PROPOSAL
Oleh :
WILA WIDIANA
15011078
PEMBIMBING :
JURUSAN PSIKOLOGI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas akhir atau yang disebut skripsi.
Penyelesaian skripsi adalah fase terakhir yang harus dipenuhi mahasiswa untuk
untuk memenuhi syarat kelulusan serta untuk mendapatkan gelar sarjana sesuai
dengan bidang yang ditekuninya. Tidak semua mahasiswa punya kesiapan saat
penyelesaian skripsi ini. Hal ini dikarenakan pada masa-masa ini adalah masa
yang paling sulit dihadapi oleh mahasiswa tingkat akhir dan dapat menimbulkan
ulang dll. Sementara itu, Alvin (2007) menyatakan bahwa dalam mengerjakan
skripsi akan ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi mahasiswa yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri mahasiswa itu
sendiri diantaranya kondisi fisik, motivasi dan tipe kepribadian. Sedangkan faktor
mendapatkan referensi dan tema yang mudah serta mereka juga mendapat
pembimbing yang menuntun dengan baik, mudah ditemui dan juga selalu
mereka mengatakan bahwa mereka belum mendapat tema dan referensi yang pasti
serta mereka masih bingung untuk menentukan tema apa yang akan mereka
gunakan. Dan untuk bimbingan sendiri, mereka juga masih ada yang merasa sulit
merasa tidak senang maka mahasiswa perlu memiliki Subjective Well-Being yang
tinggi. Jika mahasiswa memiliki perasaan yang positif seperti senang, tidak
mudah marah, emosi stabil dan jauh dari perasaan negatif serta mampu
mengevaluasi diri maka mahasiswa tersebut tidak akan merasa tertekan dan takut
mencakup perasaan senang, sakit atau kualitas dalam hidup. Orang dikatakan
memiliki Subjective Well-Being yang tinggi jika mengalami lebih banyak afeksi
positif atau perasaan menyenangkan dan puas akan kehidupan yang telah
sebagai evaluasi individu terhadap kehidupanya mulai dari penilaian kognitif akan
hidup dan evaluasi terhadap perasaan baik perasaan positif maupun negatif (Putri
perasaan individu yang puas terhadap kehidupanya, dan hadirnya afeksi positif,
dan tidak adanya afeksi negatif. Dengan seseorang yang memiliki penilaian yang
cenderung bersikap lebih bahagia dan lebih puas. Dengan jauhnya dari perasaan
hidupnya dan merasa tidak ada yang membebaninya karena individu memiliki
kualitas hidup yang baik. Selain itu dengan Subjective Well-Being yang tinggi
seperti keceriaan dan keterlibatan dan pengalaman emosi yang negatif seperti
adalah nama yang diberikan untuk pikiran dan perasaan yang positif terhadap
seseorang (Darly & Lestari, 2016). Didalam sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Darly dan Sri Lestari ini dikatakan bahwa Subjective Well-Being dipandang
kepuasan hidup, tingginya afeksi atau perasaan positif dan jauh dari perasaan
negatif.
cara individu dalam mengevaluasi hidupnya sendiri dan terdiri dari beberapa
aspek seperti kepuasan hidup, rendahnya tingkat depresi dan kecemasan dan
adanya emosi-emosi dan suasan hati yang positif. Mahasiswa yang memiliki
sebaliknya, mahasiswa yang memandang kesulitan yang dia alami sebagai sebuah
perasaan negati seperti stres, tertekan, marah, sedih, dll. Berbeda dengan
mahasiswa yang memiliki Subjective Well-Being yang tinggi akan sering merasa
senang dan bahagia dalam menghadapi kesulitan atau masalah yang tengah
kepuasan hidup dan keseimbangan antara afeksi positif dan afeksi negatif.
lebih banyak terlibat didalam emosi yang positif daripada emosi yang negatif dan
ketika telah merasa puas dengan kehidupanya. Didalam penelitian ini juga
dikatakan bahwa Subjective Well-Being memiliki tiga aspek penting yaitu aspek
kognitif, afeksi positif dan afeksi negatif (Filsafati & Ratnaningsih, 2016).
ini juga dapat didukung dengan mengatasi perasaan negatif dalam diri mahasiswa
Self-Efficacy yaitu seberapa baik seseorang dalam bertindak dengan cara tertentu
untuk mencapai tujuan atau mengatasi stres secara efektif. Mahasiswa yang
memiliki Self-Efficacy yang tinggi akan melihat masalah sebagai suatu yang harus
diselesaikan bukan sebagai sebuah ancaman yang akan dihindari. Dan bagi
kripsi ini sebagai suatu yang sulit sehingga kurangnya kepercayaan terhadap
dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Self-Efficacy terdiri dari tiga aspek yaitu
berkaitan dengan keyakinan untuk mengatasi stres pada seorang individu. Orang
yang memiliki Self-Efficacy yang tinggi akan memilih untuk melakukan hal yang
bersifat menantang dan sulit untuk dilakukan, dan sebaliknya individu dengan
Self-Efficacy yang rendah akan cenderung merasa cemas, depresi dan tidak
berdaya dalam menghadapi tuntutan yang dirasanya berat (Pramudita & Pratisti,
2015).
Bandura (2001) menyatakan bahwa Self-Efficacy adalah keyakinan dari
dan mengubah lingkungan dan lebih memiliki peluang sukses dari pada seseorang
dengan Self-Efficacy yang rendah (Darly & Lestari, 2016). Sedangkan menurut
tentang seberapa jauh seseorang dapat melakukan sesuatu dalam situasi tertentu,
sekuat apa kita dalam menghadapi kesulitan dan kegaalan dalam suatu tugas
tertentu dan mempengaruhi perilaku dimas ayang akan datang (Lestari & Hartati,
2016).
masalah yang tengah dihadapinya. Usaha ini bisa disalurkan melalui belajar yang
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rhesaroka Pramudita & Wiwien Dinar
Pratisti (2015) menyatakan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara
dalam penelitian ini untuk skala Subjective Well-Being yang tinggi., hal ini dapat
dilihat dari hasil affect scale dengan rata-rata empirik 60,96 yang masuk kategori
tinggi dan satisfaction scale dengan rata-rata empirik 88,52 yang masuk kategori
tinggi. Jadi secara umum siswa SMA N 1 Belitang memiliki SWB yang tinggi,
artinya bahwa siswa SMA N 1 Belitang yang menjadi subjek dalam penelitian ini
mampu menjalani kehidupan mereka dengan perasaan bahagia dan puas. Dimana
hal tsb dapat dilihat melalui tingkat kebahagiaan dari kepuasan hidup siswa SMA
N 1 Belitang.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dearly dan Sri Lestari (2016) yang
hubungan positif dan signifikan antara self efficacy dengan Subjective Well-Being
pada ODHA di jakarta. Hal ini mengandung pengertian semakin meningkat self
korelasi yang lebih tinggi daripada dimensi kognisi dalam variabel SWB.
Semakin tinggi usia semakin tinggi self efficacy dan Su Nbjective Well-Being.
Dari uji hasil korelasi antara self efficacy dengan dimensi Subjective Well-Being.
diperoleh hasil bahwa dimensi afeksi dari Subjective Well-Being memiliki peran
yang berbeda, dimensi afeksi lebih besar dari pada dimensi kognisi dalam
Subjective Well-Being.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Atik Lestari dan Niken Hartati (2016)
yang dilakukan pada Lansia yang Tinggal di Rumah Sendiri didapat bahwa
Terdapat hubungan positif yang signifikan antara self efficacy dengan Subjective
Well-Being pada lansia yang memilih tinggal dirumahnya sendiri. artinya semakin
tinggi self efficacy maka semakin tinggi pula Subjective Well-Being. Begitu
semakin rendah. Secara umum Subjective Well-Being pada lansia yang memilih
tinggal dirumah sendiri berada pada tingkat kategori yang tinggi dan Secara
umum self efficacy pada lansia yang memilih tinggal dirumahnya sendiri berada
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dian Ayusta Putri dan Veronika
(PENS) yang Kos didapat Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh penulis
menghasilkan taraf signifikan sebesar 0,683 yang mana lebih besar dari 0,05 yang
mana menjadikan Ha ditolak dan Ho diterima, sehingga tidak ada hubungan yang
signifikan terhadap dua variabel yang diteliti. Hasil penelitian ini tidak
mendukung hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa ada hubugan antara self
efficacy dengan subjective well-being. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil
penelitian sebelumnya dikarenakan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini
mempengaruhi hasil penelitian karena dari segi afeksi positif dan negatif lebih
baik dihitung secara terpisah. Karena peneliti menghitung secara satu kesatuan
maka hasilnya menjadi bias. Selain itu, jumlah sanmpel yang dihitung
berdasarkan rumus Slovin harusnya 150 dan peneliti hanya bisa mendapatkan 109
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Karlina Agustina & Nelia Afriyeni
pada guru di SLB Kota Padang mengatakan bahwa berdasarkan pengolahan hasil
ditolak dan Ha diterima. Itu berarti terdapat pengaruh yang signifikan Self
Berdasarkan hasil uji regresi juga diketahui bahwa kontribusi Self Efficacy
terhadap Subjective Well-Being adalah sebesar 6,8 %. Berarti masih terdapat
93,2% pengaruh dari variabel lainnya yang diteliti dalam penelitian ini.
dalam mengerjakan tugas akhir/ skripsi. Oleh sebab itulah, hal ini perlu diteliti
Subjective Well-Being yang akan diberikan kepada mahasiswa tingkat akhir yang
B. Identifikasi Masalah
D. Rumusan Masalah
Padang?
Negeri Padang?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin peneliti capai adalah
Negeri Padang.
F. Manfaat penelitian
A. Manfaat Teoritis
kembali.
B. Manfaat Empiris
A. Subjective Well-Being
mencakup perasaan senang, sakit atau kualitas dalam hidup. Orang dikatakan
memiliki Subjective Well-Being yang tinggi jika mengalami lebih banyak afeksi
positif atau perasaan menyenangkan dan puas akan kehidupan yang telah
sebagai evaluasi individu terhadap kehidupanya mulai dari penilaian kognitif akan
hidup dan evaluasi terhadap perasaan baik perasaan positif maupun negatif
afeksi positif, dan tidak adanya afeksi negatif. Dengan seseorang yang memiliki
penilaian yang tinggi terhadap kebahagian dan kepuasan hidupnya maka orang
tersebut cenderung bersikap lebih bahagia dan lebih puas. Dengan jauhnya dari
hidupnya dan merasa tidak ada yang membebaninya karena individu memiliki
kualitas hidup yang baik. Selain itu dengan Subjective Well-Being yang tinggi
pada mahasiswa dapat mengkontrol emosi dengn baik dalam mengahadapi
dan pengalaman emosi yang negatif seperti kemarahan, kesedihan dan ketakutan.
Dengan kata lain Subjective Well-Being adalah nama yang diberikan untuk pikiran
Well-Being yaitu :
hidup seseorang secara umum atau pada dominan tertentu seperti kepuasan
mahasiswa yang memiliki lingkungan yang baik dan mendukung (baik keluarga,
teman dan rekan sebaya) akan memiliki kepuasan hidup yang baik yang dapat
menunjukan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Contohnya
disekitarnya.
c. Afeksi negatif (negative affection)
mahasiswa menganggap masalah sebagai suatu cobaan yang diberikan oleh Allah
a. Pendapatan
yang konsisten dengan Subjective Well-Being dalam analisis pada skala negara.
Dalam analisis skala individu, perbedaan pendapatan dalam selang waktu tertentu
et al, 2005).
b. Pernikahan
tersebut kecil. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Diener dan Suh
(Dalam Diener et al, 2005) yang menunjukan bahwa perempuan memiliki tingkat
skala evaluasi diri yang diadaptasi dari Karlina Agustin & Nelia Afriyeni. Skala
ini disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Diener yaitu skala
SWLS untuk mengukur dimensi kognisi dan PANAS (Positive and Negative
Affect Scales) untuk mengukur dimensi afeksi (Diener, 2010). Kemudian akan
dimodifikasi dalam tata bahasa dan bentuk-bentuk pernyataan yang sesuai dengan
sebesar 0,72 dan mempunyai koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,05. Untuk
format jawaban bertingkat dengan lima jawaban. Skor untuk jawaban atas
= diberikan nilai 1 dan Skor untuk jawaban atas pernyataan/ pernyataan negatif
buah.
B. Self-efficacy
1. Pengertian Self-efficacy
dan mengubah lingkungan dan lebih memiliki peluang sukses dari pada seseorang
seberapa jauh seseorang dapat melakukan sesuatu dalam situasi tertentu, sekuat
apa kita dalam menghadapi kesulitan dan kegaalan dalam suatu tugas tertentu dan
mempengaruhi perilaku dimas ayang akan datang (Atik Lestari & Niken Hartati,
2016).
seseorang dalam bertindak dengan cara tertentu untuk mencapai tujuan atau
mengatasi stres secara efektif. Mahasiswa yang memiliki Self-Efficacy yang tinggi
akan melihat masalah sebagai suatu yang harus diselesaikan bukan sebagai sebuah
ancaman yang akan dihindari. Dan bagi mahasiswa yang memiliki Self-Efficacy
rendah akan memandang tugas akhir/ kripsi ini sebagai suatu yang sulit sehingga
2014).
Efficacy yaitu :
perilaku, yaitu perkiraan perilaku atau tindakan yang bersifat menyebabkan hasil
referensi dan tema yang bagus untuk dijadikan sumber skripsinya serta dosen
lancar. Itu artinya ia akan memiliki Self Efficacy yang tinggi dan begitu
sebaliknya.
pula. Contohnya jika mahasiswa merasa yakin dan mampu mengerjakan skripsi
dalam jangka waktu yang ditentukan dan tidak akan melewati batas tersebut.
c. Strength (kemantapan pengharapan)
yang baik, maka ia akan berusaha mengerjakan skripsinya dan berusaha mengatasi
a. Pemilihan aktivitas
Self- Efficacy yang baik adalah yang dapat memberikan dorongan untuk
penyusunan skripsi sangat sulit. Jika ia memiliki Self- Efficacy yang tinggi maka
kesulitan.
menentukan seberapa besar usaha seseorang dan seberapa orang tersebut bertahan
individu pada situasi tertentu. Misalnya, jika seseorang yang sedang mengerjakan
sesuatu yang penting dan ia merasa tertekan, maka akan sulit baginya untuk
berfikir jernih dan ia akan dipengaruhi oleh perasaan yang tidak menyenangkan.
a. Direct experience
b. Vicarious experience
Terkait dengan penilaian kinerja dari orang lain dalam pelaksanaan dan
kepercayaan diri yang akan disusun oleh peneliti sendiri. Self- Efficacy dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan skala General Self- Efficacy (GSE)
dari Ralf Schwarzer dan Marthias Jerusalem yang didasarkan Skala ini disusun
3, TS dan JR = diberikan nilai 2 dan STS dan TP = diberikan nilai 1. Skor untuk
diberikan nilai 4 dan STS dan TP = diberikan nilai 5. Banyak item atau
hidup seorang individu yang dievaluasi secara kognitif untuk melihat seberapa
puas kehidupan yang telah dijalani dan evaluasi afektif untuk melihat seberapa
banyak emosi baik positif maupun negatif yang telah dirasakan individu. Jika
mahasiswa memiliki perasaan yang positif seperti senang, tidak mudah marah,
emosi stabil dan jauh dari perasaan negatif serta mampu mengevaluasi diri maka
mahasiswa tersebut tidak akan merasa tertekan dan takut dalam mengerjakan
skripsinya.
Self Efficacy yang tinggi. Dimana Self Efficacy menyangkut bagaimana diri
Self- Efficacy adalah keyakinan yang ada dalam diri seseorang akan kemampuan
yang dimilikinya untuk melakukan atau mewujudkan suatu tujuan sehingga dapat
membentuk suatu perilaku yang sesuai dengan tujuannya. Jadi, keberhasilan
Being yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa yang dipengaruhi oleh Self-
Efficacy dimana hal ini akan menunjukan seberapa baik keyakinan mahasiswa
Khususnya pada mahasiswa tingkat akhir yang mana ditemukan bahwa beberapa
D. Kerangka Berfikir
semakin tinggi Self Efficacy pada seorang mahasiswa maka semakin tinggi pula
Self Efficacy
E. Hipotesis
Yusuf (2010) penelitian korelasional adalah suatu jenis penelitian yang melihat
hubungan antara satu atau beberapa variabel dengan satu atau beberapa variabel
lainya. Dengan demikian penelitian ini akan melihat hubungan self efficacy
B. Defenisi Operasional
1. Subjective Well-Being
hidup seorang individu yang dievaluasi secara kognitif untuk melihat seberapa
puas kehidupan yang telah dijalani dan evaluasi afektif untuk melihat seberapa
banyak emosi baik positif maupun negatif yang telah dirasakan individu. Untuk
terdiri dari aspek kognitif yaitu evaluasi kepuasan hidup dan aspek afektif yaitu
ditunjukan dengan jumlah skor jawaban subjek yang berpedoman dari skala
Subjective Well-Being yang digunakan. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka
Subjective Well-Being subjek makin tinggi, sebaliknya semakin rendah skor maka
semakin rendah pula Subjective Well-Being yang dilimiliki subjek. Dan skala ini
Self- Efficacy adalah keyakinan yang ada dalam diri seseorang akan
sehingga dapat membentuk suatu perilaku yang sesuai dengan tujuannya. Tingkat
tinggi rendahnya Self- Efficacy yang dimiliki subjek akan ditunjukan dengan
menggunakan skala Self- Efficacy yang akan disusun sendiri oleh peneliti
Magnitu dan strenght. Hal ini akan dilihat dalam bentuk yaitu jumlah skor
jawaban subjek yang berpedoman dari skala Self- Efficacy yang digunakan.
Semakin tinggi skor yang diperoleh maka Self- Efficacy subjek makin tinggi,
sebaliknya semakin rendah skor maka semakin rendah pula Self- Efficacy yang
1. Populasi Penelitian
yang terdiri atas subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dari
pendapat diatas maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
mengerjakan skripsi sebanyak 180 orang. Subyek yang akan dijadikan sampel
penelitian yaitu angkatan 2015 dan banyak sampel yang akan diambil yaitu
sebanyak 30 orang.
2. Subyek Penelitian
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dan ukuran subyek yang layak
Negeri Padang.
lebih.
Dari karakteristik yang telah diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini, maka
didapatkan jumlah subyek sebanyak 90 orang dari 180 orang mahasiswa Jurusan
yang akan dijadikan sampel penelitian yaitu angkatan 2015 dan banyak sampel
alat ukur ini adalah berupa pernyataan tertulis yang harus dijwab
item yang ada dalam alat ukur. Perbedaan skor tergantung pada
Tabel 1. Daftar Skor Item Jawaban Alat Ukur Self- Efficacy dan Subjective
Well-Being
Penelitian ini menggunakan dua buah skala, yaitu skala Self-Efficacy dan
metode angket model skala dari Likert. Tabel 2 berikut ini merupakan blue print
Subjective Well-Being.
Blue Print Skala Self- Efficacy disajikan secara lengkap dalam tabel 3,
sebagai berikut :
Untuk melihat pengaruh antara dua variabel yaitu variabel bebas (X) Self-
metode analisis yaitu uji regresi sederhana. Uji regresi sederhana digunakan untuk
dependen (Arumdina, 2013) dengan bantuan perangkat lunak SPSS 16.0 for
Dearly & Lestari, Sri. (2016). Hubungan antara Self-efficacy dengan Subjective
Well-Being pada Orang dengan HIV/AIDS di Jakarta. Universitas
Mercubuana. Jakarta.
Filsafati, Anita Intan & Ratnaningsih, Ika Zenita. (2016). Hubungan Antara
Subjective Well-Being dengan Organizational Citizenship Behaviour pada
Karyawan PT. JATENG SINAR AGUNG SENTOSA JAWA TENGAH &
DIY. Universitas Diponegoro. Semarang
Lestari, Atik & Hartati, Niken. (2016). Hubungan Self-efficacy dengan Subjective
Well-Being pada Lansia yang Tinggal di Rumahnya Sendiri. Universitas
Negeri Padang.
Pramudita, Rhesaroka & Pratisti, Wiwien Dinar. (2015). Hubungan antara Self-
efficacy dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Negeri 1
Belitang. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Putri, Dian Ayusta & Suprapti, Veronika. (2014). Hubungan antara Self-efficacy
dengan Subjective Well-Being pada Mahasiswa Baru Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya (PENS) yang Kos. Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga Surabaya.
Rachmawati, Tiara. (2015). Analisis Hubungan Antara Efikasi Diri Pada Stres
Melalui Dukungan Sosial Sebagai Variabel Moderasi. Universitas Negeri
Semarang. Indonesia.
Rahmawati, W. Sri. (2017). Self- Efficacy dan Motivasi Berprestasi Siswa SMA 7
Purwerejo.Universitas Tama Jagakarsa.