PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia tentu mengetahui dengan jelas bahwa NKRI terdiri dari ribuan pulau dengan
laut yang sangat luas, konon juga mewarisi balada tua bahwa nenek moyangku orang pelaut. Di
berbagai sekolah, bahkan pada seminar ataupun diskusi publik, juga didengungkan hikayat masa
kejayaan Majapahit dan Sriwijaya yang diklaim sebagai cikal bakal negara maritim.
Benar, bahwa Nusantara ini memiliki sejarah maritim yang sangat membahagiakan untuk
dikenang, didengungkan pada berbagai forum dan diabadikan dalam berbagai bentuk fisik.
Semuanya itu bicara tentang masa lalu, misalnya—pada era berjayanya Koninklijke Paketvaart
Maatschappij (KPM, 1888-1960), pernah ada armada cabotage terbesar di dunia. Indonesia juga
pernah mencengangkan dunia dengan armada samudera Jakarta Lloyd hadir di berbagai
pelabuhan dunia, ada juga armada Nusantara yaitu PELNI dan yang lainnya menghubungkan
berbagai kota-pelabuhan di NKRI, berikut armada pelayaran rakyat yang sempat menjamur.
Bicara tentang maritim, banyak pihak cenderung memahaminya sebatas pada bidang pelayaran
dan industri pendukungnya. Pandangan seperti itu memang tidak keliru dan tentunya dengan
dukungan referensi yang kuat. Sebagian besar dari pandangan tersebut menunjuk pada tiga poin,
yaitu: (i) relating to adjacent to sea, (ii) relating to marine shipping or navigation, (iii) resembling
a mariner.
Dari berbagai referensi tersebut, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa domain maritim terkait
dengan beberapa aspek, yaitu; (i) fisiknya, (ii) kegiatan mengelola fisiknya, (iii) aturan mengenai
penggelolaannya, dan (iv) budaya pengelolaannya. Apabila dipetakan dalam kepentingan
berbangsa dan bernegara, maka domain maritim ada aspek politik, ekonomi, sosial, dan militer,
dengan bobot yang sangat kuat dijadikan drivers untuk mengembangkan kepentingan nasional.
Pada sisi yang lain, pengertian mengenai keamanan seharusnya juga dielaborasi dalam arti yang
luas—secure, safety, guarantee, dan tidak terperangkap dalam arti yang sempit sebatas secure.
Perlu pandangan yang holistik mengenai arti keamanan, yang akan entertaint domain maritim.
Penulis berpendapat bahwa pendekatan ini sangat penting artinya untuk membangun satu
persepsi nasional mengenai arti pentingnya keamanan maritim Nusantara. Poin berikutnya yang
perlu dielaborasi adalah mengenai Nusantara itu sendiri, oleh karena ada sejumlah kekhasan
yang tidak ada duanya di muka bumi ini. Artinya—konsepsi keamanan maritim bagi NKRI, tidak
akan sama dengan pihak manapun didunia, sehingga tidak perlu ragu untuk merumuskan batasan
tersendiri yang mengangkat kekhasan tersebut dan tentunya dengan landasan hukumnya yang
kuat.
Karakter yang khas tersebut menyangkut tiga poin, yaitu (i) negara kepulauan terbesar di dunia
dengan jumlah 17.480 pulau, memiliki coast line dan life lines yang sangat panjang, (ii)
kedudukan pada jalan silang dunia, yang ‘wajib’ hukumnya untuk mengakomodasikan
kepentingan pihak lain, apakah dalam bentuk innocent passage, transit passage, archipelagic sea
lanes passage dan atau masih ada juga dalam tuntutan lalu-lintas tradisional, (iii) ada laut di
dalam laut wilayah, berikut kekayaan fauna flora yang mempertemukan dua samudera di daerah
tropis.
Perlu dipahami dengan sebaik-baiknya bahwa ketiga karakter tersebut adalah modal politik,
ekonomi, dan militer, untuk membangun bangsa dan negara dan memampukan untuk ber’bicara’
di panggung kawasan Asia Tenggara, bahkan di Asia Pasifik.
2. Apa sajakah permasalahan dalam pertahanan dan keamanan wilayah laut Indonesia?
3. Bagaimana peranan TNI Angkatan Laut dalam menjaga keamanan wilayah laut
Indonesia?
3. .Mengetahui peranan TNI angkatan Laut dalam menjaga keamanaan wilayah laut
indonesia.
1.4. MANFAAT
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Kemaritiman yang diberikan oleh dosen.
2. Agar kita dapat mengetahui keadaan wilayah maritim Indonesia dalam hal pertahanan
dan keamanan.
BAB II
PEMBAHASAN
Tentara Nasional Indonesia (atau biasa disingkat TNI) adalah nama sebuah angkatan perang dari
negara Indonesia. Pada awal dibentuk bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) kemudian
berganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dan kemudian diubah lagi namanya
menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga saat ini. Tentara Nasional Indonesia (TNI)
terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI
Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI.
Sejarah Tentara Nasional IndonesiaAngkatan Laut dimulai dari dibentuknya Badan Keamanan
Rakyat (BKR) pada sidang PPKI tanggal 22 Agustus1945. BKR kemudian berkembang menjadi
beberapa divisi, dimana BKR Laut, salah satu divisi awalnya, meliputi wilayah bahari / laut.
Dibentuknya Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR Laut) pada tanggal 10 September1945 oleh
administrasi kabinet awal Soekarno menjadi tonggak penting bagi kehadiran Angkatan Laut di
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus1945.
Terbentuknya BKR Laut ini dipelopori tokoh-tokoh bahariawan veteran yang pernah bertugas di
jajaran Koninklijke Marine selama masa penjajahan Belanda dan veteran Kaigun selama masa
pendudukan Jepang. Faktor lain yang mendorong terbentuknya badan ini adalah adanya potensi
yang memungkinkan untuk menjalankan fungsi Angkatan Laut seperti kapal-kapal dan
pangkalan, meskipun pada saat itu Angkatan Bersenjata Indonesia belum terbentuk.
Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Angkatan
Laut Republik Indonesia (ALRI), dengan segala kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya.
Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut terbentuk, kapal - kapal peninggalan Jawatan Pelayaran
Jepang diperdayakan, dan personel pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi tuntutan tugas
sebagai penjaga laut Republik yang baru terbentuk itu. Kekuatan yang sederhana tidak
menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi Lintas Laut dalam rangka menyebarluaskan berita
proklamasi dan menyusun kekuatan bersenjata di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu
mereka juga melakukan pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam rangka mendapatkan
bantuan dari luar negeri.
Kepahlawanan prajurit samudera tercermin dalam berbagai pertempuran laut dengan Angkatan
Laut Belanda di berbagai tempat seperti Pertempuran Selat Bali, Pertempuran Laut Cirebon, dan
Pertempuran Laut Sibolga. Operasi lintas laut juga mampu menyusun pasukan bersenjata di
Kalimantan Selatan, Bali, dan Sulawesi. Keterbatasan dalam kekuatan dan kemampuan
menyebabkan ALRI harus mengalihkan perjuangan di pedalaman, setelah sebagian besar kapal
ditenggelamkan dan hampir semua pangkalan digempur oleh kekuatan militer Belanda dan
Sekutu. Sebutan ALRI Gunung kemudian melekat pada diri mereka. Namun demikian tekad
untuk kembali berperan di mandala laut tidak pernah surut. Dalam masa sulit selama Pereang
Kemerdekaan ALRI berhasil membentuk Corps Armada (CA), Corps Marinier (CM), dan
lembaga pendidikan di berbagai tempat. Pembentukan unsur - unsur tersebut menandai kehadiran
aspek bagi pembentukan Angkatan Laut yang modern.
Dengan peningkatan kekuatan dan kemampuan tersebut, ALRI melai menyempurnakan strategi,
taktik, maupun teknik operasi laut yang langsung diaplikasikan dalam berbagai operasi militer
dalam rangka menghadapi gerakan separatis yang bermunculan pada tahun - tahun 1950 hingga
1959. Dalam operasi penugasan PRRI di Sumatera, Permesta di Sulawesi, DI/TII di Jawa Barat,
dan RMS di Maluku, ALRI memperoleh pelajaran dalam penerapan konsep operasi laut, operasi
amfibi, dan operasi gabungan dengan angkatan lain.
Pada saat kondisi negara mulai membaik dari ancaman desintegrasi, pada tahun 1959 ALRI
mencanangkan program yang dikenal sebagai Menuju Angkatan Laut yang Jaya. Sampai tahun
1965ALRI mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Hal ini dilatarbelakangi oleh politik
konfrontasi dalam rangka merebut Irian Barat yang dirasa tidak dapat diselesaikan secara
diplomatis. Berbagai peralatan tempur Angkatan Laut dari negara Eropa Timur memperkuat
ALRI dan menjadi kekuatan dominan pada saat itu. Beberapa mesin perang yang terkenal di
jajaran ALRI antara lain kapal penjelajah (cruiser) RI Irian, kapal perusak (destroyer) klas
'Skory', fregat klas 'Riga', Kapal selam klas 'Whisky', kapal tempur cepat berpeluru kendali klas
'Komar', pesawat pembom jarak jauh IlyushinIL-28, dan Tank Amfibi PT-76. Dengan kekuatan
tersebut pada era tahun 1960-an ALRI disebut - sebut sebagai kekuatan Angkatan Laut terbesar
di Asia.
2.1.5. Dwikora
Sejak tahun 1966 ALRI yang kemudian disebut dengan TNI AL mengalami babak baru dalam
perjalanan sejarahnya seiring dengan upaya integrasi ABRI. Dengan adanya integrasi ABRI
secara organisatoris dan operasional telah mampu menyamakan langkah pada pelaksanaan tugas
di bidang pertahanan dan keamanan sehingga secara doktrinal, arah pengembangan kekuatan dan
kemampuan setiap angkatan menjadi terpusat. Kegiatan operasi yang menonjol pada kurun
waktu 1970-an adalah Operasi Seroja dalam rangka integrasi Timor Timur kepada RI. TNI AL
berperan aktif dalam operasi pendaratan pasukan, operasi darat gabungan, dan pergeseran
pasukan melalui laut.
2.1.6. Modernisasi
Mulai dasawarsa 1980-an TNI AL melakukan langkah modernisasi peralatan tempurnya, kapal -
kapal perang buatan Eropa Timur yang telah menjadi inti kekuatan TNI AL era 1960 dan 1970-
an dinilai sudah tidak memenuhi tuntutan tugas TNI AL. Memburuknya hubungan RI - Uni
Sovyet pasca pemerintahan Presiden Soekarno membuat terhentinya kerja sama militer kedua
negara. Oleh karena itu TNI AL beralih mengadopsi teknologi Barat untuk memodernisasi
kekuatan dan kemampuannya dengan membeli kapal - kapal perang dan peralatan tempur utama
lainnya dari berbagai negara, diantaranya Korvet berpeluru kendali kelas 'Fatahillah'dari
Belanda, Fregat berpeluru kendali klas 'Van Speijk' eks- AL Belanda, Kapal selam klas 209/1300
buatan Jerman Barat, Kapal tempur cepat berpeluru kendali klas'Patrol Ship Killer' buatanKorea
Selatan, dan Pesawat Patroli Maritim 'Nomad-Searchmaster'eks-Angkatan Bersenjata Australia.
Pada saat yang sama TNI AL mengembangkan militer non tempur yang berupa operasi bakti
kemanusiaan Surya Bhaskara Jaya di berbagai daerah terpencil di Indonesia yang hanya bisa
dijangkau lewat laut. Operasi ini berintikan kegiatan pelayanan kesehatan, pembangunan dan
rehabilitasi sarana publik, dan berbagai penyuluhan dibidang kesehatan, hukum, dan bela negara.
Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin setiap tahun hingga sekarang. Sejumlah negara juga
pernah berpartisipasi dalam kegiatan tersebut antara lain Singapura, Australia dan
NegaraAmerika Serikat. TNI AL juga berupaya menggalakan pembangunan sektor kelautan jauh
sebelum Departemen Kelautan terbentuk, khususnya yang berhubungan dengan aspek
pertahanan dan keamanan di laut. Kegiatan - kegiatan nyata yang dilakukan TNI AL adalah
mendirikan badan - badan pengkajian pembangunan kelautan bersama - sama dengan pemerintah
dan swasta di beberapa daerah, program desa pesisir percontohan yangterangkum dalam
Pembinaan Desa Pesisir (Bindesir), dan program Pembinaan Potensi Nasional menjadi
KekuatanMaritim (Binpotnaskuatmar). Dalam rangka menggelorakan jiwa bahari bangsa, TNI
AL menggelar event kelautan skala internasional yaitu Arung Samudera 1995 yang berintikan
Lomba Kapal Layar Tiang Tinggi dan perahu layar. TNI AL juga menjadi pendukung utama
dicanangkan Tahun Bahari 1996 dan Deklarasi Bunaken 1998 yang merupakan manifestasi
pembangunan kelautan di Indonesia.
Selama dasawarsa 1990-an TNI AL mendapatkan tambahan kekuatan berupa kapal - kapal
perang jenis korvet klas 'Parchim', kapal pendarat tank (LST) klas 'Frosch', dan Penyapu Ranjau
klas Kondor.Penambahan kekuatan ini dinilai masih jauh dari kebutuhan dan tuntutan tugas,
lebih - lebih pada masa krisis multidimensional ini yang menuntut peningkatan operasi namun
perolehan dukungannya sangat terbatas. Reformasi internal di tubuh TNI membawa pengaruh
besar pada tuntutan penajaman tugas TNI AL dalam bidang pertahanan dan keamanan di laut
seperti reorganisasi dan validasi Armada yang tersusun dalam flotila - flotila kapal perang sesuai
dengan kesamaan fungsinya dan pemekaran organisasi Korps Marinir dengan pembentukan
satuan setingkat divisi Pasukan Marinir-I di Surabaya dan setingkat Brigade berdiri sendiri di
Jakarta. Pembenahan - pembenahan tersebut merupakan bagian dari tekad TNI AL menuju Hari
Esok yang Lebih Baik
Indonesia yang memiliki wilayah laut yang sangat luas berpontsi juga melahirkan berbagai
permasalahn di wilayah laut tersebut. Pada bagian ini dipaparkan berbagai isu dan permasalahan
yang dihadapi kawasan laut dan perbatasanlaut.
2.2.1. Belum Disepakatinya Garis-Garis Batas Dengan Negara Tetangga Secara
Menyeluruh
Beberapa segmen garis batas di laut belum disepakati secara menyeluruh oleh negara-negara
yang berbatasan dengan wilayah NKRI. Permasalahan yang sering muncul di perbatasan laut
adalah klaim negara tetangga terhadap kawasan laut menyebabkan kerugian bagi negara secara
ekonomi dan lingkungan. Namun secara umum, titik koordinat batas negara di laut pada
umumnya sudah disepakati. Pada Batas Zona Ekonomi Ekskluisf (ZEE)dan Batas Laut Teritorial
(BLT), sebagian besar belum disepakati bersama negara-negara tetangga. Belum jelas dan
tegasnya batas laut antara Indonesia dan beberapa negara negara tertentu serta ketidaktahuan
masyarakat, khususnya nelayan, terhadap batas negara di laut menyebabkan terjadinya
pelanggaran batas oleh para nelayan Indonesia maupun nelayan asing.
Undang-Undang no.17 tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention on the Law
of the Sea (UNCLOS) menyatakan bahwa batas ZEE Indonesia di segmen-segmen perairan yang
berhadapan dengan negara lain dan lebarnya kurang dari 400 mil laut, maka ZEE merupakan
garis median. Jika mengacu kepada konvensi tersebut, maka batas ZEE yang merupakan garis
median pada wilayah laut yang berhadapan dengan negara-negara tetangga yaitu :
(2) Berhadapan dengan Malaysia di Laut Natuna sebelah barat dan timur;
Selain itu, terdapat wilayah laut yang tidak memiliki batas ZEE yaitu di wilayah Selat Singapura
yang berhadapan langsung dengan Malaysia dan Singapura, karena lebarnya hanya sekitar 15 mil
laut. Selebihnya, penentuan ZEE terutama pada wilayah laut yang berhadapan dengan laut lepas,
ditarik selebar 200 mil dari garis pangkal kepulauan Indonesia.
Namun demikian, batas ZEE antara Indonesia dengan negara-negara tetangga, sebagian besar
belum ditetapkan, terutama yang berhadapan langsung dengan negara tetangga. Hal ini
disebabkan karena belum adanya kesepakatan, atau belum dilakukannya ratifikasi.
Ketidakjelasan batas ZEE tersebut menyebabkan sulitnya penegakan hukum oleh aparat dan
berpotensi untuk menjadi sumber pertentangan antara Indonesia dengan negara tetangga.
Tabel berikut ini menunjukkan status batas-batas ZEE di wilayah perbatasan laut Indonesia.
tarik sama lebar dengan batas ZEE (200 mil laut) atau sampai dengan maksimum 350 mil laut
dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Hal ini berlaku di seluruh wilayah perairan Indonesia,
kecuali pada segmen-segmen wilayah tertentu dimana BLK dapat ditetapkan berdasarkan
kesepakatan dengan negara-negara yang berhadapan langsung dengan Indonesia, antara lain :
(3) Berhadapan dengan Malaysia di Selat Malaka bagian Selatan serta di Laut Natuna
bagian Timur dan Barat;
(7) Berhadapan dengan dengan Australia di Laut Arafura, Laut Timor, Samudera Hindia,
dan di wilayah perairan di sekitar Pulau Christmas;
Selain BLK diatas, terdapat titik-titik yang bersinggungan dengan tiga negara (three junction
point) secara langsung, kesepakatan terhadap titik-titik ini dilakukan melalui pertemuan trialteral.
Titik-titik tersebut antara lain :
(1) Three Junction Point antara Indonesia, India, dan Thailand di Laut Andaman;
(2) Three Junction Point antara Indonesia, Thailand, dan Malaysia di Selat Malaka Bagian
Utara.
Sebagian BLK antara Indonesia dengan negara tetangga telah disepakati dan telah ditetapkan
dalam Keputusan Presiden (Keppres). Namun demikian masih terdapat beberapa segmen
wilayah laut yang belum ditetapkan BLK-nya, karena masih dalam proses negosiasi atau bahkan
belum dilakukan perundingan sama sekali dengan negara tetangga, antar lain BLK antara
Indonesia dengan Vietnam, Filipina, Palau, dan Timor Leste. Tabel berikut menunjukkan status
Batas Landas Kontinen di wilayah perbatasan laut Indonesia.
Peran militer dilaksanakan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara di laut dengan cara
pertahanan negara dan penangkalan, menyiapkan kekuatan untuk persiapan perang,
menangkal setiap ancaman militer melalui laut, melindungi dan menjaga perbatasan laut dengan
negara tetangga, serta menjaga stabilitas keamanan kawasan maritim.
TNI AL sebagai komponen utama pertahanan negara di laut berkewajiban untuk menjaga
integritas wilayah NKRI dan mempertahankan stabilitas keamanan di laut serta melindungi
sumber daya alam di laut dari berbagai bentuk gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di
wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia, dengan tetap mempertimbangkan konsepsi dasar
bahwa perwujudan keamanan di laut pada hakikatnya memiliki dua dimensi yaitu penegakan
kedaulatan dan penegakan hukumyang saling berkaitan satu dengan lainnya.
Persepsi keamanan di laut tidak hanya masalah penegakan kedaulatan dan hukum tetapi
keamanan di laut mengandung pemahaman, bahwa laut aman digunakan bagi pengguna dan
bebas dari ancaman atau gangguan terhadap aktifitas penggunaan atau pemanfaatan laut, yaitu :
a) Laut bebas dari ancaman kekerasan, yaitu ancaman dengan menggunakan kekuatan
bersenjata yang terorganisir dan memiliki kemampuan untuk mengganggu serta
membahayakan personel atau negara. Ancaman tersebut dapat berupa pembajakan,
perompakan, sabotase obyek vital, peranjauan dan aksi teror.
b) Laut bebas dari ancaman navigasi, yaitu ancaman yang ditimbulkan oleh kondisi geografi
dan hidrografi serta kurang memadainya sarana bantu navigasi, seperti suar, buoy, dan
lain-lain, sehingga dapat membahayakan keselamatan pelayaran.
c) Laut bebas dari ancaman terhadap sumber daya laut, berupa pencemaran dan perusakan
ekosistem laut, serta konflik pengelolaan sumber daya laut.
d) Laut bebas dari ancaman pelanggaran hukum, yaitu tidak dipatuhinya hukum nasional
maupun internasional yang berlaku di perairan, seperti illegal fishing, illegal logging,
penyelundupan dan lain-lain.
Penegakan kedaulatan di laut memiliki dua dimensi pemahaman, yaitu kedaulatan (sovereignty)
dan hak berdaulat (sovereign right) di laut suatu negara yang telah diatur secara universal dalam
UNCLOS 1982. Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut ke dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 1985. Pada tiap rezim perairan Indonesia ditetapkan kedaulatan dan hak
berdaulat sebagai berikut :
a) Di Laut Wilayah selebar 12 mil laut dari garis pangkal Indonesia memiliki kedaulatan
penuh, artinya negara berhak mengatur segala ketentuan hukum nasional.
b) Di Zona Tambahan selebar 24 mil laut dari garis pangkal, Indonesia memiliki hak
berdaulat dalam bidang kepabeanan, sanitasi, imigrasi dan fiskal.
c) Di ZEEI Indonesia selebar 200 mil laut dari garis pangkal, memiliki hak berdaulat
dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut.
d) Di Landas Kontinen sampai kedalaman 350 meter, Indonesia berhak untuk melakukan
pemanfaatan sumber daya alam.
Guna mewujudkan stabilitas keamanan di laut diperlukan upaya untuk menghadapi segala
bentuk gangguan dan ancaman di laut dengan mengerahkan kekuatan dari berbagai instansi yang
berwenang melaksanakan penegakan kedaulatan dan hukum di laut. Oleh karena itu, prioritas
yang perlu dikedepankan adalah bagaimana kegiatan operasional di laut dapat dilaksanakan
secara efektif dengan semua kekuatan aparat negara dikerahkan secara sinergik. Bila ditinjau dari
pembagian rezim laut maka dapat dimatrikulasikan peran Aparat Keamanan Laut dalam hal
penegakan hukum (penyidikan), seperti pada:Tabel 2.5 Matrik kewenangan institusi dalam
penindakan berbagai pelanggaran menurut rezim laut.
Dalam Undang-Undang No. 34 tahun 2004 disebutkan tugas pokok TNI itu pada prinsipnya ada
tiga, yaitu ; pertama, menegakkan kedaulatan negara; kedua, mempertahankan keutuhan wilayah
dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan. Tugas pokok tersebut dilaksanakan melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan
Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri.
10. Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan
ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang.
11. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah
asing yang sedang berada di Indonesia.
12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan
kemanusiaan.
13. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue).
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Angkatan
Laut Republik Indonesia (ALRI), dengan segala kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya.
Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut terbentuk, kapal - kapal peninggalan Jawatan Pelayaran
Jepang diperdayakan, dan personel pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi tuntutan tugas
sebagai penjaga laut Republik yang baru terbentuk itu. Kekuatan yang sederhana tidak
menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi Lintas Laut dalam rangka menyebarluaskan berita
proklamasi dan menyusun kekuatan bersenjata di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu
mereka juga melakukan pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam rangka mendapatkan
bantuan dari luar negeri.
Beberapa segmen garis batas di laut belum disepakati secara menyeluruh oleh negara-negara
yang berbatasan dengan wilayah NKRI. Permasalahan yang sering muncul di perbatasan laut
adalah klaim negara tetangga terhadap kawasan laut menyebabkan kerugian bagi negara secara
ekonomi dan lingkungan. Namun secara umum, titik koordinat batas negara di laut pada
umumnya sudah disepakati. Pada Batas Zona Ekonomi Ekskluisf (ZEE)dan Batas Laut Teritorial
(BLT), sebagian besar belum disepakati bersama negara-negara tetangga. Belum jelas dan
tegasnya batas laut antara Indonesia dan beberapa negara negara tertentu serta ketidaktahuan
masyarakat, khususnya nelayan, terhadap batas negara di laut menyebabkan terjadinya
pelanggaran batas oleh para nelayan Indonesia maupun nelayan asing
Peran diplomasi Angkatan Laut merupakan peran yang sangat penting bagi setiap Angkatan Laut
di seluruh dunia. Peran ini dikenal sebagai “unjuk kekuatan Angkatan Laut” yang telah menjadi
peran tradisional Angkatan Laut. Diplomasi merupakan dukungan terhadap kebijakan luar negeri
pemerintah yang dirancang untuk mempengaruhi kepemimpinan negara lain dalam keadaan
damai atau pada situasi bermusuhan. Dalam Undang-Undang No. 34 tahun 2004 disebutkan
tugas pokok TNI itu pada prinsipnya ada tiga, yaitu ; pertama, menegakkan kedaulatan negara;
kedua, mempertahankan keutuhan wilayah dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Tugas pokok tersebut dilaksanakan
melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
Kami sadar atas keterbatasan pengetahuan kami. Untuk itu besar harapan bagi kami atas kritik
dan saran dari pembaca guna perbaikan makalah ini.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/KRI_Fatahillah_%28361%29