USULAN PENELITIAN
TIM PENGUSUL:
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Mei 2016
2
3
-
4
DAFTAR ISI
HAL
2. Permasalahan …………………………………………………………………. 9
1. Studi Terdahulu………………………………………………………………… 13
1. Live in……………………………………………………………………...26
2. Observasi……………………………………………………………………26
3. Wawancara Mendalam…………………………………………………… 26
4. FGD………………………………………………………………………. 27
5. Dekontrusi Dokumen……………………………………………………...... 27
6
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………………... 32
7
RINGKASAN
Satu dekade terakhir, mafia narkoba telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu
pusat pasar utamanya. Realitasnya, penyebarannya meluas baik secara geografis maupun
dari segi penggunanya. Satu dekade lalu, secara geografis penyebarannya berpusat di kota
dan tempat-tempat hiburan malam, saat ini melebar hingga ke pelosok desa. Pengguna
narkoba sepuluh tahun lalu terbatas pada kalangan tertentu, kini tidak lagi terbatas. Anak-
anak, remaja dan bahkan terdapat pula disebagian daerah di Indonesia kaum agamawan pun
menjadi pencandunya. Realitas ini memaksa Presiden Joko Widodo dengan tegas
mendeklrasikan Indonesia berada dalam keadaan darurat narkoba. Aparatur negara terkait
diperintahkan melakukan apapun untuk menanggulangi narkoba yang mengancam
eksistensi bangsa Indonesia ini. Menyahuti perintah presiden ini, di Aceh pelbagai upaya
dilakukan oleh aparat terkait seperti kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN)
dalam menanggulangi dan memberantas maraknya peredaran narkoba namun tidak efektif
mengurangi perluasan dan massifikasi penyebarannya.
Dalam keresahan sosial yang memuncak akibat penyalahgunaan narkoba ini, di
Aceh tepatnya di Ujoeng Pacu Lhokseumawe Teungku Dayah (Kiai/Elite Agama Islam
Lokal) tampil kedepan meng-agensikan gerakan kolektif masyarakat memberantas narkoba.
Menariknya, di Ujoeng Pacu ini melalui kekuatan penguasaan keislamannya mereka
mampu mengkonsolidasi massa bergerak melawan para mafia. Meskipun pelbagai ancaman
dan teror bom disebarkan oleh para mafia narkoba bahkan sampai jatuh korban, masyarakat
tidak bergeming. Berdasarkan kharismanya Teungku Dayah mampu mempertahankan
moralitas gerakan. Akhirnya, Teungku Dayah dan masyarakat berhasil mengusir dan
memenjarakan mafia dan anteknya. Realitas ini menarik dikaji, utamanya untuk memahami
mengapa melalui agensi Teungku Dayah masyarakat berani melawan mafia narkoba yang
terorganisir dan Bagaimana pula model agensi gerakan kolektif pemberantasan narkoba
yang dilakukan oleh teungku Dayah.
Tujuan dari studi ini adalah menemukan satu model agensi gerakan kolektif
masyarakat dalam memberantas narkoba yang diagensikan oleh Teungku Dayah (Kiai/Elite
Agama Islam Lokal) sehingga dapat menjadi pembelajaran berharga (Lesson Learned) bagi
upaya sejenis khususnya di Indonesia maupun ditingkat global. Temuan model agensi
gerakan kolektif masyarakat yang diagensikan oleh Teungku Dayah dalam pemberantasan
narkoba ini secara khusus dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan
intervensi (policy brief) dalam menggerakkan masyarakat sebagai salah satu strategi utama
dalam pemberantasan narkoba. Temuan studi ini secara akademis menambah kekayaaan
teoritik dan konseptual khususnya sosiologi gerakan sosial.
Metode yang digunakan dalam mencapai tujuan di atas adalah metode etnografi.
Pengumpulan data dilakukan melalui Live In, Observasi, Wawancara Mendalam (indept
interview), Focus Group Discussion dan Dekontruksi Dokumen. Penelitian ini dilaksanakan
dalam 2 (Dua) tahun. Hasil penelitian ini dipublikasikan melalui jurnal ilmiah nasional Non
Akreditasi dan Berakreditasi. Untuk Jurnal Non Akreditasi adalah Jurnal Subtantia UIN Ar-
Raniry Banda Aceh. Sementara jurnal Berakreditasi Nasional adalah Jurnal Komunitas
Universitas Negeri Semarang. Selain itu, hasil penelitian ini juga dipublikasikan melalui
Konferensi Nasional APSSI (Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia). Dengan
demikian, diharapkan hasil penelitian ini menjadi salah satu referensi ilmiah baik secara
akademik maupun dalam penyusunan kebijakan pemerintah (Policy Brief) untuk menangani
masalah pemberantasan narkoba di Indonesia.
Kata Kunci:
Teungku Dayah, Gerakan Kolektif, Pemberantasan , Narkoba, Ujoeng Pacu, Aceh
8
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pencanangan hari anti narkoba tanggal 21 Maret 2016 oleh Presiden Joko Widodo
menjadi titik penegas betapa narkoba bagi Indonesia tidak hanya menjadi ancaman tetapi
telah menjadi media destruksi sosial luar biasa terhadap kehidupan bangsa. Realitasnya,
Indonesia telah bermetamorfosis dari negara sasaran antara narkoba berubah menjadi
negara tujuan utama peredaran narkoba itu sendiri. Titik sebarannya pun mengalami evolusi
dari daerah perkotaan dan tempat-tempat hiburan malam berkembang kepelosok-pelosok
desa. Maka, tidak salah ketika Presiden Joko Widodo menyebutkan, “Bahwa negara
Indonesia betul-betul berada dalam situasi darurat narkoba, butuh komitmen semua
stakeholder dalam memerangi narkoba, bayangkan, setiap hari ada 30-50 orang penduduk
Indonesia meninggal karena narkoba (Jurnal Indonesia, 26-03-2016).
Perkembangan penyebaran narkoba bertambah miris lagi, tatkala para agamawan
(elite agama) yang menjadi benteng pertahanan terakhir dari moralitas bangsa ternyata juga
menjadi bagian dari pihak pengkomsumsi zat terlarang ini. Kenyataan itu ditegaskan oleh
Komjen Budi Waseso, Kepala Badan Narkotika Nasional Indonesia “Bahwa narkotika
sudah masuk ke kalangan santri di pondok pesantren di daerah Jawa Timur. Para santri zikir
dari pagi ke pagi pakai ekstasi. Bukan hanya santrinya tapi kyainya juga pakai” (Harian
Jateng Time 5/3/2016). Realitas ini menumbuhkan kekhawatiran luar biasa terhadap masa
depan bangsa Indonesia. Tentu timbul banyak pertanyaan, jika kaum agamawanpun sudah
terjangkit penyakit narkoba lantas pihak mana lagi yang dapat diharapkan sebagai
penopang moralitas bangsa ini.
Namun, penggalan “deviasi” sosial di Jawa Timur sebagaimana yang disebutkan oleh
Komjen Budi Waseso itu tidak berkorelasi dengan Aceh. Dalam masyarakat Aceh figur elite
agama lokal yang oleh masyarakat disebut dengan sebutan teungku dayah justeru memiliki
posisi sentral dalam meng-agensikan gerakan sosial dan pertahanan moral masyarakat Aceh.
Berdasarkan temuan studi yang dilakukan oleh Nirzalin pada 2015, realitas itu diantaranya
terpatri dalam kasus gerakan kolektif melawan mafia narkoba yang dilakukan oleh masyarakat
Ujoeng Pacu kota Lhokseumawe. Perlawanan kolektif masyarakat Ujoeng Pacu terhadap mafia
narkoba didorong oleh transformasi spirit keagamaan yang dilakukan oleh para teungku dayah
kharismatik diwilayah ini. Para teungku dayahlah yang membentuk moral gerakan dari sekedar
gerakan sosial menjadi gerakan jihad fisabilillah melawan
9
pengrusakan moral sosial (kebathilan). Hal ini tidak hanya berhasil membentuk soliditas
gerakan tetapi sekaligus juga memperkokoh pertahanan moralitas masyarakat Ujoeng Pacu
dalam menghadapi serangan balik para mafia narkoba baik dalam bentuk teror maupun
pelbagai aksi kekerasan (Nirzalin, 2015: 50).
Realitasnya, agensi sosial para teungku dayah berhasil membangkitkan keberanian
masyarakat untuk melawan para mafia narkoba di Ujoeng Pacu. Padahal para mafia ini
terorganisir dan memiliki jaringan luas sehingga kuat dan mampu mengancam serta
meneror masyarakat. Keberhasilan agensi sosial yang dilakukan para teungku dayah ini
merupakan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Beberapa kali gerakan
perlawanan yang diagensikan oleh aparatur gampoeng (desa) baik pada 2013 maupun 2014
gagal mengkosolidasikan keberanian (to encourage) massa dan moralitas gerakan sehingga
gerakan perlawananpun gagal. Baru pada tahun 2015, ketika teungku-teungku dayah
kharismatik memelopori (agensi) gerakan perlawanan, gerakan ini berhasil 1.
1
Wawancara dengan Abu Bakar Thaib, Geuchiek Ujoeng Pacu, pada tanggal 20 April
2016
10
3. Tujuan Khusus
Secara khusus studi ini bertujuan menemukan dimensi sosial yang mendorong
terbentuknya konsolidasi massa dan model transformasi gerakan perlawanan terhadap mafia
narkoba yang diagensikan oleh para Teungku Dayah pada masyarakat Ujoeng Pacu Kota
Lhokseumawe. Selain itu, penelitian ini juga hendak menemukan strategi yang dilakukan oleh
para Teungku Dayah dalam mempertahankan konsistensi gerakan pasca lahirnya reaksi balasan
dari para mafia narkoba dan keberhasilan mengusir para mafia narkoba dari Ujoeng Pacu. Tidak
kalah penting pula, menemukan model transformasi sosial-ekonomi masyarakat Ujoeng Pacu
pasca berakhirnya ketergantungan ekonomi pada para mafia narkoba.
Pada sisi lain, perkembangan peredaran narkoba telah sangat mengancam eksistensi
generasi bangsa Indonesia. Pada posisi inilah dibutuhkan strategi alternatif. Turun
“gunung”nya para Teungku Dayah untuk terlibat aktif dalam pemberantasan narkoba di
Ujoeng Pacu merupakan realitas baru yang menggembirakan. Hal ini, memperlihatkan
bahwa narkoba tidak lagi merupakan urusan negara dan aparaturnya tetapi urusan bangsa
Indonesia semuanya tanpa kecuali. Apalagi, realitas empiris memperlihatkan gerakan
kolektif masyarakat sipil di gampoeng Ujoeng Pacu yang diagensikan oleh para Teungku
Dayah secara nyata berhasil secara efektif tidak hanya memutuskan mata rantai distribusi
dan peredaran narkoba tetapi juga mengusir dan “memaksa” pihak berwajib memenjarakan
mereka.
Dalam tataran ini pula, urgensi dan signifikansi studi ini dilakukan utamanya untuk
memahami model transformasi gerakan kolektif yang dilakukan oleh para Teungku Dayah
sehingga efektif mencapai tujuan bersama yaitu memberantas narkoba. Temuan terhadap,
studi ini memberi kontribusi pembelajaran berharga (lesson learned) terhadap model dan
strategi pemberantasan narkoba yang efektif, khususnya melalui jalur bawah (masyarakat).
5. Temuan Penelitian
Berdasarkan studi yang dilakukan, penelitian ini diarahkan untuk menemukan model
pemberantasan narkoba yang efektif. Hal ini signifikan bagi pemerintah dalam rangka
menyelamatkan masa depan generasi bangsa. Pemberantasan narkoba yang dilakukan
melalui pendekatan jalur atas (struktural-negara) terbukti belum efektif mereduksi
peredaran narkoba di Aceh dan Indonesia secara keseluruhan. Maka pemberantasan melalui
jalur bawah (masyarakat) merupakan salah satu pilihan strategis yang dapat menjadi jalan
keluar (exit way).
Gerakan kolektif masyarakat Ujoeng Pacu yang diagensikan oleh para Teungku Dayah
dalam memberantas narkoba di gampoengnya tidak hanya efektif mengusir mafia narkoba
tetapi juga efektif memutus mata rantai peredaran narkoba diwilayahnya sehingga Ujoeng
Pacu berubah dari gampoeng sarang narkoba menjadi gampoeng bebas narkoba. Pola
gerakan yang dilakukan oleh para Teungku Dayah bersama masyarakat Ujoeng Pacu
memberi pembelajaran berharga bagi Indonesia, sehingga rumusan model gerakan Teungku
Dayah bersama masyarakat Ujoeng Pacu dalam memberantas narkoba ini bagi pemerintah
menjadi hal yang signifikan dikembangkan dan melalui pelbagai kebijakannya dapat
disebarluaskan pada masyarakat Indonesia lainnya.
12
Secara teoritik, temuan penelitian ini diarahkan untuk membangun satu model teori
gerakan sosial khususnya gerakan kolektif yang aktor utamanya adalah kelompok elite
agama Islam lokal sehingga dapat memperkaya teori gerakan sosial khususnya gerakan
sosial kolektif sebagaimana yang dikonstruksikan oleh Antony Giddens. Melalui studi ini
bangunan teoritik gerakan sosial menjadi lebih variatif sebab tidak hanya diaktori oleh para
aktivis sosial yang berasal dari kelompok non agama tetapi juga dari kalangan agamawan.
Tabel. 1
Rencana Target Capaian Tahunan
No Jenis Luaran Indikator Capaian
Ts Ts+1 Ts+2
1 Publikasi Ilmiah Internasional √
Nasional Terakreditasi
2 Pemakalah dalam temu ilmiah Internasional
Nasional √
3 Invited speaker dalam temu Internasional
ilmiah Nasional √
4 Visiting Lecturer International
Paten
Paten sederhana
Hak cipta
Merek dagang
5 Hak Kekayaan Intelektual Rahasia dagang
(HAKI) Desain produk industri
Indikasi geografis
Perlindungan variates tanaman
Perlindungan topografi sirkuit
terpadu
6 Teknologi Tepat Guna
7 Model/Purwarupa/Desaian/karya seni/ Rekayasa Sosial
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Studi Terdahulu
Studi tentang Elite Agama Islam Lokal (Teungku Dayah/Kiai) dan pemberantasan
narkoba di Indonesia sejauh penelusuran peneliti belum ditemukan. Namun, terdapat
beberapa studi sebelumnya tentang keaktoran sosial elite agama Islam lokal khususnya di
Indonesia yang dapat dijadikan sebagai eksemplar untuk memperlihatkan state of the art
dari studi yang dilakukan ini. Penelitian serius pertama tentang keaktoran elite Agama
Islam Lokal dalam ranah sosial adalah karya disertasi Nirzalin (2011). Studi yang dilakukan
dengan perspektif strukturasi pada 2008 di Aceh ini menemukan, bahwa keberhasilan para
Teungku Dayah memobilisasi masyarakat Aceh dalam ranah sosial-politik tidak terlepas
dari kharisma mereka dalam ranah tersebut. Persemaian kharisma yang menjadi basis
sumberdaya kekuasaan teungku dayah di Aceh tidak terlepas dari agensi-agensi mereka
dalam ranah sosial seperti meng-aktori pembukaan gampoeng baru, menggerakkan
masyarakat dalam pembangunan irigasi, memberantas judi sabung ayam dan melawan
pemerintahan Orde Baru untuk membangun pabrik alkohol di Aceh Timur.
Studi kedua adalah studi yang dilakukan oleh Sidik Jatmiko (2005). Penelitian untuk
kepentingan Disertasi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini mengkaji tentang Kiai dan
Politik Lokal: Studi Kasus Reposisi Politik NU Kebumen, Jawa Tengah Memanfaatkan Peluang
Keterbukaan Partisipasi di Era Reformasi. Hasil penelitian menemukan fakta bahwa kiai tidak
menjadikan pertimbangan ideologi dalam melakukan negosiasi dan koalisi. Sebagian kiai juga
lebih suka menggunakan mekanisme non-kepartaian dalam melakukan mobilisasi dan tawar
menawar polrtik. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa para kiai selalu bersikap hati-
hati, luwes (elastis) dan memilih jalan tengah. Cara itu ditempuh para kiai dengan selalu
mengacu kepada pencapaian maslahat (keuntungan-kebaikan) dan menjauhi ma/isadah
(kerugian-kerusakan). Para kiai dalam kenyataanya tidak menggunakan agama untuk tujuan
politik narrun sebaliknya mereka justru menggunakan politik untuk mencapai tujuan lslam.
Dengan demikian maka tindakan politik mereka pada berbagai arena politik di era transisi
demokrasi lebih cocok disebut elastis (luwes) dari pada oportunistik.
Studi Ketiga adalah kajian yang dilakukan oleh Muh. Syamsuddin (2013). Studi
yang dilakukan di Madura ini menemukan bahwa di Madura Kyai mampu menggerakkan
masyarakat dalam ranah sosial politik baik mendukung maupun mencalonkan diri sendiri
14
sebagai pemimpin daerah tidak terlepas dari besarnya ketergantungan masyarakat terhadap
sang kyai dalam pelbagai permasalahan. Kecerdasan dan wawasan keilmuan kyai yang
berada di atas rata-rata masyarakat Madura menyebabkan masyarakat amat tergantung pada
kyai baik dalam kaitannya dengan pengetahuan agama Islam maupun sosial-politik.
Realitas inilah yang mendorong Kyai di Madura menjadi broker budaya (cultural broker)
bagi masyarakat. Realitas ini pula yang menyebabkan sang kyai mampu menggerakan
masyarakat secara kolektif untuk bertindak sesuai dengan agensinya baik dalam ranah
agama maupun sosial-politik.
Ketiga studi di atas berhasil menemukan signifikansi elite agama Islam lokal dalam
ranah sosial-politik di Indonesia. Melalui kharisma yang dimilikinya sebagai hasil turunan
dari justifikasi normatifitas agama, ketergantungan umat yang tinggi terhadap kompetensi
keilmuan yang mereka miliki dan keaktifan agensinya dalam persoalan-persoalan sosial-
politik yang mereka geluti menjadikan para elite agama Islam lokal (Teungku Dayah dan
Kiai) sosok kharismatik yang mampu menjadi aktor utama penggerak gerakan kolektif
masyarakat.
2. Perspektif Teoritik
Gerakan kolektif massa merupakan suatu gerakan sosial yang memiliki daya
penetrasi dahsyat dalam menghasilkan suatu perubahan sosial yang subtantif dan
fundamental dalam perputaran dinamis sejarah sosial dan politik dunia. Demikian
pentingnya gerakan kolektif massa ini, sebab catatan historis sosial politik dunia
menunjukkan hampir tidak ada perubahan-perubahan besar didunia tanpa diawali oleh aksi
kolektif massa. Sebagai suatu gerakan sosial, gerakan kolektif massa sebagaimana
disebutkan oleh Giddens (1993) merupakan suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu
kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif
(collective behavior) diluar lingkup lembaga-lembaga yang mapan.
Menurut Tarrow, tindakan yang mendasari politik perlawanan adalah aksi kolektif
yang melawan (contentious collective action). Tindakan kolektif bisa mengambil banyak
bentuk, yang singkat maupun yang berkelanjutan, terlembagakan atau cepat bubar,
membosankan atau dramatis. Umumnya tindakan kolektif berlangsung ketika orang-orang
yang tergabung didalamnya bertindak untuk mencapai tujuan bersama dalam melawan
suatu otoritas atau kelompok lain yang terorganisir dan kuat seperti gembong narkoba. Aksi
kolektif memiliki nuansa penentangan ketika aksi itu dilakukan oleh orang-orang yang
kurang memiliki akses ke institusi-institusi untuk mengajukan klaim baru atau klaim yang
tidak dapat diterima oleh pemegang otoritas atau pihak-pihak yang yang ditentang lainnya.
Aksi kolektif yang melawan merupakan basis dari gerakan sosial, Karena aksi itu seringkali
16
Charles Tilly (2002) menyebutkan bahwa aksi kolektif merupakan gagasan kolektif
untuk melawan pelaku aksi yang dianggap meruntuhkan sistem dan sampah masyarakat.
Gerakan sosial bisa beroperasi dalam batas-batas legalitas suatu masyarakat, namun bisa
juga bergerak secara illegal atau sebagai kelompok bawah tanah (underground groups).
Mode perlawanan ini tergantung pada pembacaan strategis yang dilakukan oleh para aktor
terhadap isu dan lawan yang dihadapi (Fadillah Putra,2006: 2).
Pada kasus aksi kolektif masyarakat Ujoeng Pacu Kota Lhokseumawe, gerakan
dilakukan dimulai dari aksi tersembunyi per individu hingga kemudian tatkala dinilai tidak
efektif menjadi gerakan yang terbuka, massif, legal dan sistematis. Gerakan ini merupakan aksi
katarsisme massa terhadap runtuhnya norma dan sistim sosial akibat dari penetrasi mafia
narkoba dalam kehidupan mereka. Keresahan yang meluas terhadap gembong narkoba yang
dinilai sebagai sampah masyarakat menjadi alasan lahirnya kesadaran bahwa gembong narkoba
adalah musuh bersama. Terkait dengan fenomena diatas, studi ini menempatkan perspektif
Gerakan Kolektif Antony Giddens sebagai perspektif utama dalam membedah kajian Teungku
Dayah dan Gerakan Kolektif Pemberantasan Narkoba (Studi Tentang Agensi Teungku Dayah
Dalam Melawan Mafia Narkoba di Ujoeng Pacu Kota Lhokseumawe, Aceh).
Giddens tidak percaya sebuah realitas sosial dapat dipahami secara utuh jika analisis
sosial tidak mempertautkan antara perilaku aktor dengan struktur yang dia pahami. Lahirnya
tindakan aktor merupakan persenyawaan antara motivasi pribadi dan tuntutan struktur yang
telah ditafsirkannya. Keduanya saling mengandaikan sehingga keduanya memiliki hubungan
yang bersifat dualitas bukan dualisme. Keduanya setara, saling mempengaruhi dan memiliki
nilai signifikansi yang sama dalam terwujudnya sebuah tindakan. Giddens menyebut aktor
sebagai pelaku yang melakukan tindakan dan peristiwa-peristiwa di dunia. Sementara struktur
bukanlah nama bagi totalitas dan bukan pula kode tersembunyi. Struktur adalah aturan dan
sumberdaya yang terbentuk dari dan membentuk keterulangan praktik sosial. Dalam hal ini
Giddens berseberangan dengan penganut strukturalisme seperti Durkheim yang menganggap
hubungan agen dan struktur bersifat dualisme, eksternal dan berupa kekangan
(memaksa/constrained) terhadap agen (Doyle Paul Johson, 1994: 177-178). Giddens meyakini
bahwa hubungan struktur dengan agen itu bersifat dualitas (timbal-balik), internal,
17
Bagan. 1
Dualitas Hubungan Agen-Struktur Antony Giddens
Interaksi
Komunikasi Kekuasaan Sanksi
Dalam kacamata Giddens, gerakan sosial dapat diagensikan (gerakkan) oleh aktor
karena mereka mampu memobilisasi masyarakat melalui kekuasaan yang dimilikinya.
Kekuasaan menduduki posisi sentral dalam rangkaian teoritik strukturasi Giddens. Dalam
kacamata Giddens, kekuasaan dihasilkan dalam dan melalui reproduksi struktur-struktur
dominasi. Figur yang memiliki kekuasaan adalah mereka yang menguasai sumberdaya dan
mampu menyalurkannya pada pihak lain yang dinyatakan sebagai bawahannya. Hal ini berbeda
dengan konsep kekuasaan yang dikonstruksikan oleh Weber. Weber (1964) berpandangan
bahwa ”Kekuasaan adalah kemampuan seorang aktor (pelaku) mewujudkan gagasan-
gagasannya sekalipun ditentang oleh orang-orang lain dalam suatu hubungan sosial” (”Power
(macht) is the probability that one actor within a social relationship will be in a position to
carry out his own will despite resistance”). Bagi Giddens, kekuasaan tidak dapat dipertahankan
jika ia hanya mendasarkan pada kemampuan memaksa. Sebab ketundukan seseorang terhadap
ketakutan pada orang lain hanyalah ketundukan semu yang apabila ia memperoleh kesempatan
dan momentum untuk melawan maka ia akan melepaskan diri dari cengkeraman kekuasaannya.
Tetapi kekuasaan yang sesungguhnya adalah kekuasaan yang dapat menyalurkan sumberdaya
yang dibutuhkan oleh orang lain pada seseorang. Karena itu menurut Giddens, seorang aktor
mampu mendominasi pihak lain apabila ia menguasai struktur-struktur sosial yang mendasari
hubungan-hubungan sosial didalam masyarakat.
18
Kesadaran praktis ini sepadan artinya dengan habitus dalam konsep Bourdieu, yaitu
struktur mental atau kognitif yang digunakan individu (aktor) untuk menghadapi kehidupan
sosial. Sebagai struktur mental atau kognitif yang mendeterminasi praksis sosial, habitus
mencakup pemikiran, persepsi, ekspresi dan tindakan yang lahir dalam bingkai sejarah,
situasi dan struktur sosial tertentu (Cheelan Mahar,tt: 15). Habitus merupakan produk
dialektika internalisasi struktur dunia sosial. Karena itu habitus merupakan struktur sosial
yang dinternalisasikan dan diwujudkan (George Ritzer, 2000: 522).
Namun, yang perlu diingat menurut Giddens kekuasaan itu tidak muncul begitu saja. Ia
mengacu pada kapasitas transformatif dari tindakan manusia (elite yang berkuasa). Maksudnya,
makna kekuasaan yang paling luas secara logis tunduk pada subyektivitas yakni introspeksi dan
mawas diri. Hal ini perlu ditekankan karena konsepsi kekuasaan dalam ilmu-ilmu sosial
cenderung mencerminkan dualisme subyek dan obyek. Jadi kekuasaan seringkali didefiniskan
berdasarkan tujuan atau kemauan yakni kemampuan mencapai hasil-hasil yang dinginkan dan
dimaksudkan (Antony Giddens, 1984: 15). Sementara, Faucault (2002) lain lagi, ia memandang
kekuasaan sebagai milik masyarakat atau komunitas sosial. Kekuasaan sama luasnya dengan
lembaga sosial, tidak ada ruang yang sama sekali bebas dicelah-celah jaringannya. Bahwa
relasi-relasi kekuasaan saling terjalin dengan jenis-jenis relasi lain.
lain, namun hal itu tidak berarti ia berkuasa secara total terhadap pihak yang dia
dominasikan. Sebab ketundukan terhadap seorang figur yang berkuasa selalu tidak bersifat
mutlak atau penguasaan total. Karena dalam penguasaan selalu terlibat relasi otonomi dan
ketergantungan, baik yang menguasai maupun yang dikuasai.
Penelitian lain dilakukan oleh John R. Bowen pada 1993. Studi terhadap masyarakat
Aceh yang mendiami wilayah dataran tinggi Gayo itu berhasil menemukan bahwa ulama
(Teungku) di Aceh Tengah tidak hanya mampu merekonstruksi identitas etnik tetapi juga
mampu mentransformasi Islam sebagai sumber tata nilai sosial dan budaya masyarakat
Gayo. Islam merupakan dasar pembentuk etos kerja ekonomi terutama dalam budaya
berladang (agricultural season), kekuasaan politik maupun budaya. Pembacaan al-Qur’an
dalam setiap aktivitas tidak hanya diyakini sebagai amal untuk memperoleh pahala namun
juga kemudahan dalam memperoleh pengetahuan, kekuasaan, berumah tangga dan
keberhasilan dalam usaha-usaha pertanian.
Dominan dan menentukannya posisi teungku dayah dalam masyarakat Aceh juga
ditunjukkan oleh hasil studi Nirzalin. Penelitian yang dilakukan oleh Nirzalin pada 2011
menunjukkan bahwa teungku dayah di Aceh tidak hanya dominan dalam ranah agama
tetapi juga dalam ranah sosial-politik. Sumberdaya kewibawaan teungku dayah dalam ranah
agama disokong oleh pengetahuan agama yang ia kuasai. Penguasaan pengetahuan agama
Islam di Aceh bersifat ekslusif dan umumnya diakui oleh masyarakat hanya dapat dikuasai
secara baik oleh teungku dayah sebab mempelajari agama Islam secara kaffah
(komprehensif) hanya dapat dilakukan oleh pribadi yang shaleh, ikhlas dan mampu menjaga
diri dari melakukan dosa baik dosa besar maupun kecil. Sementara sumber pengetahuan
agama yang diakui asli dan sesungguhnya oleh masyarakat Aceh hanyalah yang berasal
dari kitab-kitab kuning yang tertulis dalam bahasa Arab gundul (tidak berharakat).
Penguasaan kitab kuning ini hanya dapat dilakukan oleh teungku dayah, sebab itu
masyarakat dalam hal pengetahuan agama Islam sangat tergantung pada teungku dayah.
Penelitian lain tentang signifikansi keberadaan teungku dayah di Aceh dalam ranah
sosial dilakukan pula oleh Nirzalin dan Fakhrurrazi pada 2015. Studi ini menemukan
21
keberhasilan gerakan kolektif masyarakat Ujoeng Pacu Kota Lhokseumawe melawan mafia
narkoba tidak terlepas dari agensi para teungku dayah. Melalui transformasi spirit keagamaan
yang dilakukannya masyarakat berhasil terkonsolidasi, terintegrasi, memiliki tujuan bersama,
konsisten dan tak tergoyahkan meskipun mengalami serangan balik dari para mafia narkoba
melalui ancaman dan teror bom Molotov. Keberhasilan gerakan melawan mafia narkoba
mampu mengubah wajah gampoeng (desa) Ujoeng Pacu dari gampoeng basis peredaran
narkoba di kota Lhokseumawe menjadi gampoeng yang bebas narkoba.
Berangkat dari rekam jejak penelitian yang telah dilakukan mengenai keberadaan
teungku dayah dalam masyarakat Aceh diatas, maka studi yang akan dilakukan berikutnya
ini adalah berupaya menemukan model agensi sosial yang dilakukan oleh para teungku
dayah dalam menggerakkan masyarakat secara kolektif melawan mafia narkoba di Ujoeng
Pacu Kota Lhokseumawe, Aceh. Temuan model transformasi sosial-keagamaan Teungku
Dayah ini bermanfaat bagi pemerintah dalam memperkuat strategi alternatif pemberantasan
narkoba di Indonesia. Secara teoritik temuan studi ini bermanfaat dalam memperkaya
perspektif kajian gerakan kolektif sebagaimana yang dikonstruksikan oleh Giddens (1989)
bahwa agensi gerakan kolektif tidak hanya diaktori oleh agen-agen non agama tetapi juga
dapat diprakarsai oleh aktor yang berbasis agama khususnya agama Islam.
22
Bagan. 2
Peta Jalan (Road Map) Penelitian
James T. Siegel. agama Islam John R. University pembe
(1969). The Rope of (Religious Bowen Press ntuk
God . California: Teaching) (1993). etos
memiliki Menemukan kerja
university of bahwa di
California Press kedudukan Muslim ekono
Aceh
yang Through mi
dominan dan Discourse : Tengah,
Menemukan terutam
teungku
bahwa Islam menentukan Religion a dalam
di Aceh (ulama)
merupakan dasar budaya
pandangan And mampu
berlada
Ritual In mentran
dunia (worlview) ng
Gayo sforma
masyarakat (agricu
Society. sikan
Aceh. Hal itu ltural
menjadikan season)
New Islam
ulama (teungku dan
Jersey : sebagai
dayah) sebagai kekuas
guru Princeton
dasar aan
politik. Nirzalin dan gerakan
Nirzalin. bertahan
Fakhrurrazi.
(2012). dan tidak
(2015).
ULama Dan tergoyah
Gerakan
Politik Di ka
Kolektif
Aceh
Masyarakat
Menelaah
Melawan
Hubungan
Mafia
kekeuasaan
Narkoba di
Teungku
Ujoeng Nirzalin,
Dayah dan
Pacu Kota Faisal
Negara.
Lhokseuma dan
Yogyakarta:
we. Fakhrur
Maghza
Lhokseuma ra
Pusataka
we: zi
Menemukan Laporan (2016).
bahwa Penelitian Bertujua
Teungku BOPTN n
Dayah Universitas menem
tampil Malikussale u
dominan h kan
dan Model
Menemuka
menentukan Agensi
n
dalam ranah Teungk
keberhasila u
sosial politik
di Aceh n gera Dayah
karena kan Dalam
mereka Kolektif Gerakan
mampu Masyara Kolektif
mempengar kat Pember
uhi Ujoeng a
kebijakan- Pacu ntasan
kebijakan Kota Mafia
negara agar Lhokseu Narkob
berpihak ma we a
pada dalam di
member Ujoeng
kepentingan
ant as Pacu
Islam dan
mafia Kota
narkoba Lhokseu
didorong mawe
oleh
Agensi
Para
teungku
Dayah
sehingga
24
Karena itu, untuk dapat memberikan penjelasan dari gejala “luar” dan memahami
dari “dalam” gejala yang diteliti itu sendiri sebagaimana dikatakan Giddens di atas maka
studi ini menggunakan metode etnografi dalam pengumpulan datanya. Namun perlu
ditegaskan bahwa studi ini bukanlah sebuah kajian etnografis murni yang berusaha
melakukan deskripsi ilmiah sosial tentang manusia dan landasan budayanya secara
menyeluruh (holistik-integratif) sebagaimana yang dilakukan oleh para antropolog (Denzin,
1994: 25). Tetapi studi ini hanya menelusuri dan menemukan pengetahuan bersama
masyarakat (mutual knowledge) tentang Agensi Teungku Dayah Dalam Gerakan Kolektif
Pemberantasan Narkoba di Ujoeng Pacu, Lhokseumawe-Aceh.
Untuk memperoleh data sebagai landasan interpretasi dalam menjawab permasalahan
penelitian sebagaimana telah disebutkan di atas, maka di bawah ini berturut-turut dipaparkan
lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik pengambilan data dan teknik analisis data.
2. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di gampoeng (desa) Ujoeng Pacu Kecamatan Muara Satu Kota
Lhokseumawe, Propinsi Aceh. Lokasi ini dipilih karena tindak penggunaan narkoba terjadi
secara massif didaerah ini. Massifikasi peredaran narkoba menyebabkan gampoeng ini di
25
Hal yang sama dilakukan pula oleh aparat gampoeng (desa), upaya pencegahan dan
pemberantasannya selalu berakhir gagal. Kegagalan itu sebagian dipicu oleh rendahnya
integrasi massa dan sebagian lainnya tumbuhnya demoralisasi gerakan pasca terjadinya
serangan balik dari para mafia narkoba. Baru, tatkala teungku dayah tampil kedepan dalam
meng-agensikan gerakan pemberantasan narkoba, gerakan kolektif dari masyarakat lahir
dan berhasil secara efektif efektif menghentikan peredaran narkoba di gampoeng Ujoeng Pacu.
3. Informan Penelitian
Informan penelitian dalam studi ini adalah para teungku dayah dan kelompok masyarakat
yang terlibat dalam gerakan kolektif melawan mafia narkoba. Ada tiga Teungku Dayah yang terlibat
dan menjadi informan utama (key informan) yaitu Abu Hasballah Nisam, Abati Aba Buloh dan
Teungku Muslim FPI. Sementara tokoh masyarakat yang menjadi sumber informasi penelitian
(informan) adalah Geuchiek (Kepala Desa), Tuha 4 (Badan Perwakilan Desa), Teungku Imeum dan
Tokoh Pemuda. Selain mereka, studi ini juga akan mewawancarai beberapa anggota masyarakat
yang dipilih secara acak. Penentuan para anggota masyarakat biasa dilakukan melalui proses
interaksi intensif antara peneliti dengan masyarakat melalui proses live in (tinggal bersama
masyarakat) dan observasi.
Hal yang paling utama dari penelitian etnografi adalah mampu melukiskan pola-pola
budaya dalam masyarakat. Budaya masyarakat hanya mampu dipahami untuk kemudian
dilukiskan dalam bentuk narasi apabila peneliti mampu menangkap makna dari pola-pola
budaya dalam praktik sosial subjek penelitian. Proses praktik sosial selalu diperantai oleh
pengetahuan bersama (Mutual Knowledge) diantara para subjek. Melalui pengetahuan bersama
aliran interaksi sosial berlangsung. Dalam konteks inilah studi ini secara sengaja menggali dan
mengumpulkan data melalui metode live in, observasi, indepth interview,
26
Live in adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara hidup
dan tinggal bersama dengan masyarakat yang menjadi subjek penelitian. Tujuan
utama dari metode ini adalah peneliti mampu membangun imajinasi sosiologis
tentang pola-pola praktik sosial masyarakat yang menjadi subjek penelitian. Maka
melalui metode ini peneliti tinggal disalah satu rumah warga, ikut dalam diskusi-
diskusi mereka, mendengarkan gosip-gosip yang mereka lakukan, beribadah
bersama mereka dan ikut terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dilakukan
oleh anggota masyarakat utamanya yang menjadi target sebagai informan.
Pekerjaan itu seperti ikut memotong rumput untuk ternak, ketambak dan
memanen padi. Melalui strategi ini tidak hanya imajinasi sosiologis yang terbangun
tetapi juga hubungan emosional yang akrab dan bersaudara antara peneliti dan
masyarakat subjek penelitian. Proses ini memudahkan peneliti dalam menggali
informasi sebanyak-banyaknya.
2. Observasi
Metode observasi tujuan akhirnya adalah menemukan informan kunci (key informan) dan
para informan lainnya dari kelompok masyarakat biasa. Observasi ini dilakukan terhadap
pelbagai hal yang menonjol yang ditemukan dalam pelbagai bentuk interaksi yang dilakukan
oleh masyarakat . pola-pola hubungan sosial warga, benda-benda menonjol, gosip-gosip
dominan, pembicaraan-pembicaraan informal di warung kopi dan diskusi formal warga di
meunasah (musalla/langgar). Isu-isu utama yang diperbicangkan, tokoh-tokoh dan orang-
orang yang sering disebut. Selain itu hal yang paling utama diberi perhatian dalam observasi
adalah siapa saja personal yang paling dominan menyampaikan informasi sehingga dapat
ditentukan informan dalam penggalian data lebih lanjut dalam wawancara mendalam
(indepth interview). Terkait dengan teungku dayah oibservasi diarahkan pada metode
transformasi ajaran Islam yang mereka lakukan terhadap masyarakat. Begitu pula dengan
pola-pola tindakan mereka yang kharismatik dan memberi ketauladanan kepada warga
sehingga melahirkan kepatuhan.
3. Wawancara Mendalam (indept interview).
Teungku dayah dan warga masyarakat yang teridentifikasi sebagai figur yang kaya dengan
informasi dalam proses observasi yang telah dilakukan sebelumnya ditetapkan sebagai
informan dalam studi ini. Terhadap mereka peneliti akan melakukan wawancara mendalam
(indepth interview). Tujuan dari wawancara mendalam terutama untuk menggali apa yang
27
tersembunyi di hati sanubari seseorang baik yang menyangkut masa lalu, masa kini, maupun
masa depan, Sanapiah faisal, 2003). Juga latar belakang biografi, (Heru Nugroho, 2001) dan
lingkungan kehidupan subjek. Melalui wawancara mendalam ini data-data terkait dengan
landasan nilai, sumber keresahan sosial, alasan menjadikan narkoba dan mafianya sebagai
musuh bersama (common enemy), pola-pola dan model-model transformasi nilai dan
ideologisasi gerakan kolektif, strategi-strategi mempertahankan moralitas dan konsistensi
gerakan para aktor/agen gerakan kolektif pemberantasan narkoba di Ujoeng Pacu dapat
dikumpul dan temukan.
Agar data-data yang diperoleh melalui wawancara mendalam tidak saling kontradiktif tetapi
konsisten, singkron dan harmonis satu sama lain, maka para informan yang dalam
wawancara mendalam diwawancarai sendiri-sendiri dipertemukan dalam satu forum
bersama. Dalam forum bersama inilah dilakukan diskusi secara terfokus. Jika dalam
observasi dan wawancara mendalam data diperoleh secara personal maka dalam FGD
informasi-informasi yang diperoleh menjadi data yang bersifat kolektif. Data-data krusial
dan sensitif yang diperoleh observasi dan wawancara mendalam dilemparkan kembali
keforum FGD. Maka, data menjadi data yang telah terverifikasi, ia menjadi kuat dan handal
untuk kemudian dianalisis sehingga dapat ditemukan makna dan pemahaman yang utuh
tentang peristiwa yang menjadi tema penelitian.
5. Dekonstruksi Dokumen
Sebagaimana yang disebutkan oleh Moleong (2000), penelitian ini juga memanfaatkan
dokumen baik dokumen pribadi berupa: kitab, buku harian, surat pribadi dan autobiografi
maupun dokumen resmi berupa: memo, pengumuman, instruksi, aturan, laporan rapat,
keputusan pemimpin, majalah, koran, buletin dan catatan-catatan lain yang ada relevansinya
dengan tema penelitian. Dokumen-dokumen tersebut dipahami melalui strategi dekonstruksi
(pembongkaran) setiap teks yang ditemukan. Dekonstruksi tersebut bertujuan membedah
untuk kemudian menemukan konteks sejarah, sosio-kultur dan tujuan lahirnya teks. Melalui
strategi dekonstruksi inilah teks dokumen dapat ditemukan makna dan dipahami secara
komprehensif.
28
Upaya penafsiran data yang berhasil diperoleh melalui wawancara mendalam dan
penggunaan data sekunder dan dekonstruksi dokumen akan dianalisis melalui tiga tahap:
Proses analisis data tersebut tidaklah dipahami sekali jadi dalam bentuk linier, akan
tetapi proses itu mengikuti siklus yang bersifat interaktif dan bolak balik yang sudah harus
dilakukan sejak saat pengumpulan data ( Matthew B. Miles dan A. Michael Haberman, 1992).
Setelah itu data dianalisis melaui teknik interpretasi sebagaimana yang dipahami oleh
Patton (Michael Quinn Patton), yaitu untuk memberikan arti yang signifikan terhadap analisis,
menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Proses
analisis ini dilakukan sebagaimana yang terdeskripsikan dalam gambar berikut ini.
Bagan. 4
Proses Analis Data Interaktif Huberman dan Miles (1992)
Pengumpulan
Penampilan
Data Data
Reduksi
Data
Penarikan
Kesimpulan
dan Verifikasi
29
Melalui metode analisis interaktif maka data dapat dianalisis secara mendalam
sehingga diyakini semua informasi dari data dapat ditemukan makna dan dipahami dengan
baik dan komprehensif. Maka realitas yang ditemukan dari hasil penelitian ini tidak hanya
memperkaya etalase teoritis tetapi juga panduan praktis yang dapat dijadikan sebagai
pembelajaran berharga (Lesson Learned) baik bagi pemerintah dalam pembentukan
kebijakan maupun masyarakat luas dalam memberantas mafia dan peredaran narkoba di
Indonesia khususnya.
30
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
1. Anggaran Biaya
Anggaran biaya yang direncanakan dipakai dalam penelitian secara lengkap dapat
dilihat pada lampiran 1 (Justifikasi Anggaran), sedangkan ringkasan anggaran adalah
sebagai berikut:
Tabel. 2.
Ringkasan Anggaran Yang Diajukan Selama Dua Tahun
2. Jadwal Penelitian
Adapun jadwal penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel. 3.
Jadwal Penelitian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2
1 Persiapan
a. Persiapan tim peneliti
b. Studi literature
c. Diskusi awal proposal
d. Penyusunan proposal
e. pengurusan izin dan adm.
2 Pelaksanaan Penelitian
1.Live In
2.Observasi
3.Indept Interview
4.FGD
5. Dekontruksi Dokumen
6.Analisis Data
3 Finishing
a. Penulisan laporan
Penelitian
b. Seminar
c. Publikasi
31
DAFTAR PUSTAKA
Bowen. R. John. 1993. Muslims Through Discourse: Religion And Ritual In Gayo
Society. New Jersey: Priceton University Press
Elias, Norbert. 1993. Violence and Civilization: The State Monopoly of Physical
Violence and Its Infrigement. London: Verso
Faisal. Sanapiah. 2003, Filosofi dan Akar Tradisi Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
-------------.2003. Pengumpulan dan Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Rajawali
Giddens, Antony. 1984. The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration.
UK:Polity Press
----------------------1985. Modernity, Totalitarianism and Critical Theory. Berkeley:
University Of California Press
Gurr, Ted. Robert. 1970. Relative Deprivation and The Impetus To Violence.
Princeton: Princeton University Press
Harian Serambi Indonesia, 6 Maret 2015
http://aceh.tribunnews.com/2014/01/02/pengguna-narkoba-di-aceh-capai-10-ribu, 26
Desember 2013.
Miles. B. Matthew dan A. Michael Haberman. Analisis Data Kualitatif. UI Press.
Jakarta 1992.
Moleong. J, Lexy, Motodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya. 2000)
Nugroho.Heru, Uang, Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001).
Nirzalin. 2011. Krisis Agensi Politik Teungku Dayah Di Aceh. Yogyakarta: Disertasi
Program Doktor Sosiologi Universitas Gadjah Mada
------------2012. Ulama Dan Politik Di Aceh: Menelaah Hubungan Kekuasaan
Teungku Dayah Dan Negara. Yogyakarta: Maghza Pustaka
Siegel. James. T. 1969. The Rope Of God. USA: University Of California Press
Syamsuddin. Muh. 2013. Kiai dan Politik: Keterlibatan Kiai Madura Dalam Politik
Praktis. Yogyakarta: Jurnal Sosiologi Reflektif UIN Sunan Kalijaga
Patton Michael Quinn. How to Use Qualitative Methods Evaluation. Sage
Publications. California 1987.
Santoso, Thomas. Ed. 2002, Teori-Teori Kekerasan. Jakarta: Ghalia Indonesia
Tilly, Charles. 1981. Class Conflict And Collective Action. London: Sage Publication
32
Lampiran 1
1. Honor
honor/jam Waktu Honor per Tahun (Rupiah)
Honor Minggu
(Rupiah) (jam/Minggu) Tahun 1 Tahun 2
1. Dr. Nirzalin, M.Si Rp 15,750.00 8 54 Rp 6,552,000.00 Rp 7,404,800.00
2.Dr. Faisal, S.Ag., M.H.,
M.Hum Rp 15,650.00 8 52 Rp 6,510,400.00 Rp 6,905,600.00
3. Fakhrurrazi, S.H.I., M.Si Rp 15,550.00 8 52 Rp 6,468,800.00 Rp 6,697,600.00
Sub Total Rp 19,531,200.00 Rp 21,008,000.00
2. Peralatan penunjang
Material
Justifikasi Harga Harga Peralatan Penunjang (Rupiah)
Kuantitas
Pemakaian Satuan Tahun 1 Tahun 2
1. Buku Referensi 10 Rp 70,000.00 Rp 700,000.00 Rp 700,000.00
2. Foto copy dokumen 565 Rp 250.00 Rp 141,250.00 Rp 141,250.00
3. Tape recorder 1 Rp 450,000.00 Rp 450,000.00 Rp 450,000.00
4. Kaset rekaman dan baterai 10 Rp 20,000.00 Rp 200,000.00 Rp 200,000.00
5. FGD Transportasi & konsumsi 3 Rp 2,500,000.00 Rp 7,500,000.00 Rp 7,500,000.00
para peserta FGD,alat-alat
pendukung, seperti; note
book, dan camera digital
Sub Total Rp 8,991,250.00 Rp 8,991,250.00
3. Bahan Habis Pakai
Justifikasi Harga Harga Peralatan Penunjang (Rupiah)
Material Kuantitas
Pemakaian Satuan Tahun 1 Tahun 2
1. Buah tangan untuk informan 15 Rp 500,000.00 Rp 7,500,000.00 Rp 7,500,000.00
2. Voucher HP Menghubungi informan 10 Rp 50,000.00 Rp 500,000.00 Rp 500,000.00
3. Kertas HVS 6 Rp 30,000.00 Rp 180,000.00 Rp 180,000.00
4. Tinta komputer 6 Rp 50,000.00 Rp 300,000.00 Rp 300,000.00
Sub Total Rp 8,980,000.00 Rp 8,980,000.00
4. Perjalanan
Harga Biaya per Tahun (Rupiah)
Material Justifikasi Perjalanan Kuantitas
Satuan Tahun 1 Tahun 2
1. Transportasi lokal Observasi, wawancara 3 peneliti Rp 500,000.00 Rp 1,500,000.00 Rp 1,500,000.00
2. Perjalanan LSMWE-JKT
(PP) Progress report 1 paket Rp 4,500,000.00 Rp 4,500,000.00 Rp 4,500,000.00
3. Penginapan Progress report 3 malam Rp 2,000,000.00 Rp 2,000,000.00 Rp 2,000,000.00
4. Lumpsum peneliti Progress report 3x3 Rp 1.000,000.00 Rp 3,000,000.00 Rp 3,000,000.00
Sub Total Rp 11,000,000.00 Rp 11,000,000.00
5. Lain-lain
Harga Biaya per Tahun (Rupiah)
Material Justifikasi Kuantitas
Satuan Tahun 1 Tahun 2
33
Lampiran 2.
Universitas Malikussaleh memiliki sarana dan pra sarana yang memadai untuk
mendukung penelitian ini, yaitu :
1. Fasilitas Internet.
Dengan adanya internet, peneliti terbantu untuk bisa mengeksplor lebih jauh
fenomena gerakan-gerakan kolektif komunitas dalam melawan gembong narkoba
dan peredarannya baik di Ujoeng Pacu sendiri maupun ditempat lain. Fasilitas ini
juga memudahkan peneliti dalam berkomunikasi dengan para informan ahli dan
pihak yang terkait lainnya. Secara financial, internet ini juga membantu peneliti
dalam menghemat anggaran, utamanya terkait dengan informasi yang peneliti
Lampiran 3.
Alokasi
No Nama/NIDN Instansi Asal Bidang Ilmu Waktu Uraian Tugas
(jam/minggu)
Lampiran 4.
B. Riwayat Pendidikan.
S1 S2 S3
Pendanaan
No Tahun Judul Penelitian
Sumber Jml (juta Rp)
1 2012 Baseline Survey Kemiskinan di Kota Pemerintah Kota 30000000,-
Lhokseumawe Lhokseumawe
2 2013 Understanding Vulnerability Post Indonesia 150000000,-
Tsunami and Conflict in Aceh Project – ANU
3 2014 Model Deradikalisasi Aksi Massa Hibah Penelitian 63000000
Keagamaan (Studi Kasus Kekerasan Fundamental
Massa Terhadap kelompok Keagamaan Dikti
Yang Dianggap Berpaham Sesat di
Plimbang Bireun Propinsi Aceh)
4 2015 Model Pemberdayaan Sosial Ekonomi Skema MP3EI 1890000000
Mantan Kombatan Gerakan Aceh Kementerian
Merdeka Pasca Konflik Riset Teknologi
(Studi Pada Koperasi Kelapa Sawit Dan Pendidikan
Bumoe Tari Tinggi Republik
Sagoe Teungku Chiek Di Moen Indonesia
Lhoek Simpang Keuramat
Kabupaten Aceh Utara)
Volume/Nomor/
No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Tahun
1 Islam dan Orang Aceh (Menelisik At-Tafkir, STAIN 2010
Pertautan Agama dan Identitas) Zawiyah Cot Kala Langsa.
ISSN: 1979-9357
2 Demokrasi Etik Untuk Aceh Suwa FISIP Unimal 2011
ISSN: 1693-8569
3 Revitalisasi Teungku Dayah Media Syariah, Fakultas 2012
Sebagai Kekuatan Civil Society di Syari’ah IAIN Ar-Raniry
Aceh Banda Aceh
ISSN: 1411-2353
4 Islamic Shari’a Politics And Jurnal Ilmu Pemerintahan 2012
Teungku Dayah’s Political FISIPOL Universitas
Authority Crisis in Aceh Muhammadiyah
Yogyakarta
ISSN: 1907-8374
5 Konsep dan Hirarkhi Teungku di Jurnal Pasai, LPPM 2013
Aceh Universitas Malikussaleh
Lhokseumawe
ISSN: 1979-1755
6 Mendamaikan Aktor dan Struktur Jurnal Sosiologi 2013
Dalam Analisis Sosial Perspektif Universitas Syiah Kuala.
Teori Strukturasi Antony Giddens ISSN 2252-5254
7 Formalisasi Syari’at Islam dan Jurnal Komunitas 2014
Dominasi Negara Terhadap Elite Universitas Negeri
Agama Islam Tradisional Semarang. ISSN 2086-
5465
2. Hukum Perbankan
3. Hukum Pembiayaan Perusahaan
13. Mata kuliah yang diampu
4. Hukum Islam
5. Peradilan Islam
6. HukumPerkawinan
B. Riwayat Pendidikan
S.H.,MS.
C. Pengalaman Riset
No. Tahu Judul Penelitian Pendanaan
n Sumber Jlh (JutaRp)
1 2006 Peran Lembaga Pembiayaan Syariahdalam Forum HEDS 10.000.000,-
Pengembangan Potensi Masyarakat Aceh
Pasca Gempa dan Gelombang Tsunami
(Penelitian Kualitatif Pada Lembaga
Pembiayaan Syariah dan masyarakat korban
gempa dan gelombang tsunami di Kabupaten
Aceh Utara)
2 2006 Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Forum HEDS 10.000.000,-
Masyarakat Kota Lhokseumawe
F. Seminar/Simposium/Konferensi
Anggota Pengusul.
A. Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan
S1 S2 S3
Nama Pergururan UIN Ar-Raniry Universitas Gadjah
Tinggi Banda Aceh Mada
Bidang Ilmu Perbandingan Ketahan Nasional
Mazhab dan
Hukum
Tahun Masuk- 1996-2005 2006-2007
Lulus
Judul Konsep Barang Peran Badan
Skripsi/Tesis/ Dalam Tindak Reintegrasi Damai
Disertasi Pidana Pencurian Aceh (BRDA) Dalam
Barang dalam Proses Disarmament,
Hukum Islam Demobilitation, Dan
Reintegrasi (DDR) Di
Aceh Pasca Perjanjian
Helsinki 2005
Nama Prof. Dr. Syahrial Dr. Nanang Pamuji
Pembimbing/ Drs. Samir Fuadi, Mugasejati
Promotor
46