BERFIKIR FILSAFAT
Dosen Pengampu:
Hadi Siswanto
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayatNya kami dapat menyusun makalah dengan judul “Berfikir Filsafat”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan Ilmu Logika,
Program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati
Indonesia Tahun Ajaran 2019/2020.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, karena itu kritik dan
saran yang membangun sangat penyusun harapkan. Akhirnya kami selaku penyusun
mohon maaf kepada semua pihak apabila ada kesalahan dan kekurangan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..................................................................................................................4
2.1 Pengertian...................................................................................................................4
BAB III..............................................................................................................................12
KESIMPULAN..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sehingga secara singkat filsafat dapat dianggap sebagai
berpikir atau pola pikir. Berfikir yang dimaksud adalah berfikir yang
bersifat menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Sehingga orang
yang berfilsafat berarti orang tersebut berupaya melakukan
pemikiran yang mendalam dan sistematis tertang berbagai
permasalahan yang berkembang agar memiliki posisi dan
pandangan yang jelas tentang suatu permasalahan tersebut. Akan
tetapi sebenarnya berfilsafat itu lebih dari sekedar pola pikir, karena
berfilsafat juga merupakan pola rasa atau pola hati dan pola krida.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa berfikir secara
filsafat berbeda dengan berfikir biasa, yang membedakan adalah
metode yang digunakannya. Berfikir biasa adalah berfikirnya orang
awam, yaitu berfikirnya masih tercampur, tidak berpola dan tidak
sistematis. Sedangkan berfikir secara filsafat adalah berfikir secara
ilmiah, logis dan diperkuat oleh efiden.
Berfikir memang merupakan hal yang lazim dilakukan oleh
semua orang, tidak hanya dari kalangan tertentu saja, tapi semua
kalangan masyarakat. Tetapi tidak semua dari mereka yang berfikir
filsafat dalam kehidupan sehari-harinya. Padahal berfikir filsafat
sangatlah penting untuk semua orang dalam rangka menjalani
aktivitas sehari-hari, atau untuk mencari solusi bagi sebuah
permasalahan. Jika ditelaah secara mendalam, begitu banyak
manfaat, serta pertanyaan-pertanyaan yang mungkin orang lain
tidak pernah memikirkan jawabannya. Karena filsafat merupakan
induk dari semua ilmu.
Beberapa manfaat berfikir filsafat, yaitu mengajarkan cara
berpikir kritis, sebagai dasar dalam mengambil keputusan,
menggunakan akal secara proporsional, membuka wawasan
berpikir menuju kearah penghayatan, dan masih banyak lagi. Itulah
sebabnya mengapa setiap orang diharapkan untuk selalu berfikir
filsafat kapanpun, dimanapun, dan dalam situasi apapun ia berada.
2
Namun kenyatannya, banyak orang yang masih bingung atau
tidak tahu tentang perbedaan cara berfikir secara filsafat dan
berfikir biasa. Banyak orang yang salah mengartikan, bahwa orang
yang berfikir berarti berfilsafat. Padahal sebenarnya orang berfikir
belum tentu berfilsafat walaupun oarang yang berfilsafat berarti
berfikir. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang
cara berfikir secara filsafat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian filsafat
2. Apa saja objek berfikir filsafat
3. Apa saja ciri-ciri berfikir filsafat
4. Bagaimana karakteristik berfikir filsafat
5. Apa saja metode berfikir filsafat
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian filsafat
2. Mengatahui objek berfikir filsafat
3. Mengetahui ciri-ciri berfikir filsafat
4. Mengetahui bagaimana karakteristik berfikir secara filsafat
5. Mengetahui beberapa metode berfikir secara filsafat
3
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Belajar filsafat berarti belajar tentang “kebijakan”. Atau setidaknya, ketika
Kita belajar Filsafat berarti kita belajar atau menjadi manusia yang mencintai
“kebijakan”. Lebih bagus lagi untuk menjadi orang yang bijak dalam hal apa
pun. Filsafat sebagai induknya ilmu, telah banyak berjasa dalam proses kemajuan
ilmu itu sendiri. Bahkan tidak sedikit diantara para tokoh atau keimuan, juga
disebut filosof, karena ilmunya mumpuni dan cara berpikirnya sudah terpenuhi dalam
kriteria berpikir filsafat.Adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani :
”philosophia”.
Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa,
seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis;
“philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah”
dalam bahasa Arab. Para filsuf memberi batasan yang berbeda -beda mengenai
filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan
filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah
atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia –philien : cinta dan sophia :
kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan
seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan
pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang
dimilikinya.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis, dapat ditegaskan bahwa filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara
mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi
tersebut.
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang
sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan
akhirnya memperoleh kebenaran (A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu kajian dalam dimensi
Ontologis, Epistemologis, dan aksiologis, 2011: H.1).
5
2.2 Objek berfikir filsafat
Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek
yang dipikirkan oleh filsafat ialah segala yang ada dan mungkin ada.
”Objek filsafat itu bukan main luasnya”, tulis Louis Katt Soff, yaitu
meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang
ingin diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran
atau akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya,
cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan mungkin
ada menurut akal pikirannya. Jadi objek filsafat ialah mencari
keterangan sedalam-dalamnya.
Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dibedakan
menjadi dua, yaitu objek material dan formal. Objek material ini
banyak yang sama dengan objek material sains. Sains memiliki
objek material yang empiris. Filsafat menyelidiki onjek filsafat itu
juga tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang
abstrak. Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah mencari
keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat
(yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada).
Dari uraian diatas maka objek material filsafat ialah sarwa yang
ada yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan
pokok, yakni:
a. Hakekat Tuhan
b. Hakekat Alam, dan
c. Hakekat Manusia.
Sedangkan objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan
secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek
materi filsafat (sarwa-yang-ada).
6
masyarakat. Tapi tidak semua dari mereka yang berfikir filsafat
dalam kehidupan sehari-harinya. Ciri – ciri berfikir filsafat adalah
sebagai berikut :
a. Logis
Adalah masuk akal, yang dimana segala sesuatu dapat dibuktikan
secara ilmiah.
b. Rasional
Sumber penggetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya
adalah rasio (akal), selalu menggunakan nalar ketika berpikir atau
bertindak atau kegiatan yang mempergunakan kemampuan
pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan
perasaan dan naluri.
c. Koheren
Adalah keruntutan dalam berfilsafat sangatlah diperlukan, karena
apabila kita berfilsafat secara koheren kita akan mendapat hasil
yang sangat maksimal. Dalam berfikir unsur-unsurnya tidak boleh
mengandung uraian yang bertentangan satu sama lain namun
juga memuat uraian yang logis.
d. Korelasi
Adalah saling berhubungan, dalam berfikir masing-masing unsur
saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu
keseluruhan, sehingga dapat tersusun suatu pola pemikiran yang
filosofis.
e. Holistik / Kompreherensif
Berfikir secara menyeluruh, artinya melihat objek tidak hanya dari
satu sisi sudut pandang, melainkan secara multidimensional
f. Radikal
Berfikir secara mendalam, sampai akar yang paling ujung, artinya
sampai menyentuh akar persoalannya, esensinya.
g. Universal
7
Muatan kebenarannya sampai tingkat umum universal, mengarah
pada pandangan dunia, mengarah pada realitas hidup dan realitas
kehidupan umat manusia secara keseluruhan.
8
Memiliki sikap mental, kesetiaan dan jujur terhadap
kebenaran.
Bersungguh-sungguh dalam berfilsafat serta berusaha dalam
mencari jawabannya.
Latihan memecahkan persoalan filsafati dan bersikap
intelektual secara tertulis
maupun lisan.
Bersikap terbuka.
9
Platinos menggunakan metode intuitif atau mistik dengan
membentuk kelompok yang melakukan kontemplasi religious
yang dijiwai oleh sikap kontemplatif. Metode filsafat Platinos
disebut metode mistik sebab dimaksudkan untuk menuju
pengalaman batin dan persatuan dengan Tuhan. Dengan
demikian bisa kita pahami bahwa tujuan Platinos dengan
filsafatnya adalah ingin membawa manusia kedalam hidup
mistis, hidup yang mempertinggi nilai rohani dan persatuan
dengan Yang Maha Esa
10
pemecahan soal dan uraian analitis. Mengembalikan soal itu kehal yang telah
diketahui tetapi akan menghasilkan pengetian baru. Menurut Descartes semua
kesatuan ilmu harus dikonsepsikan dan dikerjakan oleh seorang diri saja.
Koherensi yang tepat harus dating dari seseorang. Orang harus menemukan
kebenaran sendiri. Mencari pemahaman dan keyakinan pribadi tidak harus mulai
dengan kebenaran-kebenaran yang sudah diterima dari orang lain. Descartes ingin
mencari titik pangkal yang bersifat mutlak dari filsafat dengan menolak atau
meragukan metode-metode dan pengetahuan lain secara prinsipel ia menghasilkan
segala-galanya. Tapi keraguan ini adalah bersifat kritis.
11
kebenaran bukan pada konsep tunggal, tetapi dalam pernyataan
dan kesimpulan lengkap. Ia membedakan dua jenis pengertian :
1.Pengertian analistis yang selalu bersifat apriori, misalnya
dalam ilmu pasti; 2.Pengertian sintesis. Pengertian ini dibagi
menjadi dua yakni aposteriori singular yang dasar kebenarannya
pengalaman subyektif seperti ungkapan ‘saya merasa panas’,
dan apriori yang merupakan pengertian universal dan pasti
seperti ungkapan ‘sekarang hawa panas 100 derajat Celcius”.
Intinya, metode ini menerima nilai obyektif ilmu-ilmu positif,
sebab terbukti telah menghasilkan kemajuan hidup sehari-hari.
Ia juga menerima nilai subyektif agama dan moral sebab
memberikan kemajuan dan kebahagiaan.
Dengan catatan syarat paling minimal yang mutlak harus
dipenuhi dalam subyek supaya obyektifitasnya memungkinan.
Seperti efek placebo obat yang sebetulnya tidak dapat
menyembuhkan, namun membuat seseorang percaya ia akan
sembuh karena telah meminumnya. Di dalam pengertian dan
penilaian metode ini terjadi kesatuan antara subyek dan obyek,
kesatuan antara semua bentuk. Hal ini menuntut adanya
kesatuan kesadaran yang disebut “transcendental unity of
apperception”.
12
disintesiskan kembali untuk mendapatkan hahikat yang lebih
baik lagi.
9. Metode Non-positivistis
13
Kenyataan yang di pahami menurut hakikatnya dengan jalan
mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu
pengetahuan positif (eksakta).
BAB III
KESIMPULAN
14
holisitik / komprehenrensif (menyeluruh), radikal (menyelesaikan
sampai pada akar-akarnya) dan universal (mengarah pada pandangan
dunia dan manusia secara menyeluruh).
Ada beberapa metode yang digunakan dalam berfikir filsafat
diantaranya yaitu Metode Kritis, metode intuitif, metode skolastik,
metode geometris, metode eksperimental, metode kritis-transdental,
metode dialektis, metode fenomologis, metode non positivistis, dan
metode analitika bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. A. Susanto, M.Pd, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,
Epitemologis, dan Aksiologis, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2011
15
Barten, K, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta : Kanisius,1975
16