Tromboflebitis
Tromboflebitis
TROMBOFEBLITIS
KELOMPOK 2
Disusun oleh:
KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia
dalam masa nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apapun.
Mobilitas puereuralis adalah kenaikan suhu badan sampai 38 oC atau lebih selama 2 hari.
Da;am 10 hari pertama postpatum. Kecuali pada hari petama. Suhu diukur 4x sehari
secara oral (dari mulut) (Prawirohardjo, 2014).
1.2 Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan pada
ibu nifas dengan trombofeblitis menggunakan pola pikir varney dan
pendokumentasian melalui varney.
Tujuan Khusus :
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial pada ibu nifas
Trombofeblitisa.
7. Mahasiswa dapat mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada ibu nifas dengan
Trombofeblitisa.
1
BAB 3. TINJAUAN KASUS
3.1 Data Subyektif
3.2 Data Obyektif
3.2.1 Pemeriksaan fisik
3.2.2 Pemeriksaan penunjang
3.2.3 Program terapi (bila ada)
3.3 Analisis
3.4 Pentalaksaan
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
3
bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin kerena kehamilan dan persalinan, dan
aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan
darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
2.2 Klasifikasi
Tomboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Pelvio tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum,
yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang paling sering
terkena ialah vena overika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta
terletak dibagian atas uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena
ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis
dan peridiapendisitis. Perluasan infeksi dari vena uterna ialah ke vena iliaka komunis.
Biasanya terjadi sekitar hari ke-14 atau ke-15 pasca partum.
Trombosis yang terjadi setelah peradangan bermaksud untuk menghalangi
penjalaran mikroorganisme. Dengan proses ini, infeksi dapat sembuh tetapi jika daya
tahan tubuh kurang, trombus dapat menjadi nanah. Bagian-bagian kecil trombus
terlepas dan terjadilah emboli atau sepsis dan karena embolus ini mengandung nanah
disebut juga pyaemia. Embolus ini biasanya tersangkut pada paru, ginjal dan katup
jantung. Pada paru dapat menimbulkan infark.
b. Tomboflebitis femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena
vemarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-10 pasca
partum. (Abdul , dkk., 2002).
Tromboflebitis femoralis yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai vena safena
magna atau vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embosis
yang disebabkan karena adanya perubahan atau kerusakan pada intima pembuluh
darah, perubahan pada susunan darah, laju peredaran darah, atau karena pengaruh
infeksi atau venaseksi. Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai,
misalnya vena vemarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-
10 pasca partum. Hal ini terjadi karena aliran darah lambat didaerah lipatan paha
karena vena tersebut tertekan oleh liginguinale juga karena dalam masa nifas kadar
fibrinogen meninggi.
4
2.3 Etiologi
a. Perluasan infeksi endometrium
Invasi/perluasan mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang
vena dan cabang-cabangnya, sehingga dapat menyebabkan perluasan mikroorganisme
ke endometrium dan menyebabkan infeksi pada endometrium
b. Mempunyai varises pada vena
Pada vena yang sebelumnya terdapat venaektasia atau varises, maka terdapatnya
turbulensi darah pada kantong-kantong vena di sekitar klep (katup) vena merangsang
terjadinya thrombosis primer tanpa disertai reaksi radang primer, yang kemudian
karena faktor lokal, daerah yang ada trombusnya tersebut mendapat radang.
Menipisnya dinding vena karena adanya varises sebelumnya, mempercepat proses
keradangan. Dalam keadaan ini, maka dua factor utama : kelainan dinding vena dan
melambatnya aliran darah, menjadi sebab penting dari terjadinya tromboplebitis.
c. Obesitas
Pada penderita obesitas ini berkaitan dengan aliran darah yang lambat serta
kemungkinan terjadi varises pada penderita obesitas yang menjadi salah satu penyebab
dari tromboflebitis,sehinga pada obesitas pula kemungkinan terjadi tromboflebitis.
d. Pernah mengalami tramboflebitis
Seseorang dengan riwayat tromboflebitis merupakan faktor yang mengakibatkan
terulangnya kembali kejadian tromboflebitis,karena perlukaan yang ditimbulkan dari
tromboflebitis itu sendiri.
e. Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi litotomi
untuk waktu yang lama.
Pada proses persalinan tekanan pada arah bawah lebih tinggi sehingga
mengakibatkan terjadinya tromboflebitis
f. Trauma
Beberapa sebab khusus karena rangsangan langsung pada vena dapat menimbulkan
keadaan ini. Umumnya pemberian infus (di lengan atau di tungkai) dalam jangka waktu
lebih dari 2 hari pada tempat yang sama atau pemberian obat yang iritan secara intra
vena.
g. Adanya malignitas (karsinoma) yang terjadi pada salah satu segmen vena.
Tumor-tumor intra abdominal, umumnya yang memberikan hambatan aliran vena
dari ekstremitas bawah, hingga terjadi rangsangan pada segmen vena tungkai.
5
h. Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga.
Kelainan jantung yang secara hemodinamik menyebabkan kelainan pula pada
system aliran vena (Adele Pillitteri, 2007).
2.4 Patofisiologis
Pada tromboflebitis terjadi pembentukan trombus yang merupakan akibat dari stasis
vena sehingga mmenyebabkan gangguan koagulabilitas darah atau kerusakan pembuluh
maupun endotelial. Stasis vena sering dialami oleh orang-orang imobil maupun yang
istirahat di tempat tidur dengan gerakan otot yang tidak memadai untuk mendorong aliran
darah. Statis vena juga mudah terjadi pada orang yang berdiri terlalu lama, duduk dengan
lutut dan paha ditekuk, berpakaian ketat, obesitas, tumor maupun wanita hamil. Stasis
aliran darah vena terjadi ketika aliran darah melambat misalnya pada istirahat lama
(imobilisasi) seperti yang telah disebutkan sebelumnya sehingga dapat berpengaruh pada
pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan penggumpalan darah pada ekstremitas
sehingga ektremitas mengalami edema.Hiperkoagulabilitas darah yang menyertai trauma,
kelahiran dan myocardial infret juga mempermudah terjadinya pembentukan trombus.
Pembentukan trombus dimulai dengan melekatnya trombosit-trombosit pada
permukaan endotel pembuluh darah. Darah yang mengalir menyebabkan makin banyak
trombosit tertimbun. Oleh karena sifat trombosit ini, trombosis dapat saling melekat
sehingga terbentuk massa yang menonjol ke dalam lumen.
Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah statis
aliran darah dan hiperkoagulasi.
a. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada
daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama. Statis
vena merupakan predis posisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat
menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan
darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin.
1. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena,
melalui :
a) Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.
b) Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan
jaringan dan proses peradangan.
6
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel.
Endotel yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan
beberapa substansi seperti prostaglandin, proteoglikan, aktifator plasminogen dan
trombo-modulin, yang dapat mencegah terbentuknya trombin. Apabila endotel
mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar. Keadaan ini akan
menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosir akan melekat
pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-
fibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan
tromboksan yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk
berubah bentuk dan saling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan
mengaktifkan sistem pembekuan darah.
2. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah
dan sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas
pembekuan darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun.
Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan
darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti trombin III,
defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.
2.5 Komplikasi
Menurut fatmawati (2013) komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
a. Tromboflebitis pelvica
Komplikasi potensial dari tromboflebitis pelvica antara lain adalah:
1. Emboli paru septik
Pada tromboflebitis trombus berjalan melalui pembuluh darah ke paru-paru
sampai akhirnya berhenti dan menyumbat pembuluh darah kecil di paru-paru yang
tidak memungkinkan lagi untuk dilalui. Trombus tersebut akan menghalangi
aliran darah ke bagian paru yang tersumbat, yang akhirnya akan menyebabkan
infark karena bagian tersebut tidak mendapat pasokan oksigen
2. Septikemia
Suatu keadaan ketika terdapat multiplikasi bakteri dalam darah. Istilah lain
untuk septikemia adalah biood poisoning atau keracunan darah atau bakterimia
dengan sepsis. Septikemia merupakan suatu kondisi infeksi serius yang
mengancam jiwa dan cepat memburuk
7
b. Tromboflebitis femoralis
Komplikasi potensial dari tromboflebitis femoralis yang paling serius adalah
emboli paru yaitu suatu keadaan dimana terjadinya obstruksi sebagian atau total pada
sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya akibat tersangkutnya emboli
trombus atau emboli yang lain. Trombus tersebut bisa berasaldari vena di bagian
tubuh yang lain, seperti misalnya tungkai, lengan, pinggul, atau jantung. Trombus
tersebut berjalan melalui pembuluh darah ke paru-paru sampai akhirnya berhenti dan
menyumbat pembuluh darah kecil di paru-paru yang tidak memungkinkan lagi untuk
dilalui. Trombus tersebut akan menghalangi aliran darah ke bagian paru yang
tersumbat, yang akhirnya akan menyebabkan infark karena bagian tersebut tidak
mendapat pasokan oksigen
2.6 Prognosis
Yang dapat diketahui dalam membuat prognosis pada klien dengan tromboflebitis
ialah dengan menghitung denyut nadi, jika denyut nadi dibawah 100 maka prognosisnya
dapat dikatakan baik namun sebaliknya jika denyut nadi diatas 130 dan disertai suhu tinggi
maka prognosisnya dapat dikatakan kurang baik. Demam yang kontinyu dapat lebih
memperburuk prognosis daripada demam yang remittens. Demam menggigil yang
berulang-ulang, insomnia dan ikterus, yang merupakan tanda-tanda kurang baik. Kadar Hb
yang rendah dan jumlah leukosit yang rendah atau sangat tinggi juga dapat memperburuk
prognosis.
9
Untuk melakukan tes diperlukan keterampilan tingkat lanjut dan teknologi yang
mahal. Tes tersebut meliputi :
a. Ultrasound dengan menggunakan efek Doppler untuk mempelajari aliran bunyi
dalam vena femoral.
b. Venografi yang mencakup x-ray setelah injeksi radio opaque dye.
c. Hematokrit : Hemokonsentrasi (penigkatan Ht) potensial resiko pembentukan
thrombus.
d. Pemeriksaan koagukasi : dapat menyatakan hiperkoagulasi
e. Pemeriksaan vaskuler noninvasive (osklimetri Doppler, toleransi
latihan,pletismografi impendan,dan skan dupleksi: perubahan pada aliran darah
dan infeksi volume vena tersumbat, kerusakan vaskuler, dan kegagalan vaskuler.
f. Tes trendelenburg : dapat menunjukkan tidak kompentennya pembuluh katup.
g. Venografi : secara radiografi memastikan diagnose melalui perubahan aliran
darah dan/atau ukuran saluran.
2.9 Penatalaksanaan
a. Pelvio Tromboflebitis
1) Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis dengan
menggunakan teknik aseptik yang baik
2) Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan
mencegah terjadinya emboli pulmonum
3) Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda atau dugaan
adanya emboli pulmonum
4) Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli
septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru; meskipun sedang dilakukan
hipernisasi, siapkan untuk menjalani pembedahan. (Abdul Bari Saifudin, dkk.,
2002)
b. Tromboflebitis Femoralis
1) Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas
bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah.
2) Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung
kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki
guna mencegah adanya tekanan yaang kuat pada betis.
3) Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca patrum yang memiliki
varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi
stasis.
10
4) Instruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum
bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit
dibawahnya.
5) Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
6) Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan
diberikan.
7) Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep.
8) Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai
instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki
klien sehingga aliran darah tidak terhambat.
9) Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
10) Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan
pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya
peningkatan atau penurunan ukuran.
11) Dapatkan laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut perineal
untuk mengkaji pendarahan jika klien dalam terapi antikoagulan.
12) Kaji adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan
pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan
episiotomi.
13) Yakinkan klien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada
masa menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air susu.
14) Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin.
15) Jelaskan pada klien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan
melalui terapi sub kutan
16) Jelaskan kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus
memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa
pencegahan trombofrebitis yang tepat telah dlakukan.
11
pengobatan dapat mencakup sebagai berikut: Obat analgesik (nyeri obat), antikoagulan
atau pengencer darah untuk mencegah pembentukan gumpalan baru, Trombolitik untuk
melarutkan bekuan yang sudah ada, non-steroid obat anti inflamasi (OAINS), seperti
ibuprofen untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan, antibiotik (jika infeksi hadir)
(Adele Pillitteri, 2007).
2.10 Teori Manajemen Varney
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sisematis mulai dari
pengkajian analisa data, diagnose kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (PP IBI, 2006; h.126).
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai
kebutuhan/ masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan,
nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana (PP IBI, 2006; h.136).
Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan manajemen
kebidanan yaitu 7 langkah Varney meliputi : pengkajian, interpretasi data,
diagnose potensial, identifikasi akan tindakan segera atau kolaborasi dan
konsultasi, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.
a. Pengkajian
Yaitu pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Data yang diperoleh di catat dan di analisis
b. Data Subjektif
Yaitu data yang dipoeroleh dari keluhan pasien baik secara langsung dengan pasien
ataupun dengan keluarga.
c. Data Objektif
Yaitu data yang diperoleh dari pemeriksaan secara langsung yaitu meliputi pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
d. Interpretasi data
Diagnose kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah di kumpulkan (PP
IBI, 2006; 136).
e. Diagnose potensial
12
Mengantisipasi masalah atau diagnosis yang akan terjadi lainnya, yang dapat menjadi
tujuan yang diharapkan, karena telah ada masalah atau diagnosis yang teridentifikasi
(Varney, 2007; 26).
f. Identifikasi akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi Kolaborasi adalah
bidan dan dokter bersama-sama mengatur perawatan kesehatan wanita atau bayi baru
lahir yang mengalami komplikasi medis, ginekologis, atay obstetric.
g. Konsultasi adalah nasihat atau pendapat seorang dokter atau anggota lain tim perawatan
kesehatan dicari sementara bidan memegang tanggung jawab utama dalam perawatan
kesehatan wanita (Varney, 2007; 25).
h. Perencanaan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan (PP IBI, 2006; 137)
i. pelaksanaan
j. Evaluasi
13
laboratorium, dan test diagnstic lain yang dirumuskam dalam kata fokus
2) Data yang didapat diobservasi dan diukur.
Data yang dikumpulkan meliputi :
a) KU, Tanda-tanda Vital, dan TB
b) Status present
c) Status obstetrikus
c. Assesment
Suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dari individu
tentang masalah sebagai dasar memberikan intervensi/tindakan kebidanan.
1) Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subjektif dan data objektif.
2) Diagnosa / masalah.
3) Antisipasi diagnosa lain . masalah potencial.
d. Planning
1) Pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksi
masalah-masalah yang diidentifikasi pada analisa kebidanan.
Berisi perencanaan yang meliputi :
a) Asuhan
b) Pendidikan kesehatan
c) Terapi
d) Kolaborasi
e) Rujukan
f) Tindak lanjut
14
1. Biodata yang mencangkup identitas pasien.
a. Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-
hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan
(Sulistyawati, 2009;111).
b. Umur
Umur ditanyakan untuk menentukan pasien termasuk
kedalam faktor resiko atau tidak. Wanita berumur 21-35 tahun
lebih sering menderita bendungan ASI daripada wanita di bawah
umur 21 tahun dan di atas 35 tahun, hal tersebut dikarenakan pada
wanita berumur 21-35 tahun merupakan masa reproduksi yang
sangat rentan dengan masalah menyusui (adiningsih, 2003)
c. Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing dan mengarahkan pasien tersebut agar dapat
berdoauntuk kesembuhannya (dr. Annisa, 2005;10)
d. Pendidikan
Pendidikan atau edukasi dapat mempengaruhi dalam tindakan kebidanan
karena dengan pendidikan dapat diketahui sejauh mana tingkat
intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidikan (dr. Annisa, 2005;10)
e. Suku/bangsa
Ditanyakan karena berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-
hari pasien (dr. Annisa, 2005;10).
f. Pekerjaan
Dalam studi retrospektif tahun 1991 oleh kaufmann dan fokman
ditemukan bahwa bekerja purna waktu di luar rumah berkaitan dengan
peningkatan resiko bendungan ASI. Penjelasan yang diajukan adalah
akibat statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan
kekurangan waktu untuk pengeluaran ASI yang adekuat (dr. Annisa,
2005;14).
g. Alamat
Untuk mempermudah kunjungan rumah apabila kita memerlukan dalam
keadaan mendesak tidak susah untuk dicari (dr. Annisa, 2005;10).
15
h. Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi ibu yang berkaitan dengan
masa nifas, misalnya ibu postpartum dengan masalah menyusui
(Sulistyawati, 2009;111)
i. Riwayat kesehatan
Masalah menyusui pada keadaan khusus adalah ibu yang melahirkan
dengan bedah sesar, ibu yang menderita AIDS(HIV+), dan ibu menderita
hepatitis B.
1) Bedah sesar
Pada ibu yang mengalami bedah sesar dengan
pembiusan umum, tidak memungkinkan dapat segera
menyusui bayinya karena ibu belum sadar akibat obat biusnya.
Jika ibu sudah sadar maka secepatnya disusukan dengan
bantuan tenaga medis. Pada ibu yang mengalami pembedahan
tidak dengan pembiusan umum, kontak dengan bayi melalui
proses menyusui dapat sesegera mungkin dilakukan
(Sulistyawati, 2009;46-47).
2) Ibu yang menderita AIDS(HIV+)
AIDS pada anak-anak muncul bersama dengan AIDS
pada orang dewasa. Pada orang dewasa, penularan umumnya
melalui 3 cara, yaitu hubungan seksual dengan penderita,
penularan parental melalui trasnfusi darah, dan jarum suntik
yang dipakai bersama-sama dengan penderita, sedangkan bagi
perinatal, ibu yang menularkan kepada bayinya. dugaan faktor
menyusui sebagai resiko penderita AIDS bagi bayi atau anak
dimulai dari laporan dari beberapa negara. bayinya terifeksi
oleh HIV. Berdasarkan laporan inilah, kemudian diduga ASI
dapat menjadi media penularan HIV, bahkan ada laporan juga
bahwa HIV dapat diisolasi dari ASI.
Keputusan akhir mengenai boleh tidaknya ibu dengan
AIDS untuk menyusui bayinya diserahkan kebijakannya
kepada masing-masing negara, namun WHO menganjurkan
untuk tetap menyusui, terutama bagi negara-negara
berkembang. Bayi diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
16
pertama. Dan observasi selama ini, penularan sebelum usia ini
masih sangatlah rendah (Sulistyawati, 2009;47-48).
3) Ibu menderita penyakit hepatitis B
Menurut Americans Academy of Pediatricians,
seorang ibu dengan HbsAg+ dapat menyusui bayinya setelah
bayinya diberi imunisasi hepatitis B. Memang, HbsAg+
ditemukan juga dalam ASI, tetapi belum ada laporan adanya
penularan melalui ASI. Kolostrum ternyata juga tidak
mengandung virus hepatitis. Pada penelitian terhadap
pengidap hepatitis B, ternyata kadar HbsAg+ darah pada
anak-anaknya tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan
anak dari ibu yang tidak mengidap virus hepatitis B. Selain
itu, dalam ASI terdapat zat protatif, terutama limfosit yang
menghasikan SigA dan interveron yang dapat
Membunuh kuman hepatitis B program imunisasi global
menganjutrkan vaksinasi hepatitis diberikan segera setelah bayi lahir
atau paling tidak 24 jam setelah bayi lahir( Sulistyawati, 2009) Ibu
menderita penyakit Diebetes. Bayi pada ibu dengan diabetes
sebaiknya diberikan ASI, namun perlu dimonitir kadar gula darahnya
(Ambarwati, 2009;54).
17
Kanker payudara adalah jenis kanker yang bisa
terjadi saat kehamilan tengah berlangsung. Tentunya,
penyakit ini bisa membahayakan bagi kesehatan ibu dan
janin, sehingga sangat penting untuk penderitanya menjalani
pemeriksaan rutin selama kehamilan, terutama jika benjolan
yang mencurigakan. Disisi lain, terdapat beberapa perubahan
yang memang wajar terjadi pada tubuh wanita semasa ia
mengandung misalnya payudara membesar, benjolan
mungkin akan sulit untuk diidentifikasi. Penelitian
menyimpulkan, tidak masalah jika ibu menyusui, tetapi jika
ibu melakukan kemoterapi, barulah kegiatan menyusui harus
dihentikan, karena obat kemoterapi tersebut akan
berpengaruh pada ASI dan bayi.
j. Riwayat perkawinan
Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status
menikah syah atau tidak, karena bila melahirkan tanpa status yang
jelas akan berkaitan dengan psikologisnya sehingga akan
mempengaruhi proses nifas/menyusui, yaitu ibu bisa saja tidak
peduli dengan bayinya dan tidak mau menyusui baynya
(Ambarwati, 2009;129).
k. Riwayat Obstetrik
1) Menstruasi
Untuk mengetahui menarche, siklus haid, lama serta
banyaknya haid, terjadi dismenorhea dan fluor albus, dan
mengetahui hari pertama haid terakhir. Pola menstruasi yang
lama dan banyak akan maka darah yang dikeluarkan banyak
dan akan mengakibatkan terjadi anemia saat hamil,persalinan
dan nifas (Varney, 2007;126)
2) Riwayat kehamilan sekarang
18
persiapan psikologi dalam menghadapi persalinan agar ibu
mempunyai kemampuan dalam keberhasilan menyusui.
Dengan pemeriksaan ANC ibu mendapatkan informasi
tentangpersiapan dan gangguan yang dapat dialami ibu masa
nifas (Depkes, 2008;131)
3) Riwayat persalinan sekarang
Pada persalinan normal, jumlah hemoglobin,
hematokrit, dan srytrosit akan sangat bervariasi pada masa
awal-awal postpartum sebagai akibat dari volume darah,
volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-
ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi
dan hidrasi. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum
terjadi kehilangan darah sekitar 200-500ml sehingga dapat
menimbulkan anemia. (bobak IM,Lowdermik DL,Jensen
MD,dkk.2005:h.492-502)
l. Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan
kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama
menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas
inidan beralih kekontrasepsi apa (Wulandari, 2009;26). metode
hormonal, khususnya kombinasi oral (esterogen-progesteron)
bukanlah pilihan utama bagi ibu yang menyusui. Oleh karena itu
janganlah menganjurkannya kurang dari 6 minggu pasca
persalinan. Umumnya bagi ibu menyusui tidak perlu melakukan
sampai saat itu, karena dapat mempersingkat lamanya pemberian
ASI, akibatnya hormon steroid dalam jumlah kecil ditemukan
dalam ASI (Saleha, 2010;115-116).
m. Kehidupan sosial budaya
Untuk mendapatkan data ini, bidan sangat perlu untuk
melakukan pendekatan terhadap keluarga pasien, terutama orang
tua. Hal penting yang biasanya mereka anut kaitannya dengan
masa nifas adalah menu makanan untuk ibu nifas, misalnya ibu
nifas harus pantang makanan yang berasal dari daging, ikan, telur
dan goreng-gorengan kerena dipercaya akan menghambat
19
penyembuhan luka persalinan dan makanan ini akan membuat
ASI menjadi lebih amis.
Adat ini akan sangat merugikan pasien karena justru
pemulihan kesehatannya akan terhambat. Dengan banyaknya
jenis makanan yang harus dipantang maka akan mengurangi juga
nafsu makananya sehingga asupan makanan yang seharusnya
lebih banyak dari biasanya malah semakin berkurang.
Produksi ASI juga akan berkurang kerena volume ASI
sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang berkualitas dan
kuantitasnya cukup (Sulistyawati, 2009;121).
n. Data psikologis
20
3) Letting go
Pada masa ini umunya ibu sudah pulang dari RS, ibu
mengambil tanggung jawab untuk merawat bayinya, dia harus
Menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayi, begitu juga
adanyan grefing karena dirasakan sebagai mengurangi
interaksi sosial tertentu (anggreini, 2010)
o. Data pengetahuan
21
mempengaruhi jumlah ASI yang diproduksi. Dan jika ibu
bekerja diluar rumah akan berpengaruh akan pemberian ASI
yang jarang, hal tersebut akan menimbulkan terjadinya
bendungan ASI (Saleha, 2008;74).
B. Data Obyektif
Dalam menghadapi masa nifas dari seorang klien, seorang bidan
harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien dalam
keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen- komponen pengkajian
data obyektif ini adalah :
1. Vital sign
a. Tekanan darah : Segera setelah melahirkan, banyak wanita yang
mengalami peningkatan sementara tekanan darah sistolik dan
diastolic, yang kembali secara sepontan ketekanan darah sebelum
hamil selama beberapa hari. Untuk mengetahui pengaruh pada ibu
saat menyusui (Varney, 2007;961)
b. Suhu : peningkatan suhu badan mencapai 38 drajat pada 24 jam
pertama masa nifas umumnya disebabkan oleh dehidrasi, yang
disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu melahirkan. Tetapi
pada umumnya setelah 12 jam postpartum suhu tubuh kembali
normal. Kenaikan suhu yang mencapai Lebih dari 38 derajat
celcius adalah mengarah ke tanda-tanda infeksi. Hal ini biasanya
terjadi pada ibu yang mengalami bendungan ASI (Suheni, 2011)
c. Nadi: denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir.
kembali normal setelah beberapa jam pertama pascapartum.
Hemoragi, demam selama persalinan dan nyeri akut dapat
mempengaruhi proses ini. Apabila denyut nadi di atas 100 selama
puerperium, hal tersebut abnormal dan mungkin menunjukkan
adannya infeksi (Varney, 2007; 961).
d. Pernafasan : fungsi pernafasan kembali pada rentang normal wanita
selama jam pertama pascapartum. Nafas pendek, cepat atau
perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi
seperti kelebihan cairan, asma (Varney, 2007;961)
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki. Menjelaskan
22
pemeriksaan fisik.
a. Status present
1. Muka
Dilihat untuk melihat wajah ibu mengalami pucat dan lesu
karena merasa tidak nyaman dengan keadaan ibu yang
payudaranya bengkak, nyeri dan demam (Suherni, 2009; 120)
2. Mata
Untuk melihat adanya anemis karena berhubungan dengan pengenceran
darah dalam tubuh (Mujiatini, 2010)
3. Mulut
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat dan menilai kebersihan mulut
seperti kebersihan gigi, lidah dan gusi, apabila terlihat lidah kotor dan
gusi terlihat epulsi, maka gangguan tersebut dapat terjadi akibat mual
muntah atau hipersalivasi (Manuaba, 2007; 162).
4. Leher
Untuk mengkaji adanya infeksi, jika ada panas sebagai diagnosa
banding dari suhu tubuh yang meningkat (Anggraeni, 2010;124).
5. Dada :
Mengetahui pada payudara terdapat payudara membesar, jika ditekan
merasa nyeri, putting menonjol, pengeluaran ASI sedikit.
b. Status obstetri
1. Pemeriksaan payudara
a) Inspeksi : Payudara bengkak, Puting susu kencang, tidak terdapat
tanda kemerahan.
b) Palpasi : ibu terasa nyeri ketika payudaranya ditekan, payudara
keras. (Prawirohardjo, 2007; 120-121).
c) Pengeluaran ASI : ASI tidak keluar.
2. Keadaan abdomen
Uterus:
Normal : kokoh, berkontrasksi baik, tidak berasa di atas ketinggian
fundus saat nifas segera.
Abnormal : lembek, diatas ketinggian fundus saat masa postpartum
segera.
Tabel 2.2 Perubahan uterus masa nifas
23
(Sulistyawati, 2009; 74)
Involusi uteri Tinggi Fundus Uteri
Plasenta lahir Setinggi pusat
7 hari (1 minggu) Pertengahan antara pusat dan
shympisis
14 hari (2 minggu) Tidak terbatas
6 minggu Normal
- Kandung kemih : bisa buang air/ tidak bisa buang air.
3. Keadaan genetalia
1) Lochea
Normal : Merah hitam (lochea rubra), bau biasa,
tidak ada bekuan darah atau butir-butir
darah beku (ukuran jeruk kecil),
jumlah perdarahan yang ringan atau
sedikit (hanya perlu mengganti
pembalut setiap 3-5), perdarahan berat
(memerlukan penggantian pembalut
setiap 0-2 jam).
Abnormal : Merah terang, bau busuk,
mengeluarkan darah beku, perdarahan
berat (memerlukan pergantian
pembalut 0-2 jam).
24
periode dua hingga empat minggu (Varney,
2007; 960).
2) Keadaan perineum :
Pada perineum terdapat oedem, pada perineum
terdapat luka jahitan, tidak ada laserasi pada jalan
lahir, perineum tidak memar (Varney, 2010; 450).
3) Keadaan anus :
Normal : anus tidak hemoroid
Abnormal : hemoroid (Suherni, 2009;
120)
1. Data subjektif
25
a. Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah ibu pernah
abortus atau tidak tentang umur, keterangan ibu tentang
keluhannya (Ambarwati, 2009;124)
2. Data objektif
a. Palpasi tentang tinggi fundus uteri dan kontraksi, hasil pemeriksaan
tentang pengeluaran pervaginam, hasil tentang pemeriksaan
payudara, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital (Anggraeini,
2010;125).
b. Hasil pemeriksaan menunjukkan suhu tubuh yang meningkat
akibat adanya produksi ASI berlebihan atau pengeluaran ASI yang
jarang sehingga menimbulkan bendungan ASI (Ambarwati,
2009;48).
c. Payudara
1) Inspeksi : payudara bengkak, puting susu kencang, tidak
terdapat tanda kemerahan
2) Palpasi : ibu terasa nyeri ketika
payudaranya ditekan, payudara keras. (Prawirohardjo, 2007;
120-121).
3) Pengeluaran ASI : ASI tidak keluar.
d. Genetalia :
1) Pada perineum terdapat oedem, pada perineum terdapat luka
jahitan, tidak ada laserasi pada jalan lahir, perineum tidak
memar (Varney, 2010;450).
2) Lokhea rubra
3) Berwarna merah karena mengandung darah. Ini adalah lokhea
pertama yang mulai keluar segera setelah kelahiran dan terus
berlanjut selama dua atau tiga hari postpatrum.
4) Lokhea serosa
26
5) Lokhea serosa mulai terjadi sebagai bentuk lebih pucat dari
lokhea rubra. Lokhea ini berhenti sekitar tujuh hingga delapan
hari dengan warna merah muda, kuning, atau putih.
6) Lokhea alba
7) Lokhea alba mulai terjadi sekitar pada hari kesepuluh
postpartum dan hilang sekitar periode dua hingga empat
minggu post partum2007;960).
B. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien.
Yaitu hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pada pengkajian atau yang menyertai diagnosa
Masalah pada kasus ini ibu nifas merasa cemas dan kurang nyaman
sehubungan dengan keadaan payudaranya (Sumarah, 2009).
Langkah 3 : Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
a. Mastitis
b. Abses payudara (Suherni, 2011;121)
Langkah 4 : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan tindakan segera dan
kolaborasi.
Langkah ini memerlukan kesinambungan manajemen kebidanan.
Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk dikonsumsikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien. Jika pasien mengalami mastitis
atau abses payudara, perlu Tindakan kolaborasi dengan dokter dalam sisi
pengeluaran nanah pemberian antibiotik bila abses bertambah (saleha, 2009)
Langkah 5 : menyusun rencana asuhan kebidanan
27
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan pada kasus ini adalah :
a. Kebersihan diri
Jagakebersihan seluruhtubuh terutama daerah payudara
b. Perawatan payudara
1. Menjaga kebersihan payudara / perawatan payudara.
2. Cara menyusui yang benar.
3. Memberikan ASI eksklusif sampai bayi umur 6 bulan.
c. Konseling menyusui yang benar
1) Mengatur posisi bayi terhadap payudara ibu
2) Mengeluarkan sedikit ASI dari puting susu, kemudian dioleskan pada puting
susu dan areola.
3) Memposisikan ibu dalam posisi yang rileks dan nyaman.
4) Menjelaskan pada ibu bagaimana tekhnik memegang bayi yang benar.
Empat hal pokok yaitu :
a) Kepala dan badan bayi berada pada satu garis lurus
b) Muka bayi harus menghadap ke payudara, sedangkan hidungnya ke arah
puting
c) Ibu harus memegang bayinya berdekatan pada ibu
d) Untuk BBL ibu harus menopang badan bayi bagian belakang, di samping
kepala dan bahu.
5) Memegang payudara dengan menggunakan ibu jari diatas, sedangkan jari yang
lain menopang bagian bawah payudara,serta gunakan ibu jari untuk
membentuk putting susu demikian rupa sehingga mudah memasukkan ke mulut
bayi.
6) Memberikan rangsangan pada bayi baru lahir agar membuka mulut dengan cara
menyentuh bibir bayi ke putting susu atau dengan cara menyentuh sisi mulut
bayi
7) Menunggu sampai bibir bayi terbuka lebar.
8) Setelah mulut bayi terbuka cukup lebar, menggerakkan segera bayi kepayudara
dan sebaliknya ibu atau payudara ibu yang di gerakkan ke mulut bayi.
9) Mengarahkan bibir bawah bayi di bawah putting susu sehingga dagu bayi
menyentuh payudara ibu.
10) Memperhatikan bayi selama menyusui (Suherni, 2009;48)
11) Konseling ASI Eksklusif
28
ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan untuk bayi sejak baru
lahir sampai 6 bulan tanpa makanan pendamping dan minuman
pralakteal (air gula, aqua, dan lainnya).
Langkah 6: Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada
klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara
efisien dan aman.
A. Observasi meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda- tanda vital, tinggi
fundus uteri, kontraksi uterus, keadaan payudara ibu, pengeluaran ASI,
anjurkan ibu untuk segera berkemih, observasi mobilisasi dini, jelaskan
manfaatnya (Ambarwati, 2009;129).
B. Kebersihan diri
Ibu dianjurkan untuk :
1) Menjaga agar tetap bersih, segar dan wangi dengan mandi sedikitnya
2 kali sehari, bila perlu menggunakan air hangat.
2) Merawat payudara, prineum, vagina, wajah, dan bagian tubuh lainnya.
3) Selama 2-3 minggu selalu memakai pembalut wanita.
4) Menjaga agar kain pakaian dan tempat tidur tetap bersih
5) Mencuci tangan sebelum menyusui dengan sabun dan air (Maryunani,
2009;135).
C. Istirahat
Anjurkan ibu untuk :
1) Istirahat cukup untuk mengurangi kelelahan.
2) Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.
3) Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan.
4) Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyedakan waktu istirahat pada
siang hari kira- kira 2 jam dam malam 7-8 jam.
Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat :
1) Mengurangi jumlah ASI.
2) Memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan perdarahan.
3) Depresi atau setres (Suherni, 2010;104-105).
D. Perawatan payudara
1) Menjaga kebersihan payudara / perawatan payudara.
2) Cara menyusui yang benar.
29
3) Memberikan ASI eksklusif sampai bayi umur 6 bulan.
E. Konseling cara menyusui yang benar
7.
30
telah dilakuka bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan,
ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan
yang sudah dilaksanakan tapi belum efektif atau merencanakan kembali yang
belum terlaksana. Langkah ini untuk mengukur apakah ibu sudah mengerti
tentang perawatan payudara dan cara menyusui yang benar agar tidak terjadi
bendungan ASI (Varney, 2007; 197).
S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnase (langkah 1 Varney). (Surachmindari,2013)
Data Subjektif terdiri atas :
a. Biodata
Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara
keseluruhan yang terdiri dari data ibu dikumpulkan adalah:
31
2. Umur
Usia reproduksi sehat dan aman adalah antara 20-30 tahun. Usia muda juga
faktor risiko tinggi untuk kemungkinan adanya komplikasi obstetri seperti pre
eklampsia , ketuban pecah dini, persalinan preterm, dan abortus. (Vivian,2014)
3. Suku/Bangsa/Etnis/Keturunan
Untuk mengetahui kondisi sosial budaya ibu yang mempengaruhi perilaku
kesehatan (Romauli, 2011).
4. Agama
Informasi ini dapat menuntun diskusi tentang pentingnya agama dalam
kehidupan klien, tradisi keagamaan dalam kehamilan dan kelahiran (Walyani,
2015).
5. Pendidikan
Pendidikan kesehatan akan membuat pasien tahu hal-hal yang penting yang
perlu dan tidak perlu untuk pasien lakukan. (Sulistyawati,2013)
6. Pekerjaan
Untuk mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi agar nasehat kita sesuai.
Pekerjaan ibu perlu diketahui untuk mengetahui apakah ada pengaruh pada
kehamilan seperti bekerja di pabrik rokok, percetakan dan lain-lain (Romauli,
2011).
7. Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal ibu, mengantisipasi kemungkinan jika ada
klien dengan nama yang sama. Alamat juga diperlukan bila mengadakan
kunjungan pada klien (Romauli, 2011).
8. Telepon
Untuk memudahkan komunikasi.
b. Keluhan utama
c. Riwayat Kebidanan
32
1. Riwayat perkawinan
Meliputi umur saat menikah, lama pernikahan, status pernikahan.
(Kuswanti,2014)
1. Riwayat menstruasi
Anamnase haid diberikan kesan tentang faal alat reproduksi/ kandungan,
meliputi hal-hal berikut ini.
2. Riwayat kehamilan
Riwayat ANC, gerakan janin, tanda-tanda bahaya atau penyulit, keluhan
utama, obat yang dikonsumsi termasuk jamu dan kekhawatiran ibu
(Muslihatun,2009)
3. Riwayat obstetri : Jumlah kehamilan (G) idealnya ≤ 4, anak yang lahir hidup
P ≤ 3 dengan riwayat persalinan aterm 37-40 minggu, tidak pernah mengalami
abortus/kegagalan kehamilan, persalinan dengan tindakan. Tidak ada riwayat
perdarahan atau hipertensi pada kehamilan, persalinan atau nifas yang lalu.
Selama masa nifas adakah riwayat perdarahan atau anemia atau riwayat lai
ehigga membutuhka penangan medis. (Widatiningsi, 2017)
4. Riwayat keluarga berencana
Bidan mengkaji tentang alat kontrasepsi yang pernah dipakai dan lamanya,
kapan terakhir berhenti dan alasan berhenti. Keluhan/masalah selama
menggunakan alat kontrasepsi serta rencana KB setelah bersalin.
(Widatiningsih,2017)
33
Diabetes Melitus, Tuberculosis, ginjal, asma, epilepsi, hati, malaria, penyakit
kelamin, HIV/AIDS (Muslihatun, 2009).
8. Imunisasi TT
Pola nutrisi seperti jenis makanan, porsi, frekuensi, pantangan dan alasan
pantangan, personal hygiene seperti frekuensi mandi, frekuensi gosok gigi,
frekuensi ganti pakaian, kebersihan vulva, pola aktivitas, pola eliminasi seperti
BAB jumlah frekuensi, warna dan masalah, BAK jumlah frekuensi, warna,
bau dan masalah (Walyani, 2015).
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan uji diagnosis lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan (langkah I Varney). (Surachmindari,2013)
Data objektif terdiri atas:
a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan. Hasil pengamatan kita laporkan dengan
34
kriteria sebagai berikut : baik (jika pasien memperlihatkan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain), lemah (jika pasien kurang atau tidak
memberikan respon terhadap lingkungan dan orang lain). Pada ibu yang
mengalami tromboflebitis akan nampak :
a.Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar
bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
b. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan
keras pada paha bagian atas
c.Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
d. Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi
bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
e.Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering dimulai
dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian melus dari bawah ke
atas.
f. Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau
dengan meregangkan tendo akhiles(tanda homan positif)
(Sulistyawati,2013)
2. Kesadaran : Komposmentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
(Widatiningsih,2017)
3. Tanda-tanda vital :
a. Tekanan darah : Tekanan darah ibu nifas tidak boleh mencapai 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik. Perubahan 30 mmHg sistolik dan 15
mmHg diastolik dapat meimbulkan risiko Preeklamsi Posrtpartum
(Hani,2014)
b. Nadi : Dalam keadaan santai denyut nadi ibu sekitar 60-80 x/menit. Denyut
nadi 100 x/menit atau lebih dalam keadaan santai merupakan pertanda
buruk. Jika denyut nadi ibu 100 x/meniot atau lebih, mungkin ibu
mengalami salah satu atau lebih keluhan seperti tegang, ketakutan atau
cemas akibat masalah tertentu, perdarahan berat, anemia sakit/demam,
gangguan tyroid, gangguan jantung.(Romauli,2011)
35
c. Pernafasan : Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa yaitu 16-20
kali/ menit. (Widatiningsih,2017)
d. Suhu tubuh : suhu tubuh yang normal adalah 36-37,5°C. Suhu tubuh lebih
dari 37,5°C perlu diwaspadai adanya infeksi. (Romauli, 2011)
36
Genetalia luar : Lihat adanya lukak/luka pada jahitan atau jahitan sudah kering
atau masih basah, varises, cairan (warna, konsistensi, jumlah, bau), dengan
mengurut uretra dan skene : adakah cairan atau nanah, kelenjar Bartholini
adalah : pembengkakan, massa atau kista, dan cairan. (Hani,2014)
10. Ekstremitas bawah : Meliputi bentuk, varises, kebersihan kuku, dan refleks
patella, pada ibu yang mengalami trombo flebitis akan nampak
(Kuswanti,2014)
a.Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar
bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
b. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan
keras pada paha bagian atas
c. Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
d. Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi
bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
e. Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering
dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian melus dari
bawah ke atas.
f. Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau
dengan meregangkan tendo akhiles(tanda homan positif)
c. Pemeriksaan penunjang
37
pengecekan HB ternyata anemia maka akan dilakukan transufi darah agar
HB ibu normal dan tidak mengalami anemia. (Widatiningsih,2017)
b. Urine : Pemeriksaan yang dilakukan adalah reduksi urin dan kadar
albumin dalam urin sehingga diketahui apakah ibu menderita preeklamsi
atau tidak. (Romauli, 2011)
A : Assesment/Analisis
P : Penatalaksanaan
Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisien dan aman. Pada
langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah
kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim lainnya. Walaupun bidan tidak
melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab untuk mengerahkan terlaksananya
seluruh perencanaan. Dalam situasi dimana ia harus berkolaborasi dengan dokter, misalnya
karena pasien mengalami komplikasi, bidan masih tetap bertanggung jawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat
waktu, biaya, dan meningkatkan mutu asuhan. (Sulistyawati, 2013). Pada ibu yang
mengalami trombo flebitis dapat dilakukan pentalkasanaan sebagai berikut :
a. Pelvio Tromboflebitis
1) Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis dengan
menggunakan teknik aseptik yang baik
2) Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan
mencegah terjadinya emboli pulmonum
3) Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda atau dugaan
adanya emboli pulmonum
38
4) Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli
septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru; meskipun sedang dilakukan
hipernisasi, siapkan untuk menjalani pembedahan.
(Abdul Bari Saifudin, dkk., 2002)
b. Tromboflebitis Femoralis
17) Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas
bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah.
18) Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung
kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki
guna mencegah adanya tekanan yaang kuat pada betis.
19) Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca patrum yang memiliki
varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi
stasis.
20) Instruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum
bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit
dibawahnya.
21) Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
22) Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan
diberikan.
23) Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep.
24) Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai
instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki
klien sehingga aliran darah tidak terhambat.
25) Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
26) Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan
pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya
peningkatan atau penurunan ukuran.
27) Dapatkan laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut perineal
untuk mengkaji pendarahan jika klien dalam terapi antikoagulan.
28) Kaji adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan
pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan
episiotomi.
39
29) Yakinkan klien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada
masa menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air susu.
30) Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin.
31) Jelaskan pada klien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan
melalui terapi sub kutan
32) Jelaskan kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus
memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa
pencegahan trombofrebitis yang tepat telah dlakukan.
33) (Adele Pillitteri, 2007)
40
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. Pengkajian
Tanggal : 17-03-2020 Jam : 08.30 WIB
No. RM : 42xxxxx
Nama : “S.F” Nama Suami :“S”
Umur : 25 th Umur : 30 th
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Tani
Alamat : Ds. Tulungrejo RT/RW Alamat : Ds. Tulungrejo RT/RW
: 01/01, Ds. Karangrejo, Kec. Kandat, : 01/01, Ds. Karangrejo, Kec. Kandat,
Kab. Kediri Kab. Kediri
Cara masuk :
Ibu dating sendiri tanpa dirujik.
DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan utama :
Ibu badan demandan nyeri pada betis dan kaki.
2. Riwayat menstruasi
Usia manarche : 13 th
Jumlah darah haid : 2-3 kali ganti pembalut
Keluhan saat haid : tidak ada
Lama haid : 3 – 4 hari
Flour albus : tidak ada
Keluhan haid : tidak ada
3. Kronologi MRS
Tanggal 12–03–2020 ibu melahirkan secara normal di PMB bidan Ani, tidak diserai
komplikasi. Bayi langsung menangis BB 3200 gr dan dirawat PMB selama 1 hari.
Tanggal 15–03–2020 pagi ibu merasa badan mulai deman tidak disertai pusing dan
keluhan lainnya. Tanggal 16-03-2020 ibu merasa nyeri betis dan kaki. Tanggal 17-03-
2020 kaki bengkak dan memerah. Selama dirumah ibu belum melakukan terapi
apapun.
4. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.
41
P2002
NO Tgl, Th Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit Anak Keadaan
. partus partus kehamilan Persalinan persalinan JK/BB anak
sekarang
1. 01/08/2014 RS 9 bulan Normal bidan Tidak ada LK/ Hidup,
Lirboyo 3400 sehat,
gr usia 6 th
2. 12/03/2020 PMB 9 bulan Normal bidan Tidak ada P/ Hidup,
3200 sehat,
usia 5
hari
5. Riwayat kesehatan penyakit yang pernah diderita : sebelumnya ibu tidak menderita
penyakit seperti hipertensi, diabetes, jantung, asma, malaria, thypus dll.
Pernah dirawat : tidak pernah
Pernah dioperasi : tidak pernah
6. Riwayat penyakit keluarga (Ayah, Ibu, Mertua) : tidak ada keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes, jantung, asma dll.
7. Status perkawinan :
Kawin 1 kali, kawin usia 18 tahun, lama menikah dengan suami sekarang 7 tahun
8. Riwayat psiko sosial ekonomi
- Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan dan persalinan
Ibu dan keluarga senang dengan kehamilan dan persalinan ibu
- Dukungan keluarga
Suami dan keluarga sangat mendukung suami mendampingi ibu selama ibu hamil
bersalin hingga merawat bayi setelah persalinan.
- Pengambilan keputusan dalam keluarga
Suami
- Gizi yang dikonsumsi dan kebiasaan makan
Setelah ibu makan 3x sehari, ibu hanya mengonsumsi sayur, tahu tempe, dan telur.
- Kebiasaan hidup sehat
Ibu mandi 2x sehari, mencuci rambut 2 kali setelah persalinan, ganti pakaian dalam 2-
3 kali sehari, ibu tidak merokok tetapi suami ibu merokok dan ibu tidak
42
mengkonsumsi alcohol atau minuman keras lainnya. Ibu hanya mengkonsumsi obat-
obatan yang diberikan saat persalinan.
- Beban kerja sehari
Setelah bersalin ibu belum belum melakukan pekerjaan rumah tangga, ibu hanya
sibuk merawat bayi.
- Penghasilan keluarga
± Rp. 3.600.000,- / bulan
9. Riwayat KB dan rencana KB
Metode yang pernah dipakai : Suntik 3 bulan Lama : 4 tahun
Komplikasi dari KB : tidak ada Rencana KB selanjutnya: belum tahu
10. Riwayat Ginekologi :
Ibu tidak pernah mengalami keputihan yang berbau dan gatal, tidak pernah
mengalami perdarahan yang banyak dan diluar siklus bulanan, ibu tidak pernah
mengalami nyeri menstruasi yang hebat, alat genetalia ibu tidak pernah gatal-gatal
dan bernanah.
11. Pola makan / minum/ eliminasi/ istirahat
- Pola minum dirumah: 8-10 gelas/harialkohol/jamu/kopi : tidak pernah
- Pola eliminasi :
BAK 6-7 kali/hari, warna kuning :, BAK terakhir jam : 07.30 wib
BAB 1-2 kali/hari, karakteristik: lembek, BAB terakhir jam : 07.30 wib
- Pola istirahat dirumah : 6-7 jam/hari ibu sering kebangun dimalam hari karena bayi
menangis.
A. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : cukup Kesadaran :komposmentis
BB/TB : 68 kg/ 150 cm TD : 120/70 mmHg
Nadi : 85x/mnt Suhu : 37,9°C
Pernafasan : 20x/mnt
2. Pemeriksaan Fisik
- Mata : tidak pucat, putih, simetris, pandangan tidak kabur.
- Rahang, gigi, gusi: tidak ada lesi, tidak ada gigi berlubang, gigi dan gusi tidak
berdarah.
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan pembekakan vena jugularis.
43
- Axilla : tidak ada pembengkakan kelenjar pada axilla.
- Dada : terlihat bersih, konsistensi lunak, simetris kanan-kiri, putting susu
menonjol, terdapat hiperpigmentasi pada areola mamae, tidak ada nyeri, abses,
dan pembengkakan, kolostrum sudah keluar lancar.
- Abdomen : TFU 3 jari atas sympisis, strie albikans ada, linea nigra ada, kandung
kemih kosong, konsistensi keras, kontraksi uterus baik.
- Genitalia : Tidak terdapat luka perineum, tidak ada varises pada vagina,
pengeluaran darah pervaginam normal kecoklatan, tidak ada oedema.
- Ekstrimitas atas : Jari-jari lengkap pergerakan baik tidak ada oedema, kuku
bersih, simetris kanan-kiri
- Ekstrimitas bawah : Ada oedema, kaki kiri bengkak dan kemerahan, nyeri tekan
pada betis, jari-jari lengkap, kaki kiri sulit digerakkan, simetris kanan-kiri
3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 03-02-2020 Pukul : 08.00 wib
Hb :11, 3 gr%
Golongan darah : O
HIV : Negatif
HbsAg : Negatif
C. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 17-03-2020 Jam : 13.00 wib
1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang keadaan ibu saaat ini yaitu
mengalami tromboflebitis sehingga kaki ibu bengkak dan tegang dan terasa nyeri,
suhu tubuh 37,9 oC
2. Menjelaskan pada ibu untuk melakukan ambulasi dini agar dapat meningkatkan
sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan
bekuan darah, misalnya: jika ibu sudah merasa tidak lelah anjurkan untuk
kekamar mandi namun tetap ditemani.
3. Menjelaskan pada ibu untuk tidak berada pada posisi litotomi dan tidak
menggantung kaki lebih dari 1 jam dan memberi alas penyokong kaki guna
mencegah adanya tekanan yang kuat pada betis.
4. Menjelaskan dan mengajarkan pada ibu tentang cara mengurangi nyeri yaitu:
44
a. Tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena tromboflebitis
b. Kaki dikompres dengan air hangat
c. Menyediakan stoking pendukung untuk meningkatkan sirkulasi vena dan
membantu mencegah kondisi statis
d. Memakai stoking pendukung sebelum bangun pagi dan melepasnya 2x sehari
untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya
5. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan melibatakan diri dalam kegiatan
ibu untuk mengatasi tromboflebis misalnya membantu ibu unutuk melakukan
ambulasi dini dengan cara menemani ibu kekamar mandi, jalan-jalan disekitar
tempat tidur, mengingatkan ibu untuk tidak menggantung kaki lebih dari 1 jam,
membantu ibu melakukan kompres pada kaki yang nyeri.
6. Menjelaskan pada ibu tentang pentingnya pemenuhan keutuhan nutrisi bagi ibu
nifas seperti mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein, mineral,
vitamin, cukup (sayur-sayuran, tempe, tahu, telur, ikan, buah-buahan, apabila ibu
mampu membeli susu dan mencobanya walau tidak suka susu)
7. Menjelaskan dan menganjurkan ibu untuk minum 3 liter setiap hari(8-12 gelas
setiap hari) untuk mencegah dehidrasi dan menurunkan panas/demam yang
dirasakan ibu.
8. Meminta keluarga untuk membantu ibu dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
seperti menyediakan makanan yang sehat, membantu ibu untuk merawat bayi jika
ibu sedang istirahat dll.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi :
a/p dokter :
- Amoksilin 500 mg 3x1
- vitamin C 15 mg 3x1
- B Comp 10 mg 3x1
- Parasetamol 500 mg 3x1
10. Meminta ibu untuk melakukan kontrol ulang 3 hari lagi atau setelah obat habis.
11. Dokumentasi
45
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada pembahasan akan dijelaskan tentang kesesuaian teori dan kenyataan pada post natal
care. Berikut disajikan data-data yang mendukung untuk dibahas dalam pembahasan pada
masa nifas :
Tanggal 15 Maret 2020 16 Maret 2020 17 Maret 2020
Kunjungan
Post Partum 3 hari 4 hari 5 hari
(hari)
Anamnesa Mulai deman tidak
disertai pusing dan Nyeri betis dan kaki bengkak
keluhan lainnya. kaki dan memerah
BAK 6-7 x/
Eliminasi - - hari, warna
kuning jernih
BAB 1-2x/ hari,
konsistensi
lembek
ASI keluar
lancar, tidak
Laktasi - - ada bendungan,
tidak
ada massa
abnormal
Involusi TFU - -
TFU 3 jari atas
sympisis
- - Lochea
Lochea Sanguinolenta
Tindakan - - Kalaborasi
Dokter
46
Berdasarkan fakta diatas, dapat diperoleh analisa sebagai berikut:
Data Subyektif
a. Keluhan
Berdasarkan fakta, pada hari ke-3 post partum Ny. “S” mulai demam,
pada hari ke-4 post partum ibu merasa nyeri betis dan kaki, pada hari ke-5
post partum ibu mengalami kaki bengkak dan memerah. Selama dirumah ibu
belum melakukan terapi apapun.
Menurut keterangan di atas masa nifas pada Ny “S” mengalami tanda
Trombophlebitis.
Trombophlebitis adalah Kelainan pada masa nifas yaitu masa setelah
melahirkan dimana terjadi sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan
oleh adanya darah yang membeku (Prawirrohardjo, 2009). Pada
tromboflebitis terjadi pembentukan trombus yang merupakan akibat dari
stasis vena sehingga mmenyebabkan gangguan koagulabilitas darah atau
kerusakan pembuluh maupun endotelial. Stasis vena sering dialami oleh
orang-orang imobil maupun yang istirahat di tempat tidur dengan gerakan
otot yang tidak memadai untuk mendorong aliran darah. Statis vena juga
mudah terjadi pada orang yang berdiri terlalu lama, duduk dengan lutut dan
paha ditekuk, berpakaian ketat, obesitas, tumor maupun wanita hamil. Stasis
aliran darah vena terjadi ketika aliran darah melambat misalnya pada
istirahat lama (imobilisasi) seperti yang telah disebutkan sebelumnya
sehingga dapat berpengaruh pada pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi
dan penggumpalan darah pada ekstremitas sehingga ektremitas mengalami
edema.Hiperkoagulabilitas darah yang menyertai trauma, kelahiran dan
myocardial infret juga mempermudah terjadinya pembentukan trombus.
Pada hari ke-5 post partum kontraksi uterus yang baik dan tidak ada
tanda-tanda bahaya. Karena selama masa nifas keadaan ibu dalam batas
normal dan status gizi baik.
Data Obyektif
b. Involusi
Berdasarkan fakta pada Ny “S” pada 5 hari post partum TFU
pertengahan 3 jari di atas symphisis, kontraksi uterus baik.
Menurut penulis kontraksi uterus Ny “K” sangat baik sehingga
47
involusi uterus berjalan normal karena uterus bertambah kecil sesuai dengan
masa involusinya.
Menurut Suherni (2009) pada saat bayi lahir TFU setinggi pusat, pada
saat plasenta lahir TFU dua jari dibawah pusat, pada 1 minggu post partum
TFU pertengahan pusat-sympisis, pada 2 minggu post partum TFU teraba
diatas symphisis, pada 6 minggu post partum TFU bertambah kecil bahkan
tidak teraba.
Berdasarkan hal diatas tidak ditemukan adanya kesenjangan antara
fakta dan teori.
c. Lochea
Berdasarkan fakta pada Ny. “S”, pada 5 hari post partum lochea
Sanguinolenta. Menurut penulis, proses involusi berdasarkan lochea pada Ny.
“K” berjalan fisiologis karena pengeluaran lochea sesuai dengan teori yang
ada.
Menurut Sukarni (2013) bahwa Lochea rubra berwarna merah,
berlangsung selama 1-2 hari post partum. Lochea sanguinolenta berwarna
merah kuning berisi darah dan lendir, terjadi pada hari ke 3-7 hari post
partum. Lochea serosa berwarna kekuningan atau kecoklatan terjadi pada hari
ke 7-14 post partum. Lochea alba berwarna cairan putih yang berlangsung
selama 2-6 minggu post partum.
Berdasarkan data diatas tidak ada kesenjangan antara fakta dan teori.
d. Ekstremitas
Berdasarkan fakta pada Ny. “S”, pada 5 hari post partum ibu
mengalami oedema pada ekstremitas bawah, Kaki kiri bengkak dan
kemerahan, nyeri tekan, dan sulit digerakkan.
Menurut Adele (2007) tanda dan gejala tromboflebilitis salah satinya
adalah pada salah satu kaki yang terkena, biasanya kaki kiri akan memberikan
tanda-tanda sebagai berikut:
- Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak,
lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
- Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras
48
pada paha bagian atas
- Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
- Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak,
tegang, putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
- Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering dimulai dari
jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian melus dari bawah ke atas.
- Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau
dengan meregangkan tendo akhiles(tanda homan positif)
Analisa Data
Analisa data pada Ny.“S” adalah P2002 post partum hari ke 5 dengan tromboflebitis.
Berdasarkan data diatas analisa pada kasus tersubut adalah post partum dengan
tromboflebitis.
Penatalaksanaan
Berdasarkan fakta penatalaksanaan asuhan kebidanan ibu nifas pada Ny. “S” yaitu
menjelaskan dan mengajarkan pada ibu tentang cara mengurangi nyeri (Tirah baring dan
mengangkat bagian kaki yang terkena tromboflebitis, kaki dikompres dengan air hangat,
menyediakan stoking pendukung untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu
mencegah kondisi statis, memakai stoking pendukung sebelum bangun pagi dan melepasnya
2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya. Dan dilakukan kolaborasi dengan
dokter, dengan a/p dokter berikan terapi Amoksilin 500 mg 3x1, vitamin C 15 mg 3x1, B
Comp 10 mg 3x1, Parasetamol 500 mg 3x1.
49
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan Asuhan Kebidanan pada Ny. S.F pada tanggal 17-03-2020,
didapatkan kesimpulan diantaranya adalah
a. Pengkajian
Ny. S.F telah melahirkan anak keduanya pada tanggal 12-03-2020. Keluhan utama ibu
adalah demam dan nyeri pada betis dan kaki. TTV ibu dalam batas normal, ASI sudah
keluar dengan lancar, TFU 3 jari atas sympisis, kontraksi uterus baik dan lochea sesuai
dengan masa nifas
b. Identifikasi diagnose dan masalah. Berdasarkan pengkajian pada tanggal 17-03-2020
didapatkan diagnose P2002 postpartum hari ke 5 dengan tromboflebitis
c. Indentifikasi diagnose dan masalah potensial tidak ada
d. Identifikasi kebutuhan segera tidak ada
e. Penatalaksanaan telah dilaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. S.F sesuai
dengan rencana asuhan atau intervensi yang telah disusun
5.2 Saran
a. Bagi klien
diharapkan melksanakan saran-saran yang sudah diberikan oleh petugas dan
membagikannya kepada ibu nifas sekitarnya
b. Bagi penulis
diharapkan meningkatkan keterampilan yang dimiliki untuk melakukan asuhan
kebidanan pada ibu nifas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul,dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo
Cunningham, F. Gary. dkk. 2006. Obstetri Williams. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Djojosugito, Ahmad. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka.
FKUI. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
50
Pilliteri, Adele. 2007. Maternal & child health nursing : care of the chilobearing family 5nd
ed. Philippine Lippiconit & Williams wiikins
Wiknjosastro H. 2005. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: Yayasan Bina. Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
51