Anda di halaman 1dari 48

RANCANGAN PENGKAJIAN

PADA AGGREGAT USIA DEWASA DENGAN MASALAH DIABETES MILITUS


DENGAN PENDEKATAN MODEL COMMUNITY AS PARTNER DAN
DOROTEA E .OREM
DI KELURAHAN KRAMAT JAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Aplikasi Keperawataan Komunitas Dewasa II

Oleh
Tresna komalasari

NPM: 2017980084

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN

KOMUNITAS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkah, rahmat, dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan rancangan pengkajian keperawatan
komunitas ini. Rancangan pengkajian keperawatan komunitas ini disusun untuk memenuhi
tugas Aplikasi Keperawatan Komunitas Dewasa II.

Penugasan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam


menyusun rancangan pengkajian keperawatan komunitas dengan pendekatan suatu model
keperawatan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa rancangan pengkajian ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penyusunan rancangan pengkajian
berikutnya.

Akhir kata, semoga rancangan pengkajian ini bermanfaat dan membawa berkah
bagi kita semua dan dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas praktek keperawatan
komunitas.

Jakarta, Oktober 2018

Penulis
1
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL....................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan..........................................................................1


B. Tujuan Penulisan..........................................................................................4
C. Ruang Lingkup.............................................................................................5

BAB II : MODEL PENGKAJIAN

A. Definisi Aggregate......................................................................................6
B. Dibetes militus pada usia dewasa...........................................................7
C. Pengkajian Keperawatan Komunitas.....................................................8

BAB III : METODOLOGI PENGKAJIAN

A. Desain Pengkajian.......................................................................................17
B. Populasi dan Sampel...................................................................................17
C. Tempat.............................................................................................................18
D. Waktu...............................................................................................................18
E. Alat Pengumpulan Data.............................................................................20
F. Prosedur Pengambilan Data......................................................................22
G. Rencana Analisis Data...............................................................................25

DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes militus merupakan penyakit yang mendapat


perhatian dari seluruh kalangan masyarakat. Dampak yang
ditimbulkan dapat berakibat jangka pendek maupun jangka
panjang bagi penderitannya, hal ini membutuhkan
penanggulangan yang menyeluruh dan terpadu. Diabetes
militus menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan
mortalitas (kematian) yang tinggi. Penyakit Diabetes militus
menjadi penyebab kematian 7,1juta orang di seluruh dunia,
yaitu sekitar 13% dari total kematian, prevalensinya hamper
sama besar baik di negara berkembang maupun negara maju
(Sani, 2008). Perkembangan penyakit Diabetes militus
berjalan perlahan tetapi secara potensial sangat berbahaya.
Diabetes militus merupakan faktor risiko utama dari
penyakit jantung dan stroke.
Pengendalian Diabetes militus belum menunjukkan hasil
yang memuaskan. Rata-rata,pengendalian Diabetes militus
baru berhasil menurunkan prevalensi hingga 8% dari jumlah
keseluruhan. Berdasarkan data WHO dari 50% penderita
Diabetes militus yang diketahui ,25% yang mendapat
pengobatan dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik.
Data Depkes (2007) menunjukkan, di Indonesia ada 21%
penderita Diabetes militus dan sebagian besar tidak
terdeteksi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007) juga
menunjukkan cakupan tenaga kesehatan terhadap kasus
Diabetes militus di masyarakat masih rendah, hanya 24,2%
untuk prevalensi Diabetes militus di Indonesia yang
berjumlah 32,2%.
Data Riskesdas 2007 juga menyebutkan bahwa prevalensi
Diabetes militus di Indonesia berkisar 30% dengan insiden
komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada
perempuan (52%) dibandingkan laki-laki (48%). Data lain
menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes militus di
Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun
ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita Diabetes militus
berakhir pada stroke.
Diabetes militus yang tidak diketahui penyebabnya
didefinisikan sebagai Diabetes militus esensial. Beberapa
penulis lebih memilih istilah Diabetes militus primer, untuk
membedakannya dengan Diabetes militus lain yang
sekunder karena sebab-sebab yang diketahui.
Perawat komunitas mempunyai peranan yang cukup besar
untuk meningkatkan status kesehatan usia dewasa
(Hitchcock, Schutbert & Thomas, 1999). Sebagai seorang
perawat komunitas dapat memiliki berbagai peran, salah
satunya sebagai care provider. Peran ini mencakup
pengkaian, perencanaan, implementasi dan evaluasi
keperawatan yang dapat dilakukan di rumah, sekolah
maupun di lingkungan masyarakat (Smith & Maurer, 2009).
Implementasi dalam keperawatan dapat dilakukan pada tiga
level tingkat pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier.
Bentuk nyata dari level tingkat pencegahan tersebut
meliputi promosi kesehatan tentang Diabetes militus,
melakukan pemantauan tekanan darah, dan pemberian
konseling pada keluarga agar berprilaku adaptif.
(McMurray, 2003; Smith & Maurer, 2009).
Sebagai salah satu bentuk penyakit degeneratif, saat ini
Diabetes militus merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat Indonesia yang perlu segera dicarikan upaya-
upaya sistematis dalam pencegahannya. Diabetes militus
sebenarnya merupakan penyakit yang lebih banyak
dicetuskan karena gaya hidup. Banyak sekali faktor risiko
Diabetes militus yang berkaitan dengan perilaku manusia,
seperti stres, merokok, hiperlipidemia, diabetes mellitus,
obesitas, dan lain sebagainya. Perawat sebagai tenaga
kesehatan dengan jumlah proporsi terbesar di Indonesia
dapat berperan strategis dalam upaya kesehatan, baik yang
bersifat promotif maupun preventif, khususnya dalam
mempromosikan gaya hidup sehat dan melakukan deteksi
dini Diabetes militus beserta komplikasi yang mungkin
menyertainya. Asuhan keperawatan komunitas memiliki
peranan untuk menghasilkan: Intervensi layanan
keperawatan yang profesional dalam mempromosikan gaya
hidup sehat kepada masyarakat terkait dengan Diabetes
militus, model pemberdayaan komunitas yang dapat
digunakan untuk menjamin keberdewasaan sistem deteksi
dini Diabetes militus.
Komplikasi nya, menghasilkan Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
efektivitas program pemberdayaan dimasyarakat.
Asuhan keperawatan komunitas pada usia dewasa dengan masalah kesehatan Diabetes
militus mencakup beberapa tahap yaitu mulai dari pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi. Perawat komunitas dalam memberikan pelayanan
keperawatan pada populasi at risk ditekankan pada mengkaji kebutuhan dan sumber-
sumber serta mengidentifikasi nilai-nilai dalam keluarga tersebut melalui kerja sama
dengan anggota keluarga.
Perawat komunitas dapat mengkaji secara komprehensif permasalahan yang terjadi,
penyebab, dan dampak masalah untuk dianalisis dan membuat rencana asuhan
keperawatan. Pengkajian yang disusun berdasarkan pengembangan pendekatan suatu
model keperawatan. Model community as partner dapat digunakan untuk mengkaji
masalah kesehatan Diabetes militus pada agregat usia dewasa. Oleh karena itu penulis
tertarik menyusun rancangan pengkajian keperawatan komunitas pada aggregat usia
dewasa dengan masalah kesehatan Diabetes militus di Kelurahan Kramat, Kota Jakarta
dengan pendekatan community as partner dan Orem.

8
2.2. Tujuan Penulisan
2.2.1. Tujuan Umum
Menyusun rancangan pengkajian keperawatan komunitas pada aggregat usia
dewasa dengan masalah kesehatan Diabetes militus di Kelurahan Kramat Kota
Jakarta berdasarkan model community as partner dan Orem.
2.2.2. Tujuan Khusus
a. Menerapkan model community as partner sebagai framework pengkajian
keperawatan komunitas pada aggregate usia dewasa dengan masalah kesehatan
Diabetes militus.
b. Menyusun instrument pengkajian pada aggregate usia dewasa dengan
masalah kesehatan Diabetes militus berdasarkan model community as
partner dan Orem di Kelurahan Kramat.
c. Memperoleh hasil pada aggregate usia dewasa dengan masalah kesehatan
Diabetes militus dengan menggunakan model community as partner dan Orem
di Kelurahan Kramat.

2.3. Ruang Lingkup Pengkajian


Pengkajian yang dilakukan pada aggregate usia dewasa dengan masalah kesehatan
Diabetes militus ditekankan pada identifikasi masalah kesehatan berdasarkan model
community as partner dan Orem. Pada model community as partner terdapat dua
faktor utama yaitu fokus pada komunitas sebagai mitra dan proses keperawatan
(Anderson & Mc Farlan, 2004). Pada pengkajian komunitas terdapat core dan 8
(delapan) subsistem dari masyarakat. Core pada usia dewasa dengan masalah
kesehatan Diabetes militus yang terdiri dari riwayat terbentuknya aggregat,
demografi, suku, nilai, dan kepercayaan. Sedangkan pada subsistem terdapat
lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan social, ekonomi, transportasi dan
keamanan, politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan, dan rekreasi yang
berkaitan dengan aggregate usia dewasa dengan masalah kesehatan Diabetes militus.

9
BAB 2
MODEL PENGKAJIAN

2.1. Definisi Lansia


Usia dewasa dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa usia dewasa adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008:32).
Keberadaan usia dewasa ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta
peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya
guna, dan produktif (Pasal 19 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan) (Maryam dkk,
2008:31).
Usia dewasa dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang dapat mencapai
usia tersebut, maka orang berusia dewasa memerlukan tindakan keperawatan, baik yang
bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi
usia dewasa yang berguna dan bahagia (Maryam dkk, 2008:32).

2.2. Proses Menua

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Constantinides, 1994). Ini merupakan proses yang terus-menerus
(berdewasa) secara alami. Ini dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup (Bandiyah, 2009:13).
Menjadi Tua (MENUA) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu
neonatus, toodler, pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai
baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2013:6).
Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
dewasa usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia
permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh
yang berakhir dengan kematian (Padila, 2013:6).

2.3. Batasan Dewasa Usia


1. Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dewasa usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Dewasa usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.
b. Dewasa usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.
c. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.
2. Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013) :
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
b. Usia dewasa penuh (medlle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun
c. Dewasa usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas :
1) Young old (usia 70-75)
2) Old (usia 75-80)
3) Very old (usia >80 tahun)
3. Menurut Bee (1996) dalam padila (2013), bahwa tahapan masa dewasa adalah sebagai
berikut :
a. Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun)
b. Masa dewasa awal (usia 26-40 tahun)
c. Masa dewasa tengah (usia 41-65 tahun)
d. Masa dewasa dewasa (usia 66-75 tahun)
e. Masa dewasa sangat dewasa (usia > 75 tahun)
Di Indonesia, batasan mengenai dewasa usia adalah 60 tahun ke atas, dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Dewasa Usia pada Bab1
Pasal 1 Ayat 2. Menurut Undang-Undang tersebut di atas dewasa usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Padila, 2013:4).

2.4. Teori- teori proses menua


Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses menua
yang tidak seragam. Proses menua bersifat individual, dimana proses menua pada setiap
orang terjadi dengan usia yang berbeda, dan tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dalam
mencegah proses menua. Adakalanya seseorang belum tergolong tua (masih muda) tetapi
telah menunjukan kekurangan yang mencolok. Adapula orang yang tergolong dewasa usia
penampilannya masih sehat, bugar, badan tegap, akan tetapi meskipun demikian harus diakui
bahwa ada berbagai penyakit yang sering dialami oleh dewasa usia. Misalnya, Diabetes
militus, diabetes, rematik, asam urat, dimensia senilis, sakit ginjal (Padila, 2013:7).
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan, namun tidak
semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang
termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial (Padila, 2013:7).
1. Teori biologis
a) Teori jam genetik
Menurut Hay ick (1965) dalam Padila (2013), secara genetik sudah terprogram
bahwa material didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan
frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu
memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia yang memiliki rentang
kehidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah
sekitar 50 kali, sesudah itu akan mengalami deteriorasi.
b) Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan usur penyusunan tulang diantaranya susunan molekular,
lama kelamaan akan meningkat kekakuanya (tidak elastis). Hal ini disebabkan oleh
karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat
kuat (Padila, 2013:7).
c) Teori radikal bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan kerusakan dan
kemunduran secara fisik (Padila, 2013:8).
d) Teori imunologi
a. Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah.
b. System immune menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri, regulasi dan
responsibilitas (Padila, 2013:8).
e) Teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasanya digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal
kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai (Padila, 2013:8).
f) Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai) (Padila,
2013:8).

2. Teori psikososial
a. Teori integritas ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai dalam tiap
tahap pekembangan. Tugas perkembangan terakhir merefleksikan kehidupan seseorang dan
pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara integritas ego dan keputusasaan
adalah kebebasan (Padila, 2013:8).
b. Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap bertahan
secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan penyakit
otak (Padila, 2013:9).
3. Teori Sosiokultural
Teori yang merupakan teori sosiokultural adalah sebagai berikut :
a. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang berangsuran-angsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Hal ini mengakibatkan interaksi sosial dewasa usia menurun, sehingga
sering terjadi kehilangan ganda meliputi :
1. Kehilangan peran
2. Hambatan kontak sosial
3. Berkurangnya komitmen.
b. Teori aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana seorang
dewasa usia merasakan kepuasan dalam beraktifitas dan mempertahankan aktifitas tersebut
selama mungkin. Adapun kualitas aktifitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas
aktifitas yang dilakukan (Padila, 2013:9).
4. Teori konsekuensi fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut :
1. Teori ini mengatakan tentang konsekuensi fungsional usia dewasa yang behubungan
dengan perubahan-perubahan karena usia dan faktor resiko bertambah.
2. Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan negatif, dengan intervensi
menjadi positif (Padila, 2013:9).

2.5. Perubahan–perubahan yang terjadi pada dewasa usia


A. Perubahan-perubahan fisik pada lansia menurut (Maryam, 2008:55) :
1) Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler
menurun.
2) Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun
(menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat
(Maryam, 2008:55).
3) Respirasi
Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun,
kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan
jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada
bronkus (Maryam, 2008:55).
4) Persarafan
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan
denganstress.Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan
kurangnya respon motorik dan reflek.
5) Muskuluskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk, persendian membesar dan
menjadi kaku, kram, tremor, dan tendon mengerut dan mengalami sklerosis
(Maryam, 2008:56).
6) Gastrointestinal
Esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun dan peristaltik menurun
sehingga daya absorbsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi
organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan
enzim pencernaan (Maryam, 2008:56).
7) Pendengaran
Membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang
pendengaran mengalami kekakuan (Maryam, 2008:56).
8) Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
9) Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga
menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban),
kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan
seperti tanduk (Maryam, 2008:57).

2.6. Konsep Diabetes militus pada usia dewasa


1. Pengertian Diabetes militus
Diabetes militus adalah suatu keadaan dimana tekanan systole dan diastole

mengalami kenaikan yang melebihi batas normal yaitu tekanan darah systole > 140mmHg

dan diatole . 90 mmHg.Diabetes militus atau tekanan darah tinggi adalah suatu

penyakit salah satu resiko tinggi yang bisa menjadi penyakit jantung, stroke dan gagal

ginjal ( Muwarni, 2011 ;Zhao, 2013). Kaplan memberikan batasan Diabetes militus

dengan memperhatikan usia dan jenis kelamin ( Soeparman dalam buku Udjianti, 2010).

a. Pria berusia lebih dari 45 tahun, dikatakan Diabetes militus bila tekanan darah pada

waktu berbaring lebih dari 120/90 mmHg

b. Pria berusia 45 tahun, dikatakan Diabetes militus bila tekanan darahnya lebih dari

145/95 mmHg.

c. Wanita, Diabetes militus bila tekanan darah lebih dari 150/95 mmHg
2. Klasifikasi Diabetes militus

Berikut adalah klasifikasi Diabetes militus:

Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes militus

Batasan Tekanan Darah (mmHg) Kategori


Diastolik
< 80 Tekanan darah normal
80-89 PreDiabetes militus
90-99 Diabetes militus stage 1
≥ 100 Diabetes militus stage 2
Sistolik
≤ 120 Tekanan darah normal
120-139 PreDiabetes militus
140-159 Diabetes militus stage 1
≥ 160 Diabetes militus stage 2

Sumber: Fundamental Of Nursing (Potter dan Perry, 2009)

3. . Macam-macam Diabetes militus


Diabetes militus dapat terbagi menjadi dua golongan

a. Diabetes militus Esensial atau Diabetes militus Primer

Sekitar 95% kasus Diabetes militus primer atau esensial merupakan Diabetes

militus yang sampai saat ini masih belum diketahui penyebabnya secara pasti

( Rudianto, 2013).

b. Diabetes militus Sekunder

Pada sekitar 5% kasus Diabetes militus sekunder adalah Diabetes militus yang

disebabkan oleh penyakit lain seperti diabetes, kerusakan vaskuler, kerusakan

ginjal dan lain-lain (Rudianto, 2013).


c. Tanda dan Gejala Diabetes militus

Menurut Udjianti (2010) tanda dan gejala Diabetes militus yang sering terjadi

adalah:

1) Sakit kepala( rasa berat di tengkuk)

2) Kelelahan

3) Keringat berlebihan

4) Tremor otot

5) Mual, muntah

Adapun menurut Sustrani,et al (2004), bahawa tanda dan gejala Diabetes militus

antara lain:

1) Sakit kepala
2) Jantung berdebar-debar
3) Sulit bernafas setelah bekerja keras
4) Mudah lelah
5) Penglihatan kabur
6) Dunia terasa berputar (vertigo)
7) Hidung berdarah
8) Wajah memarah

d. Faktor penyebab mempengaruhi Diabetes militus

1) Diit
2) Merokok
3) kegiatan fisik (gaya hidup)
4) Obesitas
5) Stress

e. Faktor Yang Mempengaruhi Kekambuhan Diabetes militus


1) Gaya hidup
Kebiasaan mengkonsumsi makanan dengan kandungan garam yang tinggi

memicu naiknya tekanan darah (Martuti, 2009).

2) Stress
Realitas kehidupan setiap hari yang tidak bisa dihindari, stress atau ketegaan

emosional dapat mempengaruhi system kardiovaskuler, khusus Diabetes

militus, stress dianggap sebagai faktor psikologis yang dapat meningkatkan

tekanan darah. (Marliani, 2007)

3) Merokok

Pada sistem kardiovaskuler, rokok menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Merokok juga mengakibatkan dinding pembuluh darah menebal secara

bertahap yang dapat menyulitkan jantung untuk memompa darah. Kerja

jantung yamg lebih berat tentu dapat meningkatkan tekanan darah (Marliani,

2007).
f. Pencegahan Diabetes militus

Menurut Febry, et al (2013), pencegahan terjadi Diabetes militus meliputi :

1) Mengurangi konsumsi garam . kebutuhan garam per hari yaitu 5 gr ( 1 dst).

2) Mencegah kegemukan

3) Membatsi konsumsi lemak

4) Olah raga teratur

5) Makan buah dan sayuran segar

6) Hindari merokok dan tidak minum alcohol

7) Latihan relaksasi/ meditasi

8) Berusaha membina hidup yang positif h.

g. Pengobatan Diabetes militus


Menurut Rudianto (2013) pengobatan Diabetes militus dibagi menjadi 2 jenis

yaitu :

1) Pengobatan Non Farmakologi diantaranya:

a) Diit rendah garam/ kolesteral/ lemak jenuh

b) Mengurangi asupan garam kedalam tubuh

c) Ciptakan keadaan rileks

d) Melakukan olah raga seperti senam aerobic atau jalan cepat selama 30-45
sebanyak 3-4 kali seminggu.

e) Berhenti merokok dan Alkohol

2) Pengobatan dalam Farmakologi

Terdapat banyak jenis obat antiDiabetes militus saat ini. Untuk pemilihan

obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter diantaranya:


a) Deuretik

Bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh( lewat kencing)

sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya

pompa jantung lebih ringan . contoh: Hidroklorotiazid

b) Penghambat simpatetik

Bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis ( saraf yang

bekerja pada saat kita beraktivitas).Contoh: Metildopa, Klonidin dan

resepin.

c) Betabloker

Mekanisme kerja obat antiDiabetes militus ini adalah melalui penurunan

daya pompa jantung dan tidak dianjurkan pada penderita yang mengidap

gangguan pernapasan eperti asma bronchial. Pada orang tua terdapat gejala

bronkospame( penyempitan saluran pernapasan), sehingga pemberian obat

harus berhati-hati. Contoh: Metoprolol, propanplol dan atenolol

d) Antagonis kalsium

Menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi

jantung (kontraktilitis)Contoh: nifedipin, Diltiasem dan Verapamil

3) Diit Diabetes militus

Diit Diabetes militus adalah cara untuk mencegah terjadinya Diabetes

militus tanpa efek samping, karena menggunakan bahan makanan yang lebih

alami dari pada menggunakan obat penurunan tekanan darah (Sustrani,

2005).

Diit Diabetes militus menurut Sustrani et al (2005) diantaranya adalah:

a) Mengurangi asupan garam


Mengurangi garam sering juga diimbangi dengan asupan lebih banyak

kalsium, magnesium, dan kalium( bila diperlukan untuk kasus tertentu.)

Puasa garam untuk kasus tertentu dapat menurunkan tekanan darah

secara nyata , mengkonsumsi garam dalam seharian pagi penderita

Diabetes militus tidak boleh lebih dari 4 gram / hari bagi Diabetes

militus ringan,jika Diabetes militus berat hanya 2 gram / hari (Febry,

2013).

Tujuan dari diit rendah garam adalah membantu menghilangkan retensi

garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah

pada penderita Diabetes militus.

Syarat diit rendah garam adalah cukup energy. Protein, mineral dan

vitamin. (Almatsier, 2006)

b) Memperbanyakan serat

Mengkonsumsi lebih banyak atau makanan rumahan yang mengandung

banyak serat memperlancar buang air besar dan menahan sebagian

asupan natrium. Sebaiknya penderita Diabetes militus menghindari

makanan kalengan dan makanan siap saji dari restoran, yang dikuatirkan

mengandung banyak pengawet dan kurang serat.

c) Menghentikan kebiasaan buruk

Menghentikan rokok, kopi dan alcohol dapat mengurangi beban jantung,

sehingga jantung dapat bekerja dengan baik. Rokok dapat meningkatkan

resiko kerusakan pembuluh darah yang mengedap kolestrol pada

pembuluh darah koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras.

d) Memperbanyakan asupan kalium


Diketahui bahwa dengan mengkonsumsi 3.500 miligram kalium dapat

membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah

yang ideal dapat dicapai kembali tekanan darah yang normal. Kalium

bekerja mengusir natirum dari senyawanya, sehingga lebih mudah

dikeluarkan. Makanan yang kaya kalium adalah pisang, sari jeruk,

jagung, kubis dan brokoli.


e) Memenuhi kebutuhan magnesium

Kebutuhan magnesium menurut kecukupan gizi yang dianjurkan atau

RDA ( Recommended dietary Allowance) adalah sekitar 350 miligram .

kekurangan asupan magnesium terjadi dengan semakin banyaknya

makanan olahan yang dikonsumsi. Sumber makanan yang kaya

mahnesium antara lain kacang tanah, bayam, kacang polong dan

makanan laut. Tetapi berhati-hati agar jangan mengkonsumsi terlalu

banyak suplemen magnesium karena dapat menyebabkan diare.

f) Melengkapi kebutuhan kalsium

Walaupun masih menjadi perdebatan mengenai ada atau tidaknya

pengaruh kalsium dengan penurunan tekanan darah, tetapi untuk

menjaga dari resiko lain< 800 miligram kalsium per hati (setara dengan 3

gelas susu) sudah lebih dari cukup. Sumber lain yang kaya kalsium

adalah keju rendah lemak dan ikan, seperti salmon.

g) Mengetahui sayuran dan bumbu dapur yang ber manfaat untuk tekanan
darah.Sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk pengontrolan
tekanan darah adalah:
(1) Tomat

(2) Wortel

(3) Seledri, sedikitnya 4 batang per hari dalam sup/ masakan lain

(4) Bawang putih, sedikitnya satu siung per hari. Bisa juga digunakan
bawang merah dan bawang bombai

(5) Kunyit

(6) Bumbu lain adalah lada hitam, adas, kemangi, dan rempah lainnya.
h) Contoh Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi
penderita Diabetes militus:
Table . Contoh Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan

Bahan makanan dianjurkan Tidak dianjurkan


Sumber Beras, Roti, biskut dan kue-kue
karbohidrat kentang,singkong,terigu, yang dimasak dengan
makanan yang diolah garam dapur/ baking
bahan makanan tersebut pouder dan soda
diatas tanpa garam dapur
dan soda seperti:
makroni, mi, bihun, roti,
biskut ,kue kering
Sumber protein Daging dan ikan Otak, ginjal,
hewani maksimal 100 gram lidah,sardine, daging,
sehari, telur maksimal 1 ikan ,susu,dan telur yang
butir/ hari diawet dengan garam
dapur seperti daging
asap, ham, bacon,
dendeng,abon,keju,ikan
asin, ikan kaleng,
koenet, udang
kering,telur asin, dan
telur pindang.
Sumber protein Semua kacang-kacangan Keju, kacang tanah dan
nabati dan hasilnya yang diolah semua kacang-kacangan
dan dimasak tanpa garam yang hasilnya dimasak
dapur dengan garam dapur dan
ikatan natrium
Sayuran Semua sayuran segar, Sayuran yang dimasak
sayuran yang diawet dan diawet dengan
tanpa garam dapur dan garam dapur seperti
natrium benzoat sayuran dalam
kaleng,sawi asin, asinan
dan acar
Buah-buahan Semua buah-buahan Buah-buahan yang
segar, buah yang diawet diawet dengan garam
tanpa garam dapur dan dapur dan lain ikatan
natrium banzoat natrium seperti buah
dalam kaleng
Lemak Minyak goreng, margain, Margain dan mentaga
dan mentaga tanpa garam Biasa
Minuman teh Minuman ringan, kopi

Sumber : Penuntun diit (Almatsier, 2004).

2.7. Pengkajian Keperawatan Komunitas


Model Pengkajian
Model pengkajian yang akan dikembangkan pada aggregate anak usia sekolah
sebagai at risk adalah aplikasi dari community as partner yang dikembangkan oleh
Anderson dan Mc Farlan dari teori Betty Neuman (Anderson & Mc Farlan, 2004).
Model ini lebih berfokus pada perawatan kesehatan masyarakat adalah praktek,
keilmuan, dan metodenya melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi penuh dalam
meningkatkan kesehatannya. Pada pengkajian model ini mempunyai dua komponen
utama yaitu core dan subsistem.
Pada model community as partner terdapat dua faktor utama yaitu fokus pada
komunitas sebagai mitra dan proses keperawatan (Anderson & Mc Farlan, 2004).
Pada pengkajian komunitas terdapat core dan 8 (delapan) subsistem dari masyarakat.
Core yang terdiri dari riwayat terbentuknya aggregat, demografi, suku, nilai, dan
kepercayaan. Sedangkan pada subsistem terdapat lingkungan fisik, pelayanan
kesehatan dan social, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan pemerintahan,
komunikasi, pendidikan, dan rekreasi.
Delapan subsistem dibagi melalui garis putus-putus untuk menggambarkan bahwa
delapan subsistem tersebut tidaklah terpisah tetapi saling mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh satu sama lain. Delapan divisi kedua-duanya menggambarkan
subsistem yang utama suatu masyarakat dan menyediakan perawat komunitas dengan
suatu framework untuk pengkajian.

Sumber: Anderson McFarlan, Community as Partner, 2004


Anderson & McFarlan (2004) model community as partner dapat digunakan
sebagai alat pengkajian terhadap masalah kesehatan di komunitas. Unsur-unsur
yang dapat dikaji berdasakan model community as partner adalah:
1. Core adalah inti dari komunitas teridiri dari
a. Riwayat terbentuknya komunitas. Data yang dapat dikumpulkan seperti riwayat
terbentuknya komunitas dari orang-orang tua, tetangga yang telah lama tinggal
di tempat tersebut, dan subdivisi terbaru yang ada di komunitas. Pertanyaan yang
dapat diajukan kepada anggota masyarakat seprti sudah berapa lama anda tinggal
disini? Apakah ada perubahan terhadap daerah tersebut? Siapakah orang yang
paling lama tinggal di daerah tersebut dan yang mengetahui sejarah daerah
tersebut. Data dapat diperoleh dari perpustakaan, sejarah masyarakat, dan
wawancara dengan sesepuh masyarakat pimpinan daerah.
b. Demografi. Data yang dapat dikumpulkan seperti komposisi penduduk (remaja atau
lansia), orang yang tidak memiliki rumah tempat tinggal, orang yang tinggal
sendidrian, keluarga, karakter. Data dapat diperoleh dari sensus penduduk dan
perumahan, badan perencanaan lokal (kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi),
arsip, dinas kesehatan, serta melalui observasi. Data yang terkumpul dapat berupa
karakteristik umur dan jenis kelamin, jenis dan tipe keluarga, status pernikahan,
statistik vital (kelahiran, kematian berdasarkan umur dan penyebab).
c. Suku. Data yang dapat dikumpulkan seperti ras dan suku bangsa yang ada,
homogenitas populasi yang ada, indikator kelompok etnik tertentu (misalnya
restoran, festival), dan tanda-tanda kelompok budaya yang ada. Data dapat
diperoleh melalui sensus penduduk, arsip, dan observasi.
d. Nilai dan Keyakinan. Data yang dapat diperoleh seperti tempat ibadah,
homogenitas masyarakat, penggunaan pekarangan rumah dan lahan kosong serta
kebun (misal ditanami rumput atau bunga), tanda-tanda kesenian, budaya
warisan leluluhur yang ada, dan peninggalan bersejarah yang ada. Data dapat
diperoleh melalui observasi langsung, wawancara, windshield survei.
2. Subsistem, terdiri dari;
a. Lingkungan fisik
Data lingkungan fisik dapat berupa keadaan masyarakat, kualitas udara, tumbuh-
tumbuhan, perumahan, pembatas wilayah, daerah penghijauan, binatang

18
peliharaan, anggota masyarakat, struktur yang dibuat masyarakat, keindahan
alam, air, iklim, peta wilayah, dan luas daerah. Data dapat diperoleh melalui
sensus, wind shield survei, dan arsip, serta dokumen di kelurahan
Sub sistem lingkungan fisik adalah terkait kondisi tempat tinggal anak usia
sekolah dasar, kondisi sarana yang ada di sekitar lingkungan anak usia sekolah
dasar yang berhubungan dengan risiko gizi kurang termasuk dalam ketersediaan
sumber-sumber gizi untuk anak usia sekolah. Demikian juga lingkungan sekolah
dimana anak sekolah berada apakah ada sumber-sumber gizi seperti kantin
sekolah yang menyediakan makanan sehat dan bergizi
b. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Datanya dapat meliputi kejadian akut atau kronis di masyarakat, adanya
posyandu, Pelayanan makanan tambahan, klinik atau rumah sakit, pelayanan
kesehatan pribadi petugas kesehatan, pelayanan kesehatan masyarakat, fasilitas
pelayanan social, dan ketersediaan sumber intra dan ekstra komunitas yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Data dapat diperoleh dari wawancara,
windshield survei, badan perencanaan daerah, laporan tahunan fasilitas
kesehatan dan sosial, dan dinas kesehatan. Data-data yang diperoleh dapat
dikelompokkan berdasarkan pelayanan kesehatan dan sosial yang ada.
Pelayanan kesehatan seperti fasilitas ekstra dan intra komunitas seperti rumah
sakit dan klinik, perawatan kesehatan di rumah, fasilitas perawatan dewasa,
pelayanan kesehatan masyarakat, pelayanan emergensi. Data untuk setiap
fasilitas dikumpulkan terkait dengan berbagai pelayanan (tarif, waktu, rencana
pelayanan baru, pelayanan yang dihentikan), sumber (tenaga, tempat, biaya, dan
sistem pencatatan), karakteristik pengguna (distribusi geografik, profil
demografik, dan transportasi), statistik (jumlah pengguna yang dilayani tiap hari,
minggu, dan bulan), kesesuaian, keterjangkauan, dan penerimaan fasilitas
menurut pengguna maupun pemberi pelayanan kesehatan. Pelayanan sosial
seperti fasilitas ekstra dan intra komunitas misalnya adanya kelompok konseling
dan dukungan, pakaian, makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan khusus. Data
untuk setiap fasilitas dikumpulkan seperti pada pelayanan kesehatan.
c. Komunikasi
Komunikasi merupakan subsistem yang berkaitan dengan risiko gizi kurang
pada anak usia sekolah dasar. Komunikasi yang digunakan masyarakat untuk
melakukan program pencegahan risiko gizi kurang pada anak usia sekolah

19
seperti media informasi cetak maupun elektronik. Data dapat diperoleh dari
wawancara, survei, kantor penerbitan dan siaran daerah, buku telepon dan
sensus.
d. Perekonomian
Perekonomian atau tingkat pendapatan keluarga dengan anak usia sekolah yang
bekerja dan jenis pekerjaan yang dilakukan serta tempat kerja. Sedangkan
subsistem rekreasi pada pencegahan risiko gizi tidak terlalu relevan, namun
demikian dapat dilihat juga apakah fasilitas rekreasi terkait penyediaan nutrisi
atau pangan bagi anak usia sekolah
Ekonomi, meliputi keadaan komunitas (berkembang atau miskin), adanya pusat
industri, pertokoan, lapangan kerja, pusat perbelanjaan, badan pemeriksa
makanan, dan angka pengangguran. Data dapat diperoleh dari catatan sensus,
departemen perdagangan, departemen tenaga kerja, dan kantor serikat buruh
setempat.
e. Keamanan dan transportasi
Data keamanan dapat diperoleh dari kantor perencanaan daerah, berupa
penggunaan air bersih yang dimanfaatkan oleh masyarakat, sanitasi lingkungan
yang berkaitan dengan gizi makanan, sedangkan transportasi mencakup sarana
dan prasarana masyarakat melakukan perjalanan, jenis kendaraan pribadi dan
umum, jalur khusus pejalan kaki, bersepeda dan pengendara motor, jalur
penyandang cacat, yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan gizi. Data transportasi dapat diperoleh dari sensus, dinas jalan raya,
dan dinas transportasi serta kepolisian daerah
f. Politik dan Pemerintahan
Meliputi kegiatan politik di masyarakat (seperti poster, rapat atau pertemuan
politik), partai apa yang berpengaruh di masyarakat, pembentukan pemerintahan
daerah (melalui pemilihan atau calon tunggal), keterlibatan warga dalam
pembuatan keputusan di pemerintah daerah setempat. Subsistem politik dan
pemerintahan dengan kebijakan-kebijakan yang menyangkut pencegahan risiko
gizi kurang pada anak sekolah, seperti kebijakan pemberian makanan tambahan
anak sekolah. Kebijakan dalam pemantauan status gizi anak, serja beberapa
kebijakan lainnya. Sedangkan untuk subsistem kesehatan dan pelayanan social
meliputi kejadian risiko gizi kurang yang dialami anak sekolah, penanganan
yang pernah diperoleh pada saat mengalami gizi kurang, pelayanan kesehatan

20
atau social yang dapat dimanfaatkan dalam pencegahan dan penanganan risiko
gizi kurang serta adanya keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan yang
adaData dapat diperoleh dari sensus, windshield survei, dan data pemerintah
daerah setempat.
g. Pendidikan
Mencakup ketersediaan sekolah, kondisi sekolah, perpustakaan, badan yang
mengurusi pendidikan di daerah tersebut terkait dengan fungsinya. Subsistem
pendidikan terkait pencegahan risiko gizi kurang adalah pengetahuan, sikap dan
pengalaman siswa, guru, keluarga, system sekolah dan masyarakat tentang
pencegahan risiko gizi kurang, cara penanganan dan peawatannya. Demikian
juga dengan informasi-informasi dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan
terkait dengan pencegahan dan penanganan risiko gizi kurang. subsistem
pendidikan ini terintegrasi terkait gizi kurang anak sekolah. Subsistem keamanan
dan transportasi terkait pencegahan risiko gizi kurang pada anak usia sekolah
dasar meliputi akses untuk menuju pelayanan kesehatan serta keamanan
konsumsi pangan yang tersedia di lingkungan anak sekolah berada.
h. Rekreasi, meliputi pusat bermain anak, dengan mendata adanya makanan yang
tersedia ditempat rereasi tersebut. Data dapat diperoleh dari sensus, wawancara,
dan windshield survei.
4. Persepsi
a) Warga masyarakat, meliputi bagaimana perasaan warga terhadap masalah gizi
anak usia sekolah, apakah warga dianggap sebagai kekuatan masyarakat,
kesadaran warga terhadap masalah masyarakat. Data dapat diperoleh dari
wawancara dengan warga pada berbagai kelompok lansia, remaja, buruh,
pemuka agama dan masyarakat, dan pemerintahan.
b) Persepsi perawat, meliputi kesehatan masyarakat setempat, kekuatan yang ada di
masyarakat, masalah aktual dan potensial yang dapat diidentifikasi. Data dapat
diperoleh dengan observasi dan wawancara dengan warga masyarakat.
2.8 Teori Model Paradigma Keperawatan Dorothea Orem
Dorothea Elizabeth Orem adalah soerang teoritis keperawatan
terkemuka di amerika, Dorothea Orem lahir pada tahun 1914 di Baltimore,
Maryland. Pengalaman pendidikan Ia mengikuti pendidikan Diploma pada
tahun (1903), kemudaian medewasakan pendidikan di providene school of
Nursing di Washington DC dan mendapatkan gelar B.S. NE, kemudian Ia
medewasakan pendidikan di Catholik University of Amerika di Washington
DC dan mendapatkan gelar M.S.NE. Orem berfokus terutama pada
pengajaran, penelitian dan administrasi. Dia menjabat sebagai direktur
Rumahsakit Providence Sekolah Perawat di Detroit Michigan.
Model keperawatan yang terkenal adalah Model Self Care. Model self
care memberi pengertian bahwa pelayanan keperawatan dipandang dari suatu
pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam memenuhi kebutuhan
dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteaan
dengan keadaan sehat dan sakit. Model self care memiliki keyakinan dan nilai
yang ada dalam keperawatan diantaranya dalam pelaksanaan berdasarkan
tindakandan kemampuan yang yang dimilikinya. Self care dipahami sebagai
perilaku sukarela, dipandu oleh prinsip-prinsip yang memberikan arah untuk
bertindak, Self care merupakan suatu kegiatan belajar melalui hubungan
interpersonal dan komunikasi, Seseorang dewasa dipandang sebagai sesorang
yang mempunyai hak dan tanggung jawab merawat diri mereka sendiri untuk
mempertahankan kesehatan (Orem, 2001)
Terdapat delapan hal dalam Universal self care requisite berdasarkan
kebutuhan selama siklus hidup manusia disesuiakan dengan gender, usia,
negara, perkembangan, dan lingkungan sosial menurut Orem, 2001 adalah :
1. Pemeliharaan asupan udara yang cukup
2. Pemeliharaan asupan air
3. Pemeliharaan asupan makanan yang cukup (bentuk nutrisi; termasuk
protein dan asam amino, lemak, karbohidrat mineral dan vitamin)
4. Pemeliharaan proses eliminasi dan eksresi
5. Perawatan keseimbangan aktivitas dan tidur
6. Pemeliharaan keseimbangan antara interaksi sosial dengan kesendirian
7. Pencegahan terhadap bahaya bagi kehidupan manusia, fungsional
manusia (bagaimana manusia berfungsi secara optimal) dan
kesejahteraan manusia
8. Promosi fungsional manusia dalam membangun kelompok sosial
sesuai dengan potensi dan keterbatasan yang ada.

Basic conditioning factor menurut orem, 2001 menyatakan bahwa


faktor internal maupun eksternal individu yang mempengaruhi klien untuk
terlibat dalam perawatan diri atau jenis perawatan diri yang diperlukan.
Orem menyebutkan 10 faktor dasar yang harus diubah dalam
mengidentifikasi faktor yang ada:
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Status kesehatan
d. Status perkembangan
e. Orientasi sosiokultural
f. Faktor sistem perawatan kesehatan contoh diagnosa medis, terapi
modalitas
g. Dukungan keluarga
h. Pola aktivitas hidup atau kesibukan
i. Faktor lingkungan
j. Ketersediaan sumber daya dan kecukupan.
Terdapat Empat konsep utama dalam keperawatan menurut konseptual
model orem adalah:
1. Klien
Klien dipandang sebagai individu ataupun kelompok yang
tidak mampu secara terus menerus mempertahankan self care untuk
hidup dan sehat, pemulihan dari sakit/trauma atau koping dan efeknya.
2. Sehat
Sehat diartikan kemampuan individu atau kelompok memenuhi
tuntutan selfcare yang berperan untuk mempertahankan dan
meningkatkan integritas struktural fungsi dan perkembangan
3. Lingkungan
Merupakan tatanan dimana klien tidak dapat memenuhi
kebutuhan keperluan self care dan perawat termasuk didalamnya tetapi
tidak spesifik
4. Keperawatan
Keperawatan sebagai pelayanan yang dengan sengaja dipilih
atau kegiatan yang dilakukan untuk membantu individu, keluarga dan
kelompok masyarakat dalam mempertahankan self care yang
mencakup integritas struktural, fungsi dan perkembangan

A. Konsep Utama Dalam Teori Proses keperawatan


Model self care memberi pengertian bahwa pelayanan keperawatan
dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam
memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan,
terdapat tiga model yang mendasari perawatan diri antara lain adalah
teori self care defisit, teori self care dan nursing system. kesehatan dan
kesejahteaan dengan keadaan sehat dan sakit yang dijelaskan sebagai
berikut :
Teori Self care merupakan suatu kemampuan individu dalam
melakukan perawatan diri sendiri yang dapat dipengaruhi oleh usia,
perkembangan, sosioluktural, kesehatan. Teori ini merupakan hubungan
yang muncul antara tindakan perawatan diri dengan fungsi invidu dan
kelompok. Kebutuhan self care merupakan suatu tindakan yang ditujukan
pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan
berhubungan dengan proses kehidupan manusia serta dalam upaya
mempertahankan fungsi tubuh /self care requisites (Orem 2001).

Self Care Defisit Merupakan bagian penting dalam perawatan


secara umum dimana semua perencaan keperawatan diberikan pada saat
perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat tidak
mampu atau melakukan self care secara terus menerus. Self defisit dapat
diterapkan pada anak yang belum dewasa, atau kebutuhan yang melebihi
kemampuan serta adanya perkiraan penurunan kemampuan dalam
perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care, baik secara kualitas
dan kuantitas. Dalam pemenuhan perawatan diri sendiri serta membantu
dalam proses penyelesaian masalah, orem memiliki metode proses tersebut
diantaranya bertindak atau berbuat untuk orang lain, sebagai pembimbing
orang lain, memberi support, meningkatkan pengembangan lingkungan
untuk pengembangan pribadi serta mengajarkan atau mendidik pada orang
lain. Inti dari teori ini adalah menggambarkan manusia sebagai penerima
perawatan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawat dirinya dan
memiliki berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam mencapai taraf
kesehatanya. Perawatan yang diberikan didasarkan kepada tingkat
ketergantungan yaitu ketergantungan total atau parsial. Defisit perawatan
diri menjelaskan hubungan antara kemampuan seseorang dalam bertindak/
beraktivitas dengan tuntutan kebutuhan tentang perawatan diri. sehingga
bila tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka iaakan mengalami
penurunan/ defisit perawatan diri (Johnson, et al, 2015).

Teori Sistem Keperawatan, Teori sistem keperawatan merupakan


teori yang menguraikan secara jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri
pasien terpenuhi oleh perawat atau pasien sendiri. Dalam penadangan
sistem ini, orem memberikan identifikasi dalam sistem pelayanan
keperawatan diantaranya. Sistem bantuan secara penuh (Wholly
Copensastory System ). Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan
memberi bantuan secara penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan
pasien dalam memnuhi tindakan perawatansecra mandiri yang
memerlukan bantuan dalam pergerakan dan pengontrolan dan ambulasi
serta adanya manipulasi gerakan. Sistem bantuan sebagian (Parttially
compensatory System). Merupakan sistem dalam pemberi secara minimal.
(Supportif dan Edukatif System), merupakan bantuan yang diberikan pada
pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien
mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agar
pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan
pembelajaran (Johnson, et al, 2015).

Bagan Nursing Theory Selfcare

Berdasarkan bagan diatas dapat dilihat bahwa jika kebutuhan lebih


banyak dari kemampuan, maka keperawatan akan dibutuhkan. Tindakan-
tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat pada saat memberikan
pelayanan keperawatan dapat digambarkan sebagi domain keperawatan.
Orem (2001) mengidentifikasikan lima area aktifitas keperawatan yaitu:
Masuk kedalam dan memelihara hubungan perawat klien dengan individu,
keluarga, kelompok sampai pasien dapat melegitimasi perencanaan
keperawatan. Menentukan bagaimana pasien dapat dibantu melalui
keperawatan. Bertanggungjawab terhadap permintaan pasien, keinginan
dan kebutuhan untuk kontak dan dibantu perawat. Menjelaskan,
memberikan dan melindungi klien secara langsung dalam bentuk
keperawatan. Mengkoordinasikan dan mengintegrasi keperawatan dengan
kehidupan sehari-hari klien, atau perawatan kesehatan lain jika dibutuhkan
serta pelayanan sosial dan edukasional yang dibutuhkan atau yang akan
diterima.
FRAMEWORK APLIKASI MODEL KONSEPTUAL “SELF CARE” D.E. OREM PADA LANSIA DENGAN DIABETES
MILITUS

Universal self care: Pengkajian Basic Conditioning Factor :

Pemeliharaan asupan udara yang cukup Umur

Pemeliharaan asupan air Jenis kelamin


Self Care
Pemeliharaan asupan makanan yang Demand Status kesehatan

cukup Status perkembangan

Pemeliharaan proses eliminasi dan Self Care Orientasi sosiokultural


Demand Faktor sistem perawatan
eksresi
Pengkajian
Perawatan keseimbangan aktivitas dan kesehatan
terkait
tidur Biopsikososio Dukungan keluarga

Pemeliharaan keseimbangan antara spiritual Pola aktivitas hidup atau


Health Deviation Developmental
kesibukan self care
interaksi sosial dengan kesendirian Berhubungan dengan akibat terjadinya Perubahan pola konsumsi makanan
Pencegahan terhadap bahaya bagi perubahan struktur normal dan kerusakan Faktor lingkungan
Lingkungan yang tidak mendukung
integritas individu untuk melakukan self Ketersediaan sumber daya dan
kehidupan manusia, penyembuhan
care
akibat suatu penyakit atau injury Konflik keluarga
kecukupan
Promosi fungsional manusia dalam
membangun kelompok sosial sesuai
dengan potensi dan keterbatasan
yang ada.
Tabel kisi-kisi dibawah ini berisi panduan pengkajian pada aplikasi keperawatan komunitas pada agregat lansia dengan Diabetes
militus. Kisi-kisi Pengkajian keperawatan yang dimaksud adalah meliputi:
1. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan pada lansia dengan Diabetes militus antara lain pemeriksaan fisik pengkajian pemeriksaaan fisik meliputi
sistem kardiovaskluer, nutrisi dan life style.
2. Interaksi sosial

Interaksi sosial meliputi pengkajian mengenai sosiokultural.


3. Masalah psikologis

Masalah psikologis yang ada meliputi stresor internal maupun stressor eksternal
4. Demografi

Demografi merupakan hal dalam pengkajian self care pada lansia, dari beberapa riset yang ada status demografi lansia
merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan Diabetes militus
5. Persepsi

Persepsi dalam hal ini meliputi bagaimana penilaian keluarga dan masyarakat dalam merawat lansia dengan Diabetes militus .
KISI KISI PENGKAJIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGREGAT LANSIA DENGAN DIABETES
MILITUS PADA MODEL KONSEPTUAL “SELF CARE” D.E. OREM
No Topik Sub Topik Sub- sub topik Item Pengkajian Metode Sumber data

A O W DS
1 Riwayat Kesehatan Pemeriksaan Sistem - Tekanan darah Lansia
Fisik kardiovaskuler terkontrol √
- Bunyi nafas vesikuler
- Respirasi normal
- Bunyi jantung reguler
Nutrisi - BB Ideal Lansia
- IMT Normal √
- Diit yang dianjurkan:
a. Rendah Kolesterol
b. Rendah Garam
c. Hindari makanan/
minuman yang
berpengawet
d. Cukup Karbohidrat,
Protein dan mineral
e. Hindari penyedap
rasa (vetsin)
Pemeliharaan Life Style - Berhenti merokok √ Lansia
kesehatan - Hindari alkohol
- Excerise cukup

2 Interaksi sosial Orientasi - Dukungan keluarga √ Keluarga,


sosiokultural - Pola aktivitas masyarakat dan
lansia
3 Psikologis Stress dan Stressor - Koping yang destruktif √ √ Lansia dan keluarga
adaptasi internal dalam perawatan
Diabetes militus
(enggan cek tekanan
darah secara teratur)
Stressor - Kurangnya dukungan √ Lansia dan kelurga
eksternal keluarga dalam menjaga
kesehatan (tidak
mengontrol makanan
untuk diit Diabetes
militus)
- Peran lansia dan fungsi
(lansia yang tidak
bekerja)
4 Demografi Data umum - Umur √ Lansia
- Jenis kelamin
5 Persepsi Keluarga dan Penilaian - Perasaan keluarga Kuesioner Lansia dan keluarga
masyarakat keluarga dalam yang ikut merawat dan
merawat lansia wawancara
- Masalah yang
dihadapi keluarga
dalam merawat lansia

KETERANGAN METODE :
A : ANGKET
O : OBSERVASI
W : WAWANCARA
DS : DATA SEKUNDER
BAB 3

INSTRUMEN PENGKAJIAN

3.1. Instrumen Pengkajian

Pengumpulan data dalam pengkajian komunitas ini adalah menggunakan


instrumen berupa kuesioner. Kuesioner sebagai alat pengumpul data dalam penelitian
ini berisikan sejumlah item pertanyaan untuk mengukur variabel dalam inti komunitas
dan 8 sub system dari model community as partner dan Orem pada populasi usia
dewasa dengan masalah kesehatan Diabetes militus di Kelurahan Kramat Kecamatan
Senen Kota Jakarta.

Instrumen yang digunakan dalam melakukan pengkajian pada populasi usia


dewasa dengan masalah kesehatan Diabetes militus ini adalah pengembangan dari
model community as partner dan Orem. Intrumen ini terdiri dari variable core yaitu inti
komunitas yang meliputi sub variable riwayat atau sejarah komunitas, demografi, suku,
nilai dan kepercayaan dan 8 subsistem yang meliputi sub variable lingkungan fisik,
pelayanan social dan kesehatan, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan
pemerintahan, komunikasi, pendidikan, dan rekreasi dan kebutuhan self care.

Sub variable inti komunitas dan sub variable 8 subsistem dalam model
community as partner ini akan dijabarkan kedalam sub-sub variable agar memudahkan
dalam mengukur setiap elemen yang ada di komunitas. Sub-sub variable tersebut
berupa pertanyaan-pertanyaan yang disusun dalam suatu angket/kuesioner. Angket
yang telah disusun tersebut diharapkan akan dapat mengukur setiap sub-sub variable
dalam inti komunitas dan 8 sub system dari model community as partner yang
diaplikasikan dalam asuhan keperawatan komunitas pada populasi usia dewasa dengan
masalah kesehatan Diabetes militus.

3.2. Rencana Uji keabsahan Instrumen

Instrumen pengkajian yang telah disusun dalam suatu angket ini akan dilakukan
suatu uji keabsahan instrumen. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
angket yang disebarkan dapat dipahami oleh responden atau tidak. Uji validitas
dimaksudkan untuk mengetahui apakah aitem mempunyai kemampuan mengukur apa

22
yang akan diukur oleh peneliti. Uji reliabilitas dimaksudkan apakah item-item tersebut
konsisten untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2002).

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut benar-benar
mengukur apa yang perlu diukur yaitu dengan melihat korelasi antara skor tiap butir
dengan skor total (Sugiyono, 2002). Dari hasil uji coba kemudian dilakukan validitas
dan reliabilitas dengan teknik komputasi SPSS for windows formulasi alpha. Jika nilai
r hitung lebih besar dari nilai r tabel maka aitem pertanyaan dalam instrumen tersebut
valid (tepat) untuk mengukur variable penelitian. Jika nilai hitung α dari cronbach lebih
besar dari 0.60 maka item pertanyaan dalam instrumen tersebut reliabel untuk
mengukur variabel penelitian. Jika aitem-aitem pertanyaan sudah valid dan reliabel
maka aitem-aitem tersebut bisa mengukur faktornya.

BAB 4
RENCANA PENGKAJIAN

4.1. Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan deskriptif


analitik. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan cross
sectional yaitu mengamati variable yang diteliti di suatu populasi pada suatu saat
(Sabri dan Hastono, 2006).
4.2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari unit yang akan diteliti (Sabri & hastono, 2006)
Pada penelitian ini populasi adalah usia dewasa di Kelurahan Kramat, Kecamatan
Senen Jakarta Pusat. Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai atau
karakteristiknya dapat menduga karakteristik populasi (Sabri & Hastono, 2006). Pada
penelitian ini kritera inklusi sampel adalah keluarga yang didalamnya terdapat usia
Diabetes militus dengan yang tinggal di Kelurahan Kramat, Kecamatan Pasar Senen
Jakarta Pusat.

Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan formulasi perhitungan

sampel adalah : n  z2 . p (1 2 p),


d

Misalkan besarnya prevalensi masalah kesehatan


reproduksi remaja adalah sebesar p % dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki
adalah 95% sehingga zα diperoleh 1,96 dan ketetapan relatif yang diinginkan (d)
sebesar 10%, sehingga diperoleh besar sampel sebanyak n responden. Metode sampling
yang diguankan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah random
sampling.

4.3. Responden

Responden dalam pengkajian komunitas ini adalah semua warga di Kelurahan


Kramat. Responden diutamakan adalah usia dewasa, keluarga, Kader dan berbagai
pihak di dinas yang terkait dengan permasalahan kesehatan Diabetes militus pada usia
dewasa.

4.4. Metode

Metode pengkajian yang digunakan dalam mengali data-data yang terkait


dengan permasalahan kesehatan Diabetes militus pada usia dewasa di Kelurahan
Kramat Kecamatan Senen Jakarta Pusat ini adalah winsheld survey, literatur review,
interview, dan survey.

4.5. Sumber Data

24
Sumber data yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam
penelitian ini adalah:

a. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapatkan secara langsung di lapangan dengan
menggunakan alat bantu kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh
pengkaji. Data dikumpulkan secara langsung dari berbagai pihak yang terkait
dengan permasalahan kesehatan Diabetes militus pada usia dewasa.

b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung melalui
Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan Departemen Kesehatan
yang terkait dengan permasalahan kesehatan Diabetes militus pada usia dewasa

4.6. Waktu

Pengkajian direncanakan akan dilakukan pada minggu pertama bulan Nopember


2018 di Kelurahan Kramat Kecamatan Senen Jakarta Pusat.

4.7. Sarana Pendukung

Sarana pendukung dalam kegiatan pengkajian pada populasi usia dewasa dengan
masalah kesehatan Diabetes militus di Kelurahan Kramat Kecamatan Senen
Jakarta Pusat.ini adalah:

1. Instrumen pengkajian sudah dipersiapkan dengan pengembangan dari


model community as partner dan dorotea e.orem
2. Permasalahan diabetes militus pada usia dewasa merupakan
permasalahan yang sangat menarik.
3.Populasi anak usia sekolah yang kemungkinan bisa diajak berubah
dalam berprilaku

4.8. Rencana Analisis Data

Rencana analisis data pengkajian terdiri dari beberapa tahap yaitu; editing,
coding, processing, dan cleaning. Analisis data deskriptif dilakukan secara univariat,

25
meliputi persentase usia dewasa berdasarkan jenis kelamin, jenis pendidikan, agama,
usia, dan jumlah usia dewasa yang mengalami masalah kesehatan Diabetes militus.

Rencana analisis secara univariat terhadap usia dewasa karena masalah


kesehatan Diabetes militus, jumlah usia dewasa dengan masalah kesehatan Diabetes
militus, tingkat pengetahuan keluarga tentang Diabetes militus perilaku usia dewasa
keluarga terhadap status kesehatan, dan tingkat pengetahuan terhadap Diabetes militus.
Data-data tersebut akan dilakukan analisis sehingga dapat ditentukan rencana
kebutuhan terhadap populasi usia dewasa di Kelurahan Kramat, Kecamatan Senen
Jakarta Pusat dengan masalah kesehatan Diabetes militus.

.
27

Anda mungkin juga menyukai