Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMEN PATIENT SAFETY

“MIKROORGANISME”

NAMA : SHELVIA ROSADA

NIM : 191447230

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

PRODI DIII KEPERAWATAN BELITUNG

TAHUN AJARAN 2019/2020


A. Siklus Hidup Mikroorganisme

Siklus hidup dalam biologi adalah rangkaian perubahan yang dijalani anggota spesies
ketika mereka lulus dari tahap awal perkembangan yang diturunkan kepada tahap dimulainya
perkembangan yang sama pada generasi berikutnya. Dalam banyak organisme sederhana,
termasuk bakteri dan berbagai protista, siklus hidup selesai dalam satu generasi: organisme
dimulai dari pembelahan individu yang ada; organisme baru tumbuh hingga jatuh tempo; dan
kemudian terbagi menjadi dua individu baru, sehingga menyelesaikan siklus.

Pada hewan yang lebih tinggi, siklus hidupnya mencakup satu generasi: hewan
memulainya dengan peleburan sel jantan dan sel kelamin betina (gamet); tumbuh hingga jatuh
tempo reproduksi; dan kemudian menghasilkan gamet, di mana titik siklus dimulai lagi (dengan
asumsi bahwa pembuahan berlangsung).Pada kebanyakan tanaman, sebaliknya, siklus hidup
multigenerasi. Tanaman memulainya dengan perkecambahan spora, yang tumbuh menjadi
organism gamet – memproduksi (gametofit). Gametofit mencapai kematangan dan berbentuk
gamet, setelah fertilisasi, tumbuh menjadi organisme penghasil spora (sporofit). Setelah
mencapai kematangan reproduksi, sporophyte menghasilkan spora, dan siklus dimulai lagi.

Siklus hidup multigenerasi ini disebut pergantian generasi; itu terjadi pada beberapa
protista dan jamur serta tanaman. Kehidupan karakteristik siklus bakteri disebut haplontic. Istilah
ini mengacu pada fakta bahwa itu mencakup satu generasi organisme sel haploid (yaitu, berisi
satu set kromosom). Siklus hidup satu generasi dari hewan diplontic yang lebih tinggi;
melibatkan organisme yang tubuhnya memiliki sel diploid (yaitu, mengandung dua set
kromosom).Organisme dengan siklus diplontic menghasilkan sel kelamin yang haploid, dan
masing – masing gamet tersebut harus menggabungkan dengan gamet lain untuk mendapatkan
set ganda kromosom yang diperlukan untuk tumbuh menjadi organisme lengkap. Siklus hidup
ditandai oleh tanaman ini dikenal sebagai diplohaplontic, karena mencakup generasi diploid
(sporofit) dan generasi haploid (gametofit).
B. Perkembangbiakan Mikroorganisme

Berikut ini merupakan cara perkrmbangbikan mikroorganisme secara Aseksual dan Seksual.

1. Perkembangbiakan Aseksual

Perkembangbiakan mikroorganisme dapat terjadi secara seksual dan aseksual yang paling
banyak terjadi adalah perkembangbiakan aseksual atau vegetatif. Reproduksi aseksual tidak
melibatkan pertukaran bahan genetik sehingga tidak terjadi variasi genetik, suatu kerugian
karena organisme tersebut menjadi terbatas kemampuannya dalam berespon dan beradaptasi
terhadap tekanan lingkungan. Macam-macam perkembangbiakan aseksual adalah sebagai berikut

 Pembelahan biner (binary fission)

yakni satu sel induk membelah menjadi dua sel anak. Kemudian masing-masing sel anak
membentuk dua sel anak lagi dan Pembelahan biner yang terjadi pada bakteri adalah
pembelahan biner suatu proses aseksual sederhana berupa pembelahan suatu sel bakteri
menjadi dua sel anak yang secara genetis identik. Kecepatan pembelahan biner
bergantung pada spesies yang bersangkutan dan keadaan lingkungan.Dalam kondisi ideal
(Mis. Bangsal rumah sakit yang hangat dan lembab), basil negatif-gram tipikal
misalnya E.coli akan membelah diri setiap 20 menit. Kuman lain, misalnya
M. tuberculosis, membelah dengan sangat lambat. Hasil uji laboratorium
untul E.coli tersedia dalam 24 jam, tapi diagnosis pasti tuberculosis mungkin belum
selesai setelah beberapa minggu. Namun pengobatan untuk tuberculosis dapat dimulai
berdasarkan temuan klinis uji lain, misalnya uji kulit, radiografi, dan adanya BTA di
spesimen sputum.

 Pembelahan ganda (multiple fission)

yakni satu sel induk membelah menjadi lebih dari dua sel anak.

 Perkuncupan (budding)

yakni pembentukan kuncup dimana tiap kuncup akan membesar seperti induknya.
Kemudian tumbuh kuncup baru dan seterusnya, sehingga akhirnya akan membentuk
semacam mata rantai.
 Pembelahan tunas

yakni kombinasi antara pertunasan dan pembelahan. Biasanya terjadi pada khamir,
misalnya Saccharomyces cerevisiae. Sel induk akan membentuk tunas. Jika ukuran tunas
hampir sama besar dengan inangnya inti sel induk membelah menjadi dua dan terbentuk
dinding penyekat. Sel anak lalu melepaskan diri dari induk atau menempel pada induknya
dan membentuk tunas baru. Pada khamir terdapat berbagai bentuk pertunasan, yakni:

1. Multilateral, tunas muncul di sekitar ujung sel, misal pada sel yang berbentuk
silinder dan oval (Saccharomyces).
2. Pertunasan di setiap tempat pada permukaan sel yakni terjadi pada sel khamir
berbentuk bulat, misal Debaryomyces.
3. Pertunasan polar, dimana tunas muncul hanya pada salah satu atau kedua ujung
sel yang memanjang, misal sel berbentuk lemon seperti Hanseniaspora dan
4. Pertunasan triangular, yakni pertunasan yang terjadi pada ketiga ujung sel yang
memanjang seperti Trigonopsis.
5. Pseudomiselium apabila tunas tidak lepas dari induknya.
 Pembentukan spora atau sporulasi

adalah perkembangbiakan dengan pembentukan spora. Spora ini terbagi menjadi dua,
yakni spora aseksual (reproduksi vegetatif) dan spora seksual (reproduksi generatif).

2. Perkembangbiakan Seksual

Perkembangbiakan secara seksual, umumnya terjadi pada jamur dan mikro alga serta secara
terbatas terjadi pada bakteri dapat terjadi secara:

1. Oogami, bila sel betina berbentuk telur.


2. Anisogami, bila sel betina lebih besar daripada sel jantan.
3. Isogami, bila sel jantan dan betina mempunyai bentuk yang sama.

Reproduksi bakteri secara seksual atau generatif  yaitu dengan pertukaran materi genetik dengan
bakteri lainnya. Pertukaran materi genetik disebut rekombinasi genetik atau rekombinasi DNA. 
Rekombinasi genetik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
 Konjugasi adalah pemindahan materi genetik berupa plasmid secara langsung melalui
kontak sel dengan membentuk struktur seperti jembatan diantara dua sel bakteri yang
berdekatan. Umumnya terjadi pada bakteri gram negatif.
 Transduksi adalah pemindahan materi genetik satu sel bakteri ke sel bakteri lainnnya
dengan perantaraan organisme yang lain yaitu bakteriofage (virus bakteri).
 Transformasi adalah pemindahan sedikit materi genetik, bahkan satu gen saja dari satu
sel bakteri ke sel bakteri yang lainnya.

C. CARA PENULARAN MIKROORGANISME

Proses penyebaran mikroorganisme ke dalamtubuh, baik pada manusia maupun hewan, dapat
melalui berbagai cara, di antaranya.

1. Kontak Tubuh. Kuman masuk ke dalam tubuh melalui proses penyebaran secara
langsung maupun langsung. Penyebaran secara langsung melalui sentuhan dengan
kulit, sedangkan secara tidak langsung dapat melalui benda yang terkontiminasi
kuman.
2. Makanan dan Minuman. Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi, seperti pada penyakit tifus abdominalis,
penyakit infeksi cacing dan lain-lain.
3. Serangga. Contoh proses penyebaran kuman melalui serangga adalah penyebaran
penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa penyakit
saluran pencernaan yang dapat ditularkan melalui lalat.
4. Udara. Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada penyebaran
penyakit sistem pernapasan (penyebaran kuman tuberkulosis) atau sejenisnya.

D. FAKTOR YANG MEMENGARUHI PROSES INFEKSI

Faktor-faktor yang memengaruhi proses infeksi adalah:

 Sumber Penyakit. Sumber penyakit dapat memengaruhi apakah infeksi berjalan dengan
cepat atau lambat.
 Kuman Penyebab. Kuman penyebab dapat menentukan jumlah mikroorganisme,
kemanapun mikrooganisme masuk ke dalam tubuh, dan virulensinya.
 Cara Membebaskan Sumber dari Kuman. Cara membebaskan kuman dapat menentukan
apakah proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman (pH),
suhu, penyinaran (cahaya), dan lain-lain.
 Cara Penularan. Cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan atau udara,
dapat menyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh.
 Cara Masuknya Kuman. Proses penyebaran kuman berbeda, tergantung dari sifatnya.
Kuman dapat masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, kulit, dan lain-lain.
 Daya Tahan Tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat proses
penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya tubuh yang buruk dapat memperburuk
proses infeksi.

Selain faktor-faktor di atas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau nutrisi, tingkat stres
pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak sehat.

E. STERILISASI DAN DESINFEKSI


1. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancur semua bentuk kehidupan


mikroba yang dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi. Sterilisasi juga
dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau apatogen beserta spora yang
terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merebus, stoom, menggunakan panas
tinggi, atau bahan kimia. Jenis sterilisasi antara lain. Sterilisasi cepat, sterilisasi panas-kering,
sterilisasi gas atau (formalin H2O2), dan radiasi ionisasi.

Hal-Hal yang perlu diperhatikan pada sterilisasi, di antaranya:

 Sterilisator ( alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih, dan masih berfungsi.
 Peralatan yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan
menyebutkan jenis peralatan, jumlah, dan tanggal pelaksanaan sterilisasi.
 Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian dapat steril.
 Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai
 Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril
 Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka harus
dilakukan sterilisasi ulang.

2. Desinfeksi

Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek yang tidak
hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri. Desinfeksi juga dikatakan suatu tindakan
yang dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan apatogen tetapi tidak dengan membunuh
spora yang terdapat pada alat prawatan ataupun kedoktran. Desinfeksi dilakukan bahan
dsinfektan melalui cara mencuci, mengoles, merendam, dan menjemur dengan tujuan mencegah
terjadinya infeksi dan mengondisikan alat dalam keadaan siap pakai. Kemampuan desinfeksi
ditentukan oleh waktu sebelum pembersihan objek, kandungan zat organik, tipe dan tingkat
kontaminasi mikroba, konsentrasi dan waktu pemaparan, kealamian objek, suhu, dan derajat
keasaman (pH).

F. PENCEGAH INFEKSI

Di masa lalu, fokus utama penanganan masalah infeksi dalam playanan kesehatan adalah
mencegah infeksi, meskipun infeksi serius pascabedah masih merupakan masalah di beberapa
negara, terutama dengan munculnya penyakit Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)
dan Hepatitis B yang belum ditemukan obatnya. Saat ini, perhatian utama ditunjukan untuk
mengurangi risiko perpindahan penyakit, tidak hanya terhadap pasien, tetapi juga kepada
pemberian pelayanan kesehatan dan karyawan, termasuk perkarya, yaitu orang yang bertugas
membersihkan dan merawat ruang bedah.

Tindakan Pencegahan Infeksi

Beberapa tindakan pencegahan infeksi yang dapat dilakukan adalah:

a) Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini dipakai
untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi.
Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik
pada prmukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan
aman digunakan.
b) Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
c) Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas
kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum pencucian
dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat keshatan, dan sarung tangan
yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh disaat prosedur bedah/tindakan
dilakukan.
d) Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau setiap benda
asing seperti debu dan kotoran.
e) Sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme ( bakteri, jamur,
parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora dari benda mati.
f) Desinfeksi, yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua) mikroorganisme
penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan merebus
atau menggunakan larutan kimia. Tindakan ini dapat menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospora.

Pedoman Pencegahan Infeksi

Cara efektif untuk mencegah penyebaran penyakit dari orang ke orang atau dari peralatan
ke orang dapat dilakukan dengan meletakan penghalang diantara mikroorganisme dan individu
(pasien atau petugas kesehatan). Penghalang ini dapat berupa fisik, mekanik, ataupun kimia,
meliputi:

1) Pencucian tangan.
2) Penggunaan sarung tangan (kedua tangan), baik pada saat melakukan tindakan, maupun
saat memegang benda yang terkontaminasi (alat kesehatan/alat tenun bekas pakai).
3) Penggunaan cairan antiseptik untuk membersihkan luka pada kulit.
4) Pemrosesan alat bekas pakai (dekontaminasi, cuci dan bilas, desinfeksi tingkat tinggi atau
sterilisasi).
5) Pembuangan sampah.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, S., 1995, Dasar-Dasar Mikrobiologi Parasitologi Untuk Perawat, EGC,

Jakarta.

Anonim, 1997, Petunjuk Praktikum Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anonim, 2000, Kamus Kedokteran Dorlan, edisi 23, EGC, Jakarta.

Anonim, 2007, Death Registered In Northern Ireland with MRSA, (online),

(http://www.nisra.com, diakses tanggal 24 Januari 2007).

Cameron, J. L., 1997, Terapi Bedah Mutakhir: Infeksi Luka Pascaoperatif,

Binarupa Aksara, Jakarta.

Dwiprahasto, I., 2005, Kebijakan Untuk Meminimalkan Risiko Terjadinya

Resistensi Bakteri Di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit, JMKP, Vol.

08 No. 04: 177-181.

Anda mungkin juga menyukai