Art Definition and Identification

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

Philosophy of Art A Contemporary

ART
DEFINITION &
IDENTIFICATION
YUSUF RIZKY N.C. | PAIMIN | KHOIRUL ANAM
EKO PANJALU IBNU SUTRISNO | EGI NOVTA BIFENDO SINULINGGA
APRINDO NADEAK | TRI ANANDA
PART I
AGAINST DEFINITION
NEO-WITTGENSTEINIANISM:
ART AS AN OPEN CONCEPT

Neo-Wittgensteinian memiliki tiga bagian filsafat seni.


Pertama, ada konsep argumen terbuka. Kedua dari metode
resemblance, bisa disebut rekonstruksi: mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan benda seni. Terakhir dari posisi adalah
rehabilitatif: itu mengusulkan untuk memulihkan diri apa
yang berharga dalam ada teori seni dengan membaca
ulang mereka sebagai kontribusi sadar untuk kritik seni.
OBJECTIONS TO
NEO-WITTGENSTEINIANISM
Konsep Terbuka Memiliki 7 Argumen

Seni bisa diartikan luas

Oleh karena itu seni harus terbuka terhadap kemungkinan permanen


perubahan radikal yang luas dan kebaruan

Jika itu seni, maka harus terbuka untuk kemungkinan permanen


perubahan radikal, luas dan kebaruan
Jika ada sesuatu yang terbuka untuk kemungkinan permanen
perubahan radikal, luas dan kebaruan, maka tidak dapat didefinisikan

Misalkan seni dapat didefinisikan

Oleh karena itu, seni tidak terbuka untuk kemungkinan perubahan


permanen, luas dan hal baru
Karena itu, seni bukanlah seni
PART II  TWO CONTEMPORARY DEFINITIONS OF ART
THE INSTITUTIONAL THEORY OF ART

Menurut Institutional Theories of Art sebuah karya dapat dikatakan seni


apabila mendapatkan pengakuan dari pihak yang berkuasa, seperti seniman
yang memiliki pengetahuan, kritikus, kurator dan lain sebagainya.
Dan tidak semua yang diciptakan oleh seniman adalah seni, dan tidak
semua yang diciptakan non-seniman bukanlah seni. Kelemahan dari teori ini
adalah ketika non-seniman menciptakan karya yang menurutnya itu seni,
belum tentu seni, menurut pihak yang punya kuasa di medan seni.
DEFINING
ART HISTORICALLY

Jerrold Levinson menerima kemungkinan seseorang dapat


memproduksi karya seni yang sulit memahami konseptual untuk
menganggapnya sebagai karya seni. Seperti suku Neolitikum
yang tidak memiliki konsep dalam stok kognitifnya, di mana
tujuan utamanya hanyalah kesenangan visual. Teori ini juga
menegaskan bahwa artefak harus didahului dengan niat baik
adalah kondisi yang diperlukan untuk seni. Selain itu, definisi
tersebut juga mensyaratkan bahwa seniman memiliki hak
kepemilikan atas objek yang dimaksud. hal ini untuk membatasi
kemungkinan untuk membuat objek yang ditemukan dan
readymades. Lawan dari Historical Definition of Art menyangkal
bahwa niat seperti itu selalu diperlukan. Kadang-kadang fakta
bahwa artefak dapat digunakan untuk melayani fungsi artistik
yang diakui secara historis, sudah cukup untuk menyebut objek
seni, terlepas dari niat pencipta asli. Perdebatan antara niat
versus fungsi inisangat mendalam.
PART III
IDENTIFYING ART
DEFINITION & IDENTIFICATION

Nampaknya dengan berbagai upaya untuk


mendefinisikan seni masih menjadi sesuatu yang
belum menemukan kepastian secara mutakhir. Seni
merupakan konsep, dan untuk mengartikulasikan seni
dapat menggunakan berbagai metode dan
pendekatan seperti teori representasi seni, neo
representationalism, teori ekspresi, formalisme, neo
formalism, definisi estetika, teori institusional, dan
definisi sejarah seni. Akan tetapi, definisi seni itu pun
belum sepenuhnya dapat digunakan dengan tepat
dalam klasifikasi dan identifikasi terhadap benda-
benda atau bentuk karya seni.
IDENTIFICATION
& HISTORICAL
NARRATION

Salah satu cara


pengidentifikasian karya seni
adalah melalui aspek sejarah,
sepanjang abad kedua puluh,
pada masa Evan Garde, banyak
perdebatan mengenai
pengakuan seni dalam suatu
karya. Sebuah benda akan lebih
mudah dianggap sebagai seni
pabila memiliki aspek sejarah,
dan filosofi yang dapat
mendeskripsikan maksud
pegiat seni dalam karyanya.
HISTORICAL NARRATIVES:
THEIR STRENGTHS &
WEAKNESSES

Pendekatan narasi sejarah menyatakan bahwa lebih mudah


memahami seni sebagai narasi daripada deskripsi.
Mengindentifikasi narasi juga perlu diketahui dimana mereka
mulai. Titik-titik sejarah yang membawa ke praktek-praktek
artisitik dan memiliki tujuan. Pendekatan ini juga semakin mudah
dimengerti ketika narasi sejarah memiliki alur narasinya, yang
memiliki awal, tengah dan akhir. Pendekatan ini membahas
tentang adanya korelasi antara penonton dengan seniman dan
diantara keduanya saling berbagi pemahaman sejarah seni,
praktik dan tujuan untuk mendukung praktek tersebut.
Pendekatan ini juga bukan satu-satunya srategi untuk
memecahkan idenditifikasi seni, tetapi salah satunya saja.
CHAPTER
SUMMARY
Alternatif yang kita eksplorasi pada bagian terakhir bab ini menekankan
pentingnya narasi sejarah untuk mengidentifikasi karya seni. Makalah ini
mengusulkan bahwa narasi yang memodelkan cara kita
mengidentifikasi karya seni, bukan sebuah definisi.

Mungkin beberapa akan sampai pada kesimpulan bahwa beberapa


teori seni sebelumnya, menyajikan garis penyelidikan yang lebih
menjanjikan daripada metode narasi sejarah. Atau, mungkin, pembaca
tidak puas dengan semua yang ditemukan di antara sampul-sampul
ini. Semoga pembaca merasa tergerak untuk mengembangkan
pendekatannya sendiri dan melengkapi dengan gagasan, teknik, dan
rasa kerumitan masalah untuk membantah pemikirannya sendiri.
Thank you!

Anda mungkin juga menyukai