ILT D3 v3 PDF
ILT D3 v3 PDF
Nanang Mulyono, S.T., M.T.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 1
Contoh Jaringan Listrik Industri
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 2
Motor Listrik
Kontruksi Motor Listrik
Keterangan gambar :
1. Motor Frame 7. Poros (Shaft)
2. The Laminationcore 8. Three-phasewinding
3 Laminatedmagneticcore
3. 9 Box terminal
9.
4. EndShields 10. Terminal
5. Kipas 11. Bearings
6. Tutup kipas 12. Barsandshort-circuitrings
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 3
Nameplate
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 4
Karakteristik torsi motor induksi terhadap kecepatan
Pull-out torque (MK) atau break down torque atau stalling torque
merupakan torsi maksimum yang diberikan oleh motor.
Jika daya dinaikkan di atas beban-pengenal Pn maka besarnya slip
meningkat, besarnya kecepatan menurun, dan motor memberikan torsi
yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat dinaikan hingga nilai maksimum
MK (Pull-out torque) dimana motor menjadi tidak stabil, yakni,
kecepatannya tiba-tiba menurun pada nilai slip ini (berak-down slip)
dan kecepatan motor menjadi nol.
Berdasarkan pada standar, pull-out torque (Mk) harus lebih besar sama
dengan 1.6 kali torsi-pengenal Mn (Mk ≥ 1.6 Mn) dan motor masih
aman dalam keadaan overload selama 15 detik (minimum) pada nilai
tegangan dan frekwensi-pengenalnya.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 5
Karakteristik torsi motor induksi terhadap kecepatan
Pull-up torque (Ms) atau pull-through torque atau
pull in torque
merupakan torsi terkecil selam akselerasi.Pada
hal apapun, Ms harus lebih besar daripada torsi
beban efektif (ML) secara silmultan/bersamaan
sejak motor dalam keadaan tidak dipercepat.
Nilai minimum untuk Ms ditentukan dalam
standar untuk operasi tegangan-pengenal.
Pada kerja-kontinyu dengan modus operasi S1 dan beban-pengenal Pn, motor berputar
dengan kecepatan-pengenal nn dan memberikan torsi-pengenal Mn. Dapat digunakan
rumus sebagai berikut:
dengan
Mn = torsi-pengenal [Nm]
Pn = daya-pengenal [kW]
nn = kecepatan-pengenal [RPM]
Dimana
Mn = torsi-pengenal
i l [Nm]
[N ]
U = torsi-pengenal [V]
I = daya-pengenal [A]
cos = factor daya
= efisiensi
n = kecepatan pengenal [RPM]
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 6
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 7
If the load is driven through belts or gears at a speed different from that of the motor, the
effective value of
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 8
Electric motor Terminal marking
Electric motor Terminal marking
I. Three-phase asynchronous machines
1) Single three‐phase winding, three elements, open connection, six terminals
3) Single three‐phase winding, internal–star connection with neutral conductor, four terminals
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 9
Electric motor Terminal marking
4) Single three-phase winding, two elements per phase, open connection, twelve terminals
5) Single three‐phase winding, four elements per phase, open connection, twenty‐four terminals
Electric motor Terminal marking
6) Single three‐phase winding, two elements per phase with four tapping points per element, open
connection, thirty‐six terminals
7) Two separate three‐phase windings with two independent functions, two elements per
phase, open connection, twenty‐four terminals
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 10
Electric motor Terminal marking
•Figure 8 – Two elements, internal connection, three terminals
•Figure 9 – Single three-phase winding, star connection, duplicate terminals for alternate connection, six terminals
•Figure 10 – Single three-phase winding, star connection, parallel terminals for shared current, six terminals
Electric motor Terminal marking
•Figure 11 – Three-phase wound-rotor, star connections with neutral conductors, eight terminals
II. Single‐phase asynchronous machines
a) Main and auxiliary winding, two elements
b) Single‐phase auxiliary winding, integrally connected capacitor, one element
c) Single‐phase main winding, integrally connected thermal protector, one element
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 11
Kontaktor
Electromagnetic contactor(Acc. IEC 60947)
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 12
Penandaan dan identifikasi terminal kontaktor (Acc. IEC 60947)
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 13
Penandaan dan identifikasi terminal kontaktor (Acc. IEC 60947)
Nomor fungsional
Nomor fungsional 1,2 dialokasikan pada sirkit dengan break contact dan nomor fungsional
3,4 pada sirkit dengan make contact.
Nomor urut
terminal milik elemen kontak yang sama harus ditandai dengan nomor urut yang
sama
semua elemen kontak yang memiliki fungsi yang sama harus memiliki nomor urut
yang berbeda
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 14
Utilization Category
Kategori utiliti peralatan mendefinisikan maksud aplikasi dan harus dikhususkan
pada standar peralatan yang relevan.
Kategori utiliti peralatan dikarakteristikan oleh satu atau lebih dari Kondisi
pelayanan sebagai berikut : (tabel 7 & 8)
1. Arus
2. Tegangan
3. Faktor daya
y atau time‐constant
4. Selectivity
5. Kondisi pelayanan lainnya
Utilization Category
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 15
Utilization Category
Jogging INCHING
Temperature rise limits
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 16
Contactor and Motor Starter
Breaking & Making Capacity
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 17
Contactor and Motor Starter
Contactor and Motor Starter
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 18
Contactor and Motor Starter
Contactor and Motor Starter
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 19
Penandaan
karakteristik
Tegangan kerja pengenal
Kategori utiliti dan arus kerja (atau daya)
Frekuensi untuk AC dan
AC dan simbol DC untuk
DC untuk DC
Duty pengenal
Gawai Pengaman
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 20
FUSE
Daftar istilah menurut SPLN
•Fuse = pelebur/pengaman lebur; Sekring
•Fuse base = Rumah pelebur; rumah sekering
•Fuse carrier = pemikul sekering
•Fuse-element = elemen lebur
•Fuse link = batang pelebur
•Fusing factor = factor lebur
•Fusing ratio = rasio lebur
•Fuse-disconector = Pemisah lebur
•Fuse-switch
Fuse switch = Saklar lebur
•Arcing time = waktu busur
•Cut-off current = arus terpotong
•Current limiting fuse = sekering/pelebur pembatas arus
•Clearing time = waktu pembebasan
•Pre-arcing time or melting time = waktu prabusur atau waktu leleh
Fuse tidak secara instan/seketika membuka ketika arus melampau ratingnya. Fusible element
pada fuse, merespon untuk membangkitkan panas dengan arus yang melaluinya. Panas
merupakan fungsi dari I2t; fuse tersebut memiliki respon waktu-arus inverse.
FUSE
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 21
FUSE
Operasi dari fuse
•Melting time Waktu yang dibutuhkan fusible element untuk menjadi panas pada titik dimana mulai
melebur
•Arcing time waktu untuk elemen-pemutus untuk memisahkan dan untuk busur api yang dihasilkan
harus sepenuhnya
p y dipadamkan
p
•Total clearing time Jumlah dari waktu melting ditambah waktu arcing
FUSE
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 22
FUSE
Tf : fusing time (pre‐arc)
Ta : arcing time
Ttb : total breaking time
: total breaking time
Figure 8‐12: short‐circuit current limited by a fuse
FUSE
Figure 3. Standarddized
Figure 2. Fusing and non‐fusing zones for fusing zones for a gM fuse
a gG fuse
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 23
FUSE
Table 1: rated currents and conventional currents for fuses
FUSE
Kelas fungsi dari Fuse
Digit pertama
g adalah fuse-link dengan breaking-capacity skala penuh (proteksi terhadap beban lebih dan
hubung pendek)
a adalah fuse link dengan breaking
fuse-link capacity skala terpisah (proteksi terhadap hubung pendek)
breaking-capacity
Digit kedua
G untuk penggunaan pada kabel dan penghantar (fungsi umum)
L untuk pengunaan pada kabel dan penghantar
M untuk penggunaan pada switchgear
T untuk penggnaan pada transformator
R untuk penggunaan pada Semikonduktor
B untuk
t k penggunaan pada
d system
t pertambangan
t b
“gG” menandakan bahwa fuse-link dengan breaking capacity skala penuh untuk aplikasi umum.
Catatan: sering digunakan untuk proteksi sirkit motor, ketika karakteristiknya cocok untuk mampu
bertahan dari arus starting.
“gM” menandakan bahwa fuse-link dengan breaking-capacity skala penuh untuk proteksi dari
sirkit motor.
“aM” menandakan bahwa fuse-link dengan breaking capacity skala parsial untuk proteksi
dari sirkit motor.
"gD” menandakan bahwa time‐delay fuse‐link dengan breaking‐capacity skala
penuh
“gN” menandakan bahwa non-time-delay fuse-link dengan breaking-capacity skala penuh
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 24
FUSE
Circuit Breaker
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 25
Circuit Breaker
Table 2. relation between Icu and cos (according to standard IEC 60947-2)
Table 3: relation between Icu , Icm and cos (according to IEC 60947-2)
Circuit Breaker
1. Supplementary Protector or Circuit Breaker
Type
2. Ampere Rating
3 Ti C
3. Trip Curve
4. Voltage
6. Catalog Number
7. Interrupting Ratings (Icn) as per IEC 898
8. Interrupting Ratings (Icu) as per IEC 947‐2
9. Symbol of IEC Rated Circuit Breakers
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 26
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 27
Circuit Breaker
Circuit Breaker
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 28
Low Voltage Circuit Breaker (IEC 60898)
Nilai nominal arus nominal:
6 A, 8 A, 10 A, 13 A, 16 A, 20 A, 25 A, 32 A, 40 A, 50 A, 63 A, 80 A, 100 A and 125 A.
Nilai
il i standar
d kapasitas
k i arus hubung
h b singkat:
i k
1 500 A, 3 000 A, 4 500 A, 6 000 A, 10 000 A.
Untuk nilai arus hubung singkat diatas 10 000 A s/d 25 000 A disiapkan nilainya adalah
20 000 A.
Overload Relay
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 29
Overload Relay
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 30
Overload Relay
Overload Relay
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 31
Overload Relay
Overload Relay
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 32
Overload Relay
Penandaan dan identifikasi terminal overload relay
•Penandaan terminal sirkit utama overload relay
Penandaan terminal sirkit utama overload relayy sama dengan
g p penandaan
pada sisrkit utama kontaktor, yaitu ditandai dengan anggka dan abjad
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 33
MOTOR STARTER
MOTOR STARTER
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 34
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 35
Pemilihan motor dan metoda pengasutan
tergantung ada torsi beban,
beban karakteristik
pengasutan yang diinginkan (arus pengasutan,
akselerasi) dan karakteristik dari catu daya.
Instansi yang berwenang dapat menetapkan
peraturan yang mengharuskan dilakukannya
pembatasan arus asut sampai nilai tertentu bagi
motor dengan daya pengenal tertentu.
[PUIL2000:5 5 7 4][PUIL2011:510 5 7 4]
[PUIL2000:5.5.7.4][PUIL2011:510.5.7.4]
Fans blowers,
Fans, blowers centrifugal
Design B pumps and compressors,
Normal locked-rotor 70–275a 65–190a 175–300a 600–800 0.5–5% motor-generator sets, etc., Medium or high
torque and normal where starting torque
locked-rotor current requirements are relatively
low
Conveyors, crushers,
Design C stirring machines, agitators,
High locked-rotor 200–285a 140–195a 190–225a 600–800 1–5% reciprocating pumps and Medium
torque and normal compressors, etc., where
locked-rotor current starting under load is
required
IEC Design H 200–285a 140–195a 190–225a 800–1000 1–5% Conveyors, crushers, Medium
High locked rotor stirring machines, agitators,
torque and high reciprocating pumps and
locked rotor current compressors, etc., where
starting under load is
required
q
IEC Design N 70–190a 60–140a 160–200a 800–1000 0.5–3% Fans, blowers, centrifugal Medium or high
Normal locked-rotor pumps and compressors,
torque and high motor-generator sets, etc.,
locked rotor current where starting torque
requirements are relatively
low
NOTE—These typical characteristics represent common usage of the motors—for further details consult the specific performance standards for the
complete requirements.
Reprinted from NEMA MG10-2001 by permission of the National Electrical Manufacturers Association.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 36
Primary
Autotransformer* resistor or reactor Part winding†
50% 65% 80% Tap 65% Tap 80% Tap 2-step
Tap Tap Wye-delta
Starting current 28% 45% 67% 65% 80% 60%‡ 33 1/3 %
drawn from line
as percentage of
that which would
be drawn upon
full-voltage
starting‡
Starting torque 25% 42% 64% 42% 64% 50% 33 1/3 %
developed as Increases slightly with speed Increases greatly with speed
percentage of that
which would be
developed on full-
voltage starting
Smoothness of Second in order of Smoothness of reduced-voltage Fourth in order Third in
acceleration smoothness types. As motor gains speed, of smoothness order of
current decreases. Voltage drop smoothness
across resistor decreases and
motor terminal voltage increases
Starting current Adjustable within limits of Adjustable within limits of various Fixed
and torque various taps taps
adjustment
* Closed transition
† Approximate values only. Exact values can be obtained from motor manufacturer.
‡ Full-voltage start usually draws between 500% and 600% of full-load current
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 37
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 38
Single‐Pole Stator‐Resistance Starter
Rku KUSA Resistance []
U Voltage (VLL) [Volt]
Man Starting torque [Nm]
Ian Starting current [A]
Mku Starting torque with KUSA resistance
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 39
• Motor 3fasa; P=90kW; 380V; In=168A;
Torsi start Man = 2.5 Mn;
Arus start Ian = 6.8In
• Diharapkan Torsi start Mku = 0.7 Mn
• Tentukan Rv?
• Arus yg mengalir pd Rv?
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 40
Three‐Pole Stator‐Resistance Starter
Three‐Pole Stator‐Resistance Starter
RV KUSA Resistance []
U Voltage (VLL) [Volt]
Man Starting torque
Starting torque
Ian Starting current
MRV Starting torque with KUSA resitance
• Motor 3fasa; P=90kW; 380V; In=168A;
Torsi start Man = 2.5 Mn;
Arus start Ian = 6.8In
• Diharapkan Torsi start MRV = 0.7 Mn
• Tentukan Rv?
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 41
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 42
Pemilihan motor dan metoda pengasutan
tergantung pada torsi beban,
beban karakteristik
pengasutan yang diinginkan (arus pengasutan,
akselerasi) dan karakteristik dari catu daya.
Instansi yang berwenang dapat menetapkan
peraturan yang mengharuskan dilakukannya
pembatasan arus asut sampai nilai tertentu bagi
motor dengan daya pengenal tertentu. [PUIL
5 5 7 4]
5.5.7.4]
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 43
1) Pada keadaan awal merupakan keadaan
belitan stator motor dikonfigurasi
hubungkan bintang.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 44
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 45
1) Pada keadaan awal merupakan keadan belitan
stator motor dikonfigurasi hubungkan
bintang. Pada keadaan ini K1 dan K2 energize
for max. 12 make‐breake operation/hour
for max. 30 make‐breake operation/hour
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 46
Y‐ starter dg 2 Arah putar
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 47
Double Kecepatan dg belitan terpisah (1 arah putar)
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 48
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 49
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 50
Double Kecepatan dg belitan terpisah (2 arah putar)
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 51
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 52
1) membuat konfigurasi
autotrafo, yaitu hubungan
bintang (K1M energize)
4) Memutuskan hubungan
atotrafo dari jala‐jala dan
motor (K2M denergize).
t (K2M d i )
Kondisi ini motor benar‐benar
disuplai langsung dari jala‐jala.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 53
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 54
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 55
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 56
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 57
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 58
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 59
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 60
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 61
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 62
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 63
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 64
Motor, sirkit dan kendali
(SNI 0225:2011)
(SNI 0225:2011)
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 65
Sirkit motor [510.5.3.]
Bila pemanasan konduktor berkurang karena motor bekerja dengan daur kerja
tertentu, seperti pembebanan singkat, intermiten, atau karena tidak semua motor
bekerja bersamaan, dapat
bersamaan, dapat digunakan konduktor utama yang lebih
yang lebih kecil daripada
yang ditentukan dalam 510.5.3.2, asalkan konduktor tersebut mempunyai KHA cukup
untuk beban maksimum yang ditentukan oleh ukuran dan jumlah motor yang
disuplai, sesuai dengan sifat beban dan daur kerjanya.
Setiap motor trifase atau motor berdaya pengenal satu daya kuda atau lebih, yang magun
dan dijalankan tanpa pengawasan, harus diproteksi terhadap beban lebih.
Gawai proteksi beban lebih motor terdiri atas GPAL dan GPHP.
Arus pengenal GPAL motor sekurang‐kurangnya 110% ‐ 115% arus pengenal motor.
Arus pengenal GPHP harus dikoordinasikan dengan KHA kabel.
KHA kabel (Iz) sesuai 510.5.3.1 adalah 125 % arus pengenal beban penuh motor (IB).
Menurut persamaan pada Ayat 433.1 maka arus pengenal GPHP harus ≤ Iz,biasanya
nilainya di antara IB dan Iz
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 66
Proteksi beban lebih [510.5.4]
Penempatan unsur sensor
Jika sekering digunakan sebagai proteksi beban lebih, sekering itu harus dipasang pada
setiap konduktor fase.
Pemutus
P termal, relai arus
l l i l bih
lebih, atau gawaii proteksi
k i beban
b b lebih
l bih lainnya, yang tidak
l i id k mampu
memutuskan arus hubung pendek, harus diproteksi secukupnya dengan GPHP.
Jika motor dihubungkan pada sirkit akhir serba guna dengan kontak tusuk, dan setiap proteksi beban
lebih ditiadakan menurut butir 1) di atas, nilai pengenal kontak tusuk tidak boleh lebih dari 16 A pada
125 V atau 10 A pada 250 V. Jika proteksi beban leb ih tersendiri, butir b) di atas mensyaratkan
proteksi tersebut harus merupakan bagian dari motor atau peranti bermotor yang dilengkapi tusuk
kontak.
CATATAN Nilai pengenal kotak kontak harus sesuai dengan konduktor yang menyuplainya sehingga nilai
terse but dapat dianggap menentukan nilai pengenal sirkit tempat motor dihubungkan.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 67
Proteksi hubung pendek sirkit motor [510.5.5 ]
Setiap motor harus diproteksi tersendiri terhadap arus lebih yang diakibatkan oleh hubung pendek,
kecuali untuk motor berikut:
Motor yang terhubung pada sirkit akhir, yang diproteksi oleh proteksi arus hubung pendek yang
mempunyai nilai pengenal atau setelan tidak lebih dari 16 A.
G
Gabungan
b motor yang merupakan k bagian
b i daripada
d i d mesin i atau perlengkapan, asal
l k l setiap
i motor
diproteksi oleh satu atau lebih relai arus lebih, yang mempunyai nilai pengenal atau setelah yang
memenuhi 510.5.4.3 dan yang dapat menggerakkan sebuah sakelar untuk menghentikan semua motor
sekaligus.
Nilai pengenal atau setelan gawai proteksi
Nilai pengenal atau setelan gawai proteksi arus hubung pendek harus dipilih sehingga motor dapat diasut,
sedangkan konduktor sirkit akhir, gawai kendali, dan motor, tetap diproteksi terhadap arus hubung pendek.
Untuk sirkit akhir yang menyuplai motor tunggal, nilai pengenal atau setelan proteksi arus hubung pendek
tidak boleh melebihi nilai yang bersangkutan dalam Tabel 510.5‐2.
Jumlah dan penempatan unsur pengindera gawai proteksi hubung pendek harus sesuai dengan persyaratan
mengenai gawai proteksi beban lebih dalam 510.5.4.4
Gawai p
proteksi hubungg p
pendek harus dengan
g serentak memutuskan konduktor tak dibumikan yyang cukup
g p
jumlahnya untuk menghentikan arus ke motor.
Jika tempat hubungan suatu cabang ke saluran utama tak dapat dicapai, proteksi arus lebih sirkit motor boleh
dipasang di tempat yang dapat dicapai, asal konduktor antara sambungan dan proteksi mempunyai KHA
sekurang ‐kurangnya 1/3 KHA saluran utama, tetapi panjangnya tidak boleh lebih dari 10 m, dan dilindungi
terhadap kerusakan mekanis.
Suatu sirkit cabang yang menyuplai beberapa motor dan terdiri atas konduktor dengan
ukuran berdasarkan 510.5.3.2 harus dilengkapi dengan proteksi arus lebih yang tidak
melebihi nilai pengenal atau setelan gawai proteksi sirkit akhir motor yang tertinggi
berdasarkan 510.5.5.2.3, ditambah
, dengan
g jjumlah arus beban p penuh semua motor lain yang
y g
disuplai oleh sirkit tersebut.
CATATAN:
a) Lihat contoh pada akhir 510.5.6 ini.
b) Jika dua motor atau lebih dari suatu kelompok harus diasut serentak, mungkin perlu
dipasang konduktor saluran utama yang lebih besar, dan jika demikian halnya maka perlu
dipasang proteksi arus lebih dengan nilai pengenal atau setelan yang sesuai.
Untuk instalasi besar yang dipasangi sirkit yang besar sebagai persediaan bagi perluasan atau
perubahan di masa datang, proteksi arus lebih dapat didasarkan pada KHA konduktor sirkit
tersebut.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 68
Proteksi hubung pendek sirkit cabang [510.5.6]
Kendali [510.5.7]
Yang dimaksud dengan kendali ialah sarana yang mengatur tenaga listrik, yang dialirkan ke
motor dengan cara yang sudah ditentukan. Di dalamnya termasuk juga sarana yang biasa
digunakan untuk mengasut dan menghentikan motor.
Setiap motor harus
motor harus dilengkapi dengan kendali tersendiri, kecuali
tersendiri, kecuali dalam hal berikut:
a) Semua motor dengan daya pengenal tidak lebih dari 0,5 kW, yang disuplai oleh sirkit
cabang yang diproteksi oleh gawai proteksi hubung pendek dengan nilai pengenal atau
setelan tidak lebih dari 25 A, asal saja ada sakelar dalam ruang yang sama, yang dapat
memutuskan suplai ke motor tersebut.
b) Semua motor dengan daya pengenal tidak lebih dari 0,5 kW, yang dihubungkan ke catu
daya dengan tusuk kontak.
c) Semua motor yang merupakan bagian dari satu perkakas atau mesin, asal saja tersedia
suatu sakelar bersama bagi semua motor tersebut.
Desain kendali
Tiap kendali harus mampu mengasut dan menghentikan motor yang dikendalikannya.
Untuk motor a.b. kendali harus mampu memutuskan arus motor yang macet.
Suatu pengasut jenis ototransformator harus menyediakan satu kedudukan buka, satu
kedudukan jalan dan sekurang ‐kurangnya satu kedudukan asut. Pengasut jenis
ototransformator harus didesain sedemikian sehingga tidak dapat berhenti pada kedudukan
yang membuat proteksi arus lebih tak bekerja.
Reostat untuk mengasut motor harus didesain sedemikian sehingga lengankontak tidak
dapat diam berhenti pada segmen antara.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 69
Kendali [510.5.7]
Instansi yang berwenang dapat menetapkan peraturan yang mengharuskan dilakukannya
pembatasan arus asut sampai nilai tertentu bagi motor dengan daya pengenal tertentu.
Bilamana motor dan mesin yang digerakkannya tidak tampak dari tempat kendali, instalasi
harus memenuhi salah satu syarat berikut:
harus memenuhi salah satu syarat berikut:
a) Sarana pemutus kendali dapat dikunci dalam keadaan terbuka.
b) Sakelar yang digerakkan dengan tangan, yang memutuskan hubungan motor dengan
suplai dayanya, dipasang di tempat yang tampak dari tempat motor.
Kemungkinan yang dapat mengakibatkan bahaya pengasutan kembali secara otomatik
setelah motor berhenti
motor berhenti ka rena
ka rena penurunan voltase atau pemutusan suplai, harus
suplai harus dicegah
dengan cara yang tepat.
Sirkit kendali
Sirkit kendali harus diatur sedemikian sehingga akan terputus dari semua sumber suplai,
jika sarana pemutus dalam keadaan terb uka. Sarana pemutus boleh terdiri atas dua gawai,
satu diantaranya memutuskan hubungan motor dan kendali dari sumber suplai daya untuk
motor dan yang lain memutuskan
motor, dan yang lain memutuskan hubungan sirkit kendali dari suplai dayanya. Bilamana
dayanya Bilamana
digunakan dua gawai terpisah, kedua nya harus ditempatkan berdampingan.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 70
Sarana pemutus [510.5.8]
Penempatan sarana pemutus
Sarana pemutus harus ditempatkan sedemikian sehingga tampak dari tempat kendali.
Jika sarana pemutus yang letaknya jauh dari motor, maka harus dipasang sarana pemutus
lain berdekatan dengan motor, atau sebagai gantinya, sarana pemutus yang letaknya jauh
harus dapat dikunci pada kedudukan terbuka.
Jika motor menerima daya listrik lebih dari satu sumber, maka harus dipasang sarana
pemutus tersendiri untuk setiap sumber daya.
c) ditempatkan 2,5 meter atau
2 5 meter atau lebih di atas lantai.
lantai
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 71
Pembumian [510.5.10]
b)) Motor ditempatkan
p di tempat
p basah dan tidak terpencil
p atau dilindungi;
g;
c) Motor ditempatkan dalam lingkungan berbahaya;
d) Motor bekerja pada voltase ke bumi di atas 50 V.
BKT motor stasioner, yang bekerja pada voltase di atas 50V ke bumi, harus
dibumikan atau dilindungi dengan cara insulasi ganda yang disahkan, atau dengan cara lain
yang setaraf.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 72
Resistor dan reaktor [510.11 ]
I. Resistor dan reaktor tidak boleh ditempatkan di tempat yang mudah terkena kerusakan
mekanis. Bila ditempatkan dekat barang yang mudah terbakar, resistor dan reaktor harus dari
jenis direndam dalam minyak atau tertutup dalam kotak atau lemari logam.
b) Jika untuk maksud ini digunakan selubung pelindung, pelindung ini harus dibuat dari
bahan tahan api mempunyai kekuatan mekanis memadai.
b) Reostat harus disusun sedemikian sehingga pada pelayanan yang baik dan tepat tidak
dapat timbul busur api yang menyala terus.
c) Dalam ruang berdeb u dan dalam ruang dengan bahaya yang lebih besar atau bahaya
ledakan, reostat harus dipasang dalam lemari logam, yang kedap debu dan tahan
ledakan.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 73
Resistor dan reaktor [510.11 ]
c) Kecuali jika membahayakan, persyaratan dalam butir b) tidak berlaku dalam ruang kerja
listrik terkunci, ruang percobaan bahan listrik, dan laboratorium elektroteknik.
V. Reaktor harus dibuat dari bahan yang tidak dapat terbakar dan harus dipasang pada
landasan yang tidak dapat terbakar pula.
VI. Bila kotak atau wadah resistor atau reaktor hendak dipasang pada permukaan yang rata,
hanya dudukannya saja yang boleh menempel pada permukaan; antara permukaan dan
p ruangg udara p
kotak harus terdapat paling sedikit
g 6 mm.
VII. Konduktor yang diinsulasi dan dipakai untuk menghubungkan elemen resistor dengan
gawai kendali harus tahan terhadap suhu kerja tidak kurang dari 90 oC. Pengecualian : Boleh
juga digunakan insulasi konduktor jenis lain gawai asut motor.
Peranti pemanas
(SNI 0225:2011)
(SNI 0225:2011)
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 74
Peranti pemanas
Peranti pemanas harus didesain, dipasang, dihubungkan, dan/atau dilindungi sedemikian
sehingga :
Pengoperasian dan pemeliharaannya tidak menyebabkan bahaya terluka oleh gejala api, dan
kerusakan mata oleh penyinaran cahaya;
Tidak mungkin terjadi sentuhan yang tidak sengaja dengan bagian yang bervoltase dalam
keadaan kerja normal;
Bagian luar pada keadaan kerja normal, tidak mempunyai suhu yang dapat membahayakan
atau merusak barang di dekatnya.
Bagian yang dipasangi
yang dipasangi elemen pemanas yang bervoltase, atau
yang bervoltase atau yang mudah
yang mudah terkena busur
api atau logam yang berpijar, harus terbuat dari bahan yang tidak terbakar.
Peranti pemanas
Pembumian[510.12.3 ]
BKT peranti pemanas yang dipakai dalam ruang lembab atau sangat panas, selama
terhubung pada sumber listrik harus diproteksi terhadap sentuh tak langs ung sesuai
dengan
g ppersyaratan
y 3.3. [510.12.3.1]
[ ]
Persyaratan dalam 510.12.3.1 di atas berlaku pula untuk semua peranti pemanas portabel
dengan daya lebih dari 2 kW.[ 510.12.3.2 ]
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 75
Peranti pemanas
Lengkapan [510.12.5 ]
Untuk semua peranti seterika dan pemanas listrik portabel dengan daya lebih dari 50 W,
yang menghasilkan suhu lebih dari 120 oC pada permukaan yang dapat bersentuhan
dengan kabel penghubungnya, kabel penghubung ini dari jenis tahan panas.
Peranti pemanggang roti, tungku pembuat kue portabel harus dilengkapi gawai pembatas
suhu untuk memutuskan arus.
CONTOH Ceret pemasak air, penanak nasi, pemanas sayuran dan pelat masak.
Peranti pemanas badan harus dibuat dengan insulasi ekstra atau diberi proteksi tambahan.
Gawai pemanasnya harus diberi pembatas suhu untuk memutuskan arus.
Peranti pemanas
Pemanas zat cair [510.12.8 ]
Peranti untuk memanas kan zat cair harus disusun sedemikian sehingga zat cair itu tidak
dapat masuk ke dalam ruang yang disediakan untuk menempatkan elemen pemanasnya,
meskipun telah lama digunakan.
Instalasi Listrik Tenaga
Nanang Mulyono
Politeknik Negeri Bandung 76