Anda di halaman 1dari 18

Nama: Desi Rihani

NIM: 205110002
Judul: Pengaruh Pemberian Pelatihan Berpikir Positif untuk Menurunkan Stres
Akademik pada Biawarati Di Yogyakarta.

BAB I
Pendahuluan

1. Latar Belakang

Biarawati merupakan sebutan untuk perempuan yang memilih hidup membiara dan

mengikrarkan tiga kaul, yaitu kaul kemurnian, ketaatan, dan kemiskinan. Perempuan

yang memilih menjadi biarawati akan dihadapkan pada konsekuensi yang harus

ditanggung seumur hidup yaitu tidak menikah. Menurut Prasetya (dalam Sari &

Setyawan, 2017), orang yang telah memilih hidup bakti akan bertanggung jawab dan

dengan sadar, serta pada umumnya rela menghayati konsekuensi dan risiko atas pilihan

hidupnya. Secara istimewa, para biarawati akan memperlihatkan semangat kristiani

dalam hidup mereka, yaitu dengan berdoa, kaul, pakaian, tata tertib, dan gaya hidup.

Pada dasarnya, para biarawati akan hidup berkomunitas yang akan mengharuskan adanya

interaksi dan relasi antara orang-orang dalam satu biara yang sama, secara khusus

sesama biarawati. Dalam hidup berkomunitas ini, para biarawati dituntut agar dapat

menyesuaikan diri, baik dengan lingkungan baru maupun dengan sesama biarawati.

Setiap biarawati diharapkan dapat memiliki pemikiran positif terhadap dirinya sendiri,

orang lain, dan mampu menyelesaikan masalah.

Apabila mendengar kata ‘biarawati’, sebagian besar orang akan mengatakan orang

yang fokus pada kehidupan rohani. Padahal tidak sedikit biarawati yang juga melakukan

pekerjaan di luar biara. Ada banyak profesi yang digeluti para biarawati yang dapat
dikatakan sebagai profesi kedua mereka. Salah satunya adalah para biarawati yang

melanjutkan pendidikan mereka di jenjang universitas. Penyeimbangan tuntutan

kehidupan di biara dan di universitas bukan hal yang mudah melihat bahwa kedua hal

tersebut sangat berbeda. Tuntutan di universitas yang dijalani oleh biarawati

sebagaimana mahasiswa lainnya dapat menimbulkan stress akademik. Govaerst dan

Gregoire (dalam Suwartika et al, 2014) menyatakan bahwa stress akademik adalah jenis

stress paling umum yang dialami oleh mahasiswa sebagai sebuah kondisi individu yang

mendapatkan tekanan atas hasil penilaian dan persepsi mengenai stressor akademik dan

berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan di universitas.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab dan sumber dari stress akademik. Davidson

(dalam Suwartika et al, 2014) berpendapat bahwa beberapa sumber stress akademik

berasal dari situasi monoton, tugas yang terlalu banyak, deadline tugas, tidak dihargai,

kekurangan kontrol, aturan yang membingungkan, dan harapan yang mengada-ada.

Sementara itu, Womble (dalam Suwartika et al, 2014), mengatakan bahwa sumber stress

akademik antara lain aktivitas sosial, masalah finansial, gangguan tidur, dan manajemen

waktu. Beberapa permasalahan diluar dunia perkuliahan pun dapat mempengaruhi mood

dan konsentrasi para biarawati yang berdampak pada prestasi akademik mereka.

Biarawati yang memiliki pekerjaan lain diluar perkuliahan dapat memberikan tekanan

yang dapat membuat lelah sehingga berdampak pada kegiatan perkuliahannya. Para

biarawati harus memiliki managemen waktu yang baik antara perkuliahan dan pekerjaan

agar kedua hal tersebut dapat berjalan dengan lancar. Menurut Sari (dalam Mas, 2019),

stres akademik mahasiswa karena beban tugas sebesar 46,9%; karena skripsi sebesar

45,3% (Hapsari dalam Mas, 2019); dan karena lingkungan mencapai 64,1% (Arta dalam

Mas, 2019).
Stress akademik yang berkepanjangan dan tidak dapat dikendalikan akan

mempengaruhi perasaan, pikiran, dan tingkah laku. Seseorang yang mengalami stress

akademik akan merasakan beban yang memicunya melakukan tindakan negatif serta

menurunkan kemampuan akademik. Selain itu, stress akademik juga mempengaruhi

kesehatan akibat keadaan yang penuh tekanan dari bidang akademik. Akan tetapi, jika

seseorang mampu mengelola stress akademik yang dirasakannya dengan tepat, maka

orang tersebut akan tetap sehat. Menurut Angolla dan Angori (dalam Suwartika et al,

2014), stress akademik dapat memberikan dampat negatif maupun positif berdasarkan

cara seseorang mengelola stress akademik itu. Tetapi dalam banyak kasus, sebagian

besar orang mengalami masa sulit akibat stress akademika. Orang yang mengalami stress

akademik sering merasa tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah

sehingga memberikan tekanan yang membebani orang tersebut. Sebagian besar orang

mengalami stress akademik karena tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi

sumber stress. Wicaksana (dalam Virgonita & Linayaningsih, 2016) menyatakan bahwa

stress akademik yang berkelanjutan dapat menjadi gangguan perilaku dan mental. Tetapi

bukan berarti bahwa semua orang yang mengalami stress berlanjutakan akan mengalami

gangguan mental atau perilaku, karena hal tersebut tergantung pada status mental serta

kepribadian seseorang.

Saat seseorang mengalami stress akademik, pikiran-pikiran negatif akan sering

muncul yang kemudian memperparah stress itu. Stallard (dalam Virgonita &

Linayaningsih, 2016), menyatakan bahwa pola pikir negatif terhadap diri sendiri,

masalah yang sedang dihadapi, dan lingkungan menjadi sebuah ancaman bagi

keberlangsungan hidup sehingga harus diantisipasi. Dalam satu waktu, akal manusia

tidak dapat berkonsentrasi pada banyak informasi, sehingga ketika seseorang berpikir

negatif, otak akan fokus memberikan informasi-informasi negatif yang membuat


seseorang tidak fokus. Pada saat itu juga, otak secara otomatis akan menggagalkan

informasi positif. Sesuatu yang dipikirkan akan mempengaruhi tingkah laku dan suasana

hati seseorang, sehingga saat berpikiran negatif, orang cenderung bertingkah buruk

dengan suasana hati yang tidak bagus. Pemikiran-pemikiran negatif sebelumnya pun

akan memperkuat dan mendukung suasana hati tersebut. Menurut Elfiky (dalam

Virgonita & Linayaningsih, 2016), perasaan takut, sedih, frustasi, gelisah, dan cemas

berasal dari pikiran negatif.

Dalam mengatasi stress akademik berkelanjutan dan pikiran-pikiran negatif pada

biarawati, dibutuhkan intervensi yang mampu meminimalisir pikiran negatif. Salah satu

alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan melawan sumber stress dan pikiran negatif

itu dengan memberikan pelatihan berpikir positif. Menurut Chatton (dikutip dalam

Khoiryasdien, 2020) berpikir positif merupakan cara pandang dalam melihat sebuah

peristiwa dari sisi positif sehingga hal tersebut akan mengarah pada tindakan positif.

Sementara itu, Machmudati & Diana (dikutip dalam Khoiryasdien, 2020) menyatakan

bahwa berpikir positif adalah sikap mental dengan melibatkan dan memasukkan kata,

gambaran, dan pikiran yang dapat membangun perkembangan pikiran. Dari kedua

pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa berpikir positif merupakan proses

melibatkan dan memasukkan kata, pikiran, dan gambaran untuk membangun

perkembangan berpikir yang memungkinkan seseorang dapat melihat hal positif dalam

setiap peristiwa yang dialaminya.

Dalam penelitiannya, Limbert (dalam Kholidah & Alsa, 2012) menyatakan bahwa

berpikir positif berperan dalam membuat seseorang mampu menerima keadaan yang

sedang dialami secara positif. Sementara itu, Rufaidah (dalam Khoiryasdien, 2020)

berpendapat bahwa berpikir positif mampu memberikan harapan positif, optimis, berbaik

sangka, dan mengambil hikmah dan pelajaran hidup dari setiap peristiwa yang dialami.
Individu yang mampu berpikir positif akan segera menyelesaikan permasalahan dan

menyudahi perasaan-perasaan negatif, sebaliknya akan diganti dengan upaya untuk

berbenah diri dan menjalani pilihan hidup serta keberadaannya di lingkungannya.

Pelatihan berpikir positif dapat secara signifikan mengubah pikiran-pikiran negatif

menjadi hal yang positif serta dapat menjadi sebuah strategi dalam mengatasi stress.

Pelatihan berpikir positif diharapkan dapat mengendalikan pikiran-pikiran negatif

sehingga dalam segala peristiwa seseorang dalam melihat dari sisi positif atau mencari

sesuatu yang positif dari apa yang sedang dialaminya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Pelatihan Berpikir Positif mempengaruhi Stress

Akademik. Diharapkan dengan mengikuti pelatihan berpikir positif tersebut, para suster

yang sedang menjalani kuliah dapat menurunkan stress akademik yang dialami. Hasil

penelitian Kholidah dan Alsa (2012) menunjukkan pelatihan berpikir positif efektik

untuk menurunkan stress akademik. Penelitian yang sama dilakukan oleh Mas (2019)

menunjukkan pelatihan berpikir positif memberikan pengaruh menurunkan stress

akademik pada mahasiswa. Hasil penelitian Pangastuti (2014) menunjukkan pelatihan

berpikir positif mampu menurunkan kecemasan karena adanya perubahan pola pikir dan

emosi yang timbul. Dijelaskan bahwa seluruh perasaan (emosi) dan perilaku seseorang

dibentuk oleh pikiran (kognitif) sehingga pelatihan berpikir positif menjadi intervensi

yang tepat. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti merumuskan permasalahan dalam

penelitian ini yakni apakah terdapat pengaruh pemberian pelatihan berpikir positif

terhadap penurunan stres akademik pada biarawati di Yogyakarta?

2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan positif dalam

menurunkan stress akademik para biarawati.

3. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah penelitian di bidang psikologi Klinis

terkait kemampuan mengelola stress akademik dan pelatihan berpikir positif untuk

menurunkan stress akademik yang dihadapi oleh mahasiwa dan biarawati pada

khususnya.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait stress akademik dan

dapat direkomendasikan sebagai pelatihan untuk menurunkan stress akademik pada

biarawati apabila hipotesis diterima.


BAB II

Tinjauan Pustaka

1. Variabel Dependen (Stress Akademik pada Biarawati)

a. Pengertian Stress Akademik

Stress akademik merupakan sebuah kondisi dimana seseorang mengalami

banyak tekanan (fisik ataupun emosional) dan tuntutan dari aspek akademik yang

membuat orang tersebut merasa cemas, khawatir, dan tegang (Yusuf & Yusuf, 2017;

Mulya & Indrawati, 2016). Sumber stress akademik yang dialami oleh biarawati

yang juga mahasiswa, yaitu managemen waktu, standar penilaian, tuntutan dan

deadline tugas, jadwal kegiatan di biara dan kegiatan perkuliahan yang padat, dan

kelelahan.

b. Faktor yang Mempengaruhi Stress Akademik

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi stress akademik, yaitu:

1) Kepribadian Hardiness

Kepribadian hardiness merupakan karakteristik pribadi yang dapat membuat

seseorang menjadi lebih tahan dan stabil dalam menghadapi stress. Namun,

menurut penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Sawitri (dalam Yusuf dan

Yusuf, 2017), menunjukkan stress akademik dan kepribadian hardiness memiliki

keterkaitan. Seseorang yang memiliki kepribadian hardiness tinggi maka


memiliki kemungkinan yang rendah untuk mengalami stress akademik.

Berbanding terbalik dengan individu dengan kepribadian hardiness rendah yang

besar kemungkinan akan mengalami stress akademik. Oleh karena itu, semakin

tinggi kepribadian hardiness seseorang, semakin rendah pula kemungkinan ia

akan mengalami stress akademik. Seseorang dengan kepribadian hardiness akan

memiliki pribadi yang stabil dalam emosi sehingga memungkinkan untuk

menekan pikiran negatif dan stress yang dialaminya.

2) Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi adalah dorongan seseorang dalam melakukan segala sesuatu

yang dapat mempengaruhi prestasi. Pada umumnya, dorongan ini bersifat positif,

seperti keinginan untuk menyelesaikan masalah atau tantangan, persaingan secara

sehat, dan dorongan untuk sukses. Motivasi berprestasi yang dimiliki mahasiswa

dapat menimbulkan keyakinan dari diri mahasiswa tersebut untuk menyelesaikan

tugas-tugas kuliah. Mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi

termasuk golongan individu yang memiliki self healing yang dapat menekan

stress sehingga tidak berkepanjangan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

Mulya dan Indrawati (2017), menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi

berprestasi maka semakin rendah stress akademik, begitu pula sebaliknya apabila

motivasi berprestasi rendah maka akan semakin tinggi stress akademik.

3) Self-efficacy

Self-efficacy adalah keyakinan dalam diri seseorang dalam memperkirakan

kemampuan dirinya sendiri dalam melakukan sesuatu. Yusuf & Yusuf (2020)

menyatakan bahwa apabila seseorang memiliki self-efficacy yang tinggi maka

stress akademik yang dialaminya akan rendah. Self-efficacy menjadi salah satu

faktor yang mempengaruhi stress akademik karena berhubungan dengan


bagaimana seseorang mengetahui kemampuan dirinya. Seseorang yang yakin

pada kemampuan dirinya dapat mencegah pikiran negatif muncul, sehingga stress

akademik yang dialaminya pun lebih rendah dibandingkan individu yang tidak

percaya diri dengan kemampuannya.

4) Optimisme

Optimisme adalah keyakinan terhadap sesuatu atau peristiwa yang terjadi yang

dapat diatasi dengan baik. Optimisme juga daoat didefenisikan sebagai melihat

segala sesuatu dengan baik. Mathur dan Sharma (2015), dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa terdapat hubungan sikap optimisme dengan stress akademik.

Pada umumnya, seseorang yang optimis mampu memandang segala sesuatu

dengan lebih positif. Optimisme mampu menekan pikiran negatif yang dapat

menjadi stress akademik. Artinya bahwa seseorang yang memiliki optimisme

tinggi akan mengalami stress akademik yang lebih rendah dibandingkan dengan

orang dengan optimisme rendah.

c. Gejala Stress Akademik

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Azmy et al. (2017), mengindikasikan

beberapa gejala stress akademik, yaitu:

1) Reaksi Fisik

Pada umumnya, reaksi fisik yang timbul saat seseorang mengalami stress

akademik, antara lain sakit kepala, tidak dapat beristirahat secara maksimal,

kelelahan fisik, telapak tangan berkeringan, dan denyut jantung berdebar.

2) Reaksi Perilaku

Reaksi dari perilaku seseorang yang mengalami stress akademik, yaitu

kecenderungan untuk berbohong, membolos, menggerutu atau mengeluh, sering

menyalahkan orang lain, mencari perhatian, suka menyendiri, dan gugup.


3) Reaksi Proses Berpikir

Seseorang yang mengalami stress akademik, cenderung mengalami reaksi

proses berpikir, antara lain sulit berkonsentrasi, perfeksionisis, menurunnya

prestasi, kehilangan harapan, jenuh, berpikir negatif, dan tidak memiliki

prioritas.

4) Reaksi Emosi

Apabila seseorang sedang mengalami stress akademik, pada dasarnya emosi

orang tersebut akan berubah-ubah dengan cepat. Beberapa reaksi emosi yang

dialami, yaitu cemas, merasa diabaikan, tidak merasa puas, dan mudah

tersinggung.

2. Variabel Independen atau Variabel Bebas (Pelatihan Berpikir Positif)

a. Pengertian Pelatihan Berpikir Positif

Pelatihan berpikir positif merupakan sebuah latihan yang bertujuan meningkatkan

perilaku asertif yang dapat dilakukan secara bertahap dan berfokus pada pemikiran

positif agar seseorang selalu dalam keadaan dan pikiran yang positif (Ertyastuti et al.,

2012). Pelatihan berpikir positif dilakukan agar seseorang mampu mengenali pola

pikir, lalu memahaminya, mengubah, dan menggunakan pola pikir baru. Pelatihan ini

diharapkan dapat membuat seseorang mengubah pola pikir negatif menjadi pikiran

positif atau mencari sesuatu yang positif.

b. Aspek Pelatihan Berpikir Positif

Dalam penelitian Caprara & Steca (dalam Kholidah & Alsa, 2012), ada beberapa

materi pelatihan berpikir positif yang melingkupi aspek berikut ini.

1) Optimisme

2) Harga diri

3) Kepuasaan hidup
3. Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen

Stress akademik yang berasal dari tekanan dan tuntutan aspek akademik membuat

biarawati melihat segala sesuatu menjadi negatif. Oleh karena dibutuhkan pelatihan

berpikir positif yang dapat membantu para biarawati untuk mengubah persepsi negatif

menjadi pikiran positif. Dalam penelitiannya, Kholidah dan Alsa (2012) menunjukkan

bahwa pelatihan berpikir positif efektif dalam menurunkan tingkat stress pada

mahasiswa. Sementara itu, Yanuarti (dalam Kholidah dan Alsa, 2012) juga menyatakan

pengaruh signifikan pelatihan berpikir positif dalam menurunkan depresi.

Oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa dengan dilakukannya pelatihan berpikir

psoitif mampu memberikan pengaruh yang baik dengan menurunkan stress akademik

yang dialami oleh para biarawati. Dengan berpikir positif, seseorang akan menjadi lebih

dapat menerima situasi dan kondisi yang dialaminya serta melihat peristiwa dengan sisi

positif.

4. Landasan Teoritis

5. Hipotesis

H0: Tidak ada pengaruh pelatihan berpikir positif dalam menurunkan stress akademik

para biarawati.

H1: Ada pengaruh pelatihan berpikir positif dalam menurunkan stress akademik para

biarawati.
BAB III

Metode Penelitian

1. Indetifikasi Variabel dan Defenisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yang digunakan, yaitu stress akademik sebagai

variabel dependen dan pelatihan berpikir positif sebagai variabel independen.

a) Variabel Dependen: Stress Akademik

Stress akademik adalah kondisi individu yang mendapatkan banyak tuntutan dari aspek

akademik dan membuat individu tersebut merasa tertekan baik secara fisik maupun

mental.

Dalam penelitian ini akan menggunakan skala untuk mengetahui tingkat stress biarawati.

Jenis skala yang digunakan adalah Scale for Assessing Academic Stress (SAAS). SAAS

terdiri dari beberapa reaksi, yaitu reaksi kognitif, reaksi afektif, reaksi fisik, reaksi

sosial/interpersonal, dan reaksi motivasi.

b) Variabel Independen: Pelatihan Berpikir Positif


Pelatihan berpikir positif merupakan sebuah pelatihan yang membuat seseorang belajar

untuk memahami dan mengolah cara berpikir sehingga seseorang tersebut dapat melihat

segala sesuatu dari aspek positif.

Albrecht (dalam Anggraini et al., 2017) menyatakan bahwa ada dua aspek dalam berpikir

positif, yaitu perhatian positif dan ungkapan positif. Perhatian positif merupakan

kemampuan seseorang dalam mengolah dan membentuk hal negatif dalam dirinya menjadi

hal yang positif, contohnya rasa takut karena gagal diubah menjadi motivasi dan pelajaran.

Ungkapan positif adalah harapan yang bersifat positif terkait diri seseorang. Ada beberapa

jenis ungkapan positif, yaitu pernyataan yang tidak menilai, harapan yang positif,

penyesuaian diri yang realistis, dan afirmasi diri.

Pelatihan berpikir positif pada penelitian ini akan dirancang dan dilaksakan dengan

menggunakan aspek yang terdiri dari empat jenis ungkapan positif (positive verbalization)

oleh Albrecht.

2. Subjek Penelitian

Populasi penelitian ini adalah para biarawati Ordo Pewarta (OP). Sampel mencakup para

biarawati yang memenuhi kriteria:

a. Merupakan mahasiswi aktif

b. Mengalami stress akademik

3. Desain Penelitian

4. Manipulasi Variabel Independen

Pada penelitian ini akan dilakukan manipulasi variabel independen berupa memberikan

pelatihan berpikir positif kepada subjek penelitian. Subjek penelitian merupakan para

biarawati yang mengalami stress akademik dan dengan diberikannya pelatihan berpikir
positif diharapkan dapat menurunkan menurunkan atau mengurangi stress akademik

mereka. Dengan berpikir positif, para subjek penelitian dapat belajar untuk melihat

tuntutan ataupun permasalahan yang dialami dari sisi positifnya, sehingga tuntutan

akademik yang menjadi sumber stress akademik tidak lagi dipandang negatif.

5. Metode Pengumpulan Data

a. Skala Stress Akademik

Stress akademik pada subjek penelitian akan dikumpulkan menggunakan skala. Skala

yang digunakan adalah Scale for Assessing Academic Stress (SAAS), yaitu:

1) Reaksi Kognitif

Reaksi kognitis merupakan sistem reaksi yang berasal dari pikiran dan imajinasi. Contoh

dari reaksi kognitif, yaitu perhatian menjadi berkurang, sulit fokus, terganggunya

kemampuan belajar dan pemecahan masalah, mendadak pelupa, dan cara berpikir menjadi

tidak efektif.

2) Reaksi Afektif

Reaksi afektif adalah reaksi yang dipengaruhi oleh perasaan dan suasana hati. Contohnya,

yaitu sedih, tidak percaya diri, dan merasa tertekan.

3) Reaksi Sosial/Interpersonal

Reaksi sosial/interpersonal adalah adalah reaksi yang berasal dari hubungan antar

manusia. Seseorang yang mengalami stress akademik, secara umum akan merasakan

reaksi sosial/interpersonal, antara lain merasa diabaikan, keinginan menyendiri, dan

perasaan bahwa tidak ada orang yang peduli, mau membantu dan mengerti keadaannya.

4) Reaksi Motivasi
Reaksi motivasi adalah kondisi ketika seseorang mengalami perubahan motivasi karena

ketidakteratikan dalam melakukan sesuatu. Contoh reaksi motivasi, yakni tidak tertarik

dengan materi pelajaran, merasa cepat bosan, dan tidak memiliki keinginan untuk

melakukan apapun.

5) Reaksi Fisik

Reaksi fisik adalah reaksi yang timbul secara fisik saat seseorang mengalami stress

akademik. Contohnya yaitu jantung berdebar-debar, merasa pusing, dan lemas serta pada

perempuan dapat mengalami gangguan menstruasi.

b. Skala Berpikir Positif

Dalam penelitian ini, akan menggunakan skala berpikir positif oleh Albrecht (dalam

Anggraini et al., 2017), yang terdiri dari beberapa aspek yaitu:

1) Pernyataan yang tidak menilai

Pernyataan yang tidak menilai adalah pernyataan yang mengarah kepada cara

penggambaran pendapat atau keadaan yang lebih menerima kenyataan yang ada dan tidak

fanatik dalam mengemukakan pendapat. Pernyataan yang tidak menilai sama dengan

penggambaran seseorang yang menerima kenyataan yang ada, bahwa akan selalu ada

perubahan yang terjadi dalam hidup, dan dapat menerima secara terbuka sesuatu yang

berasal dari luar dirinya sendiri, seperti saran, ide, atau kritik.

2) Harapan yang positif

Harapan yang positif menunjukkan bahwa seseorang memilik cita-cita, impian dan

pandangan masa depan yang positif baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain

atau lingkungan. Harapan positif akan selalu mengarah kepada hal-hal positif. Pada
umumnya orang yang memiliki harapan positif akan selalu memandang ke depan dengan

optimis dan memiliki kegigihan untuk mengejar harapannya tersebut.

3) Penyesuaian diri yang realistis

Menyesuaikan diri dengan keadaan atau realita berarti seseorang akan selalu berusaha

untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya danmenerima kenyataan yang ada.

Orang yang dapat menyesuaikan diri adalah orang-orang yang selalu menganggap bahwa

apa yang terjadi saat itu merupakan bagian dari kehidupan yang tidak dapat dihindari dan

menjadi proses kehidupan yang harus dijalani.

4) Afirmasi diri

Afirmasi diri adalah pernyatan-pernyataan yang dapat memperkuat atau melemahkan diri,

tergantung dari jenis afirmasi yang ditanamkan dalam diri. Apabila seseorang secara

berulang-ulang, menegaskan afirmasi diri yang bersifat positif maka hal itu akan

memperkuat dan berubah menjadi aksi positif, sebaliknya jika seseorang menanamkan

afirmasi diri negatif dalam dirinya, maka hal itu akan melemahkan dirinya. Afirmasi diri

yang positif dapat mendorong seseorang dalam mencapai sesuatu. Afirmasi diri yang

positif berarti melihat diri sendiri secara positif dan mempercayai kemampuan diri.

6. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini akan menggunakan metode kuantitatif sebagai metode analisis data.

Pada metode kuantitatif akan ditarik kesimpulan statistik dari data-data yang telah

dikumpulkan. Dalam metode ini, data dan respon dari subjek penelitian menjadi

pendukung dalam membuat kesimpulan.

Daftar Pustaka
Anggraini, Yeni., Syaf, Auliya., & Murni, Adri., (2017, Agustus). Hubungan Antara

Berpikir Positif Dengan Kecemasan Komunikasi Pada Mahasiswa. PSYCHOPOKYTAN

(Jurnal Psikologi), 1(1), 34-35.

Azmy, Amy Noerul., Nurihsan, Achmad Juntika., & Yudha, Eka Sakti. (2017, Juli).

Deskripsi Gejala Stress Akademik dan Kecenderungan Pilihan Strategi Koping Siswa

Berbakat. Indonesian Journal of Educational Counseling, 1(2), 202.

Ertyastuti, Adhisty June., Andayani, Tri Rejeki., & Priyatama, Aditya Nanda. (2012).

Pengaruh Pelatihan Positif Terhadap Asertivitas Remaja Panti Asuhan. Jurnal Wacana,

4(2), 176.

Indriyani, Suri., & Handayani, N.S. (2018, Desember). Stress Akademik Dan Motivasi

Berprestasi Pada Mahasiswa Yang Bekerja Sambil Kuliah. Jurnal Psikologi, 11(2), 154.

Khoiryasdien, Andhita Dyorita. (2020, Oktober). Pelatihan Berpikir Positif Untuk

Meningkatkan Penerimaan Diri Survivor Bipolar di Yogyakarta. Jurnal Insight Fakultas

Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember, 16(2), 320.

Kholidah, Enik Nur., & Alsa, Asmadi. (2012, Juni). Berpikir Positif Untuk Menurunkan

Stres Psikologis. Jurnal Psikologi, 39(1), 70.

Mathur, Roopa., & Sharma, Rimpy. (2015, Agustus). Academic Stress in Relation with

Optimism and Relisience. International Research Journal of Interdisciplinary &

Multidisciplinary Studiess (IRJIMS), 1(7), 132-133.

Mulya, Hantoro Adhi., & Indrawati, Endang Sri. (2016, April). Hubungan Antara

Motivasi Berprestasi Dengan Stress Akademik Pada Mahasiswa Tingkat Pertama Fakultas

Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal Empati, 5(2), 279;300-301.


Nurmaliyah, Faridah. (2014, September). Menurunkan Stress Akademik Siswa Dengan

Menggunakan Teknik Self-Instruction. Jurnal Pendidikan Humaniora, 2(3), 275.

Sari, M.P.P., & Setyawan, Imam. (2017, Januari). Pengalaman Menjadi Biarawati Katolik:

Studi Kualitatif Interpretative Phenomenological Analysis. Jurnal Empati, 6(1), 287-189.

Suwartika, Ira., Nurdin, Agus., & Ruhmadi, Edi. (2014, Juli). Analisis Faktor Yang

Berhubungan Dengan Tingkat Stress Akademik Mahasiswa Reguler Program Studi D III

Keperawatan Cirebon Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya. Jurnal Keperawatan Soedirman

(The Soedirman Journal of Nursing), 9(3), 174-175.

Virginita, Mulya., & Linayaningsih, Fitria. (2016, Desember). Efektivitas Pelatihan

Berpikir Positif Sebagai Strategi Coping Stress Pada Guru Sekolah Dasar Anak

Berkesulitan Belajar. Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 18(2), 252.

Yusuf, Nur Mawakhira., & Yusuf, Jannatul Ma’wa. (2020, Juni). Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Stress Akademik. Psyche 165 Journal, 13(2), 236-237.

Anda mungkin juga menyukai