Prinsip Penanganan
Penanganan syok pertama-tama berfokus pada identifikasi penyebab yang
mendasari dan memberikan sejumlah kombinasi dari resusitasi cairan,
vasokonstriktor, agen inotropik, dan vasodilator potensial dalam upaya yang
terkoordinasi untuk mengatur ketidakteraturan fisiologis, mengoreksi defisit
perfusi, dan memelihara suplai oksigen (Tabel 4). Secara klinis, hal ini dicapai
dengan meningkatkan darah tekanan dan cardiac output dengan optimalisasi
preload, peningkatan SVR, dan peningkatan kontraktilitas jantung. Untuk
mencapai tujuan tersebut, dokter dapat menggunakan sejumlah agen vasoaktif.
Agen vasopressor berperan besar meningkatkan tekanan perfusi dan memelihara
distribusi regional cardiac output melalui peningkatan MAP di atas ambang batas
autoregulasi. Agen vasopressor juga dapat meningkatkan preload jantung dan
meningkatkan Cardiac output dengan mengurangi pemenuhan cardiac output
vena dan memperbesar aliran balik vena. Inotropik meningkatkan pengiriman
oksigen dan cardiac output dengan meningkatkan kontraktilitas dan denyut
cardiac output.
Reseptor Fisiologis
Vasopressor dan inotropik secara luas terbagi menjadi agonis adrenergik
dan non-agonis adrenergik. Kategori-kategori utama dari reseptor adrenergik yang
sejalan dengan terapi vasoaktif adalah reseptor adrenergik α1-, α2-, β1-, and β2,
dan reseptor dopamin. Pembahasan mekanisme non-adrenergik biasanya berkisar
seputar aktivasi reseptor spesifik vasopresin, pada V1 tertentu, dan pengaturan
aktivitas phosphodiesterase selular internal.
Reseptor Dopaminergik
Ada lebih dari tujuh subtipe reseptor dopamin. Reseptor D4 telah dikenal
pada dalam jantung manusia. Dengan reseptor dopamin, dopamin meningkatkan
cardiac output dengan meningkatkan kontraktilitas miokard, dan pada dosis
tertentu meningkatkan denyut jantung. Pada ginjal , dopamin bekerja dengan cara
reseptor D1 dan D2 merangsang diuresis dan naturesis. Pada arteri paru manusia
reseptor subtipe D1, D2, D4, dan D5 mungkin berperan pada efek vasorelaksasif
dopamin.
Reseptor Vasopressin
Vasopresin adalah hormon peptida yang berperan terutama untuk
mengatur retensi air tubuh. Vasopressin, atau hormon antidiuretik, dilepaskan
ketika tubuh mengalami dehidrasi, memaksa ginjal untuk menghemat air ( tetapi
bukannya garam), memekatkan urin dan mengurangi volume urine. vasopressin
juga meningkatkan tekanan darah dengan menginduksi vasokonstriksi sedang
dengan menstimulasi reseptor V1 yang ada di seluruh pembuluh darah, namun
kebanyakan didominasi di dalam otot polos dari arteriol perifer. Pengaktifan
tingkat tinggi V1 sangat meningkatkan resistensi pembuluh darah dan merupakan
mekanisme kompensasi yang dominan untuk memulihkan tekanan darah pada
syok hipovolemik. Dalam kondisi fisiologis yang normal, vasokonstriksi yang
dirangsang V1 tidak mengakibatkan perubahan bersih pada tekanan darah karena
pengaktifan barorefleks. Vasopresin juga telah dikaitkan dengan vasodilatasi
paradoks, bahwa sebagian besar tergantung pada di pembuluh darah bernaung /
melekat / bersandar dan pada derajat aktivasi reseptor.
Pertimbangan Terapi
Ada beberapa konsep penting untuk dipertimbangkan saat memilih cara
pengobatan berdasarkan konsep agen-reseptor yang mana tergantung pada
individu pasien. Banyak agen yang digunakan untuk mengobati syok yang bekerja
terhadap berbagai reseptorn yang berbeda dan dapat menyebabkan efek campuran,
beberapa di antaranya dapat saja berupa efek yang tidak diinginkan. Kedua,
banyak dari agen ini memiliki kurva dosis-respon yang spesifik yang untuk mana
subtipe reseptor yang berbeda diaktifkan (pada berbagai tingkatan ketergantungan
dosis). Ini sangat menantang ketika mentitrasi atau mencampur agen-agen ini.
Terakhir, tubuh manusia menggunakan banyak fungsi autoregulasi.
Banyak respon terapi yang diinginkan (misalnya, vasokonstriksi) dapat
merangsang respon umpan balik yang mungkin saja melawan efek dimaksud
(peningkatan perfusi). Pada contoh ini, vasokonstriksi yang dirangsang
menyebabkan peningkatan SVR dan peningkatan MAP. MAP yang tinggi dapat
memicu bradikardia refleksif menyebabkan penurunan cardiac output (penurunan
perfusi). Selain itu , peningkatan SVR (afterload) juga bisa berdampak negatif
terhadap cardiac output, khususnya pada pasien dengan mioakardium yang lemah
atau iskemik. Komplikasi umum yang berkaitan dengan vasopresor dan agen
inotropik termasuk disritmia, miokard iskemia, hiperglikemia, dan hipoperfusi.
Dengan semua faktor ini dalam pertimbangan, pilihan agen harus selektif dan
dititrasi dengan dosis efektif minimal untuk mencapai titik akhir sasaran (MAP,
produksi urine , dan mentation).
Agen alternatif
Agen alternatif seperti Glukagon merupakan hormon polipeptida dmana
dalam dosis infus yang lebih besar bermanfaat dalam pengobatan overdosis b-
blocker, overdosis trisiklik, dan overdosis calcium channel blocker. Glukagon
mempunyai reseptor sendiri yang terpisah dari reseptor adrenergik. Stimulasi
reseptor ini menyebabkan peningkatan cAMP intraseluler, yang mempromosikan
inotropik dan kronotropik. Umumnya, glukagon diberikan dalam bentuk bolus
sebanyak 5-mg diikuti dengan pemberian infus 1 hingga 5 mg/jam, yang dapat
dititrasi hingga 10 mg/jam untuk mendapatkan respon pengobatan yang
diinginkan. insulin dosis tinggi sering digunakan dalam penyokong
kardiovaskular dalam toksisitas obat. Insulin mempunyai efek inotropik positif
intrinsik dan dapat meningkatkan masukan kalsium ke dalam sel melalui
smekanisme yang masih belum dapat diketahui. Walaupun efisiensi terapetik
insulin dosisi tinggi efektif dalam model percobaan pada hewan coba, belum ada
penelitian percobaan terhadap manusia yang telah dilakukan. Secara anekdot,
insulin yang diberikan sebagai 0.5 unit/kg bolus intravena kemduain dosis 0, 5
hingga 1 U/kg/jam infus intravena dengan larutan dekstrose 10%, telah
menunjukkan keefektifannya dalam saluran kalsium dan toksisitas b-blocker.
Garam kalsium menunjukkan peningkatan tekanan darah dan CO tanpa
mempengaruhi denyutan jantung dengan peningkatan pelepasan kalsium
intraseluler yang tersedia selama porses depolarisasi. Satu gram larutan kalsium
klorida 10% (10 mL) yang diberikan secara intravena lambat telah menunjukkan
beberapa efikasi dalam mengobati b-blocker dan saluran toksisitas kalsium
antagonis.
Aplikasi Klinis
Penulis telah menuliskan pendapat dalam seleksi terapi selama beberapa
tahun ini. Banyak pendapat yang berdasarkan model farmakologi, penelitian
hewan coba, atau bentuk penelitian yang terbatas. Cochran dan beberapa
penelitian saat ini mengevaluasi data penyokong obat vasoaktif dan obat vasoaktif
lainnya yang belum dapat dijawab seluruhnya. Penulis tersebut mampu
melakukan 8 penelitian yang dilakukan secara acak, data terkontrol dan
berdasarkan keterbatasan data yang belum dapat “menentukan” apakah vasopresor
khusus bersifat superior terhadap agen lainnya dalam mengobati status syok .
Penting dicatat bahwa kebanyakan fakta yang tersedia dalam obat
vasoaktif telah dikumpulkan bersama dalam pengobatan klinis hipotensi dalam
status syok yang sangat spesifik. Sangat penting mempertimbangkan agen dan
memilih agen berdasarkan fakta spesifik berdasarkan status syok individu yang
diobati. Beberapa status syok spesifik dapat dilihat dalam Tabel 5.
Syok anafilaktik
Anafilaksis diinisiasi dengan respon hipersensitivitas mediasi IgE- yang
tidak diatur dan ini berhubungan dengan bronkospasme, vasodilatasi sistemik,
meningkatkan permeabilitas vaskular, dan mengurangi tonus vena. Reaksi
anafilaktoid secara klinis tidak dapat dibedakan responnya terhadap mediasi IgE.
Dalam penyakit ini, sel mast melepaskan histamin, mencetuskan kontraksi
bronchial halus, relaksasi otot lunak vaskular, dan peningkatan dalam dasar
kapasitas vaskular, yang tidak adekuat diisi dengan volume sirkulasi darah
normal.
Pengobatan
Penilaian cepat jalan nafas pasien dan kondisi kardiopulmoner harus
dilakukan. Terapi farmakologi dalam syok anafilaktik secara umum dibantu oleh
data yang diobservasi dari hewan coba. Keseimbangan fakta ini bertujuan pada
kebalikan efek mediator anafilaktik. Tergantung pada keparahan gejala yang ada,
umunya terlibat dalam pengobatan dengan cairan intravena, antihistamin awal,
bronkodilator, steroid dan epinefrin. Resusitasi cairan awal diperlukan dalam
mengkoreksi defisit volume ralatif cardiac preload.
Epinefrin adalah pilihan obat vasoaktif dalam mengatasi syok anafilaktik.
Efek katekolamin epinefrin berinteraksi dengan vasodepresi, bronkokonstriksi,
transudasi cairan dan depresi kardiak yang dapat dilihat pada anafilaksis.
Epinefrin diberikan secara umum terhadap pasien dengan gejala awal
angioedema, bronkospasme, atau hipotensi. Pemberian awal secara khusus
diberikan secara subkutaneus atau intramuskular. Rekomendasi pedoman klinis
diberikan sebanyak 0,3 hingga 0,5 mL dengan larutan epinefrin 1:1000 (1 mg/mL)
secara intramuskular ke dalam paha anterior atau paha lateral karena fakta
absorbsi lebih cepat dilakukan secara intramuskular. Pengulangan dosis dapat
diberikan dengan pemberian resusitasi agresif selama 3 hingga 5 menit
berdasarkan keparahan klinis atau respon gejala.
Untuk hipotensi refraktorik, epinefrin dapat diberikan secara infus
berkelanjutan sebanyak 5 hingga 15 mg/menit dan dititrasi efeknya. Dalam kasus
akses intravena yang sulit, epinefrin (3–5 mL dengan dilusi 1:10:000) dapat
diberikan melalui tabung endotrakea agar diperoleh efek yang diinginkan. Agen
vasoaktif suplementer (dopamin, norepinefrin, atau phenylephrine) dapat
digunakan untuk mengubah kapasitansi hipoteni persisten. Selain itu, bolus
ulangan intravena glukagon sebanyak 1 mg dengan interval 5 menit, khususnya
pada pasien dengan b-blockers, telah menunjukkan bantuan inotropik dan
kronotropik pada pasien dengan hipotensi refraktorik dan bradikardia. Vasopresin
juga mempunyai agen sekunder dalam pengobatan anafilaksis berat yaitu sifat
tidak responsif terhadap epinefrin.
Syok Neurogenik
Syok Neurogenik disebabkan oleh perubahan saraf otonom tiba-tiba yaitu
sistem saraf otot halus dalam dinding pembuluh darah dan terhadap pusat nodus
jantung sebagai hasil kerusakan sistem saraf pusat berat (otak atau korda spinalis).
Dengan hilangnya stimulasi simpatis tiba-tiba, vasodilatasi pembuluh darah
menyebabkan pengurangan tiba-tiba dalam resistensi pembuluh darah perifer
(berkurangnya MAP) dan pengalaman jantung sebagai stimulus penting
parasimpatik yang meningkatkan bradikardia (berkurangnya CO).
Pengobatan
Pengobatan syok neurogenik dengan volume resusitasi agresif dan hasil
augmentasi hemodinamik dalam perbaikan outcome. Strategi bantuan medis
terbatas dan secara luas berdasarkan seri kasus. Pengalaman kolektif
mengungkapkan pemeliharaan MAP pada 85 hingga 90 mm Hg memperbaiki
perfusi korda spinalis dan berakibat terhadap outcome neurologis. Agen vasoaktif
secara khusus dimulai setelah atau secara berkelanjutan dengan resusitasi volume.
Khusunya, agen-agen dengan campuran aktivitas reseptor dan agonis beta yang
lebih kuat (dopamin, norepinefrin) yang diinisiasi sebelum tambahan agonis alfa
murni (phenylephrine) untuk meningkatkan MAP dan menstimulasi kronotropik.
Pengobatan
Usaha pengobatan hipotensi dan hipoprefusi penting dalam penanganan
syok kardiogenik.Pedoman American College of Cardiology–American Heart
Association terhadap penanganan pasien dengan infark miokrad dengan ST
elevasi merekomendasikan volume intravena empiris sebanyak 250 mL larutan
isotonik yang diberikan pada pasien yang dicurigai dengan syok kardiogenik
dimana tidak terdapat fakta bahwa overload volume (kongesti pulmoner, distensi
vena,distress pernafasan). Pedoman dalam Departemen penanganan emergensi
awal terhadap infark miokard dengan ST-elevasi harus berhati-hati terhadap
cairan yang berlebihan pada pasien dengan infark ventrikel kiri yang luas,
khususnya pada orang tua. Pemberian cairan agresif dapat diindikasikan pada
disfungsi ventrikel kanan (RV) yang disebabkan oleh infark RV dan umumnya
diperlukan dalam mengkompensasi venodilatasi dan hipotensi yang berhubungan
dengan infark miokard inferior.
Agen Obat simpatomimetik lini pertama dalam penanganan syok
kardiogenik yang berhubungan dengan disfungsi iskemik ventrikel kiri akut.
Pedoman secara umum menggunakan tekanan darah sistolik dalam memandu
penanganan vasoaktif. Pada pasien dengan tekanan darah sistolik yang berkisar
dari 70 hingga 100 mm Hg yang tidak tampak begitu sakit dan tidak menunjukkan
tanda-tanda syok pedoman umumnya merekomendasikan infus dobutamin
intravena (2–20 mg/kg/menit) dapat diinisiasi untuk membantu volume sekuncup
(stroke volume) dan mengurangi afterload. Dalam status syok dengan tanda-tanda
hipoperfusi, terapi awal harus dimulai dengan infus dopamin (5–15 mg/kg/menit)
untuk menyediakan bantuan inotropik dan vasokontiktif. Pada pasien dengan
hipotensi (tekanan darah sistolik < 70 mm Hg) norepinefrin direkomendasikan
infus sebanyak 0,5 hingga 30 mg/menit.
Pengobatan
Pengobatan kegagalan RV bertujuan dalam merusak autoaggravation
(autoaggravasi). Terapi klinis spesifik, trombolisis, intervensi perkutaneus, dan
kemungkinan intervensi bedah ditentukan dengan etiologi akut RV dekompensasi.
Penanganan emenrgensi harus difokuskan secara primer dalam terapi suportif
sebagai jembatan koreksi akhir. Dalam menentukan apakah volume dibutuhkan
dalam pembentukan kegagalan RV dapat menjadi hal yang sulit karena dalam
semua pembentukan kegagalan RV, terdapat beberapa derajat dilatasi RV. Yang
paling penting, perubahan cairan dan pemantauan denyutan jantung, tekanan
darah, tampilan jantung, dan output urin secara langsung terhadap penanganan
kegagalan RV selanjutnya. Sama dengan kegagalan sekunder terhadap infark
miokard yaitu suatu cairan awal yang dapat didukung jika tanda volume overload
secara klinis tidak ada.
Tidak ada pedoman pasti dan langsung dalam penggunaan vasopresor
yang tepat atau inotropik dalam pembentukan kegagalan RV akut. Bantuan
hemodinamik memerlukan penggunaan vasoprespor dan inotropik dalam
resusitasi volume, atau jika RV dianggap sebagai volume vasodilator overload
yang diindikasikan. Norepinefrin, epinefrin, phenylephrine, dopamin, dan
vasopressin adalah agen vasoaktif yang dapat digunakan dalam mengimbangi
hipotensi sistemik yang sering terjadi dengan kegagalan RV. Peningkatan MAP
dan afterload dapat berinteraksi; akan tetapi, RV diperfusi melalui arteri koroner
dalam keadaan diastol dan sistol Pemeliharaan tekanan kepala yang meningkatkan
perfusi miokardial RV dapat berguna dalam bentuk peningkatan permintaan
oksigen miokard RV. Agen ideal yang meningkatkan vasokontriksi sistemik tanpa
peningkatan resistensi vaskular pulmoner; akan tetapi tidak ada fakta yang
mendukung untuk salah satu agen dan agen lainnya. Norepinefrin dapat didukung
dalam bentuk hewan coba emboli pumoner yang menunjukkan perbaikan bertahan
hidup, CO, dan aliran darah koroner dengan perubahan minimal dalam pembuluh
darah pulmoner dalam kegunaannya. Epinefrin telah didukung dalam kasus
berdasarkan kasus kepustkaan dalam terapi emboli pulmoner komplikasi syok.
Vasopresin telah digunakan dalam dosis rendah untuk mengobati milrinone yang
menginduksi hipotensi tanpa kerusakan CO atau tekanan arteri pulmoner. Secara
teoritis, norepinefrin, epinefrin, dan dopamin mempunyai aktivitas b2 yang dapat
menyebabkan berkurangnya resistensi vaskular pulmoner untuk membedakan
derajat. Manfaat ini hilang, akan tetapi, ketika alfa dan aktivitas b1 ditargetkan
dalam meningkatkan aktivitas untuk meningkatkan kekuatan CO pada awal efek
b2 dan meningkatkan resistensi vaskular pulmoner dan permintaan oksigen
miokardial.
Tidak ada outcome data untuk mendukung satu agen dan agen lainnya
dalam hipotensi dan pembentukan kegagalan RV. Tidak ada agen inotropik
selektif inotropik dalam RV. Bantuan Inotropik dapat menyambung
kontraktibilitas kardiak melalui aktivitas b1 (dobutamin-isoproterenol); inhibisi
phosphodiesterase (milrinone-amrinone); atau sensitisasi kalsium (levosimendan).
Belum ada penelitian saat ini yang membandingkan inotropik dalam kegagalan
LV; akan tetapi, tidak ada percobaan secara spesifik isolasi kegagalan RV.
Percobaan Infus Levosimendan versus percobaan Dobutamin dan Calcium
Sensitizer atau Inotropik atau tidak ada satupun dalam percobaan gagal jantung
output rendah dalam mendemonstrasikan meningkatnya kemampuan bertahan
hidup dengan levosimendan melalui dobutamin atau plasebo
Levosimendan adalah sensitizer kalsium. Levosimendan meningkatkan
kontraksi dengan peningkatan sensitivitas troponin C hingga kalsium.
Kemampuan bertahan hidup pasien dengan gagal jantung akut dalam percobaan
kebutuhan bantuan inotropik intravena, akan tetapi, kegagalan dalam
mendemonstrasikan perbedaan dalam bertahan hidup antara dobutamin dan
levosimendan. Selain itu, walaupun levosimendan tersedia di negara lain, obat ini
hanya tersedia dalam obat pemeriksaaan (investigational drug) di Amerika
Serikat.
Walaupun dopamin, dobutamin, dan milrinone-amrinone mempunyai
riwayat yang telah digunakan pada pasien syok kardiogenik (disfungsi LV), tidak
ada penelitian secara spesifik dalam mengevaluasi penggunaannya dalam
kegagalan RV isolasi. Penggunaan agen ini dapat didukung atau disangkal dengan
adanya fakta disfungsi RV. Hal ini berkebalikan dengan isoproterenol, amrinone,
dan milrinone yang telah diinvestigasi dalam model percobaan hewan emboli
pulmonal akut dan tidak menunjukkan hal yang diinginkan. Banyak pertanyaan
yang masih belum dijawab tentang bantuan RV dan masih belum jelas manakah
‘‘agen pilihan’’ dalam scenario klinis ini..
Ringkasan
Terdapat beberapa penelitian yang menyediakan fakta dalam vasopresor
khusus atau strategi inotropik dalam penanganan awal di departemen emergensi
syok. Kebanyakan rekomendasi strategi vasoaktif secara luas digunakan
berdasarkan model farmakodinamik, penelitian hewan coba, pengalaman empiris
dan keterbatasan penelitian terhadap manusia dalam lingkungan pelayanan kritis.
Walaupun terdapat keterbatasan ini, pengetahuan dasar tentang tersedianya bukti
yang membantu menunjang praktik terbaik, pendekatan luas, prospektif, secara
acak dan dilakukan dengan penelitian yang baik. Pemahaman latar belakang
fisiologi status syok dan keterbatasan aksi agen vasoaktif individu dapat
membantu pengobatan emergensi oleh dokter terhadap terapi spesifik berdasarkan
presentasi pasien.