Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alga

1.1.1 2.1.1 Definisi Alga10

Rumput laut atau seaweed merupakan salah satu tumbuhan laut yang

tergolong dalam makroalga benthik atau benthic algae yang hidupnya melekat di

dasar perairan. Tanaman ini tidak bisa dibedakan antara bagian akar, batang, dan

daun, sehingga bagian tumbuhan tersebut disebut thallus, oleh karena itu

tergolong tumbuhan tingkat rendah Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput

laut dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu rumput laut merah (Rhodophyceae),

rumput laut coklat (Phaeophyceae), dan rumput laut hijau (Chlorophyceae).

Ketiga golongan tersebut mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi karena

dapat menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid seperti agar,

karagenan, dan alginate.

1.1.22.1.2 Sejarah Alga11

Alga atau yang biasa dikenal sebagai rumput laut sudah dikenal manusia

sebelum abad Masehi, yaitu sekitar 2.700 tahun sebelum masehi dan telah

dimanfaatkan dalam bidang pengobatan tradisional.Pada masa itu, bang Cina telah

mengenal dan memanfaatkan alga atau rumput laut sebagai salah satu bahan

pembuatan obat-obatan tradisional. Menjelang awal abad masehi yaitu sekitar 65

tahun sebelum masehi, bangsa Romawi sudah mengenal alga. Pada saat itu, alga
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kosmetik. Perkembangan

pemanfaatan alga terus maju, sejalan dengan kemajuan pengetahuan manusai

yang dipelopori oleh ngara-negara Eropa Barat yang ditandai dengan

perkembangan pemanfaatan alga, seperti bahan baku pembuatan pupuk organic

dan bahan baku pembuatan gelas.11

Alga atau rumput laut telah dikenal dan dimanfaatkan sejak dahulu, akan

tetapi pemanfaatan dan usaha budidaya secara ekonomis serta teknis baru dimulai

pada akhir abad ke-17. Pelopor usaha ini adalah Negara Cina dan Jepang karena

kedua Negara ini telah memanfaatkan alga sejak 4.300 tahun yang lalu. Sehingga

pada saat ini kedua negara tersebut yang paling unggul dan maju dalam

pemanfaatan alga serta usaha budidaya alga.11

1.1.3 2.1.3 Manfaat Alga12

Alga dengan tingkat keaneka-ragaman yang tinggi memiliki berbagai

manfaat. Berikut ini akan diuraikan secara terperinci manfaat alga, yaitu :

l. Sumber Utama Energi dan Makanan

Salah satu manfaat algae yang sangat penting adalah sebagai penghasil

utama bahan organik di dalam ekosistem perairan. Dalam ekosistem perairan,

keberadaan algae merupakan bagian utama dari rantai makanan. Hal ini berkaitan

dengan aktivitas fotosintesis yang terjadi pada algae. Sebab aktivitas fotosintesis

merupakan sumber oksigen terhadap lingkungan perairan di sekitarnya, di mana

akan memberikan keuntungan secara langsung terhadap organisme lainnya yang

hidup dalam air.


Proses fotosintesis dapat berlangsung dalam ekosistem perairan karena

adanya sinar matahari. Sebagaimana kita ketahui bahwa semua energi berasal dari

matahari dan hanya tumbuh-tumbuhan hijau yang dapat mengubah energi tersebut

menjadi makanan hewan. Itulah sebabmya, kehidupan hewan dalam air sangat

tergantung pada algae yang merupakan sumber utama energi dan makanan.

2. Makanan Manusia

Sejak ratusan tahun yang lalu, lebih dari 100 jenis algae (terutama algae

coklat dan al-gae merah) telah digunakan sebagai bahan makanan di berbagai

belahan dunia. Selain itu, beberapa jenis dari algae hijau juga telah digunakan

sebagai bahan makanan sebab mengandung sejumlah mineral, vitamin,

karbohidrat dan protein. Zat-zat makanan tersebut dapat ditemukan baik dalam

dinding sel maupun dalam sitoplasma.

3. Agar

Agar atau sering juga disebut "agar-agar" merupakan suatu asam sulfurik,

ester dari galaktan linear yang dapat diekstraksi dari beberapa jenis algae merah.

Secara umum digunakan sebagai media budidaya di laboratorium untuk

membudidayakan fungi, bakteri dan beberapa jenis algae, sebab mengandung

galaktosa dan sulfat. Penggunaan agar yang lain adalah sebagai obat pencahar.

Selain itu, agar juga sering digunakan dalam pengepakan makanan kaleng,

kosmetik, industri kulit, tekstil, kertas, fotografi, pembuatan pil dan salep.

Produksi agar di berbagai belahan dunia menggunakan bahan baku Gelidium,

Gracilaria, Ahnfeltia, Hypnea, Campylaephora, Pterocladia, Eucheuma,

Gigartina, Chondrus, Phyllophora, Acanthophora specifera, Ceramium spp.,


Corallopsis sp. Digenea simplex, Laurencia tropica dan Porphyra. Bahan baku

tersebut sebagian besar masih merupakan hasil panen dari sediaan alam.

4. Karaginan

Karaginan merupakan senyawa kompleks yang tersusun oleh D-galaktose-

3,6-anhidro-D-galaktose dan monoester asam sulfat. Karaginan dapat diekstraksi

dari Acantophora specifera, A. muscoides, Chondrococcus hornemannii,

Eucheuma cottonii, E. isiforme, E. serra, E.spinosum, Galaxaura oblongata,

Gigartina, Gymnogongrus sp, Hypnea cervicornis, H. musciformis, H. valentiae

dan Laurencia papillosa.Karaginan digunakan dalam pembuatan pasta gigi,

kosmetik, cat, penghalus dalam industri kulit, tekstil, bir dan industri farmasi. Para

dokter juga menggunakan karaginan dalam mempercepat proses pembekuan

darah. Manfaat lain dari karaginan adalah sebagai penjernih jus, minuman

beralkohol dan gula bit.

5. Alginat

Derivat-derivat alginat dan asam alginat diekstraksi dari dinding sel algae

coklat. Beberapa jenis algae coklat yang biasa digunakan sebagai bahan baku

pengolahan alginat.

Alginat terutama digunakan dalam industri pembuatan ban, cat, es krim,

kain tahan api, dan barang-barang dari plastik. Asam alginat sangat efektif

digunakan dalam menghentikan pendarahan. Derivat-derivat asam alginat juga

digunakan dalam pembuatan sup, krim dan saus.

6. Funori

Salah satu jenis lem yang berasal dari algae merah, Gloiopeltis furcata di

Jepang dikenal dengan nama "funori". Funori memiliki day a adhesif yang sangat
tinggi, digunakan untuk kertas dan kain. Secara kimiawi, funori mirip dengan

agar, tetapi tidak mengandung gugus ester sulfat. Beberapa jenis algae yang

digunakan untuk bahan pembuatan funori seperti Ahnfeltia, Chondrus,

Grateloupia dan Iridaea.

7. Sumber Mineral

Algae diketahui jugamerupakan sumber mineral yang sangat penting.

Beberapa diantaranya adalah:

a. Yodium diekstraksi dari beberapa jenis al gae, yaitu : Gloiopeltis furcata,

Hijikia fusiforme, Digenea simplex, Ulva lactuca, Gelidium amansii, Laminaria

religosa dan Porphyra tenera.

b. Bromin (3-6%) diekstraksi dari beberapa jenis algae merah, seperti

Polysiphonia, Rhodymenia.

c. Beberapa jenis algae memiliki kandungan Ca, K, Mg, Na, Cu, Fe dan Zn

yang cukup tinggi, yaitu : Caulerpa lentillifera, Dictyota spp.,Eucheuma

alvarezii, Gracilaria coronopifolia, G. verrucosa, Hypnea cervicornis,

Laurencia tronoi, Sargassum spp., Turbinaria conoides, Ulvalactuca.

d. Dalam industri pembuatan sabun dan alat- alat gel as, algae telah

digunakan sebagai sumber soda.

8.Makanan Ternak

Algae merupakan salah satu sumber makanan pokok beberapa jenis

ternak, khususnya di negara-negara maritim. Algae yang dijadikan makanan

ternak terutama dari kelompok algae coklat, algae merah, dan beberapa jenis

algae hijau.
a. Laminaria, digunakan sebagai makanan ternak di beberapa

wilayah di negara Inggris, Finlandia dan Jepang.

b. Sargassum digunakan sebagai makanan ternak di beberapa

wilayah di negara Inggris, Jepang dan Hongkong.

c. Ascophyllum digunakan sebagai makanan ternak di Inggris,

Norwegia, Jepang dan Selandia Baru.

d. Ayam petelur yang memakan tepung Ascophyllum dan tepung

Fucus akan menghasilkan telur dengan kadar Yodium yang tinggi.

e. Sumber makanan untuk ikan "Tilopia" hanya dari kelompok algae

hijau dan algae hijau-biru.

f. Macrocystis digunakan sebagai makanan ternak sebab kandungan

vitamin A dan E yang cukup tinggi.

g. Rhodymenia merupakan makanan ternak yang umum di Perancis.

Rhodymenia diketahui memiliki kandungan Bl yang cukup tinggi.

9. Bahan Pupuk

Adanya kandungan fosfor, kalium, dan beberapa unsur-unsur runut pada

makroalgae sehingga beberapa negara di dunia menggunakannya sebagai bahan

pupuk. Makroalgae dicampur dengan bahan-bahan organik lainnya atau

dibiarkan membusuk di tanah.

a. Lithophyllum, Lithothamnion dan Chara digunakan untuk tanah

yang kekurangan kalsium.


b. Fucus vesiculosus merupakan bahan pupuk yang umum digunakan

di Irlandia untuk tanaman kentang dan kapas. Sedangkan Fucus serratys

digunakan di Inggris untuk tanaman kentang dan brokoli

c. Produksi padi dapat ditingkatkan menjadi 30% setelah areal

persawahan diinokulasi dengan campuran nitrogen dan algae hijau biru.

d. Di beberapa negara yang sedang berkembang, suatu ekstrak yang

dipekatkan yang berasal dari berbagai jenis algae yang berbeda dijual di

pasaran sebagai pupuk cair. Pupuk cair semakin banyak digunakan karena

lebih efisien, dimana dapat langsung diserap tanaman. Penyerapan pupuk

cair dapat melalui daun dan akar tanaman.

10. Antibiotik

Chlorellin merupakan salah satu antibiotik yang diperoleh dari Chlorella.

Beberapa substansi antibakteri efektif dalam mencegah pertumbuhan bakteri gram

positif dan gram negatif diperoleh dari Ascophyllum nodosum, Rhodomenia larix,

Laminaria digitata, Palveria dan Polysphonia. Antibiotik yang dapat

menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri, diperoleh dari Nitzschia palea.

Antibiotik tersebut efektif dalam pencegahan Escherichia coll. Jenis-jenis algae

lainnya yang memiliki khasiat sebagai antibiotik, yaitu Amansia, Asparagopsis

taxiformis, Laurensia obtusa, Ulvapertusa dan Wrangelia.

11. Penanggulangan Limbah

Penanggulangan limbah merupakan masalah yang tidak mudah dilakukan.

Sumber utama limbah terutama berasal dari buangan rumah tangga dan industri.

Limbah banyak mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, baik yang

terlarut maupun yang dalam bentuk padat.


Proses pengelolaan limbah terutama berlangsung dalam suatu proses aerorik dan

proses oksigenasi. Kedua proses ini dapat berlangsung secara cepat dengan

adanya al-gae jenis Chlomydomonus, Chlorella, Euglena, dan Scenedesmus.

Proses aerasi limbah sangat esensial, terutama untuk limbah dalam jumlah sedikit

atau di areal pertambakan untuk menghindari bau yang tak sedap.

2.1.4 Klasifikasi alga

2.1.4.1 Alga coklat

Alga coklat merupakan alga yang berukuran besar. Alga coklat ada

membentuk padang alga yang lepas. Tumbuhan ini membentuk hutan lebat dan

diantara daun-daun dan tangkai-tangkainya di dalam permukaan laut. Lingkungan

hidup alga coklat di laut dan hanya sebagian kecil saja yang hidup di muara

sungai. Susunan tubuhnya umumnya bersel banyak (multiseluler) dan tubuhnya

sudah dapat dibedakan antara helaian (lamina), tangkai, dan pangkal yang

menyerupai bentuknya akar (hapreta). Pigmentasi yang dimiliki alga coklat adalah

klorofil a dan c, karotenoidnya beta (beta karoten), dan xantofilnya adalah

fukoxantin, violaxantin, dan flavoxantin. Sedangkan cadangan makananya berupa

manitol (senyawa alkohol) dan laminarin (senyawa karbohidrat).11,14,15

Terdapat sekitar delapan marga kelas alga coklat (Phaeophyceae) di

perairan Indonesia. Enam jnis diantaranya telah dimanfaatkan oleh penduduk

Indonesia terutama untuk konsumsi langsung dan digunakan untuk pengobatan.


Kelompok alga laut penghasil algin berasal dari kelas ini terutama dari jenis

Sargassum sp, Cystoseira sp, dan Turbinaria sp.11

Alga dari divisi ini mempunyai ciri – ciri sebagai berikut14:

a) Saat bereproduksi alga ini mempunyai stadia gamet atau zoosprore

berbulu cambuk seksual dan aseksual.

b) Mempunyai pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin dan

fukosantin.

c) Warna umumnya coklat.

d) Hasil fotosintesis berupa laminaran (beta 1-3 ikatan glukan)

e) Pada bagian dalam dinding selnya terdapat asam alginik dan alginate.

f) Mengandung pirenoid dan tilakoid (lembaran fotosintetis)

g) Ukuran dan bentuk thalli beragam dari yang berukuran kecil sebagai

epifit, sampai yang berukuran besar, bercabang banyak, berbentuk pita

atau lembaran cabangnya ada yang sederhana dan ada pula yang tidak

bercabang

h) Umumnya tumbuh sebagai alga benthic

Dari division ini yang akan dikemukakan adalah spesies dari marga

Sargassum sp, Hormophysa sp, dan Turbinaria sp.14

A. Sargassum sp

Ciri – ciri yang terdapat pada marga ini adalah :

1) Bentuk thallus umumnya silindris atau gepeng

2) Cabangnya rimbun menyerupai pohon didarat

3) Mempunyai gelembung udara yang umumnya soliter

4) Panjangnya mencapai 7 meter


5) Warna thallus umumnya coklat

Sargassumsp tersebar luas di Indonesia, tumbuh diperairan yang terlindung

maupun yang berombak besar pada habitat batu. Dikepulauan Seribu alga ini

dinamakan oseng. Zat yang dapat diekstraksi dari alga ini berupa alginate yaitu

suatu garam dari asam alginik yang mengandung ion sodium, kalsium, dan

barium.

B. Hormophysa sp

Ciri – ciri umum marga ini adalah :

1) Sturuktur thallinya agak berbeda dari Sargassum, walaupun warnanya persis

sama

2) Thallinya berbentuk segitiga dan lembara thalli berkedudukan mengitari garis

sentral daun. Thalli ini tidak memiliki gelumbung udara.

Umumnya tumbuh dengan membentuk satu komunitas dengan Sargassum.

Jadi sebaran dan habitatnya sama dengan marga tersebut. Zat yang terkandung di

dalam alga atau algin yang lebih tinggi dari Sargassum (kurang lebih 18%.

Hormophyra triquesta pernah ditanam di India dan menunjukkan pertumbuhan

0,33% per hari.

C. Turbinaria sp

Ciri – ciri umum marga ini adalah :

1) Bentuk thallus utama umumnya silindris

2) Cabangnya memutar dengan bentuk daun yang menyerupai terompet, atau

bentuk kecubung

3) Sebagian besar thalli dapat rontok atau secara musiman dengan warna thalli

umumnya coklat
4) Sebaran habitat dan kandungan zat kmianya hampir sama dengan Sargassum

2.1.4.2 Alga merah

Alga merah (Rhodophyta) merupakan kelas dengan spesies paling banyak

dimanfaatkan dan bernilai ekonomis. Alga merah hidup di air laut, mulai dari tepi

laut sampai laut yang dalam dengan kedalaman 130 meter. Tumbuhan ini hidup

sebagai fitobentos dengan melekatkan dirinya pada substrat lumpur, pasir, karang

hidup, karang mati, batu vulkanik maupun kayu14.

Susunan tubuh alga merah umumnya bersl banyak (multiseluler), tetapi ada juga

yang bersel tunggal, misalnya Porphyridium dan sering juga membentuk filamen

(benang). Pigmentasi yang dimiliki alga mrah antara lain klorofil a dan klorofil d,

dengan karotenoidnya alfa da beta karoten, sedangkan xantofilnya adalah lutein

dan zeanxantin. Perkembangbiakan alga merah, umumnya secara vegetative yaitu

dengan fragmntai, sporik, dan gametik.11

Di Indonesia, alga merah terdiri dari 17 marga dan 34 jnis serta 31 jenis di

antaranya telah dimanfaatkan dan brnilai ekonomis. Hasil identifikasi terhadap

jenis-jnis alga yang tersebar di perairan Indonesia ditemukan sekitar 23 jenis yang

dapt dibudidayakan, yaitu marga Eucheuma enam jenis, marga Gelidium tiga

jenis, marga Gracilaria 10 jenis, dan marga Hypnea empat jenis. Jenis alga di

Indonesia yang paling banyak memiliki kandungan karginan dan gara-agar adalah

dari kelas alga merah (Rhodophyceae). Alga merah yang mngandung karaginan

(karaginofit) adalah dari marga Eucheuma, Kappaphycus, dan Hypnea. Sedangkan

yang mengandung agar-agar (agarofit) dari Gracilaria sp dan Gelidium sp.14

Alga dari divisio ini ditandai oleh sifat – sifat sebagai berikut13:

a) Dalam reproduksi tidak mempunyai stadia gamet berbulu cambuk.


b) Reproduksi seksual dengan korpgonia dan spermatia

c) Pertumbuhan bersifat uniaksial (satu sel diujung thallus) dan mutiaksial

(banyak sel di ujung thallus)

d) Alat pelekat (hold fast) terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak

e) Memiliki pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeretrin (berwarna merah) dan

fikosianin (berwarna biru)

f) Bersifat beradapatasi kromatik, yaitu memiliki penyeusaian antara proporsi

pigmen dengan berbagai kaulitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai

warna pada thalli seperti merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning dan hijau.

g) Mempunyai persediaan makanan berupa kanji (Floridean strach)

h) Dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar, keraginan, porpiran dan

furselaran.

Spesies ekonomis dari division ini yang akan dikemukakan adalah marga

Eucheuma, Gracilaria, Gelidium, Hypnea, Gigartina dan Rhodymenia.13

A. Eucheuma spp

Ciri – ciri umum marga ini adalah13:

1) Thalli (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris atau gepeng

2) Berwarna merah, merah coklat, hijau kuning dan sebagainya

3) Bercabang berselang tidak teratur

4) Memiliki benjolan – benjolan (blunt nodule) dan duri – duri atau spiner

5) Substansi thalli “gelatinus” dan/atau kartilagenus” (lunak seperti tulang rawan)

Kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada daerah

yang selalu terendam air (subtidal) melekat pada substrat di dasar perairan yang

berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gampig, atau cangkang moluska
yang merupakan habitat jenis Eucheuma umumnya terdapat didaerah tertentu

dengan persyaratan khusus. Alga jenis ini tumbuh dengan baik didaerah pantai

terumbu (reef), karena ditempat inilah beberapa persyaratan untuk

pertumbuhannya banyak terpenuhi, diantaranya faktor kedalaman perairan,

cahaya, substrat dan gerakan air. Habitat khas adalah daerah yang memperoleh

aliran air liur tetap, mereka lebih menyukai variasi suhu harian yang kecil dan

substrat batu karang mati. Tumbuh mengelompok dengan berbagai jenis tumput

laut lainnya. Pengelompokkan ini tampaknya penting dan saling menguntungkan

di antaranya dalam hal penyebaran spora.13

Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia

perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan dalam setiap

spesies Euchema kadar karaginan berkisar antara 54%-73% tergantung pada jenis

dan lokasinya di Indonesia berkisar antara 61,5%-67,5%. Selain karaginan dalam

Eucheuma masih terdapat lagi beberapa zat organik lain seperti protein, lemak,

serabut kasar, abu dan air.13

B. Gracilaria sp

Alga di Indonesia ini mempunyai berbagai nama meneurut daerahnya,

misalnya bulung sagu (Bali) dan kasang (Jawa Barat). Ciri umum marga ini

adalah 13

1) Thalli berbentuk silindris atau gepeng dengan percabangan, mulai dari yang

sederhana sampai pada yang rumit atau rimbun

2) Diatas percabangan umumnya bentuk thalli agak mengecil


3) Perbedaan bentuk, struktur dan asal-usul pembentukan organ reproduksi sangat

penting dalam perbedaan setiap spesies

4) Warna thalli beragam, mulai dari warna hijau-coklat, merah, pirang, merah-

coklat dan sebagainya

5) Subtansi thalli meyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan

Gracilaria umumnya lebih baik pertumbuhan ditempat dangkal daripada

ditempat yang dalam. Substrat batu, pasir, lumpur dan lain-lain adalah tempat

melekatnya. Alga jenis ini lebih menyukai intensitas cahaya yang lebih tinggi.

Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan pembiakan. Suhu

optimum untuk pertumbuhan adalah antara 20 – 28oC, tumbu pada kisaran kadar

garam tinggi dan tahan sampai kadar garam 50 per mil. Dalam keadaan basah

dapat tahan hidup diatas permukaan air selama satu hari.13

Kelompok penghasil agar-agar termasuk jenis alga ini. Kandungan

agarnya bervariasi menurut spesies dan lokasi pertumbuhannya yang umumnya

berkisar antara 16% - 45%. Di indonesia spesies ini merupakan alga penting untuk

bahan baku pabrik agar – agar, disamping komoditas ekspor. Kandungan agar –

agar dari Graciliaria sp di Indonesia mencapai 47,34% produksinya masih

bergantung dari alam.13

C. Gellidium sp

Ciri – ciri umum marga ini adalah 13:

1) Tanaman berukuran kecil sampai sedang (panjang kuag lebih 20 cm dan lebar

1,5 mm)

2) Batang utama tegak dengan percabangannya yang biasanya menyirip

3) Thalli berwarna merah, coklat, hijau – coklat atau pirang


4) Organ reproduksinya berukuran mikroskopis

5) Sistokarp mempunyai lubang kecil (osteolo) pada dua belah sisi thallus,

tetraspora membelah krisiat atau tetrahedral

Di Indonesia Gelidium memiliki berbagai nama menurut daerah, misalnya

kades dan intip kembang karang (Jawa Barat), bulung merak dan bulung ayam

(Bali), sayur laut (Ambon).13

Perairan pantai berbatu dab terbuka merupakan sebaran dan habitat di Indonesia
pada umumnya yang kebanyakan di daerah pantai Samudra India. Pengaruh alam
yang banyak menentukan sebarannya adalah macam substrat, kadar garam
(salinitas), ombak, arus dan pasang surut. Substrat dasar tempat melekatnya
biasanya berupa batu karang mati, gamping dan batu vulkanik. Kisaran salinitas
perairan 13 – 37 per ml. Gelidiumyang tumbuh diperairan Indonesia adalah jenis
yang menyukai slinitas tinggi (sekitar 33 per ml). perbedaan pasang surut
ditempat hidupnya beragam, misalnya di Bali tumbuh dengan pasang surut 10 –
250 cm, di Seram Timur antara 30 – 230 cm dan di Selatan Jawa antara 10 – 220
cm. Spesies ini agak tahan pengudaraan (exspore) selama 5-9 jam. Hal ini
berhubungan erat dengan kadar air yang hilang dari alga ini selama proses
tersebut yaitu sekitar 35% - 50%.13
Berbagai jenis Gelidium di Indonesia dan negara lain dimanfaatkan

sebagai bahan baku pabrik agar – agar dalam negeri dan sebagai komoditas

ekspor. Kandungan agar –agarnya berkisar antara 12% - 48% tergantung jenisnya.

Sedangkan status produksinya di Indonesia masih tergantung pada sediaan

alami.15

D. Hypnea sp

Ciri – ciri umum marga ini adalah13:

1) Thallus-nya kebanyakan lunak dengan subtansi menyerupai gel atau lunak

seperti tulng rawan (kartilagenus)

2) Tegak dengan percabangan yang rimbun dan beragam, berukuran sedang atau

kecil
3) Warnanya ada yang hijau-kuning, ciklat dan merah

4) Sistokarp jelas terlihat berupa bintilan pada Thalli

Fitokoloid yang dapat diekstrak dari spesies ini berupa agar dan karaginan

yang kadarnya beragam menurut jenis dan lokasi pertumbuhannya. Beberapa jenis

Tersebar luas di perairan luat Indonesia. Spesies ini terdapat pada berbagai habitat

antara lain yang bersubstrat batu, pasir, dan benda – benda perairan lainnya.

Bahkan banyak dintaranya tumbuh sebagai epifit atau penempel pada tanaman

lain.13

E. Gigartina sp

Ciri – ciri umum marga ini adalah 13:

1) Thalli-nya membentuk lembaran atau dengan percabangan yang rimbun, biasa

atau dikhotomus

2) Substansi thalli lunak speerti gel

3) Warnanya merah tua atau pirang

4) Sistokpar jelas terlihat berupa bintilan dipermukaan thalli sedangkan

spermatangianya mengelempokkan di ujung percabangan

Spesies ini banyak yang merupakan sumber ekonomis penting sebagai penghasil

karginan. Kandungan karaginannya sekitar 52%.13

F. Rhodymenia sp

Ciri – ciri yang terdapat pada marga ini adalah 13:

1) Thallinya berbentuk pita atau lembaran dengan percabangan sederhana atau

dikhotomus. Percabangan tersebut sering juga tumbuh dari pinggir lembaran atau

berbentuk telapak tangan.

2) Substansi thallinya mirip dengan Gigartina


Hypnea di Indonesia sudah dimanfaatkan sebagai bahan makanan tambahan atau

sebagai bahan media pertumbuhan bakteri ini dan berupa agar.13

Jenis ini belum banyak diketahui di Indonesia, demikian juga pemanfaatannya

masih kurang. Diluar negeri, speerti negara Eropa dan Amerika Utara. Jenis ini

sudah dimanfaatkan secara intensif sebagai makanan tambahan. Produksinya

diperoleh dari sediaan alami dan budidaya.

2.1.4.3 Alga hijau

Ciri – ciri alga ini adalah 13:

a) Reproduksi mempunyai stadia berbulu cambuk, seksual dan aseksual

b) Mengandung klorofil a dan b, beta, gamma karoten dan santhofil

c) Persediaan makanan berupa kanji dan lemak

d) Dalam dinding selnya terdapat selulosa, sylan dan mannan

e) Memiliki thilakoid

f) Dalam plastida terdapat pirenoid sebagai tempat penyimpanan produksi

fotosintesis

g) Thalli satu sel, berbentuk pita, berupa membrane, tubular dan kantong atau

berbentuk lain

h) Umumnya eukariotik, berinti satu atau banyak (kunositik)

i) Bersifat bentik dan plankotonik

Spesies yang tergolong dalam dua marga dari division ini adalah Caulerpa sp,

Ulva sp dan Enteromorphora sp.13

A. Ulva sp

Ciri – ciri umum marga ini adalah :


1) Kebanyakan sel bagian tengah dan ujung berisi sampai 4 pirenoid untuk

masing–masing sel

2) Tempat kloroplas tidak kelihatan seperti mangkuk di bagian permukaan sel

3) Bentuk dan susunan sel sama seperti tanaman tingkat tinggi

Bagian thallus basal mempunyai bentuk sel seperti akar serabut berjumlah dua

atau lebih, dengan panjang sel beragam dan panjang sel tiap-tiap spesies.13

2.2 Eucheuma spinosum

Rumput laut dianggap sebagai sumber biomassa generasi ketiga untuk

produksi bioetanol. Rumput laut memiliki produktivitas yang tinggi per satuanluas

per tahun, dan tidak ada persaingan dengan tanaman pangan. Saat ini,Eucheuma

spinosum dibudidayakan komersial di Filipina, Cina, Indonesia,Malaysia (Sabah),

Tanzania, dan Kiribati. Polisakarida di spesies Eucheuma sebagian besar dalam

bentuk karagenan, sebagai komponen dinding sel.Karagenan adalah utama


16
polisakarida hadir dalam banyak makroalga merah (rumput laut) . Eucheuma

adalah alga merah yang biasa ditemukan di bawah air surut rata-rata pada pasut

bulan-setengah. Alga ini mempunyai thallus yang silindris berdaging dan kuat

dengan bintil-bintil atau duri-duri yang mencuat ke samping pada beberapa jenis,

thallusnya licin. Warna alganya ada yang tidak merah, tetapi hanya coklat kehijau-

hijauan kotor atau abu-abu dengan bercak merah. Di Indonesia tercatat empat

jenis, yakni Eucheuma spinosum, Eucheuma edule, Eucheuma alvarezii dan

Eucheuma serra 17.

Eucheuma spinosum merupakan rumput laut dari kelompok Rhodopyceae

(alga merah) yang mampu menghasilkan karaginan. Eucheuma dikelompokkan

menjadi beberapa spesies yaitu Eucheuma edule, Eucheuma spinosum, Eucheuma


cottoni, Eucheuma cupressoideum dan masih banyak lagi yang lain. Kelompok

Eucheuma yang dibudidayakan di Indonesia masih sebatas pada Eucheuma

cottoni dan Eucheuma spinosum. Eucheuma cottoni dapat menghasilkan kappa

karaginan dan telah banyak diteliti baik proses pengolahan maupun elastisitasnya.

Sedangkan Eucheuma spinosum mampu menghasilkan iota karaginan 17.

Eucheuma spinosum tumbuh melekat pada rataan terumbu karang, batu

karang, batua, benda keras, dan cangkang kerang. Eucheuma spinosum

memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis sehingga hanya hidup pada

lapisan fotik. Habitat khas dari Eucheuma adalah daerah yang memperoleh aliran

air laut yang tetap, lebih menyukai variasi suhu harian yang kecil dan substrat

batu karang mati 17.

2.2.1 Taksonomi Eucheuma spinosum

Eucheuma spinosum termasuk dalam kelas Rhodophyceae atau alga merah

dengan

klasifikasi sebagai berikut:.

Kingdom : Plantae

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieracea

Genus : Eucheuma

Species :Eucheuma spinosum


Gambar 2.1.

Eucheuma

spinosum

(Sumber : Dokumentasi pribadi)

Menurut Prajitno (2006) telah didapatkan fakta bahwa rumput laut

Halimeda opuntia mengandung senyawa polifenolik atau flavonoid yang terdiri

dari quercitrin, epigallocathecin, cathecol, hesperidin, miricetin dan morin.

Epigallocathecin merupakan komponen penting yang digunakan sebagai aktivitas

Antioksidan 18.

2.2.2 Kandungan senyawa aktif Eucheuma spinosum

Kandungan hasil uji fitokimia Eucheuma spinosum 19

1. Hasil ekstrak rumput laut Eucheuma spinosum diperoleh dari selisih berat awal rumput

laut 1.500gr. Kemudian dilakukan evaporasi mendapatkan hasil masing-ma-sing yaitu

Metanol 50%=23,75 gr, metanol 95%=17,71gr, etanol 50%=27,67 gr, etanol

95%=18,51 gr. Setelah mendapat hasil berat awal dan hasil berat setelah dievaporasi
di-lakukan perhitungan rendemen dan menghasilkan berat metanol 50%=1,6%,

metanol 95%=1,2%, etanol 50%=1,8% dan etanol 95%=1,2%.

2. Aktivitas antioksidan pada rumput laut Eu-cheuma spinosum menggunakan 2 jenis pe-

larut yaitu metanol dan etanol pada konsentrasi masing-masing 50% dan 95% ditandai

dengan nilai IC50, metanol 50%=223,305, metanol 95%=238,128, etanol 50%=

113,882 dan etanol 95%=97,522.

3. Hasil uji fitokimia ekstrak rumput laut Eucheuma spinosum dengan pelarut metanol

dan etanol. Pada konsentrasi etanol 50% dan 95% menghasilkan (+) atau terbentuk-

nya warna pada golongan senyawa alkaloid, steroid, polifenol, flavonoid. Sedangkan

pa-da konsentrasi metanol 50% menghasilkan (+) pada golongan senyawa alkaloid,

ste-roid, saponin, polifenol, flavonoid dan pada konsentrasi 95% menghasilkan (+)

dari ke-enam golongan senyawa yang di uji yaitu alkaloid, steroid, saponin,

terpenoid, polifenol, flavonoid.

2.2.3 Kandungan Eucheuma spinosum20

Rumput laut Eucheuma spinosum mengandung polisakarida yang tinggi

merupakan struktur dari dinding sel yang diekstrak dari rumput merah

menghasilkan karagenan dan agar, sedangkan rumput laut coklat yang

menghasilkan alginat. E.spinosum merupakan salah satu kelompok alga merah

hasil ekstraknya karagenan. Kadar air rumput laut Eeucheuma cottonii kering

menurut SNI 1992 maksimal 35%, kadar E. spinosum mengacu pada kadar air E.

cottonii, kadar air rumput laut drai penelitian ini masih memenuhi standar mutu

rumput laut kering. Kadar air merupakan komponen kimia penting yang

berhubungan dengan mutu rumput laut. Untuk kadar abu karagenan dari tiga

rumput laut perairan (Nusa Penida, Takalar, dan Sumenep), memiliki kadar abu
mulai 18,70- 19.55%. kadar abu rumput laut cukup tinggi karena rumput laut

mengandung mineral-mineral baik yang makro maupun mikro. Fraksi mineral dari

beberapa rumput laut hampir 30% dari berat kering. Menurut Hirao (1971),

kandungan abu pada rumput laut berkisar antara 15- 40%, dengan kandungan

mineral utamanya adalah Natrium (16-4.7%), kalium (2.5-7.5%), kalsium (0.2-

2.4%), iodin 20-2500 ppm. Kandungan lemak rumput laut sangat sedikiti. Hasil

analisis kadar lemak E. spinosum 0.02-0.1%. Hasil analisis kadar protein dari

rumput laut E. spinosum berkisar 4.85-5.95%, dibandingkan rumput laut coklat

lebih rendah. Kandungan sulfat meningkat karena semakin meningkat kandungan

karbohidrat pada rumput laut tersebut. Komponen karbohidrat pada rumput laut

merupakan komponen utama terdiri dari D dan L-galaktosa, 3,6-anhidrogalaktosa,

ester sulfat, gula alkohol dan inositol. Karbohidrat pada rumput laut E. spinosum

merupakan senyawa polisakarida linier dari unit Dgalaktosa dan L-galaktosa 3,6-

anhidrogalaktosa berikatan dengan sulfat atau tidak yang dihubungkan dengan a

(1,3) dan b (1,4) dengan ikatan glikosidik. Hasil analisis komposisi kimia dari

E.spinosum menunjukkan bahwa kandungan paling tinggi kadar karbohidrat,

kemudian air, kadar abu, protein dan paling rendah adalah lemak.

2.3 Ameloblastoma6

Ameloblastoma berasal dari sel pembentuk enamel dari epitel odontogenik

yang gagal mengalami regresi selama perkembangan embrional, misalnya sisa

dari lamina gigi. Bila sisa-sisa ini berada di luar tulang di dalam jaringan lunak

dari gingiva atau mukosa alveolar maka dapat menyebabkan ameloblastoma

periferal. Sumber lain yang mungkin adalah epitel permukaan gingiva dan tepi

kista odontogenik. Faktor penyebab terjadinya ameloblastoma seperti halnya


penyebab neoplasma yang lain pada umumnya belum diketahui dengan jelas.

Namun beberapa ahli beranggapan bahwa beberapa faktor kausatif yang dianggap

sebagai penyebab terjadinya gangguan histodifferensiasi pada ameloblastoma

meliputi (1) faktor iritatif non spesifik seperti tindakan ekstraksi, karies, trauma,

infeksi, inflamasi, atau erupsi gigi, kelainan defisit nutrisi dan patogenesis

kemungkinan sumber ameloblastoma adalah sebagai berikut (a) sisa-sisa sel organ

enamel, sisa lamina dental atau sisa lapisan hertwig’s, sisa epitel malases (b) epitel

odontogenik, terutama kista dentigerus dan odontoma, (c) gangguan

perkembangan organ enamel, (d) sel-sel basal dari epitel permukaan rahang, (e)

epitel heterotopik dalam bagian lain tubuh, khususnya glandula pituitary.

Pernyataan bahwa sumber ameloblastoma berasal dari epitel kista odontogenic

terutama kista dentigerous didukung oleh Stanley dan Diehl yang melaporkan

secara retrospektif 33% dan 17% dari seluruh ameloblastoma timbul dalam atau

tergabung dengan kista dentigerous. Secara klinis ameloblastoma biasanya

asimtomatik dan tidak menyebabkan perubahan fungsi nervus sensorik. Tumor ini

berkembang dengan lambat, hingga dapat menampakkan pembengkakan.

Sebagian besar pasien secara khas datang dengan keluhan utama bengkak dan

asimetris pada wajah. Terkadang tumor yang kecil dapat teridentifikasi pada foto

radiografi rutin. Seiring dengan pembesaran tumor, tumor membentuk

pembengkakan yang keras dan kemudian dapat menyebabkan penipisan korteks

yang menghasilkan egg shell crackling. Pertumbuhan yang lambat juga

memungkinkan formasi tulang reaktif yang mengarah pada pembesaran masif dan

distorsi rahang. Apabila tumor ini diabaikan, maka dapat menimbulkan perforasi

tulang dan menyebar ke jaringan lunak yang menyulitkan tindakan eksisi. Nyeri
adakalanya dilaporkan dan terkait dengan infeksi sekunder. Efek yang lain

meliputi pergerakan dan pergeseran gigi, resorpsi akar gigi, paraestesia bila

canalis alveolar inferior terkena, kegagalan erupsi gigi, dan sangat jarang

ameloblastoma dapat mengulserasi mukosa. Secara umum ameloblastoma adalah

jinak namun invasif lokal, sedangkan ameloblastoma maksilar Nampak sebagai

lesi yang lebih agresif dan persisten. Hal ini kemungkinan disebabkan tulang

maxilla yang tipis dan rapuh, tidak seperti tulang mandibula yang tebal, yang

memungkinkan penyebaran tumor tanpa halangan pada struktur di sekitarnya.

Suplai darah yang baik ke maxilla bila dibandingkan dengan mandibula juga

berkontribusi terhadap percepatan penyebaran neoplasma lokal ini. Sedangkan

pada pasien-pasien dengan ameloblastoma sinonasal primer pada sebuah

penelitian menampakkan adanya lesi massa dan obstruksi nasal, sinusitis,

epistaksis, bengkak pada wajah, dizziness, dan nyeri kepala.

2.4 Ekstraksi maserasi21

Alga merah ditimbang sebanyak 60 g dan diekstraksi secara maserasi

menggunakan 300 mL pelarut etanol kemudian dilakukan pengocokan

menggunakan shakker selama 3 jam, disaring dengan corong Buchner. Perlakuan

yang sama dilakukan dengan mengunakan pelarut n-heksana. Masing-masing

filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator. Maserasi dilakukan dengan

menimbang serbuk sampel sebanyak 60 g kemudian direndam dalam pelarutnya

yaitu etanol 96 % dan n-heksana. Pemilihan pelarut didasarkan pada tingkat

kepolarannya. Senyawa yang bersifat polar hanya dapat larut dalam pelarut polar

dan semipolar, dan sebaliknya, senyawa yang bersifat nonpolar hanya dapat larut
dalam pelarut nonpolar dan semi polar yang dikenal dengan hukum

“likedissolvelike”.

2.4 Toksisitas22

Toksisitas adalah efek berbahaya dari bahan kimia atau suatu obat pada

organ target. Umumnya setiap senyawa kimia mempunyai potensi terhadap

timbulnya gangguan atau kematian jika diberikan kepada organisme hidup dalam

jumlah yang cukup (Hayes, 1983). Uji toksisitas pad ekstrak tanaman biasanya

dilakukan dengan untuk mengetahui tingkat keamanan suatu ekstrak. Dimana

pengujian toksisitas biasanya dengan menggunakan hewan uji. Salah satu hewan

uji yang sesuai adalah brine shrimp (udang laut) A. salina Leach, sejenis udang-

udangan primitif dan pertama kali ditemukan di Lymington, Inggris pada tahun

1755 dan termasuk family crustaceae tingkat rendah dari phylum arthropoda.

2.4.1 Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality (BSLT)

Uji toksisitas dimaksudkan untuk memaparkan adanya efek toksik dan

atau menilai batas keamanan dalam kaitannya dengan penggunaan suatu senyawa.

Kadar racun suatu zat kimia salah satunya dapat dinyatakan dengan LC 50 (Lethal

Concentration-50). Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh

karena itu daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat

digunakan untuk menguji ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas. Salah

satu organisme yang sangat sesuai untuk uji toksisitas adalah brine shrimp 23.

BSLT merupakan salah satu metode uji toksisitas yang banyak digunakan

dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari bahan alam. Metode

ini digunakan sebagai bioassay-guided fractionation dari bahan alam, karena


mudah, cepat, murah, dan cukup reproducible. Bioaktivitas yang dapat dideteksi

dari skrining awal dengan metode BSLT diantaranya adalah antikanker, antitumor,

antimalaria, antimikroba, immunosuppressive, antifeedant dan residu pestisida24.

BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) digunakan untuk menentukan

toksisitas suatu ekstrak atau senyawa.Uji toksisitas terhadap larva udang Artemia

salina L. atau BSLT dapat digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian

yang mengarah pada uji sitotoksik.Parameter yang ditunjukkan untuk

menunjukkan adanya aktivitas biologi pada suatu senyawa pada Artemia salina L.

adalah kematiannya. Penggolongan toksisitas atas dasar jumlah besarnya zat

kimia yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya untuk harga LC50 dibedakan

menjadi

a. Toksik (LC50 < µg/ 1000 mL).

b. Tidak toksik (LC50 > µg/1000 mL).

Meyer et al (1982) menyatakan bahwa senyawa uji dikatakan toksik jika

harga LC50 lebih kecil dari 1000 µg/ mL.25

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode untuk
menguji bahan-bahan yang bersifat toksik dan digunakan sebagai suatu
bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam. Metode ini
menggunakan larva Artemia salina Leach sebagai hewan coba. Uji toksisitas
dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik
dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu
selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Prosedurnya dengan
menentukan nilai LC50 dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva
Artemia salina Leach. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode
BSLT jika harga LC < 1000 μg/ ml.
Pengujian menggunakan BSLT diterapkan dengan menetukan nilai Lethal

Concentration 50% (LC50) setelah perlakuan 24 jam. Nilai LC50 merupakan angka yang

menunjukkan konsentrasi suatu bahan penyebab kematian sebesar 50% dari jumlah

hewan coba.1

Referensi:
1. Wibowo S, dkk. Artemia untuk Pakan Ikan dan Udang. Jakarta: Penebar

Swadaya; 2013. h. 8.

2.5 LARVA UDANG Artemia salina Leach

Brine shrimp Artemia adalah salah satu hewan akuatik yang digunakan

dalam industri akuakultur. Ahli geografi menggambarkannya sebagai Kanker

salinus tetapi 61 tahun kemudian, di transfer ke Artemia salina. Taksonomi dari

Spesies Artemia msih sulit di tentukan secara sistematis dan hubungan

filogenetik. Artemia itu secara ekonomis spesies ini menyebabkan kemunduran

dasar studi tentang takson ini, dengan penggunaan nama "Artemia salina ”.

Banyak yang diterbitkan data tentang biokimia, mutasi, toksikologi dan aspek

lain dari Artemia, semuanya menggunakan nama Artemiasalina untuk semua

populasi dalam genus ini. Akibatnya, Artemia ini digunakan dalam banyak studi

akuakultur dan untuk eksperimental tetapi taksonomi dasarnya tidak

dipertimbangkan oleh banyak penulis mengakibatkan taksonomi yang tidak jelas

dengan kesalahan dan koreksi masing-masing tentang sistematis tata nama.1

Jenis Brine Shrimp (udang laut) yang biasa digunakan untuk uji toksisitas

adalah A. salina. Klasifikasi Artemia salina Leach1

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea
Subkelas : Branchiopoda

Ordo : Anostracea

Famili : Artemiidae

Genus : Artemia

Species : Artemia salina Leach

Gambar Larva Udang Artemia salina Leach

Telur Artemia yang dibuahi berkembang ke tahap gastrula, tapi bukannya

terbatas, tetap saja gastrula berdiferensiasi menjadi larva disebut nauplia (0,45

mm) dalam periode 24-36 jam. kista dehidrasi lengkap membutuhkan waktu satu

jam. tergantung pada ketersediaan makanan, nauplia menjadi dewasa maksimal

12-3 minggu. Untuk menghasilkan sirip bebas, nauplia membutuhkan air (hidrasi)
dan oksigen untuk metabolisme. Kista dapat bertahan hingga 80 C. kista terhidrasi

mati pada suhu di bawah 0 C. semakin tinggi salinitas 70 ppt, nauplia tidak akan

bias menetas karena osmotic gradien terlalu tinggi. Pada salinitas kurang dari 5

ppt, kista akan menetas, tetapi hasil nauplia akan mati segera. Kista dehidrasi

berukuran antara 200- 270 mikron dan berat rata-rata 3,5. Kista dapat bertahan

dalam kontak dengan cairan, sangat kering, kurang oksigen dan pengaruh

peptisida.2

1. Asem A. The genus artemia leach, 1819 (Crustacea: Brachiopoda). True

and false taxonomical descriptions. J Aquat; 38(3): 501.


2. Balneo. Artemia salina. Sc biosafety 2011; 2(4): 119-121.
DAFTAR PUSTAKA

1. Khotimah, K., dan Bambang, Sasmito, B.B.Uji Aktivitas Senyawa

Aktif Alga Coklat (Sargassum Fillipendulla) Sebagai Antioksidan Pada

Minyak Ikan Lemuru (Sardinella longiceps),THPi Student Journal, 2013.

1(1): 10-20.
2. Fretes,H.D., Susanto, A.B.,Prasetyo, B., dan Limantara, L.

Karotenoid dari Makroalgae dan Mikroalgae: Potensi Kesehatan Aplikasi

Dan Bioteknologi,Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 2012, 23(2): 221-

228.
3. Siregar A F dkk. Potensi antibakteri ekstrak rumput laut terhadap

bakteri penyakit kulit pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus

epidermidis, dan Micrococcus luteus. Journal of marine research 2012. 1

(2): 153.
4. Rao AV, and Rao LG. Carotenoids and Human Health, Pharmaco

Res 2007, 55(0): 207-216.


5. Ningrum D S, Hardoko, Sasmito B B. pengaruh ekstrak fucoidan

alga coklat Sargassum polycystum sebagai antikanker terhadap viabilitas

sel hela. THPi student journal 2013. 1 (1): 83-92.


6. Cahyawati T D. Ameloblastoma. Jurnal kedokteran unram, 2018. 7

(1) : 20-24.
7. Lamela M, Anca J, Villar R, Otero J, Calleja JM. Hypoglycemic

activity of several seaweed extracts. Journal of Ethnopharmacology 1989.

27(1-2):35-43.
8. Meyer, B. N., Ferrigni, N. R., Putman, J. E., Jacbsen, L. B., Nicols,

D. E., and McLaughlin, J. L. Brine Shrimp : A Comvenient general

Bioassay For Active Plant Constituents.1982. Plant Medica


9. Anggraeni D, Erwin. Uji fitokimia dan uji toksisitas (Brine shrimp

lethality test) ekstrak daun kelakai (Stenochlaena palustris). 2015 : 71.


10. Pertumbuhan rumput laut gracillaria sp. Pada media yang

mengandung tembaga (Cu) dengan konsentrasi yang berbeda

11. A Hidayat. Budidaya Rumput Laut. Surabaya: Usaha Nasional.

1994. p.15-51

12. Rasyid A. Berbagai manfaat algae. Oseana 2004. 12 (3) : 9-15


13. M Ghufran. Kiat Sukses Budidaya Rumput Laut di Laut dan

Tambak. Yogyakarta. Lily Publisher. 2011

14. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya Balai Budidaya Laut Ambon. 2008

15. Selvi CG, Pannerselvam A, Santhanam A. Hepatoprotective Effects

of Brown Algae Padina Tetrastomatica againts Carbon Tetrachloride

Induced Hepatoxicity. Int J Pharm Bio Sci. 2014 April; 5(2). Pp 66-76
16. Ra, C.H., Jung, J.H., Sunwoo, I.Y., Kang, C.H., Jeong, G.T., Kim,

S.K., 2015,Detoxification of Eucheuma spinosum Hydrolysates with

Activated Carbon for Ethanol Production by the Salt-Tolerant Yeast

Candida tropicalis, J. Microbiol. Biotechnol, 25 (6): 856–862


17. Alam, A.A., 2011, Kualitas Karaginan Rumput Laut Jenis

Eucheuma spinosum Di Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar, Skripsi

pada FIKP Universitas Hasanuddin: Diterbitkan.


18. Prajitno, A. 2006. Pengendalian Penyakit Vibrio harveyii dengan

Ekstrak Rumput laut (Halimeda opuntia) pada Udang Windu (Penaeus


monodon Fab) PL-13. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas

Brawijaya Malang.
19. Podungge A, Lena J. Damongilala, HannyW. Mewengkang.

Kandungan antioksidan pada rumput laut Eucheuma spinosum yang

diekstrak dengan metanol dan etanol (Antioxidant Activity of Seaweed

Eucheuma Spinosum Extracted with Methanol and Ethanol). Jurnal Media

Teknologi Hasil Perikanan 2018; 6 (1): 199-200.


20. Diharmi A, Fardiaz D, Andarwulan N, Heruwati ES. Karakteristik

komposisi kimia rumput laut merah Rhodophycea Eucheuma spinosum

yang dibudidayakan dari perairan nusa penida, takalar, dan sumenep.

Berkala Perikanan Terubuk 2011; 39(2):61-66.


21. Sharo N M, Ningsih R, Nasichuddin A, Hanapi A. Uji toksisitas dan

identifikasi senyawa ekstrak alga merah (Eucheuma cottonii) terhadap larva

udang Artemia salina leach. Alchemy 2013; 2 (3): 170-7.


22. Vitalia N, Najib A, Ahmad A R. Uji toksisitas ekstrak daun

pletekan dengan menggunakan metode brine shrimp lethality test. JFI. 3

(1): 124
23. Lenny S. Uji bioaktifitas kandungan kimia utama puding merah

dengan metode brine shrimp.Jurnal.Medan : USU


24. Colegate, S.M. and Molyneux, R.J. 2007. Bioactive Natural

Products: Determination, Isolation and Structural Determination Second

Edition. Prancis: CRC Press.


25. Sukmawati D N dkk. Uji fitokimia dan uji toksisitas ekstrak etanol

tanaman kesembukan dengan metode BSLT. Alchemy 2014. 2 (3): 189-

193.
26.

Anda mungkin juga menyukai