Anda di halaman 1dari 91

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM INTEGUMEN

(LUKA BAKAR, DERMATITIS STEVENS JOHNSON)

Disusun Oleh :

1. DEVIA OLA YULIA


2. NOVA ASRIYANTI
3. SRI RIZKY

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN.................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...............................................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi Sindrom Steven Johnson..................................................................2
B. Etiologi...........................................................................................................4
C. Anatomi Fisiologi Kulit..................................................................................5
D. Patofisiologi...................................................................................................8
E. Manifestasi Klinis...........................................................................................9
F. Pathways.........................................................................................................11
G. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................12
H. Penatalaksanaan.............................................................................................12
I. Konsep Asuhan Keperawatan..........................................................................13

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................24
B. Saran...............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

Iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan dan melindungi
terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang
terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya
(keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti
"penutup".
Secara ilmiah kulit adalah lapisan terluar yang terdapat diluar jaringan yang terdapat pada
bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh, kulit merupakan organ yang
paling luas permukaan yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai
pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia.
Radang kulit merupakan reaksi alergi berupa ruam dan juga gatal pada kulit. Namun jangan
takut karena penyakit ini tidak menular, tetapi biasanya diturunkan melalui keluarga. Sifat
dari penyakit ini berulang sehingga lebih sulit untuk disembuhkan secara total. Jika radang
kulit ini terjadi pada anak-anak, biasanya setelah dewasa akan sembuh dengan total.
Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada orang-orang dari
segala usia. Sebagian besar pengobatan infeksi kulit membutuhkan waktulama untuk
menunjukkan efek. Masalahnya menjadi lebih mencemaskan jika penyakit tidak merespon
terhadap pengobatan. Tidak banyak statistik yangmembuktikan bahwa frekuensi yang tepat
dari penyakit kulit,namun kesan umumsekitar 10-20 persen pasien mencari nasehat medis
jika menderita penyakit padakulit. Matahari adalah salah satu sumber yang paling menonjol
darikanker kulit dan trauma terkait

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar luka bakar,dermatitis,penyakit sindrom steven
johnson dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien dengan luka
bakar,dermatitis dan sindrom steven johnson..

Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit
sindrom steven johnson yang meliputi definisi luka bakar,dermatitis dan
sindrom steven johnson, etiologi, anatomi fisiologi kulit, patofisiologi,
manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan gangguan sistem integumen yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, dan perencanaan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Luka Bakar


1. Definisi
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis
yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus,
1994 dalam Potter & Perry, 2006).
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena
luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama (Smeltzer, 2001).
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena
air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat
bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh
melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer, 2001).
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan
api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat.Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya
jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini.Luka bakar
kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.Lebih dari 25.000 produk
zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi
listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh.
d. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.Tipe injuri
ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari
sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.Terbakar oleh
sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe
luka bakar radiasi (Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007).

3. Fase Luka Bakar


Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya
dibedakandalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut.Namun demikian pembagian fase
menjadi tigatersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara
ketiga fase ini.Dengandemikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak
dibatasi oleh kotak fase dantetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase
sebelumnya akan berimplikasi klinispada fase selanjutnya (Sunarso, 2008).

a. Fase Akut
Fase akut disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalamiancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelahterbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cederatermal yang berdampak sistemik.

b. Fase sub akut


Berlangsung setelah fase syok teratasi.Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan :
1) Proses inflamasi dan infeksi
2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel
luasatau pada struktur atau organ fungsional
3) Keadaan hipermetabolisme

c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihanfungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa
sikatrik yanghipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

4. Kedalaman Luka Bakar


Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringn yang rusak dan disebut
sebagai luka bakar superficialpartial-thicknes, deep partial-thicknes dan full thicknes.
Istilah deskriptif yang sesuai adalah luka bakar derajat satu, dua, dan tiga (Elizabeth
Corwin, 2009).

Kedalaman dan Bagian kulit Gejala Penampilan Perjalanan


penyebab luka bakar yang terkena luka kesembuhan
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah, Kesembuhan
(Superfisial) Hiperestesia (super menjadi putih lengkap dalam
Tersengat matahari sensitivitas) ketika ditekan waktu 1
Terkena api dengan Rasa nyeri mereda Minimal atau minggu
intensitas rendah jika didinginkan tanpa edema Pengelupasan
kulit
Derajat Dua (Partial Epidermis dan Nyeri Melepuh; dasar Kesembuhan
Thicknes) bagian dermis Hiperestesia luka berbintik- dalam waktu 2
Tersiram air mendidih Sensitif terhadap bintik merah; atau 3 minggu
Terbakar oleh nyala udara yang dingin epidermis retak; Pembentukan
api permukaan luka parut dan
basah depigmentasi
Edema Infeksi dapat
mengubahnya
menjadi
derajat 3
Derajat Tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri Kering; luka Pembentukan
Thicknes) keseluruhan Syok bakar berwarna eskar
Terbakar nyala api dermis dan Hematuria (adanya putih seperti Diperlukan
Terkena cairan kadang-kadang darah dalam urine) bahan kulit atau pencangkokan
mendidih dalam jaringan dan kemungkinan gosong Pembentukan
waktu yang lama subkutan pula hemolisis Kulit retak parut dan
Tersengat arus listrik (destruksi sel darah dengan bagian hilangnya
merah) lemak yang kontour serta
Kemungkinan tampak fungsi kulit
terdapat luka Edema Hilangnya jari
masuk dan keluar tangan atau
(pada luka bakar ekstermitas
listrik) dapat terjadi
Sumber: Smeltzer& Bare, 2001
5. Ukuran Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of
nineatau rule of Wallace:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia perineum : 1%
Total : 100 %
Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas
relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih
kecil. Olehkarena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund
dan Browderuntuk.anak.Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan
beberapa faktor antara lain:
a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi/lokasi luka bakar
d. Umur penderita

6. Kriteria Berat Ringan Luka Bakar


Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association
yakni :
a. Luka Bakar Ringan.
1) Luka bakar derajat II <15 %
2) Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
3) Luka bakar derajat III < 2 %
b. Luka bakar sedang
1) Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
2) Luka bakar derajat II 10 – 20% pada anak – anak
3) Luka bakar derajat III < 10 %
c. Luka bakar berat
1) Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
2) Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
3) Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
4) Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
5) Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain

7. Faktor-Faktor Yang Menentukan Cedera Inhalasi Dan Obtruksi Saluran


Pernafasan/Potensial
Faktor-Faktor Yang Menentukan Cedera Inhalasi Dan Obstruksi Saluran
Pernafasan/Potensial
a. LB pada muka dan leher
b. Bulu-bulu halus, bulu hidung, alis dan bulu mata
c. Ada pengarangan dalam oral, terutama gigi dan gusi
d. Gangguan pernafasan
e. Parau, ludah sangat banyak
f. Luka seperti arang
g. Luka bakar terjadi diruang tertutup
h. Berbau asap

8. Manifestasi Klinik
1) Cedera
Jika luka bakar disebabkan oleh nyala api atau korban terbakar pada tempat yang
terkurung atau kedua-duanya, maka perlu diperhatikan tanda-tanda sebagai
berikut :
a. Keracunan korban monoksida
Klien terperangkap dan menghirup karbonmonoksida dalam jumlah yang
signifikan
b. Distres pernafasan
Penurunan oksigenasi arteri sering terjadi setelah luka bakar. Hal ini
menunjukkan penurunan kadar pO2 terjadinya obstruksi jalan udara atau
penurunan curah jantung kiri.
2) Sepsis
Syok sejak terjadi pada klien luka bakar luas dengan ketebalan penuh, hal itu
disebabkan oleh bakteri yang menyerang luka masuk ke dalam aliran darah,
gejalanya :
a. Suhu tubuh bervariasi
b. Nadi (140-170 x/menit), sinus takikardi
c. Penurunan TD
d. Paralitik ileus
e. Pendarahan jelas dan luka
3) Pada ginjal meningkat haluaran urine dan terjadi mioglobinuria
4) Metabolik
Terjadi peningkatan energi dan kenaikan kebutuhan nutrisi, hipermetabolisme,
meningkat aliran glukosa dan pengeluaran banyak protein dan lemak adalah ciri-
ciri respon terhadap trauma dan infeksi.
Klien dengan luka bakar > 40% LPTT menunjukan adanya penurunan BB 25%
dari BB sebelum dirawat di RS sampai 3 minggu setelah luka bakar

9. Patofisiologi
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air,
klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang
dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock (Shock
Hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh
terhadap kondisi ini adalah :

a. Respon kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai
respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan
resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
b. Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume
intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran
urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
c. Respon Gastro Intestinal
Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak adanya
peristaltik usus) dan ulkus curling.Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus
merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar.Distensi
lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan
dekompresi lampung (dengan pemasangan sonde lambung).Perdarahan lambung
yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah
dalam feses atau vomitus yang berdarah.Semua tanda ini menunjukkan erosi
lambung atau duodenum (ulkus curling).
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas
gastrointestinal.Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan
neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas.Pemasangan NGT
mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
d. Respon Imonologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis
mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang
masuk.Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme
masuk ke dalam luka.
e. Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi Oksigen oleh jaringan akan meningkat dua
kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal (White,
1993) . Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu
cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah
glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas
berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa
aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi
pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut
respirasi dan ARDS (adult respiratory distress syndrome).(Smeltzer, 2001).

10. WOC

thermol radiasi Bahan kimia Listrik

LB bahan kimia LB listrik


LB thermal LB karena radasi

Kerusakan
jaringan kulit

Efek terhadap
Efek terhadap Mk: resiko infeksi pembekuan darah
kulit dan nyeri
Kerusakan
kapiler
Kehilangan Kehilangan
lapisan kulit ketekolamin
Permiabilitas
kapiler
Pengupan cairan
disertai protein dan
energy Cairan &protein vasokontriksi
keluar ke ruang elektrik
intetisial
Gangguan
metabolisme Peningkatan
Hemkonsentrasi tahanan
Kehilangan selektif
H2O
Peningkatan Penurunan
glukoneagenesis Tekanan
aliran darah hidrostatis Peningkatan
hipovolemia Sekresi adrenal kapiler afterload
Peningkatan Tubuh jantung
kebutuhan cairan Aldosterone kekurangan
O2 Hipermeabilitas
meningkat
kapiler
Mk:deficit cairan dan
gangguan pola nafas Retensi Na Hipoksia
meningkat Edema umum
Mk: kelemahan
Aliran darah Volume
ginjal menurun darah

Gagal ginjal GFR menurun Cardiac


output

Mk: gangguan
eliminasi Mk: perubahan perfusi
jaringan

Perubahan Tingkatan hipolemik (s/d 48-72 Tingkatan diuretic


jam pertama) 12 jam-18/24 jam pertama
Mekanisme Dampak dari Mekanime Dampak dari
Pergeseran Vaskuler ke Hemokonsentrasi Interstitial ke Hemodilusi.
cairan insterstitial. oedem pada vaskuler.
ekstraseluler. lokasi luka
bakar.
Fungsi renal. Aliran darah Oliguri. Peningkatan Diuresis.
renal berkurang aliran darah
karena desakan renal karena
darah turun dan desakan darah
CO berkurang. meningkat.
Kadar Na+ direabsorbsi Defisit sodium. Kehilangan Defisit sodium.
sodium/natriu oleh ginjal, tapi Na+melalui
m. kehilangan diuresis
Na+melalui (normal
eksudat dan kembali
tertahan dalam setelah 1
cairan oedem. minggu).
Kadar K+ dilepas Hiperkalemi K+ bergerak Hipokalemi.
potassium. sebagai akibat kembali ke
cidera jarinagn dalam sel,
sel-sel darah K+ terbuang
merah, melalui
K+berkurang diuresis (mulai
ekskresi karena 4-5 hari
fungsi renal setelah luka
berkurang. bakar).
Kadar protein. Kehilangan Hipoproteinemia Kehilangan Hipoproteinem
protein ke dalam . protein waktu ia.
jaringan akibat berlangsung
kenaikan terus
permeabilitas. katabolisme.
Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan
nitrogen. jaringan, nitrogen negatif. jaringan, nitrogen
kehilangan kehilangan negatif.
protein dalam protein,
jaringan, lebih immobilitas.
banyak
kehilangan dari
masukan.
Keseimbnagan Metabolisme Asidosis Kehilangan Asidosis
asam basa. anaerob karena metabolik. sodium metabolik.
perfusi jarinagn bicarbonas
berkurang melalui
peningkatan diuresis,
asam dari produk hipermetabolis
akhir, fungsi me disertai
renal berkurang peningkatan
(menyebabkan produk akhir
retensi produk metabolisme.
akhir tertahan),
kehilangan
bikarbonas
serum.
Respon stres. Terjadi karena Aliran darah Terjadi karena Stres karena
trauma, renal berkurang. sifat cidera luka.
peningkatan berlangsung
produksi lama dan
cortison. terancam
psikologi
pribadi.
Eritrosit Terjadi karena Luka bakar Tidak terjadi Hemokonsentr
panas, pecah termal. pada hari-hari asi.
menjadi fragil. pertama.
Lambung. Curling ulcer Rangsangan Akut dilatasi Peningkatan
(ulkus pada central di dan paralise jumlah
gaster), hipotalamus dan usus. cortison.
perdarahan peingkatan
lambung, nyeri. jumlah cortison.
Jantung. MDF meningkat Disfungsi Peningkatan CO menurun.
2x lipat, jantung. zat MDF
merupakan (miokard
glikoprotein yang depresant
toxic yang factor) sampai
dihasilkan oleh 26 unit,
kulit yang bertanggung
terbakar. jawab
terhadap syok
spetic.
Sumber: Sjamsuhidajat Wim De jong. 2007

11. Permasalahan Pasca luka Bakar


Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat
berkembangmenjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuansendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali
sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan kepercayaan
diri.Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
a. Infeksi dan sepsis
b. Oliguria dan anuria
c. Oedem paru
d. ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
e. Anemia
f. Kontraktur dan scar
g. Kematian
12. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Kekurangan cairan dan elektrolit
c. Hypermetabolisme
d. Infeksi
e. Gagal ginjal akut
f. Masalah pernapasan akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia bakteri,
edema.
g. Paru dan emboli
h. Sepsis pada luka
i. Ilius paralitik
13. Penatalaksanaan
a. Fase Resusitatif
Pre hospital care
1) Jauhkan penderita dari penderita LB
2) Kaji ABC (Airway, breathing, circulation)
3) Kaji trauma yang lain
4) Pertahankan panas tubuh
5) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
6) Transportasi (segera kirim klien kerumah sakit)
b. Fase Akut
1) Perawatan luka
a) Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi
initerdiri dari merendam (immersion) dan dengan shower (spray)
(1) Debridement
 Debridement Mekanik
Debridement mekanik adalah dilakukan secara hati-hati dengan
menggunakan gunting dan forsep untuk untuk memotong dan
mengangkat eschar.
 Debridement Enzimatik
Debridement enzimatik merupakan debridement dengan menggunakan
preparat enzim topical proteolitik dan fibrinolitik.
2) Tindakan Bedah
Pada eksisi pembedahan luka dieksisi sampai menimbulkan pendarahan
sambil meminimalkan kehilangan jaringan yang hidup
3) Nutrisi
Mempertahankan intake nutrisi yang adekuat selama fase akut sangatlah
penting untuk meningkatkan penyembuhan luka dan pencegahan infeksi
(Hudak & Galalo, 2003)
c. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari
perawatan luka bakar.Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar
adalah untuk peningkatan kemandirian melelui pencapaian perbaikan fungsi yang
maksimal.Tindakan-tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka,
pencegahan atau meminimalkan deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan
kekuatan dan fungsi serta memberikan support emosional. Rehabilitasi psikologis
adlah sama pentingnya dengan rehabilitasi fisik dalam keseluruhan proses
pemulihan. Banyak sekali respon psikologis dan emosional terhadap injuri luka
bakar yang dapat diidentifikasi.

Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,


chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru
selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
a. Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian
yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada
fase cleaning.
b. Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah
normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3
jam setelah kejadian luka bakar – Kompres dengan air dingin (air sering
diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia
(penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi – Jangan pergunakan es
karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga
justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia – Untuk luka
bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air
mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar
berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang
mengalir.
c. Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa
sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan
lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
d. Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang
lebih dalam dari superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4
jadwal pemberian antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk
penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak
boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru
lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
e. Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan
derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau
bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya
lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau
larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.]
f. Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa
a) Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
b) Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
c) Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya
dari ABC (airway, breathing, Circulation)
d) Airway and breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga
(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada
wajah.Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan
tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam
trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap
terbuka.Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.
e) Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan.Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan.Pemberian cairan intravena
(melalui infus) diberikan bilaluas luka bakar >10%.Bila kurang dari itu
dapat diberikan cairan melalui mulut.Cairan merupakan komponen
penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui
penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan
mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke
jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya
pembengkakan (edema).Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan
tidak tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh darah dapat
berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan
mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya
dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah
cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc x berat
badan (kg) x %TBSA + cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan
rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg
ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg.Cairan formula
parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam
pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya.Pengawasan
kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu
1cc/kgBB/jam.

14. Perawatan
Terdapat tiga prioritas penting dalam perawatan luka bakar ringan.
a. Selalu dahulukan tindakan medis dan bedah. Sebagai contoh dalam menghadapi
seorang pasien yang mengalami kesulitan bernafas, prioritas pertama kita ialah
mengatasi msalah pernafasan.
b. Setelah tuntas dengan urusan emergency, baru kita berupaya memeprtahankan
bentuk dan fungsi bagian tubuh yang terkena luka bakar.
c. Prioritas berikutnya ialah upaya mencintapkan penampakan jaringan parut sebaik
mungkin. Hal ini merupakan problem utama dari pasien-pasien luka bakar. Upaya
terpenting yang bisa dikaerjakan ialah dengan pemberian tekanan diatasnya
selama 6 – 12 bulan.
Pasien dapat menunggu terjadinya pertumbuhan kulit baru.Penantian ini umunya
memakan waktu yang lebih lama. Lternatif yang lebih cepat ialah dengan skin graft
(cangkok kulit).
Cara ini dikerjakan dengan mengambil kulit dari suatu bagian tubuh yang kemudian
ditanam pada daerah yang memerlukan.Lokasi pengambilan (donor site) biasanya di
daerah paha karena ini lebar dan gampang sembuh.Agar pertumbuhan terjadi,
dibutuhkan beberapa syarat.
Kulit donor haruslah kulit yang sehat.Lokasi resipien (tempat donor ditanam) mesti
memiliki jaringan pembuluh darah yang baik. Jika tidak, kulit donor tidak akan bisa
tumbuh. Stetelah kulit donor diletakkan, satu-satunya hal yang mesti dikerjakan ialah
membiarkannya.
Jangan memberi tekanan apapun.Kita hanya melindungi cangkok tersebut dan
menantinya tumbuh. Umumnya petumbuhan akan terjadi dalam 4 -7 hari.

15. Pengobatan
Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan penderitanya tidak perlu dirawat di rumah
sakit.Untuk membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka lebih lanjut,
sebaiknya lepaskan semua pakaian penderita.Kulit segera dibersihkan dari bahan
kimia (termasuk asam, basa dan senyawa organik) dengan mennguyurnya dengan air.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit jika :
a. Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki
b. Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik dan
benar di rumah
c. Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun
d. Terjadi luka bakar pada organ dalam

16. Pemeriksaan Penunjang


a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
b. Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan
penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
c. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstitiil/ganguan pompa natrium.
d. Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan
dalam dan kehilangan protein.
e. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
f. Skan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
g. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
h. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
j. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
k. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
l. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.

2.2..DERMATITIS
A. DEFINISI
Eksim atau sering disebut eksema, atau dermatitis adalah peradangan hebat yang
menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya
pecah dan mengeluarkan cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok kondisi
yang menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan spesifik di bagian
permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yang berarti 'mendidih atau mengalir
keluar’. (Mitchell dan Hepplewhite, 2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik. (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi
Juanda,2005)
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang
mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama
kulit yang kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. (Widhya,
2011)

B. KLASIFIKASI
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan
gejala berbeda:
1. Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit. (Adhi Djuanda,2005)
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang
terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit
memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang
meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit
atau alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai.
Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.

2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis
kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat
garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan
pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005)
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan
dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah
pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu
kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan
kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.

3. Seborrheich Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua
alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan
faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang
menderita penyakit saraf seperti Parkinson.

4. Statis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena (atau hipertensi
vena) tungkai bawah. (Adhi Djuanda,2005)
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang
kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis
muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi
kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.

5. Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita
(D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal yang
kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan
(fleksural). (Adhi Djuanda,2005)
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-
pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya
muncul saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota
keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah
atau berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa.

C. ETIOLOGI
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia (contoh :
detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya :
bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. (Adhi
Djuanda,2005)
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda
pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi
infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit
infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada
kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh dan.
Selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera periksa
ke dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.

D. PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak
lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan
berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen
inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan
membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen
dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang
akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets
yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen
dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik
sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi. Ada dua jenis bahan
iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang
paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan
tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi
sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang
disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama
18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel
LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier
yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada
membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human
Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian
sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan
terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation
4+) dan molekul CD3. CD4+ berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel
Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti
(CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel
saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan
sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya
sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan
merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan
proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi
ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila
kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung
selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut
telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak
alergik.
b. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen
yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen
dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk
mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan
INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular
adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta
sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk
melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat.
Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula
yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme
yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel
Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh
sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-
2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan
basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam
paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat
sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen
spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.

PATHWAY
MANIFESTASI KLINIK
Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).
Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan
dan gangguan fungsi kulit (function laisa). Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan
terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan
eritema dan edema. Edema sangat jelas pada klit yang longgar misalya muka (terutama
palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat sumber
dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian
membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.Dermatitis
sika (kering) berarti tidak madidans bila gelembung-gelembung mengering maka akan
terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut
ematiti sika. Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses
menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentai atau
hipopigmentasi.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena
gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.
Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear.
Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan
kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis,
hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan
pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis.
Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk
membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan
dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,
seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak
sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran
sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans
menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa
antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di
epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening
setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran
histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada
pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan
perbedaan dalam pola peradangannya.

G. KOMPLIKASI
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4. Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi
H. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan
menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung
tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
a. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering.
Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila
subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan
salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan
pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada
sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya
molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi
sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses
dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah
hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat
penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap
hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi
akneiformis.
2) Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem
imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan
menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat
mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji
antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi
peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi
ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan
infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme
yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang
jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1
pada keratinosit dan sel Langerhans.
3) Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada
marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan
oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4) Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus
dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5) Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM
981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi
sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini
akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping
sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti
inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid
klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-
valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%.
Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal
sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.

b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-
kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1) Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin,
SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2) Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena.
Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes
dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan
gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan
menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel
Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-
a dan MCAF.
3) Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4) Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek
menghambat peradangan.

5) FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-
2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan
histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6) Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7) Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8) SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat Kesehatan.
a) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
d) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress
yang berkepanjangan.
e) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah
pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat

4. POLA FUNGSIONAL GORDON


a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien
langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas
pasien.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
 Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan malam )
 Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau alergi
 Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
 Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang
mengandung vitamin antioksidant
c) Pola eliminasi
 Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya
 Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
 Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk
miksi dan defekasi.
d) Pola aktivitas/olahraga
 Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.
 Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena yang
terganggu adalah kulitnya
 Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
e) Pola istirahat/tidur
 Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
 Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan
dengan gangguan pada kulit
 Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?
f) Pola kognitif/persepsi
 Kaji status mental klien
 Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu
 Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi
penyebab kecemasan klien
 Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
 Kaji apakah klien mengalami vertigo
 Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada kulit.
g) Pola persepsi dan konsep diri
 Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian
yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
 Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau takut
 Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
h) Pola peran hubungan
 Tanyakan apa pekerjaan pasien
 Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman.
 Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien
i) Pola seksualitas/reproduksi
 Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya
 Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause
 Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan
seks
j) Pola koping-toleransi stress
 Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau perawatan diri )
 Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya
(mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien
sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.
k) Pola keyakinan nilai
 Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta
seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih
berfikiran positif.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
5. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan kurangnya informasi
K. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA
No NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Lakukan inspeksi lesi setiap hari
berhubungan dengan keperawatan, kulit klien dapat Pantau adanya tanda-tanda
kekeringan pada kulit kembali normal dengan kriteria hasil:infeksi
Kenyamanan pada kulit meningkat Ubah posisi pasien tiap 2-4 jam
Derajat pengelupasan kulit Bantu mobilitas pasien sesuai
berkurang kebutuhan
Kemerahan berkurang Pergunakan sarung tangan jika

Lecet karena garukan berkurang merawat lesi

Penyembuhan area kulit yang telah Jaga agar alat tenun selau dalam
rusak keadaan bersih dan kering
Libatkan keluarga dalam
memberikan bantuan pada
pasien
Gunakan sabun yang
mengandung pelembab atau
sabun untuk kulit sensitive
Oleskan/berikan salep atau krim
yang telah diresepkan 2 atau tiga
kali per hari.
2. Resiko infeksi berhubunganSetelah dilakukan asuhan Lakukan tekni aseptic dan
dengan penurunan imunitas keperawatan diharapkan tidak terjadiantiseptic dalam melakukan
infeksi dengan kriteria hasil: tindakan pada pasien
Hasil pengukuran tanda vital dalam Ukur tanda vital tiap 4-6 jam
batas normal. Observasi adanya tanda-tanda
- RR :16-20 x/menit infeksi
- N : 70-82 x/menit Batasi jumlah pengunjung
- T : 37,5 C Kolaborasi dengan ahli gizi
- TD : 120/85 mmHg untuk pemberian diet TKTP
Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi Libatkan peran serta keluarga
(kalor,dolor, rubor, tumor, dalam memberikan bantuan
infusiolesa) pada klien
Hasil pemeriksaan laborat dalam Kolaborasi dengan dokter dalam
batas normal Leuksosit darah : 5000- terapi obat
10.000/mm3

3. Gangguan pola tidur berhunganSetelah dilakukan asuhan Menjaga kulit agar selalu
dengan pruritus keperawatan diharapkan klien bisalembab
istirahat tanpa danya pruritus dengan Determinasi efek-efek medikasi
kriteria hasil: terhadap pola tidur
Mencapai tidur yang nyenyak Jelaskan pentingnya tidur yang
Melaporkan gatal mereda adekuat

Mengenali ttindakan untuk Fasilitasi untuk

meningkatkan tidur mempertahankan aktifitas

Mempertahankan kondisisebelum tidur


lingkungan yang tepat Ciptakan lingkungan yang
nyaman
Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat tidur.
4. Gangguan citra tubuhSetelah dilakukan asuhan Kaji adanya gangguan citra diri
berhubungan dengankeperawatan diharapkan(menghindari kontak
penampakan kulit yang tidakPengembangan peningkatanmata,ucapan merendahkan diri
bagus. penerimaan diri pada klien tercapaisendiri).
dengan kriteria hasil: Identifikasi stadium psikososial
Mengembangkan peningkatanterhadap perkembangan.
kemauan untuk menerima keadaan Berikan kesempatan
diri. pengungkapan perasaan.
Mengikuti dan turut berpartisipasi Nilai rasa keprihatinan dan
dalam tindakan perawatan diri. ketakutan klien, bantu klien
Melaporkan perasaan dalamyang cemas mengembangkan
pengendalian situasi. kemampuan untuk menilai diri
Menguatkan kembali dukungandan mengenali masalahnya.
positif dari diri sendiri. Dukung upaya klien untuk
memperbaiki citra diri , spt
merias, merapikan.
Mendorong sosialisasi dengan
orang lain.
5. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan Kaji apakah klien memahami
program terapi berhubungan keperawatan diharapkan terapi dapatdan mengerti tentang
dengan kurangnya informasi dipahami dan dijalankan denganpenyakitnya.
kriteria hasil: Jaga agar klien mendapatkan
Memiliki pemahaman terhadapinformasi yang benar,
perawatan kulit. memperbaiki kesalahan
Mengikuti terapi dan dapatkonsepsi/informasi.
menjelaskan alasan terapi. Peragakan penerapan terapi
Melaksanakan mandi, pembersihanseperti, mandi dan penggunaan
dan balutan basah sesuai program obat-obatan lainnya.

.Menggunakan obat topikal dengan Nasihati klien agar selalu


tepat. menjaga hygiene pribadi juga

Memahami pentingnya nutrisi untuklingkungan.


kesehatan kulit.
2.3. STEVEN JOHNSON

A. Definisi Sindrom Steven Johnson

Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan
merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu
oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan
sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini.
Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner
& Suddarth, 2013)

Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang


mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah
dari dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang
mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan
kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari
pengobatan, infeksi dan terkadang keganasan. (Kusuma & Nurarif, 2015)

Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput


lendir diorifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai
purpura. (Muttaqin, 2012).

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sindrom steven


johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana
seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang
kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan
terkadang keganasan.

Terdapat tiga derajat klasifikasi yang diajukan menurut (Kusuma &


Nurarif, 2015):
1. Derajat 1 : erosi mukosa SSJ dan pelepasan epidermis kurang dari 10% 3
2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%

B. Etiologi

Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam Brunner & Suddarth, 2010)
sindrom steven johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui,
tetapi kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu
reaksi terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik,
antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering
terlibat.

Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif,


2015):
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes
simpleks, influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein-
Barr, atau sejenisnya).
2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole,
valdecoxib, sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin,
azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin, ibuprofen, ethosuximide,
carbamazepin).
3. Keganasan (karsinoma dan limfoma).
4. Faktor idiopatik (hingga 50%).
5. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek
samping yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung ginseng.
Sindrom steven johnson juga mungkin disebabkan oleh karena
penggunaan kokain.
6. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi
alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena
penggunaan antibiotik dan sulfametoksazole. Pengobatan yang secara
turun menurun diketahui menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindrom
Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfanomide
(antibiotik), penisilin (antibiotic), berbiturate (sedative), lamotrigin
(antikonvulsan), fenitoin-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin
dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SSJ.

C. Anatomi Fisiologi Kulit

1. Anatomi

Kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitif, reparatif,


dan mampu mempertahankan homeostatisnya sendiri. Kulit menutupi 1,2
sampai 2,3 m3 area dan merupakan organ terberat dalam tubuh. Ketiga
lapisan kulit tersebut adalah bagian terluar disebut epidermis, bagian
tengah disebut dermis, dan bagian dalam disebut hipodermis atau jaringan
subkutan. Apendiks kulit terdiri atas rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin
dan apokrin, dan kelenjat sebasea (Gonce, 2011).

Ketiga lapisan kulit, diantaranya :

a. Epidermis atau Kutikula

Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah


lapisan sel yang disusun atas dua lapis yang jelas tampak: selapis
lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Lapisan tanduk terletak
paling luar, dan tersusun atas tiga lapisan sel yang membentuk
epidermis, yaitu stratum korneum, stratum lusidum, dan stratum
granulosum. Sedangkan zona germinalis terletak dibawah lapisan
tanduk dan terdiri atas dua lapisan epitel yang berbentuk tegas, yaitu
sel berduri dan sel basal (Pearce, 2012).

Epidermis tidak berisi pembuluh darah. Saluran kelenjar keringat


menembus epidermis dan mendampingi rambut. Sel epidermis
membatasi folikel rambut. Di atas permukaan epidermis terdapat garis
lekukan yang berjalan sesuai dengan papil dermis dibawahnya. Garis-
garis ini berbeda=beda; pada ujung jari berbentuk ukiran yang jelas,
yang pada setiap orang berbeda. Maka atas hal ini studi sidik jari
dalam kriminologi dilandaskan (Pearce, 2012).

b. Dermis atau Korium

Korium atau dermis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat
yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang
berisi ranitng-ranting pembuluh darah kapiler (Pearce, 2012).

Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam


dermis. Kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dan
banyak jumlahnya, terletak di sebelah dalam dermis, dan salurannya
yang keluar melalui dermis dan epidermis bermuara di atas permukaan
kulit di dalam lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar
keringat yang berubah sifat yang dapat dijumpai di kulit sebelah dalam
telinga, yaitu kelenjar serumen (Pearce, 2012).

Kelenjar sebseus adalah kelenjar kantong di dalam kulit.


Bentuknya seperti botol dsan bermuara di dalam folikel rambut.
Kelenjar ini paling banyak terdapat di kepala dan wajah, yaitu sekitar
hidung, mulut, dan telinga, dan sama sekali tak terdapat dalam kulit
tapak tangan dan telapak kaki. Kelenjarnya dan selurannya dilapisi sel
epitel. Perubahan di dalam sel ini berakibat sekresi berlemak yang
disebut sebum (Pearce, 2012).

c. Hipodermis atau Subkutan


Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas jaringan ikat
yang diselingi dengan lemak. Lemak hipodermis memiliki fungsi
perlindungan terhadap retensi panas dan melindungi strukrtur
dibawahnya. Selain itu, lemak di lapisan kulit subkutan berfungsi
sebagai tempat penyimpanan kalori (Gonce, 2011)

2. Fisiologi

a. Kulit sebagai organ pengatur panas

Kulit adalah organ utama yang berurusan dengan pelepasan panas


dari tubuh. Sebagian panas menghilang melalui paru-paru, dan
sebagian lagi melalui feses dan urine. Panas dilepas oleh kulit dengan
berbagai cara, yaitu dengan penguapan, pemancaran, konduksi, dan
konveksi (pengaliran) (Pearce, 2012).

Persarafan vaso-motorik mengendalikan arteriol kutan dengan dua


cara, yaitu vaso-dilatasi dan vaso-konstriksi. Pada vaso-dilatasi arteriol
memekar, kulit menjadi lebih panas, dan kelebihan panas cepat
terpancar dan hilang, dan juga hilang karenas kelenjar keringat
bertambah aktif, dan karena itu terjadi penguapan cairan dari
permukaan tubuh. Pada vaso-konstriksi pembuluh darah dalam kulit
mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, keringat hampir dihentikan,
dan hilangnya panas dibatasi. Dengan pengendalian ini pelepasan
panas ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan tubuh (Pearce, 2012).

b. Kulit sebagai indra peraba

Rasa sentuhan yang disebabkan rangsangan pada ujung saraf di


dalam kulit berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang.
Perasaan panas, dingin, sakit, semua ini perasaan yang berlainan. Di
dalam kulit terdapat tempat-tempat tertentu, yaitu tempat perabaan,
beberapa sensitif (peka) terhadap dingin, beberapa terhadap panas, dan
lain lagi terhadap sakit (Pearce, 2012).
Perasaan yang disebabkan tekanan yang dalam, dan perasaan yang
memungkinkan seorang menentukan dan menilai berat suatu benda,
timbul pada struktur lebih dalam, misalnya pada otot dan sendi
(Pearce, 2012).

c. Tempat penyimpanan

Kulit dan jaringan dibawahnya bekerja sebagai tempat


penyimpanan air; jaringan adiposa di bawah kulit merupakan tempat
penyimpanan lemak yang utama pada tubuh (Pearce, 2012).

d. Beberapa kemapuan melindungi dari kulit

Kulit relatif tak tertembus air, dalam arti menghindarkan hilangnya


cairan dari jaringan dan juga menghindarkan masuknya air ke dalam
jaringan, misalnya bila tubuh terendam air. Epidermis menghalangi
cedera pada struktur di bawahnya dan karena menutupi ujung akhir
saraf sensorik di dalam dermis, maka kulit mengurangi rasa sakit. Bila
epidermis rusak, misalnya karena terbakar sampai derajat ketiga,
proteksi ini hilang dan setiap sentuhan terasa nyeri, dan eksudasi cairan
dari dermis yang sekarang terbuka ini menyebabkan hilangnya cairan
dan elektrolit, dengan akibatnya klien berada dalam bahaya dehidrasi,
yamg dapat menimbulkan keadaan yang lebih parah (Pearce, 2012).

D. Patofisiologi

Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan
IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi
akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang
sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin,
2012).
E. Manifestasi Klinis

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) tanda-tanda awal sindrom steven


johnson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus,
demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia
(nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan eritema yang cepat yang
mengenai sebagian besar permukaan tubuh dan membran mukosa, munculnya
bula yang kaku dan luas dibeberapa area. Di area lain, lapisan epidermis yang
luas mengelupas sehingga jaringan dermis dibawahnya terlihat kuku kaki,
kuku tangan, alis dan bulu mata dapat rontok, begitu juga dengan epidermis di
sekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang mengelupas akan
menghasilkan permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip seperti luka
bakar partial thickness burn di seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga sindrom
kulit melepuh. Pada kasus berat yang mengenai mukosa, mungkin terdapat
bahaya kerusakan pada laring, bronki, dan esofagus akibat ulserasi.

Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejala


prodromal berupa demam tinggi (30º - 40ºC), mulai nyeri kepala, batuk, pilek,
dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung dua minggu. Gejala-gejala ini
dengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi
dan pernafasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta
menunrunnya kesadaran, soporeus sampai koma (Kusuma & Nurarif, 2015).

Menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), pada sindroma ini terlihat adanya
kelainan berupa :

1. Kelainan kulit
Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema
mberbentuk seperti cincin (pinggir eritema tengahnya relatif
hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler
berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil.
Vesikel kecil dan bulla kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang
luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi hemorrhagis berupa ptechiae
atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk.
Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi generalisate.

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada


mukosa mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di lubang
alat genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang
(masing-masing 8% - 4%). Kelainan yang terjadi berupa stomatitis
dengan vesikel pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian buccal. Stomatitis
merupakan gejala yang dini dan menyolok. Stomatiti kemudian menjadi
lebih berat dengann pecahnya vesikel dan bulla sehingga terjadi erosi,
excoriasi, pendarahan, ulcerasi, dan dan terbentuk krusta kehitaman. Juga
dpaat terbentuk psudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak
ialah krusta berwarna hitam yang tevbal. Adanya stomatitis ini dapat
menyebabkan penderita sukar menenlan. Kelainan ini di mukosa dapat
juga terjadi di faring, traktus respiratorus bagian atas, dan esophagus.
Terbentuknya pseudommebran di faring dapat memberikan keluhan sukar
bernafas dan penderitanya tidak dapat makan dan minum.

3. Kelainan mata

Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus, yang


sering terjadi ialah conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi
conjunctivitis purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus cornea,
iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga
dikenal trias yaitu stomatitis, conjunctivitis, balanitis, uretritis.
F. Pathways

Obat-obatan, infeksi Kelainan hipersesitifitas


virus, keganasan

Hipersesitifitas tipe IV Hipersesitifitas tipe III

Limfosit T tersintesitasi Antigen antibody


terbentuk terperangkap
Pengakitfan sel T dalam jaringan kapiler

Melepaskan Aktivasi S.komplemen


limfokin/sitotoksik
Degranulasi sel mast
Penghancuran sel-sel
Akumulasi netrofil
Reaksi peradangan memfagositosis sel
rusak

Nyeri akut
Melepas sel yang rusak

Kerusakan jaringan

Kerusakan Triase gangguan pada


integritas kulit kulit, mukosa, dan mata

Respon lokal: eritema,


Respon inflamasi
vesikel, dan bula
sistemik

Post de entree
Terjadi evaporasi Gangguan
pada kulit gastrointestinal,
Resiko infeksi
demam, malaise

Resiko
kekurangan Intake tidak adekuat
volume cairan
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

(Kusuma & Nurarif, 2015)


G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven


johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu :

1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila


disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.

2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan


esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel
epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

3. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal


superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

H. Penatalaksanaan

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain


mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan
mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian
asuhan yang suportif, diantaranya yaitu :

1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera.

2. Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar.

3. Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk


mengangkat kulit yang rusak.

4. Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan
lepuhan yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen.

5. Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan


dan elektrolit.

6. Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin.

7. Kortikosteroid sistemik diberikan di awal proses penyakit.


8. Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat
perbaikan kondisi dan penyembuhan kulit.

9. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agens


anestesi digunakan untuk mencegah sepsis pada luka.

10. Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan


plastik semipermeabel (vigilon) dapat digunakan.

11. Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting
ketika membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat.

I. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) inspeksi kulit yang cermat


harus dilakukan, dan penampilan kulit serta luas lesi dicatat. Kulit yang
normal diobservasi secara ketat untuk menentukan apakah timbul daerah-
daerah bula yang baru. Perembasan cairan dari bula dipantau untuk
memantau jumlah, warna dan baunya. Inspeksi rongga mulut untuk
mendeteksi pembentukan bula dan lesi yang terkelupas harus dilakukan
setiap hari. Kondisi pasien dinilai setiap hari untuk menemukan keluhan
gatal, terbakar dan kekeringan pada mata. Kemampuan pasien menelan
dan meminum cairan, di samping kemampuan berbicara secara normal,
ditentukan.
Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan diberikan perhatian khusus
terhadap keberadaan serta karakter demam di samping terhadap frekuensi,
dalam serta irama pernapasan dan gejala batuk. Karakteristik dan jumlah
sekresi respiratorius dicatat. Pemeriksaan untuk menilai panas yang tinggi,
takikardia dan kelemahan serta rasa lelah yang ekstrim sangat penting,
karena semua ini menunjukkan proses nekrosis epidermis, peningkatan
kebutuhan metabolik dan kemungkinan pelepasan jaringan mukosa
gastrointestinal serta respiratorius. Volume urin, berat jenis dan warnanya
harus dipantau. Tempat pemasangan jarum infus diinspeksi untuk
menemukan tanda-tanda infeksi setempat. Berat badan pasien dicatat
setiap hari (Smeltzer, Suzanne C, 2010).

Kepada pasien diminta untuk menjelaskan keluhan rasa lelah dan


tingkat nyeri yang dirasakannya. Upaya untuk mengevaluasi tingkat
kecemasan pasien harus dilakukan. Mekanisme koping dasar yang dimiliki
pasien dinilai dan strategi koping yang efektif diidentifikasi (Smeltzer,
Suzanne C, 2010)

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (NANDA, 2015), diagnosa yang dapat ditegakkan pada klien


dengan sindrom steven johnson, adalah :

a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal


ditandai dengan adanya lesi pada kulit, mukosa, dan mata (00046)

b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak


adekuat (gangguan integritas kulit) (00004)

c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit


yang terkelupas dan adanya lesi (00132)

d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan demam, sakit
tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa (00002)

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang


mempengaruhi kebutuhan cairan (00028)

3. Perencanaan Keperawatan

a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal


ditandai dengan adanya lesi pada kulit, mukosa, dan mata (00046)

Tujuan yang diharapkan (NOC) : Integritas jaringan : kulit & membran


mukosa baik
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada lesi pada kulit dan mukosa membran
2) Tidak ada pengelupasan kulit
3) Tidak ada eritema
4) Tidak ada peningkatan suhu kulit

Rencana Tindakan (NIC) :

Intervensi Rasional
1. Pantau kulit dan membran 1. Mengetahui perkembangan
mukosa pada area yang kondisi luka/lesi dan
mengalami perubahan menentukan intervensi
warna, memar, dan tindakan selanjutnya dengan
kerusakan. tepat untuk memperbaiki
integritas kulit.

2. Pantau adanya kekeringan 2. Kekeringan/kelembaban


dan kelembaban yang yang berlebihan pada kulit
berlebihan pada kulit. dapat memperparah
kerusakan integritas kulit
dan menjadi indikator
keseimbangan cairan klien.

3. Oleskan salep yang sesuai 3. Pemberian salep yang sesuai


dengan kulit/lesi. dapat menjadi pelindung
area luka dari agens infeksi
dan mempercepat
penyembuhan luka/lesi.

4. Berikan balutan yang sesuai 4. Balutan yang sesuai dengan


dengan jenis luka. jenis luka dapat menghindari
gesekan luka pada area lain.
5. Anjurkan klien untuk 5. Pakaian yang ketat dapat
menggunakan pakaian yang meningkatkan gesekan
longgar. antara luka dengan kain,
sehingga dapat memperparah
kerusakan integritas kulit.

6. Ajarkan kepada keluarga 6. Pengetahuan yang adekuat


tentang tanda dan kerusakan pada keluarga dapat
kulit. membantu tenaga kesehatan
dalam mengantisipasi tanda
kerusakan kulit pada klien.

7. Rujuk pada ahli diet, dengan 7. Pemberian diet tinggi protein


tepat diperlukan untuk
pembentukan jaringan baru
pada luka/lesi

b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak


adekuat (gangguan integritas kulit) (00004)

Tujuan yang diharapkan (NOC): Kontrol resiko: proses infeksi dapat


dilakukan dan status imunitas baik

Kriteria Hasil:
1) Mengidentifikasi faktor resiko infeksi
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi
3) Memonitor perilaku diri yang berhubungan dengan resiko infeksi
4) Memonitor faktor di lingkungan yang berhubungan dengan resiko
infeksi
3
5) Jumlah leukosit dalam batas normal (5000 - 10.000/mm )
Intervensi Rasional
1. Monitor tekanan darah, nadi, 1. Perubahan tanda vital,
suhu, dan status pernafasan terutama suhu merupakan
dengan tepat. komplikasi lanjut untuk
terjadinya infeksi.

2. Monitor karakteristik luka, 2. Karakteristik luka dapat


termasuk drainase, warna, menjadi indikator adanya
ukuran, dan bau. infeksi.

3. Batasi jumlah pengunjung 3. Pengunjung dapat


meningkatkan resiko
kontaminasi silang.

4. Tingkatkan intake nutrisi 4. Nutrisi yang adekuat dapat


yang tepat. mempercepat regenerasi
jaringan dan penyembuhan
luka.

5. Anjurkan pengunjung untuk 5. Mencuci tangan dapat


mencuci tangan pada saat meminimalkan adanya
memasuki dan meninggalkan kontaminasi silang.
ruangan pasien.

6. Ajarkan pasien dan keluarga 6. Pasien dan keluarga dapat


mengenai tanda dan gejala kooperatif dan
infeksi dan kapan harus mengantisipasi faktor resiko
melaporkannya kepada terjadinya infeksi.
penyedia perawatan
kesehatan.
7. Ajarkan pasien dan anggota 7. Pengetahuan yang cukup
keluarga mengenai dapat meminimalkan faktor
bagaimana menghindari resiko infeksi.
infeksi.

8. Berikan terapi antibiotik 8. Antibiotik dapat mencegah


yang sesuai (kolaborasi mikroorganisme menyerang
dengan dokter). tubuh klien.

c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit


yang terkelupas dan adanya lesi (00132)

Tujuan yang diharapkan (NOC) : Kontrol nyeri dapat dilakukan dan


tingkat nyeri dapat berkurang

Kriteria Hasil :
1) Secara konsisten menunjukkan dalam menggunakan tindakan
pengurangan nyeri tanpa analgesik
2) Nyeri yang dilaporkan : tidak ada
3) Ekspresi nyeri wajah : tidak ada
4) Melaporkan nyeri yang terkontrol
5) Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional
kesehatan

Rencana Tindakan (NIC) :

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri yang 1. Data-data tersebut digunakan
komprehensif meliputi sebagai data dasar dalam
lokasi, karakteristik, awitan menentukan intervensi
dan durasi, frekwensi, tindakan yang tepat pada
kualitas, intensitas atau klien selanjutnya untuk
keparahan nyeri, dan faktor mencapai kesembuhan klien
presipitasinya. yang optimal.

2. Observasi isyarat nonverbal 2. Isyarat nonverbal klien


ketidaknyamanan. (meringis, mengernyit)
menjadi tanda bahwa klien
merasakan
ketidaknyamanan/nyeri

3. Monitor vital sign sebelum 3. Nyeri dan pemberian


dan sesudah pemberian analgesik dapat
analgesik pertama kali memengaruhi vital sign
klien, seperti nadi dan RR.

4. Lakukan perubahan posisi 4. Perubahan posisi dan


dan relaksasi. relaksasi dapat membantu
klien mengurangi rasa nyeri
dan klien merasa rileks.

5. Tingkatkan istirahat/tidur 5. Istirahat/tidur dapat


yang cukup untuk membantu mengalihkan fokus pada
mengurangi rasa nyeri. nyeri klien.

6. Ajarkan penggunaan teknik 6. Teknik relaksasi


relaksasi nonfarmakologi nonfarmakologi dapat
sebelum atau sesudah rasa dilakukan klien tanpa
sakit meningkat. bantuan perawat atau tenaga
kesehatan untuk mengurangi
nyeri.

7. Berikan informasi yang 7. Pengetahuan yang adekuat


lengkap dan akurat untuk pada keluarga dapat
mendukung pengetahuan membantu perawat atau
keluarga terhadap respon tenaga kesehatan untuk
nyeri pasien. mengenali respon nyeri
klien.

8. Berikan analgesik untuk 8. Analgesik dapat mengurangi


mengurangi nyeri nyeri pada klien.
(berkolaborasi dengan
dokter).

d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan demam, sakit
tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa (00002)

Tujuan yang diharapkan (NOC): Status nutrisi klien baik

Kriteria Hasil:

1) Asupan makanan secara oral adekuat


2) Tudak ada rasa tidak nyaman dengan menelan
3) Hasrat/keinginan untuk makan tidak terganggu
4) Tidak ada lesi mukosa mulut

Rencana Tindakan (NIC):

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien 1. Kemampuan pasien makan
untuk mendapatkan nutrisi dapat mempengaruhi intake
yang dibutuhkan. nutrisi pasien.

2. Monitor kalori dan intake 2. Kalori dan intake nutrisi


nutrisi pasien dapat digunakan
sebagai data dasar untuk
menentukan intervensi
selanjutnya.
3. Lakukan atau bantu pasien 3. Mulut yang bersih dapat
terkait dengan perawatan meningkatkan kenyamanan
mulut sebelum makan dan nafsu makan klien

4. Pastikan makanan disajikan 4. Menambah nafsu makan


dengan cara yang menarik klien
dan pada suhu yang paling
cocok untuk konsumsi secara
optimal

5. Ajarkan dan dukung konsep 5. Dengan pengetahuan yang


nutrisi yang baik dengan cukup akan nutrisi klien
klien dan orang terdekat dapat kooperatif dan
dengan klein. menerapkannya dalam
proses penyembuhannya.

6. Kolaborasi dengan ahli gizi 6. Nutrisi dan jumlah kalori


untuk menentukan jumlah yang tepat dapat memenuhi
kalori dan nutrisi yang kebutuhan nutrisi klien dan
dibutuhkan pasien. mempercepat kesembuhan.

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang


mempengaruhi kebutuhan cairan (00028)

Tujuan yang diharapkan (NOC) : Keseimbangan cairan baik dengan


indikator status nutrisi : makanan & cairan dapat terpenuhi

Kriteria Hasil :

1) Tidak ada kehausan


2) Asupan makanan secara oral adekuat
3) Asupan cairan secara oral adekuat
Rencana Tindakan (NIC) :

Intervensi Rasional
1. Monitor status hidrasi 1. Sebagai data dasar untuk
(kelembaban membran menentukan kemungkinan
mukosa, nadi adekuat, adanya resiko kekurangan
tekanan darah ortostatik), volume cairan pada klien.
jika diperlukan.

2. Monitor masukan 2. Masukan makanan/cairan


makanan/cairan dan hitung dan kalori harian menjadi
intake kalori harian. indikator untuk mengukur
keseimbangan cairan pada
klien

3. Dorong keluarga untuk 3. Keluarga mempunyai peran


membantu pasien makan penting dalam pendekatan
dengan klien.
4. Atur kemungkinan transfusi. 4. Transfusi diperlukan jika
klien terdapat purpura yang
luas, untuk memperbaiki
keadaan umum dan
menggantikan kehilangan
darah.

5. Kolaborasikan pemberian 5. Pemberian cairan IV untuk


cairan IV. mempertahankan
keseimbangan cairan pada
klien dengan gangguan
menelan (terdapat lesi pada
mukosa mulut/faring).
6. Kolaborasi dengan dokter 6. Pemberian suplemen
tentang kebutuhan suplemen makanan dan cairan melalui
makanan seperti NGT NGT dapat mempertahankan
sehingga intake cairan intake cairan yang adekuat.
adekuat dapat dipertahankan.

| 54
BAB III

Laporan Kasus

Berdasarkan Format Gordon

A. PENGKAJIAN

Identitas
1.
Identitas Pasien

Nama :_Tn.B_________________ No.Rek.Medis:__________________

Umur :_ 48 th______________________________________________

Agama : _islam_________________________________________________

Jenis Kelamin : _laki-laki________________________________________________

Pekerjaan : swasta _______________________________________________

Agama : _____________________________________________________

Status perkawinan: _nikah____________________________________________

Alamat : _________________________________________________

Tanggal masuk: __________________________________________________

Yang mengirim: __RS kota______________________________________________

Cara masuk RS: _____________________________________________

Diagnosa medis: __combosio grade II_____________________________________

Identitas Penanggung Jawab

Nama :

Umur : _____________________________________________________

Hub dengan pasien:__________________________________________________

Pekerjaan : _____________________________________________________

Alamat : _____________________________________________________

| 55
Riwayat Kesehatan
2.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan utama (saat masuk rumah sakit dan saat ini)

15 jam SMRS, saat pasien sedang memperbaiki motor yang rusak di daam rumah.Pada saat itu pasien tidak sadar ada kebocoran yang

mengakibatkan bensin di lantai rumahnya.pasien tidak mengetahui asal api,api lansung membakar tubuh pasien. Kemudian pasien berusaha

keluar sambil berlari. Lalu kemudian api yang menyambar dibagian dahi,dada,perut. Tidak terkurung dalam ruangan, tidak menghirup asap,

klien tampak sesak nafas, kepala klien tidak ada mengalami benturan, kesadaran komposmetis, pusing kepala tida ada, mual muntah tidak

ada.

Alasan masuk rumah sakit :

Tubuh Pasien tersambar api dan membakar bagian regio kranial grade II,regio thoraks-abdomen, regio ekstremitas superior, dan regio

ekstremitas inferior.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya :

Pasien langsung dibawah kerumah sakit kota, dan dibei perawatan luka, kemudian langsung dirujuk ke rumah sakit RSAM

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pada riwayat dahulu klien tidak ada mengalami penyakit seperti hipertensi, DM, dan asma jantung.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Pada riwayat kesehatan keluarga tidak ada yang mengalami hipertensi, DM, dan asma, dan jantung.

POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN


3.
Persepsi terhadap penyakit :

_________________________________________________________________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________________________________________________________________

__________________________________________

PENGGUNAAN :

Tembakau: ( ) Tidak ( )Ya ( ) Berhenti...............(tgl) ( ) Pipa ( ) Cerutu

( ) <1 bks/hari ( ) 1-2 bks/hari ( ) >2 bks/hari

Alkohol : ( )Tidak ( ) Ya, Jenis/Jumlah, ______/Hari _______/minggu_______/bulan

Obat lain : ( ) Tidak ( ) Ya, Jenis _________________ Penggunaan_______________

Alergi (obat-obatan, makanan, plester, zat warna): tidak ada , Reaksi_____________

Obat-obatan warung/tanpa resep dokter : tidak ada

Kepatuhan terhadap terapi pengobatan : tidak ada

Upaya adaptasi terhadap perubahan status kesehatan :

Penyesuaian gaya hidup terhadap perubahan status kesehatan :

POLA NUTRISI/METABOLISME
4.
BB : TB : IMT :

| 56
Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir : tidak ada

Pola Makan

Di rumah

Frekuensi :-

Makan Pagi : -

Makan Siang : -

Makan Malam : -

Pantangan/Alergi : -

Makanan yang disukai : -

Di rumah sakit

Jenis diet dan jumlah kalori : TKTP

Nafsu Makan: ( ) Normal ( ) Meningkat ( ) Menurun ( ) Penurunan Sensasi Kecap

Jumlah diet yang dihabiskan :

Keluhan mual / muntah : tidak ada

Penggunaan NGT : ( ) Tidak ( ) Ya

Kesulitan Menelan (Disfagia): (√ ) Tidak ( )Makanan Padat ( ) Cair

Skrining Nutrisi
Indikator Penilaian Malnutrisi Skor

0 1 2 Nilai

7. Nilai IMT 18,5-22,9 17-18,4 / 23-24,9 <17 / >23 0

8. Apakah pasien kehilangan BB dalam waktu 3 bulan terakhir? <5% 5-10% >10% -

Apakah pasien dengan asupan makanan kurang lebih dari 5 baik kurang Sangat kurang -
9.
hari?

10. Adanya kondisi penyakit pasien yang mempunyai resiko tidak Ya 0


masalah nutrisi

11. Pasien sedang mendapat diet makanan tertentu tidak Ya 0

TOTAL SKOR 0 (resiko rendah)

Jika total skor :

0 = risiko rendah

1 = risiko sedang

>2 = risiko tinggi

Pola Minum
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi : Frekuensi :_______________________
Jenis : _______________________ Jenis : ______________________
Jumlah : _______________________ Jumlah : ______________________
Pantangan :________________________ Pembatasan cairan : ______________________

| 57
Minuman disukai : _______________________

Intake cairan 24 jam (uraikan apa saja intake pasien):

-IVFD : RL

-minum :

-injeksi :

IWL :

Ouput Cairan 24 jam (uraikan apa saja ouput pasien) :

Perhitungan Balance Cairan : intake –output +IWL =

Perubahan pada kulit

Keluhan pasien terkait masalah kulit: kulit nampak kemerahan didaerah luka

Nyeri ada.

Faktor resiko luka tekan :

Instrumen Penilaian Resiko Luka Tekan Norton

Yang dinilai 4 3 2 1

Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk (√)

Status mental Sadar (√ ) Apatis Bingung Stupor

Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan bantuan Kursi roda Di tempat tidur (√ )

Mobilitas Bebas bergerak Gerak terbatas Sangat terbatas (√ ) Tidak bergerak

Inkontinensia Kontinen (√ ) Kadang inkontinen Selalu kontinen Inkontinen urin dan alvi

Total skor 12 (rentang resiko)

Kriteria penilaian :

16 – 20 = tidak beresiko

12 – 15 = rentan resiko

< 12 = resiko tinggi

Pengkajian adanya luka/ulcer

Ukuran luka : regio kranial 8%, regio thoraks-abdomen 33%, regio ektremitas superior 16%, regio ektremitas inferior 33%.

| 58
Kondisi luka : luka tampak kemerahan, luka tampakbasah

Gambar luka : -

POLA ELIMINASI
5.
BAB
B
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi :____________________ Frekuensi :_______________________
Konsistensi : ___________________ Konsistensi : ______________________
Warna : ____________________ Warna : ( ) kuning ( ) ada darah
( ) lainnya, .............
Tgl defekasi terakhir_______

Masalah di rumah sakit : ( ) konstipasi ( ) diare ( ) inkontinensia, lama masalah dialami : _____

Kolostomi : ( ) tidak ( ) ya, jika ya, posisi kolostomi di :________________

Output kolostomi berupa :

Keluhan pasien terkait kolostomi :

C BAK
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi :________________________ Frekuensi :_______________________
Jumlah : _______________________ Jumlah : ______________________
Warna : _______________________ Warna : ______________________
Masalah di rumah sakit : ( )Disuria ( ) Nokturia ( ) Hematuria ( ) Retensi ( ) Inkontinensia : ( ) Tidak ( ) Ya ( ) Total ( )

Siang hari ( ) Malam hari

( ) kadang-kadang ( ) Kesulitan menahan berkemih ( ) Kesulitan mencapai toilet

Kateter : ( ) tidak ( ) ya

POLA AKTIVITAS /LATIHAN


6.
Kemampuan Perawatan Diri:
a.
Instrumen Penilaian Indeks Skala Barthel

No Aktivitas yang Dinilai 0 5 10

1 Makan 0

2 Berubah sikap dari berbaring ke duduk/dari kursi roda ke 0


tempat tidur

3 Mandi 0

4 Berpakaian 0

5 Membersihkan diri 0

| 59
6 Berpindah/berjalan 0

7 Masuk keluar toilet sendiri 0

8 Naik turun tangga 0

9 Mengendalikan buang air kecil 0

10 Mengendalikan buang air besar 0

TOTAL SKOR 0 (ketergntugan total)

Keterangan :

Nilai 0 bila pasien tidak dapat melakukannya, nilai 5 bila pasien dibantu melakukannya dan nilai 10 bila pasien mandiri

Interpretasi skor total :

0 – 20 = ketergantungan total

21 – 99 = ketergantungan sebagian

100 = mandiri

b. Kebersihan diri (x/hari)


Di rumah Di rumah sakit
Mandi :_____________________ Mandi :______________________
Gosok gigi : ____________________ Gosok gigi : _____________________

Keramas : ____________________ Keramas : _____________________


Potong kuku :____________________ Potong kuku :______________________

Alat bantu : ( ) Tidak ada ( ) Kruk ( ) Pispot ditempat tidur ( ) Walker ( ) Tongkat
c.
( ) kursi roda

Rekreasi dan aktivitas sehari-hari dan keluhan


d.
Selama Tn. B dirawat dirumah sakit tidak ada rekreasi dan aktivitas sehari-hari dibantu oleh keluarga, karena sakit yang diderita oleh Tn. B
Olah raga : ( ) ya ( ) tidak
e.
Kekuatan otot: ________________________________________________________________________
f.

7. POLA ISTIRAHAT TIDUR


Di rumah Di rumah sakit
Waktu tidur : Siang ____________ Waktu tidur : Siang ______________
:Malam____________ :Malam______________
Jumlah jam tidur : _________________ Jumlah jam tidur : ____________________
Masalah di RS ( )Tidak ada ( )Terbangun ( )Terbangun dini ( )Insomnia ( )Mimpi

buruk.

Merasa segar setelah tidur ( ) Ya ( ) Tidak

POLA KOGNITIF –PERSEPSI


8.
Status mental: ( √ ) Sadar( ) Afasia resptif ( ) Mengingat cerita buruk ( ) Terorientasi

( ) kelam fikir ( )Kombatif ( )Tak responsif

Bicara: ( √ ) Nomal ( ) Tak jelas ( ) Gagap ( ) Afasia ekspresif

Bahasa sehari-hari : ( ) Indonesia ( √ ) Daerah ( ) lain-lain_________________

| 60
Kemampuan membaca : (√ ) bisa ( ) Tidak

Kemampuan berkomunikasi: (√ ) bisa ( ) Tidak

Kemampuan memahami : (√ ) bisa ( ) Tidak

Tingkat Ansietas: ( ) Ringan (√ ) Sedang( ) Berat( ) Panik

Sebab, sakit yang dialaminya saat ini

Pendengaran: (√ ) DBN( ) kesukaran (___kanan___kiri) ( ) Tuli(__Kanan___Kiri

( ) Alat bantu dengar( ) Tinnitus

Penglihatan: (√ ) DBN( ) Kacamata( ) lensa kontak

( ) Kerusakan (____Kanan___ kiri) ( ) Buta (____Kanan____Kiri)

( ) Katarak (______Kanan____Kiri) ( ) Glaukoma

Vertigo: ( ) Ya ( √ ) Tidak

Ketidaknyamanan/Nyeri: Akut
Deskripsi :
P:. luka bakar
Q: luka terasa panas
R: regio kranial 8%, regio thoraks-abdomen 33%, regio ektremitas superior 16%, regio ektremitas inferior 33%.
S:.skala nyeri 7
T : hilang timbul
Penatalaksanaan nyeri: analgetik

POLA PERAN HUBUNGAN


9.
Pekerjaan : swasta

Status Pekerjaan: ( ) Bekerja( ) Ketidakmampuan jangka pendek

( ) Ketidakmampuan jangka panjang( ) Tidak bekerja

Sistem pendukung: ( ) Pasangan( ) Tetangga/teman( ) tidak ada

Keluarga serumah ____________keluarga tinggal berjauhan__________

Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan dirumah sakit:_tidak ada

Kegiatan sosial : selama di rawat RS pasien tidak ada mengikuti kegiatan sosial

10. POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI


Tanggal Menstruasi Akhir(TMA) :______________________________

Masalah Menstruasi: ( ) Ya,.......................( ) Tidak

Pap Smear Terakhir: _______________________________________

Pemeriksaan Payudara/Testis Mandiri Bulanan: ( ) Ya( ) Tidak

Masalah Seksual berhubungan dengan penyakit: ___________________________________

POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI


11.
4. Body image/gambaran diri

| 61
( ) cacat fisik
( ) perubahan ukuran fisik
( ) fungsi alat tubuh terganggu
( ) keluhan karena kondisi tubuh
( ) transplantasi alat tubuh
( ) pernah operasi
( ) proses patologi penyakit
( ) kegagalan fungsi tubuh
( ) gangguan struktur tubuh
Klien mengeluh dengan kondisinya saat ini
( ) menolak berkaca
( ) prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh
( ) perubahan fisiologis tumbuh kembang
Jelaskan : Klien mengeluh dengan kondisinya saat ini
5. Role/peran

( ) overload peran
( ) konflik peran
( ) perubahan peran
( ) keraguan peran
( ) transisi peran karena sakit
Jelaskan :
6. Identity/identitas diri

( ) kurang percaya diri


( ) merasa terkekang
( ) tidak mampu menerima perubahan
( ) merasa kurang memiliki potensi
( ) kurang mampu menentukan pilihan
( ) menolak menjadi tua
Jelaskan : ........................................................................................................................................................................................................................................
7. Self esteem/harga diri

( ) mengkritik diri sendiri dan orang lain


( ) merasa jadi orang penting
( ) menunda tugas
( ) merusak diri
( ) menyangkal kemampuan pribadi
( ) rasa bersalah
( ) menyangkal kepuasan diri
( ) polarisasi pandangan hidup
( ) mencemooh diri
( ) mengecilkan diri
( ) keluhan fisik
( ) menyalahgunakan zat
Jelaskan : ........................................................................................................................................................................................................................................
8. Self ideal/ideal diri

( ) masa depan suram


( ) terserah pada nasib
( ) merasa tidak memiliki kemampuan
( ) tidak memiliki harapan

| 62
( ) tidak ingin berusaha
( ) tidak memiliki cita-cita
( ) merasa tidak berdaya
( ) enggan membicarakan masa depan

Jelaskan :

12. POLA KOPING-TOLERANSI STRES


Masalah selama di rumah sakit (penyakit, finansial, perawatan
2.
diri)______________________________________________________________________________________________________________________________

____________________________________________________________________

Kehilangan/perubahan besar di masa lalu: ( ) tidak ( ) ya,_______________________________________________________________


3.
Hal yang dilakukan saat ada masalah:
4.
_________________________________________________________________________________________________________________________________

___

Penggunaan obat untuk menghilangkan stress: __________________________________________________________________


5.
Keadaan emosi dalam sehari-hari:____________santai________________tegang
6.

13. POLA KEYAKINAN NILAI


Agama: ____√ __Islam ______Katolik Roma_____Protestan_______Hindu_____Budha___

Pantangan Keagamaan: ___√ __Tidak_________Ya (uraikan)

_________________________________________________________________________

Pengaruh agama dalam kehidupan: _____________________________________________

Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini: ____Ya__√ __Tidak

14. PEMERIKSAAN FISIK


Gambaran

Tanda Vital Suhu : 37 ‘c

Nadi :82 x/I

TD : 110/70 mmHg

RR : 32 x/i

Tinggi badan

Berat badan sebelum masuk RS : ................., rumah sakit :.............

LILA

Kepala : Luka pada regio cranial 8% grade 2,nyeri tekan


Rambut

Mata

Hidung

Mulut

| 63
Telinga

Leher
Trakea

JVP

Tiroid

Nodus Limfe

Dada I.:luka bakar grade 2 -3 33%,kemerahan


Paru P:nyeri tekan

Jantung

Abdomen

Ekstremitas Kekuatan otot :-


Muskuloskeletal/Sendi Ekstemitas superior
Inspeksi : luka bakar grade 2-3 16%

Palpasi : ada nyeri tekan disekitar luka ektremitas


Ekstremitas inferior
Inspeksi:luka bakar grade 2 33%
Palpasi:nyeri tekan

Integumen Inspeksi : ada luka bakar pada kulit, luka kemerahan


Palpasi : ada nya nyeri tekan pada luka

Neurologi
Status mental/GCS 15

Saraf cranial
-
Reflek fisiologi -
-
Reflek patologis

Payudara Tidak ada masalah

Genitalia Tidak ada masalah

Rectal Tidak ada masalah

| 64
15. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnostik :

Laboratorium :

16. TERAPI
- ceftazidine 1g/12 jam
- metronidazol 500 mg8 jam
- gentamicin 80 mg8 jam
- ranitidine 50 mg/12 jam
- keterolac /8 jam
- O2 3-4 liter

PERENCANAAN PEMULANGAN
Rencana Tindak Lanjut:

| 65
1

B. ANALISA DATA

No Data Penunjang Masalah Keperawatan Etiologi

| 66
1. DS:
- Klien mengatakan nafasnya sesak Pola nafas tidak efektif

DO:
- klien tampak sesak
- klien terpasang O2 (3-4 liter)
-TTV
TD: 110/70 mmHg
Suhu: 37 ‘c
Nadi: 82x/i
RR: 32x/i

DS:
- klien mengatakan nyeri pada daera luka Nyeri akut
2. -klien mengatakan skala nyeri 7 Agen cidera biologi

DO:
-klien tampak meringis
-skala nyeri 7
- adanya nyeri tekan

3.

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Kep NOC NIC dan Aktivitas Keperawatan

| 67
1.
Ketidakefektifan pola nafas NOC : NIC :

berhubungan dengan deformitas  Respiratory status : Ventilation Airway Management

dinding dada, keletihan otot-otot  Respiratory status : Airway patency 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw

pernafasan, hiperventilasi  Vital sign Status thrust bila perlu

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

selama….ketidakefektifan pola nafas pasien teratasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas

dengan kriteria hasil : buatan

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 4. Pasang mayo bila perlu

suara nafas yang bersih, tidak ada 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

sianosis dan dyspneu ( mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

mengeluarkan sputum, mampu bernafas 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

dengan mudah, tidak ada pursed lips ) 8. Lakukan suction pada mayo

2. Menunjukkan jalan nafas yang paten 9. Berikan bronkodilator bila perlu

( klien tidak merasa tercekik, irama 10. Berikan pelembab udara kassa basah NACl Lembab

nafas, frekuensi pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

rentang normal , tidak da suara nafas keseimbangan

abnormal ) 12. Monitor respirasi dan status O2

3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal Oxygen Therapy


2.
( tekanan darah, nadi, pernafasan ) 1. Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea

2. Pertahankan jalan nafas yang paten


3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap

oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fuktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah

aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer

| 68
12. Monitor adanya cushing triad ( tekanan nadi yang

melebar, bradikardi, peningkatan sistolik )


13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

| 69
Nyeri akut berhubungan dengan NOC : NIC :

inflamasi dan kerusakan  Pain Level,  Paint management

jaringan  pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

 comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. kualitas dan faktor presipitasi.

Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

nyeri, mampu menggunakan tehnik menemukan dukungan.

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

mencari bantuan). seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.

menggunakan manajemen nyeri. 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan

3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, intervensi.

frekuensi dan tanda nyeri). 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin.

berkurang. 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...

5. Tanda vital dalam rentang normal. 9. Tingkatkan istirahat.

6. Tidak mengalami gangguan tidur 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab

nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur.

11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian

analgesik pertama kali

| 70
NOC : NIC :

Kerusakan integritas kulit  Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes  Pressure Management

berhubungan dengan lesi pada Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian

kulit kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan yang longgar.

kriteria hasil: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur.

1. Integritas kulit yang baik bisa 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan

dipertahankan (sensasi, elastisitas, kering.

temperatur, hidrasi, pigmentasi) 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap

2. Tidak ada luka/lesi pada kulit. dua jam sekali.

3. Perfusi jaringan baik. 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan .

4. Menunjukkan pemahaman dalam proses 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada

perbaikan kulit dan mencegah terjadinya derah yang tertekan .

sedera berulang. 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.

5. Mampu melindungi kulit dan 8. Monitor status nutrisi pasien.

mempertahankan kelembaban kulit dan 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air

perawatan alami hangat.

10. Kaji lingkungan dan peralatan yang

menyebabkan tekanan.

| 71
D. CATATAN PERKEMBANGAN

No Hari/Tgl/ No.Dx Implementasi Hari/Tgl/ Evaluasi


Jam Kep Jam

Laporan Kasus

Berdasarkan Format Gordon

E. PENGKAJIAN

17. Identitas
Identitas Pasien

Nama :_Tn.B_________________ No.Rek.Medis:__________________

Umur :_ 48 th______________________________________________

Agama : _islam_________________________________________________

Jenis Kelamin : _laki-laki________________________________________________

Pekerjaan : swasta _______________________________________________

Agama : _____________________________________________________

| 72
Status perkawinan: _nikah____________________________________________

Alamat : _________________________________________________

Tanggal masuk: __________________________________________________

Yang mengirim: __RS kota______________________________________________

Cara masuk RS: _____________________________________________

Diagnosa medis: __combosio grade II_____________________________________

Identitas Penanggung Jawab

Nama :

Umur : _____________________________________________________

Hub dengan pasien:__________________________________________________

Pekerjaan : _____________________________________________________

Alamat : _____________________________________________________

18. Riwayat Kesehatan


d. Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan utama (saat masuk rumah sakit dan saat ini)

15 jam SMRS, saat pasien sedang memperbaiki motor yang rusak di daam rumah.Pada saat itu pasien tidak sadar ada kebocoran yang

mengakibatkan bensin di lantai rumahnya.pasien tidak mengetahui asal api,api lansung membakar tubuh pasien. Kemudian pasien berusaha

keluar sambil berlari. Lalu kemudian api yang menyambar dibagian dahi,dada,perut. Tidak terkurung dalam ruangan, tidak menghirup asap,

klien tampak sesak nafas, kepala klien tidak ada mengalami benturan, kesadaran komposmetis, pusing kepala tida ada, mual muntah tidak

ada.

Alasan masuk rumah sakit :

Tubuh Pasien tersambar api dan membakar bagian regio kranial grade II,regio thoraks-abdomen, regio ekstremitas superior, dan regio

ekstremitas inferior.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya :

Pasien langsung dibawah kerumah sakit kota, dan dibei perawatan luka, kemudian langsung dirujuk ke rumah sakit RSAM

e. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pada riwayat dahulu klien tidak ada mengalami penyakit seperti hipertensi, DM, dan asma jantung.

| 73
f. Riwayat kesehatan keluarga

Pada riwayat kesehatan keluarga tidak ada yang mengalami hipertensi, DM, dan asma, dan jantung.

19. POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN


Persepsi terhadap penyakit :

_________________________________________________________________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________________________________________________________________

__________________________________________

PENGGUNAAN :

Tembakau: ( ) Tidak ( )Ya ( ) Berhenti...............(tgl) ( ) Pipa ( ) Cerutu

( ) <1 bks/hari ( ) 1-2 bks/hari ( ) >2 bks/hari

Alkohol : ( )Tidak ( ) Ya, Jenis/Jumlah, ______/Hari _______/minggu_______/bulan

Obat lain : ( ) Tidak ( ) Ya, Jenis _________________ Penggunaan_______________

Alergi (obat-obatan, makanan, plester, zat warna): tidak ada , Reaksi_____________

Obat-obatan warung/tanpa resep dokter : tidak ada

Kepatuhan terhadap terapi pengobatan : tidak ada

Upaya adaptasi terhadap perubahan status kesehatan :

Penyesuaian gaya hidup terhadap perubahan status kesehatan :

20. POLA NUTRISI/METABOLISME


BB : TB : IMT :

Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir : tidak ada

Pola Makan

Di rumah

Frekuensi :-

Makan Pagi : -

Makan Siang : -

Makan Malam : -

Pantangan/Alergi : -

Makanan yang disukai : -

Di rumah sakit

Jenis diet dan jumlah kalori : TKTP

Nafsu Makan: ( ) Normal ( ) Meningkat ( ) Menurun ( ) Penurunan Sensasi Kecap

Jumlah diet yang dihabiskan :

Keluhan mual / muntah : tidak ada

Penggunaan NGT : ( ) Tidak ( ) Ya

| 74
Kesulitan Menelan (Disfagia): (√ ) Tidak ( )Makanan Padat ( ) Cair

Skrinin
g Nutrisi
Indikator Penilaian Malnutrisi Skor

0 1 2 Nilai

12. Nilai IMT 18,5-22,9 17-18,4 / 23-24,9 <17 / >23 0

13. Apakah pasien kehilangan BB dalam waktu 3 bulan terakhir? <5% 5-10% >10% -

14. Apakah pasien dengan asupan makanan kurang lebih dari 5 baik kurang Sangat kurang -
hari?

15. Adanya kondisi penyakit pasien yang mempunyai resiko tidak Ya 0


masalah nutrisi

16. Pasien sedang mendapat diet makanan tertentu tidak Ya 0

TOTAL SKOR 0 (resiko rendah)

Jika total skor :

0 = risiko rendah

1 = risiko sedang

>2 = risiko tinggi

Pola Minum
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi : Frekuensi :_______________________
Jenis : _______________________ Jenis : ______________________
Jumlah : _______________________ Jumlah : ______________________
Pantangan :________________________ Pembatasan cairan : ______________________
Minuman disukai : _______________________

Intake cairan 24 jam (uraikan apa saja intake pasien):

-IVFD : RL

-minum :

-injeksi :

IWL :

Ouput Cairan 24 jam (uraikan apa saja ouput pasien) :

Perhitungan Balance Cairan : intake –output +IWL =

| 75
Perubahan pada kulit

Keluhan pasien terkait masalah kulit: kulit nampak kemerahan didaerah luka

Nyeri ada.

Faktor resiko luka tekan :

Instrumen Penilaian Resiko Luka Tekan Norton

Yang dinilai 4 3 2 1

Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk (√)

Status mental Sadar (√ ) Apatis Bingung Stupor

Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan bantuan Kursi roda Di tempat tidur (√ )

Mobilitas Bebas bergerak Gerak terbatas Sangat terbatas (√ ) Tidak bergerak

Inkontinensia Kontinen (√ ) Kadang inkontinen Selalu kontinen Inkontinen urin dan alvi

Total skor 12 (rentang resiko)

Kriteria penilaian :

16 – 20 = tidak beresiko

12 – 15 = rentan resiko

< 12 = resiko tinggi

Pengkajian adanya luka/ulcer

Ukuran luka : regio kranial 8%, regio thoraks-abdomen 33%, regio ektremitas superior 16%, regio ektremitas inferior 33%.

Kondisi luka : luka tampak kemerahan, luka tampakbasah

Gambar luka : -

21. POLA ELIMINASI


D BAB
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi :____________________ Frekuensi :_______________________
Konsistensi : ___________________ Konsistensi : ______________________
Warna : ____________________ Warna : ( ) kuning ( ) ada darah
( ) lainnya, .............
Tgl defekasi terakhir_______

Masalah di rumah sakit : ( ) konstipasi ( ) diare ( ) inkontinensia, lama masalah dialami : _____

Kolostomi : ( ) tidak ( ) ya, jika ya, posisi kolostomi di :________________

| 76
Output kolostomi berupa :

Keluhan pasien terkait kolostomi :

E BAK
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi :________________________ Frekuensi :_______________________
Jumlah : _______________________ Jumlah : ______________________
Warna : _______________________ Warna : ______________________
Masalah di rumah sakit : ( )Disuria ( ) Nokturia ( ) Hematuria ( ) Retensi ( ) Inkontinensia : ( ) Tidak ( ) Ya ( ) Total ( )

Siang hari ( ) Malam hari

( ) kadang-kadang ( ) Kesulitan menahan berkemih ( ) Kesulitan mencapai toilet

Kateter : ( ) tidak ( ) ya

22. POLA AKTIVITAS /LATIHAN


Kemampuan Perawatan Diri:
g.
Instrumen Penilaian Indeks Skala Barthel

No Aktivitas yang Dinilai 0 5 10

1 Makan 0

2 Berubah sikap dari berbaring ke duduk/dari kursi roda ke 0


tempat tidur

3 Mandi 0

4 Berpakaian 0

5 Membersihkan diri 0

6 Berpindah/berjalan 0

7 Masuk keluar toilet sendiri 0

8 Naik turun tangga 0

9 Mengendalikan buang air kecil 0

10 Mengendalikan buang air besar 0

TOTAL SKOR 0 (ketergntugan total)

Keterangan :

Nilai 0 bila pasien tidak dapat melakukannya, nilai 5 bila pasien dibantu melakukannya dan nilai 10 bila pasien mandiri

Interpretasi skor total :

0 – 20 = ketergantungan total

21 – 99 = ketergantungan sebagian

100 = mandiri

h. Kebersihan diri (x/hari)


Di rumah Di rumah sakit
Mandi :_____________________ Mandi :______________________
Gosok gigi : ____________________ Gosok gigi : _____________________

Keramas : ____________________ Keramas : _____________________

| 77
Potong kuku :____________________ Potong kuku :______________________

Alat bantu : ( ) Tidak ada ( ) Kruk ( ) Pispot ditempat tidur ( ) Walker ( ) Tongkat
i.
( ) kursi roda

Rekreasi dan aktivitas sehari-hari dan keluhan


j.
Selama Tn. B dirawat dirumah sakit tidak ada rekreasi dan aktivitas sehari-hari dibantu oleh keluarga, karena sakit yang diderita oleh Tn. B
Olah raga : ( ) ya ( ) tidak
k.
Kekuatan otot: ________________________________________________________________________
l.

23. POLA ISTIRAHAT TIDUR


Di rumah Di rumah sakit
Waktu tidur : Siang ____________ Waktu tidur : Siang ______________
:Malam____________ :Malam______________
Jumlah jam tidur : _________________ Jumlah jam tidur : ____________________
Masalah di RS ( )Tidak ada ( )Terbangun ( )Terbangun dini ( )Insomnia ( )Mimpi

buruk.

Merasa segar setelah tidur ( ) Ya ( ) Tidak

24. POLA KOGNITIF –PERSEPSI


Status mental: ( √ ) Sadar( ) Afasia resptif ( ) Mengingat cerita buruk ( ) Terorientasi

( ) kelam fikir ( )Kombatif ( )Tak responsif

Bicara: ( √ ) Nomal ( ) Tak jelas ( ) Gagap ( ) Afasia ekspresif

Bahasa sehari-hari : ( ) Indonesia ( √ ) Daerah ( ) lain-lain_________________

Kemampuan membaca : (√ ) bisa ( ) Tidak

Kemampuan berkomunikasi: (√ ) bisa ( ) Tidak

Kemampuan memahami : (√ ) bisa ( ) Tidak

Tingkat Ansietas: ( ) Ringan (√ ) Sedang( ) Berat( ) Panik

Sebab, sakit yang dialaminya saat ini

Pendengaran: (√ ) DBN( ) kesukaran (___kanan___kiri) ( ) Tuli(__Kanan___Kiri

( ) Alat bantu dengar( ) Tinnitus

Penglihatan: (√ ) DBN( ) Kacamata( ) lensa kontak

( ) Kerusakan (____Kanan___ kiri) ( ) Buta (____Kanan____Kiri)

( ) Katarak (______Kanan____Kiri) ( ) Glaukoma

Vertigo: ( ) Ya ( √ ) Tidak

Ketidaknyamanan/Nyeri: Akut
Deskripsi :
P:. luka bakar
Q: luka terasa panas
R: regio kranial 8%, regio thoraks-abdomen 33%, regio ektremitas superior 16%, regio ektremitas inferior 33%.

| 78
S:.skala nyeri 7
T : hilang timbul
Penatalaksanaan nyeri: analgetik

25. POLA PERAN HUBUNGAN


Pekerjaan : swasta

Status Pekerjaan: ( ) Bekerja( ) Ketidakmampuan jangka pendek

( ) Ketidakmampuan jangka panjang( ) Tidak bekerja

Sistem pendukung: ( ) Pasangan( ) Tetangga/teman( ) tidak ada

Keluarga serumah ____________keluarga tinggal berjauhan__________

Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan dirumah sakit:_tidak ada

Kegiatan sosial : selama di rawat RS pasien tidak ada mengikuti kegiatan sosial

26. POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI


Tanggal Menstruasi Akhir(TMA) :______________________________

Masalah Menstruasi: ( ) Ya,.......................( ) Tidak

Pap Smear Terakhir: _______________________________________

Pemeriksaan Payudara/Testis Mandiri Bulanan: ( ) Ya( ) Tidak

Masalah Seksual berhubungan dengan penyakit: ___________________________________

27. POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI


9. Body image/gambaran diri

( ) cacat fisik
( ) perubahan ukuran fisik
( ) fungsi alat tubuh terganggu
( ) keluhan karena kondisi tubuh
( ) transplantasi alat tubuh
( ) pernah operasi
( ) proses patologi penyakit
( ) kegagalan fungsi tubuh
( ) gangguan struktur tubuh
Klien mengeluh dengan kondisinya saat ini
( ) menolak berkaca
( ) prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh
( ) perubahan fisiologis tumbuh kembang
Jelaskan : Klien mengeluh dengan kondisinya saat ini
10. Role/peran

( ) overload peran
( ) konflik peran
( ) perubahan peran
( ) keraguan peran
( ) transisi peran karena sakit
Jelaskan :

| 79
11. Identity/identitas diri

( ) kurang percaya diri


( ) merasa terkekang
( ) tidak mampu menerima perubahan
( ) merasa kurang memiliki potensi
( ) kurang mampu menentukan pilihan
( ) menolak menjadi tua
Jelaskan : ........................................................................................................................................................................................................................................
12. Self esteem/harga diri

( ) mengkritik diri sendiri dan orang lain


( ) merasa jadi orang penting
( ) menunda tugas
( ) merusak diri
( ) menyangkal kemampuan pribadi
( ) rasa bersalah
( ) menyangkal kepuasan diri
( ) polarisasi pandangan hidup
( ) mencemooh diri
( ) mengecilkan diri
( ) keluhan fisik
( ) menyalahgunakan zat
Jelaskan : ........................................................................................................................................................................................................................................
13. Self ideal/ideal diri

( ) masa depan suram


( ) terserah pada nasib
( ) merasa tidak memiliki kemampuan
( ) tidak memiliki harapan
( ) tidak ingin berusaha
( ) tidak memiliki cita-cita
( ) merasa tidak berdaya
( ) enggan membicarakan masa depan

Jelaskan :
POLA KOPING-TOLERANSI STRES
28.
Masalah selama di rumah sakit (penyakit, finansial, perawatan
7.
diri)______________________________________________________________________________________________________________________________

____________________________________________________________________

Kehilangan/perubahan besar di masa lalu: ( ) tidak ( ) ya,_______________________________________________________________


8.
Hal yang dilakukan saat ada masalah:
9.
_________________________________________________________________________________________________________________________________

___

Penggunaan obat untuk menghilangkan stress: __________________________________________________________________


10.
Keadaan emosi dalam sehari-hari:____________santai________________tegang
11.

| 80
29. POLA KEYAKINAN NILAI
Agama: ____√ __Islam ______Katolik Roma_____Protestan_______Hindu_____Budha___

Pantangan Keagamaan: ___√ __Tidak_________Ya (uraikan)

_________________________________________________________________________

Pengaruh agama dalam kehidupan: _____________________________________________

Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini: ____Ya__√ __Tidak

30. PEMERIKSAAN FISIK


Gambaran

Tanda Vital Suhu : 37 ‘c

Nadi :82 x/I

TD : 110/70 mmHg

RR : 32 x/i

Tinggi badan

Berat badan sebelum masuk RS : ................., rumah sakit :.............

LILA

Kepala : Luka pada regio cranial 8% grade 2,nyeri tekan


Rambut

Mata

Hidung

Mulut

Telinga

Leher
Trakea

JVP

Tiroid

Nodus Limfe

Dada I.:luka bakar grade 2 -3 33%,kemerahan


Paru P:nyeri tekan

Jantung

Abdomen

Ekstremitas Kekuatan otot :-


Muskuloskeletal/Sendi Ekstemitas superior
Inspeksi : luka bakar grade 2-3 16%

| 81
Palpasi : ada nyeri tekan disekitar luka ektremitas
Ekstremitas inferior
Inspeksi:luka bakar grade 2 33%
Palpasi:nyeri tekan

Integumen Inspeksi : ada luka bakar pada kulit, luka kemerahan


Palpasi : ada nya nyeri tekan pada luka

Neurologi
Status mental/GCS 15

Saraf cranial
-
Reflek fisiologi -
-
Reflek patologis

Payudara Tidak ada masalah

Genitalia Tidak ada masalah

Rectal Tidak ada masalah

31. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnostik :

Laboratorium :

| 82
32. TERAPI
- ceftazidine 1g/12 jam
- metronidazol 500 mg8 jam
- gentamicin 80 mg8 jam
- ranitidine 50 mg/12 jam
- keterolac /8 jam
- O2 3-4 liter
- Ivfd RL
PERENCANAAN PEMULANGAN
Rencana Tindak Lanjut:

F. ANALISA DATA

| 83
DS:
1. - Klien mengatakan nafasnya sesak Pola nafas tidak efektif
G. hiperventilasi

DO:
- klien tampak sesak
- klien terpasang O2 (3-4 liter)
-TTV
TD: 110/70 mmHg
Suhu: 37 ‘c
Nadi: 82x/i
RR: 32x/i

DS:
- klien mengatakan nyeri pada daera luka Nyeri akut
-klien mengatakan skala nyeri 7 Agen cidera biologi
2.
DO:
-klien tampak meringis
-skala nyeri 7
- adanya nyeri tekan

DS ;
3. os mengatakan lu:ka bakar diseluruh tubuh Kerusakan integritas kulit dan jaringan Lesi pada luka
DO :
Tampak luka bakar di sekujur tubuh grade
II-III 90 %

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Kep NOC NIC dan Aktivitas Keperawatan

| 84
1.
Ketidakefektifan pola nafas NOC : NIC :

berhubungan dengan deformitas  Respiratory status : Ventilation Airway Management

dinding dada, keletihan otot-otot  Respiratory status : Airway patency  Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw

pernafasan, hiperventilasi  Vital sign Status thrust bila perlu

Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

selama….ketidakefektifan pola nafas pasien teratasi  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan

dengan kriteria hasil : nafas buatan

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara  Pasang mayo bila perlu

nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu

dyspneu ( mampu mengeluarkan sputum,  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

mampu bernafas dengan mudah, tidak ada  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

pursed lips )  Lakukan suction pada mayo

2. Menunjukkan jalan nafas yang paten ( klien  Berikan bronkodilator bila perlu

tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi  Berikan pelembab udara kassa basah NACl Lembab

pernafasan dalam rentang normal , tidak da  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

suara nafas abnormal ) keseimbangan

3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal  Monitor respirasi dan status O2

( tekanan darah, nadi, pernafasan )  Oxygen Therapy

 Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea

 Pertahankan jalan nafas yang paten

 Atur peralatan oksigenasi

 Monitor aliran oksigen

 Pertahankan posisi pasien

 Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi

 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap

oksigenasi

 Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

 Catat adanya fuktuasi tekanan darah

 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah

aktivitas

 Monitor kualitas dari nadi

 Monitor frekuensi dan irama pernafasan

 Monitor suara paru

 Monitor pola pernafasan abnormal

 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

 Monitor sianosis perifer

| 85
 Monitor adanya cushing triad ( tekanan nadi yang

melebar, bradikardi, peningkatan sistolik )

 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

| 86

Nyeri akut berhubungan dengan NOC :
2.
 NIC :
inflamasi dan kerusakan  Pain Level,

 Paint management
jaringan  pain control,

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif


 comfort level
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama ….
kualitas dan faktor presipitasi.
Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:

 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.


1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab

 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan


nyeri, mampu menggunakan tehnik
menemukan dukungan.
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri


mencari bantuan).
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan

 Kurangi faktor presipitasi nyeri.


menggunakan manajemen nyeri.

 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan


3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
intervensi.
frekuensi dan tanda nyeri).

 Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,


4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin.
berkurang.

 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...


5. Tanda vital dalam rentang normal.

 Tingkatkan istirahat.
6. Tidak mengalami gangguan tidur

 Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab

nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan

antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.

 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian

analgesik pertama kali

| 87
NOC : NIC :
3.
Kerusakan integritas kulit  Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes  Pressure Management

berhubungan dengan lesi pada Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…..  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang

kulit kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan longgar.

kriteria hasil:  Hindari kerutan pada tempat tidur.

1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua

pigmentasi) jam sekali.

2. Tidak ada luka/lesi pada kulit.  Monitor kulit akan adanya kemerahan .

3. Perfusi jaringan baik.  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah

4. Menunjukkan pemahaman dalam proses yang tertekan .

perbaikan kulit dan mencegah terjadinya  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.

sedera berulang.  Monitor status nutrisi pasien.

5. Mampu melindungi kulit dan  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

mempertahankan kelembaban kulit dan  Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan

perawatan alami tekanan.

| 88
H. CATATAN PERKEMBANGAN

No Hari/Tgl/ No.Dx Implementasi Hari/Tgl/ Evaluasi


Jam Kep Jam

| 89
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh

eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang keganasan.

Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. tanda-tanda awal sindrom steven jhonson antara lain

konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia

(nyeri dan sakit). Pada sindroma ini terlihat adanya kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, dan kelainan mata.

Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson yaitu pemeriksaan laboratorium, histopatologi,

dan imunologi. sasaran penanganan antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah

komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif. Pemberian asuhan keperawatan yang

komprehensif yaitu dimulai dari pengkajian klien, menentukan diagnosa keperawatan yang muncul, dan menyusun intervensi yang akan

dilakukan pada klien dengan sindrom steven johnson dengan tepat agar klien dapat meningkat status kesehatannya.

B. Saran

Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang

membahas materi dari makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk menambah

wawasan yang lebih luas tentang materi ini.

| 90
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3. EGC: Jakarta

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions

Classifications (NIC),

Edisi Keenam. Missouri: Mosby Elsevier

Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima. Missouri: Mosby Elsevier

Morton, Gonce, Patricia. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic.

Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta:

Salemba Medika

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi

10. Jakarta: EGC

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid

2. Jogjakarta: MediAction Publishing

Pearce, Evelyn C. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk para Medis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Puspitasari, Fanny, Steven Johnson Syndrom Word, Academia.edu, dilihat 22

Maret 2018

<https://www.academia.edu/27976721/STEVEN_JOHNSON_SYNRO

ME_WORD>

Smeltzer, Suzanne C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddarth, Edisi: 12. Jakarta: EGC.

| 91

Anda mungkin juga menyukai