Anda di halaman 1dari 31

PENGARUH SELF-EFFICACY TERHADAP

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA MAHASISWAYANG


MENGERJAKAN SKRIPSI DI JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG

PROPOSAL

Untuk mmemenuhi sebagian persyaratan

Memperoleh gelar sarjana

Oleh :

WILA WIDIANA

15011078

PEMBIMBING :

DEVI RUSLI, S.Psi, M.Si

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tingkat akhir dalam proses perkuliahan, kebanyakan mahasiswa

mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas akhir atau yang disebut skripsi.

Penyelesaian skripsi adalah fase terakhir yang harus dipenuhi mahasiswa untuk

menyelesaikan studinya di universitas yang didudukinya. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi syarat kelulusan serta untuk mendapatkan gelar sarjana sesuai

dengan bidang yang ditekuninya. Tidak semua mahasiswa punya kesiapan saat

menghadapi hal ini. Kebanyakan mahasiswa mengalami kesulitan dimasa

penyelesaian skripsi ini. Hal ini dikarenakan pada masa-masa ini adalah masa

yang paling sulit dihadapi oleh mahasiswa tingkat akhir dan dapat menimbulkan

sebuah stresor tersendiri dikalangan mahasiswa (Rachmawati, 2015).

Menurut Wulandari (Rachmawati, 2015) menyatakan bahwa mahasiswa yang

sedang menyusun skripsi akan mengalami kendala berupa kesulitan dalam

menentukan tema, referensi, keterbatasan waktu penelitian, proses revisi berulang-

ulang dll. Sementara itu, Alvin (2007) menyatakan bahwa dalam mengerjakan

skripsi akan ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi mahasiswa yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri mahasiswa itu

sendiri diantaranya kondisi fisik, motivasi dan tipe kepribadian. Sedangkan faktor

eksternalnya berasal dari keluarga, pekerjaan, fasilitas, lingkungan dan dosen.

Selain itu mahasiswa yang mengerjakan skripsi harusnya memiliki motivasi,

performansi dan kreatifitas dalam berfikir untuk dapat mengerjakan skipsinya

dengan lancar dan tidak merasa tertekan dalam mengerjakannya.


Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada 10 orang mahasiswa

Jurusan Psikologi Universitas Negeri Padang. 3 mahasiswa mengatakan bahwa

mereka tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan skripsi karena mereka

mendapatkan referensi dan tema yang mudah serta mereka juga mendapat

pembimbing yang menuntun dengan baik, mudah ditemui dan juga selalu

memberi saran jika mahasiswanya mengalami hambatan. Sedangkan sisanya

mereka mengatakan bahwa mereka belum mendapat tema dan referensi yang pasti

serta mereka masih bingung untuk menentukan tema apa yang akan mereka

gunakan. Dan untuk bimbingan sendiri, mereka juga masih ada yang merasa sulit

menemui dosen pembimbingnya.

Dengan demikian, agar mahasiswa mampu meningkatkan motivasi,

performansi dan kreatifitasnya dalam mengerjakan skripsi tanpa merasa tertekan,

merasa tidak senang maka mahasiswa perlu memiliki Subjective Well-Being yang

tinggi. Jika mahasiswa memiliki perasaan yang positif seperti senang, tidak

mudah marah, emosi stabil dan jauh dari perasaan negatif serta mampu

mengevaluasi diri maka mahasiswa tersebut tidak akan merasa tertekan dan takut

dalam mengerjakan skripsinya. Ia akan mampu dengan cepat mengatasi kesulitan

yang sedang dihadapinya, salah satunya kesulitan seperti mendapatkan referensi,

tema untuk menunjang dalam mengerjakan skripsi.

Menurut Diener (1984) menyatakan bahwa Subjective Well-Being adalah

penilaian individu terhadap situasi dalam kehidupan secara menyeluruh baik

mencakup perasaan senang, sakit atau kualitas dalam hidup. Orang dikatakan

memiliki Subjective Well-Being yang tinggi jika mengalami lebih banyak afeksi
positif atau perasaan menyenangkan dan puas akan kehidupan yang telah

dimilikinya. Diener dan Lucas juga mendefenisikan konsep Subjective Well-Being

sebagai evaluasi individu terhadap kehidupanya mulai dari penilaian kognitif akan

hidup dan evaluasi terhadap perasaan baik perasaan positif maupun negatif (Putri

& Suprapti, 2014).

Diener & Suh (2000) menyatakan bahwa Subjective Well-Being merupakan

perasaan individu yang puas terhadap kehidupanya, dan hadirnya afeksi positif,

dan tidak adanya afeksi negatif. Dengan seseorang yang memiliki penilaian yang

tinggi terhadap kebahagian dan kepuasan hidupnya maka orang tersebut

cenderung bersikap lebih bahagia dan lebih puas. Dengan jauhnya dari perasaan

negatif maka akan dapat membantu mahasiswa dalam menyelesaikan masalah-

masalahnya dalam mengerjakan skripsinya. Ketika mahasiswa memiliki

Subjective Well-Being yang baik maka mahasiswa tersebut akan menikmati

hidupnya dan merasa tidak ada yang membebaninya karena individu memiliki

kualitas hidup yang baik. Selain itu dengan Subjective Well-Being yang tinggi

pada mahasiswa dapat mengkontrol emosi dengn baik dalam mengahadapi

berbagai kesulitan dalam mengerjakan skripsinya (Lestari & Hartati, 2016).

Diener (2008) menyatakan bahwa Subjective Well-Being menunjukan

kepuasan hidup dan evaluasi terhadap domain-domain kehidupan yang penting

seperti pekerjaan, kesehatan dan hubungan. Termasuk didalamnya emosi mereka

seperti keceriaan dan keterlibatan dan pengalaman emosi yang negatif seperti

kemarahan, kesedihan dan ketakutan. Dengan kata lain Subjective Well-Being

adalah nama yang diberikan untuk pikiran dan perasaan yang positif terhadap
seseorang (Darly & Lestari, 2016). Didalam sebuah penelitian yang dilakukan

oleh Darly dan Sri Lestari ini dikatakan bahwa Subjective Well-Being dipandang

sebagai evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupan yang mencakup

kepuasan hidup, tingginya afeksi atau perasaan positif dan jauh dari perasaan

negatif.

Menurut Diener ( 2002) menyatakan Subjective Well-Being dikatakan sebagai

cara individu dalam mengevaluasi hidupnya sendiri dan terdiri dari beberapa

aspek seperti kepuasan hidup, rendahnya tingkat depresi dan kecemasan dan

adanya emosi-emosi dan suasan hati yang positif. Mahasiswa yang memiliki

Subjective Well-Being yang baik akan memandang sebuah peristiwa atau

kesulitan yang dialaminya sebagai tantangan yang menyenangkan. Dan

sebaliknya, mahasiswa yang memandang kesulitan yang dia alami sebagai sebuah

beban akan memiliki Subjective Well-Being yang rendah. Apabila mahasiswa

memiliki Subjective Well-Being yang rendah maka ia akan sering merasakan

perasaan negati seperti stres, tertekan, marah, sedih, dll. Berbeda dengan

mahasiswa yang memiliki Subjective Well-Being yang tinggi akan sering merasa

senang dan bahagia dalam menghadapi kesulitan atau masalah yang tengah

dihadapinya (Pramudita & Pratisti, 2015).

Diener (2009) menyatakan bahwa Subjective Well-Being mengacu pada

kepuasan hidup dan keseimbangan antara afeksi positif dan afeksi negatif.

Individu akan dikatakan memiliki Subjective Well-Being yang tinggi apabila ia

lebih banyak terlibat didalam emosi yang positif daripada emosi yang negatif dan

ketika telah merasa puas dengan kehidupanya. Didalam penelitian ini juga
dikatakan bahwa Subjective Well-Being memiliki tiga aspek penting yaitu aspek

kognitif, afeksi positif dan afeksi negatif (Filsafati & Ratnaningsih, 2016).

Dengan penjelasan diatas, untuk dapat meningkatkan Subjective Well-Being

ini juga dapat didukung dengan mengatasi perasaan negatif dalam diri mahasiswa

yaitu dengan meningkatkan Self-Efficacy. Bandura (1997) menyatakan bahwa

Self-Efficacy yaitu seberapa baik seseorang dalam bertindak dengan cara tertentu

untuk mencapai tujuan atau mengatasi stres secara efektif. Mahasiswa yang

memiliki Self-Efficacy yang tinggi akan melihat masalah sebagai suatu yang harus

diselesaikan bukan sebagai sebuah ancaman yang akan dihindari. Dan bagi

mahasiswa yang memiliki Self-Efficacy rendah akan memandang tugas akhir/

kripsi ini sebagai suatu yang sulit sehingga kurangnya kepercayaan terhadap

kemampuan diri sendiri (Putri & Suprapti, 2014).

Menurut Bandura (1997) menyatakan bahwa Self-Efficacy adalah

kepercayaan seseorang pada kemampuanya untuk melakukan tugas dengan baik

dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Self-Efficacy terdiri dari tiga aspek yaitu

Magnitude, Generality dan Strength. Self-Efficacy mempengaruhi pola pikir

seseorang dan bagaimana seseorang tersebut bertindak. Self-Efficacy juga

berkaitan dengan keyakinan untuk mengatasi stres pada seorang individu. Orang

yang memiliki Self-Efficacy yang tinggi akan memilih untuk melakukan hal yang

bersifat menantang dan sulit untuk dilakukan, dan sebaliknya individu dengan

Self-Efficacy yang rendah akan cenderung merasa cemas, depresi dan tidak

berdaya dalam menghadapi tuntutan yang dirasanya berat (Pramudita & Pratisti,

2015).
Bandura (2001) menyatakan bahwa Self-Efficacy adalah keyakinan dari

seorang individu dalam kemampuanya untuk melakukan sesuatu dan

mengkontrol terhadap kefungsian diri sendiri dan lingkungan sekitar. Bandura

beranggapan bahwa keyakinan merupakan landasan hidup seseorang. Seseorang

dengan Self-Efficacy yang tinggi memiliki keyakinan untuk melakukan sesuatu

dan mengubah lingkungan dan lebih memiliki peluang sukses dari pada seseorang

dengan Self-Efficacy yang rendah (Darly & Lestari, 2016). Sedangkan menurut

Bandura (2008) menyatakan bahwa Self-Efficacy adalah keyakinan atau harapan

tentang seberapa jauh seseorang dapat melakukan sesuatu dalam situasi tertentu,

sekuat apa kita dalam menghadapi kesulitan dan kegaalan dalam suatu tugas

tertentu dan mempengaruhi perilaku dimas ayang akan datang (Lestari & Hartati,

2016).

Menurut Goleman (2002:2) menyatakan bahwa seseorang dengan Self-

Efficacy yang tinggi akan mengeluarkan usaha untuk menyelesaikan sebuah

masalah yang tengah dihadapinya. Usaha ini bisa disalurkan melalui belajar yang

tekun dan memotivasi diri sendiri. dengan meningkatkan Self-Efficacy pada

mahasiswa dapat meningktakan kesejahteraanya (Rachmawati, 2015).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rhesaroka Pramudita & Wiwien Dinar

Pratisti (2015) menyatakan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara

self- efficacy dengan Subjective Well-Being siswa SMA N 1. Hasil kategorisasi

dalam penelitian ini untuk skala Subjective Well-Being yang tinggi., hal ini dapat

dilihat dari hasil affect scale dengan rata-rata empirik 60,96 yang masuk kategori

tinggi dan satisfaction scale dengan rata-rata empirik 88,52 yang masuk kategori
tinggi. Jadi secara umum siswa SMA N 1 Belitang memiliki SWB yang tinggi,

artinya bahwa siswa SMA N 1 Belitang yang menjadi subjek dalam penelitian ini

mampu menjalani kehidupan mereka dengan perasaan bahagia dan puas. Dimana

hal tsb dapat dilihat melalui tingkat kebahagiaan dari kepuasan hidup siswa SMA

N 1 Belitang.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dearly dan Sri Lestari (2016) yang

dilakukan pada Orang dengan HIV/AIDS di Jakarta menyatakan bahwa ada

hubungan positif dan signifikan antara self efficacy dengan Subjective Well-Being

pada ODHA di jakarta. Hal ini mengandung pengertian semakin meningkat self

efficacy semakin meningkat pula Subjective Well-Being. Dimensi afeksi memiliki

korelasi yang lebih tinggi daripada dimensi kognisi dalam variabel SWB.

Semakin tinggi usia semakin tinggi self efficacy dan Su Nbjective Well-Being.

Dari uji hasil korelasi antara self efficacy dengan dimensi Subjective Well-Being.

diperoleh hasil bahwa dimensi afeksi dari Subjective Well-Being memiliki peran

yang berbeda, dimensi afeksi lebih besar dari pada dimensi kognisi dalam

Subjective Well-Being.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Atik Lestari dan Niken Hartati (2016)

yang dilakukan pada Lansia yang Tinggal di Rumah Sendiri didapat bahwa

Terdapat hubungan positif yang signifikan antara self efficacy dengan Subjective

Well-Being pada lansia yang memilih tinggal dirumahnya sendiri. artinya semakin

tinggi self efficacy maka semakin tinggi pula Subjective Well-Being. Begitu

sebaliknya, semakin rendah, self efficacy maka Subjective Well-Being juga

semakin rendah. Secara umum Subjective Well-Being pada lansia yang memilih
tinggal dirumah sendiri berada pada tingkat kategori yang tinggi dan Secara

umum self efficacy pada lansia yang memilih tinggal dirumahnya sendiri berada

pada kategori tinggi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dian Ayusta Putri dan Veronika

Suprapti (2014) pada Mahasiswa Baru Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

(PENS) yang Kos didapat Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh penulis

menghasilkan taraf signifikan sebesar 0,683 yang mana lebih besar dari 0,05 yang

mana menjadikan Ha ditolak dan Ho diterima, sehingga tidak ada hubungan yang

signifikan terhadap dua variabel yang diteliti. Hasil penelitian ini tidak

mendukung hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa ada hubugan antara self

efficacy dengan subjective well-being. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil

penelitian sebelumnya dikarenakan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini

mempengaruhi hasil penelitian karena dari segi afeksi positif dan negatif lebih

baik dihitung secara terpisah. Karena peneliti menghitung secara satu kesatuan

maka hasilnya menjadi bias. Selain itu, jumlah sanmpel yang dihitung

berdasarkan rumus Slovin harusnya 150 dan peneliti hanya bisa mendapatkan 109

membuat penelitian ini tidak sesuai dengan jumlah populasinya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Karlina Agustina & Nelia Afriyeni

pada guru di SLB Kota Padang mengatakan bahwa berdasarkan pengolahan hasil

penelitian menggunakan uji regresi linear sederhana, mengatakan bahwa Ho

ditolak dan Ha diterima. Itu berarti terdapat pengaruh yang signifikan Self

Efficacy terhadap Subjective Well-Being pada guru SLB di Kota Padang.

Berdasarkan hasil uji regresi juga diketahui bahwa kontribusi Self Efficacy
terhadap Subjective Well-Being adalah sebesar 6,8 %. Berarti masih terdapat

93,2% pengaruh dari variabel lainnya yang diteliti dalam penelitian ini.

Keberhasilan mahasiswa dalam menjalani masa-masa ini tergantung pada

Subjective Well-Being yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa. Tingkat

Subjective Well-Being mahasiswa itu sendiri dipengaruhi oleh Self-Efficacy yang

mana menunjukan seberapa baik keyakinan mahasiswa untuk dapat menghadapi

keadaan yang akan menimbulkan perasaan negatif. Khususnya pada mahasiswa

tingkat akhir yang mana ditemukan bahwa beberapa diantaranya bermasalah

dalam mengerjakan tugas akhir/ skripsi. Oleh sebab itulah, hal ini perlu diteliti

untuk melihat sebesar mana kontribusi atau efektifitas Self-Efficacy terhadap

Subjective Well-Being yang akan diberikan kepada mahasiswa tingkat akhir yang

sedang mengerjakan skripsi”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, identifikasi

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi Self-Efficacy mahasiswa dalam mengerjakan skripsi

di Jurusan Psikologi Universitas Negeri Padang.

2. Mengidentifikasi Subjective Well-Being mahasiswa dalam

mengerjakan skripsi di Jurusan Psikologi Universitas Negeri Padang.

3. Mengidentifikasi pengaruh Self-Efficacy terhadap Subjective Well-

Being pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di Jurusan

Psikologi Universitas Negeri Padang.


C. Batasan Masalah

Peneliti membatasi masalah yang akan diteliti pada “ apakah terdapat

pengaruh Self-Efficacy terhadap Subjective Well-Being pada Mahasiswa yang

sedang Mengerjakan Skripsi pada Mahasiswa Jurusan Psikologi.

D. Rumusan Masalah

Peneliti akan menetapkan beberapa perumusan masalah dalam penelitian ini,

adapun masalah rumusan masalah nya adalah :

1. Bagaimana gambaran Self-efficacy pada mahasiswa yang sedang

Mengerjakan Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas Negeri

Padang?

2. Bagaimana gambaran Subjective Well-Being pada mahasiswa yang

sedang Mengerjakan Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas

Negeri Padang?

3. Bagaimana pengaruh Self-efficacy terhadap Subjective Well-Being

pada mahasiswa yang sedang Mengerjakan Skripsi pada Psikologi

Universitas Negeri Padang?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin peneliti capai adalah

untuk mengetahui seberapa besar sumbangan efektifitas atau pengaruh Self-

efficacy terhadap Subjective Well-Being pada mahasiswa Psikologi Universitas

Negeri Padang.
F. Manfaat penelitian

A. Manfaat Teoritis

1. Menambah pengetahuan dalam ilmu Psikologi dan dapat memberikan

masukan atau referensi ilmu pengetahuan mengenai hal Self-efficacy

dengan Subjective Well-Being. Selain itu dapat memberikan

sumbangsih dan pengetahuan terhadap keilmuan Psikologi khususnya

terkait dengan pengaruh Self-efficacy terhadap Subjective Well-Being.

2. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menggunakan penelitian ini sebagai

bahan acuan dan pertimbangan serta untuk penelitian yang mengarah

kepada menemukan faktor lain yang mempunyai pengaruh Self-

efficacy terhadap Subjective Well-Being serta hasilnya juga dapat diuji

kembali.

B. Manfaat Empiris

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan sebagai bahan

informasi, pengetahuan, sekaligus sebagai bahan perenungan terkait Self-efficacy

pada diri individu dengan Subjective Well-Being. Dengan demikian

pengembangan diri mahasiswa diharapkan dapat menjadi lebih baik.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Subjective Well-Being

1. Pengertian Subjective Well-Being

Menurut Diener (1984) menyatakan bahwa Subjective Well-Being adalah

penilaian individu terhadap situasi dalam kehidupan secara menyeluruh baik

mencakup perasaan senang, sakit atau kualitas dalam hidup. Orang dikatakan

memiliki Subjective Well-Being yang tinggi jika mengalami lebih banyak afeksi

positif atau perasaan menyenangkan dan puas akan kehidupan yang telah

dimilikinya. Diener dan Lucas juga mendefenisikan konsep Subjective Well-Being

sebagai evaluasi individu terhadap kehidupanya mulai dari penilaian kognitif akan

hidup dan evaluasi terhadap perasaan baik perasaan positif maupun negatif

seperti mood dan emosi (Putri & Suprapti, 2014).

Diener & Suh (2000) menyatakan bahwa Subjective Well-Being

merupakan perasaan individu yang puas terhadap kehidupanya, dan hadirnya

afeksi positif, dan tidak adanya afeksi negatif. Dengan seseorang yang memiliki

penilaian yang tinggi terhadap kebahagian dan kepuasan hidupnya maka orang

tersebut cenderung bersikap lebih bahagia dan lebih puas. Dengan jauhnya dari

perasaan negatif maka akan dapat membantu mahasiswa dalam menyelesaikan

masalah-masalahnya dalam mengerjakan skripsinya. Ketika mahasiswa memiliki

Subjective Well-Being yang baik maka mahasiswa tersebut akan menikmati

hidupnya dan merasa tidak ada yang membebaninya karena individu memiliki

kualitas hidup yang baik. Selain itu dengan Subjective Well-Being yang tinggi
pada mahasiswa dapat mengkontrol emosi dengn baik dalam mengahadapi

berbagai kesulitan dalam mengerjakan skripsinya (Lestari & Hartati, 2016).

Subjective Well-Being menunjukan kepuasan hidup dan evaluasi terhadap

domain-domain kehidupan yang penting seperti pekerjaan, kesehatan dan

hubungan. Termasuk didalamnya emosi mereka seperti keceriaan dan keterlibatan

dan pengalaman emosi yang negatif seperti kemarahan, kesedihan dan ketakutan.

Dengan kata lain Subjective Well-Being adalah nama yang diberikan untuk pikiran

dan perasaan yang positif terhadap seseorang (Diener, 2008).

2. Aspek- aspek Subjective Well-Being

Diener (1984) menyebutkan ada tiga aspek yang mempengaruhi Subjective

Well-Being yaitu :

a. Kepuasan hidup (life satisfaction)

Suatu keseluruhan yang merupakan evaluasi kognitif terhadap kualitas

hidup seseorang secara umum atau pada dominan tertentu seperti kepuasan

dengan pekerjaan, sekolah, pernikahan, dan bidang kehidupan lainya. Contohnya

mahasiswa yang memiliki lingkungan yang baik dan mendukung (baik keluarga,

teman dan rekan sebaya) akan memiliki kepuasan hidup yang baik yang dapat

meningkatkan Subjective Well-Being.

b. Afeksi positif (positive affection)

Merefleksikan reaksi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa yang

menunjukan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Contohnya

mahasiswa memiliki pandangan yang positif tentang apapun yang ada

disekitarnya.
c. Afeksi negatif (negative affection)

Merepresentasikan mood dan emosi yang tidak menyenangkan, serta

merefleksikan respon negatif yang dialami seseorang sebagai reaksinya terhadap

kehidupan, kesehatan, keadaan, dan peristiwa yang mereka alami. Contohnya

mahasiswa menganggap masalah sebagai suatu cobaan yang diberikan oleh Allah

SWT yang harus disyukuri dan dijalani.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Subjective Well-Being

Menurut Diener (1994) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi

Subjective Well-Being sebagai berikut :

a. Pendapatan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan memiliki hubungan

yang konsisten dengan Subjective Well-Being dalam analisis pada skala negara.

Dalam analisis skala individu, perbedaan pendapatan dalam selang waktu tertentu

hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap Subjective Well-Being (Diener,

et al, 2005).

b. Pernikahan

Dipengaruhi kuat oleh kebudayaan setempat. Banyak peneliti yang

percaya pernikahan berhubungan dengan Subjective Well-Being karena

pernikahan sebagai kekuatan melawan kesulitan hidup. Pernikahan memberikan

dukungan emosional dan finansial yang menghasilkan kondisi positif Subjective

Well-Being (Eddington & Shuman, 2008).\


c. Usia dan Jenis Kelamin

Menurut Diener, Lucas dan Oishi (2005) menyatakan bahwa jenis

kelamin dan umur berhubungan dengan Subjective Well-Being, namun efek

tersebut kecil. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Diener dan Suh

(Dalam Diener et al, 2005) yang menunjukan bahwa perempuan memiliki tingkat

Subjective Well-Being yang relatif sama dengan laki-laki.

4. Pengukuran Subjective Well-Being

Untuk mengetahui sejauh mana Subjective Well-Being pada mahasiswa

Jurusan Psikologi Universitas Negeri Padang, peneliti menggunakan skala yaitu

skala evaluasi diri yang diadaptasi dari Karlina Agustin & Nelia Afriyeni. Skala

ini disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Diener yaitu skala

SWLS untuk mengukur dimensi kognisi dan PANAS (Positive and Negative

Affect Scales) untuk mengukur dimensi afeksi (Diener, 2010). Kemudian akan

dimodifikasi dalam tata bahasa dan bentuk-bentuk pernyataan yang sesuai dengan

tujuan dan kebutuhan penelitian ini.

Skala SWLS dalam penelitian ini mempunyai indeks daya validitas

sebesar 0,72 dan mempunyai koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,05. Untuk

masing-masing variabel X dan Y, pernyataan yang diberikan menggunakan

format jawaban bertingkat dengan lima jawaban. Skor untuk jawaban atas

pernyataan positif adalah : SS dan SL = diberikan nilai 5, S dan SR = diberikan

nilai 4, R dan KD = diberikan nilai 3, TS dan JR = diberikan nilai 2, STS dan TP

= diberikan nilai 1 dan Skor untuk jawaban atas pernyataan/ pernyataan negatif

adalah : SS dan SL = diberikan nilai 1, S dan SR = diberikan nilai 2, R dan KD


= diberikan nilai 3, TS dan JR = diberikan nilai 4, STS dan TP = diberikan nilai

5. Skala yang digunakan adalah skala Likert. Pernyataan yang berhubungan

dengan aspek-aspek Subjective Well-Being tersebut akan diberikan sebanyak 25

buah.

B. Self-efficacy

1. Pengertian Self-efficacy

Bandura (2011) menyatakan bahwa Self-Efficacy adalah keyakinan dari

seorang individu dalam kemampuanya untuk melakukan sesuatu dan

mengkontrol terhadap kefungsian diri sendiri dan lingkungan sekitar. Bandura

beranggapan bahwa keyakinan merupakan landasan hidup seseorang. Seseorang

dengan Self-Efficacy yang tinggi memiliki keyakinan untuk melakukan sesuatu

dan mengubah lingkungan dan lebih memiliki peluang sukses dari pada seseorang

dengan Self-Efficacy yang rendah (Darly & Sri Lestari, 2016).

Bandura menyatakan Self-Efficacy adalah keyakinan atau harapan tentang

seberapa jauh seseorang dapat melakukan sesuatu dalam situasi tertentu, sekuat

apa kita dalam menghadapi kesulitan dan kegaalan dalam suatu tugas tertentu dan

mempengaruhi perilaku dimas ayang akan datang (Atik Lestari & Niken Hartati,

2016).

Bandura (1997) menyatakan bahwa Self-Efficacy yaitu seberapa baik

seseorang dalam bertindak dengan cara tertentu untuk mencapai tujuan atau

mengatasi stres secara efektif. Mahasiswa yang memiliki Self-Efficacy yang tinggi

akan melihat masalah sebagai suatu yang harus diselesaikan bukan sebagai sebuah

ancaman yang akan dihindari. Dan bagi mahasiswa yang memiliki Self-Efficacy
rendah akan memandang tugas akhir/ kripsi ini sebagai suatu yang sulit sehingga

kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri (Putri & Suprapti,

2014).

2. Aspek- aspek Self-Efficacy

Bandura (1994:2) menyebutkan ada tiga aspek yang mempengaruhi Self-

Efficacy yaitu :

a. Magnitu (harapan besar)

Merupakan besarnya harapan terhadap kemunkinan hasil dari suatu

perilaku, yaitu perkiraan perilaku atau tindakan yang bersifat menyebabkan hasil

tertentu atau bersifat khusus. Contohnya jika seseorang mahasiswa mendapatkan

referensi dan tema yang bagus untuk dijadikan sumber skripsinya serta dosen

pembimbingnya memberikan arahan yang baik maka skripsinya dapat berjalan

lancar. Itu artinya ia akan memiliki Self Efficacy yang tinggi dan begitu

sebaliknya.

b. Generality (luas pengharapan)

Merupakan keyakinan seseorang mengenai sejauh mana perilaku

tertentu akan menimbulkan konsekuensi apabila suatu perilaku dilakukan

seseorang, kemampuan seseorang untuk menampilkan perilaku sangat terbatas

sehingga pengharapan seseorang terhadap konsekuensinya atau hasil akan terbatas

pula. Contohnya jika mahasiswa merasa yakin dan mampu mengerjakan skripsi

dalam jangka waktu yang ditentukan dan tidak akan melewati batas tersebut.
c. Strength (kemantapan pengharapan)

Merupakan harapan akan dapat membentuk perilaku secara tepat.

Contohnya jika seorang mahasiswa yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan

yang baik, maka ia akan berusaha mengerjakan skripsinya dan berusaha mengatasi

kesulitan yang diahadapinya selama mengerjakan skripsinya.

3. Faktor- faktor yang mempengaruhi Self Efficacy

1. Menurut Bandura (1982, 1986, & 1990 ; Schunk, 1991) menyebutkan

bahwa Self- Efficacy dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Pemilihan aktivitas

Self- Efficacy yang baik adalah yang dapat memberikan dorongan untuk

melakukan suatu tugas yang berada dalam jangkauannya, mendorong untuk

melakukan tugas yang menantang dan dapat memotivasi kemampuan individu.

Misalnya, seorang mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi merasa

penyusunan skripsi sangat sulit. Jika ia memiliki Self- Efficacy yang tinggi maka

ia akan termotivasi untuk menghadapi hal tersebut walau ia akan merasa

kesulitan.

b. Besarnya usaha yang dikeluarkan dan daya tahan dalam menghadapi

rintangan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Penilaian keyakinan

menentukan seberapa besar usaha seseorang dan seberapa orang tersebut bertahan

dalam menghadapi rintangan yang tidak menyenangkan. Misalnya, seorang

mahasiswa yang merasakan kesulitan dengan masalah skripsinya, namun ia tetap

megusahakan mengerjakan pekerjaanya tersebut.


c. Pola pikir dan reaksi emosional

Self- Efficacy akan mempengaruhi daya pikir dan reaksi emosional

individu pada situasi tertentu. Misalnya, jika seseorang yang sedang mengerjakan

sesuatu yang penting dan ia merasa tertekan, maka akan sulit baginya untuk

berfikir jernih dan ia akan dipengaruhi oleh perasaan yang tidak menyenangkan.

2. Greenberg dan Baron (2003:147) menyebutkan bahwa Self- Efficacy

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Direct experience

Terkait dengan pengalaman penerimaan timbal balik dari pekerjaan yang

telah dilakukan berulang kali.

b. Vicarious experience

Terkait dengan penilaian kinerja dari orang lain dalam pelaksanaan dan

penyelesaian tugas tertentu.

4. Pengukuran Self- Efficacy

Untuk mengetahui sejauh mana Self Efficacy pada mahasiswa Jurusan

Psikologi Universitas Negeri Padang, peneliti menggunakan skala yaitu skala

kepercayaan diri yang akan disusun oleh peneliti sendiri. Self- Efficacy dalam

penelitian ini diukur dengan menggunakan skala General Self- Efficacy (GSE)

dari Ralf Schwarzer dan Marthias Jerusalem yang didasarkan Skala ini disusun

berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Bandura yaitu Magnitude,

Strength, dan Generality.

Skala yang digunakan adalah skala Likert. Untuk masing-masing variabel

X dan Y, pernyataan yang diberikan menggunakan format jawaban bertingkat


dengan lima jawaban. Skor untuk jawaban atas pernyataan positif adalah : SS dan

SL = diberikan nilai 5, S dan SR = diberikan nilai 4, R dan KD = diberikan nilai

3, TS dan JR = diberikan nilai 2 dan STS dan TP = diberikan nilai 1. Skor untuk

jawaban atas pernyataan/ pernyataan negatif adalah : SS dan SL = diberikan nilai

1, S dan SR = diberikan nilai 2, R dan KD = diberikan nilai 3, TS dan JR =

diberikan nilai 4 dan STS dan TP = diberikan nilai 5. Banyak item atau

pernyataan yang akan disediakan sebanyak 45 buah.

C. Dinamika pengaruh Self- Efficacy terhadap Subjective Well-being

Untuk meningkatkan motivasi, performansi dan kreatifitas mahasiswa dalam

mengerjakan skripsi mahasiswa perlu memiliki Subjective Well-Being yang tinggi.

Dimana Subjective Well-Being dijelaskan sebagai evaluasi mengenai keseluruhan

hidup seorang individu yang dievaluasi secara kognitif untuk melihat seberapa

puas kehidupan yang telah dijalani dan evaluasi afektif untuk melihat seberapa

banyak emosi baik positif maupun negatif yang telah dirasakan individu. Jika

mahasiswa memiliki perasaan yang positif seperti senang, tidak mudah marah,

emosi stabil dan jauh dari perasaan negatif serta mampu mengevaluasi diri maka

mahasiswa tersebut tidak akan merasa tertekan dan takut dalam mengerjakan

skripsinya.

Untuk meningkatkan Subjective Well-Being ini, mahasiswa juga memerlukan

Self Efficacy yang tinggi. Dimana Self Efficacy menyangkut bagaimana diri

seseorang mahasiswa dalam menghadapi tantangan yang ada didepannya. Dimana

Self- Efficacy adalah keyakinan yang ada dalam diri seseorang akan kemampuan

yang dimilikinya untuk melakukan atau mewujudkan suatu tujuan sehingga dapat
membentuk suatu perilaku yang sesuai dengan tujuannya. Jadi, keberhasilan

mahasiswa dalam menjalani masa-masa ini tergantung pada Subjective Well-

Being yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa yang dipengaruhi oleh Self-

Efficacy dimana hal ini akan menunjukan seberapa baik keyakinan mahasiswa

untuk dapat menghadapi keadaan yang akan menimbulkan perasaan negatif.

Khususnya pada mahasiswa tingkat akhir yang mana ditemukan bahwa beberapa

diantaranya bermasalah dalam mengerjakan tugas akhir/ skripsi.

D. Kerangka Berfikir

Penelitian ini menggunakan Self Efficacy sebagai variabel bebas dan

Subjective Well-Being sebagai variabel terikat. Penelitian ini bertujuan

mengetahui pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat, yakni apabila

semakin tinggi Self Efficacy pada seorang mahasiswa maka semakin tinggi pula

Subjective Well-Being mahasiswanya ataukah sebaliknya. pengaruh kedua

variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Tinggi Subjective Well-Being

Self Efficacy

Rendah Subjective Well-Being


Catatan :

- Self Efficacy tinggi, maka Subjective Well-Being tinggi.

- Self Efficacy rendah, maka Subjective Well-Being rendah.


Gambar 1.

Pengaruh Self Efficacy dengan Subjective Well-Being pada Mahasiswa

yang sedang Mengerjakan Skripsi.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak terdapat pengaruh Self Efficacy terhadap Subjective Well-Being

pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.

H1 : Terdapat pengaruh Self Efficacy terhadap Subjective Well-Being pada

mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif korelasional. Menurut

Yusuf (2010) penelitian korelasional adalah suatu jenis penelitian yang melihat

hubungan antara satu atau beberapa variabel dengan satu atau beberapa variabel

lainya. Dengan demikian penelitian ini akan melihat hubungan self efficacy

dengan subjective well-being pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.

B. Defenisi Operasional

1. Subjective Well-Being

Subjective Well-Being didefenisikan sebagai evaluasi mengenai keseluruhan

hidup seorang individu yang dievaluasi secara kognitif untuk melihat seberapa

puas kehidupan yang telah dijalani dan evaluasi afektif untuk melihat seberapa

banyak emosi baik positif maupun negatif yang telah dirasakan individu. Untuk

mengukur Subjective Well-Being menggunakan skala Subjective Well-Being yang

terdiri dari aspek kognitif yaitu evaluasi kepuasan hidup dan aspek afektif yaitu

seberapa banyak emosi yang dirasakan individu.

Tingkat tinggi rendahnya Subjective Well-Being yang dimiliki subjek

ditunjukan dengan jumlah skor jawaban subjek yang berpedoman dari skala

Subjective Well-Being yang digunakan. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka

Subjective Well-Being subjek makin tinggi, sebaliknya semakin rendah skor maka

semakin rendah pula Subjective Well-Being yang dilimiliki subjek. Dan skala ini

dinamakan skala evaluasi diri.


2. Self-Efficacy

Self- Efficacy adalah keyakinan yang ada dalam diri seseorang akan

kemampuan yang dimilikinya untuk melakukan atau mewujudkan suatu tujuan

sehingga dapat membentuk suatu perilaku yang sesuai dengan tujuannya. Tingkat

tinggi rendahnya Self- Efficacy yang dimiliki subjek akan ditunjukan dengan

menggunakan skala Self- Efficacy yang akan disusun sendiri oleh peneliti

berdasarkan aspek yang telah dikemukakan oleh Bandura yaitu Generality,

Magnitu dan strenght. Hal ini akan dilihat dalam bentuk yaitu jumlah skor

jawaban subjek yang berpedoman dari skala Self- Efficacy yang digunakan.

Semakin tinggi skor yang diperoleh maka Self- Efficacy subjek makin tinggi,

sebaliknya semakin rendah skor maka semakin rendah pula Self- Efficacy yang

dilimiliki subjek. Dan skala ini dinamakan skala kepercayaan diri.

C. Populasi dan Subyek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Sugiyono (2010) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dari

pendapat diatas maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa

tingkat akhir Jurusan Psikologi Universitas Negeri Padang yang tengah

mengerjakan skripsi sebanyak 180 orang. Subyek yang akan dijadikan sampel

penelitian yaitu angkatan 2015 dan banyak sampel yang akan diambil yaitu

sebanyak 90 orang. Subyek perempuan sebanyak 60 orang dan subyek laki-laki

sebanyak 30 orang.
2. Subyek Penelitian

Sugiyono (2010) menyatakan bahwa subyek adalah bagian dari jumlah

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dan ukuran subyek yang layak

dalam penelitian adalah antara 30 sampai 500 subyek. Pengambilan subyek

menggunakan teknik simple random sampling. Karakteristik subyek yang

diajukan antara lain :

a. Masih berstatus sebagai mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas

Negeri Padang.

b. Dalam pengerjaan Skripsi dan telah memasuki semester 7 atau

lebih.

c. Sudah melakukan proses bimbingan minimal 1 kali dalam 3 bulan.

Dari karakteristik yang telah diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini, maka

didapatkan jumlah subyek sebanyak 90 orang dari 180 orang mahasiswa Jurusan

Psikologi Universitas Negeri Padang yang sedang mengerjakan skripsi. Subyek

yang akan dijadikan sampel penelitian yaitu angkatan 2015 dan banyak sampel

yang akan diambil yaitu sebanyak 90 orang. Subyek perempuan sebanyak 60

orang dan subyek laki-laki sebanyak 30 orang.

D. Intsrumen dan pengembanganya

Dalam penelitian ini, untuk mengukur self-efficacy dan subjective well-being

digunakan skala model Likert. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun

skala self-efficacy dan subjective well-being pada penelitian ini adalah :

1. Merumuskan tujuan penyusunan alat ukur, yang bertujuan untuk

mengetahui self-efficacy dan subjective well-being pada subjek.


2. Memilih format alat ukur, format yang digunakan dalam penulisan

alat ukur ini adalah berupa pernyataan tertulis yang harus dijwab

oleh subjek dengan memilih salah satu alternatif jawaban sesuai

dengan keadaan subjek tersebut yang sesungguhnya.

3. Memilih model jawaban, alat ukur ditetapkan dengan model

jawaban berdasarkan tingkat kesesuaian diri subjek terhadap item-

item yang ada dalam alat ukur. Perbedaan skor tergantung pada

jenis itemnya, favorable atau unfavorable. Perbedaan skor untuk

setiap alternatif jawaban dapa dilihat pada tabel 1 dibawah ini :

Tabel 1. Daftar Skor Item Jawaban Alat Ukur Self- Efficacy dan Subjective

Well-Being

Alternatif Jawaban Sifat


N Subjective Well-Being Self- Efficacy Favorable Unfavorable
O
1 Selalu (SL) Sangat Sesuai (SS) 5 1
2 Sering (SR) Sesuai (S) 4 2
3 Kadang- kadang (KD) Ragu-ragu (R) 3 3
4 Jarang (JR) Tidak Sesuai (TS) 2 4
5 Tidak Pernah (TP) Sangat Tidak Sesuai (STS 1 5
Untuk masing-masing variabel X dan Y, pernyataan yang diberikan

menggunakan format jawaban bertingkat dengan lima jawaban.

Skor untuk jawaban atas pernyataan positif adalah :

SS dan SL = diberikan nilai 5

S dan SR = diberikan nilai 4

R dan KD = diberikan nilai 3


TS dan JR = diberikan nilai 2

STS dan TP = diberikan nilai 1

Skor untuk jawaban atas pernyataan/ pernyataan negatif adalah :

SS dan SL = diberikan nilai 1

S dan SR = diberikan nilai 2

R dan KD = diberikan nilai 3

TS dan JR = diberikan nilai 4

STS dan TP = diberikan nilai 5

Penelitian ini menggunakan dua buah skala, yaitu skala Self-Efficacy dan

Subjective Well-Beong yang dirumuskan berdasarkan defenisi operasioanl yang

dirumuskan dari landasan teori.

1. Skala Subjective Well-Being

Untuk mengukur variabel Subjective Well-Being, peneliti menggunakan

metode angket model skala dari Likert. Tabel 2 berikut ini merupakan blue print

Subjective Well-Being.

Tabel 2. Blue Print Subjective Well-Being

No Aspek Indikator No. Item Total


Favorabl Unfavorable
e
1 Kepuasan a. Memiliki
Hidup perasaan puas
dengan
kehidupannya
secara
keseluruhan
b. Terpenuhinya
kebutuhan,
keinginan dan
harapan dalam
hidupnya
2 Afeksi a. Optimisme
b. Kebahagiaan
c. Aktif
Jumlah

2. Skala Self- Efficacy

Blue Print Skala Self- Efficacy disajikan secara lengkap dalam tabel 3,

sebagai berikut :

Tabel 3, Blue Print Self- Efficacy

No Aspek Indikator No. Item Total


Favorabl unfavorabl
e e
1 Magnitude Keyakinan individu atas
kemampuannya
terhadap tingkat
kesulitan tugas
2 Generality Keyakinan individu
akan kemampuannya
melaksanakan tugas di
berbagai aktivitas.
3 Strength Tingkat kekuatan
keyakinan atau
pengharapan individu
terhadap
kemampuannya.
Jumlah
E. Teknik Analisis Data

Untuk melihat pengaruh antara dua variabel yaitu variabel bebas (X) Self-

efficacy dan variabel terikat (Y) Subjective well-being, peneliti menggunakan

metode analisis yaitu uji regresi sederhana. Uji regresi sederhana digunakan untuk

mengukur besarnya pengaruh satu variabel independen dan satu variabel

dependen (Arumdina, 2013) dengan bantuan perangkat lunak SPSS 16.0 for

windows program. Alasan menggunakan teknik ini adalah untuk mengetahui

pengaruh self-efficacy terhadap subjective well-being pada mahasiswa. Selain itu,

untuk mengetahui sejauhmana peranan dan sumbangan efektif atau kontribusi

variabel self-efficacy dan subjective well-being.


DAFTAR RUJUKAN

Arumdina, Filisia, Adonai. (2013). Pengaruh Kesepian Terhadap Pemilihan


Pasangan Hidup Pada Dewasa Awal Yang Masih Lajang. Universitas
Airlangga Surabaya.

Dearly & Lestari, Sri. (2016). Hubungan antara Self-efficacy dengan Subjective
Well-Being pada Orang dengan HIV/AIDS di Jakarta. Universitas
Mercubuana. Jakarta.

Filsafati, Anita Intan & Ratnaningsih, Ika Zenita. (2016). Hubungan Antara
Subjective Well-Being dengan Organizational Citizenship Behaviour pada
Karyawan PT. JATENG SINAR AGUNG SENTOSA JAWA TENGAH &
DIY. Universitas Diponegoro. Semarang

Lestari, Atik & Hartati, Niken. (2016). Hubungan Self-efficacy dengan Subjective
Well-Being pada Lansia yang Tinggal di Rumahnya Sendiri. Universitas
Negeri Padang.

Pramudita, Rhesaroka & Pratisti, Wiwien Dinar. (2015). Hubungan antara Self-
efficacy dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Negeri 1
Belitang. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Putri, Dian Ayusta & Suprapti, Veronika. (2014). Hubungan antara Self-efficacy
dengan Subjective Well-Being pada Mahasiswa Baru Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya (PENS) yang Kos. Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga Surabaya.

Rachmawati, Tiara. (2015). Analisis Hubungan Antara Efikasi Diri Pada Stres
Melalui Dukungan Sosial Sebagai Variabel Moderasi. Universitas Negeri
Semarang. Indonesia.

Rahmawati, W. Sri. (2017). Self- Efficacy dan Motivasi Berprestasi Siswa SMA 7
Purwerejo.Universitas Tama Jagakarsa.

Anda mungkin juga menyukai