Anda di halaman 1dari 6

Penanaman Mangrove Bersama 100 Anak-Anak Tambakrejo dalam Rangka

Menjaga Lingkungan Pesisir


Immanuel Harri Turnip, Fina Cecaria Putyawati, Nafis Amirul Ghoits, Nana Kariada Tri
Martuti
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
E-mail : priskilacecaria20@gmail.com

Abstract
.....

Abstrak
Hutan Mangrove ialah sekumpulan pohon atau semak-semak yang hidup dan tumbuh di daerah
pasang surut (kawasan pinggiran pantai). Hutan mangrove juga populer dengan sebutan hutan
bakau, dikarenakan mayoritas populasi tanaman yang hidup pada hutan mangrove adalah
tanaman bakau. Program edukasi pembibitan tanaman mangrove ini bertujuan menumbuhkan
kembali semangat menjaga lingkungan dan menjaga pantai dalam diri anak anak khususnya anak
Tambak Lorok selaku warga masa depan (generasi selanjutnya) di Tambak Lorok. Adanya
kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan bibit – bibit baru bagi para pecinta lingkungan
khususnya warga lokal Tambak Lorok. Kegiatan yang didukung oleh Pertamina TBBM
Semarang Group ini telah menghasilkan 1000 polybag bibit mangrove dari 80 peserta anak –
anak yang mengikuti acara tersebut.

Kata Kunci: mangrove

Pendahuluan

Biasanya di sepanjang garis pantai tropis maupun sub tropis, tumbuh suatu ekosistem di
perairan landai atau di sekitar muara air sungai yaitu hutan mangrove (Rahman, 2013). Hutan
mangrove sangat berperan penting dalam menjaga garis pantai agar tetap stabil serta untuk dapat
melindungi pantai dari hantaman ombak yang dapat merusak bibir pantai. Selain itu, peran
penting Hutan mangrove lainnya yakni melindungi pantai dan tebing sungai dari kerusakan,
seperti erosi dan abrasi. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat pemijahan dan tempat makan
bagi berbagai ikan, kerang, dan berbagai jenis kepiting. Mangrove juga sangat penting bagi
kualitas air pada ekosistem di sekitar nya seperti ekosistem terumbu karang. Akar mangrove
dapat menjadi pelarut nutrien, penahan gelombang, sedimen dan material suspensi yang
terangkut dari sungai ke pantai serta melindungi dan mencegah erosi pantai (Rahman, 2013).
Batangnya dapat digunakan sebagai kayu bakar maupun sebagai bahan bangunan rumah.

Akan tetapi, ekosistem mangrove sangat rentan akan kerusakan. Mangrove di Indonesia
saat ini dalam keadaan kritis, terdapat kerusakan sekitar 68 % atau 5,9 juta hektar dari laus
keseluruhan 8,6 juta hektar (Majid et al., 2016). Kerusakan mangrove sedikit banyak disebabkan
oleh ulah penduduk sekitaran mangrove itu sendiri. Kelalaian penduduk yang mengakibatkan
rusaknya ekosistem mangrove misalnya, mengalihfungsikan lahan mangrove menjadi tambak,
permukiman, ataupun tempat wisata secara besar-besaran serta tanpa izin dari pihak yang
berwenang. Kondisi yang mengkhawatirkan ini harus segera ditangani oleh semua penduduk
Indonesia terutama penduduk di daerah pesisir mengingat pentingnya mangrove bagi ekosistem
dan biota lain yang ada di sekitarnya.

Mengacu kerentanan mangrove pada kerusakan, diprelukan suatu restorasi agar ekosistem
mangrove tetap terjaga. Menurut Setyawan dan Kusumo (2006), mangrove merupakan tumbuhan
yang dapat melakukan penyembuhan sendiri, melalui suksesi sekunder dalam periode 15-30
tahun, dengan syarat pasang-surut air tidak berubah, dan tersedia propagul atau bibit. Namun,
sistem restorasi alami tersebut memakan waktu yang lama dan tidak efektif. Kesadaran
penduduk sekitar untuk membantu mempercepat restorasi ekosistem mangrove tersebut perlu
dilakukan.

Bantuan yang dapat diberikan atau diperbuat oleh penduduk sekitar adalah dengan
membuat sistem restorasi buatan yaitu dengan cara penanaman propagul atau bibit dan juga
semai. Penanaman propagul mangrove adalah teknik penanaman bibit mangrove langsung tanpa
proses semai yaitu bibit mangrove langsung ditanam di tempat penanaman. Sementara,
penanaman bibit yang melalui proses semai yaitu bibit mangrove diambil lalu dimasukkan ke
dalam polybag yang berisi lumpur dan dirawat sampai keluar akar dan daunnya. Melihat hal
tersebut, semai mempunyai keunggulan lebih dari pada propagul, karena mempunyai ukuran dan
juga akar yang lebih kuat daripada propagul tanpa semai. Menurut Hutahaian, Cecep, & Helmy
(2009), akar dan ukuran semai dapat lebih mudah untuk beradaptasi terhadap kondisi lingkungan
seperti kondisi tanah, salinitas, temperatur, curah hujan dan pasang surut.
Proses penanaman mangrove dengan semai mempunyai beberapa tahapan. Dimulai dengan
penyemaian atau pembuatan semai pada wilayah yang dipengaruhi pasang surut air laut, hal ini
dilakukan agar bibit mangrove mendapat pasokan air laut. Untuk mendapatkan hasil yang
maksimal untuk bibit mangrove, lumpur yang di dalam polybag diusahakan merupakan lumpur
terdekat dengan tempat penanaman agar mangrove dapat beradaptasi lebih cepat saat proses
semai dan mendapatkan bibit unggulan. Langkah selanjutnya adalah menentukan lokasi
penanaman. Lokasi penanaman yang bagus adalah lahan yang berlumpur dan terkena pasang
surut air laut. Jika lahan tidak terkena air laut sama sekali, bibit yang ditanam akan mati. Setelah
itu, dilakukan pembuatan lubang untuk penanaman bibit dengan ajir atau bambu tipis dengan
jarak antar lubang sekitar 30 cm sampai 1 meter. Selanjutnya, tanam bibit mangrove
berdempetan dengan ajir. Lalu, bibit mangrove diikatkan ke ajir menggunakan tali rafia agar
bibit mangrove berdiri kokoh dan tidak terseret ombak laut.

Penanaman bibit mangrove dikatakan berhasil jika mangrove tumbuh subur. Mangrove
tumbuh subur apabila keluar atau munculnya daun hijau yang tampak hijau segar dan adanya
pertumbuhan pucuk baru. Sementara itu, penanaman bibit mangrove yang gagal ditunjukkan
dengan tampak matinya pucuk, batang, dan daun mangrove. Mangrove yang mati ditunjukkan
dengan mengering, menguning, sebagian layu dan tidak adanya pertumbuhan pucuk baru pada
batang dan daun mangrove (Sari & Dwi, 2014).

Di Kelurahan Tanjung Mas, Kota Semarang, ada suatu desa yang bernama Desa
Tambakrejo yang daerahnya sering terkena banjir rob. Untuk menanggulangi hal tersebut,
penduduk desa tersebut lalu gencar melakukan penanaman mangrove. Sejak 2010, penanaman
mangrove sudah gencar dilakukan oleh penduduk sekitar yang hasilnya lingkungan Desa
Tambakrejo mulai stabil dalam menanggulangi banjir rob dan penurunan tanah.

Penduduk yang peduli terhadap lingkungan ini, lalu bergabung membentuk suatu
kelompok peduli lingkungan dibawah nama CAMAR, singkatan dari Cinta Alam Mangrove Asri
dan Rimbun. Berdasarkan data CAMAR, kelompok yang diketuai oleh Juraimi ini sudah
menanam lebih dari 116.000 pohon mangrove di pesisir Tambakrejo sejak 2010 di bawah binaan
Pertamina melalui kegiatan tanggung jawab sosialnya atau CSR.
Juraimi menuturkan 9 tahun lalu pesisir Tambakrejo rusak parah tergerus abrasi. Tak ada
tegakan keras di bibir pantai desa yang terletak 4,2 km di timur Pelabuhan Tanjung Mas itu.
Karena minim rerimbunan pula, suhu sekitar pun panas. Lalu, Pertamina datang mengulurkan
tawaran atau bantuan untuk menangkal abrasi. Dibantu Universitas Negeri Semarang,
perusahaan BUMN itu mengajak penduduk sekitar yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan
menanam mangrove. Bantuan bibit diberikan, berikut pendampingan dan transfer pengetahuan.

Kelompok CAMAR ini juga mempunyai kegiatan budidaya bibit mangrove. Setiap tahu,
mereka dapat menghasilkan 30.000-50.000 batang bibit. Bibit itu lantas dijual ke berbagai pihak,
termasuk beberapa perusahaan untuk aktivitas CSR dan akademisi untuk kegiatan riset.
Pertamina tercatat sebagai pelanggan bibit Kelompok CAMAR dengan kebutuhan 6.000 batang
per tahun. Ada pula Asahi yang sempat membeli 3.000 batang. Belum lagi Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta kalangan universitas. Kepada korporasi, Kelompok
CAMAR menjual Rp3.000 per paket yang berisi sebatang bibit berikut perawatannya. Adapun
kepada akademisi, kelompok itu membanderol Rp1.250. Hasil penjualan digunakan
untuk.membiayai operasi dan pengembangan bibit.

Beranjak dari keadaan yang demikian, kelompok KKN alternatif II A UNNES yang
diketuai oleh Veron Maricho mencoba mengadakan gerakan edukasi pembibitan tanaman
mangrove bersama anak-anak Tambakrejo. Gerakan ini merupakan salah satu bentuk kepedulian
kelompok KKN alternatif II A UNNES dalam mengembalikan fungsi hutan mangrove kepada
masyarakat di Tambakrejo pasca alih pembangunan pelabuhan Tanjung mas, pelaksanaan acara
pembibitan sendiri bekerja sama dengan Pertamina sebagai sponsor utama yang mendukung
suksesnya program ini.

William, Penanggung Jawab program pembibitan tanaman mangrove menuturkan, edukasi


cara pembibitan tanaman mangrove ini bertujuan menumbuhkan kembali semangat menjaga
lingkungan dan menjaga pantai dalam diri anak anak khususnya anak Tambakrejo selaku warga
masa depan (generasi selanjutnya) di Tambakejo itu sendiri. Secara swadaya dan bertahap,
edukasi penanaman mangrove dalam bentuk pembibitan dan penanaman hingga perawatan telah
dilakukan di atas lahan kurang lebih 400 hektar. Dalam perjalanannya, kelompok KKN alternatif
II A UNNES menilai gerakan yang sudah dilakukan oleh masyarakat Tambakrejo yang
dikomandoi kelompok CAMAR harus didukung dengan penanaman 10.000 mangrove di atas
lahan yang telah dikonversi.

Ika lebih lanjut menjelaskan, pasca penanaman pada Agustus 2019 lalu, masyarakat
setempat telah merasakan dampak positifnya. Salah satu dampak yang diterima oleh masyarakat
pemahaman anak anak mereka akan pentingnya menjaga lingkungan pantai melalui Tamanan
mangrove serta beragam souvernir yang diperoleh dari acara tersebut menjadi pengingat
pentingnya pendidikan lingkungan bagi generasi muda lainnya. “Dampak lainnya adalah
semakin banyaknya kepiting bakau di Hutan Mangrove yang membuat penghasilan para nelayan
bertambah,” paparnya.

Dengan demikian, melihat peran penting dan potensi besar yang dimiliki dari Hutan
Mangrove baik dalam sektor ekonomi maupun pelestarian lingkungan hidup, sudah selayaknya
masyarakat dan berbagai elemen pihak mendukung dan berpartisipasi dalam gerakan pelestarian
lingkungan hidup demi kemaslahatan bersama.
Daftar Pustaka

Hutahaian, E. E., Cecep, K., & Helmy, R. D. (1999). Studi Kemampuan Tumbuh Anakan
Mangrove Jenis Rhizophora mucronata, Bruguiera gimnorrhiza dan Avicennia marina pada
Berbagai Tingkat Salinitas. Jurnal Manajemen Hutan Tropika , 77-85.

Majid, I., Mimien, H. I., Fachur, R., & Istamar, S. (2016). Konservasi Hutan Mangrove di Pesisir
Pantai Kota Ternate Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah. Jurnal BIOEDUKASI , 488-496.

Rahman, S. (2013). Potensi Hutan Mangrove Sebagai Pelindung Pantai Terhadap Serangan
Gelombang. Hasil Penelitian Fakultas Teknik (Halm. 1-6). Makassar: Group Teknik Perkapalan.

Sari, S. P., & Dwi, R. (2014). Tingkat Keberhasilan Penanaman Mangrove pada Lahan Pasca
Penambangan Timah di Kabupaten Bangka Selatan . Tingkat Keberhasilan Penanaman
Mangrove pada Lahan Pasca Penambangan Timah di Kabupaten Bangka Selatan , 71-80.

Setyawan, A. D., & Kusumo, W. (2006). Permasalahan Konservasi Ekosistem Mangrove di


Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah . B I O D I V E R S I T A S , 159-163.

Anda mungkin juga menyukai