BAB VIII
FUNGSI PERGERAKAN
George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota
kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaranperusahaan
dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran
tersebut. Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan
perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap
karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan
tanggung jawabnya.Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa
seorang karyawan akan termotivasi untukmengerjakan sesuatu jika :
1. Merasa yakin akan mampu mengerjakan,
2. Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagidirinya,
3. Tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yanglebih penting, atau mendesak,
4. Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan
Didalam bahasa Inggris, ada lima istilah yang artinya hampir sama tetapi maknanya berbeda untuk
pengeritan “menggerakan orang lain”, seperti dijelaskan berikut ini. (Husein Umar, 2000 : 77)
1. Directing, yakni menggerakan orang lain dengan memberikan berbagai pengarahan,
2. Actuiting, yakni menggerakan orang lain dalam artian umum,
3. Leading, yakni menggerakan orang lain dengan cara menempatkan diri dimuka orang-orang yang
digerakan, membawa mereka ke suatu tujuan tertentu serta memberikan contoh-contoh,
4. Commanding, yakni menggerakan orang lain disertai unsur paksaan,
5. Motivating, yakni menggerakan orang lain dengan terlebih dahulu memberikan alasan-alasan
mengapa hal itu harus dikerjakan.
Dari lima pengertian pengarahan diatas, maka dapat dikatakan bahwa pengarahan merupakan aspek
hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan untuk bersedia mengerti dan
menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien untuk mencapai tujuan. Dalam manajemen,
pengarahan ini bersifat sangat kompleks karena disamping menyangkut manusia, juga menyangkut berbagai
tingkah laku dari manusia-manusia itu sendiri. Manusia dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda-
beda, memiliki pandangan serta pola hidup yang berbeda-beda pula.
Oleh karena itu, pengarahan yang dilakukan oleh pimpinan harus berpegang pada tiga prinsip, yaitu :
1. Prinsip Mengarah Kepada Tujuan,
2. Prinsip Keharmonisan Dengan Tujuan, dan
3. Prinsip Kesatuan Komando.
Selain tiga prinsip diatas, hal yang tidak kalah pentingnya adalah ketika dalam menggerakan orang-orang
dalam suatu organisasi, perlu diingat prinsip-prinsip lain sebagai berikut :
1. efisien,
2. komunikasi,
3. jawaban terhadap pertanyaan 5W+1H,
4. penghargaan/insentif.
Jadi, pengarahan atau directing adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok
berusaha untuk mencapai sasaran sesuatu dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi.
Demikian pula actuating, yaitu menggerakan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh
kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang
dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).
Namun demikian, untuk menggerakan orang-orang agar mau bekerja bukanlah perkara yang mudah.
Manajer harus memiliki kemampuan dan seni untuk menggerakan mereka. Kemampuan dan seni inilah
yang disebut kepemimpinan (leadership).
Jadi, pengarahan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting. Sebab masing-masing orang yang
bekerja didalam suatu organisasi mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Supaya kepentingan yang
berbeda-beda tersebut tidak saling bertabrakan satu sama lain, maka pimpinan perusahaan harus dapat
mengarahkannya untuk mencapai tujuan perusahaan.
Seorang karyawan dapat mempunyai prestasi kerja yang baik, apabila mempunyai motivasi. Makadari itu,
tugas pimpinan perusahaan adalah memotivasi karyawannya agar mereka menggunakan seluruh potensi
yang ada dalam dirinya untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Supaya manajer atau pimpinan
perusahaan dapat memberikan pengaraha yang baik, pertama-tama ia harus mempunyai kemampuan untuk
memimpin perusahaan dan harus pandai mengadakan komunikasi secara vertical.
Karena itu, pengarahan harus dilihat dari segi proses dan implementasinya. Dimana proses implementasi
program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua
pihak tersebut dapat menjalankan tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi.
Kegiatan dalam fungsi pengarahan dan implementasi mengandung tiga fungsi utama, yaitu :
1. Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian motivasi kepada
tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.
2. Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan.
3. Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.
MACAM-MACAM PENGGERAKAN
Pada umumnya, pimpinan menginginkan pengarahan kepada bawahan dengan maksud agar mereka bersedia
untuk bekerja sebaik mungkin, dan diharapkan tindak menyimpang dari prinsip-prinsip dimuka. Adapun
macam-macam pengarahan yang dilakukan dapat berupa :
1. Orientasi. Orientasi merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu agar
supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik. Pada umumnya, orientasi ini diberikan kepada
pegawai baru dengan tujuan untuk mengadakan pengenalan dan memberikan pengertian tentang
berbagai masalah yang dihadapinya. Pegawai lama yang pernah menjalani orientasi tidak selalu
ingat atau paham tentang masalah-masalah yang pernah dihadapinya. Dengan demikian, orientasi
ini perlu juga diberikan kepada pegawai-pegawai lama agar mereka tetap memahami akan
peranannya.
2. Perintah. Perintah merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang yang berada dibawahnya
untuk melakukan atau mengulang suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu. Jadi, perintah itu
berasal dari atasan, dan ditunjukan kepada para bawahan; atau dapat dikatakan bahwa aus perintah
ini mengalir dari atas ke bawah. Perintah tidak dapat diberikan kepada orang lain yang memiliki
kedudukan sejajar atau orang lain yang berada dibagian lain.
3. Delegasi Wewenang. Pendelegasian wewenang bersifat lebih umum jika dibandingkan dengan
pemberian perintah. Dalam pendelegasian wewenang ini pimpinan melimpahkan sebagian dari
wewenang yang dimilikinya kepada bawahan.
Kaitannya dengan macam-macam penggerakan yang merupakan proses penggerakan adala memberikan
perintah, petunjuk, pedoman dan nasehat serta keterampilan dalam berkomunikasi. Penggerakan merupakan
inti daripada manajemen yaitu menggerakan untuk mencapai hasil, sedang inti dari penggerakan
adalah leading, harus menentukan prinsip-prinsip efisiensi, komunikasi yang baik dan prinsip menjawab
pertanyaan :
Who (siapa)
Why (mengapa)
How (bagaimana)
What (apa)
When (kapan)
Where (dimana)
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang menjadi motivator pendorong untuk bergerak dan mampu menggerakan
suatu organisasi.
MODEL TRADISIONAL
Tidak lepas dari teori manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh Frederic Winslow Taylor. Model ini
mengisyaratkan bagaimana manajer menentukan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan dengan system
pengupahan intensif untuk memacu para pekerja agar memberikan produktivitas yang tinggi.
1. Model Hubungan Manusiawi
Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menetukan bahwa kontrak-kontrak
sosial karyawan pada pekerjaannya adalah penting, kebosanan dan tugas yang rutin merupakan
pengurang dari motivasi. Untuk itu para karyawan perlu dimotivasi melalui pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan sosial dan membuat mereka berguna dan penting dalam organisasi.
2. Model Sumber Daya Manusia
McGregor Maslow. Argyris dan Lkert mengkritik model hubungan manusiawi bahwa seorang
bawahan tidak hanya dimotivasi dengan memberikan uang atau keinginan untuk mencapai
kepuasan, tapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti dalam arti
lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik, diberi tanggungjawab
yang lebih besar untuk pembuatan keputusan dan pelaksanaan tugas.
3. Teori-Teori Motivasi
Untuk dapat memahami tentang motivasi dalam manajemen ini, akan dikemukakan beberapa teori
tentang motivasi, antara lain : (1) Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori
McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) Teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) Teori
Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) Teori Keadilan; (6) Teori Penetapan Tujuan; (7) Teori Victor H.
Vroom (Teori Harapan); (8) Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) Teori Kaitan
Imbalan dengan Prestasi. (Dikutip dari berbagai sumber Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian,
286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono, 183-190, Fred Luthan, 140-167)
Dari berbagai teori motivasi sebagaimana tersebut diatas, maka secara sederhana dapat dikelompokan
menjadi 3(tiga) tema besar, yaitu Teori Kepuasan (Content Theory), Teori Proses (Process Theory), dan
Teori Perilaku (Reinforcement Theory).
1. Teori Motivasi Kepuasan
Teori ini berdasarkan pada factor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang membuat mereka
melakukan aktivitasnya, jadi mengacu kepada diri seseorang. Teori ini mencoba mencari tahu kebutuhan
apa yang dapat memuaskkan dan mendorong semangat kerja seseorang. Semakin tinggi standar kebutuhan
dan kepuasan yang diinginkan, akan semakin giat pula seseorang bekerja.
Teori ini menekankan arti pentingnya pemahaman factor-faktor yang ada didalam individu yang
menyebabkan mereka bertingkah laku tertentu. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menetukan
tindakan yang mereka lakukan, yaitu para individu akan bertindak untuk memuaskan kebutuhan mereka.
Termasuk dalam teori kepuasan ini ada 4 (empat) teori penting yang perlu diperhatikan, yaitu :
a) Teori Motivasi Taylor. Menurut teori ini, motivasi bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan biologis, yaitu mempertahankan kelangsungan hidup saja.
b) Teori Kebutuhan Berprestasi dari McClelland (McClelland’s Achievement Motivation Theory)
Teori McClelland atau biasa disebut sebagai Teori Kebutuhan Berprestasi dari McClelland dikenal
tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Achievement (N.Ach) yang
menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan
prestasi.
Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi (2001: 69-93), merumuskan kebutuhan akan prestasi
tersebut sebagai keinginan. Hal ini dikatakan :
“Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atai
mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin, sesuatu kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala,
mencapai standar tinggi. Mencapai perfprma puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam
persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga cirri umum,
yaitu :
1. sebuah prefensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat;
2. menyukai situasi-situasi dimana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan
bukan karena factor-faktor lain seperti kemujuran;
3. menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka.
McClelland dalam teorinya menyatakan bahwa banyak kebutuhan diperoleh dari kebudayaan. Terdapat 3
kebutuhan dari teori ini, yaitu :
1. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement, n-ach)
2. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation, n-aff)
3. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power, n-pow)
Menurut Achievement Motivation Theory, seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi dalam melakukan
suatu aktivitas apabila kativitas tersebut menuntut tantangan intelektual dengan tingkat kesukaran yang
dapat diatasi melalui usaha keras. Demikian juga halnya motivasi mahasiswa dalam meningkatkan aktivitas
belajarnya. Apabila mahasiswa mempersepsikan bahwa ia tidak memiliki kemapuan untuk belajar dengan
baik, maka hal ini menjadi factor penghambat bagi dirinya untuk termotivasi.
Menurut Exectancy Theory of Motivation, seseorang akan termotivasi perilakunya apabila ia mempunyai
keyakian bahwa ia akan mampu melakukan tugas dan keberhasilannya menyelesaikan tugas tersebut
memberikan suatu yang bermakna bagi dirinya.
Karena itu, menurut Edwards dan Atkinson, maka seorang mahasiswa akan terdorong meningkatkan
belajarnya apabila ia memiliki keyakinan bahwa ia mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran dnegan
baik, dan ia melihat bahwa keberhasilan dalam prestasi akademiknya memberikan arti atau makna penting
bagi dirinya, entah itu makna yang berkaitan dengan materi, sosial, maupun psikologis.
Dari teori ini dapat disimpulakn bahwa apabila kebutuhan seseorang sangat mendesak, maka kebutuhan itu
akan memotivasi seseorang untuk berusaha keras memenuhinya.
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas
dibagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidak adilan timbul apalagi
meluas dikalangan para pegawai.
Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negative bagi organisasi, seperti ketidak
puasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas,
seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan
atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi yang lain.
c. Teori Edwin Locke tentang Penetapan Tujuan (Edwin Lock’s Goal Setting Theory)
Teori penetapan tujuan (goal setting theory) dicetuskan oleh Edwin Locke. Ia mengemukakan bahwa
dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
1) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
2) tujuan-tujuan mengatur upaya;
3) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi;
4) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
d. Teori Disonans Kognitif (Cognitive Dissonance Theory)
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas dimuka dapat digolongkan sebagai model
kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang
bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan
pula oleh berbagai konsekuensi eksternal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai factor
diluar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apa yang dikenal dengan “hukup pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia
cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekuensi yang menguntungkan dirinya dan
menggelakkan perilaku yang mengakibatkan perilaku yang mengakibatkan timbul konsekuensi yang
merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru ketik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan
baik dalam waktu singkat. Juru ketik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat
pada kenaikan gaji ayng dipercepat. Karena juru ketik tersebut menyenangi konsekuensi perilakunya
itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha
meningkatkan keterampilannya, misalnya denganbelajar menggunakan computer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekuensi positif
lagi dikemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapatkan teguran dari
atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan
dikenakan sanksi sebagai konsekuensi negative perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi
perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya ditempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar
cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetapi memperhitungkan harkat dan martabat
manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang
manusiawi pula.
3. Teori Perilaku (reinforcement theory)
Teori perilaku biasa disebut dengan nama Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”). Teori Alderfer dikenal
dengan akronim “ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga
istilah yaitu :
E = Existence (kebutuhan akan eksistensi),
R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain), dan
G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual
dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hirarki
pertama dan kedua dalam teori Maslow; “Relatedness” senada dengan hirarki, kebutuhan ketiga dan
keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization”
Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasanny
secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
Untuk Lingkungan Sendiri (ns) IX-6
Buku Ajar Pengantar Manajemen
1. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
2. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan
yang lebih rendah telah dipuaskan;
3. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini, hemat penulis, didasarkan kepada sifat pragmatism oleh manusia. Artinya,
karena menyadari keterbatasannya seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang
dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan
menemukan system motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model
tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakatan dikalangan para pakar bahwa model tersebut
ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu.
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengauhi oleh berbagai factor, baik yang bersifat
internal maupun eksternal. Termasuk pada factor internal adalah :
1. Persepsi Seseorang Mengenai Diri Sendiri;
2. Harga Diri;
3. Harapan Pribadi;
4. Kebutuhan;
5. Keinginan;
6. Kepuasan Kerja;
7. Prestasi Kerja Yang Dihasilkan.
Daftar Pustaka
1. Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, 1996
2. Mamduh M. Hanafi, Drs, MBA., Manajemen, Cetakan Pertama, UPP AMP YKPN,1997.
3. Schermerhorn., Management, Seventh edition, John Wiley & Sons, Inc., 2002.
4. Stoner, James A.F. & Freeman, Edward R., Management, Fifth edition, Prentice-Hall International
edition, 1992
5. Weihrich, Heinz & Koontz, Harold, Management : A Global Perspective, Tenth edition,
McGRAW HILL International edition, 1994
6. Bartol, Kathryn M. & Martin, David C., Management, McGraw Hill Series in Management, 1991
7. Massie, Joseph., Essential of Management, Fourth edition, Prentice Hall,1987
8. Robbins, Stephen P. 2003. Manajemen. Edisi Indonesia. PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
9. Silalahi, Ulbert. 1996. Pemahaman Praktis : Asas-asas Manajemen. CV.Mandar Maju, Bandung.
10. Sule, Ernie Trisnawati, Kurniawan Saefulloh. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta: Prenada Media
Group.