EKONOMI dan
PEMBANGUNAN
Vol 21, No. 2, Desember 2013
Ekonomi Syariah
i
ii
PENGANTAR REDAKSI
Ajaran Islam sebagaimana tertuang dalam syariah (ayat-ayat kauliyah) dengan praktek
Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak hanya berisi kehidupan nelayan (ayat-ayat kauniyah). Hal
pedoman ibadah melainkan juga panduan yang sebaliknya terjadi pada etos kerja nelayan
dalam bermuamalah. Kedua dimensi ajaran sebagaimana diungkapkan oleh Mochamad
tersebut telah dicoba diterapkan dari generasi ke Nadjib dalam peranan ajaran Islam sebagai
generasi dan sejarah mencatat bahwa peradaban norma etika ternyata belum mampu mendorong
Islam mengalami jaman keemasannya ketika etos kerja komunitas nelayan untuk membangun
ajaran tersebut diterapkan secara “kaffah” atau penghargaan terhadap perilaku hemat, disiplin,
menyeluruh. Sebagai contoh, ketika ajaran jujur, dan menjauhi perilaku konsumtif sebagai
zakat diterapkan secara konsisten pada masa modal dasar sikap kewirausahaan (ayat-ayat
kekhalifahan Umar Bin Abdul Azis, konon kauniyah).
tak ada lagi penduduk yang berhak menerima Aspek ekonomi syariah lainnya yang
zakat (mustahiq) karena penghasilan mereka menjadi topik kajian dalam jurnal ini adalah
sudah berada di atas garis kemiskinan (mishab). kewirausahaan Islami. Melalui penelusuran
Namun demikian kisah sukses tersebut banyak panjangnya Jusmaliani yang mencoba
yang kurang berhasil untuk direplikasi oleh
memodelkan sampai pada kesimpulan bahwa
generasi muslim sesudahnya hingga sekarang
ada empat karakteristik kewirausahaan Islami
ini. Ini suatu fenomena menarik untuk dikaji
yaitu selalu bertafakur dalam menjalankan
secara terus menerus. Mengapa ajaran yang
usaha, mengembangkan kreativitas dan inovasi
sama bisa diterapkan dengan sukses pada suatu
yang sangat diperlukan dalam memenangkan
kurun waktu tertentu tetapi kurang sukses pada
persaingan, good corporate governance, dan
kurun waktu yang lain? Dalam konteks ini, karya
manfaat yang diperoleh senantiasa ditujukan
tulis Firmansyah dan Yeni Septia yang mencoba
pada tiga hal yakni amal, investasi, dan konsumsi.
memahami peran zakat dalam pengentasan
kemiskinan dan peningkatan kemampuan Selanjutnya, minimnya penelitian tentang
kewirausahaan perempuan mustahik menjadi peranan agama terhadap perilaku konsumen
menarik untuk dibaca secara sesama. menjadi daya dorong bagi Susilowati dan Chitra
Sementara itu hasil kajian dan penelitian untuk mengisi kekurangan tersebut. Hasil
Masyhuri mencoba memahami ayat-ayat kauliyah penelitian keduanya terhadap perilaku konsumen
dan ayat-ayat kauniyah terkait dengan kehidupan halal sampai pada kesimpulan bahwa ada
ekonomi nelayan juga sangat menarik dibaca. empat faktor yang mempengaruhi yakni sikap,
Pada satu sisi ayat-ayat kauliyah membimbing norma subyektif, persepsi kontrol perilaku dan
manusia untuk berbisnis dengan prinsip bagi religiusitas. Temuan ini mempunyai implikasi
hasil dan berbagi risiko (musyarakah), pada yang cukup penting dari aspek teoritis maupun
sisi yang lain secara naluriah para nelayan kebijakan.
juga cenderung menyikapi usaha penangkapan
ikan yang penuh risiko dan ketidakpastian Salam,
dengan metode pemerataan risiko. Dengan
demikian ada keselarasan antara norma ekonomi Dewan Redaksi
iii
iv
JURNAL
EKONOMI dan
PEMBANGUNAN
Vol. 21, No. 2, Desember 2013
Daftar Isi
v
vi
EKONOMI SYARIAH DALAM ETIKA PEMERATAAN RESIKO
SYARIAH ECONOMIC WITHIN THE FRAMEWORK OF RISK SHARING
ETHICS
Masyhuri
Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
masyhuri_lipi@yahoo.com
Abstrak
Makalah ini bertujuan mengungkap pentingnya sistem musyarakah dan bagi hasil pada usaha perikanan
tangkap. Dari perspektif syari’ah dan analisa kualitatif, terbukti bahwa musyarakah dan bagi hasil merupakan
faktor penting yang mendorong berkembangnya usaha perikanan tangkap.Usaha penangkapan ikan laut merupakan
usaha padat modal, serta beresiko tinggi, sementara modal usaha bagi nelayan masih merupakan kendala besar.
Musyarakah merupakan sistem yang dikembangkan nelayan dalam mengatasi kesulitan pengadaan modal usaha
yang mereka hadapi, sementara bagi hasil merupakan sistem pengelolaan terhadap pendapatan mereka yang tidak
teratur. Kedua sistem tersebut melembaga sebagai hasil adaptasi nelayan terhadap usaha yang mereka lakukan
yang padat modal dan beresiko tinggi. Pemahaman terhadap kedua aspek tersebut sangat bermanfaat sebagai dasar
kebijakan pengembangan usaha perikanan tangkap.
Kata Kunci: Musyarakah, Bagi Hasil, Pemerataan Pendapatan.
Abstract
This article aims at addressing how importance is the role of musyarakah and revenue sharing systems in the
Indonesian small scale fishing industry. From syari’ah perspective and qualitative analysis, it is orgued that the
systems play an important role in the development of fishing sector. The sea fishing industry is a capital-intensive
and also a high risky industry,while investment for fisherman is still a crucial problem. Musyarakah provides the
syar’i manner of how fishermen obtain their financial needs, while revenue sharing constitutes the manner of how
fishermen manage their uncertainly income. Both of them become institutionalized as a result of the adaptation of
fisherman to the capital-intensive and a high risky of sea fishing industry. Such institutions should be important as
a basic in lounching of the policy development of fishing sector.
Keywords: Musyarakah, Revenue Sharing, Income Equality.
125
diketahui secara pasti kapan sistem tersebut merupakan pilihan terbaik? Apakah bagi hasil
mulai dikenal secara luas, tetapi yang jelas yang berkembang di antara nelayan merupakan
konsep tersebut telah mengakar dalam kehidupan kearifan mereka, sebagai kristalisasi dari adaptasi
masyarakat. Di kalangan petani Jawa misalnya, mereka terhadap kekhasan lingkungan dan
sistem tersebut umumnya berlaku antara pemilik jenis usaha yang mereka lakukan? Pertanyaan-
lahan dan penggarap, dengan perhitungan maro, pertanyaan ini menyodorkan permasalahan
mertelu,mrapat, prowolu, yakni bagi hasil atas penting yang perlu diungkapkan.
perhitungan 50%-50%, 2/3%-1/3%, 3/4%-1/4%, Suatu kenyataan yang sulit diingkari dari
dan seterusnya (Singarimbun dan D. H. Penny, masyarakat nelayan, masalah ta’awwun, yakni
1976; Breman, J.1986). Di kalangan masyarakat perilaku untuk saling membantu dalam permoda-
nelayan, khususnya nelayan skala kecil sampai lan ataupun dalam pelaksanaan usaha merupakan
menengah, sistem bagi hasil terjadi antar pelaku aspek penting dalam kehidupan mereka. Apakah
usaha penangkapan. Sistem bagi hasil tersebut aspek ta’awwun ini merupakan kearifan lokal yang
tampaknya merupakan satu-satunya sistem yang berperan penting sebagai faktor berkembangnya
digunakan di kalangan nelayan. Sistem upah usaha rakyat di bidang perikanan tangkap?
hampir-hampir tidak dikenal di kalangan mereka. Permasalahan tersebut merupakan masalah yang
Sistem bagi hasil pada dasarnya dapat menarik, sekaligus belum banyak diungkap,
diterapkan secara luas di berbagai sektor. lebih-lebih lagi dari sisi syari’ah Islam. Oleh
Namun demikian, dalam konteks perekonomian karena itu, aspek ta’awwun dari sistem bagi hasil
modern, penerapan sistem bagi hasil tersebut usaha perikanan tangkap yang dimaksud dalam
tampaknya kurang diminati. Dalam portofolio tulisan ini ditempatkan sebagai sentral diskusi.
perbankan misalnya jenis pembiayaan bagi hasil
hanya sebagian kecil dari pembiayaan yang TINJAUAN PUSTAKA
disalurkan oleh lembaga keuangan tersebut.
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan sistem
bagi hasil kurang diminati, antara lain adanya Karakteristik Ekonomi Nelayan
apa yang disebut sebagai adverse selection Usaha penangkapan ikan laut mempunyai
dan moral hazard (Karim, 2001). Pengusaha dinamikanya sendiri (Bucher, 2004). Sering kali
dengan bisnis yang memiliki tingkat keuntungan usaha seseorang pada usaha penangkapan ikan
tinggi cenderung enggan menggunakan sistem mengalami perkembangan yang mengherankan,
bagi hasil. Bagi mereka, mengambil kredit tetapi sering pula usaha-usaha seperti itu
dari bank dengan bunga yang sudah pasti mengalami kebangkrutan secara mendadak.
jumlahnya lebih menguntungkan dari pada Resiko besar yang dapat terjadi setiap saat
harus membagi keuntungan dengan pemodal merupakan faktor utamanya (Semedi, 2003).
mitra. Pengusaha dengan bisnis beresiko rendah Investasi besar, biaya operasional yang tidak
umumnya juga enggan terhadap pembiayaan sedikit, dan kegagalan dalam penangkapan ikan
bagi hasil. Kebanyakan yang memilih model merupakan faktor-faktor penting kebangkrutan
bagi hasil adalah mereka yang bergerak di bidang yang terjadi. Hasil penelitian yang dilakukan
usaha yang beresiko tinggi. Selain itu, banyak oleh P2E-LIPI di Trenggalek (Jawa Timur),
pengusaha melakukan tindakan yang tidak terpuji Bagansiapiapi (Riauw), dan di Karangsong
(moral hazard), seperti melakukan pembukuan (Jawa Barat) memberikan ilustrasi yang menarik
ganda untuk menyembunyikan keuntungan riil dari dinamika yang dimaksud (Masyhuri, 2014).
yang diperoleh (Karim, 2001). Hanya dalam hitungan tahunan saja, seorang
Berbeda dengan itu adalah usaha rakyat nelayan bisa menjadi seorang pengusaha besar,
dibidang penangkapan ikan. Sistem bagi hasil atau sebaliknya mengalami kebangkrutan total.
di kalangan mereka merupakan sistem yang Tingkat spekulasi dalam usaha penangkapan
sudah berurat berakar. Apakah hal ini terjadi ikan memang sangat tinggi, dan ini menyebabkan
karena usaha perikanan tangkap merupakan usaha usaha tersebut tidak stabil. Perubahan atau
yang beresiko tinggi sehingga sistem tersebut kejutan-kejutan sering terjadi, baik kejutan
126 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
skala kecil maupun kejutan skala besar. Seorang banyak ikannya. Sistem andon (berpindah tempat
nelayan yang pada hari ini memiliki katakanlah sementara untuk menangkap ikan) karenanya hidup
dua unit kapal nelayan 30 GT, bisa saja dalam subur di kalangan nelayan. Nelayan Pasuruhan
beberapa hari berikutnya nelayan tersebut tidak sebagai contohnya senantiasa melakukan andon
lagi memiliki kapal (Masyhuri, 2014). Badai laut ke daerah Dungkek (Pasongsongan, Madura)
atau kecelakaan misalnya bisa menenggelamkan selama beberapa bulan setiap tahunnya untuk
kapal nelayan manapun. Padahal investasi yang menangkap ikan teri (Masyhuri, 2013). Usaha
diperlukan untuk membangun satu unit kapal penangkapan ikan bagi nelayan bagaikan seni,
nelayan sebesar itu dibutuhkan dana tidak kurang seni berburu yang penuh spekulasi, dan karenanya
dari Rp.1,5 milyar1. pendapatan nelayan tidak menentu. Suatu saat
Kegagalan dalam penangkapan ikan bisa juga nelayan berpendapatan besar, di lain saat mereka
mengakibatkan kebangkrutan. Kegagalan yang tidak berpenghasilan sama sekali. Setiap kali
berturut-turut berakibat menumpuknya hutang mereka melaut, mereka tidak pernah mempunyai
biaya operasional, dan seringkali untuk membayar gambaran mengenai pendapatan yang akan
hutang perbekalan seperti ini, nelayan terpaksa mereka peroleh. Semua serba tidak pasti, serba
menjual kapalnya. Untuk menghadapi usaha yang meraba-raba dan tidak menentu (Masyhuri, 2006).
beresiko tinggi dan bersifat spekulatif seperti ini, Keadaan seperti ini jelas mempengaruhi perilaku
nelayan melakukan adaptasi, menyesuaikan diri ekonomi mereka, perilaku yang setelah melalui
terhadap usaha dengan pola pendapatan yang proses waktu tertentu memola, yang kemudian
kurang menentu tersebut. Perilaku nelayan yang melembaga sebagai sistem nilai, sebagai kode
adaptif tersebut tampaknya melahirkan pola etik acuan berindak dalam kehidupan sehari-hari.
perilaku khusus, yang berbeda dengan kelompok Berikut adalah penjelasan tentang apa yang
masyarakat lainnya (Masyhuri, 2001; 2006). dimaksud dengan etika nelayan yang dimaksud.
Laut bagi nelayan bukan instrumen atau
obyek produksi, tetapi sebagai subyek produksi. Etika Pemerataan Resiko
Keterlibatan nelayan dalam proses produksi tidak Pola pendapatan nelayan yang tidak teratur
banyak, meskipun keterampilan penguasaan sebagaimana diuraikan jelas berbeda dengan
teknis, pengetahuan terhadap iklim, perilaku misalnya pola pendapatan petani. Padahal
atau habitat ikan, musim ikan dan sebagainya, selama ini bias dengan pertanian hampir selalu
sangatlah penting. Ikan laut berpijah seirama terjadi dalam kebijakan pembangunan nelayan
dengan perkembangan biologisnya. Penangkapan dan perikanan. Dalam pembangunan selama
berlebihan pada perairan tertentu akan berakibat ini, berbagai kebijakan di bidang perikanan
habisnya ketersediaan ikan di perairan tersebut. hampir selalu disamakan dengan kebijakan di
Demikian sebaliknya, apabila tidak dilakukan bidang pertanian, sehingga sering mengalami
penangkapan, maka produksi ikan perairan kegagalan. Untuk menghindari hal tersebut,
tersebut tidak termanfaatkan. Overfishing bisa memperbandingkan karakteristik antara kedua
terjadi setiap saat. Untuk menghindari terjadinya masyarakat tersebut menjadi penting sebagai
overfishing, regulasi atau pengaturan penangkapan landasan kebijakan di masa-masa mendatang.
ikan sangat diperlukan (Masyhuri, 2004). Yang jelas adalah bahwa nelayan bekerja di
Nelayan dalam hal ini berlaku pasif, tidak laut, petani bekerja di lahan pertanian. Apabila
melakukan tindakan apapun untuk meningkatkan laut bagi nelayan merupakan subyek produksi,
populasi ikan di perairan tempat penangkapan maka lahan pertanian bagi petani merupakan
ikan. Paling jauh yang mereka lakukan apabila obyek produksi. Berbeda dengan nelayan, petani
ikan hasil tangkapan berkurang adalah mencari terlibat banyak dan secara langsung dalam proses
daerah tangkapan baru yang diperkirakan masih produksi. Petani terlibat langsung dalam penyiapan
lahan, pembenihan, penanaman, perawatan, dan
1
Hasil wawancara dengan beberapa nelayan sukses di sebagainya. Semakin intensif keterlibatan petani
Karangsong (Indramayu, Jawa Barat) pada bulan April dalam proses produksi, maka semakin tinggi
2012, dan di Juana (Pati, Jawa Tengah), pada bulan Juni
2013.
pula produktifitas usaha yang mereka lakukan.
128 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
nelayan dari kategori bankable, meskipun jumlah permasalahannya. Adapun data yang digunakan
mereka masih sangat terbatas. terutama adalah data sekunder, yang relevan baik
Sementara pada kelompok ke-dua yaitu dari hasil penelitian sendiri yang telah dilakukan
nelayan yang termasuk dalam kategori post- maupun penelitian-penelitian lain yang telah
bankable umumnya tidak membutuhkan lagi diterbitkan. Data primer sejauh data-data telah
pinjaman dari bank. Bagi mereka, bank hanya tersedia dimanfaatkan pula, terutama data dari
merupakan tempat menyimpan uang. Nelayan catatan-catatan lapangan.
yang berhasil mencapai tataran post-bankable
tidak banyak jumlahnya, sehingga dapat HASIL DAN PEMBAHASAN
dikatakan bahwa masalah permodalan masih
tetap merupakan kendala bagi nelayan Indonesia
Musyarakah Sebagai Bentuk Ta’awwun
pada umumnya.
Nelayan
130 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
sebutan bos. Yang menarik adalah peran pachter juragan darat. Semua biaya yang dikeluarkan pada
Jawa abad ke-19 sama sebagaimana peran bos saat-saat sulit diperhitungkan sebagai hutang, dan
Belitung awal abad ke-214. Juru mudi yang cakap, dibayar pada saat hasil tangkapan ikan membaik.
yang hampir selalu berhasil setiap saat melaut Bagaimanapun juga, syarikat amwal, a’mal,
biasanya menjadi perebutan, dan juru mudi seperti wujuh, dan mudhorobah merupakan institusi-
ini mempunyai nama julukan bermacam-macam. institusi yang padanya mencakup aspek ta’awwun,
Di pantai utara Jawa, mereka umumnya disebut aspek yang menjembatani nelayan untuk saling
juru mudi alongan, di Prigi, Trenggalek, disebut membantu. Sejauh tidak ada alternatif lain sebagai
solok atau juru mudi solok, dan seterusnya. Juru sumber permodalan nelayan, musyarakah antar
mudi tidak diupah atau digaji oleh pemodal, tetapi para pihak di kalangan nelayan merupakan faktor
mendapat bagian dari hasil tangkapan sesuai penting keberlanjutan usaha perikanan tangkap.
dengan kesepakatan yang berlaku. Dengan institusi-institusi ini, nelayan dalam
Syarikat mudharabah sebagai bentuk ke batas-batas tertentu mampu mengatasi ketiadaan
empat dari musyarokah sebenarnya merupakan modal investasi. Tampaknya, selama pengadaan
kombinasi antara syarikat amwal (keuangan) modal secara musyarakah tetap tumbuh subur
dan syarikat a’mal (operasional). Dalam syarikat di kalangan nelayan, selama itu pula sistem
ini salah satu pihak menjadi pemodal, dan pihal bagi hasil diantara mereka akan terus berlanjut.
lainnya menjadi operatornya.Untung dibagi Musyarakah bersifat fleksibel, yang dewasa ini
sesuai dengan nisbah yang disepakati di awal, diterapkan secara luas dalam bebagai bisnis,
rugi berupa uang ditanggung pemodal dan rugi misalnya penerapan musyarakah pada perseroan
berupa tenaga ditanggung operator (Karim, 2001). terbatas, untuk pembiayaan sektor produksi, jasa,
Tampaknya, syarikat mudhorobah dalam dan sebagainya. Namun perbedaannya dengan
berbagai versinya merupakan bentuk syarikat penerapan musyarakah secara syar’i antara lain
yang paling banyak ditemukan di kalangan adalah nisbahnya tidak ditentukan di awal.
nelayan. Dikatakan demikian mengingat bahwa
pembiayaan nelayan umumnya berkisar pada Musyarakah, Bagi Hasil, dan Pemerataan
aktivitas juragan darat di satu pihak dan, juragan Dikantong-kantong pemukiman nelayan di
laut serta belah (ABK) di pihak lain. Ketiganya Indonesia diketemukan pula pola kepemilikan
membentuk kelompok usaha, yang tersusun individu terhadap sarana penangkapan ikan.Yang
dalam pelapisan yang hirarkis. Sebagai kelompok, menarik adalah apabila pada pola kepemilikan
juragan darat menempati strata tertinggi, diikuti kapal dalam suatu komunitas nelayan didominasi
kelompok juragan laut, dan strata terendah oleh pola kepemilikan individu, jurang pemisah
ditempati kelompok belah. Dari aspek ekonomi, antara sekelompok kecil nelayan kaya dan
juragan darat memiliki tingkat kehidupan ekonomi kelompok mayoritas yang miskin terjadi secara
yang lebih mapan dibandingkan dua kelompok tajam. Demikian sebaliknya, suatu komunitas
sosial lainnya. Dengan kedudukan sosial yang nelayan yang pola kepemilikan atas kapal nelayan
lebih tinggi dan kemampuan ekonomi yang didominasi oleh pola kepemilikan kelompok,
lebih baik, mereka berperan tidak saja sebagai jurang pemisah antara kelompok kaya dan
sumber pembiayaan usaha penangkapan ikan, kelompok miskin kurang tampak. Salah satu
tetapi juga berperan sebagai “sabuk pengaman”, contoh dari dua komunitas yang dimaksud adalah
sebagai patron pada saat-saat kesempitan ekonomi komunitas nelayan di Palang dan di Blimbing.
(paceklik). Pada musim-musim seperti ini, Palang termasuk kabupaten Tuban, di daerah
kebutuhan hidup sehari-hari para belah sering perbatasan dengan Lamongan. Sedangkan
dipenuhi dengan berhutang kepada juragan Blimbing termasuk Kabupaten Lamongan, yang
laut, atau dengan garansi juragan laut, nelayan terletak di daerah perbatasan tidak jauh dari
belah mendapatkan biaya kebutuhan hidup dari Palang (Masyhuri, 1998).
4
Hasil penelitian kompetitif tahun ke-2 P2E-LIPI. Lihat
Pola pemilikan kelompok atas sarana produksi
Thoha (2013). Deskripsi tentang pachter dan deskripsi
tentang bos lihat masing-masing dalam Masyhuri (1996) sangat dominan di Blimbing, sementara tidak
dan Masyhuri (2014). demikian yang ada di Palang, pola kepemilikan
132 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
dengan bagian yang diterima seorang belah Permasalahannya akan menjadi cukup
atau ABK. Jabatan terendah dalam kelompok sederhana apabila pemerataan tersebut dianggap
penangkapan adalah jabatan ABK. Seorang ABK sebagai yang adil. Keadilan merupakan salah satu
di hampir semua daerah di Jawa hanya mendapat dari prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. Masalah
satu bagian. Di Pasongsongan (Sumenep) keadilan dalam al-Qur’an hampir senantiasa
misalnya, seorang nahkoda akan menerima tiga dikaitkan dengan taqwa, sebagaimana ditegaskan
bagian. Apabila ia merupakan pemilik kapal, ia misalnya dalam al-Qur’an surat ke-5 (al Maaidah)
juga akan menerima bagian untuk kapal, yang ayat ke-8. “…Berlaku adillah, karena adil itu
besarannya empat bagian. Seorang nelayan yang lebih dekat kepada taqwa”.Taqwa merupakan
berkedudukan sebagai juru mudi dan sekaligus kondisi puncak tujuan yang ingin digapai
pemilik kapal di daerah ini akan mendapatkan oleh seorang muslim, dan taqwa itu sendiri
seluruhnya sebanyak tujuh bagian dari hasil merupakann prakondisi dari masyarakat bila ingin
bersih setiap kali melaut (Masyhuri, 2013). Kasus mewujudkan kemakmuran. Sebagaimana firman
serupa dengan mudah diketemukan di komunitas- Allah SWT dalam al-Qur’an, bahwa bila suatu
komunitas nelayan di tempat lainnya di Indonesia. kaum atau suatu bangsa bertaqwa kepada Allah
SWT, maka Allah SWT akan membukakan bagi
Singkat kata, sistem kepemilikan kelompok
mereka keberkahan dari langit dan bumi, serta
atas sarana produksi dan sistem bagi hasil
memberi rizki dengan cara yang tidak pernah
merupakan perilaku gotong-royong atau
terpikirkan sebelumnya (QS. 7: 96; 65: 2 - 3).
ta’awwun di kalangan nelayan, sebagai strategi
Dengan demikian, perilaku adil akan memudahkan
nelayan terhadap ketidakpastian usaha mereka.
seseorang mencapai ketaqwaan, dan lebih lanjut
Penerapan kedua sistem tersebut mendorong
akan mendatangkan kemakmuran. Pada tataran
terjadinya pemerataan pendapatan dan resiko di
kehidupan sehari-hari, kemakmuran materi
kalangan nelayan. Apabila berhasil, hasil usaha
hampir-hampir dipahami sebagai kesejahteraan.
mereka didistribusikan secara lebih merata.
Demikian juga apabila merugi, kerugian tersebut Dalam bahasa Indonesia, adil juga dikaitkan
secara proporsional ditanggung bersama. Dengan dengan kesejahteraan. Dalam frase “adil makmur”
sendirinya, kedua sistem tersebut memberi atau “adil dan makmur”, dan tidak pernah terbalik
jaminan kepada nelayan, jaminan terhadap urutannya, mengandung arti bahwa kemakmuran
keberlangsungan usaha mereka, dan resiko usaha akan terwujud bila adil atau keadilan terlebih
dahulu ditegakkan. Tanpa tegaknya keadilan
yang mereka hadapi.
menurut pemahamannya, kemakmuran mustahil
dapat diwujudkan. Karena itu barangkali, dalam
Aspek Keadilan dari Musyarakah
bahasa Indonesia sering terucap pula uangkapan
Dari sudut pandang philosifi Islam, sebagaimana “adil dan sejahtera”. Keadilan akan tegak apabila
dikemukakan Yuliadi (2001) dengan merujuk semua hak dan kewajiban terdistribusikan
pendapat Samih’ Athif az-Zain dalam bukunya secara proporsional. Di sinilah barangkali dapat
Al-Islam Khuthutun ‘Aridah: Al-Hukm, Al-Ijtima’, dipahami keterkaitan antara adil, makmur, dan
permasalahan ekonomi merupakan permasalahan sejahtera.
upaya untuk mencapai suatu kondisi dari Dalam konteks pembangunan ekonomi
kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Indonesia pada periode tertentu di masa lalu
Bertolak dari pendapat ini, masalahnya kemudian misalnya, ketimpangan ekonomi terjadi begitu
adalah apakah sistem musyarakah yang hidup di nyata akibat dari tidak adanya pemerataan
kalangan nelayan mencakup di dalamnya dimensi pembagian hasil pembangunan, dan masalah
keadilan? Lebih lanjut, seperti apa suatu tindakan ini tampaknya dengan sadar dimaklumi untuk
itu dikatakan adil? Yang jelas, musyarakah dan sementara, dengan didengungkannya slogan
sistem bagi hasil seperti yang telah diuraikan di “kita besarkan dulu kuenya, baru kita bagi”. Apa
atas adalah faktor penting terjadinya pemerataan yang terjadi kemudian? Setelah kue itu menjadi
pendapatan secara proporsional di kalangan besar, tenyata yang terjadi adalah perilaku tidak
nelayan. jujur, moral hazard, dan sebagainya.‘Kue”
134 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
perorangan. Perhatian nelayan hampir-hampir dari usaha mereka merupakan faktor penting dari
sepenuhnya tercurahkan pada penangkapan tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk
ikan, dan penjulan ikan hasil tangkapan hampir memaksimalkan hasil usaha mereka. Fenomena
selalu dipercayakan kepada perantara atau alam bagi nelayan tampaknya merupakan “guru”
langgan. Juragan atau pemilik kapal sering kali yang penting, yang mengajarkan kepada mereka
menempatkan istri mereka menjadi langgan, kearifan dalam berusaha.
berperan sebagai perantara dalam penjualan ikan Alam semesta yang terbentang sebagai
hasil tangkapan. Untuk memperoleh keuntungan realitas nyata dari kehidupan manusia menurut
sebanyak-banyaknya, istri juragan yang berperan Islam sebenarnyalah merupakan ayat-ayat Allah
sebagai langgan sering dengan seenaknya SWT, yakni yang disebut sebagai ayat-ayat
menetapkan harga ikan jauh di bawah harga kauniyah. Sebagaimana terhadap ayat-ayat
ikan yang berlaku. Nahkoda dan nelayan ABK kauliyah, yakni ayat-ayat suci yang tercantum
umumnya tahu persis tentang praktek-praktek dalam al-Qur’an, ummat manusia diperitahkan
seperti itu, karena sering dilakukan secara terang- pula untuk mempelajari dan memahami ayat-ayat
terangan. Namun mereka tidak bisa berbuat kauniyah tersebut untuk mengambil pelajaran.
apa-apa terhadap istri pemilik kapal. Nelayan Nelayan dalam hal ini tampaknya mampu
sadar betul bahwa mereka dirugikan oleh istri memahami sebagian dari ayat-ayat kauniyah yang
pemilik kapal, dan praktek seperti ini sering dimaksud. Bagi nelayan, ayat-ayat kauniyah dari
mendorong nelayan melakukan pembalasan, realitas pekerjaannya merupakan hal yang nyata,
berlaku tidak jujur misalnya, seperti mendaratkan dan karena itu, adaptasi yang mereka lakukan
sebagian ikan hasil tangkapan di tempat lain terhadap fenomena alam yang ada mengantarkan
dan dijual pada pedagang setempat 6. Sejauh mereka pada penemuan berbagai sistem yang
tindakan pembalasan yang dilakukan seimbang sesuai dengan syari’at Islam dan memudahkan
dari kerugian yang dideritanya, tindakan nelayan mereka dalam berusaha.
seperti ini dalam batas-batas tertentu dapat Sebagai hasil adaptasi terhadap ayat-ayat
dipahami pula, mengingat dalam Islam dikenal kauniayah, perilaku ekonomi nelayan lebih dekat
hukum qisos, yakni tindakan balasan seseorang pada sistem ekonomi yang islami. Sistem ekonomi
secara sepadan terhadap orang lain yang berlaku musyarakah dan bagi hasil bermuatan didalamnya
dzalim terhadap seseorang tersebut (QS. 2: 178 syarat dengan nilai-nilai yang diusung oleh Islam.
dan 194; 5: 45). Pada komunitas nelayan tertentu, Keadilan secara proporsional dengan demikian
praktek-praktek balas-membalas seperti ini telah akan dapat lebih mudah diwujudkan dengan
menggejala, yang oleh Semedi (2002) disebut usaha-usaha yang dikembangkan berdasarkan
sebagai sistem ekonomi cokot-mencokot. kearifan dari hasil adaptasi terhadap lingkungan
alam, sebagaimana sistem ekonomi nelayan.
KESIMPULAN DAN SARAN Wallaahu A’lam.
136 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
AGAMA, ETIKA DAN ETOS KERJA DALAM AKTIVITAS EKONOMI
MASYARAKAT NELAYAN JAWA
RELIGION, ETHICS AND WORK ETHOS OF THE JAVANESE FISHERMEN’S
ECONOMIC ACTIVITY
Mochammad Nadjib
Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
nadjibil@yahoo.com
Abstrak
Praktik keagamaan nelayan Jawa yang mayoritas beragama Islam, relatif masih kuat dengan ajaran-ajaran nenek
moyang. Ritual sedekah laut, sesaji dan “santet” merupakan implementasi dari ketergantungannya pada kekuatan
supranatural. Di lain pihak, nelayan dikenal sebagai kelompok masyarakat yang paling miskin meskipun rata-rata
mereka memiliki etos kerja tinggi. Artikel ini mendiskusikan hubungan antara kepercayaan yang dianut nelayan
Jawa terhadap dorongan tumbuhnya etos kerja. Hipotesa yang dapat ditarik adalah, meskipun nelayan memiliki
etos kerja tinggi tetapi etika kerja yang difahami kurang sesuai dengan ajaran agama. Artikel ini ditulis berdasarkan
studi literatur serta akumulasi pemahaman dari berbagai studi primer yang dilakukan terhadap masyarakat nelayan.
Studi literatur dilakukan untuk memahami konsep tentang agama dalam menilai etika dan etos kerja. Sumber data
primer diperoleh dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan terhadap komunitas nelayan pantai utara maupun
pantai selatan Jawa. Indikasi longgarnya pemahaman atas nilai agama dan tatanan etika yang dianut inilah kiranya
yang membentuk sifat dan karakter nelayan cenderung “permisif”, foya-foya dan boros.
Kata Kunci: agama, etika, etos kerja, aktivitas ekonomi, masyarakat nelayan
Abstract
Religious practices of Javanese fishermen, who majorities are Moslems, have been strongly influenced by the
ancestors’ thought. Ritual of sea give alms, offerings and “black magic” are some activities showing its dependence
on the supernatural powers. On the other hand, even though they have a high work ethos, fishermen are widely
perceived as the poorest society. This article is mainly intended to discuss the fishermen’s belief in relation to their
work ethos. The hypothesis is that even though most of the fishermen have a high work ethos, but they do not behave
as what their religion has been taught. This article is written based on the literature studies as well as the various
knowledge accumulations of some primary researches on the fishermen life. Review of literature studies is purposed
to understand the concept of the religion in assessing work ethics and work ethos. Meanwhile, primary data was
obtained from a series of studies that has been conducted on the fishermen community in the north and southern coast
of Java. Indication, loose understanding of the religion values and ethics are the essential factors which expressed
the behavior and character of the fishermen to have permissive attitude, extravagant with money and wasteful.
Key words: religion, ethics, work ethos, economic activity, fishing communities
137
praktik keagamaannya masih lekang dengan masyarakat di luar komunitas nelayan (Acheson,
ajaran-ajaran nenek moyang disebutnya dengan 1981; Imron 2011; Masyhuri 2012; Nadjib 2013).
abangan, sedangkan yang telah menjalankan Untuk itu, nelayan mengembangkan tradisi
Islam secara murni disebut dengan santri. 1 bergantung kepada kekuatan lain yang mampu
Santri adalah golongan masyarakat Jawa yang memberi jaminan kehidupan dan keselamatan
secara konsisten dan teratur melaksanakan sebagai nelayan. Yang menonjol adalah pranata
pokok-pokok peribadatan yang telah diatur dalam sosial ekonomi yang memungkinkan terwujudnya
Islam, misalnya melaksanakan shalat lima waktu, sistem pemerataan risiko dan pola-pola hubungan
puasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, patron-klien sebagai bentuk asuransi sosial untuk
menunaikan ibadah haji, serta melaksanakan menghadapi masa paceklik hasil tangkapan.
perintah-perintah lainnya yang berasal dari ajaran
Selain itu akibat risiko kekuatan alam yang
Islam. Berbeda dengan santri, abangan adalah
sulit ditanggulangi, maka secara psikologis
orang Islam yang cara hidupnya masih banyak
kelompok nelayan sangat menggantungkan diri
dipengaruhi oleh tradisi Jawa pra-Islam, yaitu
kepada kekuatan lain di luar kekuatan manusia
tradisi yang menitik beratkan pada perpaduan
unsur-unsur Islam, Hindu-Budha, dan animisme- dan kemampuan teknologi perahu beserta
dinamisme sebagai bentuk dari sinkritisme. peralatannya, yaitu kekuatan supranatural yang
diharapkan dapat menanggulangi perasaan
Praktik keagamaan yang kental dengan unsur
inferioritasnya dalam menghadapi kedahsyatan
tradisi banyak ditemukan di perdesaan Jawa,
kekuatan alam. Perahu dan peralatan tangkap
termasuk pula pada komunitas nelayan. Dalam
merupakan sarana produksi yang penting bagi
praktik keagamaannya, komunitas nelayan Jawa
nelayan. Agar sarana produksi tersebut dapat
sangat terpengaruh oleh kebiasaan pekerjaannya
mendatangkan hasil tangkapan baik, maka
sebagai pemburu ikan di laut. Sebagai pemburu
ikan, nelayan senantiasa menghadapi sifat dan nelayan beranggapan perlu untuk mengadakan
kondisi lingkungan yang senantiasa berubah ritual atau upacara selamatan bagi perahu dan
sesuai sifat alam dan musim. Oleh karena tingkat peralatannya saat pertama kali akan diluncurkan
teknologi rata-rata nelayan relatif masih sederhana, (Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan-LIPI,
maka kemampuan jelajah dan kemampuan dalam 1998).
menangkap ikan sangat terbatas. Kondisi ini Meminjam konsep Geertz tentang varian
menyebabkan usaha penangkapan ikan bagi santri, abangan dan priyayi, termasuk varian
nelayan dinilai sangat berbahaya, berisiko dan apakah kelompok masyarakat nelayan ini? Sejauh
mengandung ketidakpastian yang tinggi serta mana kepercayaan yang dianut masyarakat
spekulatif. Menghadapi kondisi seperti ini, nelayan nelayan tersebut mampu mendorong tumbuhnya
cenderung mengembangkan pola adaptasi yang etos kerja?
khas, berbeda dan seringkali tidak dipahami oleh Selama ini muncul banyak anggapan
1
Clifford Geertz dalam bukunya yang diterjemahkan dari sebagian besar masyarakat awam yang
menjadi Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat menganggap bahwa nelayan merupakan
Jawa, 1981 menyebutkan bahwa pada masyarakat Jawa
selain dua varian religiusitas berupa santri dan abangan, masyarakat yang miskin. Selain miskin, nelayan
terdapat satu golongan lagi yang merupakan diferensiasi dinilai sebagai masyarakat yang lemah, bodoh,
dari peradaban Jawa, yaitunya Islam Priyayi. Menurutnya, tidak efisien dan tidak mampu merencanakan
Priyayi merupakan satu golongan elit mewakili aristokrasi
Jawa, pegawai birokrasi yang bertempat tinggal di kota masa depannya (Sawit, 1998; Imron, 2011;
dan merupakan keturunan raja besar Jawa. Kaum priyai/ Masyhuri, 2012). Pandangan tersebut cukup kuat
kaum elit yang dinilai sah memanifestasikan satu tradisi menilai rendah kehidupan masyarakat nelayan.
agama yang disebut sebagai varian agama priyai dari sistem
keagamaan pada umumnya di Jawa. Pandangan dunia Dengan demikian muncul pertanyaan, apakah
priyayi terhadap aspek religius disebut dengan mistik. kemiskinan nelayan itu karena etos kerjanya
Mistik yang dimaksud adalah serangkaian aturan praktis rendah atau oleh sebab yang lain? Pertanyaan-
untuk memperkaya kehidupan batin orang yang didasarkan
pada analisa intelektual atau pengalaman dengan tujuannya
pertanyaan tersebut yang peneliti coba untuk
adalah pengetahuan tentang rasa. jawab melalui penelitian ini.
138 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
pada tataran praksis sebagai pengejawantahan
TINJAUAN PUSTAKA
dari norma yang dikonseptualisasikan oleh etika.
Etika berkaitan dengan bagaimana norma itu
Etika, Etos dan Kerja mendorong masyarakat bertindak atau melakukan
Kajian sosio-antropologis menyebutkan bahwa pekerjaan, sedangkan etos berkaitan dengan sikap
tindakan manusia dalam hidupnya dilandasi masyarakat dalam menerima dan melaksanakan
oleh berbagai faktor ideal, yang merupakan norma moral. Oleh karena itu, etos dapat juga
kerangka berfikir normatif. Kluckhohn dalam ditempatkan sebagai aspek moral dalam suatu
Koentjaraningrat (1979) menyatakan, faktor entitas kebudayaan (Geertz, 1973).
ideal dari kerangka berfikir normatif manusia Kerja, menurut Suseno (2009) memiliki tiga
itulah yang disebut dengan pandangan hidup fungsi, yaitu fungsi reproduksi material, integrasi
(worldview). Manusia senantiasa memikirkan sosial dan fungsi pengembangan diri. Penjelasan
bagaimana seharusnya aktivitas itu dilakukan dari ketiga fungsi tersebut adalah dengan bekerja
atau tidak perlu dilakukan. Faktor ideal yang manusia akan terpenuhi kebutuhan ekonominya,
dianggap penting dalam mempengaruhi tingkah mendapatkan status sosial dan dipandang sebagai
laku manusia adalah etika. warga yang memiliki manfaat di masyarakat,
Etika diartikan sebagai nilai dan norma serta mampu secara kreatif menciptakan dan
moral yang menjadi pegangan seseorang atau mengembangkan diri.
masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya Pada masyarakat nelayan, etika dan etos
(Berten, 1999). Etika dapat pula diartikan sebagai kerjanya dipengaruhi oleh adanya interaksi
nilai dimana seseorang atau masyarakat akan dengan lingkungan alam sehingga membentuk
selalu merujuknya dalam upaya pengembangan pola tingkah laku yang merespon terhadap
diri dalam hubungannya dengan manusia lainnya. pengaruh lingkungan tersebut. Dengan demikian
Dengan demikian etika merupakan intisari budaya ekonomi nelayan akan sangat berpengaruh
dari tataran pandangan hidup (worldview). Di terhadap etika kerja. Selain berasal dari pemikiran
kalangan kelompok pendukung kebudayaan, etika manusia, norma etika kerja juga berasal dari
berada pada tataran kognitif atau dengan kata lain ajaran agama yang dipeluk masyarakat. Ajaran
etika merupakan bentuk normatif yang hanya agama diyakini mampu membentuk dan
menjadi pengetahuan manusia atau masyarakat. mempengaruhi etika kerja para pemeluknya.
Selain itu, etika senantiasa berkaitan erat dengan Etika dapat berlaku dan ditaati secara umum
masalah baik dan buruk, yaitu norma yang setelah melalui proses adaptasi yang panjang,
mengandung prinsip moralitas, masalah yang bahkan seringkali dilakukan proses interpretasi
seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan dalam ulang dari satu generasi ke generasi berikutnya
melaksanakan norma tingkah laku yang berlaku. sehingga membentuk suatu nilai yang terkandung
Etos, menurut Tasmara (2008) diartikan dalam etika kerja.
sebagai sikap, kepribadian, karakter serta
keyakinan yang dimiliki seseorang atau Etika dan Etos Kerja dalam Konteks
masyarakat yang terbentuk oleh berbagai Keagamaan
kebiasaan, pengaruh budaya dan sistem nilai Penelitian adanya pengaruh agama terhadap
yang diyakininya. Perbedaaan antara etika etika dan etos kerja pemeluknya telah dilakukan
dengan etos adalah, etika esensinya hanya oleh Max Weber. Dalam buku yang berjudul The
menempati aspek kognitif kehidupan manusia. Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism,
Etika akan menjadi etos bilamana norma-norma Max Weber (1987) meyakini bahwa agama
yang dikonsepsikan tersebut telah dihayati dan Protestan di Eropa Barat telah membantu
menjadi pilihan seseorang atau masyarakat serta melahirkan dan melembagakan nilai-nilai
mempengaruhi tingkah laku yang selanjutnya universalitas akan kebutuhan untuk berprestasi.
menjadi karakter sikap budaya (Abdullah, Peran agama ini merupakan faktor penentu yang
1982). Dengan demikian etika masih berada menyebabkan munculnya kapitalisme di Eropa
pada tataran normatif, sedangkan etos berada Barat dan Amerika Serikat. Analisis Weber
140 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
kondisi pra-kapitalisme karena adanya pengaruh dan kelebihannya disedekahkan bagi yang
patrimonialisme dan dogma agama (Jati, 2013). kekurangan. Selain itu, etos kerja Islam sangat
Pendapat Weber ini menimbulkan perdebatan melarang adanya eksploitasi berlebih yang
panjang di kalangan sarjana muslim. Dalam merugikan orang lain, karena pada dasarnya rezeki
artikel yang berjudul Max Weber’s Sociology of sudah ditentukan ukurannya oleh Allah. Meskipun
Islam: A Critique; Syed Anwar Husain (2004) demikian tidak berarti Islam menganjurkan bagi
menyatakan, sebagaimana etika Protestan yang pemeluknya untuk menerima kehidupan yang
dibanggakan Weber, Islam juga memiliki etika serba kekurangan, Islam sangat menganjurkan
yang mengajarkan kepada ummatnya untuk agar pemeluknya tidak menjadi masyarakat
bekerja keras, tidak malas, berlaku hemat, miskin (Husain, 2004).
tidak foya-foya dan tidak menggantungkan Beberapa penelitian tentang etos kerja
hidupnya semata dari sedekah orang. Islam telah pengusaha Muslim di Indonesia menyimpulkan,
mengajarkan kepada manusia suatu etika dan bahwa kebanyakan pengusaha yang berhasil
etos yang harus dipraktikkan dalam menjalankan adalah para santri yang pemahaman agamanya
aktivitas pekerjaan. Terkandung dalam Al Quran cukup mendalam. Dalam buku Penjaja dan Raja
dan Hadits Nabi makna ”bekerja” memperoleh yang ditulis Geertz (1977), para santri di salah
nilai kedudukan yang tinggi, bahkan bekerja satu kota kecil Jawa Timur memiliki etos kerja
dipercaya sebagai bagian dari ibadah. Dalam QS tinggi, mereka merupakan pekerja yang sangat
Az-Zumar:39 misalnya, ada perintah kepada taat beribadah dan aktif dalam kegiatan organisasi
manusia untuk bekerja yang wajib hukumnya sosial moderen. Sikap yang taat dalam beribadah
dilaksanakan sebagai bentuk dari ibadah. Bekerja telah memberikan pengaruh mendalam pada
merupakan kewajiban yang dibebankan kepada sifat kewiraswastaannya, yaitu bersikap jujur,
seluruh manusia, Islam menempatkan budaya disiplin, hemat dan pekerja keras. Demikian
kerja sebagai tema sentral untuk pembangunan pula penelitian Lance Castles (1982) tentang
kesejahteraan ummat. Dalam Al Qur’an Surat Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di
Al-Jumuah difirmankan Allah akan makna Jawa dengan mengambil kasus pada industri
pentingnya manusia itu bekerja. rokok kretek di Kudus dan penelitian Nakamura
(1983) di Kota Gede Yogyakarta dalam bukunya
”Maka apabila telah ditunaikan shalat maka
yang berjudul Bulan Sabit Muncul dari Balik
segeralah engkau menyebar di muka bumi
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Pohon Beringin menunjukkan bahwa orang-orang
Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu kaya di daerah tersebut adalah para santri yang
beruntung”. (QS Al-Jumuah:10) berafiliasi dengan organisasi sosial keagamaan
moderen, mereka memiliki etos kerja tinggi,
Makna yang terkandung dalam Firman
hemat, menjauhi perilaku konsumtif dan pekerja
Allah SWT tersebut menunjukkan bahwa
keras. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
kehidupan dunia dan akherat memiliki nilai bahwa budaya kerja merupakan pola kebiasaan
sama pentingnya. Berbagai tafsir menyatakan yang didasarkan dari cara pandang atau cara
diperlukan keseimbangan antara kerja untuk seseorang memberi makna terhadap hakekat
mendapatkan bekal bagi kehidupan dunia dan kerja. Makna kerja tersebut diyakini sebagai
ibadah guna mendapatkan bekal bagi kehidupan suasana hati dan keyakinan yang kuat atas nilai-
sesudah mati. Dalam Islam tidak terdapat nilai yang dipercaya, serta memiliki semangat
satu ayatpun yang secara jelas mengajarkan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan kerja
untuk mengejar kekayaan melebihi apa yang yang berprestasi.
diperlukannya (Turmudi, 2001). Ajaran
Islam secara tegas memerintahkan agar harta
yang melebihi kebutuhan pemiliknya supaya METODE PENELITIAN
dimanfaatkan sebagai amal bagi kepentingan
orang lain yang membutuhkan. Ada dimensi Makalah ini ditulis berdasarkan studi literatur serta
sosial atas harta yang berlebih, bekerja menurut akumulasi pemahaman dari berbagai studi primer
Islam adalah mencukupi kebutuhan pribadi yang dilakukan pada masyarakat nelayan. Studi
142 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
hidup, mereka utang kepada patronnya dan saat jangka waktu yang cukup lama ada kemungkinan
mendapatkan hasil berlebih mereka berkewajiban nelayan tidak mendapatkan hasil. Sistem bagi
membayar utangnya. Begitu selalu berulang, hasil bagi juragan berarti dilakukannya pembagian
dan dalam persepsi nelayan “besok masih ada risiko, dalam hal ini risiko kegagalan menangkap
waktu untuk menangkap dan mendapatkan ikan menjadi tanggungan bersama.
ikan lagi”. Kalau sedang bernasib baik, maka Usaha penangkapan ikan adalah usaha
hasil tangkapannya melimpah sehingga mereka yang membutuhkan modal besar. Meskipun
mampu membayar utang-utangnya. Dengan demikian usaha penangkapan ikan dihadapkan
demikian siklus kehidupan nelayan cenderung pada ketidakpastian dan risiko yang tinggi
berputar secara tidak pasti, tidak menentu dan dalam mendapatkan hasil, serta risiko kerusakan
penuh spekulasi. atau kehilangan perahu dan jaring sewaktu
melakukan penangkapan ikan. Risiko-risiko ini
Praktik Ekonomi Nelayan dalam Konteks menjadikan nelayan relatif “jauh” dari fasilitas
Ajaran Islam perbankan. Untuk mengatasi keterbatasan modal
Pekerjaan nelayan yang sarat risiko, memunculkan dan memperkecil kerugian yang mungkin
adaptasi untuk menanggulangi risiko. dideritanya, nelayan mengembangkan pola
Kelembagaan berbagi risiko yang paling umum pemilikan kelompok atas sarana produksi (Nadjib,
dan hampir selalu ada di setiap komunitas nelayan, 2006-b). Terdapat dua pola pemilikan kelompok
di Jawa umumnya, adalah kelembagaan “berbagi (capital sharing) pada sejumlah daerah nelayan,
hasil”, di samping itu ada pula kelembagaan yaitu pola pemilikan yang saling melengkapi dan
“berbagi modal”. pola pemilikan berdasarkan saham. Pola yang
Berdasarkan hasil-hasil penelitian Nadjib pertama menggabungkan sejumlah peralatan
(1993; 1998 dan 2013); Imron (1997 dan 2011), penangkapan ikan seperti perahu, mesin, jaring,
bahwa nelayan pada umumnya lebih suka memilih atau peralatan lainnya yang dimiliki oleh nelayan
sistem bagi hasil sebagai cara untuk menentukan berbeda menjadi satu unit sarana penangkapan
imbalan pekerjaannya dibandingkan dengan ikan lengkap yang dimiliki oleh sejumlah nelayan.
sistem upah. Bagi nelayan anak buah kapal Pola kedua memungkinkan secara bersama-sama
(pandega), pilihan tersebut lebih didasarkan nelayan melakukan investasi dalam bentuk
pada sikap spekulasi. Apabila hasil tangkapan modal bersama, sehingga nelayan dapat secara
kebetulan sedang banyak (along), maka pandega kolektif memiliki seperangkat aset produksi untuk
akan mendapatkan bagian yang banyak pula. menangkap ikan.
Sebaliknya bilamana hasil tangkapan sedikit atau Kalau ditilik dari sudut pandang ekonomi
bahkan gagal (laib), maka ada mekanisme khusus syariah, pola bagi hasil dan capital sharing
yang berperan sebagai “sabuk pengaman” yang adalah bentuk kerjasama ekonomi yang Islami.
disebut dengan istilah lawuhan4. Bagi juragan Pola bagi hasil yang umum dilakukan nelayan
selaku pemilik sarana produksi, kalau menerapkan mirip dengan pola mudharabah, dimana juragan
sistem upah berarti harus ada pengeluaran pasti selaku pemilik sarana produksi bertindak sebagai
(fixed cost). Padahal, penangkapan ikan di laut shahibul maal yang menyediakan permodalan
adalah pekerjaan yang hasilnya tidak pasti, dalam dalam suatu pekerjaan mencari ikan. Sedangkan
pandega selaku mudharib menyediakan tenaga
4
Lawuhan, berasal dari kata lawuh (bahasa Jawa) yang ar- dan keahliannya dalam usaha penangkapan ikan.
tinya lauk penyerta makan. Lawuhan biasanya diambilkan
dari jenis ikan-ikan kecil yang nilai ekonominya rendah, Adapun pola capital sharing lebih mirip dengan
karena tujuan pemberian lawuhan adalah untuk dikonsumsi pola musyarakah yaitu modal kepemilikan
bersama keluarga. Sebaliknya di Prigi, lawuhan yang sarana produksi dimiliki secara bersamaan atau
dikenal dengan nama esek diambilkan dari jenis ikan ku-
alitas bagus dan relatif mahal. Perkembangan selanjutnya
setidaknya oleh beberapa orang shahibul maal.
lawuhan dijual tersendiri dan hasilnya dibagi diantara awak Meskipun aktivitas ekonomi nelayan
kapal. Lawuhan biasanya diambil “secukupnya”, oleh merupakan bentuk kerjasama yang Islami,
karena itu sulit ditentukan banyak sedikitnya yang diambil.
Adapun yang menentukan jenis dan jumlah ikan yang tetapi implementasi kerjasama ekonomi yang
dijadikan lawuhan adalah nakhoda (juragan laut). dilakukan menurut tinjauan hukum syariah
144 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
Larung Sembonyo dimaksudkan untuk menjaga Islam (sinkretisme). Meminjam pisau analisis
keseimbangan lingkungan antara laut, pantai, Geertz tentang varian Abangan, Santri,dan
daratan dan seisinya untuk ketentraman dan Priyayi maka tradisi dan kepercayaan nelayan
keselamatan masyarakat. Oleh karena itu, ritual Jawa ini lebih cocok diklasifikasikan dalam varian
Petik laut dengan mitos Nyi Lara Kidul dan Islam abangan. Sebagai Islam abangan, mereka
Larung Sembonyo memiliki makna lain sebagai teramat longgar dalam menyarikan ajaran dan
konservasi lingkungan. menjalankan syariat Islam. Longgarnya praktik
Dalam praktik sehari-hari, sewaktu meng- menjalankan syariat Islam dapat diindikasikan
hadapi tantangan alam yang tidak menentu dan dari berbagai aktivitas sosial serta tingkah
penuh risiko serta hasil yang tidak pasti, maka laku sehari-hari. Rata-rata nelayan sebenarnya
kekuatan supranatural dijadikan sebagai salah satu memiliki etos kerja tinggi, tetapi etika kerja
sandaran. Di beberapa daerah nelayan ditengarai yang difahami tidak sesuai dengan ajaran Al
adanya kepercayaan yang kuat terhadap praktik Quran dan Hadits Nabi. Longgarnya pemahaman
perdukunan, santet yang mampu mencelakakan nilai agama dan tatanan etika yang dianut inilah
kapal atau sesaji yang mampu menuntun kapal kiranya yang membentuk sifat dan karakter
menuju fishing ground yang subur. Itulah se- nelayan cenderung “permisif”, foya-foya dan
babnya, upacara ritual terhadap laut senantiasa boros. Kurang adanya keseimbangan antara
dilakukan dengan maksud untuk bersyukur dan nafsu pemenuhan duniawi dengan praktik ajaran
sekaligus menjaga dari kemarahan “penguasa agama. Bila ada keseimbangan antara pemenuhan
laut”. Meskipun secara kodrati, nelayan memper- dunia dengan akherat, maka merupakan salah
cayai adanya kekuasaan Allah SWT, tetapi dalam satu prasyarat hipotesa terbentuknya masyarakat
praktik kepercayaan mereka selalu didampingi yang memiliki etos kerja tinggi, hemat, menjauhi
dengan upacara ritual pemberian sesaji kepada perilaku konsumtif dan pekerja keras serta
penguasa laut. Dalam satu kesempatan salah mampu mengambil keputusan secara inovatif.
seorang nakhoda di Prigi mengatakan6: Itulah sifat dasar yang dibutuhkan dari nilai-nilai
“… aku ya percaya marang Gusti Allah, kewiraswastaan masyarakat (Roepke, 1982;
nanging yen mung percaya (marang) Gusti Zimmerer dan Scarborough, 2010).
Allah aku ya ora bakal entuk iwak…”7 Hipotesa ini mungkin dapat dibenarkan
(artinya: saya memang mempercayai adanya bila melihat pada kasus yang terjadi pada suatu
Allah (sebagai Tuhan), tetapi kalau hanya komunitas nelayan yang mendapatkan pengaruh
bergantung (semata-mata) kepada Allah maka nilai-nilai Islam dari suatu pesantren. Komunitas
saya tidak bakal mendapatkan (banyak) ikan nelayan tersebut mendapatkan intervensi kuat atas
(sebagai tangkapan). logika praktik keagamaan dari kalangan santri,
Kalimat yang diucapkan salah seorang sehingga meninggalkan praktik khurafat dan
nakhoda tersebut mewakili tradisi kepercayaan tahayul terhadap kekuatan roh nenek moyang.
rata-rata nelayan Jawa, yaitu mencampur adukkan Dalam hal ini, kepercayaan terhadap kekuatan
antara kepercayaan sebagai pemeluk Islam dengan di luar logika kemampuan manusia yang mampu
tradisi yang berasal dari ajaran sebelum masuknya melindungi dan sekaligus mencelakakan dalam
kemudahan dalam membuka wilayah Prigi.
praktik keagamaan diyakini sebagai sikap pasrah
6
Wawancara dengan seorang nakhoda slerek di Prigi tang-
akan adanya kekuatan dan kekuasaan Allah
gal 26 April 2012. SWT. Praktik keagamaan ini muncul dari adanya
7
Makna yang dapat dipetik dari pernyataan itu adalah, pengaruh pesantren yang mampu meluruskan
bahwa sebenarnya nelayan sangat mempercayai akan niat masyarakat bahwa tiada kekuatan lain di luar
adanya Allah sebagai Tuhan mereka. Akan tetapi dalam
kekuatan Allah SWT dan Nabi Muhammad adalah
tradisi kepercayaan mereka yang menggerakkan ikan seb-
agai rizki yang dapat ditangkap bukan hanya Allah semata, utusan Allah. Orientasi keagamaan komunitas
berperan pula roh-roh gaib sebagai penunggu dan penguasa nelayan tersebut didasarkan pada keyakinan Islam
laut. Dengan demikian, kalau semata-mata hanya berdoa yang kuat. Menjadi pertanyaan adalah apakah etos
dan memohon rizki kepada Allah maka mereka percaya
hasil tangkapannya tidaklah sebanyak kalau disertai dengan kerja komunitas nelayan santri sama dengan etos
ritual persembahan kepada roh gaib. kerja komunitas nelayan abangan?
146 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
hari, tercatat hanya 22% dari waktu kerja riil atau golongan Timur jauh khususnya masyarakat
10% dari potensi waktu kerjanya dipergunakan Tionghoa. Dengan demikian tidak ada lagi tradisi
untuk bekerja di sawah. Selebihnya petani bekerja kewiraswastaan masyarakat pribumi serta situasi
serabutan atau bahkan menganggur. Rendahnya yang mampu menciptakan kondisi lahirnya kelas
pemanfaatan waktu kerja di sawah ini antara lain wiraswasta, terutama kemampuan masyarakat
disebabkan oleh melimpahnya tenaga kerja petani mengambil keputusan secara inovatif.
dan terbatasnya pekerjaan yang tersedia. Sejak Indonesia merdeka nampaknya warisan
Berbeda dengan petani, nelayan bekerja kolonial dalam pemikiran ekonomi masih tetap
sepanjang hari dan jam kerja. Masyhuri (2006) dominan, tidak lagi terbentuk kelas wiraswasta
dalam artikel berjudul Dinamika Sosial dan pribumi yang cukup kuat. Meskipun di beberapa
Pengembangan Ekonomi Nelayan menyimpulkan daerah muncul wiraswastawan santri8, namun
bahwa kemiskinan nelayan lebih disebabkan oleh sifatnya hanya wiraswasta lokal. Di tingkat
struktur ekonomi dan bukan karena sumber daya nasional etnis Tionghoa masih tetap dengan
yang terbatas. Dengan menghitung hari kerja kuatnya mendominasi perekonomian nasional
komunitas nelayan di Tuban, Jawa Timur, rata-rata (Maunati, 1994). Bahkan politik ekonomi Orde
nelayan dalam setahun melaut sebanyak 200 hari Baru dengan berbagai cara lebih menekankan
yaitu seluruh hari yang memungkinkannya dapat pada suatu lingkungan politik dan ekonomi yang
melaut. Pada saat melaut nelayan memanfaatkan stabil untuk menarik modal asing, dibandingkan
waktunya secara optimal untuk bekerja. Biasanya merangsang prakarsa ekonomi kalangan pribumi.
nelayan tidak melaut sewaktu terang bulan, atau Kebijakan politik ekonomi Orde Baru banyak
saat cuaca benar-benar sangat buruk. Apabila tidak melakukan pembatasan-pembatasan kegiatan
sedang melaut, umumnya nelayan menggunakan kewiraswastaan, semua kegiatan ekonomi
waktunya untuk memperbaiki peralatan yang diatur secara terperinci dan birokratis. Berbagai
rusak seperti jaring, mesin atau perahu. pembatasan terhadap kemerdekaan ekonomi
Menilai dari jumlah hari dan jam kerja tidak menambah kesempatan wiraswastawan
yang dimanfaatkan nelayan, dapat ditarik pribumi dalam memperbesar usaha dengan ide-ide
kesimpulan bahwa bukan karena kemalasan cemerlang dan kerja keras. Sukses bisnis mereka
yang menyebabkan nelayan itu miskin, tetapi lebih banyak akibat kemampuannya mengambil
faktor struktural dan rendahnya etika kerja keuntungan dari koneksi sosial yang dimiliki
yang tidak memungkinkan nelayan mampu (Roepke, 1982).
mengembangkan sikap kewiraswastaan Kebijakan politik Orde Reformasi nyaris
sehingga menghambat terjadinya peningkatan tidak berubah, banyak kasus korupsi yang
ekonomi. Roepke (1982) yang mengkaji masalah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
kewiraswastaan masyarakat Indonesia menuding menunjukkan kekuatan bisnis ditopang oleh
penjajahan Belanda sebagai biang keladi matinya koneksi dan kesempatan mengambil keuntungan.
kewiraswastaan masyarakat. Roepke setuju bahwa Pelaku bisnis koneksi ini tidak hanya terdiri dari
orde feodal otoriter-patriarkal yang berkuasa saat kalangan awam tetapi juga para santri yang taat9.
itu pada sebagian besar Kepulauan Indonesia 8
Lihat Clifford Geertz, 1977. Penjaja dan Raja Perubahan
telah menghambat usaha-usaha inovasi ekonomi, Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota Indonesia
(terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia; Lance Castles, 1982.
meskipun demikian pemerintahan Belanda di Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di Jawa: In-
Indonesia telah menjadikannya semakin parah. dustri Rokok Kudus (terjemahan). Jakarta: Sinar Harapan;
Pemerintah Belanda telah memperkuat orde Mitsuo Nakamura, 1983. Bulan Sabit Muncul dari Balik
Pohon Beringin (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada
tradisional yang feodal dengan cara mengontrol
University Press.
orang Indonesia secara tidak langsung melalui
kaum ningrat. Pembagian struktur masyarakat 9
Lihat berita media massa Indonesia antara tahun 2005
menjadi tiga golongan, yaitu Eropa, Timur sampai 2013 tentang korupsi, diantaranya melibatkan
jauh (Arab dan Tionghoa) serta kelompok lembaga agama dan tokoh-tokoh Islam serta partai Islam.
Lihat pula opini Didi Eko Ristanto, 2013. “Coretan Kecil
pribumi menjadikan perdagangan dalam negeri tentang Tokoh Partai Islam yang Korupsi” dalam http://
dan industri tingkat menengah dikuasi oleh politik.kompasiana.com/2013/02/04/coretan-kecil-tentang-
148 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
ekonomi nelayan Jawa ini selain disebabkan Dinas Pemuda, Olah Raga dan Kebudayaan
oleh faktor struktural juga terjadi karena faktor Kabupaten Trenggalek, tanpa tahun. Upacara
lingkungan sosial budayanya, dimana nelayan Sembonyo Kabupaten Trenggalek. Trenggalek:
Tanpa Penerbit
telah terperangkap oleh tata kehidupan yang
Endraswara, S, 2010. Etika Hidup Orang Jawa.
relatif longgar. Islam sebagai agama mayoritas
Yogyakarta: Narasi.
yang dipeluk kebanyakan nelayan tidak mampu
Geertz, Clifford, 1973. “Ethos, Worldview and
memberi motivasi agar ajaran agama tersebut the Analysis of Sacred Symbol”. In The
efektif mendorong kebutuhan berprestasi. Peranan Interpretation of Culture. New York: Basic
Islam sebagai norma etika ternyata tidak mampu Book, Inc.
mendorong etika kerja komunitas nelayan untuk ________, 1977. Penjaja dan Raja. Perubahan
membangun penghargaan terhadap perilaku Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota
hemat, disiplin, menjauhi perilaku konsumtif Indonesia (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia.
dan jujur, sebagai modal dasar adanya sikap ________, 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam
Masyarakat Jawa (terjemahan). Jakarta: Pustaka
kewiraswastaan.
Jaya.
Guna mengembangkan sikap kewiraswastaan Husain, Syed Anwar, 2004.”Max Weber’s Sociology
masyarakat nelayan, diperlukan peningkatan of Islam: A Critique”. Bangladesh e-Journal of
nilai pemahaman keagamaan serta penguatan Sociology. 1(1) January 2004.
lembaga-lembaga sosial ekonomi dan politik di Imron, Masyhuri, 1997. “Peran ‘Bos’ dan Dampak
masyarakat yang dapat mendorong kebutuhan Sosial Enonomi Nelayan Rinca”, Masyarakat
berprestasi. Cara yang paling efektif adalah Indonesia. 2 (1997).
melalui peran orang tua di dalam keluarga dan ________, 2011. “Nelayan dan Kemiskinan”. Jurnal
kelompok-kelompok pendorong di masyarakat. Masyarakat dan Budaya. 13(2011)
Salah satunya adalah melalui pola pengasuhan Jati, Wasisto Raharjo, 2013. “Agama dan Spirit
Ekonomi: Studi Etos Kerja dalam Komparasi
anak. Bagaimana orang tua mampu mengasuh
Perbandingan Agama”. Al Qalam 2(30) Mei-
anak sedemikian rupa sehingga dapat menum- Agustus 2013.
buhkan kebutuhan berprestasi, disiplin, hemat dan Koentjaraningrat, 1979. Pengantar Ilmu Antropologi.
jujur. Sedangkan di lingkungan masyarakat, nilai Jakarta: Aksara Baru
kewiraswastaan yang berkembang harus mampu Lewis, Oscar, 1993. “Kebudayaan Kemiskinan” dalam
diwadahi dan didorong pengembangannya oleh Parsudi Suparlan (penyunting). Kemiskinan di
lembaga sosial ekonomi dan politik. Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Martin, Risnowati dan Irmayanti Meliono, 2011.
Ritual Petik Laut pada Masyarakat Nelayan
DAFTAR PUSTAKA Sendang Biru, Malang. Sebuah Telaah
Abdullah, Taufik eds., 1982. Agama, Etos Kerja dan Budaya Bahari. Makalah disampaikan pada
Perkembangan Ekonomi. Jakarta: LP3ES. International Conference ICSSIS, tanggal 18-19
Acheson, JM, 1981. “Anthropology of Fishing”. Juli 2011. Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya-Universitas Indonesia.
Annual Review of Anthropology. Vol 10(1981).
Masmuddin, 2012. “Etos Kerja dan Pengembangan
Anderski, Stanislav, 1989. Max Weber: Kapitalisme,
Ekonomi”. Jurnal Al-Tajdid. 1(3)2012.
Birokrasi dan Agama (terjemahan). Yogyakarta:
Tiara Wacana. Masyhuri, 1999. Pembiayaan Syariah dan
Pengembangan Sub Sektor Perikanan”, dalam
Berten, K, 1999. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Mahmud Thoha dan Yeni Saptia (editor).
Utama
Efektivitas Model Pembiayaan Syariah dalam
Budiman, Arief, 1995. Teori Pembangunan Dunia Mengembangkan Sektor Pertanian. Jakarta:
Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Departemen Pendidikan Nasional dan Lembaga
Castles, Lance, 1982. Tingkah Laku Agama, Politik Ilmu Pengetahuan Indonesia.
dan Ekonomi di Jawa: Industri Rokok Kudus _______, 2006. “Dinamika Sosial dan Pengembangan
(terjemahan). Jakarta: Sinar Harapan. Ekonomi Nelayan”. A.B. Lapian dkk. Sejarah
Dhofier, Zamakhsyari, 1983. Tradisi Pesantren. dan Dialog Peradaban. Jakarta: LIPI Press.
Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: Masyhuri dan Mochammad Nadjib, 2000.
LP3ES. Pemberdayaan Nelayan Tertinggal: Sebuah
150 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
KEWIRAUSAHAAN: DARI ABU TAQIYYA KE STARBUCKS DAN KOPI
NUSANTARA
ENTREPRENEURSHIP: FROM ABU TAQIYYA TO STARBUCKS AND
NUSANTARA COFFEE
Jusmaliani
Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Abstrak
Artikel ini mencoba memodelkan kewirausahaan yang Islami berdasarkan pengamatan terhadap pertumbuhan
industri kopi yang memiliki kaitan ke muka dan ke belakang yang kuat. Dalam tradisi Islam, cara ini disebut “istiqra”
atau yang kita kenal dengan pendekatan induktif. Kopi dipilih karena ia berasal dari Arab, tempat dimana Islam juga
berasal. Model ini dimulai dari tafakkur dan tadabbur, dua kegiatan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Hal yang
unik dari model ini adalah manfaat keuntungan yang diperoleh dari proses kewirausahaan dialokasikan ke dalam
tiga hal yaitu konsumsi (manfaat untuk pemilik, manajemen dan pekerja), investasi (manfaat mendatang untuk
perusahaan) dan amal untuk masyarakat (misal zakat dan lainnya). Alokasi yang terakhir ini erat kaitannya dengan
tujuan jangka panjang seorang Muslim yaitu jannah (surga). Diharapkan model ini dapat berlaku secara universal.
Katakunci: Kewirausahaan Islami, Kopi, Tafakkur
Abstract
This model aims to visualize the Islamic entrepreneurship concept through observation toward coffee industry
which has strong both upward and backward lingkage. In Islamic paradigm, this method is called “istiqra” or
that is familiar with the inductive approach. Coffee was choosen as it was originated from Arab where Islam firstly
come from. This model was started by conducting “tafakur” and “tadabbur” (i.e. deep contemplation or thorough
analysis of certain phenomena which is highly recommended in Islam). The important point from this model is that
those benefits from entrepreneurship process are allocated to three activities: consumption, investment, and charity
for community. The last allocation is closely related to the long term objective from a Muslim (i.e. heaven). Thus,
this model is expected to be applied in other topics in the future.
Keywords: Islamic Entrepreneurship, Coffee, Tafakkur
151
Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman Padahal begitu banyak dalil Al-Qur’an
pada musim dingin. Dalam perjalanan itu mereka dan Hadis yang menganjurkan kaum Muslimin
mendapat jaminan keamanan dari penguasa untuk menjadi usahawan atau entrepreneur.
negeri-negeri yang dilaluinya. Banyak sahabat Misalnya sabda Rasulullah, “Tidak ada rezeki
Rasulullah SAW yang berhasil dalam bisnis dan yang lebih baik dibandingkan apa yang dimakan
menjadi konglomerat ternama pada jamannya dari hasil usaha sendiri”.(Riwayat dari Imam
seperti Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Bukhari). Hadis ini dapat diinterpretasikan
Zubair bin Awwam, Amr bin Ash ataupun bahwa laba sebagai pengusaha lebih baik
Abdurahman bin Auf4. dibanding gaji sebagai karyawan. Hadis Nabi
Pada era kekhalifahan Umar bin Khathab, yang lain dari Mu’adz bin Jabal ra, Rasulullah
beliau merasakan bahwa kaum Muslimin mulai SAW bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik
meninggalkan usaha mereka. Mungkin karena penghasilan ialah penghasilan para pedagang
harta ghanimah yang melimpah seiring dengan yang mana apabila berbicara tidak bohong,
meluasnya wilayah Islam, menyebabkan para apabila diberi amanah tidak khianat, apabila
pejabat dan panglima meninggalkan usaha berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli
perdagangan. Umarpun menegur mereka dan tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan
menganjurkan untuk kembali menjadi usahawan. (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak
“Saya melihat orang asing mulai banyak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih
menguasai perdagangan, sementara kalian hutang tidak memperberat orang yang sedang
mulai meninggalkannya. Janganlah kalian kesulitan”.
tinggalkan perdagangan, atau nanti laki-laki Teori dan praktek kewirausahaan umumnya
kalian akan tergantung dengan laki-laki mereka diperoleh dari guru, instruktur dan buku.Buku-
(pihak asing) dan wanita kalian akan tergantung buku teks tentang kewirausahaan dalam garis
dengan wanita mereka”, nasihat Umar kepada besarnya dimulai dengan Rencana Bisnis yang
rakyatnya. Umar memang dikenal cukup visioner dilengkapi dengan analisis terhadap lingkungan
dalam memandang ke depan.Apa yang ditakutkan ataupun analisis break-even-point (BEP) serta
beliau sudah terjadi saat ini. Perekonomian dunia berbagai analisis kelayakan bisnis lainnya.
telah dikuasai pengusaha Cina, Yahudi dan Barat Selanjutnya buku-buku iniakan menjelaskan
sementara kaum Muslimin memilih untuk duduk beberapa fungsi manajemen yang ditemukan
nyaman di kantor-kantor milik pihak asing ini. dalam semua jenis usaha dan nantinya harus
Usahawan Muslim juga tidak kurang dikelola oleh usahawan. Fungsi-fungsi tersebut
di negeri kita, pengusaha-pengusaha dari umumnya adalah fungsi keuangan, fungsi
Pekalongan, dari Minang dan lain sebagainya produksi, fungsi pemasaran dan fungsi sumber
cukup dikenal kepiawaiannya, belum lagi daya insani di samping sedikit arahan tentang
‘inang-inang’ dari Batak yang sangat gigih, akuntansi dan masalah legal-formal.
namun budaya kewirausahaan domestik ini Di balik semua Rencana Bisnis dan fungsi-
semakin menurun seiring dengan majunya zaman. fungsi manajemen ini ada hal-hal khusus yang
Sekarang memulai usaha bukan lagi dianggap tidak disentuh dalam buku-buku teks konvensional
sebagai menjalankan pekerjaan mulia melainkan tadi yang sebenarnya merupakan hakekat dari
pekerjaan yang ‘terpaksa’ dilakukan sebagai jalan kewirausahaan yang Islami. Ditambah lagi dengan
keluar dari pengangguran.Usahawan Muslim kenyataan masuknya aspek-aspek spiritualitas
yang tangguh datang dan pergi begitu saja, tidak secara umum ke dalam bisnis yang diyakini
ada kekayaan yang ditinggalkan untuk tujuh memiliki korelasi positif dengan kinerja usaha.
turunan seperti yang dihimpun para konglomerat Kalangan pengusaha mulai menyadari bahwa
jaman kini.5 apapun tujuan yang ingin mereka capai, ada
satu variable antara yang sangat kuat berperan
4
Seperti pada catatan kaki no.2; para sahabat Nabi yang
kaya dan terkenal dermawan dalam menyumbang untuk dalam mewujudkan tujuan tadi yaitu variable
syi’ar Islam inipun telah dikenal secara umum spiritualitas. Budaya perusahaan saat ini tidak
5
Jusmaliani, Tafakkur dalam Berusaha, naskah akan lagi mengutamakan kerja, sedangkan materi
diterbitkan
152 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
pelatihan karyawan tidak lagi semata-mata untuk TINJAUAN PUSTAKA
peningkatan efisiensi.
Spirit Islam dalam bisnis akan menumbuh-
Banyak usahawan yang menemukan bahwa kembangkan kewirausahaan yang Islami,
karyawan lini-bawah dapat diperkuat dengan disamping memberikan kerangka pemikiran
memasukkan nilai-nilai yang mereka anut. Materi tersendiri yang berbeda dari kerangka
pelatihan karyawan yang berorientasi spiritual konvensional. Untuk mengenali dan memaknai
dalam beberapa tahun terakhir telah digunakan kewirausahaan yang Islami tidak cukup dengan
di Bank of Montreal atau di Boatman’s First menempelkan simbol-simbol dan ritual Islam
National Bank, Kansas City, bahkan Evian dalam keseharian di tempat kerja. Diperlukan
berhasil menggunakan spiritualitas dalam iklan suatu kerangka bisnis Islami yang menurut Hunter
mereka, dengan kalimat “your body is the temple (2012) didasari oleh tiga alasan:
of your spirit”. Studi yang dilakukan Rulindo
1. Hakekat manusia yang memilki potensi
& Mardhatillah (2010) terhadap 400 usahawan
untuk naik mencapai ketinggian spiritual
mikro di Jakarta mengungkapkan bahwa mereka
sekaligus potensi disintegrasi menjadi tidak
yang tingkat spiritualitasnya tinggi secara rata-
bermoral secara total. Kemampuan manu-
rata lebih kaya dibanding mereka yang tingkat
sia untuk bertindak benar atau salah adalah
spiritualitasnya rendah.
suatu pilihan moral.Dari perspektif Islam
Upaya yang banyak dilakukan kalangan manusia dijadikan Allah untuk beribadah
pengusaha untuk mencari cara yang ‘pas’ melalui tindakan-tindakan spiritual7 dan
memasukkan spiritualitas ke tempat kerja mematuhi kehendak Allah, sesuai dengan
sebenarnya hanyalah upaya yang sia-sia belaka, fitrah mereka. Oleh karena itu penyerahan
karena cara yang tepat sebenarnya sudah ada total pada Allah SWT akan menghasilkan
yaitu spirit Islam. Jika usahawan tidak ingin keserasian/harmoni pada manusia, karena
menggunakan kata dan simbol Islam tidak bagaimanapun manusia diciptakan dengan
terlalu penting, yang utama adalah cara-cara banyak kelemahan8, seperti: sifat pelupa9,
yang digunakan sesuai dengan syari’ah, sehingga serakah terhadap kenyamanan materi dan
keberuntungan yang diperoleh tidak hanya di kekuasaan10, terburu-buru dan tidak sabar11,
dunia saja melainkan juga di akhirat kelak. tidak bersyukur12, suka membantah13, tidak
Oleh karena itu memahami dan menjalankan
Metode ini banyak digunakan ulama’ dalam menyimpulkan
kewirausahaan yang Islami menjadi penting hukum-hukum yang tidak memiliki landasan hukum
artinya. tertulis secara jelas di dalam Al Qur’an atau al Hadist. Mis-
alnya ulama’ menyimpulkan bahwa usia yang paling kecil
Dalam kenyataannya para usahawan
seorang wanita haid adalah umur sembilan tahun.
Muslim belum tentu menjalankan kewirausahaan 7
Adz-Dzariyat (51): 56; Dan Aku tidak jadikan jin dan
secara Islam.Untuk memahami, memaknai dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu
melaksanakan kewirausahaan yang Islami tidak 8
An-Nisa’ (4): 28; Allah hendak meringankan (keberatan)
perlu merenungi buku-buku teks Barat, akan dari kamu, karena manusia itu dijadikan bersifat lemah
tetapi harus dimulai dengan merubah mindset ke 9
Thaha (20): 115; Dan sesungguhnya Kami telah beri
arah yang lebih berorientasi pada Al-Qur’an dan (suatu perintah) kepada Adam sebelum ini, lalu ia lupa,
tetapi tidak Kami dapati ia sengaja
teladan Rasulullah SAW. Tulisan ini mencoba 10
At-Takatsur (102): 1-2; Kamu telah dilalaikan oleh
me-model-kan kewirausahaan yang Islami berlebih-lebihan. Hingga kamu melawat kubur-kubur
melalui kajian terhadap berbagai literature, 11
Bani Israel (17): 11; Dan manusia berdoa akan kejahatan
disamping mengambil kasus industri kopi sebagai seperti doanya akan kebaikan, karena adalah manusia itu
pengamatan. Memformulasikan suatu model terburu-buru.
melalui pengamatan terhadap kasus tertentu 12
Bani Israel (17): 67’ Dan apabila bahaya mengenai kamu
di laut, sia-sialah apa-apa yang kamu seru, melainkan Dia,
merupakan metode istiqra’ yang analog dengan
tetapi setelah Ia selamatkan kamu sampai di darat, kamu
metode induksi6 yang cukup dikenal secara luas. berpaling karena adalah manusia itu pelupa budi.
13
Al-Kahfi (18): 54: Dan sesungguhnya Kami telah ulang-
6
Istiqra’ adalah sebuah metode penelitian atau pemerik- ulang dalam Qur’an ini, bagi manusia dari tiap-tiap pe-
saan atas berbagai hal dalam sebuah masalah, Yang meng- rumpamaan, tetapi adalah manusia (makhluk) yang paling
hasilkan sebuah kesimpulan hukum untuk keseluruhan. banyak bantahan
154 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
tidak berikhtiar lagi. Intisari pelajaran agama para pengusaha menjalankan bisnis yang sekuler
dalam menyuruh qanaah itu adalah qanaah- dengan nyaman. Menurut McLaughlin (2009)
hati, bukan qanaah- ikhtiar.Dalam sejarah kita kemunculan ini disebabkan oleh antara lain:
membaca bahwa sahabat-sahabat Rasulullah SWA Pertama, menjadi rampingnya ukuran
yang kaya dan berharta memiliki banyak rumah perusahaan mengakibatkan jumlah pekerja di
dan unta, berniaga keluar negara, namun mereka perusahaan tersebut menurun; sehingga tugas-
tetap qanaah. tugas yang harus dilaksanakan oleh pekerja yang
3. Taufiq atau blessing tersisa bertambah banyak. Untuk mengatasi
Ridho Allah adalah tujuan setiap Muslim, semua kelelahan dan stress yang ditimbulkan, pekerja
akan menjadi berkah dengan ridhoNya. Memohon harus merasakan bahwa dirinya sangat berharga,
ridho Allah SWT atas segala keinginan yang akan sangat dibutuhkan dan sangat bernilai. Untuk
dilaksanakan, termasuk keinginan berwirausaha. mewujudkan ini dirumuskanlah tujuan bekerja
Dengan selalu memanjatkan permohonan ini, yang lebih bermakna. Semua ini dikemas dalam
maka keyakinan bahwa segala apa yang kita bentuk pengembangan pribadi, dimana aspek
peroleh dan hasilkan adalah apa yang menurutNya spiritualitas termasuk didalamnya.Jadi tidak
terbaik untuk kita. Memulai usaha dengan cukup hanya dengan gaji yang lebih besar.
doa sangat dianjurkan, karena ini merupakan Kedua, menghabiskan lebih banyak
perwujudan upaya mencari ridho Allah. waktu di tempat kerja berarti lebih sedikit
4. Saadah waktu untuk aktifitas keagamaan. Sebagai
imbangannya kini semakin banyak perusahaan
Saadah adalah kebahagiaan spiritual yang
yang membiarkan pekerjanya menyelenggarakan
ditemukan dalam rasa bersyukur. Kunci
kelas-kelas atau pertemuan keagamaan di kantor
kebahagiaan yang sudah berabad-abad lalu ini
sebagai perwujudan aktifitas keagamaan bagi
terdapat dalam surat Ibrahim (14), ayat 7 yang
karyawannya.
artinya, “Dan (ingatlah) tatkala Tuhan kamu
memberi tahu: “Jika kamu berterima kasih, Ketiga adalah fakta bahwa semakin
niscaya Aku akan tambah (nikmat bagi) kamu; banyaknya perempuan yang bekerja, sedangkan
dan jika kamu kufur, sesungguhnya adzabKu kaum perempuan cenderung lebih berfokus pada
itu sangat pedih”.Nikmat Allah yang demikian nilai-nilai spiritual dibandingkan laki-laki.
banyak dan luas bagi manusia lebih dari patut Keempat adalah kenyataan bahwa angkatan
untuk disyukuri. kerja yang berasal dari generasi baby boom14 kini
5. Jannah semakin menua.Mereka inilah yang memberi
kontribusi pada berkembangnya spiritualitas di
Ini adalah tujuan akhir setiap Muslim, surga
tempat kerja; karena generasi yang menua ini
yang merupakan imbalan akhirat akan diterima
umumnya tidak lagi cukup puas dengan materi
jika kewirausahaan dijalankan dengan spirit
dan mulai takut menghadapi kematian yang kian
Islam. Keberhasilan dunia hanyalah jembatan
mendekat.
menuju keberhasilan akhirat. Percaya pada hari
akhir (adanya jannah/surga) adalah salah satu Permasalahan yang timbul adalah spiritualitas
rukun iman yang harus diyakini setiap Muslim. ini menjadi multi-tafsir, karena setiap pimpinan
Implikasi terhadap percaya pada hari akhir adalah perusahaan memiliki persepsi dan pemahaman
tujuan jangka panjang kehidupan yang singkat yang berbeda. Oleh karena itu makalah ini
ini adalah jannah atau surganya Allah.Dalam berusaha menghilangkan semua multi-tafsir
berbisnis kita harus tegas memilih jalur yang ini dengan mencoba memformulasikan suatu
dilalui untuk mencapai jannah. model kewirausahaan yang Islami melalui
pengamatan terhadap perkembangan kopi dan
berbagai produk yang terkait dengannya. Dengan
METODOLOGI menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti
Fenomena yang menyegarkan akhir-akhir ini
adalah munculnya spiritualitas di tempat kerja.Hal 14
Generasi baby-boomers adalah mereka yang lahir setelah
ini cukup mencengangkan setelah berabad-abad Perang Dunia II antara tahun 1946 dan 1964
156 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
pengusaha sukses abad ke-15; atau Azim Prenji15, Masih ada lagi ayat-ayat lainnya, belum
pengusaha Muslim India yang mendapat predikat lagi teladan Rasulullah SAW. Setidaknya setiap
sebagai pengusaha Muslim terkaya (dengan usahawan Muslim memiliki motivasi ganda, yaitu
kekayaan senilai US$ 20.3 milyar) setelah motivasi dunia dan motivasi akhirat. Motivasi
pangeran Alwaleed bin Talal Alsaud dari Saudi akhirat ini (tidak dimiliki oleh mereka yang
Arabia.16 non-Muslim), sangat sederhana sebagaimana
Negara kita sebagai suatu Negara yang sudah diuraikan di muka yaitu memulai usaha
mayoritas penduduknya Muslim, jumlah dengan niat ibadah. Secara lebih rinci penulis
usahawan hanya 1,56% dari total penduduk17, menyimpulkan ada beberapa hal yang dapat
jauh tertinggal dibanding negara-negara tetangga, dijadikan motivasi:
seperti Singapura yang memiliki 7,2% usahawan, Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW dan para
atau Malaysia dengan 4% atau Thailand dengan sahabat yang mencari nafkah melalui berbagai
4,1%. Dikaitkan dengan mayoritas penduduk usaha. Selain itu juga teladan yang diberikan oleh
Muslim di satu pihak dengan jumlah usahawan nabi-nabi terdahulu yang menggeluti berbagai
yang relatif sedikit di lain pihak dapat diartikan bidang usaha, seperti nabi Daud yang pandai
dengan kaum Muslim tidak memahami dorongan membuat baju besi ataupun kepiawaian nabi Musa
untuk berwirausaha. Sedikitnya jumlah usahawan dalam bidang peternakan
inilah yang membuat pertumbuhan ekonomi kita
Mendapatkan nafkah untuk keluarga
tergantung dari penanaman modal asing (PMA)
(motivasi dunia), sesuai beberapa ayat Al-Qur’an
dan belakangan malah dari konsumsi domestik.
yang mewajibkan seorang Muslim menafkahi
Sebenarnya banyak sekali yang dapat keluarganya.
dijadikan motivasi untuk seorang Muslim menjadi
1. Dengan menjadi usahawan yang Islami
usahawan, dorongan yang mutlak diberikan oleh
berarti akan mendapatkan kebahagiaan
ayat-ayat Al-Qur’an seperti:
akhirat, karena aktivitas kewirausahaan
Al-Israa’ (17): 12 “Dan Kami jadikan yang kita jalankan mendatangkan kemak-
malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami
muran di muka bumi.
hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda
siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari 2. Dapat menafkahi rumah tangga karyawan-
karyawan kita.
Tuhanmu dan supaya kamu mengetahui bilangan
tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu 3. Menjalankan fardhu kifayah (Faizal
telah Kami terangkan dengan jelas” et.al.2013)
An-Nahl (16): 14, yang artinya, “Dan Dialah Motivasi ini sangat penting dalam menentukan
Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar jalannya bisnis yang dikelola, karena Islam tidak
kamu dapat memakan darinya daging yang segar berfokus pada hasil akhir melainkan pada cara-
(ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu cara mendapatkan hasil tersebut.
perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat Selanjutnya untuk merumuskan model
bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu kewirausahaan yang Islami, pengamatan dan
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan analisis terhadap economic coffee cluster
supaya kamu bersyukur” dilakukan untuk mengkaji berbagai elemen
Al-Israa (17): 66, yang artinya, “Tuhanmu kewirausahaan didalamnya. Kopi memiliki kaitan
adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan ke belakang berupa perkebunan, pembibitan dan
untukmu, agar kamu mencari sebagian dari kaitan ke muka berupa pengeringan, grading,
karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha transportasi dan bermuara pada konsumen akhir,
Penyayang terhadapmu”. yang dapat berupa pembeli rumah tangga ataupun
rumah-rumah kopi dengan segala variasinya. Kopi
15
CEO dari Wipro juga menghidupkan komoditi (komplementer)
16
Versi majalah Forbes 2007 yang dikutip oleh Chatterjee, lainnya seperti gula dan susu/creamer atau
2007 menstimulir tumbuhnya subtitusi kopi sebagai
17
Data Kementerian Koperasi dan UKM minuman. (teh atau coklat). Kebiasaan minum
158 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
lengkap Ismail Abu Taqiyya ini (dilahirkan waktu Pada pertengahan abad ke-17 dua usahawan
penggunaan kopi sedang menyebar di Timur Suriah, Hakm dan Shams memperkenalkan kopi
Tengah) aktif di Kairo antara tahun 1580 dan ke Istanbul, mendirikan rumah kopi pertama
1625. Tidak berhenti sampai rumah-rumah kopi, yang disebut Kiva Han di kota itu. Pedagang
ia bergerak pula ke produk komplementer kopi dan toko kopi di Istanbul berjumlah sekitar 300
yaitu gula dengan mandanai penanamannya, dan dilindungi oleh Syekh Shadhili. Malahan
mendirikan pabrik gula dan berlanjut ke disebutkan dalam peraturan Turki tahun 1475
pemasarannya di wilayah Mediterranea. Abu bahwa seorang wanita bisa meminta cerai dari
Taqiyya menjalin banyak kerjasama kemitraan suaminya jika ia menolak kopi yang disajikannya
yang berdiri sendiri dimana setiap kemitraan (www.mrbreakfast.com)
memiliki kontrak terpisah yang dirancang untuk Penolakan yang terjadi di dunia Arab terjadi
maksud tertentu, seperti mendanai perkebunan pula di Eropa. Awalnya gereja menghujat kopi
gula untuk satu musim, atau mendatangkan biji sebagai ‘minuman setan’, karena menurut para
kopi dari Mocha ke Alexandria, atau membuka penasehat Paus kopi adalah minuman favorit
rumah kopi di Damiat. kerajaan Ottoman, sehingga menjadiancaman bagi
Kerajaan bisnis Abu Taqiyya tidak bertahan, umat Katolik. Untuk menyelesaikan kontroversi
setelah kematiannya, beberapa diantara ini, Paus Clement VII mencicipinya dan alih-alih
pewarisnya (11 anak dan 4 isteri) ada yang dari mengutuknya, ia malah memberikan restu
berusaha melakukan konsolidasi terhadap dan persetujuannya, sehingga mempercepat
saham-saham dan hartanya, namun mereka tidak penyebaran kopi di seluruh wilayah. Rumah kopi
berhasil. Abu Taqiyya menjalankan bisnisnya pertama pada 1645, sedangkan rumah kopi Eropa
melalui banyak kemitraan yang semuanya berdiri pertama di Roma adalah Café Greco pada 1750,
sendiri-sendiri dari sudut pandang legal, dan dan pada 1763 sudah tercatat lebih dari 2,000
masing-masing menuntut bagian dari modal yang kedai kopi beroperasi di Venesia.
ada. Oleh karena itu setelah kematiannya beberapa Kopi dibawa ke Inggris pada 1650 oleh
mitranya mengambil alih komponen-komponen seorang Turki bernama Pasqua Rosee yang
konglomerasinya. Sangat boleh jadi rumah-rumah membuka rumah kopi di Lombard Street kota
kopinya berjalan dengan pemilik yang berbeda- London. Sebelumnya pada 1637, sebuah rumah
beda dan dengan pengaturan keuangan yang kopi dibuka di Oxford oleh seorang imigran
berbeda pula. Yahudi dari Turki. Saat ini rumah-rumah kopi
Popularitas kopi di dunia Islam waktu itu dapat ditemukan di seluruh Inggris, rumah-rumah
mengundang kontroversi.Walau kopi diakui kopi dekat Universitas sering didatangi mahasiswa
sebagai suatu inovasi, namun banyak yang dan mendapat julukan ‘Penny Universities’ karena
curiga terhadap akibat kandungan caffeine dan dengan biaya semangkuk kopi (satu penny)
berkumpulnya orang-orang (gathering) di tempat mahasiswa dapat belajar lebih banyak daripada
dimana kopi dikonsumsi.Rumah kopi bersaing semua yang ada di dalam buku kuliah. Tahun 1657
dengan mesjid untuk dikunjungi, malah ada rumah-rumah kopi di Inggris harus memiliki izin
humor yang menyebutkan rumah kopi sebagai (www.theguardian.com)
mekteb-I ‘irfan (sekolah pengetahuan). Pertukaran Pada 1600 pedagang Belanda dari New
ide dan diskusi terjadi disini.Tidak lama penguasa Amsterdan membawa kopi ke Amerika. Empat
berusaha menutup qahveh kaneh (coffee houses/ tahun kemudian Inggris mengambil alih New
rumah-rumah kopi) untuk menghindar dari Amsterdam dan mengganti namanya menjadi
pembangkangan terhadap mereka, namun New York. Rumah kopi pertama di New York
sebaliknya rumah kopi ini bertambah popular dan menjual ale22, anggur/wine, teh, coklat panas dan
semakin sulit untuk dibatasi.Secara bersamaan kopi. Tahun 2008 diperkirakan terdapat 25,000
minum kopi menjadi bagian yang rutin dalam rumah kopi (12,000 yang mandiri dan 13,000
kehidupan orang-orang Arab dan kopi di konsumsi chain) beroperasi di Amerika Serikat meningkat
di rumah-rumah penduduk. 22
Semacam bir tetapi lebih keras
Pada 1688 rumah kopi milik Edward Lloyd Alat pembuat tetes-tetes kopi (coffee maker)
dibuka di Inggris, dan diantara pengunjungnya pertama diciptakan oleh seorang ibu rumah tangga
adalah agen-agen perjalanan kapal dan pedagang. Jerman Melita Bentz yang menggunakan kertas
Tempat ini kemudian menjadi cikal bakal isap (blotting paper) sebagai filter. Bentz berusaha
perusahaan asuransi Lloyds of London. Pada tahun menghindari rasa pahit karena terlalu masak
1886 alat untuk mencampur kopi (coffee blend) (over-brewing); gagasannya adalah menyiram
diciptakan oleh Joel Cheek yang memberikan kopi dengan air mendidih kemudian menyaring
nama Maxwell House sebuah nama hotel dimana air itu. Penyaringan kopi dan kertas penyaringnya
kopi ini disajikan. Pendaftaran merk “Maxwell dipatenkan pada 1908. Akhir tahun itu juga ia
House Good To the Last Drop” dilakukan mendirikan perusahaan Melitta Bentz bersama
pada 1926. Pada 1990 Hills bersaudara mulai suaminya Hugo dan pada 1909 mereka berhasil
melakukan pengepakan kopi dalam kaleng vakum. menjual 12,000 penyaring kopi buatannyanya di
Hal ini menyebabkan banyak penggilingan dan Germany’s Leipziger Fair. Pada 1937 kantong
pemanggangan kecil-kecil yang waktu itu banyak penyaring kopi (coffee filter bag) Melitta Bentz
ditemukan di kota-kota besar hilang (www. dipatenkan.Kemudian pada 1962 perusahaan ini
mrbreakfast.com) mematenkan pula pengepakan secara vakum.
Pada 1882 prototype dari mesin ‘Espresso’ Pada 1855, James Mason menciptakan
dibuat di Perancis, yang dilanjutkan oleh Italia penyaring kopi (percolator).Pada 1901 minuman
pada 1905 dengan membuat mesin Espresso kopi instan ditemukan oleh Satori Kato
komersial pertama, sedangkan mesin Espresso seorang ahli Kimia Jepang-Amerika yang
otomatis pertama ditemukan oleh Dr. Ernest berdiam di Chicago. Kemudian seorang ahli
Lily. Mesin Espresso kemudian disempurnakan kimia Inggris George Constant Washington
oleh Achilles Gaggia (1946) seorang Italia yang berdiam di Guatemala pada tahun 1906
yang menggunakan piston dan sistem spring melihat dan mengamati bentuk kondensasi
powered lever guna menciptakan tekanan tinggi bubuk menyemburdaricarafe24 peraknya ketika
untuk mengeluarkan dan menghasilkan lapisan iamelakukan percobaan.Washington kemudian
krem yang tebal, dimana lapisan paling atas menciptakan kopi instan pertama yang diproduksi
mengandung ‘flavor’ paling enak dari kopi dan secara massal dan menamakannya Red E Coffee
aroma yang harum. Perusahaan Faema pada 1960 yang mulai dipasarkan pada 1909.
menemukan mesin Espresso pertama yang di Alat pemanggang kopi (Coffee Roaster) yang
dorong oleh pompa . lebih modern ditemukan di Amerika oleh Jabez
Pada 1938, Nestle menemukan freeze- Burns. Kipas listrik dan motor menjadi bagian dari
dried coffee dalam upayanya menolong Brazil peralatan pemanggangan dan prosesing terbaru.
mengatasi permasalahan surplus kopi. Produk
baru ini disebut ‘Nescafe’ dan dipasarkan Politik Ekonomi Berkaitan dengan Kopi
di Swiss.Frederick yang Agung dari Prusia Pada abad ke-14, orang-orang Arab yang semula
mulanya melarang impor kopi karena turunnya mendapatkan semua kopinya dari Ethiopia,
kekayaan Prusia, dan karena Frederick meragukan berhasil menyelundupkan tanaman ini dan
kemampuan tempur prajuritnya yang minum kopi, mulai menanam kopinya sendiri di daerah yang
23
Diolah dari berbagai sumber 24
Botol untuk anggur, air dan lainnya
160 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
dikenal dengan Yaman sekarang. Orang-orang Amsterdam yang mendapat pasokan dari Hindia
Arab melindungi tanaman kopi mereka, bahkan Belanda menjadi pusat perdagangan kopi Eropa.
mereka merebus biji kopi agar benihnya steril Raja Louis XIV dari Perancis menyukai
sehingga tidak seorangpun dari wilayah Arab rasa kopi dan menyuruh ahli tanamannya
dapat menanamnya lagi. Namun hal ini sulit untuk menjaga tanaman ini. Pada tahun 1723
untuk dicegah dan tidak lama tanaman kopi pelaut muda Gabriel Mathieu de Clieu mencuri
mulai tumbuh di daerah lainnya..Pada tahun tanaman kopi sewaktu meninggalkan Paris dan
1500an memanggang (sangrai) kopi dan/atau membawanya ke tempat tugasnya yang baru di
memasaknya lazim dilakukan, sedangkan rumah- Martinique dengan menggunakan kapal. De Clieu
rumah kopi terus bermunculan. menanam bibit kopi di tanah subur Martinique dan
Pada era Abu Taqiyya di Mesir, produsen, menjaga ketat tanamannya. Kebijakan Perancis
pedagang dan konsumen kopi menghadapi adalah bahwa menjaga tanaman ini agar tidak
tantangan secara formal yang mengatakan “air ditanam di tempat lain. Pada 1777 lebih dari 18
hitam” itu bid‛a—suatu inovasi berbahaya yang juta tanaman kopi tumbuh di pulau ini.
tidak sesuai dengan Islam. Tantangan ini tidak Pada 1971 Jerry Baldwin dan Gordon
membuat Abu Taqqiya berhenti mengembangkan Bowker setelah mencoba kopi, terinspirasi untuk
pasar kopi di Mesir.Di Kairo mereka yang membuka toko kopinya sendiri di Seattle yang
fanatik dalam agama mencela kopi dan celaan dinamakan Starbucks. Toko ini mengkhususkan
ini baru terhenti ketika hakim kepala mencoba hanya menjual biji kopi dengan menonjolkan
meminumnya, kemudian mengambil posisi di popularitas rasa (freshly roasted) biji kopi.
pihak peminum kopi. Starbucks memiliki konsumen loyal pada 1970an
Gubernur Makkah yang korup Kair Bey25 dan awal 1980an melalui biji-biji Arabika
berusaha melarang kopi karena mengkhawatirkan dan hasil sangraian yang lebih gelap (www.
oposisi dalam pemerintahannya dan mereka theguardian.com)
yang mengkonsumsi kopi terlalaike mesjid Pada 1984, direktur operasi dan pemasaran
dan malahan berkumpul di rumah-rumah kopi. ritel, Howard Schultz yang kembali dari perjalanan
Sayangnya Sultan tidak menyetujui pelarangan ke Milan membujuk Baldwin dan Bowker untuk
ini, sebaliknya malah menghukum gubernur membuka rumah kopi Starbucks yang pertama.
tersebut; sedangkan kopi dianggap sakral. Dalam Di Milan ia melihat keberadaan rumah-rumah
jangka panjang kampanye anti-kopi ini gagal kopi hampir di setiap blok, dimana tidak hanya
dan setengah milineum kemudian pemimpin disajikan kopi Espresso yang enak melainkan
Arab Saudi yang menganut aliran Wahabi secara berfungsi pula sebagai tempat ‘ketemuan’
puritan, dengan bangga mempersembahkan kopi (meeting places). Schultz sangat ingin membuka
kepada tamu-tamunya dan memperlakukan kopi rumah kopi semacam ini di Amerika, namun
sebagai minuman asli Arab, tanpa sadar tentang Baldwin dan Bowker menolak rencana Schultz
sejarah kopi dan resistensi Arab dan Islam karena mereka tidak ingin terjun ke bisnis
terhadap kebiasaan ini. restoran.
Belanda berhasil mematahkan monopoli Schultz kemudian meninggalkan Starbucks
kopi yang selama ini dipegang orang-orang Arab untuk membuka rumah kopinya sendiri Il Giornale
dengan menyelundupkan tanaman kopi keluar pada 1985, namun ia tetap menggunakan biji-biji
dari pelabuhan Mocha dan dikembangbiakkan kopi dari Starbucks untuk membuat minuman
di rumah kaca Amsterdam.Pada 1658 mereka Espresso. Il Giornale terbukti sangat popular
mulai menanamnya di Ceylon dan di koloni di kalangan publik Seattle. Begitu populernya
Hindia Belanda (Jawa dan Sumatera). Pasokan sehingga pada 1987 Schultz mampu membeli
kopi yang dikendalikan Arab tidak lagi bertahan. Starbucks. Ia mengganti nama Il Giornale dengan
Jika tadinya pedagang Venesia yang mendapatkan Starbucks dan mulai mengadakan ekspansi cepat
semua kopinya dari Arab memegang monopoli dengan membuka 1000 outlet dalam satu dekade.
perdagangan kopi di Eropa, maka sekarang Pada 2001 Starbucks telah dapat ditemukan di
25
www.mrbreakfast.com 8337 lokasi.
162 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
memiliki usaha, sebelum melaksanakan ini disertai pula dengan kebiasaan minum kopi
kewirausahaan, sebenarnya sudah ada sesuatu yang sudah menjadi budaya.
yang dapat dibagi pada masyarakat, sesuatu itu d. Analisis Kelayakan Bisnis Syar’i
adalah ilmu yang dapat diamalkan. Dalam contoh
Analisis kelayakan bisnis Syar’i bukan sekedar
di atas, temuan-temuan seputar kopi seperti:
feasibility study biasa, tapi harus didahului dengan
kegunaannya, penanamannya, mempersiapkannya
membangun mindset sebagai usahawan Muslim.
sebelum menjadi minuman yang enak, semuanya
Jika mindset ini sudah dibangun maka akan sangat
dapat disebarkan untuk kemanfaatan bersama.
membantu langkah selanjutnya yaitu memilih
Akan tetapi sebagaimana umumnya watak
jenis bisnis. Barulah kemudian dilakukan analisis
manusia, yang terlihat justru kecenderungan
terhadap kelayakan jenis usaha yang dipilih
untuk menyimpan temuan demi temuan dan hanya
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
membaginya dengan tujuan komersia (termasuk
syari’ah. Jadi sebelum masuk ke dalam aspek-
mematenkannya).Terbukti dari berbagai upaya
aspek teknis analisis kelayakan, aspek non-teknis
melindungi tanaman kopi agar tidak diselundupkan
yang kental dengan pertimbangan keagamaan
ke luar negeri. Tindakan ini mendapat balasan
harus didahulukan. Ada tiga hal dalam aspek non-
dengan keberhasilan menyelundupkan tanaman
teknis ini yang harus diperhatikan benar, pertama
ini dan menanamnya di wilayah lain.
sumber modal usaha 29, kedua adalah bahwa
c. Kreatifitas dan Inovasi bentuk kewirausahaan yang paling sesuai dengan
Kreatifitas dan Inovasi merupakan dua hal yang spirit Islam adalah social entrepreneurship, ketiga
menentukan keberhasilan bisnis. Uraian tentang adalah masalah lingkungan.
klaster kopi dengan jelas telah menggambarkan hal Untuk yang pertama ini, maka (calon)
ini. Kreativitas dan Inovasilah yang membesarkan usahawan harus mempertimbangkan dengan
bisnis kopi sehingga menjadikannya sebuah cermat mitra bisnis mana yang akan didekatinya.
klaster usaha tersendiri. Setelah kopi menyebar Inilah salah satu manfaat dari Rencana Bisnis
ke luar dari wilayah Arab, tampak bahwa inovasi (Business Plan) yang akan disodorkan pada mitra
terus berlangsung dan disini Eropa dan Amerika usaha. Islam mengharuskan semuanya dilakukan
mencatat kemajuan. Beberapa inovasi malah telah dengan transparan, adil dan proporsional;
dipatenkan. termasuk cara-cara membagi keuntungan atau
Dalam konteks kewirausahaan, seorang kerugian (bila terjadi) kelak.
usahawan akan menggunakan kreativitas dan Kewirausahaan sosial sebagai pertimbangan
inovasinya untuk menciptakan teknologi yang keduadalam memilih bentuk usaha dalah
mampu menghasilkan barang dan jasa yang kewirausahaan yang lebih mementingkan manfaat
bisa dinikmati oleh masyarakat yang lebih luas. bagi masyarakat ketimbang bagi pemegang saham.
Kreatifitas yang menghasilkan inovasi selalu ada Jadi focal-pointnya bukan pemegang saham
dimana saja. Dalam hal kopi misalnya,temuan tetapi masyarakat, atau dengan perkataan lain
kopi instan, penyaring kopi, cara penyajian masyarakatlah yang menjadi stakeholder utama.
bahkan Starbucks mampu menjadikan kopi Pertimbangan ketiga menyangkut keberlanjutan
sebagai way of life dan outlet-outletnya sebagai usaha yang sekaligus tidak merusak lingkungan
lokasi yang nyaman untuk hang-out ataupun atau yang sekarang dikenal dengan green
lobby business. Dari sisi inovasi produk kopi, kita enterprise
menyaksikan bagaimana kopi yang dulu dicampur
Pertimbangan mengenai ketiga hal di atas tidak
sendiri dalam rumah kopi sekarang dikemas
terlepas dari kenyataan bahwa usahawan Muslim
dalam sachet 3-in-1, dan gerobak-gerobak
adalah ‘khalifah’ yang memiliki tanggungjawab
cappuchino-cincau yang cukup laris di Jakarta.
menyeejahterakan bumi dan tidak merusak di
Produk terkait kopi bermunculan, sekarang ada
muka bumi. Pada akhirnya kesejahteraan yang
coffee-blend, percolator, penyaring kopi dan
dikembangkan ini bukanlah semata-mata untuk
cangkir-cangkir yang dirancang khusus. Jadi
pribadi melainkan untuk kesejahteraan umat,
inovasi demi inovasilah yang mambawa kopi
sampai pada bentuk dan variasinya yang sekarang
29
Tanpa modal sendiri maka bisnis harus dijalankan ber-
dasarkan konsep bagi-hasil
karena itulah social entrepreneurship merupakan asuransi dan lain sebagainya. Disisi lain investasi
salah satu bentuk kewirausahaan Islam. termasuk apa yang digunakan untuk misalnya
e. Mengelola Bisnis: Good Corporate perluasan usaha, pelatihan karyawan. Intinya
Governance adalah hasil investasi ini baru dapat dinikmati
kelak kemudian dan tidak secara instan seperti
Selanjutnya adalah pengelolaan bisnis
konsumsi.
(digambarkan dalam panah besar) yang akan
memberikan hasil berupa manfaat. Ada empat Keberhasilan usaha yang Islami tidak
fungsi utama yang wajib dikelola sebaik-baiknya hanya diukur dari hasil akhir melainkan juga
yaitu sumberdaya insani, produksi, pemasaran cara-cara mendapatkannya.Sebagai kelanjutan
dan keuangan. Pengelolaan ini harus dilakukan dari kewirausahaan yang merupakan bagian
secara Islami dengan senantiasa memperhatikan dari Islam, maka semua aktivitas tidak boleh
ketentuan-ketentuan syari’ah. Jika ini dijalankan menyimpang dari Islam. Aktivitas yang terkendali
dengan istiqamah maka hasil langsung yang ini adalah cara-cara mendapatkan hasil akhir
dinikmati usahawan dan karyawannya adalah good tersebut, karenaaktivitas bisnis adalah bagian
corporate governance. Kegiatan kewirausahaan dari ibadah. Artinya semua aktivitas ini ada
akan memberikan manfaat material dan non- pertanggungan jawabnya di hari akhir kelak.
material. Akhirnya yang tidak boleh dilupakan adalah
Gambar 1 ini hanya menggambarkan manfaat bahwa pedoman kewirausahaan Islam adalah
material yang kemudian dialokasikan sebagai Quran dan Hadith, sedangkan etika usahawan
konsumsi dan investasi serta diamalkan. Konsumsi haruslah mengacu pada teladan Nabi Muhammad
adalah apa yang kita berikan pada karyawan dan S.A.W. Semua yang diuraikan ini digambarkan
manajemen, apakah itu berupa bonus; gaji ke-13, pada gambar 1 yang merupakan model
ke-14, ke-15; tunjangan hari raya, tunjangan kewirausahaan Islami. Aspek spiritualitasnya
164 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
jelas digambarkan dengan konsep tauhid yang Kenyataan telah menunjukkan bahwa
mengawali model ini. konsumsi kopi dengan cepat dan mantap
menyebar di kalangan penduduk umum melalui
KESIMPULAN DAN SARAN tempat-tempat minum kopi apakah itu disebut
coffee-house, coffee-shop, warung kopi, kedai
Berawal dari penemuan kopi beberapa usaha kopi dan lainnya.Wilayah Nusantara terbuka lebar
yang merupakan kaitan ke belakang dan kaitan menyambut kebiasaan minum kopi,mulai dari
ke muka dapat ditumbuhkan.Usahawan yang Aceh31 sampai Papua. Obrolan di warung kopi
melihat peluang tidak menunggu lama untuk tidak berbeda dengan obrolan di rumah-rumah
mengembangkan usaha seperti Abu Taqiyya, yang kopi wilayah Arabia ataupun coffee-shop Eropa.
tidak berhenti sampai pada kopi saja. Apa yang Outlet Starbucks tidak terhitung banyaknya.
kemudian dicapainya melebihi keberhasilan dalam Selain nama yang cukup dikenal ini di Jakarta kita
kopi dan pasar gula. Naluri bisnisnya cukup kuat, temukan berbagai nama seperti Bakoel Coffee,
sehingga apabila Abu Taqiyya hidup pada abad the Coffee Bean, Gourment Coffee, Anomali,
21 ini, ia dapat membangun holding-company Kopitiam dan lain sebagainya. Masyarakat yang
untuk manandingi perusahaan-perusahaan lebur ke dalam kebiasaan ini adalah peluang kedua
seperti Orascom Telecom dan EFG-Hermes, untuk kewirausahaan dalam klaster kopi.
yang keduanya berdagang baik di the Cairo and
Penutup dari tulisan ini adalah ajakan untuk
Alexandria Stock Exchange dan di the London
mengembangkan kewirausahaan yang Islami,
Stock Exchange. Abu Taqiyya bukan satu-satunya
yang dapat menghantarkan pada ibadah yang
pengusaha Muslim, banyak lagi lainnya misalnya
lebih baik sehingga tujuan akhir mencapai
Sulaiman Kerimov (pengusaha logam dan real
ridho Illahi dapat diraih. Kewirausahaan yang
estate Rusia), Nasser Al-Kharafi, Azim Premji30
Islami dapat disimpulkan memiliki 4 ciri khas
Monopoli dan proteksi tidak akan yang berbeda dari kewirausahaan konvensional
berjalan lama. Monopoli kopi dipatahkan yaitu: selalu bertafakkur dalam menjalankan
oleh penyelundupan bibit kopi keluar dari usaha, mengembangkan kreativitas dan inovasi
wilayah bersangkutan; begitu pula proteksi dan yang sangat diperlukan dalam memenangkan
penjagaan yang berlebihan dari tanaman kopi persaingan, good corporate governance yang
oleh raja Perancis digagalkan oleh keluarnya merupakan andalan usahawan Muslim, dan
bibit kopi secara illegal dari wilayah tersebut. manfaat yang diperoleh senantiasa ditujukan pada
Jadi yang dibutuhkan adalah kemitraan dan bukan 3 hal, amal, investasi dan konsumsi.
persaingan.
Kata Kopi Nusantara digunakan sebagai DAFTAR PUSTAKA
penutup kajian ini, karena beragam varian
kopi ditemukan di seluruh wilayah Nusantara. Abdullah, Shuhairimi b. 2013.The Characteristics
of Successful Entrepreneurs from Islamic
Indonesia termasuk dalam lima besar negara
Perspective. Journal of Islamic and Human
penghasil kopi duni adalam urutan ketiga. Jasa Advanced Research Vol 3, No.6, June: 322-345
Belanda menanam kopi di Jawa dan Sumatera Al-Qur’an dan terjemahnya
menyebabkan hampir seluruh wilayah Nusantara
Anonymous, 2013.Entrepreneurship as a means
kaya akan kopi, kemana kita pergi pasti ada to Create Islamic Economy-Analysis paper
kopi khas daerah tersebut; kopi Toraja, kopi presented to the 6th Annual Muslim World
Lampung, kopi Jambi, kopi Bali, kopi Medan; Conference, Bangkok, May 2013
ditambah lagi dengan inovasi yang berkembang Anonymous.Islamic Inventions.http://www.innova-
seperti kopi dalam sachet, kopi Luwak ataupun tion-creativity.com/islamic-inventions.html
gerobak Cappuchino Cincau. Ragam kopi ini Anonymous.The History of Coffee.www.gourmetcof-
adalah peluang pertama untuk menjalankan feelovers.com
kewirausahaan.
30
Menurut Forbes, Premji berada pada urutan ke-21 orang 31
Banda Aceh dijuluki kota 1000 warung kopi (www.
terkaya dunia dan Muslim terkaya kedua backpackinmagazine.com)
166 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
KOMPARASI PERILAKU KONSUMEN PRODUK HALAL
DI AREA MAYORITAS DAN MINORITAS MUSLIM
A COMPARISON OF CONSUMERS’S BEHAVIOUR IN MUSLIM MAYORITY
AND MINORITY AREAS
Abstrak
Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, diasumsikan Muslim Indonesia sangat peduli terhadap konsumsi
makanan halal. Namun demikian, permintaan terhadap makanan halal belum tentu searah dengan jumlah penduduk
muslim. Oleh karena itu, terdapat signifikansi penelitian tentang perilaku konsumen dalam mengkonsumsi makanan
halal. Studi ataupun literatur terkait khususnya mengenai peranan agama terhadap perilaku konsumen masih minim.
Dengan demikian, penelitian ini diharapkan akan berguna bagi masyarakat baik sebagai konsumen dan produsen,
serta pemerintah maupun pihak terkait lainnya sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan terkait industri halal
khususnya produk makanan olahan. Tulisan ini terutama bertujuan untuk mengkaji perbandingan perilaku konsumen
muslim terhadap produk halal yang berada di area mayoritas dan minoritas muslim, ditinjau dari faktor determinan
dan aspek religiusitasnya. Teknik pengolahan data mencakup analisis kuantitatif dan kualitatif dengan data yang
digunakan yakni data primer dan sekunder yang diperoleh pada tahun 2009 dan 2010 masing-masing dari lokasi
penelitian di Banten dan di Bali.
Kata Kunci: Perilaku Konsumen, Muslim, Halal
Abstract
As the largest Muslim country, it could be assumed that Indonesian Muslims are highly concerned with halal
food consumption. However, the number of the demand on halal food is not necessarily in line with the number
of Muslim adherent. Therefore, there is a significance to conduct a study of consumer behavior on halal food
consumption. Related study or literatures in this topic is still under research. This study is expected to be worthy
to the communities both as consumer and producer, as well as policy recommendation for government and other
stakeholders regarding halal industry, particularly on processed food products. This study aims to reveal the
comparation of Muslim consumer behavior on halal product especially between those who are in Muslim majority
and minority areas, based on determinant factors and religiosity aspect. The research method includes qualitative
and quantitative analysis using primary and secondary data obtained in 2009 and 2010 from Banten and Bali
respectively as research locations.
Keywords: Consumer Behaviour, Muslim, Halal
167
respon konsumen merupakan determinan dalam Disamping itu, berdasarkan hasil studi terhadap
melihat potensi dan trend industri halal (Sungkar, konsumen muslim Indonesia yang berdomisili
2011). Produk halal merupakan topik penting yang di Jakarta dan Melbourne, aspek religiusitas
tidak hanya terkait dengan sisi penawaran, yakni terutama kontrol perilaku dan ketersediaan
bagaimana memanfaatkan peluang usaha dan daging halal juga berpengaruh signifikan terhadap
menjadi pemain utama dalam industri ini tetapi perilaku mereka dalam keputusan mengkonsumsi
juga dari sisi permintaan yakni mencakup upaya daging halal. Meskipun responden di Jakarta dan
agar konsumen dapat terpenuhi permintaannya Melbourne masing-masing memiliki karakteristik
sesuai dengan standar halal. Pelaku usaha perlu dan kondisi yang berbeda, ditemukan bahwa selain
berupaya untuk memberikan produk halal dengan dari ketersediaan daging halal, tidak terdapat
akuntabilitas yang baik dan terverifikasi bagi perbedaan yang signifikan pada level determinan
target pasar halal. konsumsi daging halal antara responden di dua
Studi mengenai perilaku konsumen telah lokasi tersebut (Jusmaliani dan Nasution, 2009).
dilakukan terhadap 223 responden yang menjadi Signifikansi penelitian mengenai perilaku
peserta dalam pertemuan komunitas muslim di konsumen terhadap produk halal terkait pula
Perancis (Stitou dan Rezgui, 2012). Terdapat dengan masih minimnya literatur khususnya
56% responden yang menyatakan mereka tidak mengenai perilaku konsumen muslim di
membeli suatu produk bilamana mereka ragu Indonesia. Walaupun Indonesia berpenduduk
terhadap kehalalan produk tersebut, sedangkan mayoritas muslim, terdapat beberapa daerah
87% responden menunjukkan kesediaan mereka dengan konsentrasi agama penduduk yang
untuk membayar lebih bagi produk yang benar- berbeda, seperti daerah Banten dengan penduduk
benar halal. Studi ini mengindikasikan bahwa mayoritas Muslim, dan Bali yang jumlah
terdapat evolusi dalam komitmen konsumen penduduk muslimnya minoritas. Diasumsikan
muslim dan pemahamannya terhadap kehalalan bahwa konsumen muslim yang tinggal di area
produk. Meskipun tanggungjawab utama terhadap minoritas muslim akan lebih berhati hati dalam
keabsahan produk halal dianggap terletak pada mengkonsumsi (baca membeli) makanan (halal)
lembaga pemberi sertifikat, pemerintah dan dibandingkan dengan konsumen yang tinggal
produsen ataupun distributor, konsumen pun di area mayoritas muslim. Oleh karena itu
memiliki tanggung jawab tersebut. Dengan tulisan ini utamanya akan mengkomparasikan
kata lain, kesadaran konsumen penting untuk perilaku konsumen muslim Indonesia dalam
mengatasi penipuan dalam kasus produk halal mengkonsumsi makanan halal di area mayoritas
dan memastikan agar kehalalan produk terjamin. dan minoritas muslim. Diharapkan tulisan ini
Peningkatan kesadaran konsumen terhadap akan memberikan kontribusi akademis dan juga
kualitas produk halal juga penting sebagai salah dapat dijadikan sebagai bahan masukan kebijakan
untuk pengembangan usaha produk halal dalam
satu upaya untuk membatasi pemasaran produk
pemenuhan permintaan pasar domestik dan
yang berkualitas rendah.
menuju peluang pasar global yang kini juga
Di sisi lain, seberapa jauh kepedulian tengah digarap oleh negara-negara lain
konsumen muslim terhadap kehalalan suatu
produk makanan yang dikonsumsinya juga
dipengaruhi oleh tingkat religiusitas seseorang. TINJAUAN PUSTAKA
Hal ini ditunjukkan antara lain dalam penelitian Halal didefinisikan sebagai sesuatu yang boleh
yang dilakukan Ahmad, Ahlam Nuwairah, dkk. dikerjakan, syariat membenarkan dan pelaku
(2013) di Malaysia. Konsumen muslim di Malaysia tidak terkena sanksi dari Allah SWT, sedangkan
yang dijadikan sampel studi mengindikasikan antonimnya yakni haram artinya segala sesuatu
bahwa dibandingkan aspek pemahaman mereka atau perkara yang dilarang oleh hukum Islam
terhadap konsep halal, aspek religiusitas memiliki yang jika ditinggalkan akan memperoleh pahala
hubungan yang lebih signifikan dengan perilaku dan jika dilakukan akan menimbulkan dosa
mereka dalam mengkonsumsi makanan dan (Qardhawi, 1997). Isu halal-haram mencakup
menggunakan kosmetik halal (Ahmad dkk, 2013). segala aktivitas termasuk pemilihan makanan
168 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
yang akan berdampak pada jasmani dan rohani ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali
seseorang dan keluarganya. Konsep konsumsi yang sempat kamu menyembelihnya dan
itu sendiri dalam perspektif Islam didefinisikan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala…”
sebagai pemenuhan kebutuhan barang dan jasa,
dengan ketentuan harus halal dan benar sesuai Namun demikian, perkembangan teknologi
syariah. Konsumsi dianggap sebagai sarana yang untuk menciptakan produk halal yang beraneka
esensial dan tidak bisa diabaikan, termasuk dalam dan memanfaatkan bahan haram yang dianggap
merealisasikan pengabdian kepada Allah SWT lebih ekonomis sebagai bahan baku atau
(Al Haritsi, 2006). Terdapat tuntutan agama untuk bahan tambahan dalam proses produksi dapat
mengkonsumsi makanan yang halal dan baik mengancam kehalalan atas produk olahan. Hal
(thayyib), seperti yang tertuang dalam Al-Quran ini juga menimbulkan keraguan atas ketetapan
pada ayat-ayat berikut: kehalalan produk yang telah bercampur aduk
dengan bahan yang masih tidak jelas kehalalannya
dan statusnya menjadi syubhat (meragukan).
Majelis Ulama Indonesia (2009) melalui Komisi
Fatwa menyebutkan bahwa pada dasarnya
produk olahan sering diragukan kehalalan atau
kesuciannya sehingga dibutuhkan penelusuran dan
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal penelaahan secara intensif sebelum memutuskan
lagi baik (thayyib) dari apa yang terdapat di
status kehalalan suatu produk sebagai upaya
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan
perlindungan konsumen khususnya penduduk
itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. muslim.
Al Baqarah: 168) Terkait dengan konsep halal tersebut, agama
merupakan elemen utama dalam kultur kehidupan
yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen
dan keputusan untuk membeli (Delener, 1994;
Pettinger dkk, 2004; Schiffman dan Kanuk,
2008; Shafie dan Othman, 2006). Meskipun
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik terdapat tuntutan agama dan hukum yang sangat
(thayyib) dari apa yang Allah telah rezekikan ketat dalam hal makanan, namun sejauhmana
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah dan orang akan mengikuti hukum tersebut tentu
kamu beriman kepada-Nya.” (Q.S. Al Maidah:
saja akan sangat bervariasi (Bonne dkk, 2006).
88)
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008), definisi
Dalam kandungan ayat-ayat tersebut perilaku konsumen yakni suatu perilaku yang
terungkap pula bahwa isu kehalalan makanan ditujukan untuk mencari, membeli, menggunakan,
penting dan erat kaitannya dengan masyarakat mengevaluasi dan menghabiskan produk. Engel,
luas (Amin, 2013). Lembaga Pengkajian Pangan, Blackwell dan Miniard (1993) menambahkan
Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI bahwa perilaku konsumen mencakup pula proses
menekankan bahwa yang terdapat di muka bumi keputusan yang mendahului dan mengikuti
ini pada dasarnya adalah halal, kecuali yang tindakan tersebut.
dilarang secara tegas dalam Al Quran dan Hadits. Penelitian yang diacu dalam tulisan ini
Sebenarnya makanan yang diharamkan oleh Allah berfokus pada perilaku konsumen muslim
SWT jumlahnya sangat sedikit, yakni sesuai yang dalam mengkonsumsi makanan halal ini dengan
tertuang dalam Al Quran surat Al Maidah ayat 3 menggunakan pendekatan teori perilaku yang
yang artinya: diadaptasi dari teori Planned Behaviour. Dalam
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, teori ini terdapat tiga aspek yang menentukan
darah, daging babi, (daging hewan) yang perilaku seseorang, yakni sikap, norma subyektif
disembelih atas nama selain Allah, yang dan persepsi kontrol perilaku (Ajzen, 1991).
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang Sementara itu, tingkat religiusitas ataupun kadar
Komparasi Perilaku Konsumen Poduk Halal ... (Endang S. Soesilowati., Chitra I.Y.) │ 169
ke-Islam-an seseorang yang merupakan identitas upaya memiliki dan menambah pengetahuan
diri sebagai muslim memiliki ketiga aspek tersebut tentang ajaran Islam.
sebagai faktor determinan yang mempengaruhi
niat untuk memutuskan mengkonsumsi produk METODE PENELITIAN
halal. Sikap merupakan tendensi psikologis
seseorang dalam mengevaluasi suatu hal yang Sebagimana telah dikemukakan sebelumnya,
disukai atau tidak disukai. Norma subyektif tulisan ini mengkaji perbandingan perilaku
yang terdiri dari norma sosial dan norma agama, konsumen muslim terhadap produk halal bagi
merupakan tekanan sosial terhadap seseorang konsumen yang berada di area mayoritas
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dibandingkan dengan di area minoritas muslim,
perbuatan. Kemudian, persepsi kontrol perilaku ditinjau dari faktor determinan dan aspek
yang meliputi kontrol diri, agama dan lingkungan, religiusitasnya. Data yang digunakan yakni data
merupakan persepsi terhadap sejauh mana primer diperoleh dari lokasi penelitian di Banten
perilaku tertentu dapat dikendalikan. dan Bali, masing-masing pada tahun 2009 dan
Religiusitas merupakan istilah sosiologis 2010, serta data sekunder dari berbagai sumber
komprehensif yang meliputi tiga elemen utama literatur terkait pada topik kajian. Penelitian ini
yakni aktivitas keagamaan, dedikasi dan keyakinan merupakan penelitian deskriptif dan explanatory
(Edewor, 2008). Seseorang yang religius akan dengan menggunakan single cross-sectional
menunjukkan sistem nilai yang berbeda dari design. Data primer diperoleh dari pengisian
mereka yang kurang religius dan tidak religius kuesioner terstruktur dan dengan menggunakan
(Mokhlis, 2009). Merujuk pada Ramly, Chai dan skala Likert terhadap 100 responden muslim
Lung (2008), religiusitas dapat pula dipahami di Banten dan 103 responden muslim di Bali.
sebagai tingkat komitmen seseorang pada agama Teknik pengolahan data kuantitatif dalam analisis
yang diyakininya, seperti hal nya sikap individu komparasi perilaku konsumen di area mayoritas
yang mencerminkan komitmen tersebut (Johnson dan minoritas muslim dalam mengkonsumsi
dkk, 2001) atau sejauh mana perilaku individu makanan halal ini dilakukan dengan perbandingan
dapat tergantung pada pentingnya seseorang antar kelompok responden ataupun antar variabel
menempatkan agama itu sendiri (Sood dan Nasu, pernyataan. Analisis deskriptif dengan penyajian
1995). dalam grafis dan tabel digunakan untuk melihat
sebaran responden di kedua lokasi penelitian
Terdapat perbedaan komponen yang
digunakan untuk mengukur religiusitas ini dalam dengan menggunakan perbandingan nilai rata-rata
beberapa penelitian. Aktivitas organisasi dan atau cut off point (COP).
non organisasi (berdoa, mempelajari kitab/buku Aspek yang menjadi faktor determinan yakni
agama); kepercayaan, pengalaman dan motivasi sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol
religius; dukungan sosial religius serta kombinasi perilaku. Pengukuran ketiga aspek itu diperoleh
dari aspek lainnya telah digunakan dalam studi dari skor rata-rata dari masing-masing kelompok
Hill dkk (2000) untuk mengkaji religiusitas. pernyataan responden dalam kuesioner tersebut
Sementara itu, tiga komponen utama yakni yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur
kognisi (pengetahuan dalam pikiran secara sadar), sejauh mana sikap, norma subyektif dan persepsi
afeksi (perasaan) dan perilaku (yang dilakukan kontrol perilaku tersebut mempengaruhi perilaku
oleh tubuh) menjadi klasifikasi yang digunakan konsumen muslim dalam mengkonsumsi makanan
untuk mengidentifikasi dimensi religiusitas halal. Disamping itu, aspek religiusitas yang
(Cornwall, Albrecht, Cunningham dan Pitcher, diukur dari latar belakang pendidikan pesantren
1986 dalam Edewor, 2008). Dalam tulisan ini dari responden di kedua lokasi penelitian juga
digunakan aspek dedikasi dan kognisi sebagai menjadi indikator yang digunakan untuk mengkaji
indikator religiusitas penduduk muslim yang seberapa besar masing-masing aspek dapat
direpresentasikan oleh latar belakang pendidikan menentukan keputusan dalam mengkonsumsi
formal yang ditempuh yakni pesantren sebagai makanan halal.
170 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Skor Rata-Rata (COP) Sikap Responden di
Banten
Komparasi Perilaku Konsumen Poduk Halal ... (Endang S. Soesilowati., Chitra I.Y.) │ 171
dalam hal sertifikasi seperti yang ditunjukkan makanan halal, yang diperoleh dari empat pihak
pada responden di Banten yang menyatakan tidak eksternal tersebut. Khusus dalam kasus Bali,
membeli makanan yang tidak bersertifikat halal pernyataan responden dalam mengkonsumsi
dengan COP yang paling rendah dibandingkan makanan halal karena tuntutan pemuka agama
indikator pengukur sikap lainnya. Selain itu, tidak menjadi pengukur norma subyektif karena
jika responden tidak menemukan makanan tidak lolos uji validitas dengan korelasi Pearson
yang bersertifikat halal yang biasa mereka beli, Product Moment (Salim, 2010).
mereka sedikit enggan untuk mencari produk
Tabel 3. Skor Rata-Rata (COP) Norma Subyektif
sejenis lain yang bersertifikat halal. Terdapat Responden di Banten dan Bali
pula tendensi responden muslim Banten untuk
tetap membeli makanan kesukaannya walaupun Pernyataan
COP COP
tidak bersertifikat halal. Tendensi skor rata-rata Banten Bali
172 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
pada pernyataan lainnya. Ini berarti keluarga pengaruhnya dibandingkan di Banten (COP=6,02)
merupakan pihak eksternal yang paling kuat terhadap perilaku mengkonsumsi makanan halal.
dalam mempengaruhi perilaku konsumen
Tabel 4. Skor Rata-Rata (COP) Persepsi Kontrol
makanan halal. Namun demikian, apabila Perilaku Responden di Banten dan Bali
dibandingkan dengan pengukuran sikap pada
Tabel 1 dan Tabel 2 sebelumnya, tampak bahwa COP COP
Pernyataan
Banten Bali
secara umum norma subyektif memiliki COP yang
lebih kecil dibandingkan sikap. Dengan kata lain, Label halal harus terlihat jelas 6,67 6,58
norma subyektif tidak sekuat sikap untuk menjadi
faktor determinan perilaku mengkonsumsi Mengkonsumsi makanan halal
- 6,84
oleh karena ajaran agama
makanan halal.
Mendorong keluarga untuk
6,85 6,68
3. Persepsi Kontrol Perilaku mengkonsumsi makanan halal
Komparasi Perilaku Konsumen Poduk Halal ... (Endang S. Soesilowati., Chitra I.Y.) │ 173
Tingkat Pendidikan Formal Islam dan tetapi, seperti pada umumnya bahwa tidak
Perilaku Konsumen Makanan Halal selalu pengamalan atau realisasi tindakan akan
sesuai dengan apa yang telah diketahui ataupun
Pesantren merupakan salah satu bentuk
dipahami. Bagian tulisan berikut mengupas lebih
lembaga pendidikan formal yang memiliki fokus
dalam dari temuan penelitian.
studi yang berlandaskan pada ajaran Islam,
dengan juga diberikan pengajaran pada bidang Gambar 1 menunjukkan profil komposisi
lainnya sesuai kurikulum pendidikan nasional responden berdasarkan latar belakang pendidikan
pesantren yang pernah ditempuh. Responden
dan visi misi lembaga yang bersangkutan namun
penelitian di Banten yang tidak pernah menempuh
tetap membangun iklim utama lingkungan
pendidikan pesantren ialah sebanyak 46% dari
pendidikan yang berprinsip pada syariat Islam.
total responden. Proporsi ini lebih sedikit daripada
Terdapat dua pokok esensi peran pesantren, yakni
responden tanpa pendidikan pesantren di Bali
guna mencetak kader ulama yang pandai dan
yang mencapai 50,5% dari total responden. Hal
mendalami ilmu agama, serta mampu mengatasi
ini mungkin dapat dikaitkan dengan karakteristik
persoalan umat. Pesantren dapat berperan provinsi Banten yang mayoritas penduduknya
tidak hanya dalam melakukan proses transfer merupakan muslim, sementara provinsi Bali
ilmu agama Islam tetapi juga untuk mampu
Sumber: Diolah dari data primer Tim P2E LIPI, 2009; 2010.
Gambar 1. Persentase Responden di Banten dan Bali Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Pesantren
menghadapi tantangan baru yang muncul dari dengan minoritas muslim. Artinya, terdapat lebih
proses modernisasi dewasa ini (Haningsih, 2008), besar kemungkinan adanya perhatian responden
hal ini berarti termasuk pula dalam menghadapi Banten untuk menempuh pendidikan yang
ancaman ketidakjelasan status halal-haramnya berfokus pada ajaran agama Islam ini. Hal ini
makanan. juga tampak dalam proporsi responden Banten
Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa yang pernah menempuh pendidikan pesantren
lulusan pesantren pada dasarnya berkapasitas hingga tingkat menengah (Jurumiah Kailani/
penguasaan pengetahuan ajaran Islam yang Matan Bina) dan tingkat tinggi (Alfiah) yang
tinggi. Kaitannya dengan penelitian ini, konsumsi lebih besar dibandingkan dengan responden Bali.
makanan halal adalah tuntutan ajaran agama Sementara itu, responden dengan pendidikan
Islam sehingga sejatinya telah dipahami terutama pesantren tingkat dasar (Amil) di Banten lebih
oleh individu yang telah menempuh di lembaga sedikit daripada di Bali.
pendidikan ini. Latar belakang pendidikan Lebih lanjut, untuk mengkaji keterkaitan latar
pesantren merepresentasikan aspek dedikasi belakang pendidikan pesantren dengan perilaku
dan kognisi sebagai indikator religiusitas. Akan konsumen dalam mengkonsumsi makanan
174 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
Sumber: Diolah dari data primer tim P2E-LIPI, 2009; 2010
Gambar 2. Skor Rata-Rata (COP) Sikap, Norma Subyektif dan Persepsi Kontrol Perilaku Responden
di Banten dan Bali Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Pesantren
halal, digunakan perhitungan COP. Komparasi 2009). Artinya, kadar komitmen beragama yang
skor rata-rata antara sikap, norma subyektif rendah berkaitan dengan ketiadaan latar belakang
dan persepsi kontrol perilaku berdasarkan pendidikan pesantren dan sebaliknya. Indikasi ini
profil responden yang pernah dan tidak pernah juga sejalan dengan temuan bahwa pertimbangan
menempuh pendidikan pesantren ditunjukkan kehalalan dalam membeli makanan dan memilih
dalam Gambar 2. Berdasarkan hasil temuan dari restoran ataupun komitmen dalam mengkonsumsi
responden di Banten dan Bali, yang menarik ialah makanan hanya yang halal tersebut relatif lebih
norma subyektif memiliki skor rata-rata total utama bagi responden berlatar belakang pendidikan
yang lebih rendah dengan selisih yang signifikan pesantren dibandingkan non pesantren (Suhodo,
dibandingkan sikap dan persepsi kontrol perilaku. 2009). Meskipun demikian, apabila ditinjau
Ini menunjukkan bahwa responden di kedua lokasi berdasarkan korelasi Pearson, latar belakang
penelitian merasa kurang adanya tuntutan pihak pendidikan formal Islam responden di Banten
eksternal dalam keputusannya mengkonsumsi melalui pesantren ini tidak berkorelasi secara
makanan halal dan cenderung merasa tidak signifikan dengan perilaku dalam mengkonsumsi
dipandang negatif oleh keluarga, masyarakat, makanan halal (Mulyaningsih, 2009).
pemerintah dan pemuka agama apabila tidak
Tabel 5. Perilaku Konsumen Muslim di Bali dalam
mengkonsumsi makanan halal. Selain itu, COP
Konsumsi Makanan Halal Berdasarkan
norma subyektif yang lebih tinggi pada responden Latar Belakang Pendidikan Pesantren
non pesantren di kedua lokasi menunjukkan pula
Persepsi
bahwa individu dengan pendidikan pesantren Norma
Pesantren Sikap Kontrol COP
memiliki norma subyektif yang lebih rendah Subyektif
Perilaku
yang mungkin akibat merasa dirinya disegani dan
Tidak
menganggap lebih tahu untuk menentukan sendiri Pernah
6,37 4,94 6,31 5,87
perilakunya dalam mengkonsumsi makanan halal.
Tingkat
6,18 4,30 5,81 5,43
Gambar 2 tersebut juga mengindikasikan Dasar
bahwa responden di Banten yang berlatar belakang Tingkat
pendidikan pesantren secara keseluruhan memiliki 6,23 4,74 6,42 5,80
Menengah
tingkat keputusan yang lebih tinggi dalam
Tingkat
mengkonsumsi makanan halal dibandingkan yang Tinggi
6,33 4,48 6,26 5,69
tidak berpendidikan pesantren. Hal ini terkait Total 6,29 4,71 6,19 5,73
dengan temuan bahwa semakin rendah kadar
Sumber: Diolah dari data primer tim P2E-LIPI,2010
komitmen beragama responden di Banten, semakin
tinggi proporsi responden yang tidak pernah
menempuh pendidikan pesantren (Jusmaliani,
Komparasi Perilaku Konsumen Poduk Halal ... (Endang S. Soesilowati., Chitra I.Y.) │ 175
Hal tersebut mungkin dapat turut Sementara itu, norma subyektif menjadi determinan
menjelaskan yang terjadi pada responden Bali. yang lebih rendah dalam mempengaruhi perilaku
Lain halnya dengan temuan di Banten, responden konsumen makanan halal. Hal serupa juga
di Bali yang berpendidikan pesantren justru ditunjukkan pada kajian aspek religiusitas yang
memiliki keputusan yang lebih rendah dalam diukur melalui latar belakang pendidikan formal
mengkonsumsi makanan halal dibandingkan Islam dalam kaitannya dengan ketiga faktor
dengan responden tanpa pendidikan pesantren. determinan tersebut. Ini mengindikasikan bahwa
Ini ditunjukkan baik dalam hal sikap, norma responden di area mayoritas dan minoritas muslim
subyektif dan persepsi kontrol perilaku. Lebih berperilaku dalam mengkonsumsi makanan halal
lanjut, Tabel 5 menunjukkan bahwa meskipun lebih dikaitkan dengan alasan dari dirinya sendiri,
secara keseluruhan responden non pesantren atau karena mereka memang menyukainya
di Bali memiliki COP yang lebih tinggi (5,87), (sikap), daripada alasan adanya tuntutan dan
responden dengan pendidikan pesantren tingkat penilaian negatif dari lingkungan sekitar atau
tinggi juga memiliki COP di atas skor rata-rata pihak eksternal.
total pada masing-masing indikator sikap, norma Perbedaan yang dapat terlihat dari pengukuran
subyektif dan persepsi kontrol perilaku. skor rata-rata responden pada ketiga faktor
Tidak searahnya latar belakang pendidikan determinan ialah bahwa responden di Bali
pesantren dengan perilaku dalam mengkonsumsi memiliki sikap dan persepsi kontrol perilaku yang
makanan halal sejalan dengan yang telah diungkap lebih tinggi dalam mengkonsumsi makanan halal
Edewor (2008), yakni bahwa setiap individu tidak daripada di Banten. Hal ini menunjukkan bahwa
mutlak memiliki nilai pada tingkat yang sama dengan menjadi kelompok minoritas di Bali yang
dalam masing-masing indikator religiusitasnya. sebagian besar penduduknya beragama Hindu
Skor yang diperoleh dapat berbeda levelnya dalam dan dengan kecenderungan lebih terbatasnya dan
setiap indikator. Dengan kata lain, meskipun sulitnya memperoleh makanan yang halal, umat
indikator religiusitas tinggi, dapat terjadi dimana muslim dapat terdorong untuk lebih memiliki
perilaku dalam mengkonsumsi makanan halal sikap dan kontrol yang berasal dari dirinya sendiri
rendah. Disamping itu, hal ini mencerminkan pula dalam memutuskan untuk mengkonsumsi hanya
urgensi konsep pendidikan Islam untuk merambah yang halal.
pada persoalan konsumsi produk halal dengan
Lebih lanjut, latar belakang pendidikan
lebih mendalam. Hal ini sebenarnya telah pula
pesantren yang pernah ditempuh oleh responden
menjadi perhatian pemerintah yang diungkapkan
muslim terutama di Bali tidak sejalan dengan
dalam publikasi terbitan Departemen Agama
asumsi yang didasarkan pada konsep teoritis.
RI (2007) bahwa konsep pendidikan Islam
Responden di Bali yang berlatar belakang
harus mencakup faktor yang mengutamakan
pendidikan pesantren justru memiliki skor
pengembangan sumber daya manusia (SDM)
muslim yang berkualitas. Oleh karena itu, rata-rata yang lebih rendah dibandingkan yang
idealnya konsep pendidikan Islam meliputi tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren,
ajaran untuk menghindari berbagai produk yang baik dalam masing-masing aspek sikap, norma
non halal agar tidak hanya diperoleh SDM yang subyektif, persepsi kontrol perilaku maupun
kompeten dalam hal intelektual namun juga yang secara keseluruhan. Beberapa kemungkinan
mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Islam yang penjelasan yakni di antaranya bahwa responden
berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat luas. lulusan pesantren belum secara optimal dapat
memutuskan untuk mengkonsumsi makanan
halal, atau di sisi lain responden yang tidak
KESIMPULAN DAN SARAN pernah bersekolah di pesantren pun termasuk
Berdasarkan kajian pada ketiga faktor determinan, yang potensial untuk memiliki keputusan hanya
responden di Banten dan Bali menunjukkan mengkonsumsi makanan yang halal. Hal ini dapat
bahwa secara umum aspek sikap dan persepsi terkait erat dengan hasil temuan pada responden
kontrol perilaku yang paling mendominasi di area minoritas muslim tersebut yang memiliki
dalam keputusan mengkonsumsi makanan halal. sikap dan persepsi kontrol perilaku yang lebih
176 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
tinggi jika dibandingkan dengan di area mayoritas sebagai dukungan, misalnya melalui pengarahan
muslim meski juga memiliki proporsi responden dalam tempat berkumpulnya komunitas muslim,
berpendidikan pesantren yang lebih besar. Namun serta bimbingan ataupun pembinaan sedari dini
demikian, hasil kajian ini tidak dapat serta merta secara individu dan massal; yakni guna bersama-
menyatakan bahwa individu yang menempuh sama meningkatkan aktivitas keagamaan dan
pendidikan selain pesantren akan memiliki kesadaran pentingnya peran ajaran agama sebagai
perilaku yang lebih baik karena temuan penelitian pedoman perilaku, mewujudkan konsep diri
ini tidak secara langsung dapat menjadi acuan sebagai muslim yang taat, serta mengembangkan
dalam fokus pembahasan tersebut. Terlebih lagi, wawasan pengetahuan agama. Lebih lanjut, pihak
tidak terdapat adanya korelasi yang signifikan LPPOM MUI baik regional (Bali dan Banten)
antara latar belakang pendidikan pesantren maupun nasional penting untuk menjadi wadah
dan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi yang dapat memfasilitasi upaya peningkatan
makanan halal terutama untuk kasus di Banten. religiusitas umat Islam dan melakukan kegiatan
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa edukatif kepada masyarakat mengenai makanan
sikap, norma subyektif, persepsi kontrol perilaku halal secara lebih proaktif. Pemerintah daerah
dan religiusitas (yang mempengaruhi pula ketiga di Banten dan Bali perlu pula turut andil dalam
faktor tersebut) positif dalam menentukan perilaku mendukung penyediaan makanan halal dan
konsumen dalam mengkonsumsi makanan halal, pengawasan yang akurat. Dengan demikian,
sejalan dengan konsep yang diungkapkan oleh seluruh elemen terkait harus dapat berperan dan
Ajzen (1991) dan Edewor (2008). berkoordinasi secara optimal untuk mendukung
dan meningkatkan keputusan konsumen muslim
Saran dalam mengkonsumsi makanan halal.
Tidak adanya pengaruh yang searah antara latar
belakang tingkat pendidikan formal Islam yang DAFTAR PUSTAKA
pernah ditempuh oleh responden dengan keputusan
Ahmad, Ahlam Nuwairah, dkk. (2013). Assessing
mengkonsumsi makanan halal, berimplikasi pada
Knowledge and Religiosity on Consumer
perlunya penelaahan atau pengkajian kembali Behavior towards Halal Food and Cosmetic
khususnya pada upaya penerapan materi ilmu fiqh, Products. International Journal of Social
terutama tentang konsumsi makanan halal dalam Science and Humanity, 5(1), 10-14.
pendidikan pesantren dan madrasah. Penting Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior.
pula diperhatikan upaya peningkatan kesadaran Organizational Behavior and Human Decision
masyarakat muslim yang perlu didukung dengan Processes, 50, 179-211.
adanya penyebarluasan informasi serta edukasi Akbar, Cholis. (2014, 1 Maret). MUI Baru Keluarkan
yang aktual dan tersebar luas kepada masyarakat 13.136 Sertifikat Halal dari jumlah 155.774
secara intensif dan berkelanjutan, agar dimensi Produk yang Beredar, Diakses tanggal 10
religiusitas, khususnya dedikasi dan kognisi Oktober 2014, dari http://www.hidayatullah.
dengan latar belakang pendidikan agama yang com.
dimiliki umat Islam dapat dioptimalkan dalam Al Haritsi, J. (2006). Fikih Ekonomi Umar bin Al
keputusan mengkonsumsi makanan halal. Khatab. (A. S. Zamakhsyari, Penerjemah)
Jakarta: Khalifa (Pustaka Al-Kautsar Grup).
Disamping itu, dibutuhkan dukungan internal,
Amin, M. (2013). Halal Berlaku untuk Seluruh Umat.
yakni setiap diri individu dalam membangun
Jurnal Halal, No. 101/2013.
dimensi religiusitasnya yang dapat melalui
Badan Pusat Statistik. (2010). Sensus Penduduk
peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada
2010. Jakarta : BPS.
Allah SWT, untuk lebih mengaktualisasikan
Bonne, Karijn et Wim Verbeke. (2006). Muslim
keputusan dalam mengkonsumsi makanan
consumer’s motivations towards meat
halal, serta berinisiatif untuk turut melakukan consumption in Belgium: qualitative
pengawasan diri maupun lingkungan atas exploratory insights from means-end chain
makanan halal yang terdapat di pasaran. analysis, Diakses pada November 2013 dari
Kemudian, faktor eksternal signifikan pula http://aof.revues.org/document90.html.
Komparasi Perilaku Konsumen Poduk Halal ... (Endang S. Soesilowati., Chitra I.Y.) │ 177
Delener, Nejdet. (1994). Religious Contrasts in Mulyaningsih, Yani. (2009). Determinansi Tingkat
Consumer Decision Behaviour Patterns: Their Sosial-Ekonomi terhadap Perilaku Konsumsi
Dimensions and Marketing Implications Produk Makanan Halal. Dalam Endang S. (ed.),
(Abstract). European Journal of Marketing, 28 Peluang Usaha Produk Halal di Pasar Global:
(5), 36 – 53. Perilaku Konsumen Muslim dalam Konsumsi
Makanan Halal. Jakarta: LIPI Press.
Departemen Agama RI - Direktorat Urusan Agama
Islam dan Pembinaan - Direktorat Jenderal Pettinger, C., Holdsworth, M., Gerber, M. (2004).
Bimbingan Masyarakat Islam. (2007). Islam Psycho-social influences on food choice in
dan Produk Halal (Serial Khutbah Jumat). Southern France and Central England. Appetite,
Jakarta: Bimas Islam Depag RI. 42 (3), 307-316.
Pew Research Center. (2011). The Future of the
Edewor, D. O. (2008). Prophetic and Pseudo-Active
Global Muslim Population, Projections for
Contributions of Religious Entities to the
2010–2030. Washington D.C: The Pew Forum
Political Process in Nigeria. Codesria: 12th
on Religion & Public Life. Diakses tanggal 20
General Assembly. Diakses tanggal 1 November
Mei 2013, dari http://pewforum.org/The-Future-
2010, dari Codesria: http://www.codesria.org/ of-the-Global-Muslim-Population.aspx.
IMG/pdf/Dennis_Onome_Edwor.pdf.
Qardhawi, Y. (1997). Norma dan Etika Ekonomi
Engel, J. F., Blackwell, R. D. & Miniard, P. W. (1993). Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Consumer Behaviour. Fort Worth: Dryden
Salim, Z. (2010). Faktor-faktor Penentu Perilaku
Press.
Konsumen Makanan Halal: Pendekatan
Haningsih, Sri. (2008). Peran Strategis Pesantren, Structural Equation Model. Dalam Endang
Madrasah dan Sekolah Islam di Indonesia. S. (ed.), Perilaku Konsumen Muslim dalam
Jurnal Pendidikan Islam, I (1), 27-39, Diakses Konsumsi Makanan Halal. Jakarta: LIPI Press.
tanggal 1 November 2010, dari http:// journal. Schiffman, L. & Kanuk, L. L. (2008). Perilaku
uii.ac.id/index.php/JPI/article/view/186/175. Konsumen (Edisi Ketujuh). (Z. Kasip,
Hill, Peter C., dkk. (2000). Conceptualizing Religion Penerjemah). Jakarta: PT Indeks.
and Spirituality: Points of Commonality, Points Shafie, S. & Othman, N. Md. (2006). Halal
of Departure. Journal for the Theory of Social Certification: an International Marketing Issues
Behaviour, 30 (1), 51–77. and Challenges. Diakses tanggal 14 November
Jusmaliani. (2009). Pengaruh Komitmen Beragama 2009, dari http://www.ctw-congress.de/ifsam/
dalam Perilaku Konsumsi Makanan Halal. download/track_13/ pap00226.pdf.
Dalam Endang S. (ed.), Peluang Usaha Produk Stitou, Nora & Rezgui, Heinen. (2012). The Muslim
Halal di Pasar Global: Perilaku Konsumen Consumer as the Key Player in Halal, ASIDCOM
Muslim dalam Konsumsi Makanan Halal. Investigations 2010-2012. ASIDCOM Report.
Jakarta: LIPI Press. Diakses tanggal 10 Oktober 2013, dari http://
www.asidcom.org.
Jusmaliani dan Nasution, H. (2009). Religiosity
Aspect in Consumer Behaviour: Determinants Suhodo, Diah Setiari. (2009). Kriteria Makanan Halal
of Halal Meat Consumption. ASEAN Marketing dalam Persepsi Masyarakat Muslim Banten.
Journal. I (2), 1-12. Dalam Endang S. (ed.), Peluang Usaha Produk
Halal di Pasar Global: Perilaku Konsumen
Majelis Ulama Indonesia. (2009). Komisi Fatwa Muslim dalam Konsumsi Makanan Halal.
Majelis Ulama Indonesia tentang Penetapan Jakarta: LIPI Press.
Produk Halal. Diakses tanggal 10 Oktober 2014,
Sungkar, I. (2007, 25 Oktober). Livestock Asia 2007,
dari http://halalmui.org/images/stories/Fatwa/
Exhibition & Seminar Halal Hub Session.
fatwa%20tentang%20produk%20pangan.pdf.
Diakses tanggal 15 Maret 2009, dari http://www.
Majelis Ulama Indonesia. (2011). “200 UKM Gratis livestockasia.com/conference_paper/slide/
Sertifikasi Halal”. Diakses tanggal 10 Oktober irfan.pdf.
2014, dari http://mui.or.id/mui/homepage/berita/ Taylor, S. & Todd, P. (1995). Decomposition and
berita-singkat/200-ukm-gratis-sertifikasi-halal. Crossover Effects in the Theory of Planned
html. Behavior: A Study of Consumer Adoption
Mokhlis, S. (2009). Relevancy and Measurement of Intentions. International Journal of Research in
Religiosity in Consumer Behavior Research. Marketing, 12, 137-156.
International Business Research, 2 (3), 75-84. Walker, M., Buchta, D., Reuter, T., & Gott, J. (2007).
Diakses tanggal 16 Juni 2010, dari www.ccsenet. Addressing the Muslim Market: Can You Afford
org/journal.html. Not To?. Illinois: AT Kearney.
178 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN PENGENTASAN KEMISKINAN DAN
KESENJANGAN PENDAPATAN
ZAKAT AS AN INSTRUMENT FOR POVERTY AND INEQUALITY REDUCTION
Firmansyah
Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
firmansyahpeplipi@yahoo.com
Abstrak
Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masih menjadi masalah utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Para akademisi berpendapat bahwa pembangunan ekonomi di suatu negara telah menciptakan sebuah pilihan di
antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi. Pendekatan distribusi konvensional tampaknya gagal dalam mengatasi
kedua masalah. Oleh karena itu, pengenalan mekanisme zakat sangat diperlukan sebagai pendekatan alternatif
untuk memecahkan masalah. Tulisan ini bertujuan untuk membahas peran zakat dalam mengurangi kemiskinan
dan ketimpangan pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, ada kesenjangan yang signifikan
antara potensi dan realisasi zakat di Indonesia. Kedua, lembaga zakat resmi belum memainkan peran penting dalam
penggalangan dana zakat, karena masih banyak pembayar zakat yang menggunakan lembaga zakat tidak resmi.
Ketiga, alokasi anggaran untuk mendukung zakat produktif masih terbatas karena beberapa kendala yang dihadapi.
Namun, kehadiran program zakat telah mengurangi tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan penerima zakat.
Kata Kunci: Zakat, Kemiskinan, Kesenjangan Pendapatan, Zakat Produktif
Abstract
Poverty and income inequality are still the major problems faced by Indonesia. Some scholars argue that
economic development in the country had created a trade-off between economic growth and distribution. The
conventional distribution approach seems to fail in overcoming these two problems. Hence, introduction of zakat
mechanism is highly needed as an alternative approach to solve the problems. This paper aims to discuss role of
zakat in reducing poverty and income inequality. The result shows that: First, there is a significant gap between
potential and realization of zakat in Indonesia. Second, the official zakat institution has not played the important role
in fundraising of zakat, because there are still many zakat payers which use the unofficial zakat institution. Third,
the allocation of budget to support the productive zakat is still limited because of some obstacles faced. However,
the presence of zakat programmes has reduced the poverty incidence and income inequality of zakat receivers.
Keywords: Zakat, Poverty, Income Inequality, Productive Zakat.
179
hari, diperkirakan lebih dari 50% atau 100 juta 1. Perkembangan potensi dan realisasi zakat
penduduk Indonesia menyandang status ”miskin”. di Indonesia;
Sementara itu, berdasarkan rasio Gini, 2. Gambaran tentang pentingnya kelembagaan
kesenjangan pendapatan antar kelompok amil zakat;
masyarakat ternyata mengalami peningkatan, 3. Analisis tentang praktik pendayagunaan
terutama sejak pasca krisis ekonomi 1998. Rasio zakat produktif;
Gini pada tahun 1999 mencapai angka 0,311, 4. Analisis peran zakat sebagai instrument
sedangkan pada tahun 2008 angka tersebut pengentasan kemiskinan dan mengatasi
menjadi 0,368. Kondisi tersebut mengindikasikan kesenjangan pendapatan.
bahwa kue pertumbuhan ekonomi yang dinikmati
oleh kelompok menengah ke atas, jauh lebih besar
TINJAUAN PUSTAKA
bila dibandingkan dengan kelompok menengah
ke bawah. Meski demikian, kisaran angka indeks Zakat adalah salah satu pilar penting dalam ajaran
Gini ini masih berada pada kategori low income Islam. Secara etimologis, zakat memiliki arti
gap menurut versi Bank Dunia (Beik, 2010). kata berkembang (an-namaa), mensucikan (at-
Menyadari penting dan eratnya hubungan thaharatu) dan berkah (al-barakatu). Sedangkan
secara terminologis, zakat mempunyai arti
pemerataan distribusi pendapatan dengan
mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan
pengentasan kemiskinan, Islam telah memiliki
tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu
instrumen tersendiri untuk menyelesaikan masalah
(mustahik) dengan persyaratan tertentu pula
tersebut, yaitu zakat. Zakat merupakan kewajiban
(Hafidhuddin, 2002). Dari perspektif sosiologis,
bagi seorang muslim yang dianggap mampu
bahwa dana zakat akan sangat membantu orang
menurut kriteria Islam untuk mengeluarkan
yang menerimanya (mustahik). Zakat akan
antara 2,5%-20% dari proporsi hartanya untuk
memperkecil kesenjangan sosial, meminimalisir
disalurkan kepada yang berkekurangan secara
jurang pemisah antara orang kaya dan orang
finansial. Umar bin Abdul Aziz dan Harun miskin, serta dengan zakat akan tumbuh nilai
Al Rasyid merupakan contoh dari pemimpin kekeluargaan dan persaudaraan.
Islam yang telah berhasil membuktikan betapa
Sementara tujuan mendasar ibadah zakat
efektifnya instrumen ini dalam memeratakan dan
itu adalah untuk menyelesaikan berbagai
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
macam persoalan sosial seperti pengangguran,
Pada masa kini di Indonesia, kesadaran kemiskinan, dan lain-lain. Sistem distribusi zakat
masyarakat untuk membayar zakat cenderung merupakan solusi terhadap persosalan-persoalan
meningkat, namun potensi zakat yang begitu besar tersebut dan memberikan bantuan kepada orang
belum tergali/terealisasi dan terkoordinir secara miskin tanpa memandang ras, warna kulit,
optimal. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan etnis, dan atribut-atribut keduniawian lainnya
masyarakat untuk menyalurkan zakat melalui (al-Qardhawi, 2005).
lembaga pengelola zakat masih terasa kurang. Pramanik (1993 dalam Beik 2009)
Seiring dengan realisasi pengumpulan zakat yang berpendapat bahwa zakat dapat memainkan peran
masih kecil, pendayagunaan zakat selama ini juga yang sangat signifikan dalam meredistribusikan
lebih bersifat konsumtif ketimbang produktif, pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat
maka dampak zakat terhadap pengentasan muslim. Dalam studinya, Pramanik menyatakan
kemiskinan dan pemerataan pendapatan belum bahwa dalam konteks makro ekonomi, zakat
begitu signifikan. Akibatnya, zakat hanya dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat
memberikan ”ikan” kepada kaum miskin, bukan memberikan insentif untuk meningkatkan
kail dan hanya akan memberikan efek yang produksi dan investasi.
bersifat jangka pendek. Zakat adalah mekanisme transfer terbaik
Berdasarkan permasalahan yang ada dan dalam masyarakat. Salah satu analisis tentang
telah dipaparkan sebelumnya, tulisan ini bertujuan fungsi alokatif dan stabilisator zakat dalam
mendiskusikan: perekonomian telah dilakukan oleh El-Din (1986
180 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
dalam Beik 2009). Ia menyatakan bahwa fungsi Thorbecke) Index, ia menemukan bahwa pada
alokatif zakat diekspresikan sebagai alat atau tahun 1990-1991, 38 persen rumah tangga di
instrumen untuk memerangi kemiskinan. Namun Pakistan hidup di bawah garis kemiskinan.
demikian, dalam pola pendistribusiannya, zakat Namun angka tersebut akan menjadi 38,7 persen
tidak hanya diberikan dalam bentuk barang jika mekanisme transfer zakat tidak terjadi. Ia pun
konsumsi saja melainkan juga dalam bentuk menyimpulkan bahwa kesenjangan kemiskinan
barang produksi. Ini dilakukan ketika mustahik menurun dari 11,2 persen menjadi 8 persen
memiliki kapasitas dan kemampuan untuk dengan kehadiran mekanisme transfer zakat
mengolah dan melakukan aktivitas produksi. Ia secara sukarela.
pun mendorong distribusi zakat dalam bentuk
Patmawati (2006) mencoba menganalisis
ekuitas, yang diharapkan akan memberikan
peran zakat dalam mengurangi kemiskinan
dampak yang lebih luas terhadap kondisi
dan kesenjangan pendapatan di negara bagian
perekonomian.
Selangor, Malaysia. Dengan menggunakan kurva
Ahmed (2004) berpendapat bahwa hasil zakat
Lorenz dan Koefisien Gini, ia menemukan bahwa
harus cukup untuk secara efektif mendistribusikan
kelompok 10 persen terbawah dari masyarakat
kekayaan dan pendapatan untuk kepentingan
menikmati 10 persen kekayaan masyarakat
orang miskin. Jika tidak, mungkin menciptakan
karena zakat. Angka ini meningkat dari 0,4 persen
masalah pemerataan intra orang miskin. Tujuan
ketika transfer zakat tidak terjadi. Sedangkan 10
utama zakat adalah pengayaan masyarakat miskin
persen kelompok teratas masyarakat menikmati
dan mengangkat status mereka dari penerima
kekayaan sebesar 32 persen, atau turun dari 35,97
zakat menjadi pemberi zakat. Pada prinsipnya,
zakat harus diberikan sebagai pembayaran transfer persen pada posisi sebelumnya. Ini menunjukkan
langsung kepada orang miskin. Redistribusi bahwa kesenjangan antar kelompok dapat
pendapatan ini bertujuan selain meningkatkan dikurangi. Ia pun menyimpulkan bahwa zakat
pendapatan orang miskin dan modal yang tersedia, mampu mengurangi jumlah keluarga miskin,
tetapi juga meningkatkan kemampuan mereka mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan
untuk membuat keputusan yang bertanggung kemiskinan di Selangor.
jawab tentang penggunaan dari pendapatan Oleh karena itu, mendorong pembangunan
mereka. zakat pada hakekatnya merupakan upaya untuk
Sejumlah studi untuk melihat secara mendistribusikan kembali aset dan kekayaan,
empiris dampak zakat terhadap pengurangan agar pertumbuhan ekonomi yang terjadi betul-
kemiskinan dan pengangguran telah dilakukan, betul dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
meskipun masih terbatas. Jehle (1994) mencoba masyarakat. Selain itu, pembangunan zakat
menganalisis dampak zakat terhadap kesenjangan ini, juga upaya untuk mengkoreksi persoalan-
dan ketimpangan yang terjadi di Pakistan. persoalan ketidakadilan yang mungkin muncul
Dengan menggunakan Indeks Kesenjangan pada fase pradistribusi maupun pada pasca
AKS (Atkinson, Kolm dan Sen), Jehle mampu produksi.
mengkonstruksi dua jenis pendapatan dengan
menggunakan data tahun 1987-1988, yaitu: data
METODOLOGI
pendapatan tanpa mengikutsertakan zakat dan
data pendapatan yang mengikutsertakan zakat. Metode analisis yang digunakan dalam tulisan ini
Ia menemukan bahwa zakat mampu mengalirkan adalah metode deskriptif kualitatif yang bertujuan
pendapatan dari kelompok menengah kepada untuk menjelaskan dan menganalisis secara
kelompok bawah, meskipun dalam jumlah yang konprehensif mengenai potensi dan realisasi zakat,
masih sangat sedikit. kelembagaan amil zakat, pendayagunaan zakat
Selanjutnya Shirazi (2006) mencoba untuk produktif dan peran zakat dalam pengentasan
menganalisis dampak zakat dan ‘ushr terhadap kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Adapun
upaya pengentasan kemiskinan di Pakistan. data yang digunakan adalah data sekunder yang
Dengan menggunakan FGT (Foster, Greer dan diperoleh melalui studi literatur, dokumen dan
182 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
Tabel 2. Realisasi, Pertumbuhan Zakat Nasional dan Anggaran Pengentasan Kemiskinan Tahun 2000-2012
2000 - - 18,0 - - -
2001 - - 25,0 - - -
2002 68 - 21,5 - - -
2003 85 24,70 24,5 - - -
2004 150 76,00 28,0 - - -
2005 296 96,90 23,0 - - -
2006 373 26,28 42,1 - - -
2007 740 98,30 51,2 - - -
2008 920 24,32 60,6 - - -
2009 1.200 30,43 71,0 - - -
2010 1.500 25,00 64,6 - - -
2011 1.729 15,25 50,0 - - -
2012 2.200 27,24 99,2 217 3,40 1,01
zakat. Akibatnya, banyak diantara masyarakat meningkat secara bersamaan 1 . Karena itu,
yang masih mempertahankan pola penyaluran gerakan untuk membangun kesadaran berzakat
zakat secara tradisional yaitu, penyaluran harus terus menerus dibangun agar potensi zakat
zakat secara langsung oleh muzakki kepada yang mencapai angka Rp 217 triliun ini dapat
individu yang dianggap berhak menerimanya. direalisasikan.
Oleh karena itu, Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS), BAZNAS propinsi/kabupaten/ Pentingnya Amil Zakat
kota dan semua LAZNAS harus meningkatkan Sejak awal Islam, Rasulullah Saw. telah
kapasitas organisasi dan transparansinya agar memberi contoh tentang pentingnya amil zakat.
potensi zakat dapat direalisasikan sepenuhnya. Beliau mengangkat orang-orang tertentu dalam
Selain itu, komitmen dan dukungan pengurusan zakat. Begitu juga pada masa
pemerintah menjadi variabel yang sangat penting Khulafaurrasyidin dan pemimpim-pemimpin
dalam menunjang keberhasilan pembangunan sesudahnya (Hafidhuddin, 2003). Oleh karena itu,
keberadaan seorang/lembaga amil zakat adalah
zakat. Salah satu bentuk kebijakan yang dapat
sebuah keharusan2.
mengakselerasi pertumbuhan zakat adalah
penerapan kebijakan zakat sebagai pengurang Terkait dengan konsep amil, jika merujuk
pajak. Contoh negara yang telah berhasil pada nash Alquran dan hadits, maka yang
dikatakan amil itu bukanlah orang perorangan
menerapkannya adalah Malaysia. Sejak Malaysia
menerapkan kebijakan tersebut, maka jumlah 1
Abu Mujahidah al-Ghifari Pengeloaan Zakat di Negara-
pendapatan zakat terus meningkat dari waktu Negara Islam http://abumujahidah.blogspot.com/2012/10/
pengeloaan-zakat-di-negara-negara-islam.html Diakses 17
ke waktu. Yang menarik adalah pendapatan Desember 2013
pajak tidak mengalami penurunan sama sekali, 2
http://www.zisindosat.com/zakat-menjawab-problem-
justru pendapatan pajak dan pendapatan zakat kemiskinan/ Diakses 17 Des 2013
184 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
kurang dari 3%, sementara pada akhir tahun fitrah. Kedua, bersifat konsumtif-kreatif, yaitu
2006 cakupannya sudah hampir mencapai 20 % zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain seperti
(Ahmad, 2007). Hasil jajak pendapat muzakki beasiswa. Ketiga, bersifat produktif-tradisional,
yang dilakukan oleh sebuah BAZ menunjukkan, yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk barang-
bahwa 32,2% muzakki menyalurkan zakatnya barang produktif misalnya kambing, sapi,
melalui lembaga amil resmi (wasta dan daerah) mesin jahit, dan lain-lain. Dan keempat, bersifat
dan 15,4% masih menyalurkan zakatnya secara produktif-kreatif, yaitu pendayagunaan zakat
langsung pada mustahik, sementara sisanya yang diwujudkan dalam bentuk modal yang
54,4% dari muzakki menyalukan zakat melalui dapat dipergunakan, baik untuk membangun
panitia masjid seperti pada Tabel 3. suatu proyek sosial maupun untuk menambah
modal seorang pedagang atau pengusaha kecil,
Tabel 3. Hasil Poling Penyaluran Zakat oleh Muzakki
No. Pola Persentase
1. Diberikan langsung kepada orangnya 15,4%
2. Di Mesjid 54,4%
3. Di lembaga zakat swasta 14,8%
4. Di Badan Amil Zakat Daerah 15,4%
Sumber: http://baznaskabserang.org/lihat-poling.html
Penyaluran zakat secara langsung kepada petani kecil maupun usaha rumah tangga
mustahik atau melalui panitia masjid yang belum (Edi,2001). Kedua jenis pemanfaatan dana zakat
memiliki program pemberdayaan ekonomi umat yang terakhir ini adalah langkah inovatif dalam
memang tidak dilarang oleh UU No 23/2011 rangka memberdayakan dan meningkatkan
tentang Pengelolaan Zakat. Wajib zakat yang perekonomian umat.
tidak membayar zakat saja tidak dikenakan
sanksi hukum, apalagi muzakki yang telah Selama ini harus diakui bahwa bantuan
menyalurkan zakatnya. Namun, apabila praktik pemerintah maupun penyaluran zakat oleh
ini terus berlangsung, maka misi zakat untuk lembaga amil zakat banyak diberikan dalam
mengentaskan kemiskinan akan menjadi sulit. wujud karitas atau derma. Penyaluran jenis ini
Disinilah perlunya edukasi publik yang benar agar lebih banyak bersifat konsumtif atau pemenuhan
kesadaran berzakat melalui amil zakat resmi terus kebutuhan makan minum sehari-hari yang
meningkat dari waktu ke waktu. akan segera habis, dan kemudian penerima
Dengan demikian, apabila dapat terbentuk zakat akan kembali hidup dalam keadaan fakir
sebuah lembaga yang solid dan dipercaya dan miskin. Oleh karenanya, upaya-upaya
oleh umat yang mempunyai kesadaran dalam pendayagunaan dana zakat yang lebih produktif
menunaikan kewajiban zakat, maka potensi zakat dan berdimensi jangka panjang hendaknya lebih
sebagai sarana pendistribusian kesejahteraan banyak dilakukan. Dengan kata lain, paradigma
akan dapat diwujudkan dengan mempercayakan zakat harus dirubah dari pola konsumtif ke
pengelolaannya kepada lembaga publik zakat produktif. Karitas atau derma untuk tujuan
profesional yang didirikan atas sinergi pemerintah konsumtif tetap dibutuhkan dalam porsi terbatas
bersama dengan swasta dan kelompok-kelompok 30:70%.
yang ada dalam masyarakat.
Banyak orang yang salah paham mengenai
zakat produktif. Zakat produktif bukan istilah jenis
Pendayagunaan Zakat Produktif zakat seperti halnya zakat mal dan zakat fitrah.
Pada praktiknya distribusi zakat dapat bersifat Apa yang dimaksud dengan zakat pruduktif?
konsumtif dan produktif. Dari kedua pola Asnaini (2008) mendefinisikan zakat produktif
utama ini masing-masing dapat dibedakan lagi sebagai zakat dalam bentuk harta atau dana
menjadi dua bagian yaitu: pertama, bersifat yang diberikan kepada para mustahik yang tidak
konsumtif-tradisional, yaitu zakat yang langsung dihabiskan secara langgsung untuk konsumsi
dimanfaatkan oleh mustahik sebagaimana zakat keperluan tertentu, akan tetapi dikembangkan
Tabel 4. Penerimaan dan Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Sedekah BAZDA Kabupaten Serang-Banten
Tahun 2013
Penerimaan Jumlah(Rp) Pendayagunaan Jumlah (Rp) Jumlah (%)
I. Dana Zakat 7.199.200.705 97,1
Zakat secara produktif ini bukan tanpa dasar, 5. Pelatihan motivasi dan potensi diri.
pendayagunaan zakat secara produktif dalam 6. Survei pasca pemberian bantuan modal
perspektif hukum Islam adalah dapat dibenarkan, usaha dan perlengkapan usaha.
sepanjang memperhatikan kebutuhan pokok
bagi masing-masing mustahik dalam bentuk Fakta lapangan menunjukkan bahwa
konsumtif yang bersifat mendesak untuk segera pendayagunaan dana zakat lebih bersifat
diatasi (Ulfa, 2005). Selain itu pendayagunaan konsumtif ketimbang untuk kegiatan produktif.
dan pengelolaan zakat untuk usaha produktif Hal ini dapat dilihat dari pendayagunaan zakat
dibolehkan oleh hukum Islam selama harta zakat oleh salah satu lembaga zakat yang sudah cukup
tersebut cukup banyak (Zain, 2013). Para ulama, besar dengan sistem manajemen yang cukup baik,
186 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
yaitu BAZDA Kabupaten Serang-Banten seperti tidak lebih dari hanya sekedar meringankan beban
pada Tabel 4. penderitaan dari himpitan kemiskinan.
Dari Tabel 4 tampak bahwa hampir suluruh
dana ZIS digunakan untuk kebutuhan yang Zakat Sebagai Instrumen Pengentasan
bersifat konsumtif, kecuali hanya Rp30 juta Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan
(0,4%) yang dialokasikan untuk tujuan produktif, Seperti yang telah dikemukakan pada bagian
yaitu pemberian modal usaha bagi ekonomi sebelumnya, hasil penelitian zakat di beberapa
lemah secara bergulir. Bila diperhatikan lebih negara lain menunjukkan bahwa zakat dapat
jauh, lebih dari dua per tiga (68%) dari dana ZIS mengurangi kemiskinan dan memperkecil
dialokasikan untuk asnaf fakir miskin (santunan, kesenjangan pendapatan para penerima
kesehatan, beasiswa) kemudian 27,7% untuk
zakat. Disinilah peran kajian empiris menjadi
Sabilillah (perbaikan prasarana, honor guru
penting untuk membuktikan peran zakat dalam
madaraah). Satu hal yang cukup menarik dari data
penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan
pada Tabel 4 adalah sumber modal bergulir untuk
pendapatan dalam konteks Indonesia. Beberapa
usaha produktif tidak berasal dari dana zakat tetapi
penelitian yang dilakukan seperti Beik (2010),
diambilkan dari dana infaq/sedekah.
Beik et al (2011), dan Mintarti et al (2012),
Dari hasil wawancara dengan pelaksana mengamati dan menganalisis dampak program
BAZDA Kabupaten Serang diperoleh informasi zakat yang dinikmati oleh mustahik (penerima
bahwa program zakat produktif (pemberdayaan zakat), apakah zakat berdampak atau tidak
ekonomi umat) belum terlaksana dengan baik berdampak sesuai dengan harapan teoritis?.
karena beberapa alasan:
Studi Beik (2010) didasarkan pada survai
1. Belum terbentuknya bidang yang secara lapangan terhadap 1.195 rumah tangga responden
khusus menangani penyaluran dana zakat di Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan hasil
dalam bentuk modal bergulir dalam rangka penelitian, dana zakat yang telah disalurkan
menunjang program zakat produktif. ternyata mampu meningkatkan pendapatan
2. Adanya pandangan yang menganggap rumah tangga mustahik rata-rata sebesar 9,82%.
bahwa pengalokasian dana bergulir yang Sedangkan proporsi zakat sendiri terhadap total
berasal dari dana zakat kurang tepat pendapatan rumah tangga mustahik adalah 8,94%.
secara syariah, sehingga dana yang dapat Kontribusi zakat terhadap pendapatan yang paling
digunakan hanya dana infaq atau sedekah besar terjadi di Jakarta Barat (11%) dan Jakarta
yang sifatnya tidak mengikat dalam pe- Selatan (10,16%), sedangkan yang terendah
runtukannya. adalah di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu
3. Dalam pelaksanaan zakat produktif di- (5,49%). Ini menunjukkan bahwa secara umum,
perlukan pendampingan, pembinaan, pe- zakat mampu memperbaiki taraf kehidupan
mantauan dan evaluasi, sementara SDM mustahik.
lembaga zakat masih terbatas. Dari sisi kemiskinan, berdasarkan Tabel 5,
4. Penyaluran zakat produktif secara in- terlihat bahwa jumlah kemiskinan mustahik dapat
tensif hanya dapat dilaksanakan melalui dikurangi 16,80%. Ini membuktikan bahwa ketika
pembentukan Lembaga Keuangan Mikro zakat dikelola dengan baik oleh institusi amil yang
(LKM), BMT atau mendirikan koperasi amanah dan profesional, maka implikasi terhadap
syariah. pengurangan jumlah rumah tangga miskin
Dari keterangan yang dikemukakan di penerima zakat dapat direalisasikan, meskipun
atas, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat angkanya kurang dari seperlimanya.
kendala-kendala yang memerlukan perhatian Sementara itu, tingkat kedalaman kemiskinan
dalam pendayagunaan zakat produktif untuk mustahik, juga dapat dikurangi. Zakat mampu
mengentaskan kemiskinan mustahik. Dengan kata mengurangi jarak pendapatan rata-rata rumah
lain, bila hal-hal tersebut belum dapat teratasi tangga mustahik terhadap garis kemiskinan dari
maka manfaat zakat yang dirasakan oleh mustahik Rp 475.858,78 menjadi Rp 409.726,40, atau
sebesar 13,90%. Demikian pula halnya dengan zakat tidak akan pernah dapat mengentaskan
rasio kesenjangan pendapatan dapat dikurangi kemiskinan jika ”kue” zakat yang dibagi masih
sebesar 13,72%. kecil. Diskursus tentang zakat sebagai alat untuk
Hasil yang sama juga diperlihatkan oleh pengentasan kemiskinan tidak dapat menghindar
indeks Sen dan indeks FGT pasca distribusi dari pertanyaan bagaimana memperluas basis
zakat. Tingkat keparahan kemiskinan rumah zakat sehingga diameter ”kue” zakat yang akan
tangga miskin penerima zakat dapat dikurangi dibagi menjadi lebih besar.
masing-masing sebesar 26,69% dan 36,70%. Ini Selanjutnya, Beik et al (2011), berdasarkan
membuktikan adanya perbaikan pada distribusi penelitian yang terdiri dari 821 responden rumah
pendapatan dikalangan mustahik yang berdampak tangga (RT) miskin dari total 4.646 populasi
pada peningkatan kesejahteraan mereka. RT penerima dana zakat di Jabodetabek dari 8
Dari sisi kesenjangan pendapatan, kurva Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), ditemukan
Lorenz pasca zakat menunjukkan adanya bahwa dengan dana zakat yang diberikan, jumlah
pergeseran menuju garis ekuilibrium bila kemiskinan mustahik dapat dikurangi sebesar
dibandingkan dengan kurva Lorenz pra zakat. 10,79%. Hal ini menunjukkan konsistensi dan
Ini mencerminkan berkurangnya kesenjangan keberhasilan dalam program distribusi zakat.
pendapatan antar kelompok masyarakat. Survai Sementara dalam hal kedalaman kemiskinan,
membuktikan, share pendapatan 40 persen penelitian menunjukkan adanya penurunan
kelompok masyarakat terbawah terhadap total sebesar 4,69%. Dari sisi tingkat keparahan
seluruh pendapatan, dapat ditingkatkan dari kemiskinan, studi ini juga menemukan bahwa
18,10% menjadi 20% karena zakat. Sedangkan nilai indeks Sen dan indeks FGT menurun 12,12%
share pendapatan 20% kelompok masyarakat dan 15,97%. Ini berarti zakat mampu mengurangi
terkaya dapat dikurangi dari 42,60% menjadi beban sehingga kondisi perekonomian RT miskin
40,40%. menjadi lebih ringan.
Nilai rasio Gini pasca zakat juga dapat Demikian pula, setelah mengamati 1.639
dikurangi dari 0,351 menjadi 0,349. Pengurangan responden dari lima provinsi yang berbeda,
sebesar 0,57% ini akibat masih rendahnya angka Mintarti dkk (2012) menggambarkan bahwa
aktualisasi penghimpunan dan pendayagunaan program zakat yang dilakukan oleh berbagai
zakat secara produktif. Jika angka tersebut dapat lembaga amil di negara ini memiliki dampak
ditingkatkan, maka rasio tersebut dapat dikurangi positif pada pengurangan kemiskinan. Jumlah
lebih besar lagi. Oleh karena itu, sangat diperlukan dari mustahik yang menjauh dari garis kemiskinan
upaya yang lebih maksimal di dalam menghimpun mencapai 21,11%. Ini merupakan peningkatan
dan menyalurkan zakat secara produktif. Sebab 95,64% dibandingkan dengan kinerja lembaga
Kahf (1999) mengingatkan bahwa distribusi amil tahun sebelumnya. Kehadiran program
188 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
zakat juga mampu mengurangi tingkat kedalaman syariah; terbatasnya SDM untuk pendampingan,
kemiskinan, seperti yang ditunjukkan oleh pembinaan, pemantauan dan evaluasi; penyaluran
penurunan 2,34% dalam rasio kesenjangan zakat produktif secara intensif hanya dapat
kemiskinan dan 4,84% dalam rasio kesenjangan dilakukan melalui pembentukan channeling
pendapatan. Akhirnya, tingkat keparahan programme dengan Lembaga Keuangan Mikro
kemiskinan bisa diminimalisir karena baik indeks (LKM), BMT atau koperasi syariah.
Sen dan indeks FGT menunjukkan penurunan Dari hasil penelitian empiris menunjukkan
25,22% dan 30,14%. bahwa zakat memberi dampak positif bagi
Hasil penelitian empiris di atas menunjukkan pengurangan kemiskinan dan kesenjangan
bahwa meskipun dengan dana zakat yang pendapatan. Ini membuktikan bahwa zakat
terkumpul oleh lembaga amil zakat relatif terbatas, yang dikelola dengan baik oleh institusi amil
namun pemberdayaan mustahik melalui program yang amanah dan professional, maka implikasi
zakat produktif, mampu memberi dampak positif terhadap pengurangan jumlah rumah tangga
bagi persoalan dasar kemiskinan, yaitu penurunan miskin dan mengecilnya kesenjangan pendapatan
jumlah kemiskinan dan memperkecil kesenjangan penerima zakat dapat direalisasikan. Rendahnya
pendapatan. Mustahik pun menjadi lebih berdaya penurunan nilai rasio Gini pasca zakat dalam
dan lebih mandiri untuk jangka panjang. Oleh penelitian ini akibat masih rendahnya angka
karena itu, zakat dapat dimanfaatkan secara aktualisasi penghimpunan dan pendayagunaan
optimal sebagai salah satu solusi dalam gerakan zakat secara produktif. Oleh karena itu, sangat
nasional pemerintah dalam menanggulangi diperlukan upaya yang lebih maksimal di dalam
kemiskinan. Sayangnya, tidak diperoleh besaran menghimpun dan menyalurkan zakat secara
nilai zakat yang diterima oleh masing-masing produktif melalui sosialisasi dan edukasi tentang
mustahik dalam penelitian tersebut. kewajiban dan harta-harta yang dikenai zakat
dan mengupayakan agar para muzakki (wajib
KESIMPULAN DAN SARAN zakat) membayarkan zakatnya melalui organisasi
pengelola zakat yang sah serta menciptakan
Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat
program zakat produktif yang inovatif dan kreatif.
besar jumlahnya. Namun, realisasi zakat yang
Sebab Kahf (1999) mengingatkan bahwa distribusi
terkumpul pada lembaga amil zakat pemerintah
zakat tidak akan pernah dapat mengentaskan
maupun swasta masih sangat kecil jumlahnya.
kemiskinan jika ”kue” zakat yang dibagi masih
Bila realisasi zakat yang terkumpul dibandingkan
kecil. Diskursus tentang zakat sebagai alat untuk
dengan anggaran pemerintah untuk pengentasan
pengentasan kemiskinan tidak dapat menghindar
kemiskinan jumlahnya masih kecil tetapi rasionya
dari pertanyaan bagaimana memperluas basis
semakin meningkat dari tahun ke tahun.
zakat sehingga diameter ”kue” zakat yang akan
Sejalan dengan dinamika aktivitas organisasi dibagi menjadi lebih besar.
pengelola zakat telah terjadi perubahan pada
perilaku berzakat masyarakat Indonesia.
Masyarakat yang membayarkan zakatnya melalui DAFTAR PUSTAKA
institusi formal terjadi pengingkatan dari tahun Adam, Latif. 2010. Pertumbuhan Ekonomi Dan
ke tahun. Disinilah perlunya edukasi publik yang Kemiskinan. Jakarta: Laporan Penelitian Pusat
benar agar kesadaran berzakat melalui amil resmi Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
terus meningkat dari waktu ke waktu.
Ahmed, H. 2004. The Role of Zakah and Awqaf
Alokasi zakat untuk tujuan pengingkatan in Poverty Alleviation. Islamic Research and
ekonomi (zakat produktif) mustahik masih Training Institute. Occasional paper no.8.
sangat kecil karena belum terbentuknya bidang Jeddah: Saudi Arabia.
khusus pada Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) Ahmad, Juwaini, 2007. Menteri Zakat, wwww
untuk menyalurkan modal bergulir secara Diakses 2 Januari 2014.
profesional; adanya persepsi bahwa dana bergulir _______, 2008. Zakat Management In Indonesian And
yang berasal dari zakat kurang tepat secara Zakat Global Synergy, Paper for International
190 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
FAKTOR-FAKTOR PENINGKATAN USAHA PEREMPUAN MUSTAHIK
DALAM BERWIRAUSAHA
THE FACTORS OF BUSINESS IMPROVEMENT MUSTAHIQ WOMEN IN
ENTREPRENEURSHIP THROUGH UTILIZATION OF PRODUCTIVE ZAKAH
Yeni Saptia
Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ni_tia04@yahoo.com
Abstrak
Zakat dapat memberikan dampak yang lebih luas (multiplier effect), dan menyentuh semua aspek kehidupan,
apabila pendistribusian zakat lebih diarahkan pada kegiatan yang bersifat produktif. Studi ini bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penambahan omset usaha mustahik melalui pendayagunaan dana
zakat produktif sebagai modal usaha. Responden yang menjadi sampel penelitian berjumlah 100 orang mustahik
perempuan yang merupakan anggota program Misykat Dompet Peduli Umat-Daarut Tauhid di Bandung, Jawa
Barat. Kajian ini menggunakan variabel terikat penambahan omset usaha dan variabel bebasnya terdiri dari usia,
tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengalaman usaha, jenis usaha, nilai zakat dan frekuensi zakat yang
diterima mustahik. Teknik analisis yang digunakan adalah tabel frekuensi dan tabulasi silang dengan berdasarkan
nilai Chi-square. Hasil dari kajian menunjukkan bahwa nilai dan frekuensi zakat yang diterima merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap penambahan omset usaha mustahik.
Abstract
Zakah can gives multipler effect if the distribution of zakah is more used to productive activities. This research
aims to analyze factors of influencing the addition of business turnover mustahiq by utilizing productive zakah fund
as a business capital. Sample of respondents are 100 peoples who represent participants of Misykat Programme of
Dompet Peduli Umat-Daarut Tauhid in Bandung, West Java. This research uses dependent variable the addition of
business turnover mustahiq and independent variable such as age, education, the number of family, the experience
of business, the kind of business, the value of zakah, and the frequency of zakah. The technique analyses are used
The Frequency Tables and Cross-Tabulation with Chi-square Test. The results of this research show that the value
and frequency to get zakah are factors that affect the addition of business turnover for mustahiq.
191
PENDAHULUAN zakat yang dikelola oleh lembaga pengelola
Permasalahan kemiskinan sudah menjadi zakat dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-
persoalan penting di negeri ini untuk segera kegiatan ekonomi umat dengan memberikan
diatasi. Berdasarkan data dari BPS menunjukkan zakat produktif kepada mustahik sebagai modal
bahwa angka kemiskinan di Indonesia pada tahun usaha melalui program pemberdayaan. Salah
2013 masih berada di level yang tinggi, meskipun satu lembaga pengelola zakat yang sudah
trennya mengalami penurunan dibandingkan menerapkan program pemberdayaan ekonomi
tahun sebelumnya. Pada bulan Maret 2012, melalui zakat produktif adalah Dompet Peduli
jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai Ummat Daarut Tauhid (DPU-DT) di Bandung.
28,07 juta orang berkurang 11,66% dibandingkan Salah satu program unggulan DPU-DT dalam
jumlah penduduk miskin pada Bulan September pemberdayaan ekonomi produktif bagi kaum
2012 yang sebesar 28,59%. Upaya pengurangan dhuafa adalah Program Misykat (Microfinance
tingkat kemiskinan tersebut tidak hanya menjadi Syariah Bebasis Masyarakat). Dana program
tugas pemerintah melalui kebijakannya saja Misykat ini disalurkan dengan akad qardhul hasan
melainkan sudah menjadi tanggung jawab kita kepada mustahik khususnya kaum perempuan
bersama sebagai umat manusia. melalui mekanisme kelompok. Akad qardhul
hasan adalah suatu praktek pinjam-meminjam
Islam memiliki berbagai macam prinsip
dalam kehidupan bermasyarakat yang telah
terkait dengan kebijakan publik yang dapat
membudaya dan sangat dianjurkan Islam,
dijadikan panduan bagi program pengentasan
sebagaimana firman Allah dalam Al-quran
kemiskinan, salah satunya adalah zakat. Zakat
Surat Al Baqarah ayat 245. Berangkat dari
merupakan salah satu konsep yang mempunyai
kondisi tersebut, maka tujuan dari kajian ini
potensi untuk meningkatkan kualitas hidup
adalah memberikan gambaran bagaimana pola
masyarakat. Sebab, zakat dapat memberikan
pemberdayaan perempuan melalui dana zakat
dampak yang lebih luas (multiplier effect), dan
produktif yang dikelola oleh DPU DT Bandung,
menyentuh semua aspek kehidupan terutama
dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
apabila pendistribusian zakat lebih diarahkan pada
peningkatan usaha mustahik perempuan dalam
kegiatan yang bersifat produktif.
berwirausaha dengan menggunakan dana zakat
Seperti halnya yang dikemukakan oleh tersebut.
Jamal (2004) bahwa pemanfaatan zakat dapat
juga dilakukan ke arah investasi jangka panjang.
Hal ini bisa dalam bentuk, pertama zakat TINJAUAN PUSTAKA
dibagikan untuk mempertahankan insentif bekerja Alasan perlunya zakat didayagunakan ke hal
atau mencari penghasilan sendiri di kalangan yang bersifat produktif adalah berdasarkan pada
fakir miskin. Kedua, sebagian dari zakat yang beberapa keterangan Qardhawi (2000) seperti
terkumpul, setidaknya 50% digunakan untuk yang dikutip dari Purwakananta dan Aflah (2008)
membiayai kegiatan yang produktif kepada bahwa zakat bukan hanya sekedar bantuan
kelompok masyarakat fakir miskin, misalnya sewaktu-waktu kepada orang miskin untuk
penggunaan zakat untuk membiayai berbagai meringankan penderitaannya, tetapi bertujuan
kegiatan dan latihan ketrampilan produktif, untuk menanggulangi kemiskinan, agar orang
pemberian modal kerja, atau bantuan modal miskin menjadi berkecukupan selama-lamanya,
awal. Apabila pendistribusian zakat semacam ini mencari pangkal penyebab kemiskinan itu
bisa dilaksanakan, maka akan sangat membantu dan mengusahakan agar orang miskin itu
program pemerintah dalam mengentaskan mampu memperbaiki sendiri kehidupan mereka.
kemiskinan, memeratakan pendapatan, dan Disamping itu, sesuai dengan amanat Undang-
mempersempit kesenjangan antara kelompok undang No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan
kaya dan miskin. zakat, lembaga pengelola zakat dimungkinkan
Sehubungan dengan hal itu, maka dapat untuk mendirikan unit usaha produktif. Hal ini
dikatakan bahwa zakat bisa berfungsi sebagai sebagaimana disebutkan dalam pasal 16 ayat
“kail” bagi kaum dhuafa. Artinya, pemanfaatan (2) yang berbunyi: “Pendayagunaan hasil
192 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas saling berkumpul dalam suatu kelompok dinilai
kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif.
untuk usaha yang produktif”. Lantas yang menjadi pertanyaannya adalah
Selanjutnya Hosen (1990) seperti yang mengapa obyek dari pemberdayaan ekonomi
dikutip dari Purwakananta dan Aflah (2008) tersebut adalah kaum perempuan. Fakih (2005)
menambahkan bahwa pemberian dana zakat berpendapat bahwa perempuan memiliki peran
untuk mereka lebih tepat pemberian hak mereka yang strategis dalam keluarga dan negara, tetapi
dalam bentuk zakat produktif, yaitu dengan mereka tidak mendapatkan akses yang cukup
cara melihat keahlian masing-masing fakir terhadap sumberdaya. Sebagai perempuan
miskin dan diberikan dalam bentuk alat apa saja pelaku usaha mikro, perempuan dihadapkan
yang dibutuhkan oleh mereka sesuai dengan pada sejumlah persoalan-persoalan relasi gender
keahliannya. Misalnya seorang mustahik yang yang tidak adil dalam masyarakat, realitas ini
mempunyai keahlian pertanian diberi alat yang bersumber dari kebijakan negara, keyakinan
berkaitan dengan pertanian, demikian juga masyarakat, penafsiran agama, nilai tradisional
keahlian lain seperti menjahit, membuat kue, dan bahkan asumsi ilmu pengetahuan.
lain-lain. Hosen (1990) juga menegaskan bahwa Lebih lanjut, dalam penelitian tentang wanita
dana zakat untuk mendirikan unit usaha dalam pengusaha di daerah Jawa Barat Rodenburg
rangka mengurangi kemiskinan tersebut diambil (1989) seperti yang dikutip dari Grinjs, Smith
dari hak mustahik lain yang tidak ada ashnafnya, dan Van Velzen (1992) menjelaskan bahwa
seperti Gharimin, Riqab, dan Ibnu Sabil. Unit perempuan pengusaha kecil dan mikro cenderung
usaha tersebut menyerap fakir miskin dan hasil terbatas aksesnya pada kredit permodalan dengan
usahanya dikembalikan lagi kepada mustahik. alasan-alasan berikut: kurangnya pendidikan
Menurut Ali (1988), pendayagunaan (yang menyebabkan informasi banyak yang tidak
alokasi dana zakat dapat digolongkan menjadi: dapat dimanfaatkan), kurangnya jaminan seperti
(1) Konsumtif tradisional, yaitu dana zakat tanah, biaya adminsitrasi transaksi yang tinggi
dimanfaatkan dan digunakan langsung oleh yang membuat para pemberi pinjaman enggan
mustahik, untuk pemenuhan kebutuhan hidup; (2) meminjamkan kepada si peminjam yang tidak
Konsumtif kreatif, yaitu dana zakat diwujudkan mampu.
ke bentuk lain, misalnya beasiswa; (3) Produktif Beberapa studi yang terkait dengan pengaruh
tradisional, yaitu dana zakat didistribusikan dalam zakat yang bersifat produktif terhadap pendapatan
bentuk barang-barang produksi, seperti sapi, dan dan kesejahteraan mustahik serta faktor-faktor
mesin jahit; (4) Produktif kreatif, yaitu dana zakat yang mempengaruhinya telah dikaji oleh
didayagunakan dalam bentuk modal, baik untuk beberapa peneliti diantaranya Sartika (2008),
membiayai suatu proyek sosial, maupun untuk yang meneliti tentang pengaruh pendayagunaan
modal usaha. zakat produktif terhadap pemberdayaan mustahik
Konsep pemberdayaan menurut Ife (1995) pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta
adalah menyiapkan masyarakat menjadi sumber dengan menggunakan analisis regresi berganda.
daya, memberikan peluang, pengalaman dan Berdasakan hasil analisis, menunjukkan adanya
ketrampilan guna meningkatkan kapasitas pengaruh yang signifikan antara jumlah dana yang
kemampuan dirinya dalam menentukan masa disalurkan terhadap pendapatan mustahik. Ini
depan, dan berpartisipasi serta berpengaruh dalam berarti bahwa jumlah dana (zakat) yang disalurkan
kehidupan masytarakat. Selanjutnya Friedman benar-benar mempengaruhi pendapatan mustahik,
seperti yang dikutip dari Prijono, Onny dan dengan kata lain semakin tinggi dana yang
Pranarka (1996), berpendapat bahwa proses disalurkan maka akan semakin tinggi pula
pemberdayaan dapart dilakukan secara individual pendapatan mustahik.
maupun kolektif (kelompok). Tetapi karena proses Perwitasari (2006), dengan menggunakan
ini merupakan wujud perubahan sosial yang metode analisis logit dan multinomial logit
menyangkut relasi atau hubungan antara lapisan mencoba menganalisis tentang hubungan
sosial, maka kemampuan individu senasib untuk karakteristik mustahik dalam penggunaan dana
194 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
dalam bidang ekonomi (ekonomi umat) yang penilaaian kelayakan usaha anggotanya. Oleh
diwujudkan melalui mekanisme kelompok, karena itu, pendamping harus tahu betul kondisi
dimana satu kelompok terdiri dari lima orang anggota, sehingga anggota tidak merasakan suatu
yang rata-rata terdiri dari kaum perempuan. proses yang formal dalam interaksinya dengan
Fungsi kelompok ini adalah untuk memudahkan pendamping.1
koordinasi, pemantauan dan pembinaan anggota. Kedua, penguatan mustahik melalui
Kelompok ini juga merupakan himpunan anggota pendidikan. Pendidikan disini bukan diartikan
program Misykat yang telah menyetujui prinsip- sebagai pendidikan dalam kelas, melainkan melalui
prinsip Misykat dan bersedia berpartisipasi aktif proses pendampingan saat melakukan pelayanan.
dalam setiap kegiatan yang disepakati bersama Ketiga, pendampingan yang diintegrasikan
anggota lainnya. dengan program pemberdayaan meliputi aqidah,
Dana Program Misykat berasal dari dana wirausaha, ekonomi rumah tangga, kebersihan,
zakat DPU-DT untuk disalurkan kepada mustahik kerjasama (solidaritas). Di dalam Misykat hal-hal
melalui akad Qordhul Hasan (dana kebajikan). tersebut dipandang bukan sebagai sesuatu yang
Akad ini bertujuan untuk meringankan para saling terpisah melainkan harus saling berintegrasi
mustahik dalam memulai usahanya karena para dalam program Misykat. Keempat, adalah simpan
mustahik hanya berkewajiban mengembalikan pinjam yang menggunakan sistem Syariah.
dana pokoknya saja. Namun demikian, dana Berdasarkan hasil wawancara dengan
yang diberikan DPU-DT kepada Misykat narasumber, pelaksanaan program Misykat
tersebut sifatnya tidak kembali lagi kepada kemudian dibagi menjadi beberapa tahapan/alur
DPU-DT melainkan digulirkan kembali kepada kegiatan. Pertama, tahap rekeruitemen calon
kelompok lainnya dikarenakan dana tersebut anggota. Kedua, tahap pendampingan anggota.
merupakan milik mustahik yang tergolong Ketiga tahap penyaluran dana zakat secara
asnaf zakat. Kepemilikan dana tersebut bergulir pada anggota Misykat.
merupakan hak kepemilikan kolektif para Pada tahap rekruitmen calon anggota, para
mustahik yang tergabung dalam program Misykat calon anggota Misykat ini harus terlebih dahulu
dan kepemilikan itu akan gugur jika mereka mengikuti kegiatan sosialisasi program selama
mengundurkan diri dari keanggotaan Misykat. 1-3 kali pertemuan. Setelah itu, bagi mereka
Artinya, jika program Misykat bubar karena suatu yang berminat dan bersedia mengikuti aturan-
hal maka asset Misykat tidak bisa diklaim milik aturan Misykat serta memenuhi persyaratan
DPU-DT, melainkan harus dibagikan kepada keanggotaan Misykat, kemudian dibentuklah
para mustahik anggota binaannya. Sementara sebuah majelis/kelompok. Sebelum mendapatkan
dalam rangka monitoring dan pembinaan bagi fasilitas pembiayaan dana bergulir anggota
para anggota binaannya, dibutuhkan pula dana Misykat terlebih dahulu harus mengikuti kegiatan
operasional yang alokasinya bukan berasal dari pendampingan selama 8 kali pertemuan atau
dana zakat melainkan diambil dari dana infaq dan 2 bulan dengan membayar iuran anggota dan
shodaqoh DPU-DT. memiliki tabungan berencana. Selama menjadi
Misykat dimaknai sebagai ”institusi anggota Misykat, mereka wajib mengikuti
pemberdayaan mustahik melalui pendampingan kegiatan pendampingan rutin satu pekan sekali
yang intensif dan integral dengan entry point dengan membayar iuran anggota dan menabung
tabungan berencana.
simpan pinjam”. Dari definisi tersebut ada beberapa
unsur diantaranya. Pertama, pendampingan Materi pendidikan yang diberikan dalam
intensif yang dilakukan oleh para petugas Misykat rentang waktu dua bulan terdiri dari 3 level/
terhadap anggota kelompoknya tidak seperti tingkatan yakni level pemula, mandiri dan kader.
hubungan bank dengan nasabah yang terbatas Untuk level pemula materi yang ditekankan
hubungan transaksi keuangan. Melainkan petugas mengenai budaya menabung (tabungan dalam
tersebut bertugas sebagai pendamping yang harus pandangan islam, pentingnya menabung, hambatan
memiliki interaksi intensif dengan anggotanya. 1
Profil Program MiSykat. DPU-DT Bandung
Pendamping memiliki tugas penggalian data dan
196 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
bahwa usia dalam angkatan kerja terbagi atas dalam menggunakan dananya, termasuk dalam
usia produktif yaitu usia antara 15-65 tahun dan hal penggunaan dana program Misykat yang
usia tidak produktif yaitu dibawah 15 tahun dan diperolehnya. Berdasarkan Gambar.1, mayoritas
diatas 65 tahun. Pada Gambar.1, menunjukkan yang menerima dana zakat produktif adalah
bahwa mayoritas responden yang menerima dana mereka yang statusnya sudah menikah, yaitu
Misykat adalah mereka yang berusia lebih dari sebesar 89 responden atau persentasenya 89% dari
40 tahun, yaitu berjumlah 54 responden dengan total responden. Hal ini mengindikasikan bahwa
persentase 54% dari total responden. Kemudian mereka yang sudah menikah mempunyai tanggung
responden yang berusia kurang dari 40 tahun jawab untuk menafkahi keluarganya. Disamping
berjumlah 46 responden atau 46% dari total itu, responden perempuan yang berstatus menikah
responden. Banyaknya responden yang berusia lebih cenderung dapat mengelola keuangan
lebih dari 40 tahun (54%) merupakan usia yang keluarganya dengan baik. Oleh sebab itu,
masih tergolong produktif dan berada di fase sebagian besar dana zakat produktif ini terserap
kamapanan. Maksud dari kemapanan disini bukan oleh mereka yang sudah berkeluarga. Namun
berarti mapan secara materi melainkan mapan demikian, dana zakat produktif ini juga diberikan
dalam hal kematangan jiwa untuk menerima kepada mereka yang statusnya telah janda dengan
keadaan yang sebenarnya dan berusaha untuk jumlah 10 responden atau persentasenya 10%
bangkit dalam melalui fase-fase kehidupan. dari total responden. Sementara untuk responden
Status pernikahan seseorang juga dapat yang belum menikah yang menerima dana
mempengaruhi perilaku konsumsinya. Orang yang program Misykat hanya sebanyak 1 orang dengan
sudah menikah akan lebih cermat dan hati-hati persentase sebesar 1%.
198 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
ini disebabkan modal yang mereka gunakan juga Untuk melihat seberapa sering responden
sangat kecil. Kemudian jenis usaha jasa terdapat dalam meminjam dana di program Misykat dapat
28 responden dengan persentase 28 %. Jenis usaha dilihat pada Gambar.2. Mayoritas responden
jasa tersebut antara lain menjahit, merias, laundry, sebanyak 71 orang atau sekitar 71 % meminjam
dan sebagainya. Komposisi jenis usaha responden sebanyak 2-5 kali. Sementara sebanyak 29
dapat dilihat pada Gambar .2 responden dengan persentase sebesar 29 %
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, meminjam dana baru sekali. Frekuensi responden
responden yang mengikuti program Misykat rata- dalam meminjam dana sebanyak 2-5 kali
rata telah memiliki pengalaman dalam berusaha. menandakan juga bahwa responden marupakan
Hal ini dapat ditinjau dari Gambar.2, bahwa anggota program Misykat yang telah bergabung
responden yang telah memiliki pengalaman dalam selama lebih dari 1 tahun.
berusaha sebanyak 73 responden atau sekitar 73
%. Sedangkan sisanya sebanyak 27 responden Analisis Tabulasi Silang
atau persentase sebesar 27 % belum memiliki
pengalaman dalam berusaha. Analisis Tabulasi Silang dalam penelitian ini
digunakan untuk mengetahui hubungan atau
Berdasarkan pada Gambar.2, dapat
korelasi mengenai bertambahnya omset usaha
ditinjau bahwa responden yang meminjam
responden terhadap faktor usia, status pernikahan,
dana sebesar < Rp. 600.000 berjumlah 74
tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,
responden dengan tingkat persentase sebesar
pengalaman usaha, jenis usaha, nilai pinjaman,
74%. Sementara responden yang meminjam dana
dan frekuensi pinjaman. Untuk mengetahui
Rp.600.001 – Rp. 1.000.000 sebanyak 26 orang
apakah terdapat hubungan asosiasi antara
atau sekitar 26 %. Mayoritas responden yang
penambahan omset usaha terhadap kedelapan
meminjam dana zakat sebagai modal wirausaha
adalah < Rp.600.000. Hal ini mengindikasikan faktor tersebut dapat digunakan Chi-Square Test.
bahwa rata-rata responden yang meminjam dana Berdasarkan hasil statistik Chi-Square Test,
Misykat masih pada tahap awal yaitu antara Rp. pada Tabel.1 menunjukkan bahwa faktor-faktor
400.000- Rp.600.000. Artinya mustahik yang yang memiliki hubungan atau korelasi dengan
menerima dana zakat melalui program Misykat tingkat penambahan omset usaha responden
sebagian besar merupakan responden yang adalah nilai pinjaman yang diterima dengan tingkat
memiliki usaha yang bermodal kecil, sehingga signifikansi sebesar 5%, dan variabel frekuensi
diperlukan penambahan modal lyang tidak terlalu pinjaman dengan tingkat signifikansi sebesar
besar untuk menjamin kelangsungan usahanya. 15%. Sementara variabel usia, tingkat pendidikan,
Tabel 2. Tabulasi Silang Variabel Penambahan Omset dengan Variabel Nilai Pinjaman
Nilaipinjaman
Total
=< 600 ribu 600 ribu-1 juta
Omset bertambah Count 67 18 85
Ya Expected Count 62,9 22,1 85,0
% within omsetbertambah 78,8% 21,2% 100,0%
Count 7 8 15
Expected Count 11,1 3,9 15,0
Tidak
% within omsetbertambah 46,7% 53,3% 100,0%
200 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
usaha, maka akan memberikan kesempatan bertujuan untuk memonitor dan menampung
mustahik untuk terus mengembangkan usahanya. berbagai keluhan yang dihadapi mustahik dalam
Dengan semakin berkembang skala usahanya menggunakan dana zakat produktif.
tentu akan dapat memberikan peluang yang besar Model pemberdayaan mustahik melalui
pula terhadap peningkatan pendapatan yang zakat produktif oleh lembaga pengelola zakat
diperolehnya. seperti yang dilakukan oleh lembaga pengelola
Apabila dicermati, pola pemberdayaan zakat DPU-DT Bandung perlu dikembangkan.
ekonomi zakat produktif melalui program Mereplika dari model pengembangan
Misykat ini sudah memperhatikan beberapa poin kewirausahaan dari Saldanha dan Ramanathan
atau langkah penting agar sasaran dan tujuan dari (2007), pengelolaan dana zakat produktif bagi
program tersebut dapat tercapai. Dimana menurut para mustahik melalui lembaga pengelola zakat
Susanto (2000), langkah-langkah tersebut antara dapat dikembangkan berdasarkan 3 dimensi
lain (1) pemilihan obyek binaan. Program Misykat antara lain enterepreneur, enterprise, dan
telah memiliki obyek binaan yang menjadi sasaran ecosystem (Lihat Gambar.3). Dimana ketiga
yaitu para mustahik yang memiliki potensi komponen tersebut harus saling berinteraksi dan
untuk mengembangkan usaha khususnya kaum bersinergi dalam mewujudkan tujuan peningkatan
perempuan; (2) proses pelaksanaan kegiatan kesejahteraan umat. Yang dimaksud entrepreneur
melalui beberapa tahapan, mulai dari aktivitas obyeknya disini adalah mustahik yang memiliki
rekruitmen sampai dengan penyaluran dana, keinginan dan kemauan dalam berbisnis atau
program Misykat telah mempunyai alur kegiatan menjalankan usahanya. Selain diberi bantuan
mulai dari tahap rekruitmen calon anggota, tahap modal, mereka perlu dibekali ketrampilan, tehnik
pembinaan atau fasilitator dan tahap penyaluran kewirausahaan, pelatihan dan pendampingan.
dana zakat produktif; (3) monitoring dan evaluasi, Sebab, kelemahan utama orang miskin serta usaha
pada program misykat juga telah menerapkan kecil yang dikerjakannya sesungguhnya tidak
kegiatan monitoring dan evaluasi melalui semata-mataa pada kurangnya permodalan, tetapi
program pendampingan kepada masing-masing lebih pada sikap mental dan kesiapan manajemen
kelompok mustahik anggota binaannya. Hal ini usahanya. Karena tidak mungkin kemiskinan itu
Tabel 3. Tabulasi Silang Variabel Penambahan Omset dengan Variabel Frekuensi Pinjaman
Frekuensi Pinjaman
Total
1-2 kali > 2 kali
OmsetBertambah Count 27 58 85
Ya Expected Count 24,7 60,4 85,0
% within omsetbertambah 31,8% 68,2% 100,0%
Count 2 13 15
Tidak Expected Count 4,4 10,7 15,0
% within omsetbertambah 13,3% 86,7% 100,0%
Total Count 29 71 100
Expected Count 29,0 71,0 100,0
% within omsetbertambah 29,0% 71,0% 100,0%
dapat berubah kecuali dimulai dari perubahan hal pemasaran hasil dan teknologi tepat guna
mental mustahik itu sendiri. Inilah yang disebut melalui program pembinaan dan pendampingan
peran pemberdayaan zakat. Zakat yang dapat agar produktivitas usaha para mustahik binaannya
dihimpun dalam jangka panjang harus dapat dapat meningkat. Komponen ketiga adalah
memberdayakan mustahik sampai pada tataran ecosystem dalam hal ini pihak pemerintah,
pengembangan usaha (Sartika, 2008). masyarakat sipil serta kondisi infrastruktur
Sedangkan enterprise dalam hal ini adalah dan keamanan lingkungan sangat mendukung
pihak lembaga pengelola zakat dimana lembaga pula bagi pengembangan kewirausahaan para
mustahik. Dukungan pemerintah dalam bentuk
tersebut perlu didukung peranannya sebagai
kebijakan yang mendukung pengelolaan dana
amil zakat. Untuk menjalankan program
zakat produktif dapat diwujudkan tidak hanya
pemberdayaan ekonomi bagi kaum dhuafa,
dalam bentuk Undang-undang melainkan secara
lembaga pengelola zakat perlu dukungan dana
teknisnya dapat diimplementasikan ke lembaga
selain dalam bentuk zakat juga dapat berupa infak,
pengelola zakat (Badan Amil Zakat maupun
shodaqoh maupun wakaf uang. Karena dalam
Lembaga Amil Zakat) baik di tingkat pusat
pelaksanaan pendampingan dan pembinaan bagi
maupun di daerah dalam bentuk panduan petunjuk
para mustahik, diperlukan biaya operasional yang
pelaksana teknis. Demikian pula dukungan dari
tentu saja tidak dapat diambil dari pos dana zakat
masyarakat sipil khususnya kaum muslim sangat
melainkan dapat dipungut dari dana infak maupun diperlukan dalam bentuk partisipasinya untuk
shodaqoh. Oleh sebab itu tingkat kepercayaan membayar zakat, infak maupun shodaqoh ke
masyarakat terhadap kinerja lembaga pengelola lembaga pengelola zakat.
zakat tersebut cukup menentukan kredibilitas
lembaga tersebut dalam mengelola dana zakat.
Selain berfungsi sebagai penghimpun dan KESIMPULAN DAN SARAN
penyalur dana zakat, lembaga pengelola zakat juga Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
sebaiknya dapat membantu para mustahik dalam yang telah diuraikan diatas maka dapat ditarik
202 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013
kesimpulan bahwa model pengelolaan zakat Grinjs, Mies, S. Machfud, P. Sajogyo, I. Smith dan A.
produktif dapat diaplikasikan melalui program Van Velzen. (1992). Gender, Marginalisasi dan
Industri Pedesaan. Bandung.
pemberdayaan perempuan yang tergolong
mustahik. Salah satu contoh model pemberdayaan Ife, J.W., 1995. Community Development: Creating
Community Alternatives-vision, Analysis and
perempuan dengan dana zakat produktif adalah Practice. Melbourne : Longman.
program Misykat yang di kelola oleh Lembaga
Jamal, Mustafa. (2004). Pengelolaan Zakat oleh
Amil Zakat DPU-DT Bandung. Dana zakat Negara Untuk Memerangi Kemiskinan.
didayagunakan melalui akad qardhul hasan Jakarta: KOPRUS.
dengan melalui sistem kelompok, dimana Khatimah, Husnul.(2004). Pengaruh Zakat Produktif
setiap kelompok terdiri dari 5 orang anggota. terhadap Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi
Berdasarkan analisis tabulasi silang, menunjukkan Para Mustahik. Tesis. Pascasarjana-UI.
bahwa faktor nilai zakat dan frekuensi mustahik Murti, NH. (2011). Pengaruh Pendayagunaan
dalam menerima zakat memiliki korelasi dengan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan
penambahan omset dalam berusaha. Ekonomi Ummat di Lembaga Amil Zakat. Tesis.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Pendayagunaan zakat melalui model
Perwitasari, Dyah Esthi. (2006). Karakteristik
pemberdayaan perempuan ini memiliki dampak Mustahik Dalam Penggunaan Dana ZIS
yang positif bagi mustahik baik secara ekonomi dan Pengaruhnya Terhadap Probabilitas
maupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahik Peningkatan Pendapatan Usaha (Studi Kasus
diharapkan agar benar-benar dapat mandiri dalam Mustahik Peserta Program Pemberdayaan
Ekonomi LAZ PKPU-Jakarta).Tesis.
usaha dan hidup secara layak. Harapannya para
Pascasarjana-UI.
mustahik tersebut nantinya dapat beralih statusnya
Purwakananta, M. Arifin dan N. Aflah. (2008).
menjadi seorang munfik (pembayar infak) maupun Southeast Asia Zakat Movement. Jakarta: FOZ,
muzakki (pembayar zakat). Sedangkan dari sisi Dompet Dhuafa, Pemkot Padang.
sosial, mustahik diharapkan dapat hidup sejajar Prijono, Onny. S dan Pranarka A.M.W. (1996).
dengan masyarakat lainnya. Dengan demikian Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan
pengelolaan zakat tidak hanya didistribusikan Implementasi. Jakarta:CSIS.
untuk hal-hal yang konsumtif maupun bersifat Saldanha, R and K. Ramanathan.(2007).An
charity saja melainkan perlu dikelola dalam Overview of Gender Issues in Today’s Global
Business Setting. Prosiding Lokakarya
bentuk kegiatan yang lebih produktif dan bersifat
Regional:Pengembangan Kewirausahaan
edukatif. Oleh sebab itu, model pemberdayaan Perempuan dalam Usaha Mikro dan Kecil.
perempuan melalui pendayagunaan zakat produktif Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
untuk berwirausaha ini perlu dikembangkan (LIPI).
dengan mensinergikan antara mustahik, lembaga Sartika, Mila. (2008). Pengaruh Pendayagunaan
pengelola zakat, pemerintah dan masyarakat demi Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan
mewujudkan kesejahteraan umat. Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli
Surakarta. La Riba Jurnal Ekonomi Islam. Vol.
II No.1 Juli 1998.
DAFTAR PUSTAKA Suharto, Pandu. (1991). Grameen Bank Sebuah
Agung, IN. (2004). Statistika: Penerapan Metode Model Bank Untuk Orang Miskin di Bangladesh.
Analisis Untuk Tabulasi Sempurna dan Tak- Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia.
sempurna. Cetakan Kedua. Jakarta: PT Raja Susanto, Hari. (2000). Peralihan Model Pembangunan
Grafindo Persada dari Pertumbuhan ke Pemberdayaan dalam
Susanto, Hari dan Asep. S. Adhikerana.
Ali, M.D.(1988). Sistem Ekonomi Islam Zakat dan
2000. Pembangunan Berbasis Pemberdayaan
Wakaf. Cetakan Pertama. Jakarta: UI Press
(Kasus:Kalimantan Barat). Bogor: PT.Sarbi
Bintari dan Suprihatin. (1984). Ekonomi dan Murhani Lestari
Koperasi. Bandung: Ganesha Exact Winarni, Endang Sri. (2006). Strategi Pengembangan
Fakih, Mansour. (2005). Analisis Gender dan Usaha Kecil Melalui Peningkatan Aksesibilitas
Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Kredit Perbankan. Infokop Nomor 29 Tahun
Pelajar XXII, 2006.