Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

SYARI’AH,THARIQAH,HAQIQAH,MA’RIFAH
Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Ilmu Tasawuf
Program Studi PAI Semester III Universitas Ahmad Dahlan
Dosen Pengampu : Drs. Abdul Ghofar, M.Si
Disusun Oleh :
Ahmad Choirul Anam (1500331011)
Syamsudin (1500331020)
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
FAKULTAS TARBIYAH DAN DIRASAT ISLAMIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Jalan K,H Ahmad Dahlan, Kedunggong, Wates, Kulon Progo
Yogyakarta 2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil `alamin, puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha
Esa. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis telah mampu menyelesaikan sebuah laporan
yang berjudul “Syari’ah, Thariqah, Haqiqah, Ma’rifah’’
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewirausahaan. Penulis
menyadari bahwa selama penulisan laporan ini penyusun banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Laporan ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik
dalam hasil maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya,
semoga laporan ini bisa memberikan manfaat bagi penyusun dan pembaca.
Wates, 10 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………..………………....i
KATA PENGANTAR………………………………………..………………..ii
DAFTAR ISI………………………………………..………………………....iii
BAB I PENDAHULUAN
A.LatarBelakang Masalah……………………………..………………....1
B.Rumusan Masalah…………………………………….….…………….2
C.Tujuan Pembagasan………………………………………….…….......2
D.Batasan Masalah……………………………………………..………...2
BAB II PEMBAHASAN
A.Syari’at………………..…..………………….…………….……....….3
1.Pengertian Sari’at…...………………………………..….…....….3
2.Cakupan syariat…......………………………………….……….….3
3.Sifat-sifat dalam syariat…...….……………………..….……....….4
4.Bukti-bukti bahwa syarat ini mudah dan tidak memberatkan…....4
5.Hubungan Syari’at dan Tasawuf…………….…………….……...5
B.Thariqat……..…………………………………………….……...…....6
1.Pengertian Thariqah……..………………………………….……...6
2.Sejarah Timbulnya Tariqat................................................................7
3.Aliran-aliran Tariqat Dalam Islam....................................................7
4.Hubungan Tariqat Dengan Tasawuf……………………………….8
C.Haqiqat………………………………………………………………...9
1.Pengertian Haqiqat………………………………………………...9
2.Pembagian Hakekat ……………………………………………….9
D.Ma’rifat………………………………………………………………..10
1.Pengertian Ma’rifat……………………………..…………..……..10
2.Macam-macam Ma’rifat…………………………………………...11
E.Hirarki Syari’at,Thariqat,Haqiqat,Ma’rifat……………………...…12
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan..........................................................................................14
B.Saran....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai upaya dilakukan manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka mencari jalan
yang dapat membawa mereka lebih dekat dengan Tuhan sehingga mereka merasa melihat Tuhan
dengan hati sanubari, bahkan merasa bersatu dengan Tuhan. Ajaran-ajaran seperti ini terdapat
dalam tasawuf.
Meskipun secara tekstual tidak terdapat ketentuan untuk melaksanakan tasawuf, namun hal ini
telah dilakukan Rasulullah SAW. dengan pergi ke Gua Hira untuk mengasingkan diri dari
kehidupan kota Mekkah yang hanyut oleh penyembahan-penyembahan terhadap berhala dan
merenung mencari hakikat kebenaran disertai beribadah dan berpuasa sehingga jiwanya semakin
suci dengan membawa sedikit bekal.
Amalan tersebut mewarnai kehidupan para sahabat. Mereka meneladani kehidupan Rasulullah
SAW. dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan agama. Diantara mereka ada yang tekun
beribadah dan hidup zuhd. Mereka dikenal dengan Ahl al-shuffah. Yang kemudian disebut sebagai
cikal bakal munculnya kaum shuffi.
Dilihat dari segi amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka terdapat beberapa istilah yang khas
dalam ilmu tasawuf. Kaum sufi membagi ajaran agama kepada ilmu lahiriah dan ilmu batiniah.
Oleh karena itu, cara memahami dan mengamalkannya juga harus melalui aspek lahir dan batin.
Kedua aspek yang terkandung dalam ilmu agama tersebut oleh kaum sufi dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu Syari’at, thoriqad, Haqiqat, dan Ma’rifat.
B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana pengertian Syari’at?
2.Bagaimana pengertian Thariqat ?
3.Bagaimana pengertian Haqiqat?
4.Bagaimana pengertian Ma’rifat?
5.Bagaimana hirarki antara Syari’at, Thariqat, Haqiqat, dan Ma’rifat ?
C. Tujuan Pembahasan
1.Untuk menjelaskan pengertian Syari’at.
2.Untuk menjelaskan pengertian Thariqat.
3.Untuk menjelaskan pengertian Haqiqat.
4.Untuk menjelaskan pengertian Ma’rifat.
5.Untuk mengidentifikasi hirarki antara Syari’at, Thariqat, Haqiqat, dan Ma’rifat.
D. Batasan Masalah
Makalah ini hanya membahas tentang pengertian dan hirarki dari Syari’at, Thariqat,
Haqiqat,dan Ma’rifat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Syari’at
1.Pengertian Syari’at
Secara bahasa, Syari’at berarti jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu perbuatan. Ia berasal
dari bahasa Arab “syara’atun wa syariiatun-syara’a” yang artinya: menggariskan suatu aturan atau
pedoman. Disamping itu, syariah secara leksikal berarti jalan menuju perhimpunan air untuk
minum manusia, dan juga untuk binatang-binatang piaraan.
Secara istilah, syariah (syariiatun) adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan Alloh SWT
yang tegak di atas dasar iman dan islam, berupa seperangkat hukum tentang perbuatan
zhahir/formal manusia yang diatur berdasarkan wahyu al-Qur’an dan hadits atau as-sunnah.[1]
Syari’at juga diartikan undang-undang atau garis-garis yang telah ditentukan termasuk didalamnya
hukum-hukum halal dan haram, yang diperintah dan dilarang, sunnah, makruh, serta mubah.[2]
2. Cakupan Syariat
Syariat Islam secara garis besar mencakup tiga hal:
a)Petunjuk dan bimbingan untuk mengenal Allah SWT dan alam gaib yang tak terjangkau oleh
indera manusia (Ahkam syar'iyyah I'tiqodiyyah) yang menjadi pokok bahasan ilmu tauhid.
b)Petunjuk untuk mengembangkan potensi kebaikan yang ada dalam diri manusia agar menjadi
makhluk terhormat yang sesungguhnya (Ahkam syar'iyyah khuluqiyyah)yang menjadi bidang
bahasan ilmu tasawuf (ahlak).
c)Ketentuan-ketentuan yang mengatur tata cara beribadah kepada Allah SWT atau hubungan
manusia dengan Allah, serta ketentuan yang mengatur pergaulan/hubungan antara manusia dengan
sesamanya dan dengan lingkungannya.
3.Sifat-Sifat dalam Syariat
a)Umum, maksudnya syariat Islam berlaku bagi segenap umat Islam di seluruh penjuru dunia,
tanpa memandang tempat, ras, dan warna kulit. Berbeda dengan hukum perbuatan manusia yang
memberlakukannya terbatas pada suatu tempat karena perbuatannya berdasarkan faktor
kondisional dan memihak pada kepentingan penciptanya.
b)Universal, maksudnya syariat Islam mencakup segala aspek kehidupan umat manusia.
Ditegaskan oleh Allah SWT. "Tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan di dalam Kitab (Al-
Qur'an)." (QS. 6/An-An'am: 38). Maksudnya di dalam Al-Qur'an itu telah ada pokok-pokok
agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah, dan tuntunan untuk kebahagiaan manusia
di dunia dan di akhirat.
4.Bukti-Bukti bahwa Syarat ini Mudah dan tidak Memberatkan
a)Orang yang bepergian (Musafir) mendapat keringanan boleh mengqoshor (memendekkan sholat
yang empat rokaat menjadi dua rokaat), dan boleh tidak berpuasa dengan catatan harus
menggantinya pada hari yang lain.
b)Orang yang sedang sakit tidak diharuskan bersuci dengan wudhu, melainkan dengan tayammum
yakni menggunakan debu. Dalam menunaikan sholat pun jika tidak sanggup berdiri, boleh dengan
duduk, atau bahkan boleh sambil merebahkan diri.
c)Percikan najis dari genangan air di jalanan, apabila mengena pakaian, dimaafkan karena itu sulit
di hindarkan.
d)Dalam keadaan terpaksa, tidak ada secuil pun makanan untuk mengganjal perut, makanan yang
telah diharamkan seperti bangkai, boleh dimakan asalkan tidak berlebihan.
e)Seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat. Islam tidak memerintahkan umatnya untuk
mencari kesenangan dunia semata, sebaliknya juga tidak memerintahkan pemeluknya mencari
kebahagiaan akhirat belaka. Akan tetapi Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak.[3]
5.Hubungan Syari’at dan Tasawuf
Tasawuf dalam arti sikap rohani takwa yang selalu ingin dekat dengan Allah SWT.,
dihubungkan dengan arti syari’at dalam arti luas yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan
manusia, baik hablum minallah, hablum minannas, maupun hablum minal ‘alam, mempunyai
hubungan yang sangat erat dan saling mengisi antara satu dengan yang lainnya.Untuk mencapai
kemaslahatan dunia dan akhirat dalam arti hakiki harus sepadan, simultan dengan tujuan tasawuf,
yaitu melaksanakan hakikat ubudiyah guna memperoleh tauhid yang haqqul yaqin dan
makrifatullah yang tahqiq.
Untuk mencapai tujuan tasawuf dalam artian ini, maka seluruh aktifitas syari’at harus
digerakkan, dimotivasi, didasarkan dan dijiwai oleh hati nurani yang ikhlas lillahi ta’ala untuk
memperoleh ridla Allah dan kemaslahatan umat yang menjadi tujuan syari’at. Setelah itu,
memperkokoh dan mentahqiqkan tauhid makrifatullah sebagaimana yang tercantum dalam al-
Qur’an, yang artinya:“dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembahku.”(Q.S. adz-Dzariyat:51-56) “tasawuf adalah jiwa yang memberi power kepada
syari’at, sedangkan syari’at adalah power itu.”
B. Thariqat
1.Pengertian Thariqat
Secara bahasa, Thariqat berasal dari kata bahasa Arab “tariiqatun” yang derivasinya adalah
tariiqun-yatriqun-tariq yang berarti melewati suatu jalan.
Dalam istilah sufistik, Thariqat-yang selanjutnya ditulis dengan tarekat-sebagaimana dijelaskan
oleh Abu Bakar Aceh yang dikutip Mustafa Zahri adalah jalan atau petunjuk melakukan ibadah
tertentu sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[4]
Dalam melaksanakan syariat tersebut, harus berdasarkan tata cara yang telah digariskan dalam
agama dan dilakukan karena penghambaandiri kepada Allah, kecintaan pada Allah, dan ingin
berjumpa pada-Nya. Perjalanan menuju pada Allah itulah yang mereka maksud dengan thariqat.
Perjalanan ini sudah bersifat batiniah, yaitu amalan lahir yang disertai amalan batin.
Menurut kaum Sufi, kehidupan di alam ini penuh dengan rahasia. Rahasia itu tertutup oleh
dinding-dinding. Di antara dinding-dinding itu ialah hawa nafsu, keinginan, dan kemewahan hidup
duniawi. Rahasia itu mungkin terbuka dan dinding (hijab) itu mungkin tersingkap dan kita dapat
melihat atau merasa atau berhubungan langsung asal kita mau menempuh jalannya. Jalan itulah
yang dinamakan Thariqat.
Sesuai dengan firman Alloh SWT :
“Dan bahwasanya : Jika kalau mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu atau agama islam, benar-
benar kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (QS.Al-
Jinn (72):16).
Menempuh Thariqat untuk membuka rahasia dan menyingkap dinding tersebut kaum sufi
mengadakan kegiatan batin melalui Riyadhoh atau latihan dan mujahadah atau perjuangan yang
cukup panjang. Jelaslah bahwa thariqat adalah suatu sistem atau metode untuk mengenal dan
merasakan adanya Tuhan, yaitu seorang dapat melihat Tuhannya dengan mata batinnya. Dalam
menempuh jalan bertemu dengan Allah, seseorang harus memperbanyak dzikir kepadaNya.
Disamping melakukan latihan dan perjuangan yang memerlukan ketekunan, kesungguhan serta
kesabaran.[5]
2.Sejarah Timbulnya Tariqat
Ditinjau dari segi historisnya, kapan dan tariqat mana yang mula-mula timbul sebagai suatu
lembaga, sulit diketahui dengan pasti , namun De. Kamil Musthafa Asy-syibi dalam tasisnya
mengungkapkan tokoh pertama yang memperkenalkan sistem tariqat syaih Abdul Qasiir al-Zailani
( 561 M -1166 H ) di Bagdag, Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i di mesir denagan tariqat Rifa’iyyaah, dan
Jalal ad-din ar-rumi (672 H-1273 M) di Parsi.
Pada awal kemunculannya, tariqat berkembang dari dua daerah yaitu, Khusaran ( Iran ) dan
Mesopotamia ( Irak ) pada periode ini mulai timbul beberapa diantara tariqat Yasafiyah yang
didirikan oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani. ( 9617 H.1220 M ) tariqat Naqsabandiyah yang
didirikan oleh Muhamad Badauddin an-Naqsabandi al-Awisi al-Bukhari ( 1389 M ) di Turkistan,
tariqat Khalwatiyah yang didirikan oleh Umar al-Khalwati (1397 M ).
3.Aliran-aliran Tariqat Dalam Islam
a)Tariqat Qadiriyah, yang didirikan oleh Muhy Ad-Din abd al-Qadir al-Jailani ( 471 h/1078 M
b)Tariqat Syadziliyah yang dinisbatkan kepada Nur Ad-Din Ahmad Asy-Syadzili ( 593- 656 H/
1196-1258 M )
c)Tariqat Naqsabandiyah yang didirikan oleh Muhammad Baharuddin an-Naqsabandi al-Asisial-
Bukhari (1389 M ) di Turkistan.
d)Tariqat Yasafiyah dan Khawajaqawiyah, tariqat Yasafiah didirikan oleh Ahmad al-Yasafi ( 562
H/1169 M ) sedangkan Khawajaqawiyah didirikan oleh Abd al-Khaliq al-Ghuzdawani ( 617
H/1220 M )
e)Tariqat Khalwatiyah yang didirikan oleh al-Khalwati ( 1397 M )
f)Tariqat Syatariyah yang didirikan oleh Abdullah bin Syatar ( 1485 ) di India
g)Tariqat Rifa’iyah yang didirikan oleh Ahmad bin Ali ar-Rifa’i ( 1106-1182 )
h)Tariqat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah yang didirikan oleh Ahmad Khatib Sambas yang
bermukim dan mengajar di Mekah pada pertengahan abad ke-19
i)Tariqat Summaniyah yang didirkan oleh Muhammad bin Abd al-Karim al-Madani Asy-Syafi’i
as-Samman ( 1130-1189/1718-1775 )
j)Tariqat Tijaniah yang didirikan oleh Syekh Ahmad bin Muhamad at-Tijani ( 11501230 H/1737-
1815 M ).
k)Tariqat Chistiyah yang didirikan oleh Khwajah Mu’in Ad-Din Hasan
l)Tariqat Mawlawiyah, yang didirikan oleh Syekh al-Kabir Gelminski
m)Tariqat Ni’matullah yang didirikan oleh Syaih Ni’matullah
n)Tariqat Sanusiyah yang didirikan oleh Sayyid Muhammad bin Ali as-Sanusi.
4.Hubungan Tariqat Dengan Tasawuf
Dalam ilmu tasawuf istilah tarikat tidak saja ditunjukan kepada aturan dan cara-cara
tertentu yang ditunjukan oleh seorang syaih tariqat (mursyid) dan bukan pula terhadap kelompok
yang menjadi pengikut salah seorang syaih tariqat , tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada di
dalam agama Islam, seperti halnya shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Ajaran tersebut
merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah.
Di dalam tariqat yang sudah melembaga, tariqat mencakup semua aspek ajaran Islam
seperti shalat, puasa, zakat, jihad, haji, dan sebagainya, telah diketahui bahwa tasawuf itu secara
umum adalah usaha unuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui
penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Dan ajaran-ajaran tasawuf yang harus ditempuh
untuk mendekatkan diri kepada Allah merupakan hakikat tariqat yang sebenarnya, dengan
demikian bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tariqat adalah
cara atau jalan yang ditempuh seorang dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah.
C. Haqiqat
1.Pengertian Haqiqat
Hakikat (Haqiqat) adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-benar ada. Kata ini
berasal dari kata pokok hak (al-Haq), yang berarti milik (kepunyaan) atau benar (kebenaran).
Secara etimologi Haqiqat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber asal dari sesuatu. Dalam dunia
sufi, Haqiqat diartikan sebagai aspek lain dari Syari’at yang bersifat lahiriah, yaitu aspek batiniah.
Dengan demikian Haqiqat dapat diartikan sebagai rahasia yang paling dalam dari segala amal, dan
inti dari Syari’at.
Dalam bahasa hakikat yaitu arti yang sebenarnya atau intisari atau isi akhiran. Sedangkan hakikat
islam ialah bebas dan bersih dari penyakit lahir dan bathin yang menimbulkan perasaan nyaman,
damai dan tentram serta menjadikan kita patuh dan taat pada segala apa yang diperintahkan oleh-
Nya juga menjauhi segala larangan-Nya.
Jadi Hakikat adalah buah dari benih syariat yang pengamalannya melalui tarekat menjadi sebuah
pohon rimbun yangmenghasilbuah.
2.Pembagian Hakekat
Menurut Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh seperti yang dikutip Abdul Karim as Salawy yaitu
menyimpulkan tentang ilmu haqiqat itu ada tiga bagian antara lain:
a)Hakekat Tashawwuf
Hakekat Tashawuf ini diutamakan untuk membicarakan usaha-usaha memutuskan syahwat dan
meninggalkan dunia dengan segala keindahanya serta menarik diri dari kebiasaan-kebiasaan
duniawi.
b)Hakekat Ma’rifat
Yaitu mengenal nama-nama Alloh dan sifat-sifat Nya dengan bersungguh-sungguh dalam segala
pekerjaan .
c)Hakekatul Haqoiq
Hakikat ini merupakan puncak segala hakikat, ia termasuk martabat ahadiayah, penghimpun bagi
semua hakikat.[6]
D. Ma’rifat
1. Pengertian Ma’rifat
Ma'rifat adalahtingkatan tertinggi dari suatu fase keimanan.Dari segi bahasa Ma’rifat berasal dari
kata ‘arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Dan dapat pula
berarti pengetahuan tentang rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu
yang bisa didapati oleh orang-orang pada umumnya.
Secara harfiah kata Ma’rifat berasal dari kata Ma’rifata yang searti dengan kata‘alama yang
artinya adalah pengetahuan yang mantap dan meyakinkan. Hanya saja, kalau dirinci, terdapat
perbedaan : bahwa kata ‘arofa-ya’rifu berarti mengetahui dengan dayaqalbiyah sehingga berarti
adroka yangmaksudnyaadalahmenemukan kemantapamn hati tentang sesuatu yang dicari,
sedangkan kata ‘alima-ya’lamu berarti memahami dan mengerti yang berbasis aqliyyah.
Dengan demikian kata ma’rifat berarti pengetahuan batin yang berbasis kekuatan kalbu sehingga
membuahkan suatu pengenalan tentang sesuatu, dan terasa dekat serta hadir dalam sesuatu yang
dikenali tersebut.[7]
Seseorang yang telah mencapai ma’rifat akan selalu memperbanyak amal kebaikan demi
mencapai keridhoanNya. Maksud dan tujuan manusia memperbanyak amal kebaikan itu hanya
untuk kebaikan manusia itu sendiri, bukan untuk Alloh. Dengan Ma’rifatulloh, manusia akan
selalu terdorong untuk mendekatkan dirinya kepada Alloh dengan melakukan amal sholeh.
Ma’rifatulloh dapat dicapai dengan melakukan syariat, menempuh thariqat dan memperoleh
Haqiqat. Apabila Syariat dan Thariqat itu dapat dikuasai, timbullah Haqiqat yang tidak lain dari
perbaikan keadaan atau ahwal. Sedangkan tujuan akhir ma’rifat yaitu mengenal Alloh dan
mencintaiNya dengan sesungguhnya.[8]
2.Macam-macam Ma’rifat
a)Ma’rifat Ta’limiyat
Ma’rifat Ya’limiyat merupakan istilah lain Ma’rifat yang di lontarkan oleh al-Ghazali25, dapat di
depinisikan sebagai Ma’rifat yang dihasilkan dalam usaha memperoleh Ilmu.ta’limiyat berasal
dari kata ta’lama, yuta’limu, ta’liman-ta’limiyatan yang berarti mencari pengetahuan atau dalam
arti lain memperoleh ilmu pengetahuan. Sedangkan orang yang yang sedang mencari ilmu disebut
muta’alim.Oleh karena itu Ma’rifat ta’limiyat yaitu berjalan untuk mengenal Allah dari jalan yang
biasa, “mulai dari bawah hingga keatas”.
Ma’rifat ta’limiyat secara lebih luas dapat didefinisikan sebagai proses bagaimana cara mengenali
Tuhan (Ma’rifat). artinya salik (muta’alim) memerlukan metode untuk meraih Ma’rifat baik
metode yang dilakukan secara khusus misalnya menjadi murid untuk melakukan proses
perjalanan ruhani (suluk) dalam tarekat sufi secara metodik, maupun metode yang dilakukan
secara umum atau tarekat yang secara langsung mengkaji dari sumber-sumber Tasawuf atau
mengikuti jejak langkah yang dilakukan oleh Rasulullah, Para sahabat, Tab’iin, Atba At-Tabi’in
sampai ulama sekarang yang sejalan dengan al-Quran dan Hadits.
b)Ma’rifat Laduniyah
Ma’rifat laduniyah yaitu Ma’rifat yang langsung dibukakan oleh Tuhan dengan keadaan
kasf, mengenal kepada-Nya. Jalannya langsung dari atas dengan menyaksikan Dzat yang Suci,
kemudian turun dengan melihat sifat-sifat-Nya, kemudian kembali bergantung kepada nama-
nama-Nya. Ibnu ‘Atha’illah memberi istilah lain terhadap Ma’rifat laduniyah dengan sebutan
Ma’rifat orang mahjdub.Ma’rifat orang mahjdub yang diungkapkan oleh Ibnu ‘Atha’illah
merupakan sebuah Ilmu yang diberikan secara langsung oleh Tuhan kepada manusia yang ada sisi
kesamaannya dengan Ma’rifat Laduniyah.
E. Hirarki Syari’at, Thariqat, Haqiqat, Ma’rifat
Uraiantentang Syari’at, Thariqat, Haqiqat, dan Ma’rifat di atas mengambar-kanbetapa seriusnya
para ulama sufi dalam upayanya memberi jalan bagi umat untuk mengamalkan ajaran islam
dengan mudah dan tepat, sehingga mengantarkan hamba menuju kebahagian zhahir dan batin.
Syariah itu diibaratkan sebagai perahu dimana ia menjadi sarana untuk sampai pada tujuan,
sementara Thariqat bagaikan lautan luas yang tersedia sebagai wahana tempat tujuan berada.
Sedangkan Haqiqat adalah laksana intan berlian mahal yang menyenangkan hati sebagai tujuan
perjalanan perahu. Dan ma’rifat itu adalah tujuan yang terakhir.
Ber-Thariqat dan ber-Haqiqat (berada dilautan luas menggapai mutiara) tergantung dengan syariah
(sarana perahu yang kokoh). Seorang tidak akan berhasil ber-Thariqat dan ber-Haqiqat tanpa
melalui syariah. Dengan ungkapan lain, bahwa seseorang tidak akan mendapatkan intan-mutiara
tanpa menyediakan perahu dan menyemai lautan dalam. Perumpamaan keempat konsep tersebut
merupakan sebuah sistem dan struktur amalan islam yang tidak dapat dipisah-pisah.
Ibarat buah manis suatu pohon, maka tidak bisa buah tersebut bermunculan terus tanpa disuplai
oleh akar-akar pohon, oleh karena kesemuanya merupakan satu struktur sistematik. Sama halnya
dengan satu buah berharga semisal durian. Seseorang tidak dapat langsung memperoleh inti
buahnya, kecuali terlebih dahulu harus mengupas kulit dengan susah payah, dan beresiko terkena
durinya, dan oleh sebab itu harus hati-hati.
Atas dasar ilustrasi seperti itu, ibadah-ibadah islam terus diwajibkan sepanjang hidup Manusia
sembari diperoleh buah ibadah yang berupa ma’rifattullah yang menjadi hakikat dan tujuan ibadah
tersebut.
Dari uraian dan ilustrasi tentang syariah, Thariqat, Haqiqat, dan ma’rifat di atas dapat dipahami,
bahwa keempat tema tersebut adalah sebuah konseptualisasi terhadap islam oleh para sufi dalam
rangka menjelaskan prosedur pengamalan islam dengan benar. Singkatnya, konseptualisasi
tersebut menggambarkan intensitas keislaman pengamalanya, bukannya mengkotak-kotak islam
menjadi empat dimensi terpisah.[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.Syari’at adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan Alloh SWT yang tegak di atas dasar
iman dan islam, berupa seperangkat hukum tentang perbuatan zhahir/formal manusia yang diatur
berdasarkan wahyu al-Qur’an dan hadits/as-sunnah.
2.Thariqat yaitu jalan atau petunjuk melakukan ibadah tertentu sesuai dengan ajaran yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
3.Haqiqat adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-benar ada. Kata ini berasal
dari kata pokok hak (al-Haq), yang berarti milik (kepunyaan) atau benar (kebenaran).
4.Ma’rifat adalah pengetahuan batin yang berbasis kekuatan kalbu sehingga membuahkan suatu
pengenalan tentang sesuatu, dan terasa dekat serta hadir dalam sesuatu yang dikenali tersebut.
5.Hirarki syariah, Thariqat, Haqiqat, dan ma’rifat dapat dipahami, bahwa keempat tema tersebut
adalah sebuah konseptualisasi terhadap islam oleh para sufi dalam rangka menjelaskan prosedur
pengamalan islam dengan benar.
B. Saran
1.Bagi pembaca sebaiknya dijadikan untuk wawasan, ilmu pengetahuan serta sebagai acuan agar
termotivasi untuk melaksanakan Syariat, Thariqat, Hakikat, dan Ma’rifat.
2.Bagi pendidikan sebaiknya dijadikan salah satu referensi dalam melaksanakan pembelajaran dan
sebagai tolak ukur bahan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
·Amin, Samsul Munir. 2014. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.
·As Syalawy, Abdul Karim. 1995. Titik Persimpangan Tasawuf dan Kebatinan. Pekalongan:
Bahagia.
·Zn.Hamzah Tualeka, dkk. 2011. Akhlak Tasawuf. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
·Anwar, Rosihon. 2000, Ilmu Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia
·Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Jilid III, Beirut: Dar al-Fikr,t.t.
·Mustafa, Ahmad. 2008. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
·Mustofa, A. 2010, Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia
·Renard, John. 2006. Mencari Tuhan Menyelam ke Dalam Samudra Makrifat. Bandung: Mizan.
·Tebba, Sudirman. 2006. Merengkuh Makrifat Menuju Ekstase Spiritual. Jakarta: Pustaka Irvan.
·Yunus, Mahmud, 1990, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung.
·http://blog.iain-tulungagung.ac.id/imam/mata-kuliah/ilmumtasawwuf/1/ diakses pada 27 Oktober
2014.
·http://blog.iain-tulungagung.ac.id/imam/mata-kuliah/ilmum-tasawwuf/3/diakses pada 27 Oktober
2014

[1]Hamzah Tualeka Zn.,dkk., Akhlak Tasawuf (Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hal.
275.
[2]Syamsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Amzah), hal. 47.
[3]http://blog.iain-tulungagung.ac.id/imam/mata-kuliah/ilmum-tasawwuf/1/ diakses pada 27
Oktober 2014.
[4]Hamzah Tualeka, dkk., Akhlak Tasawuf (Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2011)hal. 280-
281.
[5]Syamsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf ..., hal. 49-50.
[6]Abdul Karim as Syalawy, Titik Persimpangan Tasawuf dan Kebatinan (Pekalongan: Bahagia,
1995) hal. 75-76
[7]Hamzah Tualeka Zn., dkk,Akhlak Tasawuf..., hal. 291-192.
[8]Syamsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf ..., hal. 53.
[9]Hamzah Tualeka Zn., dkk, Akhlak Tasawuf..., hal. 295.
as-syamsy di 1/10/2017 10:34:00 PG

Anda mungkin juga menyukai