Askep Dermatitis Steven Johson Yuli
Askep Dermatitis Steven Johson Yuli
Disusun Oleh :
SAMPUL DEPAN.................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...............................................................................................................1
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................24
B. Saran...............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
Iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar luka bakar,dermatitis,penyakit sindrom steven
johnson dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien dengan luka
bakar,dermatitis dan sindrom steven johnson..
Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit
sindrom steven johnson yang meliputi definisi luka bakar,dermatitis dan
sindrom steven johnson, etiologi, anatomi fisiologi kulit, patofisiologi,
manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan gangguan sistem integumen yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, dan perencanaan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh
melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer, 2001).
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan
api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat.Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya
jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini.Luka bakar
kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.Lebih dari 25.000 produk
zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi
listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh.
d. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.Tipe injuri
ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari
sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.Terbakar oleh
sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe
luka bakar radiasi (Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007).
a. Fase Akut
Fase akut disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalamiancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelahterbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cederatermal yang berdampak sistemik.
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihanfungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa
sikatrik yanghipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
8. Manifestasi Klinik
1) Cedera
Jika luka bakar disebabkan oleh nyala api atau korban terbakar pada tempat yang
terkurung atau kedua-duanya, maka perlu diperhatikan tanda-tanda sebagai
berikut :
a. Keracunan korban monoksida
Klien terperangkap dan menghirup karbonmonoksida dalam jumlah yang
signifikan
b. Distres pernafasan
Penurunan oksigenasi arteri sering terjadi setelah luka bakar. Hal ini
menunjukkan penurunan kadar pO2 terjadinya obstruksi jalan udara atau
penurunan curah jantung kiri.
2) Sepsis
Syok sejak terjadi pada klien luka bakar luas dengan ketebalan penuh, hal itu
disebabkan oleh bakteri yang menyerang luka masuk ke dalam aliran darah,
gejalanya :
a. Suhu tubuh bervariasi
b. Nadi (140-170 x/menit), sinus takikardi
c. Penurunan TD
d. Paralitik ileus
e. Pendarahan jelas dan luka
3) Pada ginjal meningkat haluaran urine dan terjadi mioglobinuria
4) Metabolik
Terjadi peningkatan energi dan kenaikan kebutuhan nutrisi, hipermetabolisme,
meningkat aliran glukosa dan pengeluaran banyak protein dan lemak adalah ciri-
ciri respon terhadap trauma dan infeksi.
Klien dengan luka bakar > 40% LPTT menunjukan adanya penurunan BB 25%
dari BB sebelum dirawat di RS sampai 3 minggu setelah luka bakar
9. Patofisiologi
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air,
klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang
dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock (Shock
Hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh
terhadap kondisi ini adalah :
a. Respon kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai
respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan
resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
b. Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume
intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran
urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
c. Respon Gastro Intestinal
Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak adanya
peristaltik usus) dan ulkus curling.Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus
merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar.Distensi
lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan
dekompresi lampung (dengan pemasangan sonde lambung).Perdarahan lambung
yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah
dalam feses atau vomitus yang berdarah.Semua tanda ini menunjukkan erosi
lambung atau duodenum (ulkus curling).
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas
gastrointestinal.Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan
neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas.Pemasangan NGT
mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
d. Respon Imonologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis
mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang
masuk.Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme
masuk ke dalam luka.
e. Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi Oksigen oleh jaringan akan meningkat dua
kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal (White,
1993) . Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu
cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah
glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas
berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa
aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi
pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut
respirasi dan ARDS (adult respiratory distress syndrome).(Smeltzer, 2001).
10. WOC
Kerusakan
jaringan kulit
Efek terhadap
Efek terhadap Mk: resiko infeksi pembekuan darah
kulit dan nyeri
Kerusakan
kapiler
Kehilangan Kehilangan
lapisan kulit ketekolamin
Permiabilitas
kapiler
Pengupan cairan
disertai protein dan
energy Cairan &protein vasokontriksi
keluar ke ruang elektrik
intetisial
Gangguan
metabolisme Peningkatan
Hemkonsentrasi tahanan
Kehilangan selektif
H2O
Peningkatan Penurunan
glukoneagenesis Tekanan
aliran darah hidrostatis Peningkatan
hipovolemia Sekresi adrenal kapiler afterload
Peningkatan Tubuh jantung
kebutuhan cairan Aldosterone kekurangan
O2 Hipermeabilitas
meningkat
kapiler
Mk:deficit cairan dan
gangguan pola nafas Retensi Na Hipoksia
meningkat Edema umum
Mk: kelemahan
Aliran darah Volume
ginjal menurun darah
Mk: gangguan
eliminasi Mk: perubahan perfusi
jaringan
14. Perawatan
Terdapat tiga prioritas penting dalam perawatan luka bakar ringan.
a. Selalu dahulukan tindakan medis dan bedah. Sebagai contoh dalam menghadapi
seorang pasien yang mengalami kesulitan bernafas, prioritas pertama kita ialah
mengatasi msalah pernafasan.
b. Setelah tuntas dengan urusan emergency, baru kita berupaya memeprtahankan
bentuk dan fungsi bagian tubuh yang terkena luka bakar.
c. Prioritas berikutnya ialah upaya mencintapkan penampakan jaringan parut sebaik
mungkin. Hal ini merupakan problem utama dari pasien-pasien luka bakar. Upaya
terpenting yang bisa dikaerjakan ialah dengan pemberian tekanan diatasnya
selama 6 – 12 bulan.
Pasien dapat menunggu terjadinya pertumbuhan kulit baru.Penantian ini umunya
memakan waktu yang lebih lama. Lternatif yang lebih cepat ialah dengan skin graft
(cangkok kulit).
Cara ini dikerjakan dengan mengambil kulit dari suatu bagian tubuh yang kemudian
ditanam pada daerah yang memerlukan.Lokasi pengambilan (donor site) biasanya di
daerah paha karena ini lebar dan gampang sembuh.Agar pertumbuhan terjadi,
dibutuhkan beberapa syarat.
Kulit donor haruslah kulit yang sehat.Lokasi resipien (tempat donor ditanam) mesti
memiliki jaringan pembuluh darah yang baik. Jika tidak, kulit donor tidak akan bisa
tumbuh. Stetelah kulit donor diletakkan, satu-satunya hal yang mesti dikerjakan ialah
membiarkannya.
Jangan memberi tekanan apapun.Kita hanya melindungi cangkok tersebut dan
menantinya tumbuh. Umumnya petumbuhan akan terjadi dalam 4 -7 hari.
15. Pengobatan
Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan penderitanya tidak perlu dirawat di rumah
sakit.Untuk membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka lebih lanjut,
sebaiknya lepaskan semua pakaian penderita.Kulit segera dibersihkan dari bahan
kimia (termasuk asam, basa dan senyawa organik) dengan mennguyurnya dengan air.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit jika :
a. Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki
b. Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik dan
benar di rumah
c. Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun
d. Terjadi luka bakar pada organ dalam
2.2..DERMATITIS
A. DEFINISI
Eksim atau sering disebut eksema, atau dermatitis adalah peradangan hebat yang
menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya
pecah dan mengeluarkan cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok kondisi
yang menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan spesifik di bagian
permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yang berarti 'mendidih atau mengalir
keluar’. (Mitchell dan Hepplewhite, 2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik. (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi
Juanda,2005)
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang
mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama
kulit yang kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. (Widhya,
2011)
B. KLASIFIKASI
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan
gejala berbeda:
1. Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit. (Adhi Djuanda,2005)
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang
terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit
memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang
meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit
atau alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai.
Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.
2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis
kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat
garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan
pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005)
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan
dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah
pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu
kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan
kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3. Seborrheich Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua
alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan
faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang
menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
4. Statis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena (atau hipertensi
vena) tungkai bawah. (Adhi Djuanda,2005)
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang
kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis
muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi
kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.
5. Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita
(D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal yang
kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan
(fleksural). (Adhi Djuanda,2005)
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-
pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya
muncul saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota
keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah
atau berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa.
C. ETIOLOGI
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia (contoh :
detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya :
bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. (Adhi
Djuanda,2005)
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda
pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi
infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit
infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada
kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh dan.
Selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera periksa
ke dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.
D. PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak
lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan
berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen
inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan
membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen
dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang
akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets
yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen
dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik
sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi. Ada dua jenis bahan
iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang
paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan
tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi
sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang
disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama
18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel
LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier
yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada
membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human
Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian
sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan
terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation
4+) dan molekul CD3. CD4+ berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel
Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti
(CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel
saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan
sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya
sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan
merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan
proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi
ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila
kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung
selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut
telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak
alergik.
b. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen
yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen
dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk
mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan
INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular
adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta
sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk
melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat.
Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula
yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme
yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel
Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh
sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-
2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan
basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam
paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat
sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen
spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.
PATHWAY
MANIFESTASI KLINIK
Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).
Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan
dan gangguan fungsi kulit (function laisa). Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan
terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan
eritema dan edema. Edema sangat jelas pada klit yang longgar misalya muka (terutama
palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat sumber
dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian
membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.Dermatitis
sika (kering) berarti tidak madidans bila gelembung-gelembung mengering maka akan
terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut
ematiti sika. Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses
menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentai atau
hipopigmentasi.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena
gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.
Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear.
Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan
kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis,
hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan
pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis.
Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk
membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan
dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,
seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak
sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran
sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans
menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa
antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di
epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening
setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran
histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada
pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan
perbedaan dalam pola peradangannya.
G. KOMPLIKASI
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4. Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi
H. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan
menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung
tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
a. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering.
Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila
subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan
salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan
pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada
sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya
molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi
sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses
dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah
hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat
penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap
hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi
akneiformis.
2) Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem
imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan
menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat
mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji
antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi
peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi
ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan
infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme
yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang
jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1
pada keratinosit dan sel Langerhans.
3) Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada
marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan
oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4) Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus
dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5) Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM
981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi
sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini
akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping
sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti
inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid
klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-
valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%.
Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal
sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-
kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1) Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin,
SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2) Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena.
Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes
dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan
gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan
menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel
Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-
a dan MCAF.
3) Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4) Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek
menghambat peradangan.
5) FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-
2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan
histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6) Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7) Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8) SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat Kesehatan.
a) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
d) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress
yang berkepanjangan.
e) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah
pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
DIAGNOSA
No NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Lakukan inspeksi lesi setiap hari
berhubungan dengan keperawatan, kulit klien dapat Pantau adanya tanda-tanda
kekeringan pada kulit kembali normal dengan kriteria hasil:infeksi
Kenyamanan pada kulit meningkat Ubah posisi pasien tiap 2-4 jam
Derajat pengelupasan kulit Bantu mobilitas pasien sesuai
berkurang kebutuhan
Kemerahan berkurang Pergunakan sarung tangan jika
Penyembuhan area kulit yang telah Jaga agar alat tenun selau dalam
rusak keadaan bersih dan kering
Libatkan keluarga dalam
memberikan bantuan pada
pasien
Gunakan sabun yang
mengandung pelembab atau
sabun untuk kulit sensitive
Oleskan/berikan salep atau krim
yang telah diresepkan 2 atau tiga
kali per hari.
2. Resiko infeksi berhubunganSetelah dilakukan asuhan Lakukan tekni aseptic dan
dengan penurunan imunitas keperawatan diharapkan tidak terjadiantiseptic dalam melakukan
infeksi dengan kriteria hasil: tindakan pada pasien
Hasil pengukuran tanda vital dalam Ukur tanda vital tiap 4-6 jam
batas normal. Observasi adanya tanda-tanda
- RR :16-20 x/menit infeksi
- N : 70-82 x/menit Batasi jumlah pengunjung
- T : 37,5 C Kolaborasi dengan ahli gizi
- TD : 120/85 mmHg untuk pemberian diet TKTP
Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi Libatkan peran serta keluarga
(kalor,dolor, rubor, tumor, dalam memberikan bantuan
infusiolesa) pada klien
Hasil pemeriksaan laborat dalam Kolaborasi dengan dokter dalam
batas normal Leuksosit darah : 5000- terapi obat
10.000/mm3
3. Gangguan pola tidur berhunganSetelah dilakukan asuhan Menjaga kulit agar selalu
dengan pruritus keperawatan diharapkan klien bisalembab
istirahat tanpa danya pruritus dengan Determinasi efek-efek medikasi
kriteria hasil: terhadap pola tidur
Mencapai tidur yang nyenyak Jelaskan pentingnya tidur yang
Melaporkan gatal mereda adekuat
Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan
merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu
oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan
sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini.
Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner
& Suddarth, 2013)
B. Etiologi
Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam Brunner & Suddarth, 2010)
sindrom steven johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui,
tetapi kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu
reaksi terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik,
antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering
terlibat.
1. Anatomi
Korium atau dermis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat
yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang
berisi ranitng-ranting pembuluh darah kapiler (Pearce, 2012).
2. Fisiologi
c. Tempat penyimpanan
D. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan
IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi
akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang
sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin,
2012).
E. Manifestasi Klinis
Menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), pada sindroma ini terlihat adanya
kelainan berupa :
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema
mberbentuk seperti cincin (pinggir eritema tengahnya relatif
hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler
berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil.
Vesikel kecil dan bulla kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang
luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi hemorrhagis berupa ptechiae
atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk.
Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi generalisate.
3. Kelainan mata
Nyeri akut
Melepas sel yang rusak
Kerusakan jaringan
Post de entree
Terjadi evaporasi Gangguan
pada kulit gastrointestinal,
Resiko infeksi
demam, malaise
Resiko
kekurangan Intake tidak adekuat
volume cairan
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
H. Penatalaksanaan
4. Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan
lepuhan yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen.
11. Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting
ketika membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat.
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi Rasional
1. Pantau kulit dan membran 1. Mengetahui perkembangan
mukosa pada area yang kondisi luka/lesi dan
mengalami perubahan menentukan intervensi
warna, memar, dan tindakan selanjutnya dengan
kerusakan. tepat untuk memperbaiki
integritas kulit.
Kriteria Hasil:
1) Mengidentifikasi faktor resiko infeksi
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi
3) Memonitor perilaku diri yang berhubungan dengan resiko infeksi
4) Memonitor faktor di lingkungan yang berhubungan dengan resiko
infeksi
3
5) Jumlah leukosit dalam batas normal (5000 - 10.000/mm )
Intervensi Rasional
1. Monitor tekanan darah, nadi, 1. Perubahan tanda vital,
suhu, dan status pernafasan terutama suhu merupakan
dengan tepat. komplikasi lanjut untuk
terjadinya infeksi.
Kriteria Hasil :
1) Secara konsisten menunjukkan dalam menggunakan tindakan
pengurangan nyeri tanpa analgesik
2) Nyeri yang dilaporkan : tidak ada
3) Ekspresi nyeri wajah : tidak ada
4) Melaporkan nyeri yang terkontrol
5) Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional
kesehatan
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri yang 1. Data-data tersebut digunakan
komprehensif meliputi sebagai data dasar dalam
lokasi, karakteristik, awitan menentukan intervensi
dan durasi, frekwensi, tindakan yang tepat pada
kualitas, intensitas atau klien selanjutnya untuk
keparahan nyeri, dan faktor mencapai kesembuhan klien
presipitasinya. yang optimal.
Kriteria Hasil:
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien 1. Kemampuan pasien makan
untuk mendapatkan nutrisi dapat mempengaruhi intake
yang dibutuhkan. nutrisi pasien.
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
1. Monitor status hidrasi 1. Sebagai data dasar untuk
(kelembaban membran menentukan kemungkinan
mukosa, nadi adekuat, adanya resiko kekurangan
tekanan darah ortostatik), volume cairan pada klien.
jika diperlukan.
| 54
BAB III
Laporan Kasus
A. PENGKAJIAN
Identitas
1.
Identitas Pasien
Umur :_ 48 th______________________________________________
Agama : _islam_________________________________________________
Agama : _____________________________________________________
Alamat : _________________________________________________
Nama :
Umur : _____________________________________________________
Pekerjaan : _____________________________________________________
Alamat : _____________________________________________________
| 55
Riwayat Kesehatan
2.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
15 jam SMRS, saat pasien sedang memperbaiki motor yang rusak di daam rumah.Pada saat itu pasien tidak sadar ada kebocoran yang
mengakibatkan bensin di lantai rumahnya.pasien tidak mengetahui asal api,api lansung membakar tubuh pasien. Kemudian pasien berusaha
keluar sambil berlari. Lalu kemudian api yang menyambar dibagian dahi,dada,perut. Tidak terkurung dalam ruangan, tidak menghirup asap,
klien tampak sesak nafas, kepala klien tidak ada mengalami benturan, kesadaran komposmetis, pusing kepala tida ada, mual muntah tidak
ada.
Tubuh Pasien tersambar api dan membakar bagian regio kranial grade II,regio thoraks-abdomen, regio ekstremitas superior, dan regio
ekstremitas inferior.
Pasien langsung dibawah kerumah sakit kota, dan dibei perawatan luka, kemudian langsung dirujuk ke rumah sakit RSAM
Pada riwayat dahulu klien tidak ada mengalami penyakit seperti hipertensi, DM, dan asma jantung.
Pada riwayat kesehatan keluarga tidak ada yang mengalami hipertensi, DM, dan asma, dan jantung.
_________________________________________________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________________________________________________
__________________________________________
PENGGUNAAN :
POLA NUTRISI/METABOLISME
4.
BB : TB : IMT :
| 56
Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir : tidak ada
Pola Makan
Di rumah
Frekuensi :-
Makan Pagi : -
Makan Siang : -
Makan Malam : -
Pantangan/Alergi : -
Di rumah sakit
Skrining Nutrisi
Indikator Penilaian Malnutrisi Skor
0 1 2 Nilai
8. Apakah pasien kehilangan BB dalam waktu 3 bulan terakhir? <5% 5-10% >10% -
Apakah pasien dengan asupan makanan kurang lebih dari 5 baik kurang Sangat kurang -
9.
hari?
0 = risiko rendah
1 = risiko sedang
Pola Minum
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi : Frekuensi :_______________________
Jenis : _______________________ Jenis : ______________________
Jumlah : _______________________ Jumlah : ______________________
Pantangan :________________________ Pembatasan cairan : ______________________
| 57
Minuman disukai : _______________________
-IVFD : RL
-minum :
-injeksi :
IWL :
Keluhan pasien terkait masalah kulit: kulit nampak kemerahan didaerah luka
Nyeri ada.
Yang dinilai 4 3 2 1
Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan bantuan Kursi roda Di tempat tidur (√ )
Inkontinensia Kontinen (√ ) Kadang inkontinen Selalu kontinen Inkontinen urin dan alvi
Kriteria penilaian :
16 – 20 = tidak beresiko
12 – 15 = rentan resiko
Ukuran luka : regio kranial 8%, regio thoraks-abdomen 33%, regio ektremitas superior 16%, regio ektremitas inferior 33%.
| 58
Kondisi luka : luka tampak kemerahan, luka tampakbasah
Gambar luka : -
POLA ELIMINASI
5.
BAB
B
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi :____________________ Frekuensi :_______________________
Konsistensi : ___________________ Konsistensi : ______________________
Warna : ____________________ Warna : ( ) kuning ( ) ada darah
( ) lainnya, .............
Tgl defekasi terakhir_______
Masalah di rumah sakit : ( ) konstipasi ( ) diare ( ) inkontinensia, lama masalah dialami : _____
C BAK
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi :________________________ Frekuensi :_______________________
Jumlah : _______________________ Jumlah : ______________________
Warna : _______________________ Warna : ______________________
Masalah di rumah sakit : ( )Disuria ( ) Nokturia ( ) Hematuria ( ) Retensi ( ) Inkontinensia : ( ) Tidak ( ) Ya ( ) Total ( )
Kateter : ( ) tidak ( ) ya
1 Makan 0
3 Mandi 0
4 Berpakaian 0
5 Membersihkan diri 0
| 59
6 Berpindah/berjalan 0
Keterangan :
Nilai 0 bila pasien tidak dapat melakukannya, nilai 5 bila pasien dibantu melakukannya dan nilai 10 bila pasien mandiri
0 – 20 = ketergantungan total
21 – 99 = ketergantungan sebagian
100 = mandiri
Alat bantu : ( ) Tidak ada ( ) Kruk ( ) Pispot ditempat tidur ( ) Walker ( ) Tongkat
c.
( ) kursi roda
buruk.
| 60
Kemampuan membaca : (√ ) bisa ( ) Tidak
Vertigo: ( ) Ya ( √ ) Tidak
Ketidaknyamanan/Nyeri: Akut
Deskripsi :
P:. luka bakar
Q: luka terasa panas
R: regio kranial 8%, regio thoraks-abdomen 33%, regio ektremitas superior 16%, regio ektremitas inferior 33%.
S:.skala nyeri 7
T : hilang timbul
Penatalaksanaan nyeri: analgetik
Kegiatan sosial : selama di rawat RS pasien tidak ada mengikuti kegiatan sosial
| 61
( ) cacat fisik
( ) perubahan ukuran fisik
( ) fungsi alat tubuh terganggu
( ) keluhan karena kondisi tubuh
( ) transplantasi alat tubuh
( ) pernah operasi
( ) proses patologi penyakit
( ) kegagalan fungsi tubuh
( ) gangguan struktur tubuh
Klien mengeluh dengan kondisinya saat ini
( ) menolak berkaca
( ) prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh
( ) perubahan fisiologis tumbuh kembang
Jelaskan : Klien mengeluh dengan kondisinya saat ini
5. Role/peran
( ) overload peran
( ) konflik peran
( ) perubahan peran
( ) keraguan peran
( ) transisi peran karena sakit
Jelaskan :
6. Identity/identitas diri
| 62
( ) tidak ingin berusaha
( ) tidak memiliki cita-cita
( ) merasa tidak berdaya
( ) enggan membicarakan masa depan
Jelaskan :
____________________________________________________________________
___
_________________________________________________________________________
TD : 110/70 mmHg
RR : 32 x/i
Tinggi badan
LILA
Mata
Hidung
Mulut
| 63
Telinga
Leher
Trakea
JVP
Tiroid
Nodus Limfe
Jantung
Abdomen
Neurologi
Status mental/GCS 15
Saraf cranial
-
Reflek fisiologi -
-
Reflek patologis
| 64
15. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnostik :
Laboratorium :
16. TERAPI
- ceftazidine 1g/12 jam
- metronidazol 500 mg8 jam
- gentamicin 80 mg8 jam
- ranitidine 50 mg/12 jam
- keterolac /8 jam
- O2 3-4 liter
PERENCANAAN PEMULANGAN
Rencana Tindak Lanjut:
| 65
1
B. ANALISA DATA
| 66
1. DS:
- Klien mengatakan nafasnya sesak Pola nafas tidak efektif
DO:
- klien tampak sesak
- klien terpasang O2 (3-4 liter)
-TTV
TD: 110/70 mmHg
Suhu: 37 ‘c
Nadi: 82x/i
RR: 32x/i
DS:
- klien mengatakan nyeri pada daera luka Nyeri akut
2. -klien mengatakan skala nyeri 7 Agen cidera biologi
DO:
-klien tampak meringis
-skala nyeri 7
- adanya nyeri tekan
3.
| 67
1.
Ketidakefektifan pola nafas NOC : NIC :
dinding dada, keletihan otot-otot Respiratory status : Airway patency 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
selama….ketidakefektifan pola nafas pasien teratasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
suara nafas yang bersih, tidak ada 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sianosis dan dyspneu ( mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mengeluarkan sputum, mampu bernafas 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
dengan mudah, tidak ada pursed lips ) 8. Lakukan suction pada mayo
( klien tidak merasa tercekik, irama 10. Berikan pelembab udara kassa basah NACl Lembab
nafas, frekuensi pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fuktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
| 68
12. Monitor adanya cushing triad ( tekanan nadi yang
| 69
Nyeri akut berhubungan dengan NOC : NIC :
Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan manajemen nyeri. 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
frekuensi dan tanda nyeri). 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin.
6. Tidak mengalami gangguan tidur 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
| 70
NOC : NIC :
Kerusakan integritas kulit Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Pressure Management
berhubungan dengan lesi pada Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
1. Integritas kulit yang baik bisa 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
4. Menunjukkan pemahaman dalam proses 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
mempertahankan kelembaban kulit dan 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
menyebabkan tekanan.
| 71
D. CATATAN PERKEMBANGAN
Laporan Kasus
E. PENGKAJIAN
17. Identitas
Identitas Pasien
Umur :_ 48 th______________________________________________
Agama : _islam_________________________________________________
Agama : _____________________________________________________
| 72
Status perkawinan: _nikah____________________________________________
Alamat : _________________________________________________
Nama :
Umur : _____________________________________________________
Pekerjaan : _____________________________________________________
Alamat : _____________________________________________________
15 jam SMRS, saat pasien sedang memperbaiki motor yang rusak di daam rumah.Pada saat itu pasien tidak sadar ada kebocoran yang
mengakibatkan bensin di lantai rumahnya.pasien tidak mengetahui asal api,api lansung membakar tubuh pasien. Kemudian pasien berusaha
keluar sambil berlari. Lalu kemudian api yang menyambar dibagian dahi,dada,perut. Tidak terkurung dalam ruangan, tidak menghirup asap,
klien tampak sesak nafas, kepala klien tidak ada mengalami benturan, kesadaran komposmetis, pusing kepala tida ada, mual muntah tidak
ada.
Tubuh Pasien tersambar api dan membakar bagian regio kranial grade II,regio thoraks-abdomen, regio ekstremitas superior, dan regio
ekstremitas inferior.
Pasien langsung dibawah kerumah sakit kota, dan dibei perawatan luka, kemudian langsung dirujuk ke rumah sakit RSAM
Pada riwayat dahulu klien tidak ada mengalami penyakit seperti hipertensi, DM, dan asma jantung.
| 73
f. Riwayat kesehatan keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga tidak ada yang mengalami hipertensi, DM, dan asma, dan jantung.
_________________________________________________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________________________________________________
__________________________________________
PENGGUNAAN :
Pola Makan
Di rumah
Frekuensi :-
Makan Pagi : -
Makan Siang : -
Makan Malam : -
Pantangan/Alergi : -
Di rumah sakit
| 74
Kesulitan Menelan (Disfagia): (√ ) Tidak ( )Makanan Padat ( ) Cair
Skrinin
g Nutrisi
Indikator Penilaian Malnutrisi Skor
0 1 2 Nilai
13. Apakah pasien kehilangan BB dalam waktu 3 bulan terakhir? <5% 5-10% >10% -
14. Apakah pasien dengan asupan makanan kurang lebih dari 5 baik kurang Sangat kurang -
hari?
0 = risiko rendah
1 = risiko sedang
Pola Minum
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi : Frekuensi :_______________________
Jenis : _______________________ Jenis : ______________________
Jumlah : _______________________ Jumlah : ______________________
Pantangan :________________________ Pembatasan cairan : ______________________
Minuman disukai : _______________________
-IVFD : RL
-minum :
-injeksi :
IWL :
| 75
Perubahan pada kulit
Keluhan pasien terkait masalah kulit: kulit nampak kemerahan didaerah luka
Nyeri ada.
Yang dinilai 4 3 2 1
Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan bantuan Kursi roda Di tempat tidur (√ )
Inkontinensia Kontinen (√ ) Kadang inkontinen Selalu kontinen Inkontinen urin dan alvi
Kriteria penilaian :
16 – 20 = tidak beresiko
12 – 15 = rentan resiko
Ukuran luka : regio kranial 8%, regio thoraks-abdomen 33%, regio ektremitas superior 16%, regio ektremitas inferior 33%.
Gambar luka : -
Masalah di rumah sakit : ( ) konstipasi ( ) diare ( ) inkontinensia, lama masalah dialami : _____
| 76
Output kolostomi berupa :
E BAK
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi :________________________ Frekuensi :_______________________
Jumlah : _______________________ Jumlah : ______________________
Warna : _______________________ Warna : ______________________
Masalah di rumah sakit : ( )Disuria ( ) Nokturia ( ) Hematuria ( ) Retensi ( ) Inkontinensia : ( ) Tidak ( ) Ya ( ) Total ( )
Kateter : ( ) tidak ( ) ya
1 Makan 0
3 Mandi 0
4 Berpakaian 0
5 Membersihkan diri 0
6 Berpindah/berjalan 0
Keterangan :
Nilai 0 bila pasien tidak dapat melakukannya, nilai 5 bila pasien dibantu melakukannya dan nilai 10 bila pasien mandiri
0 – 20 = ketergantungan total
21 – 99 = ketergantungan sebagian
100 = mandiri
| 77
Potong kuku :____________________ Potong kuku :______________________
Alat bantu : ( ) Tidak ada ( ) Kruk ( ) Pispot ditempat tidur ( ) Walker ( ) Tongkat
i.
( ) kursi roda
buruk.
Vertigo: ( ) Ya ( √ ) Tidak
Ketidaknyamanan/Nyeri: Akut
Deskripsi :
P:. luka bakar
Q: luka terasa panas
R: regio kranial 8%, regio thoraks-abdomen 33%, regio ektremitas superior 16%, regio ektremitas inferior 33%.
| 78
S:.skala nyeri 7
T : hilang timbul
Penatalaksanaan nyeri: analgetik
Kegiatan sosial : selama di rawat RS pasien tidak ada mengikuti kegiatan sosial
( ) cacat fisik
( ) perubahan ukuran fisik
( ) fungsi alat tubuh terganggu
( ) keluhan karena kondisi tubuh
( ) transplantasi alat tubuh
( ) pernah operasi
( ) proses patologi penyakit
( ) kegagalan fungsi tubuh
( ) gangguan struktur tubuh
Klien mengeluh dengan kondisinya saat ini
( ) menolak berkaca
( ) prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh
( ) perubahan fisiologis tumbuh kembang
Jelaskan : Klien mengeluh dengan kondisinya saat ini
10. Role/peran
( ) overload peran
( ) konflik peran
( ) perubahan peran
( ) keraguan peran
( ) transisi peran karena sakit
Jelaskan :
| 79
11. Identity/identitas diri
Jelaskan :
POLA KOPING-TOLERANSI STRES
28.
Masalah selama di rumah sakit (penyakit, finansial, perawatan
7.
diri)______________________________________________________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________
___
| 80
29. POLA KEYAKINAN NILAI
Agama: ____√ __Islam ______Katolik Roma_____Protestan_______Hindu_____Budha___
_________________________________________________________________________
TD : 110/70 mmHg
RR : 32 x/i
Tinggi badan
LILA
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Trakea
JVP
Tiroid
Nodus Limfe
Jantung
Abdomen
| 81
Palpasi : ada nyeri tekan disekitar luka ektremitas
Ekstremitas inferior
Inspeksi:luka bakar grade 2 33%
Palpasi:nyeri tekan
Neurologi
Status mental/GCS 15
Saraf cranial
-
Reflek fisiologi -
-
Reflek patologis
Laboratorium :
| 82
32. TERAPI
- ceftazidine 1g/12 jam
- metronidazol 500 mg8 jam
- gentamicin 80 mg8 jam
- ranitidine 50 mg/12 jam
- keterolac /8 jam
- O2 3-4 liter
- Ivfd RL
PERENCANAAN PEMULANGAN
Rencana Tindak Lanjut:
F. ANALISA DATA
| 83
DS:
1. - Klien mengatakan nafasnya sesak Pola nafas tidak efektif
G. hiperventilasi
DO:
- klien tampak sesak
- klien terpasang O2 (3-4 liter)
-TTV
TD: 110/70 mmHg
Suhu: 37 ‘c
Nadi: 82x/i
RR: 32x/i
DS:
- klien mengatakan nyeri pada daera luka Nyeri akut
-klien mengatakan skala nyeri 7 Agen cidera biologi
2.
DO:
-klien tampak meringis
-skala nyeri 7
- adanya nyeri tekan
DS ;
3. os mengatakan lu:ka bakar diseluruh tubuh Kerusakan integritas kulit dan jaringan Lesi pada luka
DO :
Tampak luka bakar di sekujur tubuh grade
II-III 90 %
| 84
1.
Ketidakefektifan pola nafas NOC : NIC :
dinding dada, keletihan otot-otot Respiratory status : Airway patency Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
selama….ketidakefektifan pola nafas pasien teratasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dyspneu ( mampu mengeluarkan sputum, Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten ( klien Berikan bronkodilator bila perlu
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi Berikan pelembab udara kassa basah NACl Lembab
pernafasan dalam rentang normal , tidak da Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal Monitor respirasi dan status O2
oksigenasi
aktivitas
| 85
Monitor adanya cushing triad ( tekanan nadi yang
| 86
Nyeri akut berhubungan dengan NOC :
2.
NIC :
inflamasi dan kerusakan Pain Level,
Paint management
jaringan pain control,
Tingkatkan istirahat.
6. Tidak mengalami gangguan tidur
| 87
NOC : NIC :
3.
Kerusakan integritas kulit Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Pressure Management
berhubungan dengan lesi pada Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit. Monitor kulit akan adanya kemerahan .
3. Perfusi jaringan baik. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
5. Mampu melindungi kulit dan Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
mempertahankan kelembaban kulit dan Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
| 88
H. CATATAN PERKEMBANGAN
| 89
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh
eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang keganasan.
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. tanda-tanda awal sindrom steven jhonson antara lain
konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia
(nyeri dan sakit). Pada sindroma ini terlihat adanya kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, dan kelainan mata.
Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson yaitu pemeriksaan laboratorium, histopatologi,
dan imunologi. sasaran penanganan antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah
komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif. Pemberian asuhan keperawatan yang
komprehensif yaitu dimulai dari pengkajian klien, menentukan diagnosa keperawatan yang muncul, dan menyusun intervensi yang akan
dilakukan pada klien dengan sindrom steven johnson dengan tepat agar klien dapat meningkat status kesehatannya.
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang
membahas materi dari makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk menambah
| 90
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3. EGC: Jakarta
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions
Classifications (NIC),
Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima. Missouri: Mosby Elsevier
Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta:
Salemba Medika
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid
Pearce, Evelyn C. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk para Medis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Maret 2018
<https://www.academia.edu/27976721/STEVEN_JOHNSON_SYNRO
ME_WORD>
| 91