Anda di halaman 1dari 16

A.

OBAT ANTIPROTOZOA

Obat antiprotozoa adalah senyawa yang digunakan untuk pencegahan atau pengobatan
penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa.
Berdasarkan penggunaanya obat antiprotozoa dibagi menjadi enam kelompok yaitu obat
antiamuba, antileismania, antirikomonas, antiripanosoma, dan obat antimalaria.
1. Obat Antiamuba
Obat antiamuba, atau amubisida adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan
amubiasis, suatu infeksi pada tuan rumah (host) yang disebabkan oleh amuba
parasitik. Habitat amuba biasanya pada usus besar, seperti entamoebahistolytica, E.
Coli, E.harimanni, Endolimas nana dan Iodamoeba butschilii, atau pada mulut,
seperti E.ginggivilis.

Amubiasis biasanya dihubungkan dengan amuba disentri, suatu infeksi yang


disebablan oleh E. Histolytica. Merupakan salah satu penyakit parasit yang endemik
dan banyak menimbulkan kematian di banyak negara, terutama di daerah tropis yang
sanitasinya relatif rendah.

Obat antiamuba di bagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan 4-aminokuinolin,


antibiotika, turunan 8-hidroksikuinolin, alkaloida ipeka, turunan 5-nitroimidazol,
arsen organik dan turunan lain-lain.
A. Turunan 4-aminokuinolin
Contoh : klorokuin dan garam-garamnya
Klorokuin digunakan untuk amubiasis sitemik, terutama abses hati. Keterangan
lebih lanjut dari turunan 4-aminokuinolin dapat dilihat pada bab antimalaria.
B. Antibiotika
Contoh : eritromisin, tetrasiklin, oksitetrasiklin dan paromomisin
Antibiotika bekerja sebagai amubisid secara tidak langsung pada dinding dan
lumen usus, yaitu dengan memodifikasi flora usus yang diperlukan untuk
kehidupan amuba.
C. Turunan 8-Hidroksikuinolin
Contoh : kiniofon, kliokuinol (Vioform)dan iodokuinol
Mekanisme kerja
8-Hidroksikuinolin bekerja pada amuba yang terdapat pada usus, melalui dua
mekanisme, yaitu :
1) Oksidasi oleh atom iodida
2) Pembentukan kelat dengan ion fero oleh gugus 8-Kuionolinol.

Efek samping turunan 8-Hidroksikuinolin adalah subacutemyclo-optic


neuropathy (SMON) dan nyeri selebral akut, termasuk agitasi dan amnesia, bila
digunakan dengan dosis besar pada waktu yang pendek. Pada dosis terapi,
pemakaian jangka panjang kemungkinan menyebabkan atropi optikyang tetap dan
kebutaan. Di beberapa negara, termasuk indonesia, kliokuinol samping di atas.

D. Alkaloida Ipeka
Contoh : emetin HCl, dan dehidroemetin di HCl(DH Emetine).
Mekanisme kerja
Alkaloida ipeka adalah amubisid sistemik, digunakan untuk pengobatan amuba
disentri yang berat dan abses hepatik. Pada tingkat molekul, senyawa dapat
menghambat perpanjangan rantai polipeptida, kemudian memblok sintesis protein
dari organisme eukariotik. Efek ini tidak terjadi pada organisme prokariotik.

Hubungan struktur dan aktivitas


a. Stereokimia merupakan dasar yang sangat penting untuk aktivitas antiamuba
alkaloida ipeka. Emetin HCl, merupakan 4 atom C asimetrik pada posisi 2,3,
11b dan 1’, sehingga dapat membentuk beberapa stereoisome. Dari uji
biologis didapatkan bahwa semua stereoisomer tersebut aktivitasnya lebih
rendah dibanding (-)-emetin, suatu alkaloida alam yang didapat dari ekstrak
tanaman Uragaga ipecacuanhae.
b. Kuartenerisasi atomme N-5 (-)-emetin akan meningkatkan aktivitas
antiamuba. Tetapi bila keuartenerisasi dilakukan pada atom N-5 dan N-2’
justru menurunkan aktivitas
c. Substituen pada cincin aromatik dapat divariasi tanpa kehilangan aktivitas.
d. Pemecahan cincin tetrahidroisokuinolin memberikan senyawa dengan
aktivitas sedang.
e. Turunannya, (±)-2,3-dehidroemetin, biasanya dinamakan
dehidroemetin,aktivitasnya sama seperti emetin, tetapi toksisitasnya lebih
rendah dan lebih cepat dieliminasikan.

Efek samping serius terjadi antara lain pada kardiovaskular, saraf otot dan reaksi
pada saluran cerna.

Alkaloida ipeka biasanya diberikan secara subkutan atau intramuskular, karena


pada pemberian secara intravena menimbulkan efek samping cukup besar.
Sekarang, penggunaan alkaloida ipeka sebagai antiamuba kurang populer dan
diganti, dengan turunan 5-nitroimidazol karena mempunyai aktivitas yang sama
dan relatif lebih aman. Alkaolida ipeka hanya digunakan bila turunan 5-
nitroimidazol tidak efektif atau kontraindikasi
Dosis 1.M (yang dalam) atau S.C : 1-1,5 mg/kgbb 1 dd, selama 5 hari.

E. Turunan Nitroimidazol
Turunan nitroimidazol dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Turunan 2-nitroimidazol, contoh : benznidazol dan misonidazol.
2. Turunan 5-nitroimidazol, contoh : metronidazol, nimorazol, ornidazol,
tinidazol dan seknidazol.

Struktur umum turunan 2-nitroimidazol :

Turunan 5-nitroimidazol sampai sekarang merupakan obat pillihan untuk


amubiasis usus dan sistemik, termasuk abses amuba, infeksi bakterial, giardiasis,
trikomoniasis dan beberapa parasit protozoa. Turunan 5-nitroimidazol lebih aktif
terhadap amubiasis sitemik daripada amubiasis usus karena sebagian besar obat
diserap melalui usus halus sehingga kemungkinan gagal untuk mencapai kadar
terapeutik dalam usus besar. Pada pengobatan amubiasis usus yang berat,
biasanya dikombinasi dengan antibiotika, seperti tetrasiklin atau paromomisin.
Mekanisme kerja

Gugus nitro pada posisi 5 sangat berperan untuk aktivitas amubiasis karena
mampu mereduksi dan berfungsi sebagai elektron aseptor terhadap gugus elektron
donor protein amuba. Akibatnya, terjadi gangguan proses biokimia, seperti
hilangnya struktur heliks ADN, pemecahan ikatan dan kegagalan fungsi ADN
sehingga amuba mengalami kematian.

Struktur turunan 5-nitroimidazol dapat dilihat pada tabel 36.

F. Arsen Organik
Contoh : karbarson, difetarson dan glikobiarsol
Turunan arsen orgamik mengandung atom arsenik pentavalen. Mula-mula
direduksi menjadi arsen trivalen kemudian membentuk kompleks dengan gugus
tiol dari parasit dan menunjukkan efek amubisid. Turunan arsen organik sekarang
jarang digunakan karena ekskresinya pelan dan akan ditimbulkan pada jaringan
sehingga menimbulkan toksisitas yang besar.
G. Turunan lain-lain
Contoh : diloksanid furoat, bialamikol dan kuinakrin HCl
Diloksanid furoat, adalah turunan haloasetamid, mengandung gugus dikloroamid
(-N(R)-COCHCl₂) yang terikat pada cincin fenil, seperti pada antibiotika gejala-
gejala amubiasis usus dan sistemik, termasuk abses amubik, sesudah pengobatan
dengan turunan 5-nitroimidazol. Diklosanid furoat cepat terhidrolisis dalam usus
melepas diklosanid dan cepat diserap oleh saluran cerna. Kadar plasma tertinggi
obat dicapai dalam 1 jam, dengan masa kerja ± 6 jam.
Dosis oral ; 500 mg 3 dd, selama 10 hari

2. Obat Antileismania
Obat antileismania atau leismanisida, adalah senyawa kemoterapetik yang digunakan
untuk pengobatan leismaniasis, suatu parasit yang disebabkan oleh Leishmania
donovani (leismaniasis viseral), L. Tropica (leismaniasis kutan), L. Brazilliense
(leismaniasis mukokutan), L. Aethiopica, L. Major dan L. Mexicana. Merupakan
parasit pada manusia dan hewan yang disebarluaskan melalui gigitan serangga lalat
pasir (Phleobotamus atau Lutzomyla).
Leishmania sp, mempunyai dua bentuk siklus kehidupan, yaitu :
a. Luar sel, bentuk promastigot bebas, dikembangkan dalam usus vektor
(serangga), yang masuk dalam tubuh mamalia melalui gigitan serangga.
b. Dalam sel, bentuk amastigot dalam tubuh mamalia.

Antileismania dibagi menjadi lima kelompok yaitu golongan alkaloida, turunan


diamidin, turunan 5-nitroimidazol dan turunan lain-lain.
a. Golongan alkaloida
Contoh : Emetin HCl, dehidroemetin.
b. Antibiotika
Contoh : amfoterisin B, griseofulvin dan paromomisin
c. Turunan Diamidin
Contoh : hidrosistilbamidin isetionat dan pentamidin isetionat.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja turunan diamidin belum begitu jelas, kemungkinan disebabkan
oleh interaksi obat dengan ADN atau nukleosida, melalui reaksi yang melibatkan
aseptor donor elektron yang menyebabkan hambatan biosintesis ADN, ARN,
fosfolipid dan protein. Kemungkinan mekanisme kerja yang lain adalah
mempengaruhi pemasukan atau fungsi poliamin protozoa .

d. Turunan 5-nitroimidazol
Contoh : metronidazol dan benznidazol
e. Turunan Lain-lain
Contoh : sodium stilboglukonat, alopurinol, sikloguanil pamoat, kuinakrin HCl
dan suramin Na.

Sodium stiboglukonat, merupakan turunan antumin dan obat pilihan untuk


pengobatan segala bentuk leismaniasis. Terhadap L. Braziliense bila tidak efektif
dapat diganti dengan amfoterisin B.
Mekanisme kerja
Sodium stiboglukonat adalah senyawa antimon pentavalen yang berfungsi
sebagai pra-obat, dalam tubuh direduksi menjadi bentuk trivalen aktifyang dapat
bereaksi dengan gugus sulfhidril, yang ada dalam sistem enzim esensial parasit,
membentuk ikatan kovalen dan menyebabkan efek toksik.

3. Obat Antitrikomonas
Obat antitrikomonas, atau trikomonasida, adalah senyawa yang digunakan untuk
pengobatan trikomoniasis, suatu infeksi parasit pada usus atau saluran genital, yang
disebabkan oleh flagelata, seperti Trichomonas vaginallis, T. Tenax, Dientamoeba
fragillis dan pentatrichomonas hominis. Infeksi pada manusia terutama adalah
trikomonas yang disebabkan oleh T.vaginallis, yang biasanya hidup pada mukosa
vagina dan bagian saluran genital wanita (40%) atau pria (10%).
Obat antitrikomonas dikelompokkan menjadi dua yaitu obat yang bekerja secara
sistemik dan yang bekerja secara setempat.
a. Obat yang bekerja secara sistemik
Obat pilihan untuk pengobatan trikomoniasis sistemik adalah metronidazol atau
turrunan nitroimidazol lain. Untuk infeksi D.fragilis sebagai obat pilihan adalah
iodokuinol atau tetrasiklin.
Obat yang menghambat efek sistemik trikomoniasis dibagi menjadi tida kelompok
yaitu golongan antibiotika, turunan 8-hidroksikuinolin dan turunan nitroimidazol.
1. Golongan antibiotika
Contoh : tetrasiklin, natamisin dan pentamisin
2. Turunan 8-hidroksikuinolin
Contoh : kliokuinol (Vioform) dan iodokuinol
3. Turunan nitroimidazol
Contoh : benznidazol, flunidazol, metronidazol, misonidazol, nimorazol,
ornidazol, sekmidazol dan tinidazol.
b. Obat yang bekerja secara setempat
c. Contoh : aminakrin HCl, klotrimazol dan povidon-iodin.

4. Obat antitripanosoma
obat antitriponosoma, atau tripanosida, adalah senyawa yang digunakan untuk
pencegahan dan pengobatan tripanosomiasis, suatupenyakit parasit yang disebabkan
oleh flagelata, seperti Trypanosoma gambiesnse, T. Cruzi dan T. Rhodesiense.

T. cruzi dapat menyebabkan penyakit Chagas, dan vektor penyebabnya disebut


kissing bugs, yaitu Triatoma sp.,Panstrongylus sp. Dan Rhodnius sp. Penyakit ini
banyak tersebar di Amerika latin. Penyebarannya melalui transfusi darah dan
sekarang menimbulkan problem dengan T.cruzi. T. cruzi mempunyai tiga bentuk
dalam siklus kehidupannya, yaitu amastigot (leismania), epimastigot dan
tripomastigot. Hanya sedikit obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit
Chagas, antara lain yaitu benznidazol dan nifurtimoks.

T. gambiense dan T. Rhodesiense dapat menyebabkan penyakit tidur atau


tripanosomiasis Afrika, dan vektor penyebarnya adalah lalat tsetse (Glossuba palpalis
dan G. Morsitans). T.gambiense dan T. Rhodesiense mempunyai dua bentuk dalam
siklus kehidupannya, yaitu epimastigot, terjadi pada tubuh lalat tsetse yang dalam
kelenjar liur berubah menjadi tripomastigot dan melalui gigitan lalat masuk ke tubuh
host.
Banyak senyawa yang digunakan untuk pengobatan tripanosomiasis Afrika, tetapi
biasanya menimbulkan toksisitas cukup besar sehingga harus dikontrol secara ketat
dan penderita harus masuk rumah sakit. Selain pengobatan infeksi, hal lain yang
harus diperhatikan adalah strerilisasi darah transfusi (dengan gentian violet) dan
kontrol terhadap vektor (dengan insektisida, seperti malation)

5. Obat Antimalaria
Obat antimalaria adalah senyawa yang digunakan untuk pencegahan dan pengobatan
malaria, suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa, yaitu Plasmodium sp., yang
masuk ke dalam tubuh tuan rumah (host) melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.

Ada empat spesies malaria pada manusia, yaitu P. Falciparum (malaria tertiana yang
berbahaya), P. Vivax (malaria tertiana yang kurang berbahaya), P. Malaria (malaria
kuartana yang kurang berbahaya) dan P. Ovale (malaria tertiana yang kurang
berbahaya). Tertiana dan kuartana menunjukkan siklus reproduksi parasit, yang
ditandai oleh waktu selang antara puncak tertinggi demam pasien. Untuk tertiana
waktu selang demam tertinggi 48 jam sedang kuartana 72 jam.

Siklus perkembangan parasit malaria dalam nyamuk anopheles dan tubuh manusia
serta tempat kerja obat antimalaria dapat dilihat pada gambar ini.
Obat antimalaria adalah senyawa yang digunakan utnuk pencegahan dan pengobatan
malaria, suatu penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa yaitu Palsmodium sp
yang masuk ke dalam tubuh tuan rumah (host) melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina.

Obat antimalaria dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan cara kerja
dan struktur kimianya.

Berdasarkan perkembangan dan siklus kehidupan parasit dimana obat bekerja atau
berdasarkan cara kerjanya, antimalaria dikelompokan sebagai berikut:
a. Schizontisida jaringan (eksoeritrisitik schizontisida), yang digunakan
pencegahan kausal. Obat kelompok ini menghancurkan bentuk jaringan primer
plasmidia dari merozoit di hati, dimulai dari tahap infeksi eritrisitik, kemudian
mencegah invasi eritrosit dan lain-lain penyebaran infeksi ke nyamuk
Anopheles.
Contoh : klorguanid, pirimetamin, dan primakuin.
b. Schizontisida jaringan, yang digunakan mencegah kekambuhan. Obat kelompok
ini bekerja pada bentuk schizont di jaringan laten, jaringan sekunder,atau
hipnozoit dari P.vivax dan P.ovale di sel hati. Contoh : primakuin dan
pirimetamin.
c. Schizontisida darah (Schizontisida erisrositik), yang digunakan yang digunakan
untuk pengobatan klinikdan supresif. Obat kelompok ini bekerja terhadap
merozoit pada fasa eritrositik aseksual dari parasit malaria dan mengganggu
schizogoni eritrositik ke bawah. Berdasarkan masa kerjanya kelompok ini dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Schizontisida yang bekerja secara cepat.
Contoh : amodiakuin, artemisin, klorokuin, kuinin, tetrasiklin
2. Schizontisida yang bekerja lambat
Contoh : pirimetamin, klorguanid, sikloguanil pamoat, sulfoniamid, dan
sulfon
d. Gametositosida. Obat kelompok ini menhancurkan bentuk eristrositik seksual
dari parasit mamalia, sehingga mencegah penyebaran plasmodia ke nyamuk
Anopheles. Contoh : klorokuin, primakuin, dan kuinin.
e. Sporozoitosid. Obat kelompok ini mampu membunuh sporpzoit segera setelah
masuk dalam darah sesudah gigitan nyamuk. Waktu untuk bekerja obat sangat
singkat karena sporozoit secara cepat masuk ke sel hati sehingga banyak obat
antimalaria yang kurang efektif terhadap bentuk sporozoit tersebut. Contoh :
klorguanid, pirimetamin, dan primakuin.
f. Sporontosida. Obat kelompok ini bekerja pada tubuh nyamuk malaria yang
menginfeksi tuan rumah yaitu dengan mencegah pembentukan oosist dan
sporozoit. Contoh : pirimetamin, klorguanid, primakuin.

Mekanisme kerja obat antimalaria

a. Berinteraksi dengan ADN


Turunan 9-aminoakridin, 4-aminokuinolin, 8-aminokuinolon, dan kuinolinometanol
menunjukan efek Schizontisid yang cepat dengan cara berinteraksi dengan ADN parasit.
Turunan di atas mempunyai sistem cincin datar, dapat mengadakan interkalasi dengan
pasangan basa doble helix ADN.
Gugus fosfat ADN. Perhitungan orbital molekul menunjukkan bahwa cincin aromatik
plamar dari turunan di atas, terutama bentuk terprotonasi, mempunyai nilai LEMO rendah
sedang pasangan basa guanine-sitosin mempunyai nilai HOMO tinggi sehingga mudah
membentuk kompleks obat- AND.
Kuinin, dapat mengikat ADN melalui tiga jalur, yaitu :
1. Cincin kuinolin berinterkalasi diantara pasangan basa dobel heliks ADN, membentuk
kompleks alih muatan.
2. Gugus hidroksil alcohol membentuk ikatan hydrogen dengan salah satu pasangan
basa.
3. Gugus kuinuklidin terprojeksi pada salah satu alur ADN, dan gusgus amin alifatik
tersier yang terprotonasi membentuk ikatan ion dengan gugus fosfat dobel heliks
ADN yang bermuatan negatif.

Pembentukan kompleks akan menurunkan keefektifan ADN parasit untuk bekerja sebagai
template enzim ADN dan ARN polymerase sehingga terjadi pemblokan sintesis ADN
dan ARN.

Turunan aminokuinolin , membentuk kompleks dengan ADN melalui dua jalur, yaitu :
1. Gugus amin alifatik tersier rantai samping yang terprotonasi, membentuk ikatan ion
dengan gugus fosfat dobel heliks ADN yang bermuatan negatif, melalui celah minor.
2. Alih muatan yang lebih khas atau interaksi hidrofoh yang melihatkan cincinaromatik
dan pasangan basa guanine-sitosin ADN

Klorokuin dan amodiakuin, membentuk kompleks dengan ADN melalui dua jalur, yaitu
:

1. Gugus amin alifatik tersier rantai samping yang terprotonasi membentuk ikatan ion
dengan gugus fosfat dobel heliks AND yang bermuatan negatif,
2. Gugus 7-CI dapat membentuk ikatan elektrostatik dengan gugus 2-amino guanine
yang bersifat khas.

b. Menghambat enzim dihidrofosfat reduktase


Turunan biguanida dan diaminopirimidin, mempunyai aktifitas antimalaria karena
menghambat secara selektif enzim dihidrofosfat reduktase yang mengkatalis perubahan
asam dihidrofosfat menjadi asam tetrahidrofosfat pada parasit. Penghambatan ini
mempengaruhi biosintesis plasmodia terutama pembentukan basa purin, pirimidin dan
ADN. Meskipun turunan ini tidak bekerja secara selektif terhadap enzim parasit, tetapi
dapat mengikat enzim dihidrofosfat reduktase plasmodia lebih kuat dibanding isoenzim
pada tuan rumah. Efek pemblokan ini tidak berbahaya bagi tuan rumah karena asa folinat
yang diperlukan dipasok dari luar melalui makanan.

c. Menghambat enzim dihidropteroat sintetase


Turunan sulfonamid dan sulfon bekerja sebagai antimalaria karena dapat menghambat
secara selektif enzim dihidropteroat sintetase, yang mengkatalisis kondensasi ester
pirofosfat dari 2-amino-4-okso-6-hidroksimetildihin dengan asam p-aminobenzoat
sehingga mencegah penggabungan asam p-aminobenzoat dengan asam dihidropteroat.
Hambatan ini dapat menyebabkan kematian parasit.

d. Menghambat sintesis protein


Tetrasiklin, eritromisin, makrolida, dan seskuiterpenlakton bekerja sebgai antimalaria
terutama dengan menghambat sintesis protein parasit.

e. Mekanisme kerja lain-lain


Klorokuin, sinkonin, kuinidin, dan kuinin dapat mengikat dengan afinitas yang tinggi
feriprotoporfirin IX, suatu gugus prostetik dan hemoglobin, mioglobin, dan enzim
tertentu, membentuk kompleks koordinasi, menyebabkan kerusakan dan lisisnya
membran parasit malaria.
Klorokuin juga menghambat ornitin dekarboksilase, suatu enzim yang membatasi
kecepatan reaksi biosintesis poliamin.
B. Anthelmintik

Anthelmintik (obat anticacing) adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan


berbagai jenis penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing (helmin)
Cacing dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Nemathelmintes, contoh : nematoda
b. Platihelmintes, contoh : cestoda dan trematoda

Berdasarkan lokasi pada saluran usus cacing dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Cacing yang melekat pada dinding usus, contoh: Taenia solium, Taenia saginata,
Tichuris trichiura dan Trichinella spiralis.
b. Cacing yang melekat pada mukosa, contoh : Strangyloides Stercoralis
c. Cacing yang tidak melekat pada saluran cerna, contoh : Ascaris lumbricoides dan
Enterobius vermicularis.

Mekanisme kerja
a. Kerja langsung yang menyebabkan narkosis, paralisis atau kematian cacing.
Befenium hidroksinaftoat, levamisol dan pirantel pamoat bekerja sebagai agonis
asetilkolin tipe ganglionik nikotinik. Reseptor kolinergik pada penghubung saraf otot
nematoda adalah tipe ganglionik nikotinik. Obat agonis diatas merupakan senyawa
pemblok saraf otot secara depolarisasi, dapat merangsang ganglia secara kuat, diikuti
pengaktifan nikotinik, menghasilkan kontraksi otot sehingga menyebabkan paralisis
spastik pada cacing diikuti pengeluaran cacing dari tubuh tuan rumah (host).
Dietilkarbamazin, menunjukan dua tipe kerja pada mikrofilaria, yaitu:
1. Karena efek hiperpolarisasi dari gugus piperazin, senyawa bekerja sebagai agonis
ᵧ-aminobutirat (GABA) pada penghubung saraf otot, menghasilkan paralisis
lemah, kemudian cacing dikeluarkan dari normal habitat tuan rumah.
2. Dengan mediator platelet darah, menimbulkan rangsangan pengeluaran antigen
filaris. Mekanisme kematian cacing melibatkan peran serta radikal bebas.

Turunan piperazin, seperti piperazin sitrat, bekerja sebagai agonis GABA pada
penghubung saraf otot dari a.lumbricoides, seperti pada dietilkarbamazin

b. Efek iritasi dan merusak jaringan cacing


Heksilresorsinol dan senyawa yang berhubungan, efektif terhadap A.tumbricoides dan
T. trichiura karena menimbulkan efek iritasi dan kerusakan jaringan cacing.

c. Efek mekanis yang menyebabkan kekacauan pada cacing, terjadi perpindahan dan
kehancuran cacing oleh fagositosis.
Dietilkarbamazin dapat menyebabkan perubahan membran permukaan mikrofilaria
sehingga dianggap sebagai benda asing oleh tuan rumah dan kemudian dihancurkan
melalui mekanisme pertahanan diri.
Turunan benzimidazol, seperti mebendazol, bekerja tertama dengan memblok
pengangkutan sekret dan menyebabkan hilangnya mikrotubuli sitoplasmik sel usus
dan sel tegumental parasit. Akibatnya, sekret terkumpul pada daerah golgi, terjadi
pengeluaran asetilkolinesterase dan gangguan pemasukan glukosa, timbul
kekosongan glikogen sehingga imobilisasi menjadi lambat dan cacing mengalami
kematian. Selanjutnya cacing secara spontan dikeluarkan dari tuan rumah. Efek ini
tidak terjadi pada sel tuan rumah karena sistem mikrotubulinya berbeda dengan
cacing.
Tiabendazol, mempunyai mekanisme kerja yang berbeda, tetapi terhadap S.stecoralis
efeknya seperti turunan benzimidazol diatas.

d. Penghambatan ezim tertentu


Prazikuantel, niridazol dan stibofen, bekerja sebagai antischistosomiasis melalui
penghambatan enzim fosfofruktokinase, dengan cra membentuk ikatan dengan gugus
sulfhidril enzim, baik enzim pada cacing maupun tuan rumah. Kesensitifan obat
terhadap enzim fosfofruktokinase cacing 80kali lebih tinggi dibanding terhadap
enzim tuan rumah.
Enzim fosfofruktokinase tersebut mengkatalisis pengubahan fruktosa-6-fosfat
menjadi fruktosa1,6-difosfat pad jalur glikolitik glikogen dan glukosa.

Pirantel pamoat, metrifomat dan diklarvas, bekerja dengan menghambat enzim


asetilkolinesterase cacing, menghasilkan pemblokan saraf otot yang tak terpulihkan
sehingga menyebabkan kematian cacing.

Levamisol, adalah penghambat stereospesifik kuat terhadap enzim fumarat reduktase


pada nematoda. Penghambatan ini menyebabkan kontraksi, difusi dengan paralisis
dan kemudian cacing dikeluarkan dari tuang rumah.
Tiabendazol, dapat berinteraksi dengan kuinon endogen dan menghambat ezim
fumarat reduktase dari nematoda.

e. Mempengaruhi metabolisme cacing


Niklosamid diklorofen, bekerja sebagai pelepas fosforilasi oksidatif sehingga cacing
sangat mudah diserang oleh enzim protenlitik usus tuan rumah, terjadi disintegrasi
dan cacing mengalami kematian.

Niridazol, dapat menyebabkan pengurangan aktivitas fosforitase fosfatase


schistosoma sehingga terjadi penurunan kadar glikogen dan pengaktifan enzim
glikogen fosforitase. Efek ini tidak selektif karena niridazol juga menurunkan
kecepatan penginaktifan glikogen fosforitase pada otot rangka tuan rumah.

Prazikuantel, bekerja dengan menghambat pompa Na+, K+ schistosoma, sehingga


permeabilitas membran terhadap kation divalen, terutama kalsium, dan kation
monovalen tertentu meningkat. Akibatnya, aktivitas otot meningkat, terjadi kontraksi
dan paralisis spastik sehingga cacing mengalami kematian. Efek ini bersifat selektif
dan tidak terjadi pada membran sel tuan rumah.

Pirvinium pamoat, dapat mempengaruhi enzim sistem pernapasan dan penyerapan


glukosa eksogen pada usus cacing.

f. Penghambat biosintesis asam nukleat


Klorokuin dan kuinakrin kemungkinan membentuk kompleks dengan DNA cacing
secara interkalasi dan mempengaruhi polimerisasi nukleotida kedalam asam nukleat

Anda mungkin juga menyukai