Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..

143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

Model Hukum Islam: Suatu Konsep Metode Penemuan Hukum melalui


Pendekatan Ushuliyyah

Yusna Zaidah
Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin
e-mail: yusnazaidah@uin-antasari.ac.id

Abstract: This research will discuss about method of discovery of Islamic law through ushul
approach. In an effort to find the law unearthed from its source, the multipliers of Islamic law
should start from the principle of benefit to the method offered by the preceding experts. So found
maslahah method, istihsan, linguistic approach, and method of causation.

Keywords: Method, maslahat, qiyas, language, law, ushul

Abstrak: Penelitian ini akan membahas mengenai metode penemuan hukum


islam melalui pendekatan ushul. Dalam upaya menemukan hukum yang digali dari
sumbernya, para pengali hukum Islam seyogianya bertitik tolak dari prinsip
kemaslahatan dengan metode yang telah ditawarkan oleh para pendahulu yang
ahli dibidangnya. Maka ditemukan metode maslahah, istihsan, pendekatan linguistik,
dan metode kausasi.
Kata kunci: Metode, maslahat, qiyas, bahasa, hukum, ushul

Pendahuluan menemukannya melalui tanda-tanda


Menurut para ahli ushul fiqh, yang diberikan Allah. Dengan kata
hukum Islam merupakan instruksi- lain, hukum syari’ah merupakan man-
wacana (khitab) Allah kepada para discovered law dan bukan man-made law.1
hamba-Nya. Sebagai khitāb, manusia
hanya bertugas mengenali dan 1Syamsul Anwar, “Epistemologi
Hukum Islam”, dalam Syamsul Anwar,

143
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

Hal ini, tampak dalam ungkapan hanya berfungsi sebagai sumber


Coulson, Tuhan yang merencanakan, hukum penjelas atau pemberita
manusia yang memformulasikannya.2 (mukhbir) tentang hukum Allah.4
Dengan demikian dapat dipahami, Dalam upaya menemukan
bahwa hukum tidak selalu merupakan hukum yang digali dari sumbernya,
barang siap pakai, melainkan harus para pengali hukum Islam seyogianya
dicari dan ditemukan. Oleh karena itu, bertitik tolak dari prinsip
penemuan hukum merupakan suatu kemaslahatan dengan metode yang
hal yang inheren dalam setiap sistem telah ditawarkan oleh para pendahulu
hukum, termasuk hukum Islam. Dan yang ahli dibidangnya. Tujuan
menemukan hukum haruslah dari penemuan hukum haruslah dipahami
sumber hukum itu sendiri. oleh mujtahid dalam rangka
Membicarakan sumber hukum mengembangkan pemikiran hukum
merupakan merupakan persoalan dalam Islam secara umum dan
polemik antara ahli ilmu tasauf dan menjawab persoalan-persoalan hukum
ahli fiqih. Menurut Juhaya S. Praja3, kontemporer yang kasusnya tidak
ahli Tasauf berpendapat bahwa diatur secara eksplisit oleh al Quran
sumber hukum Islam, secara hakiki dan hadis.
adalah Allah, sementara ahli fiqh Oleh karenanya dengan
berpendapat bahwa sumber hukum berbagai macam teori atau metode
Islam itu adalah Quran sebagai dalil yang diterapkan diharapkan akan
hukum. Al Ghazali berpendapat dapat menemukan hukum-hukum
bahwa yang dimaksud dengan sumber dalam memecahkan berbagai
utama adalah al qur’an, sementara as persoalan yang muncul. Demikian
Sunnah sekalipun sifatnya wahyu, pula dengan metode yang
diberlakukan dalam suatu negara
Metodologi Hukum Islam (Kumpulan makalah menurut hukum Islam yang telah
tidak diterbitkan), h. 113
2 Noel J. Coulson, Konflik dalam dikemukan oleh para Juris Islam
Yurisprudensi Islam, ter. Fuad (Yogyakarta: (fuqaha) dan sangat mendasar
Navila, 2001), h. 2.

3 Dedy Supriyadi, Sejarah Hukum

Islam, Pustaka setia Bandung, 2010, h. 137 Al Ghazali, tt, Ihya Ulumuddin, Jilid
4

I, Darl Fikr, Beirut, tt. h. 100

144
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

metode yang mereka temukan, seperti dalil tersebut dibangun hukum Islam
pemahaman hukum yang terdapat yang ketentuan hukumnya sesuai
dalam teks hukum dikaji dengan dengan akal sehat (a reasionable
dengan metode hermeneutika assumption).
maupun dari segi bahasanya yang Imam Syafi‟i adalah orang
disebut Ushul Fiqh. yang mempunyai jasa dan andil yang
Dengan demikian dapat besar sebagai pendiri atau guru arsitek
dipahami bahwa ushul fiqh adalah ushul fiqh dalam kitabnya ar Risalah
ilmu yang terdiri dari aturan aturan yang tidak hanya karya pertamanya
umum untuk membantu para membahasa Ushul Fiqh, tetapi juga
mujtahid untuk memecahkan sebagai model bagi ahli-ahli hukum
permasalahan permasalahan agama dan para teorisasi yang muncul. Imam
baik untuk masa dahulu, sekarang Syafi’i,5 adalah orang pertama kali
maupun yang akan datang. Jadi, dapat mengembangkan Ushul Fiqh dan ia
dikatakan bahwa tidak mungkin orang disebut sebagai inspirator yang berjasa
dapat sampai pada kesimpulan fikih besar atas bersatunya dua kelompok
kalau ia tidak mengetahui ilmu Ushul fiqh sebelum kedatangannya, yakni
Fiqh ini. Jika dilihat tujuan ahlul hadis (yakni aliran fikih yang
mempelajari Ushul Fiqh maka kata berpegang pada makna tekstual nash)
kunci yang paling penting dalam dan ahlul-ra’yi (aliran fikih yang
mempelajari ilmu tersebut adalah agar melihat substansi dan maksud-
dapat mengetahui dan maksud nash). Imam Syafi’i juga
mempraktekkan kaidah-kaidah cara disebut sebagai pendiri metode
mengeluarkan hukum dari dalilnya. Iṣtinbāt (deduction) dalam penyusunan
Jumhur ulama sepakat bahwa kaidah-kaidah Ushul fiqh. Coulson
obyek kajian ilmu ushul fiqh adalah
kaidah - kaidah atau metode istinbat
hukum. Di dalam ilmu Ushul Fiqh
dirumuskan metode memahami
5 Abd al-’Azīm al-Dîb, Fiqh Imām
hukum Islam dan memahami dalil-
Haramayn, (Qatar: Idārat Uhyā’ al-Turāth al-
dalil hukum yang mana dengan dalil- Islāmî, 1985), h. 36

145
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

menjulukinya sebagai “The Maṣter penemuan hukum


Architect”.6 Islam?
Hasil pemikiran Imam Syafi’i 2. Apa saja bentuk
di bidang metodologi ini dianggap teori/metode
yang pling mencakup dan sistematis penemuan hukum
pada masanya., karena itu sampai Islam?
batas tertentu dianggap sebagai Pengertian Teori/Metode
koreksi dan penyempurnaan atas Penemuan Hukum Islam
kaidah kaidah yang disusun dan Dalam istilah ilmu Ushul Fikih
digunakan oleh Imam Abu Hanifah teori atau metode penemuan hukum
(150 H/767 M) dan Imam Malik (179 dipakai dengan
H/795 M) dan ulama lain pada masa istilah ”istinbath”/thuruq al-istinbath
itu,Kaidah kaidah ini pada masa yaitu cara-cara yang ditempuh seorang
belakangan dilengkapi dan mujtahid dalam mengeluarkan hukum
disempurnakan lagi, terutama sekali dari dalilnya8. Dengan demikian
oleh ulama generasi al Ghazali (abad istinbath adalah cara bagaimana
kelima Hijriah) dan setelah itu memperoleh ketentuan Hukum Islam
generasi Fakhrs al Din al Razi (abad dari dalil-dalilnya sebagaimana
ke enam H), sehingga di tangan dibahas dalam ilmu Ushul Fiqh.
mereka ini dianggap baku dan Beristinbath hukum dari dalil-dalilnya
sempurna.7 dapat dilakukan dengan jalan
Beranjak dari hal hal di atas pembahasan bahasa yang
penulisan ini akan mencoba dipergunakan dalam dalil Al-Quran
membahas: atau Sunnah Rasul, dan dapat pula
1. Apa yang dimaksud dilakukan dengan jalan memahami
dengan teori/metode jiwa hukum yang terkandung dalam
dalilnya, baik yang menyangkut latar
6 N.J. Coulson, A Hiṣtory of Iṣlamic
Law, (Edinburg: Edinburg University Press, belakang yang menjadi landasan
1978), h. 53.

7 Al Yasa Abu Bakar, Metode 8Asjmuni A. Rahman, Metode


Istislahiah, (Pemanfatan Ilmu Pengetahuan dalam Penetapan Hukum Islam, Cet. 2, (Jakarta :PT.
Ushul Fiqh), Kencana, Jakarta, 2016, h. 9. Bulan Bintang, 2004), hlm. 1.

146
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

ketentuan hukum ataupun yang satu sisi dan sebagi metode hukum
menjadi tujuan ketentuan hukum9. pada sisi lainnya11.
Kajian metode penemuan Konsep penemuan hukum
hukum Islam ini ada yang merupakan teori hukum terbuka yang
menyebutnya dengan istilah metode pada pokoknya bahwa suatu aturan
hukum Islam biasanya berkenaan yang telah dimuat dalam ketentuan-
dengan teori klasik tentang sumber ketentuan hukum yang ada dalam al-
hukum Islam, baik di kalangan ahli Quran dan al-Hadis serta hukum
hukum Islam maupun para pakar postif (baca ; undang-undang, qanun
hukum Barat.10 Oleh karena itu fungsi dan fiqh) dapat saja dirubah
dan sifat sutu metode tidak dapat maknanya, meskipun tidak ada diubah
dipisahkan, bahkan dipengruhi sifat kata-katanya guna direlevasikan
sifat sumber hukum itu sendiri. Fakta dengan fakta konkrit yang ada.
historis menunjukkan bahwa Keterbukaan sistem hukum karena
pemahaman hukum Islam yang jelas terjadi kekosongan hukum, baik
ditempuh para sahabat Nabi telah karena belum ada undang-undangnya
mampu memberi peran penting dalam maupun undang-undang tidak jelas.
menampakkan karakteristik hukum
Islam yang dinamis dan elastis seiring Bentuk Teori Penemuan Hukum
dengan tuntutan zaman yang Islam
dihadapi. Pembahasan metode dan Dalam hukum Islam, para juris
sumber hukum ini terasa semakin muslim telah mengembangkan model
penting dikemukakan karena selama penemuan hukum secara seksama
ini masih terdapat diskursus sekitar guna menterjemahkan hukum Islam
penempatan ijma, qiyas, istihsan dan dalam realitas kehidupan. Model
lainnya sebgai dalil hukum Islam pada penemuan hukum dapat dilakukan
dengan menggunakan kaidah-kaidah
9 Ahmad Azhar Basyir, Pokok-Pokok bahasa (lingkuistik) maupun dengan
Persoalan Filsafat Hukum Islam, (Yogyakarta, menggunakan kaidah-kaidah
UII Pres, 1984), hlm.32
10 Qadhi Abu Hasan An Nubahi, Al

Marqabah al UlyaFiman Yastahiq al Qadla wa al


fitja, Kairo; Dar al Kitab al Misri, 1948, h. 20. Dedy Supriyadi, Sejarah Hukum
11

Islam, 2010., h. 140

147
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

Ushuliyah lainnya. Ahli Ushul Fiqh bergantung pada landasan yang


menetapkan ketentuan bahwa untuk dipergunakan dalam berijtihad atau
mengeluarkan hukum dari dalilnya beristinbah, Menurutnya berdasarkan
harus terlebih dahulu mengetahui penelusuran terhadap ijtihad para
kaidah syari’ah dan kaidah lughawiyah12. sahabat terdapat tiga model pemikiran
Ali Yasa Abu Bakar hukum (ijtihad), yakni ijtihad bayani,
berpendapat bahwa harus dibedakan ijtihad qiyasi dan ijtihad istislahi.14
antara dalil dan metode. Dalil Ketiga model ijtihad tersebut
menurutnya adalah hanya al Qur’an dalam telaah Juhaya S. Praja
dan as Sunnah (dalil al munsyi’) tampaknya di kategorekan dalam dua
sedangkan dalil selebihnya (dalil al metode, yaitu metode naqliyah
muzhhir) dianggap sebagai metode, (metode bayani) dan metode aqliyah
yang dikelompokkan menjadi : metode qiyasi dan istislahi).
1) Metode lughawiyyah (penalaran Pengelompokan ini didasarkan kepada
yang bertumpu pada kaidah karakter sumber hukum Islam sendiri
kaidah kebahasaan) yang merupakan gabungan antara
2) Metode Ta’liliyyah (pertimbangan wahyu Allah dan ijtihad manusia.15
yang bertumpu pada ilat (rasio 1. Ijtihad Bayani
legis) Ijtihad ini berusaha menjelaskan
3) Metode istishlahiyyah makna makna nash yang masih
(pertimbangan yang bertumpu memerlukan kejelasan (mujmal).16
pada kemashlatan atau tujuan Ketika para fukaha berbicara tentang
pensyariatan.13 sebuah dalil dari al Qur’an dan as
Senada dengan hal tersebut Sunnah, sebenarnya yang mereka
Salam Mazkur menyebutkan bahwa maksudkan adalah keputusan hukum
bentuk bentuk metode hukum Islam yang digali dari ungkapan khusus

12 A.Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, 14Muhammad Salam Mazkur, Al

Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, Cet. Ijtihad fi Tasyri al Islami, Kairo: Dar an
5, Edisi Revisi, (Jakarta, Prebada Media, Nahdah al Arabiyah, 1984, h. 42-45
2005), h.17 15 Juhaya S. Praja, h. 51-62.

13 Ali Yasa Abu Bakar, , Metode 16 Dedy Supriadi, Sejarah…, 2010., h.


Istislahiah, 2016, , h. 18. 142.

148
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

suatu ayat atau hadis, berdasarkan dalam penafsiran kebahasaan in,


salah satu kategori ungkapan bahasa. perbedaan teoritis terkait hubungan
Ungkapan atau istilah dikategorikan antar kategori yang dihasilkan
menurut hubungan dikenal dengan menyebabkan beberapa perbedaan
kejelasan (wuduh)), implikasi (dilalah), pendapat pada tingkatan fikih
dan cakupan (syumul).17 praktis.19 Dilihat dari segi luas
Pada dalil dalil linguistic (bayani) sempitnya cakupan pernyataan hukum
berbasis nas, yakni berdasarkan dalam metode linguistic ini
implikasi (dilalat) yang termuat oleh ditemukan pernyataan hukum yang
terma terma tersebut. memunculkan bersifat ‘āmm dan khās, muṭlaq dan
empat kategori penunjukan makna (al- muqayyad, haqiqi dan majazi, serta
dalalah). Menurut Jaser Audah ada dua musytarak. 20
klasifikasi yang sangat mirip yang
disahkan oleh semua mazhab, 19 Ibid, h. 148.
sekalipun dalam istilah istilah yang 20 Secara singkat, istilah-istilah
berbeda tipis, yakni klasifikasi versi tersebut mempunyai pengertian-pengertian
tersendiri., yakni: (1) Kata yang bersifat ‘amm
Hanafi dan versi Syafi’i18. Perbedaan merupakan kata yang menunjukkan pada
jumlah yang banyak dan mencangkup apa
dalam klasifikasi/urutan kias jali (kias saja yang bisa diterapkan kepadanya.
Sedangkan kata yang bersifat khas
aula) dan isyarah menghasilkan merupakan implikasi berlawanan dari ‘āmm.
sejumlah perbedaan dalam keputusan Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
kata yang bersifat āmm merupakan kata yang
hukum fiqh antara mazhab Hanafi belum spesifik, sedangkan kata yang bersifat
khās merupakan kata yang spesifik.(2) Kata
dengan mazhab fikih lainnya (yang yang bersifat muthlaq merupakan kata yang
tidak terkualifikasi atau pun terbatas
secara umum mengikuti klasifikasi penerapannya, sedangkan muqayyad
merupakan kata yang terkualifikasi. Muthlaq
versi Syafi’i.) juga dapat didefinisikan sebagai kata yang
Kemudian jika dilihat segi luas- menunjukkan pada hakekat kata itu apa
adanya tanpa memandang jumlah atau pun
sempitnya cakupan pernyataan hukum sifatnya. Sedangkan kata yang bersifat
muqayyad merupakan kata yang menunjukkan
pada hakikat kata tersebut dengan dibatasi
oleh sifat, keadaan, dan syarat
17Jasser Auda, Membumikan al tertentu.(3)Kata yang bersifat majazi
Qur’amn melalui Maqasidus Syariah, Terj merupakan lafaz yang berbentuk homonim
Rosidin dan ‘Ali ‘Abd el Munim, Mizan yang mencangkup apa yang diistilahkan
Pustaka,Bandung, 2015, h. 136. sebagai kepalsuan atau ketidakrealistisan.
Sedangkan kata yang bersifat haqiqi
18Ibid., h. 140-142 merupakan lafaz yang maknanya dapat
diketahui dari harfiyah-nya. (4) Mushtarak

149
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

Para fakih sepakat bahwa membatasi mutlaq selama masalah dan


terma khusus itu pasti/qath’i dalam hukumnya sama.23
implikasinya, sehingga tidak dapat Dari segi luas-sempitnya
menjadi dugaan/zhanni berdasarkan cakupan pernyataan hukum dikenal
hepotesa apapun.21 Akan tetapi para adanya kategori perintah (amr)24 dan
fakih berbeda akan “kepastian” terma larangangan (nahy25). Menurut
umum. Mazhab Hanafi menilai bahwa pendapat jumhur, perintah itu sendiri,
terma umum itu qat’i sedangkan apabila tidak disertai dengan
seluruh mazhab yang lain menilai petunjuk-petunjuk atau kejelasan yang
bahwa terma umum itu zhanni, memberinya makna khusus,
sehingga dapat di takhsiskan. menyatakan kewajiban atau hanya
Perbedaan pendapat ini memiliki permintaan yang tegas. Tetapi hal
dampak pada nas nas yang dinilai tersebut dapat berubah apabila ada
“bertentangan”.22 petunjuk-petunjuk lain yang dapat
Demikian pula perbedaan menarik perintah kepada mubah,
pendapat yang senada juga terjadi sunah bahkan variasi makna lainnya.26
terkait cara mazhab fikih
berhubungan dengan ungkapan yang 23 Ibid. h. 150
“terbatas”/muqayyad) dan tidak 24 Perintah (amr) didefinisikan
terbatas (mutlaq). Mazhab Hanafi sebagai permintaan lisan untuk melakukan
sesuatu yang keluar dari orang yang
berpendapat muqayyad membatasi kedudukannya lebih tinggi kepada orang yang
kedudukannya lebih rendah. Larangan (nahy).
mutlaq selama masalahnya sama, Ibid., h. 218
sedangkan Mazhab lainnya 25 Kata nahy berarti larangan
menurut bahasa, sedang menurut istilah
berpendapat bahwa muqayyad adalah tuntutan untuk meninggalkan berbuat
dari yang berkedudukan lebih tinggi ke yang
berkedudukan lebih rendah. Nahy ini juga
menggunakan berbagai lafal dalm
penunjukanya, diantaranya lafal nahyun itu
sendiri, fi’il mudhori’ yang diawali laa nahy,
merupakan kata yang menunjukkan pada dengan menunjukan bahwa suatu pernuatan
lebih dari satu makna.. adalah haram, menjelaskan ancaman bagi
pelaku, dan memerintahkan untuk
21 Abu Zahrah, Ushul Fikih, h. 146, meninggalkan suatu perbuatan., Ibid.
sebagaimana dikutip Jaser Audah, , h. 148.
26 Muhammad Hashim Kamali . loc.
22 Ibid cit., h. 180

150
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

Dalam nahy juga menimbulkan suatu yang tidak ada nasnya. Untuk
tunjukan makna (dilalah an nahy) melakukan perluasan cakupan teks
antara lain : menunjukan haram, hukum yang ada, dilakukan
makruh, dan mengarahkan. penyelidikan terhadap ketentuan
Metode yang berkenaan dengan hukum yang sudah ada di dalam teks
ijtihad bayani ini dapat berupa metode hukum guna mengkaji dan
tafsir, ta’wil, jam’u, nasakh bahkan menemukan atribut atau ‘illat29 yang
metode tarjih dalam menyelesaikan melandasi atau menjadi dasar
lafazh lafazh yang diduga mengandung penetapannya. Setelah ditemukannya
pengertian kontradiktif. Semua metode ‘illat, maka hukum tersebut diperluas
ini dinamakan pula metode tarjih, hingga mencakup kasus lain sejenis
metode ijtihad intiqa’i.27 yang secara harfiah tidak tercakup
2. Ijtihad Qiyasi. dalam pernyataan tekstual hukum
Ijtihad qiyasi ini adalah ijtihad yang ada.
yang berusaha menyberangkan hukum Sebagian ada juga yang
yang telah ada ketentuan nashnya menyebutnya dengan ijtihad
pada masalah masalah baru yang qiyasi/ijithad ta’lili/(kausasi, qiyasi)
belum ada hukumnya karena adanya merupakan jawaban metodologis atas
kesamaan illat hukum.28 kasus baru yang tidak tercakup dalam
Langkah yang ditempuh untuk redaksi nash30. Ijtihad ini ditempuh
menemukan hukum ketika tidak ada
atau tidak ditemukan teks hukumnya 29Definisi‘illat antara lain adalah:
motif (ba’its) yang menggerakkan pemberi
adalah dengan memperluas cakupan hukum untuk memberikan hukum. Artinya,
‘illat harus mengandung alas an tersembunyi
teks hukum tersebut sehingga mampu (hikmah) yang pantas menjadi tujuan bagi
mencakup dan menjawab kasus-kasus pembuat hukum dalam menentukan hukum.
Lihat Al Amidi, al Ihkam fi Ushul al Ahkam,
juz 3 (Beirut: Dar al Fikr, 1996), hlm. 289.
definisi yang lain adalah “sifat yang jelas,
27Yusuf al Qardlawi, Al Ijtihad Fi al tampak, selalu ada dan sesuai dengan
Syari’ah al Islamiyah Maqasid Asy Syari’ah an hukum” lihat Abu Zahrah, Ushul al Fiqh
Naadharatin Tahliliyyatin fi al Ijtihad al Muashir, (Kairo: Dar Al Arabi, tt), hlm. 273.
di terjemahkan oleh Ahmad Syathori, Ijtihad
Dalam Syariat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 30 Terdapat tiga pola (tariqat) ijtihad

1987, h. 150. dalam hukum Islam yaitu bayani, ta’lili (qiyasi)


dan istislahi. Ijtihad istihsani tidak dianggap
28Dedy Supriyadi, Sejarah Hukum sebagai pola ijtihad yang berdiri sendiri
Islam, 2010, h. 142 dengan alasan beberapa bagian aplikasinya

151
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

dengan menggunakan metode qiyas diuraikan bahwa rukun-rukun qiyas


bahkan menggunakan metode meliputi empat unsur pokok33 .
istihsan. Kias dinilai sah sebagai sumber
a. Metode Qiyas/Kias (analogi)31 legislasi sekunder oleh keempat
Qiyas juga didefinisikan dengan mazhab sunni , muktazilah dan ibadi.
menerangkan hukum sesuatu yang Namun menurut Syiah Ja’fari, Zaidi,
tidak ada nahṣ-nya dengan sesuatu Zahiri dan beberapa mazhab
hukum yang ada nash-nya, dengan Mu’tazilah menggambarkan kias
asumsi adanya persamaan ‘illat.32 sebagai legislasi berdasarkan
Dalam epistemologi usul fiqih pemikiran sehingga bersifat zhanni,
dan merupakan sebuah bid’ah. Ibn
Hazm mengartikulasikan posisinya
masuk bahasan ijtihad qiyasi dan sebagian dengan menunjuk kias sebagai “suatu
yang lain dalam kategori istislahi, Lihat lebih
lanjut pada Muhammad Ma’ruf ad-Dawalibi, keputusan (hukum) tanpa
al-Madhal ila ‘Ilm Usul al-Fiqh,(Ttp: Dar al-
Kitab al-Jadid, 1965), h. 419.
33. Unsur dimaksud adalah (1)Kasus
31 Secara terminologis, terdapat dua baru (furu’) yang membutuhkan solusi
pengertian qiyas. Mereka yang berasumsi hukum; Ia sering dimaknai sebagai persoalan
bahwa qiyas merupakan dalil agama yang hukumnya tidak terdapat di dalam nas,
memaknainya sebagai “ekuivalensi antara yang hukumnya disamakan kepada asl.
kasus pokok dengan kasus cabang dalam (2)Kasus asli (asl) yang ada dalam sumber-
causa legis yang disimpulkan dari hukum kasus sumber asli al-Qur’an, sunah dan konsensus;
pokok” atau “kesamaan kasus yang tidak Ia sering dimaknai sebagai persoalan hukum
disebutkan hukumnya dalam nas dengan yang hukumnya secara qat’i diungkap oleh
kasus yang tidak disebutkan dalam nas nas serta mempunyai illat. Ia adalah al-maqis
menyangkut illat hukumnya.”Sedangkan yang alaih, kepada mana furu’ (al-maqis)
menganggapnya sebagai aktifitas mujtahid dianalogikan. (3)Alasan. ratio legis (‘llah), sifat
mendefinisikan sebagai “memperluas umum yang ada pada kasus baru dan kasus
berlakunya suatu nas hingga mencakup asli; Ia keadaan tertentu yang [dianggap]
kasus-kasus baru yang semula tidak termasuk dipakai sebagai dasar (motif) bagi hukum asl,
ke dalam cakupan nas itu karena adanya yang mana dengan asumsi adanya kesamaan
persamaan causa legis”; atau dalam pandangan dalam sektor ini, furu’ ditemukan
al-Ghazali. Al-Amidi, Al-Ihkām fī Usul al- hukumnya.(4) Norma hukum (hukm) yang
Ahkām,(Kairo: Dar al-Kutub al-Khidiwiyah, dinisbatkan kepada kasus baru dan karena
1914), III:273, Al-Ghazalli, Al Mustasfa min kesamaan antara dua kasus, yang ditransfer
Ilm al-Usul, (Beirut Dar al-Fikr, tt), II: 228; dari kasus lama ke kasus baru. Ia adalah
bandingkan dengan redaksi yang berbeda ketentuan hukum yang terdapat di dalam asl,
dalam id., Sifa’ al-Ghalil fi Bayan al-Sabah wa al- kategori apa hukum pada furu’ ditemukan.
Mukhl wa Masalik al-Ta’lil,(Baghdad: atba’ah Lihat Wael B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum
al-Irsyad), hlm. 18. Islam: Pengantar Untuk Usul Fiqh Mazhab
Sunni, ter. E. Kusnadiningrat dan Abdul
32 Abdul Wahab Khalaf, op. cit., h. Haris bin Wahid (Jakarta: RajaGrafindo
52 Persada, 2001), h. 123.

152
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

pengetahuan yang mantap, (hanya) menganggapnya kebaikan. Menurut


mengikuti dalil dalil yang tidak pasti al-Ghazali di dalam kitabnya al-
(zhanni)34. Mustashfa juz I : 137, “istihsan adalah
Ibn Hazm juga mengkritisai semua hal yang dianggap baik oleh
tokoh yang mendukung legitimasi kias mujtahid menurut akalnya”37.
berdasarkan ijma, berdasarkan Para imam mazhab memandang
pandangan bahwa ijmak tidak pernah istihsan terbagi kepada beberapa
terbukti.35Beliau diikuti mazhab Zahiri pendapat. Syafi’I, Ja’fari, Zaidi dan
secara umum mempertimbangkan Zahiri menilai istihsan sebagai dalil
pengertian literal hanya dari al Quran yang tidak terlegitimasi dan “dugaan”.
dan hadis untuk mempertimbangkan Imam al Syafi’I dan Ibn Hazm
legitimasi dalam hukum Islam (fikih). memandang istihsan sebagai pilihan
Ja’fari, Zaidi daaan Mu’tazilah berdasarkan keinginan dan suatu
menerima kias jika illat disebutkan sumber kontradiksi.
dalam nash daaan bukan perkiraan Disisi lain Hanafi, Maliki, Ibadi,
(mazhab lain menyebutkan bahwa Hanbali dan Muktazilah mengesahkan
bentuk ini adalah bagian darrriii istihsan sebagai sumber legislasi.38
penggalian hukum berdasaaarrrkan Bahkan Imam Malik mendeskripsikan
analisis bahasa). Mazhab ibadi istihsan sebagai 90% pengetahuan
memasukkan kias dalam penalaran fiqh. Beliau menganggap bahwa
umum yang mereka sebut dengan al istihsan memuat suatu pertimbangan
ra’yu.36 yang mendalam terhadap factor factor
b. Metode Istihsan tertentu, yang seharusnya mengubah
Secara harfiyah, istihsan diartikan keputusan hukum yang biasanya
meminta berbuat kebaikan, yakni diambilseorang fukaha. Faktor faktor
menghitung-hitung sesuatu dan ini yang disebut sebagai dasar dasar
istihsan yang dapat dibagi kepada
34 Jaser Audah , Membumikan…,

2005, , h. 159. 37 Juhaya S. Praja, Ilmu Ushul Fiqih

(Bandung: Pustaka Setia, 2007), h.111.


35 Ibid
38 Jaser Auda, Membumikan…, 2005,,
36 Yaser Audah, Ibid, h. 160. h. 168.

153
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

enam kategori, yaitu nas, ijmah, kemaslahatan itu tidak dapat


keniscayaan (daruriyah), kias, dikembalikan kepada suatu ayat atau
kemaslahatan umum dan urf)39 hadis secara langsung baik melalui
3. Ijtihad istislahiah penalaran bayani atau ta’lili melainkan
Ijtihad istislahi40 adalah ijtihad dikembalikan pada prinsip umum
terhadap masalah masalah yang tidak kemaslahatan yang dikandung oleh
ditunjukkan hukumnya dalam secara nash.
khusus atau tidak ada nash yang Dalam perkembangan
serupa alasannya Penetapan hukum pemikiran ushul fikih, corak penalaran
dilakukan berdasarkan pendekatan istihlahi ini tampak dalam beberapa
kemaslahatan yang menjadi tujuan metode ijtihad,antara lain dalam
hukum.41.Dengan demikian ijtihad metode al-mashlahah al-mursalah dan
istilahi adalah beupa upaya saddudz-dzari’ah.
perenungan hati melalui proses nalar. a. Metode Maslahah Mursalah42
Corak penalaran istislahi adalah Maslahah Mursalah berarti
upaya penggalian hukum yang kepentingan yang tidak terbatas,
bertumpu pada prinsip-prinsip tidak terikat, atau kepentingan yang
kemaslahatan yang di simpulkan dari
Alquran dan hadis. Artinya 42 Secara etimologi mashlahah barasal
kemaslahatan yang dimaksudkan dari kata shaluha di gunakan untuk
menunjukan jika sesuatu atau seorang
disini adalah kemaslahatan yang secara menjadi baik, tidak korupsi, benar, adil,shalih,
jujur atau secara alternatif untuk menunjukan
umum ditunjuk oleh kedua sumber keadaan yang mengandung kebajikan-
kebajikan tersebut. ketika dipergunakan
hukum terssebut. Maksudnya dengan bersama preposisi Li, shaluha akan
memberikan pengertian kesserasian, dalam
39 Ibid 169. pengertian rasionalnya maslhahah berarti
sebab, cara atau suatu yang bertujuan baik. Ia
Menurut bahasa istishlah adalah
40 juga berarti sesuatu permasalahan atau bagian
sebagai suatu upaya penetapan hukum yang dari urusan yang menghasilkan kebaikan yang
didasarkan kermaslahatan atau kebaikan dalam bahasa arab berarti “perbuatan-
(masslahah). Penggunaan istishlah harus perbuatan yang mendorong kepada kebaikan
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain manusia. Sedang menurut istilah yaitu apa
buku diukur dengan dugaan manusia, yang dipandang baik oleh akal, sejalan dengan
sifatnnya umum, bukan bersifat perorangan, tujuan syara’ dalam menetapkan hukum,
tidak bertengtangan dengan dalil namun tidak ada petunjuk syara’ yang
memperhitungkan dan tidak ada pula
41 Dedy Supriyadi, Sejarah Hukum petunjuk syara’ yang menolaknya. Lihat
Islam., h. 142. Kutbudin Aibak, Metodologi pembaruan Hukum
Islam, h. 187 dan 199.

154
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

diputuskan secara bebas. Jika ini Al-Ghazali menjelaskan bahwa


terdapat suatu kejadian yang tidak menurut asalnya mashlahah itu berarti
ada ketentuan syari’t dan tidak ada sesuatu yang mendatangkan manfaat
illat yang keluar dari syara yang dan menjauhkan madharat, namun
menentukan kejelasan hukum hakikat dari mashlahah adalah
kejadian tersebut, kemudian memelihara tujuan syara’. Sedangkan
ditemukan sesuatu yang sesuai tujuan syara’ dalam penetapan
dengan hukum syara, yakni suatu hukum itu ada lima yaitu:
ketentuan yang berdasarkan memelihara agama, jiwa, akal,
pemeliharaan kemadharatan atau keturunan, dan harta. Sedang
untuk menyatakan suatu manfaat, menurut Asy-syatibi mengartikan
maka kejadian tersebut dinamakan mashlahah dari dua pandangan yaitu
maslahah mursalah. Tujuan utama dari terjadinya mashlahah dalam
masalih al mursalah adalah kenyataan dan dari segi
kemaslahatan, yakni memelihara dari tergantungnya tuntutan syara’
kemadharatan dan menjaga kepada mashlahah. Dari segi
kemanfaatannya43. terjadinya mashlahah dalam
Teori masalih al mursalah ini kenyataannya berarti “sesuatu yang
terikat pada konsep bahwa syariah kembali kepada tegaknya kehidupan
ditujukan untuk kepentingan manusia, sempurna hidupnya,
masyarakat, dan berfungsi untuk tercapai apa yang dikehendaki oleh
memberikan kemanfaatan dan sifat syahwati dan akliyah seccara
mencegah kemudlaratan. 44 Terdapat mutlak”. Sedangkan dari
perbedaan rumusan dikalangan tergantungnya tuntutan sayara’
ulama ketika menjelaskan merode kepada mashlahah, yaitu
kemaslahatan yang merupakan
43 Dedy Supriyadi,, Sejarah Hukum tujuan dari penetapan hukum syara’
Islam.,2010 h. 142
untuk menghasilkannya Allah
44 Muhammad Muslehuddin, Filsafat
menuntut manusi untuk berbuat.45
Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, TStudi
Perbandingan Sistem Hukum Islam), Terj
Yudian Wahyuni Salim dkk., Yogyakarta, PT.
Tiara Wacana, 1991, h127 45 Ibid. h. 208

155
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

Menurut Jaser Audah, semua Metode Saddudz-dzara’i ini


mazhab menerapkan konsep dikenal juga dengan metode pemblo
kemaslahatan. Tetapi dengan kiran sarana yang menghantarkan
namayang berbeda, tergantung kepada mudlarat, yang dinikai para
terminology ijtihad masing masing fuqaha sebagai sumber legislasi
mazhab. Kcuali Zahiri satu satunya khususnya Maliki. Tapi mayoriratas
mazhab yang menolak kemaslahatan mereka menyebutkan bahwa Saddudz-
dan tidak menggantinya dengan dalil dzara’i ini bukanlah dalil yang
alternative lainnya. mandiri, tetapi memasukkan kedalam
1. Syafi’i memasukkan kemaslahatan kemaslahan.48 Metode ini tidak hanya
dalam konsep munasabah qias. bersifat menghindarkan kerusakan
2. Hanafi memasukkan kemaslahat- namun dzari’ah juga untuk menarik
an kedalam konsep istihsan. kemanfaatan, kemanfaatan dan
3. dan Zaidi meskipun mereka tidah kerusakan inilah yang menjadi
menerima kemaslahatan tapi parameter prinsip digunakannya
kecendrungan besar pada dzari’ah. Jika kerusakan lebih besar
metode yuridis mereka dari manfaatnya maka hukum
menggunakan kemaslahatan terhadap hal itu melalui dzari’ah akan
melalui dalil akal setelah Al menjadi dilarang.
Qur’an Sunnah dan Ijma46. Ibnu Qayim berpendapat
bahwa apam yang dilarang sebagai

dimaksudkan sebagai menghambat atau


menyumbat semua jalan yang menuju kepada
kerusakan atau maksiat. Tujuan penetapan
melalui metode ini adalah untuk
memudahkan tercapainya kemaslahatan dan
b. Metode Saddudz-dzara’i47 jauh kemungkinan memudahkan terjadinya
kerusakan. Metode ini disebut sebagai
metode preventif mencegah sesuatu sebelum
terjadinya suatu yang tidak diinginkan. Abdul
46 Jaser Audah, Membumikan…, Ghofur Anshori dan zulkarnaen harahap,
2005., h. 168 Hukum Islam Dinamika dan perkembangannya di
indonesia, (Yogyakarta: Total Media, 2008), h..
47 Secara harfiah Saddudz-dzara’i 191
terdiri atas dua kata yakni sad yang berarti 48 Jaser Audah, Membumikan…,

penghalang atau sumbat dan dzariah yang 2005., h. 171.


artinya jalan. Oleh karenanya Saddudz-dzara’i

156
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

suatu tindakan preventif, yaitu Sadd al oleh para pendahulu yang ahli
Zara’I, menjadi boleh dilihat dari segi dibidangnya.
kebutuhan masyarakat, tetapi apa yang 2. Metode penemuan hukum
dilarang dengan tujuan tertentu tidak merupakan thuruq al-istinbath
dapat diperbolehkan kecuali karena yaitu cara-cara yang ditempuh
terpaksa.49 seorang mujtahid dalam
mengeluarkan hukum dari
Kesimpulan dalilnya, baik dengan
Setelah melakukan telaah mendalam, menggunakan kaidah-kaidah
maka penulis menemukan beberapa bahasa (lingkuistik) maupun
simpulan: dengan menggunakan kaidah-
1. Ulama sepakat bahwa al kaidah Ushuliyah lainnya.
Quran dan al Hadis 3. Bentuk metode hukum Islam
merupakan sumber ajaran tidak dapat dipisahkan dengan
sekaligus sumber hukum objek kajian dan orientasi
Islam yang utama dan paling model metode ijtihad tersebut.
utama, namun kedua sumber Kaum usuliyyun (para teoritisi
tersebut tidak selamanya tegas hukum Islam) walaupun
dan terperinci oleh karena itu berbeda istilah merumuskan
dibutuhkan ijtihad untuk tiga teori/metode penemuan
menemukan hukum yang hukum Islam, pertama
bersumber dari teoro/metode interpretasi
keduanya.Dalam upaya kebahasaan, Metode Kausasi (at
menemukan hukum dan ta’lili/istislahiah) adalah upaya
penerapan hukum para penggalian hukum terhadap
pengali hukum Islam masalah masalah yang tidak
seyogianya bertitik tolak dari ditujukkn hukumnya dalam
prinsip kemaslahatan dengan nash secara khusus atau tidak
metode yang telah ditawarkan ada nash pada masalah yang
serupa alasannyakedua metode
49 Muslehuddin, Filsafat…, 1991, metode interpretasi yang
h.148.

157
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

didasarkan pada kesamaan dalam Ushul Fiqh), Kencana,


(illat) hukum dan terakhir Jakarta, 2016
metode penyelarasan/ Duski Ibrahim, Metode Penetapan
sinkronisasi (at Taufiq). Hukum Islam Membongkar
Daftar Pustaka Konsep Al-Istigra Al-Ma’nawi
A. Djazuli, Fiqh Siyasah, (Bandung: Asy-Syatibi, (Yogyakarta: Ar-
Prenada Media, 2003). Ruzz Media, 2008)
--------------, , Ilmu Fiqh Penggalian, Faturrahman Djamil. Filsafat Hukum
Perkembangan dan Penerapan Islam, Jakarta : Logos Wacana
Hukum Islam, Cet. 5, Edisi Ilmu, 1999
Revisi, (Jakarta, Prebada Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum,
Media, 2005) Teori Penemuan Hukum Baru
Abd al-’Azīm al-Dîb, Fiqh Imām Dengan Interprestasi Teks,(
Haramayn, (Qatar: Idārat Uhyā’ Yogyakata, UII Pres, 2004)
al-Turāth al-Islāmî, 1985). Khalid Mas’ud, Islamic Legal
Abu Zahrah, Ushul al Fiqh (Kairo: Philosophy: A Study of Abu Ishak
Dar Al Arabi, tt) Al-Syatibi’s Life and Thaught.
Ahmad Azhar Basyir, Pokok-Pokok Delhi : International Islamic
Persoalan Filsafat Hukum Islam, Publishers, 1989
(Yogyakarta, UII Pres, 1984) Kutbudin Aibak, metodologi pembaruan
Al Amidi, al Ihkam fi Ushul al Ahkam, Hukum Islam, (Yogyakarta,
juz 3 (Beirut: Dar al Fikr, Pustaka Pelajar, 2008)
1996), Louay Safi, Ancangan Metodologi
Al-Ghazalli, Al Mustasfa min Ilm al- Alternatif, Sebuah Refleksi
Usul, (Beirut Dar al-Fikr, tt). Perbandingan Metode Penelitian
Islam dan Barat, ter. Imam
Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al- Khoiri (Yogyakarta: Tiara
Ahkam, Jilid III,. (t.t.: Dar al- Wacana, 2001)
Fikr, t.th) Muhammad ‘Abed al-Jabiri, Bunyah al
Al Yasa Abu Bakar, Metode Istislahiah, ‘Aql ‘Arabī: Dirasah Tahliliyah
(Pemanfatan Ilmu Pengetahuan Naqdiyah li Nizami al-Ma’rifah fi

158
Jurnal Syariah: Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Metode Penemuan Hukum..143-159
Vol 17, Nomor 2 Desember 2017 Yusna Zaidah

al-Saqafah al-Arabiyah,. (Beirut: Syamsul Anwar, “Teori Konformitas


al-Markaz al-Saqafi al-Arabi, dalam Metode Penemuan Hukum
1993) Islam Al Gazzali” dalam
-------------------,Takwīn al-‘Aql al- Antologi Studi Islam; Teori dan
Arābī, (Beirut: al-Markaz al- Metodologi, oleh M. Amin
Saqafī al-Arabī, 1991) Abdullah, dkk (ed.)
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga
ter. Saefullah Ma’sum (Jakarta: Press, 2000).
Pustaka Firdaus, 1999) Shubhi Mashmashani. Falsafatu al-
Muhammad Hashim Kamali, Prinsip Tasyri fi al Islam, t.t. : Dar al-
dan Teori-Teori Hukum Islam Kasy Yayaf, 1952.
(Usul al-Fiqh), ter. Noorhaidi Wael B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Islam: Pengantar Untuk Usul
1996) Fiqh Mazhab Sunni, ter. E.
Muhammad Ma’ruf ad-Dawalibi, al- Kusnadiningrat dan Abdul
Madhal ila ‘Ilm Usul al- Haris bin Wahid (Jakarta:
Fiqh,(Ttp: Dar al-Kitab al- RajaGrafindo Persada, 2001)
Jadid, 1965) Yudian W. Aswin, “Maqāṣīd al-
Muhammad Roy, Ushul Fiqh Sharī’ah sebagai Doktrin dan
Madzhab Aristoteles: Metode”, Jurnal Al-Jami’ah IAIN
Pelacakan Logika Aristoteles Sunan Kalijaga Yogyakarta. No.
dalam Qiyas Ushul Fiqih,cet. 1 58, tahun 1995
(Yogyakarta: Safiria Insania
Press, 2004)
N.J. Coulson, A Hiṣtory of Iṣlamic Law,
(Edinburg: Edinburg
University Press, 1978)
---------------------, Konflik dalam
Yurisprudensi Islam, ter. Fuad
(Yogyakarta: Navila, 2001)

159

Anda mungkin juga menyukai