Anda di halaman 1dari 11

BAB II

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

Nama Kelompok :

1. Susy Rachmadhani Akuntansi B/18013010046


2. Julinda Putri Nadila Akuntansi B/18013010047
3. Fanesa Rena Revaliana Akuntansi B/18013010048
4. Marizta Rana Amira Akuntansi B/18013010052
5. Alvin Al Asdi Akuntansi B/18013010060
6. Indy Paramita Putri Laksana Akuntansi B/18013010064
7. Zsalzsabila Izzatunnisa Zulkarnain Akuntansi B/18013010074
8. Siti Nurhidayah Akuntansi B/18013010076
Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang dilakukan antara seorang dengan orang lain
dalam suatu masyarakat maupun organisasi (bisnis dan nonbisnis), dengan menggunakan media
komunikasi tertentu dan bahasa yang mudah dipahami (informal) untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.

Ada empat hal penting yang perlu diperhatikan, antara lain:


1. Komunikasi dilakukan oleh dua orang atau lebih menggunakan media tertentu, misalnya
telepon, telepon seluler, atau bertatap muka.
2. Bahasa yang digunakan bersifat informal, dapat menggunakan bahasa daerah, bahasa
pergaulan, atau bahasa campuran.
3. Tujuan yang ingin dicapai dapat bersifat personal (pribadi) bila kominikasi terjadi dalam suatu
masyarakat
4. Untuk pelaksanaan tugas pekerjaan bila komunikasi terjadi dalam suatu organisasi.

Dalam suatu masyarakat, komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi antara


seseorang dengan orang lain dalam suatu masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu yang
bersifat pribadi. Sedangkan dalam suatu organisasi (bisnis dan nonbisnis), komunikasi
antarpribadi atau antarindividu merupakan komunikasi yang terjadi antara manajer dengan
karyawan atau antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain dengan menggunakan
media tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang bersifat pribadi.

Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam komunikasi antarpribadi, antara lain :

Menyampaikan Informasi

Ketika berkomunikasi dengan orang lain, tentu saja seseorang memiliki berbagai macam
tujuan dan harapan. Salah satu diantaranya adalah untuk menyampaikan informasi kepada orang
lain, agar orang tersebut mengetahui sesuatu. Sebagai contoh, ketika seseorang menyampaikan
informasi kepada teman kantornya tentang rencana bersepeda santai ke objek wisata sekaligus
untuk menyegarkan pikiran.
Berbagi Pengalaman

Komunikasi antarpribadi juga memilik tujuan untuk saling membagi pengalaman pribadi
kepada orang lain mengenai hal-hal yang menyenangkan maupun hal-hal yang menyedihkan
atau menyusahkan. Saling berbagi rasa ini pada umumnya tidak disampaikan kepada setiap
orang, tetapi hanya kepada seseorang yang dapat dipercaya saja atau bisa disebut teman dekat.

Menumbuhkan Simpati

Simpati adalah suatu sikap positif yang ditunjukan oleh seseorang yang muncul dari
lubuk hati yang paling dalam untuk ikut merasakan bagaimana beban derita, musibah, kesedihan,
dan kepiluan yang sedang dirasakan oleh orang lain. Rasa simpati juga dapat diwujudkan dalam
bentuk yang berbeda, yaitu menjadi sukarelawan di daerah yang sedang ditimpa musibah atau
bencana.

Melakukan Kerja Sama

Melakukan kerja sama antara seseorang dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan
tertentu atau untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Adanya kerja
sama yang baik antara seseorang dengan orang lain tersebut akan semakin mempermudah dan
mempercepat penyelesaian suatu pekerjaan.

Menceritakan Kekecewaan atau Kekesalan

Komunikasi antarpribadi juga dapat digunakan seseorang untuk menceritakan rasa


kecewa atau kekesalan kepada orang lain. Pengungkapan segala bentuk kekecewaan atau
kekesalan secara tepat secara tidak langsung akan dapat mengurangi beban pikiran. Apabila
setiap permasalahan yang ada disimpan sendiri, beban pikiran yang ditanggung akan semakin
berat dan semakin mempersulit dirinya.

Komunikasi antarpribadi tersebut bukan saja cara untuk mencurahkan isi hati, tetapi juga
merupakan cara mencari jalan keluar atau alternatif solusi masalah yang dihadapi.
Menumbuhkan Motivasi

Melalui komunikasi antarpribad, seseorang dapat memotivasi orang lain untuk


melakukan sesuatu yang baik dan positif. Motivasi adalah dorongan kuat dari dalam diri
seseorang untuk melakukan sesuatu. Seseorang biasanya cenderung untuk melakukan sesuatu
karena dimotivasi seperti contoh member pengakuan atas prestasi kerjanya.

Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan suatu cara bagaimana seseorang


pemimpin mempengaruhi, mengarahkan, memotivasi, dan mengendalikan bawahannya dengan
cara-cara tertentu, sehingga bawahan dapat menyelesaikan tugas pekerjaannya secara efektif dan
efisien.

Kepemimpinan dalam organisasi terjadi karena adanya interaksi antara tiga komponen
penting, yaitu manajer, karyawan, dan situasi atau kondisi lingkungan kerja tertentu.

Teori X dan Y

Teori X Teori Y
 Karyawan cenderung tidak suka  Karayawan suka bekerja
(malas) bekerja, kalau mungkin
menghindarinya
 Karyawan selalu ingin diarahkan  Karyawan yang memiliki komitmen
pada tujuan organisasi akan dapat
mengarahkan dan mengendalikan
dirinya sendiri
 Manajer harus selalu mengawasi kerja  Karyawan belajar untuk menerima
bahkan mencari tanggung jawab pada
saat kerja

Asumsi yang dikembangkan dalam teori X pada dasarnya cenderung negatif dan gaya
kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi adalah gaya kepemimpinan petunjuk
(directive leadership style). Gaya kepemimpinan petunjuk sangatlah tepat diterapkan manakala
karyawan yang menjadi bawahannya tersebutcenderung pasif, malas bekerja, tidak kreatif, dan
tidak inofatif.

Asumsi dalam teori Y pada dasarnya cenderung positif dan gaya kepemimpinan yag
diterapkannya adalah gaya kepemimpinan partisipatif (participative leadership style). Dalam
teori Y diasumsikan bahwa karyawan cenderung berperilaku positif. Karyawan pada dasarnya
memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak malas bekerja, ingi kerja mandiri, dan memiliki
komitmen yang tinggi dalam mencapai tujuan suatu organisasi.

Empat Gaya Kepemimpinan

Apapun gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi, maka komunikasi
antarpribadi yaitu manager dan bawahan (karyawan) harus tetap terjaga dengan baik. Menurut
Ludlow dan Panton, terdapat empat gaya kepemimpinan (leadership style)yang dapat diterapkan
dalam situasi dan kondisi yang berbeda, yaitu:

a. Pengarahan (directing)

Gaya kepemimpinan pengarahan (directing) tepat digunakan pada situasi dan kondisi
dimana para karyawan belum memiliki pengalaman yang cukup dalam menjalankan tugas
tertentu. Disamping itu, tugas pekerjaan yang harus diselesaikan cenderung kompleks dan rumit.
Oleh karena itu, seorang manager harus mampu menjelaskan sejelas mungkin dan rinci tentang
apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, dan kapan pekerjaan tersebut harus
dapat diselesaikan.

b. Pembekalan(coaching)

Gaya kepemimpinan pembekalan (coaching)tepat digunakan pada situasi dan kondisi


dimana para karyawan telah memiliki pengalaman yang cukup dalam menyelesaikan pekerjaan.
Di samping itu, para karyawan memiliki motivasi yang cukup tinggi dalam menyelesaikan setiap
pekerjaannya. Dalam hal ini, seorang manager perlu juga memberikan penjelasan seperlunya
terhadap tugas dan pekerjaan yang belum dipahami dengan baik oleh karyawan.

c. Dukungan(supporting)
Gaya kepemimpinan dukungan (supporting)tepat digunakan pada situasi dan kondisi
dimana para karyawan telah mengenal teknik-teknik yang dituntut dan telah mengembangkan
hubungan yang baik dengan seorang manajer.Dalam hal ini, seorang manajer lebih banyak
terlibat dalam berbagai keputusan kerja dan memperoleh berbagai masukan atau saran-saran dari
para karyawan yang sangat berharga bagi peningkatan prestasi kerja.

d. Pendelegasian(delegating)

Gaya kepemimpinan pendelegasian (delegating)tepat digunakan pada situasi dan kondisi


dimana para karyawan telah memahami dengan baik tugas-tugas pekerjaan yang harus
diselesaikan, sehingga mereka layak untuk menerima pendelegasian tugas dari seorang manajer.
Meskipun telah mendelegasikan sebagian tugas pekerjaannya, seorang manajer juga harus tetap
melakukan pemantauan (monitoring) atas kinerja para karyawannya, untuk memastikan bahwa
mereka tetap berada pada jalur sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

Gaya Kepemimpinan Situasional

Gaya Kepemimpinan yang telah dipilih dalam suatu situasi dan kondisi tertentu barangkali
tepat diterapkan pada saat itu, tetapi jika situasi dan kondisi yang telah berubah, gaya
kepemimpinan yang diterapkan juga dapat berubah itulah yang disebut gaya kepemimpinan
situasional (situational leadership), sebagaimana dikemukakan oleh Harsey dan Blanchard. Ada
tiga kemampuan atau keterampilan penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan
kepemimpinan situasional tersebut, antara lain :

a. Keterampilan Analitis

Keterampilan analitis (analytical skills) merupakan keterampilan yang harus dimiliki


seorang manajer dalam melakukan evaluasi atau penilaian kinerja (karyawan) dalam
melaksanakan pekerjaan mereka.

b. Keterampilan Fleksibilitas

Keterampilan fleksibilitas (flexibility skills) merupakan keterampilan yang harus dimiliki


seorang manajer dalam menerapkan gaya kepemimpinan dalam situasi dan kondisi yang tepat
berdasarkan hasil analisis yang tepat pula. Dalam situasi dan kondisi yang berbeda, maka gaya
kepemimpinan yang diterapkan juga dapat berbeda.

c. Keterampilan Komunikasi

Keterampilan komunikasi (communication skills) merupakan keterampilan yang harus


dimiliki seorang manajer untuk menyampaikan ide atau gagasannya kepada bawahan, termasuk
bagaimana ia harus menjelaskan perubahan gaya kepemimpinan kepada bawahannya. yang
terpenting adalah bagaimana mengomunikasikan ide atau gagasan tersebut dengan jelas dan
mudah dipahami dengan baik oleh karyawan, sehingga dapat dihindarkan kesalahpahaman dalam
berkomunikasi

a. Pemberdayaan

Pemberdayaan pada dasarnya merupakan kemampuan seorang manajer untuk berbagai


pengaruh dan kendali (control) dengan para karyawan. Dalam hal ini seorang manajer dapat
memperdayakan para karyawan untuk terlibat secara langsung dalam suatu proses pengambilan
keputusan bagi pencapaian tujuan suatu organisasi.

b. Intuisi

Menurut Griffin, Intuisi adalah keyakinan bawaan dalam diri seseorang mengenai sesuatu
tanpa pertimbangan sadar. Manajer kadang-kadang memutuskan sesuatu hanya karena “rasanya
benar” atau karena firasat.

c. Pemahaman Diri

Pemahaman diri sendiri pada dasarnya merupakan kemampuan untuk mengenal diri
sendiri, baik kekuatan maupun kelemahannya. Seorang manajer harus mampu menilai apa saja
kekuatan yang dimililkinya dan juga kelemahan yang ada pada dirinya.

d. Visi

Secara umum, visi merupakan kemampuan untuk berimajinasi pada situasi yang berbeda
dan situasi yang lebih dengan cara bagaimana mencapainya. Untuk mencapai visi yang telah
ditetapkan, diperlukan komitmen yang tinggi baik bagi karyawan, manajer, dan pemegang
saham.
e. Kesesuaian Nilai

Merupakan kemampuan untuk memahami dan memadukan prinsip-prinsip organisasi


dengan nilai-nilai karyawan. Ketidaksesuaian antara keduanya akan berdampak pada
terganggunya kelancaran kegiatan operasional suatu organisasi perusahaan. Permasalahan dapat
diselesaikan dengan baik ketika ada negosiasi di antara keduanya.

Kebutuhan Manusia

Setiap orang tentu memiliki berbagai macam kebutuhan hidup dan kehidupan yang berbeda.
Oleh karena itu, muncullah berbagai macam teori yang mencoba mengupas secara tuntas
fenomena tentang aneka kebutuhan hidup menusia tersebut.

Teori Hierarki Kebutuhan

Abraham Maslow yang terkenal dengan teori hierarki/jenjang kebutuhan menyatakan bahwa,
manusia pada dasarnya memiliki 5 kebutuhan yang bertingkat-tingkat. Menurut teori ini, untuk
menuju pada jenjang kebutuhan yang lebih tinggi seseorang harus dapat memenuhi kebutuhan
yang ada di tingkat bawahnya. Teori hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh A. Maslow
secara lengkap adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan Fisiologis

Merupakan kebutuhan tingkat pertama dan utama bagi mempertahankan hidup dan
kehidupan manusia, misalnya kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling dasar.

b. Kebutuhan Keamanan

Setelah kebutuhan dasar manusia dapat dipenuhi, maka manusia berupaya untuk dapat
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan rasa aman dan nyaman. Kebutuhan ini
sangat diperlukan, karena tanpa adanya rasa aman dari berbagai gangguan yang ada, manusia
akan sulit melakukan berbagai kegiatan hidupnya.

c. Kebutuhan Sosial

Jenjang ketiga dalam teori Abraham Maslow adalah kebutuhan sosial (social needs).
Pada dasarnya, kebutuhan sosial berkaitan dengan kegiatan kemasyarakatan, bagaimana
seseorang berinteraksi dengan orang lain di dalam suatu kehidupan bermasyarakat. Manusia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan adanya orang lain dalam kehidupan. Dimanapun kita
berada, kegotong-royongan, kebersamaan, dan saling membantu merupakan kebutuhan yang
harus diperhatikan.
d. Kebutuhan Status

Selain pemenuhan akan kebutuhan dasar, manusiajuga ingin memenuhi kebutuhan akan
status dirinya. Kebutuhan manusia akan status (status needs) berkaitan dengan pengakuan,
penghargaan, kedudukan dan tingkatan sosial di masyarakat.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebuthan aktualisasi diri (self-actualizations needs) merupakan tingkatan kebutuhan


yang tertinggi menurut Abraham Maslow. Dalam hal ini yang ditekankan adalah bagaimana
seseorang mampu mengaktualisasikan dirinya dalam berbagai kegiatan yang mampu
menumbuhkan suatu kreativitas, inovasi-inovasi baru, maupun mampu menunjukkan sikap
kearifan dan kebijaksanaan dalam mengambil suatu keputusan-keputusan penting dalam
hidupnya.

Teori Dua-Faktor

Pendekatan lain yang digunakan untuk mengetahui sumber motivasi seseorang dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan dikemukakan oleh Frederick Herzberg dengan teori dua
faktor/motivasi kesehatan (two-factor atau motivation hygiene theory). Teori ini pada dasarnya
merupakan pengembangan dari teori kebutuhan berjenjang dari Abraham Maslow. Menurut
Herzberg, dalam menunaikan pekerjaan, karyawan sangat dipengaruhi oleh dua faktor penting,
yaitu faktor dissatisfiers/hygiene dan faktor motivator. Faktor ketidakpuasan
(dissatisfiers/hygiene) merupakan faktor yang mempertahankan/menjaga tingkat motivasi kerja
karyawan jika faktor tersebut diberikan secara tepat. Sementara itu, faktor pendorong (motivator)
merupakan faktor penting yang mampu memberikan dorongan atau motivasi kerja bagi para
karyawannya.

Mendengarkan Sebagai Keahlian Antarpribadi

Setiap individu memiliki berbagai macam tujuan ketika mendengarka sesuatu, antara lain
berinteraksi dengan orang lain, menerima informasi, mengatasi masalah, dan saling berbagi
pesan dengan orang lain.

Dalam hal ini, istilah mendengarkan ((listening) bukanlah kegiatan statis tetapi dinamis, yaitu
merupakan kegiatan mendengar secara aktif percakapan dengan orang lain yang dituntut adanya
konsentrasi secara penuh dan tidak terpengaruh oleh faktor-faktor pengganggu dalam suatu
percakapan tersebut. Banyak berlatih mendengarkan, maka akan semakin baik dalam memahami
suatu percakapan dengan orang lain.

Sebagai contoh, ketika seorang manajer sedang menyampaikan presentasi bisnis di suatu ruang
pertemuan, tiba-tiba telepon genggam peserta (karyawan) bordering. Dering telepontersebut
dapat membuyarkan atau mengganggu konsentrasi para peserta yang sedang mendengarkan
presentasi tersebut.

Menurut Lehman, himstreet, dan Baty, kebanyakan para manajer dalam setiap harinya
menghabiskan waktu kerjanya untuk mendengarkan (listening) dan berbicara (speaking) dengan
para supervisor, karyawan, pelanggan, dan beberapa asosiasi bisnis. Kebiasaan sebagai
pendengar yang efektif akan menghasilkan beberapa hal positif antara lain :

 Pendengar yang baik akan disukai orang lain karena mereka dapat memuaskan kebutuhan
dasar manusia untuk didengarkan.
 Umpan balik (feedback) yang akurat dari bawahan (karyawan) akan berdampak positif
pada prestasi kerjanya.
 Manajer dankarywan akan erhidar dari munculnya kesalahpahaman dalam penyampaian
suatu pesan., dll.

Ada beberapa saran agar dalam kegiatan mendengarkan bisa berlangsung secara efektif antara
lain :

 Perhatikan dengan baik siapa yang berbicara tersebut, mulai dari gerakan nya, kontak
mata, nadasuara,dan ekspresi wajah.perhatian anda akan membantu pemahaman terhadap
apa yang dimaksudkan tersebut.
 Berikan umpan balik (feedback) seperti apakah mereka sudah mengerti atau belum,
apakah pertanyaan dan pernyataan setuju atau tidak setuju terhadap apa yang telah
disampaikan.
 Gunakan pengetahuan Anda tentang orang yang berbicara tersebut untuk dapat menarik
manfaat yang positif bagi anda.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwanto, Djoko. 2010. Komunikasi Bisnis. Surakarta: Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai