Anda di halaman 1dari 24

Penggunaan Vasopressors dan Inotropik pada

Penanganan Darurat Medis Syok

Syok adalah akibat akhir yang umum ditemui terkait dengan


kegawatdaruratan termasuk infark miokard, sepsis mikroba, emboli paru, trauma
yang signifikan, dan anafilaksis. Syok berakibat terganggunya perfusi jaringan,
hipoksia seluler, dan gangguan metabolik yang menyebabkan cedera seluler.
Meskipun cedera ini sering pulih kembali, hipoperfusi yang persisten dapat
berakibat kerusakan jaringan yang ireversibel, disfungsi organ progresif, dan lebih
jauh, kematian [1].
Kolaps kardiovaskular (syok) adalah kondisi yang sering ditemui yang
mengancam jiwa yang mana membutuhkan stabilisasi dan koreksi segera. Lambe
dan rekan [2] melaporkan kenaikan 59 % pada pasien sakit kritis antara tahun
1990 dan 1999. Perkiraan secara nasional melaporkan peningkatan potensi syok
dengan perkiraan 1.1% orang Amerika datang ke instalasi gawat darurat (dihitung
secara nasional) dengan potensi syok (yang membutuhkan resusitasi dalam waktu
15 menit). Ini menandai perkiraan peningkatan akan kebutuhan resusitasi darurat
dari 17% (1998) menjadi 22% (2002).
Bergantung pada etiologi, angka mortalitas bervariasi dari 23 % sampai 75
% pada sejumlah penyebab [3-11]. Manifestasi klinis dan prognosis syok sangat
tergantung pada etiologi dan durasi serangan. Penting bahwa dokter IGD, familiar
dengan luasnya diagnosis banding syok, harus siaga untuk mengenali, resusitasi,
dan menargetkan terapi yang tepat dengan segera yang ditujukan untuk
memperbaiki penyebab yang mendasari. Artikel ini berfokus pada patofisiologi
dasar kondisi syok dan mengulas segi kerasionalan mengenai terapi obat vasoaktif
bagi sokongan terhadap kardiovaskular pada syok dalam keadaan darurat.
Obat-obatan vasoaktif telah digunakan untuk mengobati perubahan
hemodinamik yang berhubungan dengan syok selama kurun waktu lebih dari 40
tahun. Dalam manajemen medis darurat pada pasien, terapi obat vasoaktif
digunakan untuk memanipulasi distribusi relatif aliran darah dan mengembalikan
perfusi jaringan.
Agen-agen ini secara klasik dibagi berdasarkan jalur utama aktivitasnya,
yang mana terbagi menjadi dua kelas terpisah : vasopressor dan inotropik.
Vasopressor mengatur vasokonstriksi dan dengan demikian meningkatkan tekanan
darah, sedangkan inotropik meningkatkan kinerja jantung dan dengan demikian
meningkatkan cardiac output (CO). Fungsi agen vasopressor dan inotropik
terutama dengan cara stimulasi reseptor adrenergik atau dengan proses induksi
intraseluler yang meniru titik akhir simpatis (meningkatkan cAMP). Banyak obat
yang digunakan mempunyai efek yang bervariasi karena aktivitas reseptornya
yang bercampur baur. Sebagian besar aktivitas tersebut berimbas secara langsung
atau tidak langsung terhadap sistem saraf simpatis dengan efek yang beragam
sesuai dengan kekuatan stimulus dan afinitas reseptor simpatik. Obat-obatan yang
berefek langsung bekerja dengan cara merangsang reseptor sistem saraf simpatik,
sedangkan obat yang tidak berefek langsung bekerja dengan cara melepas
norepinefrin, yang akhirnya menghasilkan efek yang dituju.

Pengobatan campuran syok sangat tergantung pada mengidentifikasi


dengan tepat mekanisme yang menyimpang, menghilangkan agen penyebab, dan
pemulihan yang bersifat suportif. Obat-obatan vasoaktif digunakan sebagian besar
pada ketidakseimbangan kardiovaskular kanan, dan pemilihan yang tepat satu atau
lebih agen sangat tergantung pada pemahaman dasar tentang mekanisme fisiologis
yang menyebabkan kondisi syok tertentu.
Syok adalah keadaan fisiologis yang ditandai dengan penurunan sistemik
pada perfusi jaringan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Hipoperfusi berakibat oksigen yang sangat tidak memadai, terjadi ketika
pengiriman oksigen ke jaringan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
metabolik. Keadaan ini berasal dari gangguan dalam jalur pengiriman oksigen.
Hipoperfusi dan akibat kekurangan oksigen menyebabkan iskemia jaringan,
hipoksia seluler secara umum, dan kekacauan proses biokimiawi penting, lebih
lanjut menyebarkan disregulasi otonom dan kegagalan organ. Efek-efek tersebut
dapat menjadi reversibel jika keadaan syok segera dikenali dan dikoreksi.
Hipoperfusi yang dikenali adalah kegawatdaruratan yang bergantung pada waktu.
Konsep ini telah ditetapkan pada pasien trauma perdarahan, syok kardiovaskular,
sepsis , dan syok kritis secara umum (sistemik) yang datang ke instalasi gawat
darurat. Upaya untuk mengoreksi syok secara umum ditujukan untuk memulihkan
keseimbangan salah satu atau semua dari tiga sistem utama : 1) pompa (Cardiac
Output / CARDIAC OUTPUT ), 2) sistem transportasi (sirkulasi perifer), dan 3)
media transportasi (volume darah) (Tabel 1).
Syok dapat disebabkan oleh penurunan primer pada CARDIAC OUTPUT
(syok kardiogenik - obstruktif) ; vasodilatasi (syok distributif), atau volume
sirkulasi darah yang rendah (syok hipovolemik ) ( Tabel 2 ). Syok kardiogenik
lebih lanjut dapat digambarkan sebagai akibat disfungsi intrinsik yang disebabkan
oleh miopati, infark, disfungsi katup akut, dan aritmia atau disfungsi ekstrinsik
yang disebabkan oleh gangguan obstruktif, seperti emboli paru , perikarditis
konstriktif, tamponade perikardial, atau tension pneumothoraks. Syok
hipovolemik, disebabkan oleh menurunnya volume sirkulasi darah relatif atau
absolut, yang mengakibatkan penurunan preload jantung yang mengubah volume
aliran darah dan mengarah pada penurunan cardiac output. Syok hipovolemik
dapat disebabkan oleh perdarahan akibat trauma, ruptur aneurisma, atau
perdarahan gastrointestinal, atau dari kehiangan cairan dasar yang disebabkan
oleh diare, luka bakar, atau dari '’ruang ketiga''. Syok distributif atau vasodilatasi
berakibat dari perubahan vaskular yang mengarah pada penurunan tonus
vasomotor dan hilangnya resistensi pembuluh darah perifer. Terdapat beberapa
sub-penyebab syok distributif termasuk sepsis , anafilaksis , sindrom syok toksik,
dan cedera persarafan pusat. Juga penting untuk dicatat bahwa syok vasodilatasi
adalah akibat akhir yang umum karena syok yang berkepanjangan dan berat
apapun penyebabnya.
Gangguan distribusi aliran darah yang bersifat patologis sulit untuk diukur
dan syok sulit untuk ditentukan dengan menggunakan kriteria hemodinamik saja.
Setiap hasil hitungan tekanan arteri rata-rata / mean arterial pressure (MAP) atau
indeks jantung dapat menentukan adanya disfungsi pada satu individu, juga
mungkin dapat mewakili fisiologi yang normal pada individu lainnya. Identifikasi
dan pengobatan syok sangat tidak tergantung pada penanda pengganti (surrogate
markers) dan perkiraan aliran darah jaringan. Penilaian terhadap gambaran utama
syok (misalnya, hipotensi, penurunan aliran darah kapiler, oliguria, perubahan
status mental, dan asidosis) harus dilakukan pada setiap pasien dengan penyakit
kritis, atau yang berisiko terkena syok. Sebuah pendekatan terkini pada diagnosis
syok dan pemantauan respon terhadap terapi harus mengintegrasikan temuan
pemeriksaan fisik (misalnya, kebingungan, pengisian kapiler tertunda, oliguria),
variabel hemodinamik (misalnya, MAP, indeks syok, tekanan nadi), dan
parameter metabolik secara global (misalnya, laktat, arterial base excess,
campuran saturasi oksigen vena). Sebuah gabungan gambaran parameter-
parameter pada pasien paling baik digunakan untuk mengoreksi atau menilai
kecukupan perfusi.
Perfusi jaringan global dan pengiriman oksigen ditentukan dengan
oksigenasi darah dan MAP. Pengiriman oksigen (DO2) adalah sebuah fungsi dari
oksigen arteri yang mengandung (CaO2) dan CARDIAC OUTPUT [ DO2 = CaO2
x CARDIAC OUTPUT x 10 ]. Kandungan oksigen arteri adalah jumlah oksigen
arteri terikat (Hb x SaO2 x 1,38) dan oksigen arteri terlarut (0,0031 x PaO2). PaO2
biasanya diabaikan karena jumlahnya yang kecil. Seberapa banyak oksigen yang
dikirim ke jaringan melalui pembuluh darah mikro tergantung pada berapa banyak
unit oksigen pembawa yang ada, berapa banyak dari unit hemoglobin dapat secara
efektif membawa oksigen, dan seberapa efektif jantung bekerja untuk mengirim
unit darah teroksigenasi. Cardiac output adalah hasil dari denyut jantung dan
volume kekuatan aliran darah, pada gilirannya, volume kekuatan aliran darah
tergantung pada preload, kontraktilitas miokard, dan afterload.
MAP adalah turunan dari hasil resistensi vaskuler sistemik (SVR) dan
cardiac output. SVR diatur oleh viskositas darah, panjang pembuluh, dan balikan
dari diameter pembuluh. SVR dan CARDIAC OUTPUT adalah konsep klinis
yang penting yang membedakan berbagai bentuk syok. Akibatnya, setiap
pendekatan dasar pada hipotensi harus dimulai dengan penilaian keadaan volume
pasien dan cardic output. Keadaan cardiac output secara klinis terkait dengan
tekanan nadi menyempit , indeks syok yang meningkat, dan adanya pengisian
kapiler tertunda (delayed capilarry refill) dengan ekstremitas perifer yang dingin.
Tekanan nadi melebar dengan tekanan diastolik yang rendah, kekuatan denyut
melonjak, ekstremitas hangat, dan pengisian kapiler normal dapat dilihat dengan
meningkatnya cardiac output.
Pada pasien dengan bukti hipoperfusi dan peningkatan cardiac output,
SVR yang menurun atau menurunnya volume relatif harus dicurigai. Kondisi
yang menyebabkan output tinggi dan resistansi rendah secara klasik terkait
dengan status inflamatif. Kondisi prototipikal output tinggi-resistensi rendah
adalah syok sepsis, meskipun pankreatitis berat, anafilaksis, luka bakar, dan gagal
hati mempunyai perubahan fisiologis yang serupa. Defisit perfusi yang diamati
pada syok hiperdinamik berasal dari interaksi yang kompleks pada proses humoral
dan mikrosirkulasi yang mengakibatkan aliran darah lokal regional yang tidak
seimbang dan kekacauan proses metabolisme seluler. Pada pasien dengan suspek
hipoperfusi dan dengan bukti klinis cardiac output rendah, penilaian volume
jantung dan volume intravaskular global harus ditinjau kembali. Riwayat dan
tampilan fisik yang sering dengan mudah membedakan keadaan hipovolemik baik
yang disebabkan oleh perdarahan (trauma) atau kehilangan volume (diare,
muntah). Gambaran klinis , seperti peningkatan pulsa vena jugularis, perifer
edema, gallop jantung , atau pulmonary rales, membantu untuk membedakan
pasien hipotensi dengan cardiac output rendah dan volume intravaskular tinggi.
Pasien jenis ini cenderung dingin dan lembab karena peningkatan SVR dan
biasanya memiliki gambaran riwayat dan tanda-tanda klinis (perubahan EKG)
yang lebih membantu membedakan asal-usul syok jantung.

Prinsip Penanganan
Penanganan syok pertama-tama berfokus pada identifikasi penyebab yang
mendasari dan memberikan sejumlah kombinasi dari resusitasi cairan,
vasokonstriktor, agen inotropik, dan vasodilator potensial dalam upaya yang
terkoordinasi untuk mengatur ketidakteraturan fisiologis, mengoreksi defisit
perfusi, dan memelihara suplai oksigen (Tabel 4). Secara klinis, hal ini dicapai
dengan meningkatkan darah tekanan dan cardiac output dengan optimalisasi
preload, peningkatan SVR, dan peningkatan kontraktilitas jantung. Untuk
mencapai tujuan tersebut, dokter dapat menggunakan sejumlah agen vasoaktif.
Agen vasopressor berperan besar meningkatkan tekanan perfusi dan memelihara
distribusi regional cardiac output melalui peningkatan MAP di atas ambang batas
autoregulasi. Agen vasopressor juga dapat meningkatkan preload jantung dan
meningkatkan Cardiac output dengan mengurangi pemenuhan cardiac output
vena dan memperbesar aliran balik vena. Inotropik meningkatkan pengiriman
oksigen dan cardiac output dengan meningkatkan kontraktilitas dan denyut
cardiac output.

Reseptor Fisiologis
Vasopressor dan inotropik secara luas terbagi menjadi agonis adrenergik
dan non-agonis adrenergik. Kategori-kategori utama dari reseptor adrenergik yang
sejalan dengan terapi vasoaktif adalah reseptor adrenergik α1-, α2-, β1-, and β2,
dan reseptor dopamin. Pembahasan mekanisme non-adrenergik biasanya berkisar
seputar aktivasi reseptor spesifik vasopresin, pada V1 tertentu, dan pengaturan
aktivitas phosphodiesterase selular internal.

Reseptor alpha – adrenergik


Reseptor alpha mempunyai sejumlah fungsi umum termasuk beberapa
vasokonstriksi pembuluh darah dan arteri koroner. Rangsangan reseptor α1
memberikan suatu efek primer pada otot polos dengan akibat konstriksi. Pada otot
polos pembuluh darah, efek primernya adalah vasokonstriksi. Aktivitas α1 telah
dikaitkan dengan perubahan metabolisme dan berpotensi untuk meningkatkan
kontraktilitas jantung, meskipun mekanisme yang paling tepat dalam aktivitas ini
masih belum terjelaskan. Rangsangan reseptor α2 postsinaps menyebabkan
vasodilatasi dengan produksi oksida nitrat endotel. Diperkirakan bahwa aktivitas
alpha campuran konstriktif-dilatatif ini membantu menjaga keseimbangan perfusi,
terutama dalam arteri koroner.

Reseptor beta –adrenergik


Rangsangan reseptor β1 terutama mempengaruhi jantung. Agonisme β1
menghasilkan peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung, yang mengarah pada
peningkatan kinerja jantung dan outputnya. Denyut jantung yang meningkat
dipicu oleh peningkatan konduksi nodus sinoatrial (efek kronotropik),
peningkatan otomatisitas dan konduksi otot ventrikel jantung, dan peningkatan
konduksi nodus atrioventrikular (efek dromotrofik). Volume tekanan /pukulan
aliran darah meningkat sebagai hasil dari kontraktilitas otot jantung (efek
inotropik). Rangsangan reseptor β2 menyebabkan relaksasi otot polos. Pada otot
polos, melekat arteri koroner kecil, arteri organ-organ viseral, dan arteri-arteri otot
rangka, pengaktifan β2 berakibat terjadinya vasodilatasi. Selain itu, rangsangan β2
menghasilkan peningkatan ringan kronotropik dan inotropik, meskipun efeknya
minimal.

Reseptor Dopaminergik
Ada lebih dari tujuh subtipe reseptor dopamin. Reseptor D4 telah dikenal
pada dalam jantung manusia. Dengan reseptor dopamin, dopamin meningkatkan
cardiac output dengan meningkatkan kontraktilitas miokard, dan pada dosis
tertentu meningkatkan denyut jantung. Pada ginjal , dopamin bekerja dengan cara
reseptor D1 dan D2 merangsang diuresis dan naturesis. Pada arteri paru manusia
reseptor subtipe D1, D2, D4, dan D5 mungkin berperan pada efek vasorelaksasif
dopamin.

Reseptor Vasopressin
Vasopresin adalah hormon peptida yang berperan terutama untuk
mengatur retensi air tubuh. Vasopressin, atau hormon antidiuretik, dilepaskan
ketika tubuh mengalami dehidrasi, memaksa ginjal untuk menghemat air ( tetapi
bukannya garam), memekatkan urin dan mengurangi volume urine. vasopressin
juga meningkatkan tekanan darah dengan menginduksi vasokonstriksi sedang
dengan menstimulasi reseptor V1 yang ada di seluruh pembuluh darah, namun
kebanyakan didominasi di dalam otot polos dari arteriol perifer. Pengaktifan
tingkat tinggi V1 sangat meningkatkan resistensi pembuluh darah dan merupakan
mekanisme kompensasi yang dominan untuk memulihkan tekanan darah pada
syok hipovolemik. Dalam kondisi fisiologis yang normal, vasokonstriksi yang
dirangsang V1 tidak mengakibatkan perubahan bersih pada tekanan darah karena
pengaktifan barorefleks. Vasopresin juga telah dikaitkan dengan vasodilatasi
paradoks, bahwa sebagian besar tergantung pada di pembuluh darah bernaung /
melekat / bersandar dan pada derajat aktivasi reseptor.
Pertimbangan Terapi
Ada beberapa konsep penting untuk dipertimbangkan saat memilih cara
pengobatan berdasarkan konsep agen-reseptor yang mana tergantung pada
individu pasien. Banyak agen yang digunakan untuk mengobati syok yang bekerja
terhadap berbagai reseptorn yang berbeda dan dapat menyebabkan efek campuran,
beberapa di antaranya dapat saja berupa efek yang tidak diinginkan. Kedua,
banyak dari agen ini memiliki kurva dosis-respon yang spesifik yang untuk mana
subtipe reseptor yang berbeda diaktifkan (pada berbagai tingkatan ketergantungan
dosis). Ini sangat menantang ketika mentitrasi atau mencampur agen-agen ini.
Terakhir, tubuh manusia menggunakan banyak fungsi autoregulasi.
Banyak respon terapi yang diinginkan (misalnya, vasokonstriksi) dapat
merangsang respon umpan balik yang mungkin saja melawan efek dimaksud
(peningkatan perfusi). Pada contoh ini, vasokonstriksi yang dirangsang
menyebabkan peningkatan SVR dan peningkatan MAP. MAP yang tinggi dapat
memicu bradikardia refleksif menyebabkan penurunan cardiac output (penurunan
perfusi). Selain itu , peningkatan SVR (afterload) juga bisa berdampak negatif
terhadap cardiac output, khususnya pada pasien dengan mioakardium yang lemah
atau iskemik. Komplikasi umum yang berkaitan dengan vasopresor dan agen
inotropik termasuk disritmia, miokard iskemia, hiperglikemia, dan hipoperfusi.
Dengan semua faktor ini dalam pertimbangan, pilihan agen harus selektif dan
dititrasi dengan dosis efektif minimal untuk mencapai titik akhir sasaran (MAP,
produksi urine , dan mentation).

Agen Khusus / Spesifik


Epinefrin adalah hormon katekolamin yang bersirkulasi yang disintesis
dari norepinephrine terutama di medula adrenal. Hormon Ini memiliki berbagai
sifat alfa dan beta agonistik dengan sejumlah efek yang pada akhirnya membatasi
kemudahan penggunaan klinisnya. Keterbatasan utama epinefrin adalah yang
potensinya memprovokasi terjadinya disritmia, potensi terjadinya miokard
iskemia, dan vasokonstriksi splanknikus yang lebih mendalam daripada agen lain
yang mana dapat menyebabkan iskemia organ perut.
Di instalasi gawat darurat, epinefrin paling bermanfaat sebagai agen
primer untuk pengobatan anafilaksis dan sebagai agen sekunder untuk pengobatan
sepsis dan bronkospasme berat. Pada dosis 2 sampai 10 mg / menit, rangsangan
reseptor beta epinefrin mendominasi. Rangsangan β1 epinefrin menyebabkan
peningkatan denyut jantung (kronotropi) dan peningkatan volume tekanan /
kekuatan aliran darah (stroke volume) (inotropi) dengan berakibat peningkatan
cardiac output dan konsumsi oksigen jantung. Pada dosis ini, epinefrin juga
menginduksi sejumlah rangsangan β2 yang mengakibatkan vasodilatasi pada
arteriol otot rangka yang mengimbangi sedikit vasokonstriksi (yang diinduksi
alpha) nya. Hasil akhir dari aktivitas beta dominan ini berakibat pada
meningkatnya cardiac output, SVR menurun, dan beragam efek terhadap MAP.
Pada dosis diatas 10 mg / menit, rangsangan reseptora alfa menghasilkan
vasokonstriksi umum dan peningkatan MAP yang diperantarai dengan
peningkatan SVR. Pada dosis yang beragam (tidak tetap), epinefrin juga
merangsang sejumlah respon metabolik penting dan secara langsung merangsang
ginjal, yang menghasilkan renin. Melalui aktivasi sistem renin-angiotensin,
epinefrin secara tidak langsung menyebabkan vasokonstriksi tambahan.
Efedrin adalah agen simpatomimetik dengan struktur yang mirip dengan
turunan sintetis epinefrin lainnya. Efedrin bekerja pada reseptor alpha dan
beta dengan potensi yang kurang dari epinephrine dan juga merangsang pelepasan
norepinefrin yang berperan pada efek tambahan alfa dan beta tidak langsung.
Aktivitas reseptor gabungan efedrin menyebabkan peningkatan tekanan darah
sistolik dan efek inotropik paling ringan. Aktivitas reseptor gabungan ini telah
terbukti meningkatkan aliran darah koroner dan otak, namun ini juga telah
dikaitkan dengan menurunnya aliran darah ginjal dan splanknikus. Efedrin jarang
digunakan pada infus yang berkelanjutan dan penggunaan klinisnya terutama
terbatas pada pengobatan hipotensi yang terkait dengan anestesi spinal. Karena
itu, Efedrin mungkin kurang berguna dalam pemakaian di instalasi gawat darurat.
Fenilefrin memiliki aktivitas alfa murni dan menghasilkan vasokontriksi veno dan
arteriol dengan efek langsung yang minimal pada inotropi atau kronotropi. Hal ini
menyebabkan peningkatan sistolik, diastolik, dan MAP dan dapat berujung pada
bradikardi refleks. Fenilefrin mempunyai sedikit efek pada detak jantung atau
kontraktilitas, sehingga kemungkinan aritmia minimal.
Dopamin adalah prekursor cepat norepinefrin dalam kaskade katekolamin.
Ketika diberikan secara intravena, dopamin mempunyai variasi dosis yang
dimediasi oleh aktivitas adrenergik langsung dan tidak langsung. Dopamin secara
langsung menstimulasi reseptor adrenergik a dan b dan dapat dikonversikan
hingga norepinefrin. Secara tidak langsung, dopamin menstimulasi pelepasan
norepinefrin dari saraf simpatik. Mekanisme tidak langsung ini dan variabilitas
yang tergantung dosis dapat memprediksikan efek hemodinamika kesulitan
dopamin.
Pada pemberian infus yang rendah (0,5–2 mg/kg/menit), dopamin
menstimulasi reseptor D1 yang menghasilkan vasodilatasi selektif ginjal, splanik,
pembuluh darah serebral dan koroner. Bahkan pada dosis rendah, beberapa
stimulasi yang terjadi dapat meningkatkan MAP dan cardiac ouput (CO). Pada
tingkat dari 2 hingga 5 mg/kg/menit, dopamin menstimulasi pelepasan
norepinefrin dan bercampur dengan aktivitas reseptor. Infus dopamin 5 hingga 10
mg/kg/menit menstimulasi reseptor b1 yang meningkatkan volume sekuncup
(volume stroke) denyut jantung, dan CO. Pada dosis yang lebih besar dari 10
mg/kg/menit, dopamin mengaktivasi reseptor adrenergik b1 dan reseptor
adrenergik a-. dengan peningkatan dosis (> 10 mg/kg/menit), mendominasi efek
alfa yang menyebabkan vasokontriksi dalam kebanyakan dasar pembuluh darah.
Terdapat perluasan yang saling bertumpang tindih, tetapi secara kritis digunakan
pada pasien yang sakit. Dopamin telah menunjukkan bagaimana memproduksi
peningkatan volume MAP median sebanyak 24% dalam mengoptimalkan pasien
yang mengalami hipotensi. Volume Stroke merupakan kontributor mayor yang
meningkatkan MAP, dengan denyutan jantung ke tingkat lebih tinggi dan
kontribusi minimal dari SVR.
Aktivitas reseptor sepktrum luas dopamin memberikan manfaat primer dan
kerugian klinis. Sama seperti agen adrenergik lainnya, perhatian terhadap efek
dopamin pada perfusi hepatosplanik telah ditingkatkan dan penelitian telah
menunjukkan bahwa data efek dopamin ditemukan lebih besar dibandingkan agen
lainnya Selain itu, mekanisme protektif renal mekanisme dopamin telah
dipertanyakan dan proteksi renal telah ditolak secara luas. Takidisritmia sering
membatasi prediktibilitas klinis dopamin.
Dopamin adalah bentuk stabil dan digunakan dalam campuran pengobatan
emergensi; dan sering tersedia dalam agen vasoaktif. Norepinefrin lainnya atau
dopamin direkomendasikan sebagai agen lini pertama dalam pengobatan syok
septik oleh badan Surviving Sepsis Campaign. Dopamin juga mempunyai
kegunaan klinis dalam mengobati neurogenik dan keadaan lainnya dimana
stimulasi denyutan jantung, kontraktilitas dan kemampuan dalam memodulasi
resistensi vaskular.
Dobutamin merupakan katekolamin sintetik yang ditinjau secara primer
sebagai agen inotropik. Dobutamin secara dominan adalah suatu agonis b1 dengan
alfa yang lemah dan efek b2. Aktivitas selektivitas b1 dobutamin secara primer
meningkatkan efek inotropik karena peningkatan volume sekuncup (stroke
volume) dan denyutan jantung dengan efek yang bervariasi pada pembuluh darah.
Efek akhir respon stimulus dobutamin adalah peningkatan CO dan penurunan
SVR yang menghasilkan reduksi global tekanan dinding ventikel, tekanan stress
simpatik, dan konsumsi oksigen miokardial. Dosis pengobatan dobutamin khusus
berkisar dari 2,5 hinga 10 mg/kg/menit.
Dobutamin dapat digunakan sebagai praktik emergensi dalam
menyambungkan aktivitas inotropik dan memperbaiki perfusi pasien syok septik
dengan disfungsi miokardial global. Dobutamin juga secara umum digunakan
sebagai agen yang membantu kontraktilitas dan dekompensasi jantung, walaupun
efek jangka panjangnya terhadap morbiditas gagal jantung kongestif masih
dipertnyakan .
Isoproterenol adalah katekolamin yang memiliki struktur yang sama
dengan epinefrin yang digunakan secara primer sebagai agen inotropik yang
menghasilkan stimulasi b1 dan stimulasi b2. Isoproterenol menstimulasi aktivitas
inotropik dan kronotropik yang meningkatkan kontraktilitas, denyutan jantung
dan konsumsi oksigen. Isoproterenol khususnya aktivitas b2 menyebabkan
vasodilatasi dan berpotensial menyebabkan aritmia. Keduanya dapat digunakan
dalam syok. Isoproterenol umumnya digunakan dalam pengobatan yang
mempunyai efek kronotropik dan berguna dalam pengobatan yang berhubungan
dengan keadaan hipotensi dan berkaitan dengan bradycardia atau blok jantung.
Vasopresin adalah hormon endogen dengan efek vasokontriktif yang
mempunyai defisiensi relatif yang digunakan dalam hipotensi refraktor dalam
syok vasodilatasi. Ini merupakan penyokong dalam penggunaan infus
berkelanjutan dosis rendah (0.01–0.03 U/menit) dalam persambungannya dengan
agen lainnya dalam mengobati syok vasodilatasi refraktorik. Penggunaan
Vasopresin dalam status vasodilatasi lain sama seperti yang ditemukan dalam
syok kardiogenik masih belum dapat dipastikan. Ini berhubungan dengan reduksi
mesenterik dan aliran darah renal, walaupun mempunyai efek yang masih
dipertanyakan. Banyak pertanyaan yang masih belum dapat dijawab dalam efek
klinis vasopressin dan badan Surviving Sepsis Campaign merekomendasikan
bahwa obat ini tidak dapat digunakan sebagai obat lini pertama.
Amrinone dan milrinone adalah inhibitor 3 fosfodiasterase yang
menyebabkan akumulasi cAMP intraseluler, mangakibatkan rantai yang sama
dalam vaskular dan jaringan jantung yang dapat dilihat dengan stimulasi b-
adrenergik. Hasil akhir aktivitas ini menghasilkan vasodilatasi dan respon
inotropik positif. Obat ini menyebabkan perbaikan jangka pendek dalam tampilan
hemodinamik dan memperbaiki variabel hemodinamik. Sama seperti dobutamin,
amrinone dan milrinone digunlkan dalam memperbaiki fungsi jantung dan
mnengobati kegagalan jantung refrakter. Agen ini terbatas kegunaannya dalam
status syok karena sifat vasodilator. Walaupun obat ini telah menunjukkan
perbaikan hemodinamik klinis jangka pendek, penelitian secara luas gagal
menerjemahkan obat ini dalam manfaat mortalitas jangka panjang.

Agen alternatif
Agen alternatif seperti Glukagon merupakan hormon polipeptida dmana
dalam dosis infus yang lebih besar bermanfaat dalam pengobatan overdosis b-
blocker, overdosis trisiklik, dan overdosis calcium channel blocker. Glukagon
mempunyai reseptor sendiri yang terpisah dari reseptor adrenergik. Stimulasi
reseptor ini menyebabkan peningkatan cAMP intraseluler, yang mempromosikan
inotropik dan kronotropik. Umumnya, glukagon diberikan dalam bentuk bolus
sebanyak 5-mg diikuti dengan pemberian infus 1 hingga 5 mg/jam, yang dapat
dititrasi hingga 10 mg/jam untuk mendapatkan respon pengobatan yang
diinginkan. insulin dosis tinggi sering digunakan dalam penyokong
kardiovaskular dalam toksisitas obat. Insulin mempunyai efek inotropik positif
intrinsik dan dapat meningkatkan masukan kalsium ke dalam sel melalui
smekanisme yang masih belum dapat diketahui. Walaupun efisiensi terapetik
insulin dosisi tinggi efektif dalam model percobaan pada hewan coba, belum ada
penelitian percobaan terhadap manusia yang telah dilakukan. Secara anekdot,
insulin yang diberikan sebagai 0.5 unit/kg bolus intravena kemduain dosis 0, 5
hingga 1 U/kg/jam infus intravena dengan larutan dekstrose 10%, telah
menunjukkan keefektifannya dalam saluran kalsium dan toksisitas b-blocker.
Garam kalsium menunjukkan peningkatan tekanan darah dan CO tanpa
mempengaruhi denyutan jantung dengan peningkatan pelepasan kalsium
intraseluler yang tersedia selama porses depolarisasi. Satu gram larutan kalsium
klorida 10% (10 mL) yang diberikan secara intravena lambat telah menunjukkan
beberapa efikasi dalam mengobati b-blocker dan saluran toksisitas kalsium
antagonis.

Aplikasi Klinis
Penulis telah menuliskan pendapat dalam seleksi terapi selama beberapa
tahun ini. Banyak pendapat yang berdasarkan model farmakologi, penelitian
hewan coba, atau bentuk penelitian yang terbatas. Cochran dan beberapa
penelitian saat ini mengevaluasi data penyokong obat vasoaktif dan obat vasoaktif
lainnya yang belum dapat dijawab seluruhnya. Penulis tersebut mampu
melakukan 8 penelitian yang dilakukan secara acak, data terkontrol dan
berdasarkan keterbatasan data yang belum dapat “menentukan” apakah vasopresor
khusus bersifat superior terhadap agen lainnya dalam mengobati status syok .
Penting dicatat bahwa kebanyakan fakta yang tersedia dalam obat
vasoaktif telah dikumpulkan bersama dalam pengobatan klinis hipotensi dalam
status syok yang sangat spesifik. Sangat penting mempertimbangkan agen dan
memilih agen berdasarkan fakta spesifik berdasarkan status syok individu yang
diobati. Beberapa status syok spesifik dapat dilihat dalam Tabel 5.
Syok anafilaktik
Anafilaksis diinisiasi dengan respon hipersensitivitas mediasi IgE- yang
tidak diatur dan ini berhubungan dengan bronkospasme, vasodilatasi sistemik,
meningkatkan permeabilitas vaskular, dan mengurangi tonus vena. Reaksi
anafilaktoid secara klinis tidak dapat dibedakan responnya terhadap mediasi IgE.
Dalam penyakit ini, sel mast melepaskan histamin, mencetuskan kontraksi
bronchial halus, relaksasi otot lunak vaskular, dan peningkatan dalam dasar
kapasitas vaskular, yang tidak adekuat diisi dengan volume sirkulasi darah
normal.

Tabel 5 Obat-obat vasoaktif untuk menegatasi stastus syok


Status syok Agen lini pertama Agen lini kedua
Syok anafilaktik Epinefrin, 1 mL dalam Infus norepinefrin
larutan 1:10,000 (100 sebanyak 0,1–1
mg), dapat diberikan mg/kg/menit (0,5–30
secara lambat secara IV mg/menit)
kemudian dosis infus
0,02 mg/kg/menit (5–15
mg/menit)
Syok kardiogenik, Tekanan darah sistolik Amrinone dosis 0,75
ventrikel kiri (SBP) < 70, infus mg/kg kemudian 5–10
norepinefrin sebanyak mg/kg/menit (tidak
0,1–1 mg/kg/menit (0.5– direkomendasikan pada
30 mg/menit) paska infark miokard
Tekanan darah sistolik (MI))
(SBP) 70–90, infus Milrinone dosis 50 mg/kg
dopamin pada 15 kemudian 5–10
mg/kg/menit mg/kg/menit
Tekanan darah sistolik (tidak direkomendasikan
(SBP) > 90, infus pada paska infark
dobutamin sebanyak 2– miokard (MI))
20 mg/kg/menit
Syok kardiogenik, Infus Dobutamin Infus Phenylephrine
emboli pulmonar sebanyak 5 mg/kg/menit sebanyak 10–20
Infus norepinefrin mg/kg/menit
sebanyak 0,1–1
mg/kg/min
Syok hemoragik Volume resusitasi Infus Dopamin sebanyak
5–15 mg/kg/menit
sebagai tambahan
sementara
Syok neurogenik Infus dopamin sebanyak Infus norepinefrin
5–15 mg/kg/menit sebanyak 0,1–1
mg/kg/menit
Infus Phenylephrine
sebanyak 10–20
mg/kg/menit
Syok septik Infus norepinefrin Infus Dopamin sebanyak
sebanyak 0.1–1 5–15 mg/kg/menit
mg/kg/min Infus epinefrin sebanyak
Infus dobutamin 0,02 mg/kg/menit
sebanyak 5 mg/kg/menit
Overdosis toksis obat Infus norepinefrin Infus Phenylephrine
dan syok sebanyak 0.1–1 sebanyak 10–20
mg/kg/menit mg/kg/menit
Glukagon yang diberikan
sebanyak 5-mg IV bolus,
kemudian infus garan
kalsium 1–5 mg/h
infusion: bolus kalsium
glukonat, 0,6 mL/kg,
kemudian infus 0,6–1,5
mL/kg/h
Insulin dimulai dari 0,1
units/kg/jam IV dan
dititrasi hingga 1
unit/kg/jam
Singkatan:
IV, intravenous; MI, myocardial infarction; SBP, systolic blood pressure

Platelet diaktivasi dalam kaskade ini dan melepaskan faktor aktivasi


trombosit, yang mengamplifikasi vasodilatasi perifer dan mempunyai peranan
dalam vasokontriksi koroner dan arteri pulmoner.
Efek hasil kombinasi dalam reduksi volume dan cardiac preload,
merupakan reduksi inotropik dan konsekuensinya menyebabkan pengurangan
output. Selanjutnya, hipotensi dan menyebabkan jaringan hipoperfusi. Kematian
karena reaksi anafilatik disebabkan karena bronkospasme, kolaps saluran nafas
atas dari edema, atau kolaps kardiovsakular. Syok yang terjadi dalam 30% hingga
50% persen kasus.
Syok anafilaksis dalam variabel komponen dan syok hipovolemik melalui
kebocoran cairan kapiler, syok distributif yang disebabkan karena hilangnya tonus
vasomotor dan syok kardiogenik yang disebabkan oleh reduksi inotropik.
Pengetahuan distribusi fisiologi ini sangat penting dalam penanganan
emergensi anafilaksis dan secara spesifik tehadap pilihan terapi.

Pengobatan
Penilaian cepat jalan nafas pasien dan kondisi kardiopulmoner harus
dilakukan. Terapi farmakologi dalam syok anafilaktik secara umum dibantu oleh
data yang diobservasi dari hewan coba. Keseimbangan fakta ini bertujuan pada
kebalikan efek mediator anafilaktik. Tergantung pada keparahan gejala yang ada,
umunya terlibat dalam pengobatan dengan cairan intravena, antihistamin awal,
bronkodilator, steroid dan epinefrin. Resusitasi cairan awal diperlukan dalam
mengkoreksi defisit volume ralatif cardiac preload.
Epinefrin adalah pilihan obat vasoaktif dalam mengatasi syok anafilaktik.
Efek katekolamin epinefrin berinteraksi dengan vasodepresi, bronkokonstriksi,
transudasi cairan dan depresi kardiak yang dapat dilihat pada anafilaksis.
Epinefrin diberikan secara umum terhadap pasien dengan gejala awal
angioedema, bronkospasme, atau hipotensi. Pemberian awal secara khusus
diberikan secara subkutaneus atau intramuskular. Rekomendasi pedoman klinis
diberikan sebanyak 0,3 hingga 0,5 mL dengan larutan epinefrin 1:1000 (1 mg/mL)
secara intramuskular ke dalam paha anterior atau paha lateral karena fakta
absorbsi lebih cepat dilakukan secara intramuskular. Pengulangan dosis dapat
diberikan dengan pemberian resusitasi agresif selama 3 hingga 5 menit
berdasarkan keparahan klinis atau respon gejala.
Untuk hipotensi refraktorik, epinefrin dapat diberikan secara infus
berkelanjutan sebanyak 5 hingga 15 mg/menit dan dititrasi efeknya. Dalam kasus
akses intravena yang sulit, epinefrin (3–5 mL dengan dilusi 1:10:000) dapat
diberikan melalui tabung endotrakea agar diperoleh efek yang diinginkan. Agen
vasoaktif suplementer (dopamin, norepinefrin, atau phenylephrine) dapat
digunakan untuk mengubah kapasitansi hipoteni persisten. Selain itu, bolus
ulangan intravena glukagon sebanyak 1 mg dengan interval 5 menit, khususnya
pada pasien dengan b-blockers, telah menunjukkan bantuan inotropik dan
kronotropik pada pasien dengan hipotensi refraktorik dan bradikardia. Vasopresin
juga mempunyai agen sekunder dalam pengobatan anafilaksis berat yaitu sifat
tidak responsif terhadap epinefrin.

Syok Neurogenik
Syok Neurogenik disebabkan oleh perubahan saraf otonom tiba-tiba yaitu
sistem saraf otot halus dalam dinding pembuluh darah dan terhadap pusat nodus
jantung sebagai hasil kerusakan sistem saraf pusat berat (otak atau korda spinalis).
Dengan hilangnya stimulasi simpatis tiba-tiba, vasodilatasi pembuluh darah
menyebabkan pengurangan tiba-tiba dalam resistensi pembuluh darah perifer
(berkurangnya MAP) dan pengalaman jantung sebagai stimulus penting
parasimpatik yang meningkatkan bradikardia (berkurangnya CO).

Pengobatan
Pengobatan syok neurogenik dengan volume resusitasi agresif dan hasil
augmentasi hemodinamik dalam perbaikan outcome. Strategi bantuan medis
terbatas dan secara luas berdasarkan seri kasus. Pengalaman kolektif
mengungkapkan pemeliharaan MAP pada 85 hingga 90 mm Hg memperbaiki
perfusi korda spinalis dan berakibat terhadap outcome neurologis. Agen vasoaktif
secara khusus dimulai setelah atau secara berkelanjutan dengan resusitasi volume.
Khusunya, agen-agen dengan campuran aktivitas reseptor dan agonis beta yang
lebih kuat (dopamin, norepinefrin) yang diinisiasi sebelum tambahan agonis alfa
murni (phenylephrine) untuk meningkatkan MAP dan menstimulasi kronotropik.

Syok kardiogenik dengan disfungsi ventrikel kiri Akut


Syok Kardiogenik merupakan suatu keadaan jaringan perfusi yang tidak
adekuat disebabkan oleh disfungsi jantung dan kebanyakan berhubungan dengan
infark miokard akut dengan kegagalan ventrikel kiri. Syok Kardiogenik
didefiniskan dengan hipotensi bertahan dengan hipoperfusi jaringan
(oliguria,ekstremitas dingin) walaupun tekanan pengisian ventrikel bersifat
adekuat, komplikasi berkisar dari 6% hingga 7% dari infark miokrad akut dan
berhubungan dengan mortalitas sebanyak 60% hingga 90%. Bantuan dalam terapi
agresif telah dilakukan dalam beberapa percobaan besar (GUSTO-1 dan SHOCK).
Manfaat terbesar mortalitas dalam penelitian ini dapat dilihat dengan bantuan
awal, waktu revaskularisasi, dan augmentasi pompa balon intra-aortik.

Pengobatan
Usaha pengobatan hipotensi dan hipoprefusi penting dalam penanganan
syok kardiogenik.Pedoman American College of Cardiology–American Heart
Association terhadap penanganan pasien dengan infark miokrad dengan ST
elevasi merekomendasikan volume intravena empiris sebanyak 250 mL larutan
isotonik yang diberikan pada pasien yang dicurigai dengan syok kardiogenik
dimana tidak terdapat fakta bahwa overload volume (kongesti pulmoner, distensi
vena,distress pernafasan). Pedoman dalam Departemen penanganan emergensi
awal terhadap infark miokard dengan ST-elevasi harus berhati-hati terhadap
cairan yang berlebihan pada pasien dengan infark ventrikel kiri yang luas,
khususnya pada orang tua. Pemberian cairan agresif dapat diindikasikan pada
disfungsi ventrikel kanan (RV) yang disebabkan oleh infark RV dan umumnya
diperlukan dalam mengkompensasi venodilatasi dan hipotensi yang berhubungan
dengan infark miokard inferior.
Agen Obat simpatomimetik lini pertama dalam penanganan syok
kardiogenik yang berhubungan dengan disfungsi iskemik ventrikel kiri akut.
Pedoman secara umum menggunakan tekanan darah sistolik dalam memandu
penanganan vasoaktif. Pada pasien dengan tekanan darah sistolik yang berkisar
dari 70 hingga 100 mm Hg yang tidak tampak begitu sakit dan tidak menunjukkan
tanda-tanda syok pedoman umumnya merekomendasikan infus dobutamin
intravena (2–20 mg/kg/menit) dapat diinisiasi untuk membantu volume sekuncup
(stroke volume) dan mengurangi afterload. Dalam status syok dengan tanda-tanda
hipoperfusi, terapi awal harus dimulai dengan infus dopamin (5–15 mg/kg/menit)
untuk menyediakan bantuan inotropik dan vasokontiktif. Pada pasien dengan
hipotensi (tekanan darah sistolik < 70 mm Hg) norepinefrin direkomendasikan
infus sebanyak 0,5 hingga 30 mg/menit.

Syok Kardiogenik dengan Disfungsi Ventrikel Kanan


Disfungsi RV dapat dibagi dalam: kontraktilitas RV, tekanan overload
RV, dan volume overload RV. Pasien dengan dekompensasi akut fungsi RV,
tetapi menderita ketiga disfungsi ini. Fungsi RV lebih baik dicocokkan terhadap
volume overload dibandingkan tekanan overload dibandingkan ventrikel kiri
(LV). Dinding RV yang tipis yang tidak mempunyai kontraktilitas dan miokardial
besar dalam mengatasi peningkatan afterload, walaupun ini disyaratkan beberapa
kali dalam meningkatkan resistensi vaskular pulmoner perlahan-lahan. Penurunan
kontraktilitas RV, hasil sekunder infark RV, kardiomiopati, dan sepsis,
menyebabkan dilatasi ruang normal, memperbaiki relaksasi, dan selanjutnya
tekanan end-diastolik. Penyebab ini merupakan kontur normal septum
intraventrikular mengarah ke LV dan meningkatkan tekanan intraperikardial yang
membatasi pengisian RV dan LV.
Tekanan overload RV sekunder hingga arteri pulmoner hingga obstruksi
arteri pulmoner (pulmoner, lemak, dan emboli cairan amnion), stenosis pulmonal,
atau hipertensi pulmoner (berhubungan dengan penyakit paru hiperkarbia
hiperkarbia dan hipoksemia, penyakit jantung kiri, penyakit tromboemboli kronik
dan sindrom distress respirasi akut), menyebabkan peningkatan tekanan dinding
RV, dilatasi ruang RV, dan perbaikan fungsi diastolik dan sistolik. Dengan
overload, pergeseran septum intraventrikel ke dalam pada ruang LV. Peningkatan
hasil tekanan overload menghasilkan peningkatan konsumsi oksigen miokard,
dimana ketika digandakan dengan berkurangnya perfusi koroner dan
berkurangnya suplai oksigen dapat menyebabkan iskemia miokard atau infark
miokard. Bahkan dalam keadaan kompensasi, kegagalan dapat dihasilkan dari
kerusakan perubahan resistensi pulmoner atau meningkatnya volume. Semua jalur
perbaikan disfungsi RV ini sama dengan kaskade menurunnya RV CO. Penurunan
RV CO menyebabkan berkurangnya preload LV, kemudian menurunkan LV CO,
dan selanjutnya hipotensi sistemik. Kaskade ini selanjutnya dieksaserbasi dengan
kulit yang kering septum intraventrikel. Hipotensi sistemik menyebabkan
penurunan tekanan perfusi koroner dan siklus nyata yang disebut
‘‘autoaggravation’’ berlanjut hingga perburukan disfungsi RV.

Pengobatan
Pengobatan kegagalan RV bertujuan dalam merusak autoaggravation
(autoaggravasi). Terapi klinis spesifik, trombolisis, intervensi perkutaneus, dan
kemungkinan intervensi bedah ditentukan dengan etiologi akut RV dekompensasi.
Penanganan emenrgensi harus difokuskan secara primer dalam terapi suportif
sebagai jembatan koreksi akhir. Dalam menentukan apakah volume dibutuhkan
dalam pembentukan kegagalan RV dapat menjadi hal yang sulit karena dalam
semua pembentukan kegagalan RV, terdapat beberapa derajat dilatasi RV. Yang
paling penting, perubahan cairan dan pemantauan denyutan jantung, tekanan
darah, tampilan jantung, dan output urin secara langsung terhadap penanganan
kegagalan RV selanjutnya. Sama dengan kegagalan sekunder terhadap infark
miokard yaitu suatu cairan awal yang dapat didukung jika tanda volume overload
secara klinis tidak ada.
Tidak ada pedoman pasti dan langsung dalam penggunaan vasopresor
yang tepat atau inotropik dalam pembentukan kegagalan RV akut. Bantuan
hemodinamik memerlukan penggunaan vasoprespor dan inotropik dalam
resusitasi volume, atau jika RV dianggap sebagai volume vasodilator overload
yang diindikasikan. Norepinefrin, epinefrin, phenylephrine, dopamin, dan
vasopressin adalah agen vasoaktif yang dapat digunakan dalam mengimbangi
hipotensi sistemik yang sering terjadi dengan kegagalan RV. Peningkatan MAP
dan afterload dapat berinteraksi; akan tetapi, RV diperfusi melalui arteri koroner
dalam keadaan diastol dan sistol Pemeliharaan tekanan kepala yang meningkatkan
perfusi miokardial RV dapat berguna dalam bentuk peningkatan permintaan
oksigen miokard RV. Agen ideal yang meningkatkan vasokontriksi sistemik tanpa
peningkatan resistensi vaskular pulmoner; akan tetapi tidak ada fakta yang
mendukung untuk salah satu agen dan agen lainnya. Norepinefrin dapat didukung
dalam bentuk hewan coba emboli pumoner yang menunjukkan perbaikan bertahan
hidup, CO, dan aliran darah koroner dengan perubahan minimal dalam pembuluh
darah pulmoner dalam kegunaannya. Epinefrin telah didukung dalam kasus
berdasarkan kasus kepustkaan dalam terapi emboli pulmoner komplikasi syok.
Vasopresin telah digunakan dalam dosis rendah untuk mengobati milrinone yang
menginduksi hipotensi tanpa kerusakan CO atau tekanan arteri pulmoner. Secara
teoritis, norepinefrin, epinefrin, dan dopamin mempunyai aktivitas b2 yang dapat
menyebabkan berkurangnya resistensi vaskular pulmoner untuk membedakan
derajat. Manfaat ini hilang, akan tetapi, ketika alfa dan aktivitas b1 ditargetkan
dalam meningkatkan aktivitas untuk meningkatkan kekuatan CO pada awal efek
b2 dan meningkatkan resistensi vaskular pulmoner dan permintaan oksigen
miokardial.
Tidak ada outcome data untuk mendukung satu agen dan agen lainnya
dalam hipotensi dan pembentukan kegagalan RV. Tidak ada agen inotropik
selektif inotropik dalam RV. Bantuan Inotropik dapat menyambung
kontraktibilitas kardiak melalui aktivitas b1 (dobutamin-isoproterenol); inhibisi
phosphodiesterase (milrinone-amrinone); atau sensitisasi kalsium (levosimendan).
Belum ada penelitian saat ini yang membandingkan inotropik dalam kegagalan
LV; akan tetapi, tidak ada percobaan secara spesifik isolasi kegagalan RV.
Percobaan Infus Levosimendan versus percobaan Dobutamin dan Calcium
Sensitizer atau Inotropik atau tidak ada satupun dalam percobaan gagal jantung
output rendah dalam mendemonstrasikan meningkatnya kemampuan bertahan
hidup dengan levosimendan melalui dobutamin atau plasebo
Levosimendan adalah sensitizer kalsium. Levosimendan meningkatkan
kontraksi dengan peningkatan sensitivitas troponin C hingga kalsium.
Kemampuan bertahan hidup pasien dengan gagal jantung akut dalam percobaan
kebutuhan bantuan inotropik intravena, akan tetapi, kegagalan dalam
mendemonstrasikan perbedaan dalam bertahan hidup antara dobutamin dan
levosimendan. Selain itu, walaupun levosimendan tersedia di negara lain, obat ini
hanya tersedia dalam obat pemeriksaaan (investigational drug) di Amerika
Serikat.
Walaupun dopamin, dobutamin, dan milrinone-amrinone mempunyai
riwayat yang telah digunakan pada pasien syok kardiogenik (disfungsi LV), tidak
ada penelitian secara spesifik dalam mengevaluasi penggunaannya dalam
kegagalan RV isolasi. Penggunaan agen ini dapat didukung atau disangkal dengan
adanya fakta disfungsi RV. Hal ini berkebalikan dengan isoproterenol, amrinone,
dan milrinone yang telah diinvestigasi dalam model percobaan hewan emboli
pulmonal akut dan tidak menunjukkan hal yang diinginkan. Banyak pertanyaan
yang masih belum dijawab tentang bantuan RV dan masih belum jelas manakah
‘‘agen pilihan’’ dalam scenario klinis ini..

Ringkasan
Terdapat beberapa penelitian yang menyediakan fakta dalam vasopresor
khusus atau strategi inotropik dalam penanganan awal di departemen emergensi
syok. Kebanyakan rekomendasi strategi vasoaktif secara luas digunakan
berdasarkan model farmakodinamik, penelitian hewan coba, pengalaman empiris
dan keterbatasan penelitian terhadap manusia dalam lingkungan pelayanan kritis.
Walaupun terdapat keterbatasan ini, pengetahuan dasar tentang tersedianya bukti
yang membantu menunjang praktik terbaik, pendekatan luas, prospektif, secara
acak dan dilakukan dengan penelitian yang baik. Pemahaman latar belakang
fisiologi status syok dan keterbatasan aksi agen vasoaktif individu dapat
membantu pengobatan emergensi oleh dokter terhadap terapi spesifik berdasarkan
presentasi pasien.

Anda mungkin juga menyukai