C. diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998
D. dulu kala
2) Perbedaan Bank Umum Syariah dengan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) terletak pada ....
A. pelayanan lalu-lintas pembayaran
B. nisbah bagi hasil
C. tingkat suku bunga
D. semua salah

3) Berikut adalah bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah,


kecuali ....
A. Giro berdasarkan prinsip al-wadi’ah
B. Tabungan berdasarkan prinsip al-wadi’ah dan Al-Mudharabah
C. Deposito berjangka dengan prinsip Al-Mudharabah
D. Sertifikat deposito berdasarkan prinsip al-wadi’ah

4) Contoh jasa dengan prinsip Al-Wakalah adalah ....


A. Gadai
B. Bank garansi
C. L/C
D. Pengalihan utang

5) Jasa gadai dalam sistem syariah disebut ....


A. Al-Wakalah
B. Al-Hawalah
C. Al-Kafalah
D. Al-Rahn

6) Berikut adalah prinsip-prinsip penyaluran dana syariah, kecuali


prinsip ....
A. utang
B. sewa
C. bagi hasil
D. pinjam berdasarkan akad al-qard

7) Jasa pengalihan utang dengan prinsip syariah disebut ....


A. Al-Wakalah
B. Al-Hawalah
C. Al-Kafalah
D. Al-Rahn

8) Jasa bank garansi dengan prinsip Syariah disebut ....


A. Al-Wakalah
B. Al-Hawalah
C. Al-Kafalah
D. Al-Rahn

9) Unit usaha syariah adalah merupakan bagian dari ....


A. bank syariah
B. bank umum
C. BPRS
D. BPR

10) Prinsip pinjaman kebaikan dalam sistem syariah disebut ....


A. Al-Wakalah
B. Al-Hawalah
C. Al-Kafalah
D. Al- Qard

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum dikuasai.
K E gi A t A n B E LA J A R 3

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)


dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS)

P ara mahasiswa yang baik, seperti sudah kita bahas pada modul-modul
terdahulu, dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat bank umum
dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), baik yang merupakan bank
konvensional maupun bank syariah. Pada kegiatan belajar sebelumnya kita
sudah membahas mengenai bank umum dan bank syariah. Tibalah saatnya
kita belajar tentang BPR yang secara khusus akan dibahas dalam Kegiatan
Belajar 3 saat ini.
Bagi masyarakat pedesaan BPR merupakan lembaga keuangan yang
cukup strategis. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa untuk menuju
bankable, sebagian masyarakat pedesaan tidak langsung menjadi nasabah
bank umum, tetapi mulai dari nasabah BPR. Salah satu faktor penyebab
adalah fleksibilitas BPR sehingga mampu melayani masyarakat yang belum
mengenal bank sama sekali. Kegiatan Belajar 3 ini terdiri dari dua bahasan
utama, yaitu sejarah perkembangan BPR di Indonesia dan kegiatan
operasional BPR.

A. SEJARAH PERKEMBANGAN BPR DI INDONESIA

Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan


sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut
secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
BPR telah ada di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka tahun 1945.
Keberadaan BPR berawal dari keinginan untuk membantu para petani,
pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir)
yang memberikan kredit dengan bunga tinggi. Pendirian BPR ini sudah
dimulai sejak abad kesembilan belas. Saat itu sumber pendanaan untuk
memperoleh pinjaman di desa hanyalah rentenir yang menerapkan bunga
tinggi bahkan mencapai 100−200 persen per tahun. Karena kondisi ini
muncul gagasan untuk mendirikan Lembaga Perkreditan Rakyat (LPR). Ide
mendirikan LPR ini muncul pada akhir abad 19.
Pendiri BPR yang pertama adalah Raden Bei Aria Wiriaatmadja, seorang
pribumi yang menjabat patih di Purwokerto (Siamat, 2005). Pada waktu itu
didirikan Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai Pemerintah Indonesia, yang
memberikan pinjaman kepada para pegawai negeri bangsa Indonesia, pada
para tukang dan petani agar mereka terbebas dari jeratan rentenir dan sistem
ijon. Pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu tahun 1898 didirikan pula
lembaga perkreditan di daerah pedesaan yang memberikan pinjaman berupa
padi. Lembaga ini selanjutnya disebut Lumbung Desa. Selanjutnya, pada
1904 didirikan Bank Desa, dan pada masa berikutnya lembaga-lembaga
tersebut dikenal dengan nama Badan Kredit Desa (BKD).
Pada pasca kemerdekaan didirikan Bank Pasar (www.bi.go.id), Bank
Karya Produksi Desa (BKPD). Selanjutnya pada awal 1970-an didirikan
Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.
Tahun 1988 merupakan momentum bagi perkembangan BPR di
Indonesia. Pada tahun 1988 Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan
Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang
menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut
memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank
Perkreditan Rakyat” atau BPR.
Pada tahun 1992, keberadaan BPR tersebut menjadi semakin jelas
dengan diberlakukannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Dalam Undang-Undang tersebut BPR diberikan landasan hukum
yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum. Undang-Undang
No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 secara eksplisit menyatakan bahwa
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank
Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya mengikuti Prinsip Syariah
selanjutnya disebut Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau BPRS.
Selain memberi definisi yang jelas, Undang-Undang No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 juga mengatur bahwa Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar,
Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa
(LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit
Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank
Karya Produksi Desa (BKPD) dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang
dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat
berdasarkan undang-undang ini dengan memenuhi persyaratan tata cara yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Dasar pertimbangan pengubahan lembaga-lembaga dimaksud menjadi
BPR adalah bahwa lembaga-lembaga tersebut telah tumbuh dan berkembang
dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh
masyarakat maka keberadaan lembaga tersebut perlu diakui. Oleh karenanya
Undang-undang perbankan memberikan kejelasan status dari lembaga-
lembaga dimaksud. Selanjutnya untuk menjamin kesatuan dan keseragaman
dalam pembinaan dan pengawasan, maka dengan Peraturan Pemerintah
ditetapkan persyaratan dan tata cara pemberian status lembaga-lembaga
dimaksud sebagai Bank Perkreditan Rakyat.
Dasar pertimbangan lain pengubahan lembaga-lembaga tersebut menjadi
BPR adalah untuk lebih menunjang pembangunan dan modernisasi di daerah
pedesaan, keberadaan dan kejelasan status serta perkembangan Bank
Perkreditan Rakyat perlu dibina dan diarahkan agar dapat memperluas
jangkauan pelayanannya dan memberi kepastian berusaha bagi Bank
Perkreditan Rakyat di segala pelosok tanah air.
Selanjutnya perubahan lembaga-lembaga keuangan desa menjadi BPR
diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992. Dalam PP
No.71/1992 mengatur bahwa Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah
memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan lembaga-lembaga
keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank
Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-
lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status
sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan
untuk menjadi BPR dalam jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997.
Pengaturan BPR tersebut menjadikan jumlah BPR semakin berkembang.
Saat ini jumlah BPR di Indonesia sebanyak 1669, sedangkan BPRS sejumlah
156. Sementara itu jumlah Bank Umum adalah sebanyak 120. Meskipun
jumlah BPR jauh lebih banyak dari bank umum, namun pangsa BPR dalam
menyalurkan kredit baru sekitar 2% dari total kredit yang disalurkan bank
umum dan BPR.
B. KEGIATAN OPERASIONAL BPR DAN BPRS

Seperti telah disinggung dalam uraian sejarah BPR, kegiatan operasional


BPR di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10
Tahun 1998. Dalam UU tersebut pengertian Bank Perkreditan Rakyat adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Dari pengertian ini maka berdasarkan jenisnya
BPR bisa merupakan BPR konvensional dan BPR Syariah.
BPR yang bersifat Syariah secara khusus diatur dengan Undang-Undang
No. 21 Tahun 2008. Dalam UU tersebut Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.

1. Kegiatan Usaha BPR dan BPRS


Dari pengertian di atas, kegiatan usaha BPR maupun BPRS adalah
terbatas, yaitu tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Dalam Undang-
Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tersebut diatur bahwa kegiatan
operasional BPR meliputi:
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
dan
d. menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank
lain.

Selain itu, Bank Perkreditan Rakyat dilarang:


a. menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran;
b. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
c. melakukan penyertaan modal;
d. melakukan usaha perasuransian;
e. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam poin a s/d di atas.

Sementara berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008 kegiatan


BPRS juga diatur bahwa kegiatan BPRS meliputi sebagai berikut.
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
1) Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
2) Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
1) pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau
musyarakah;
2) pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna’;
3) pembiayaan berdasarkan akad qardh; dan
4) pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik.
5) pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah.
c. Menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan akad mudharabah
dan/atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
d. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional,
dan Unit Usaha Syariah.
e. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah
lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan
Bank Indonesia.

2. Pengaturan Operasional BPR dan BPRS


Dari UU tersebut, sebelum ada OJK, operasional BPR selanjutnya diatur
dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/26/PBI/2006. Berdasarkan PBI.
Setelah ada OJK pengaturan operasional BPR diatur dengan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan
Rakyat. Sesuai POJK tersebut, diatur beberapa hal, antara lain sebagai
berikut.
a. Bentuk badan usaha
Bentuk badan hukum BPR dapat berupa:
1) Perseroan Terbatas.
2) Koperasi.
3) Perusahaan Daerah.
b. Kepemilikan
BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh:
1) Warga negara Indonesia.
2) Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia.
3) Pemerintah Daerah.
Dari ketentuan ini, BPR tidak bisa dimiliki oleh warga negara asing dan
tidak bisa dimiliki oleh satu orang.
c. Permodalan
Ketentuan permodalan adalah sebagai berikut.
1) Modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan paling sedikit
sebesar:
1) Rp14.000.000.000,00 (empat belas miliar rupiah), bagi BPR
yang didirikan di zona I.
2) Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah), bagi BPR yang
didirikan di zona II.
3) Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah), bagi BPR yang
didirikan di zona III.
4) Rp 4000.000.000,00 (empat milyar rupiah), bagi BPR yang
didirikan di zona IV.
Zona 1 menunjukkan zona dengan potensi ekonomi lebih tinggi dan
persaingan lembaga keuangan lebih ketat. Sedangkan zona 4
menunjukkan zona dengan potensi ekonomi lebih rendah dan
persaingan lembaga keuangan lebih longgar.
2) Dengan pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang
menetapkan jumlah modal disetor di atas jumlah tersebut.
3) Pembagian zona ditentukan berdasarkan potensi ekonomi wilayah
dan tingkat persaingan lembaga keuangan di wilayah kabupaten atau
kota yang bersangkutan.
4) Paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari modal disetor BPR
wajib digunakan untuk modal kerja.

Sementara itu, untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah kegiatan teknis


operasional diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3
/POJK.03/2016 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Beberapa hal
teknis operasional yang diatur Peraturan OJK tersebut antara lain:
1. Bentuk Badan Usaha
Bentuk badan hukum BPRS adalah Perseroan Terbatas.
2. Kepemilikan
BPRS hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
1) Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang
seluruh pemiliknya warga negara Indonesia.
2) Pemerintah Daerah.
3) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam poin 1) dan poin
2).
Dari ketentuan tersebut maka BPRS dilarang didirikan dan/atau dimiliki
oleh pihak bukan warga negara atau bukan badan hukum Indonesia.
3. Permodalan
a. Modal disetor BPRS paling kurang sebesar:
1) Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah) untuk BPRS
yang didirikan di zona I.
2) Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah) untuk BPRS yang
didirikan di zona II.
3) Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk BPRS yang
didirikan di zona III.
4) Rp3.500.000.000,00 (tiga milyar lima ratus juta rupiah) untuk
BPRS yang didirikan di zona IV.
b. Dengan pertimbangan tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang
menetapkan jumlah modal disetor BPRS lebih tinggi daripada
jumlah modal disetor pada poin a.
LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan latar belakang (semangat) dari awal pengembangan BPR di
Indonesia!
2) Tahun 1988 merupakan momentum bagi berkembangnya BPR, jelaskan
mengapa demikian!
3) Jelaskan perbedaan utama bank umum dan BPR!
4) Jelaskan prinsip kepemilikan BPR!
5) Selain prinsip syariah, apa perbedaan BPR dengan BPRS?

Petunjuk Jawaban Latihan

1) BPR telah ada di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka tahun 1945.
Keberadaan BPR berawal dari keinginan untuk membantu para petani,
pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang
(rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi.
2) Tahun 1988 merupakan momentum bagi perkembangan BPR di
Indonesia. Pada tahun 1988 Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan
Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38
yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan
tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha
“Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR. Pada tahun 1992, keberadaan BPR
tersebut menjadi semakin jelas dengan diberlakukannya Undang-Undang
No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Undang-Undang tersebut
BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank
selain Bank Umum.
3) Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sementara bank umum dalam kegiatannya diizinkan memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
4) BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki sebagai berikut.
1) Warga Negara Indonesia.
2) Badan Hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia.
3) Pemerintah Daerah.
4) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam poin 1), 2), dan
3).
Dari ketentuan ini, BPR tidak bisa dimiliki oleh warga negara asing, dan
tidak bisa dimiliki oleh satu orang.
5) Bentuk badan hukum BPR dapat berupa sebagai berikut.
a. Perseroan Terbatas.
b. Koperasi.
c. Perusahaan Daerah.
Sementara bentuk badan hukum BPRS adalah Perseroan Terbatas.

RANGKUMAN

BPR telah ada di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka tahun


1945. Keberadaan BPR berawal dari keinginan untuk membantu para
petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang
(rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi. Tahun 1988
merupakan momentum bagi perkembangan BPR di Indonesia. Pada
tahun 1988 Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988
(PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi
momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut
memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank
Perkreditan Rakyat” atau BPR. Pada tahun 1992, keberadaan BPR
tersebut menjadi semakin jelas dengan diberlakukannya Undang-Undang
No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Undang-Undang tersebut
BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank
selain Bank Umum.
Kegiatan operasional BPR meliputi:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan
pada bank lain.

Kegiatan BPRS meliputi sebagai berikut.


1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
a. simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah; dan
b. investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
a. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau
musyarakah.
b. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau
istishna’.
c. Pembiayaan berdasarkan akad qardh.
d. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
e. Pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah.
3. Menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan akad
mudharabah dan/atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
4. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum
Konvensional, dan UUS.
5. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank syariah
lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan persetujuan
Bank Indonesia.

TES FORMATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) BPR ada di Indonesia sejak ....


A. sebelum abad IXX
B. setelah Indonesia merdeka
C. Pakto 88
D. diberlakukannya UU No. 7 Tahun 1992

2) Latar belakang munculnya BPR di Indonesia antara lain ....


A. untuk meningkatkan jumlah uang beredar di pedesaan
B. untuk meningkatkan kinerja perbankan
C. untuk membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan
diri dari jerat pelepas uang (rentenir)
D. tidak ada yang benar

3) Perbedaan utama dalam hal layanan yang diberikan antara BPR dan bank
umum terletak pada ....
A. suku bunga kredit
B. suku bunga tabungan
C. layanan lalu-lintas pembayaran
D. semua benar

4) Berikut adalah bentuk badan usaha BPR ....


A. perseroan terbatas
B. koperasi
C. perusahaan daerah
D. semua benar

5) Bentuk badan usaha BPRS adalah ....


A. perseroan terbatas
B. koperasi
C. perusahaan daerah
D. semua benar

6) Kejelasan keberadaan dan kegiatan usaha BPR adalah sejak adanya ....
A. Paket Kebijakan Oktober 1988
B. UU No. 7 Tahun 1992
C. UU No. 10 Tahun 1998
D. UU No. 10 Tahun 2008

7) Keberadaan BPR dalam industri perbankan Indonesia, secara legal mulai


diatur sejak diberlakukannya ....
A. Paket Kebijakan Oktober 1988
B. UU No. 7 Tahun 1992
C. UU No. 10 Tahun 1998
D. UU No. 10 Tahun 2008
8) Berikut adalah kegiatan operasional BPR, kecuali ....
A. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu
B. memberikan kredit
C. menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia
D. memberikan jasa kliring

9) Berikut adalah pihak-pihak yang diizinkan memiliki BPR, kecuali ....


A. Warga Negara Indonesia
B. Warga Negara Asing
C. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia
D. Pemerintah Daerah

10) Dari pernyataan berikut mana yang benar ....


A. BPR bisa dimiliki WNA
B. BPR bisa dimiliki 1 orang
C. BPR bisa berbentuk PT
D. semua salah

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang
belum dikuasai.
Kunci Jawaban Tes Formatif
Tes Formatif 1
1) B. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2) D. Secara teori, sumber-sumber penghimpunan dana bank meliputi: giro,
tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, surat berharga yang
diterbitkan, pinjaman, dan modal sendiri.
3) A. Garis besar penggunaan dana bank untuk mendapatkan penghasilan
(revenue) bank meliputi: cadangan (reserve); kredit yang disalurkan
(loan); dan investasi (investment).
4) B. Aktiva tidak produktif berupa alat likuid (cash asset), berupa kas, giro
pada bank sentral, dan giro pada bank lain.
5) C. Selain menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga memberikan
jasa yang mempermudah transaksi. Jasa-jasa tersebut meliputi,
kliring, inkaso, L/C, bank garansi, dan transfer.
6) D. Untuk mengukur likuiditas, terdapat beberapa rasio yang lazim
digunakan sebagai berikut.
a. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga.
b. Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga.
c. Rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar.
d. Rasio surat-surat berharga jangka pendek terhadap total
portofolio surat-surat berharga.
e. Rasio total kredit terhadap total aset.
7) B. Beberapa faktor yang menentukan bunga kredit, meliputi cost of
loanable funds, spread, biaya overhead, premi risiko, dan base
lending rate.
8) A. Dalam manajemen kredit terdapat konsep 5C, yaitu character,
capacity, capital, collateral, dan condition of economy.
9) C. Collateral adalah nilai barang jaminan yang diserahkan oleh debitur
sebagai jaminan atas kredit yang dicairkan. Penilaian terhadap
kualitas jaminan ini perlu dilakukan untuk menentukan, jika terjadi
masalah pembayaran kredit dikemudian hari, apakah jaminan yang
diberikan mampu menutup semua kredit yang belum terbayar.
10)C. Faktor-faktor lain yang ikut memengaruhi penentuan suku bunga
kredit pada umumnya bersifat tidak langsung. Faktor-faktor ini pada
umumnya memengaruhi tingginya risiko, di mana semakin tinggi
risiko maka suku bunga kredit yang ditetapkan akan semakin tinggi.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. jangka waktu,
b. jaminan kredit,
c. reputasi perusahaan,
d. hubungan baik,
e. jaminan pihak ketiga.

Tes Formatif 2
1) C. Secara legal, operasional bank syariah di Indonesia mulai diatur
sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Ketentuan
tersebut muncul dalam bentuk definisi bank umum, definisi bank
perkreditan rakyat, dan definisi tentang prinsip syariah.
2) A. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3) D. Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat berupa:
a. Giro berdasarkan prinsip al-wadi’ah.
b. Tabungan berdasarkan prinsip al-wadi’ah dan Al-Mudharabah.
c. Deposito berjangka dengan prinsip Al-Mudharabah.
4) C. Prinsip dari Al-Wakalah adalah nasabah memberi kuasa pada bank
untuk mewakili dirinya untuk melakukan jasa tertentu, misalnya
pembukaan L/C, inkaso, dan transfer dana.
5) D. Jasa Al-Rahn pada prinsipnya adalah jasa gadai, yaitu utang dengan
jaminan harta atau aset.
6) A. Produk penyaluran dana bank syariah, secara garis besar
diklasifikasikan dalam empat kelompok sebagai berikut.
a. Prinsip jual beli.
b. Prinsip sewa.
c. Prinsip bagi hasil.
d. Prinsip pinjam berdasarkan akad al-qard.
7) B. Jasa Al-Hawalah adalah jasa pengalihan utang piutang.
8) C. Jasa Al-Kafalah pada prinsipnya adalah bank garansi.
9) B. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank
Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
10) D.

Tes Formatif 3
1) A. BPR telah ada di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka tahun
1945.
2) C. Keberadaan BPR berawal dari keinginan untuk membantu para petani,
pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang
(rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi.
3) C. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Sementara bank umum dalam kegiatannya diizinkan
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
4) D. Bentuk badan hukum BPR dapat berupa:
a. Perseroan Terbatas.
b. Koperasi; atau
c. Perusahaan Daerah.
5) A. Sementara bentuk badan hukum BPRS adalah Perseroan Terbatas.
6) A. Pada tahun 1988 Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober
1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang
menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan
tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan
usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR.
7) B. Pada tahun 1992, keberadaan BPR tersebut menjadi semakin jelas
dengan diberlakukannya Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang
Perbankan. Dalam Undang-Undang tersebut BPR diberikan landasan
hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum.
8) D. Kegiatan operasional BPR meliputi:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit.
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan
prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan
pada bank lain.
9) B. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh:
1) Warga Negara Indonesia.
2) Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia.
3) Pemerintah Daerah.
4) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam poin 1), 2),
dan 3).
10) C. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh:
1) Warga Negara Indonesia;
2) Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia;
3) Pemerintah Daerah; atau
4) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam poin 1), 2),
dan 3).
Dari ketentuan ini, BPR tidak bisa dimiliki oleh warga negara asing,
dan tidak bisa dimiliki oleh satu orang. Bentuk badan hukum BPR
dapat berupa:
1) Perseroan Terbatas.
2) Koperasi.
3) Perusahaan Daerah.
Daftar Pustaka

Muhammad. (2011). Manajemen Bank Syariah. Edisi Ketiga. Yogyakarta:


UPP-AMP.

Peraturan Bank Indonesia No. 11/23/PBI/2009 tentang Bank Perkreditan


Rakyat Syariah.

Peraturan Bank Indonesia No. 8/26/PBI/2006 tentang Bank Perkreditan


Rakyat.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank


Perkreditan Rakyat.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3 /POJK.03/2016 tentang Bank


Pembiayaan Rakyat Syariah.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38 /POJK.03/2016 tentang


Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi
oleh Bank Umum.

Peraturan pemerintah No. 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat.

Saunders, A., & Cornett, M.M. (2011). Financial institution management: a


risk management approach. Seven Edition, McGraw-Hill Int. Edition.

Sejarah Perkembangan BPR. Diakses pada www.bi.go.id

Siamat, D. (2005). Manajemen lembaga keuangan: kebijakan moneter dan


perbankan. Edisi Kelima. LPFE-UI.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/33/DKBU tanggal 1 Desember 2010.


Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/31/DPBPR tanggal 12 Desember 2006.

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 43 /SEOJK.03/2016.

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No.


7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Anda mungkin juga menyukai