1. Antiinfeksi
Dipakai pada mata yang mengalami infeksi, baik oleh akteri, jamur atau virus, seperti
konjungtivis, blefaritis, keratitis atau endoftalmitis.
a. Antibakteri (Antibiotik)
Infeksi karena bakteri biasanya diobati secara topikal dengan obat tetes dan salep mata.
Pemberian sistemik kadang-kadang diperlukan untuk blefaritis. Pada infeksi intraokular,
beberapa cara pemberian (intrakornea, intravitral, dan sistemik) dapat digunakan. Tetes mata
antibakteri digunakan untuk pengobatan konjungtivitis bakteri akut pada neonatus (optalmia
neonatorum), jika mungkin, mikroorganisme penyebabnya sebaiknya diidentifikasi. Tetes
mata kloramfenikol atau neomisin digunakan untuk pengobatan konjungtivitis ringan, untuk
infeksi yang lebih serius disarankan juga antibakteri sistemik. Jika tidak ada respon pada
pengobatan awal diperlukan investigasi; sebaiknya dipertimbangkan Infeksi klamidial.
Infeksi mata gonokokal diobati dengan injeksi dosis tunggal seftriakson. Infeksi mata
klamidial sebaiknya ditangani dengan pemberian eritromisin oral. Tetes mata gentamisin
bersama dengan antibakteri sistemik yang sesuai digunakan pada pengobatan infeksi mata
pseudomonas.
CARA PENGGUNAAN:
Obat tetes mata. Gunakan sedikitnya tiap 2 jam, kemudian kurangi frekuensi saat infeksi
sudah terkendali dan lanjutkan untuk 48 jam setelah sembuh.
Salep mata. Gunakan pada malam hari (bila digunakan tetes mata siang harinya) atau 3-4
kali sehari (bila hanya salep yang digunakan).
Drugs:
a) Asam Fusidat
Asam fusidat bermanfaat untuk infeksi stafilokokus.
b) Gatifloksasin
Indikasi: infeksi okular eksternal seperti konjungtivitis dan keratitis
bakterialis yang disebabkan oleh mikroorganisme yang peka terhadap
gatifloksasin.
Peringatan: pemakaian lama dihindari karena dapat menyebabkan
pertumbuhan organisme yang tidak sensitif, termasuk jamur yang dapat
menimbulkan super infeksi.
Interaksi: penggunaan bersamaan teofilin dapat meningkatkan kadar teofilin
dalam plasma, meningkatkan efek antikoagulan warfarin dan derivatnya,
meningkatkan kadar serum kreatinin pada pasien pengguna siklosporin secara
sistemik, gangguan metabolism kafein.
Kontraindikasi: hipersensitivitas.
Efek Samping: iritasi konjungtival, peningkatan lakrimasi, keratitis dan
konjungtivitis papilari, kemosis, perdarahan konjungtival, mata kering, iritasi
mata, nyeri mata, garis mata membengkak, pusing, mata merah, kemampuan
penglihatan berkurang dan gangguan mengecap.
Penggunaan: hari ke 1 – 2 : teteskan 1 tetes pada mata yang sakit setiap 2 jam
sampai 8 kali sehari (mulai bangun tidur), hari ke 3 – 7 : teteskan 1 tetes pada
mata yang sakit sampai 4 kali sehari (mulai bangun tidur).
c) Gentamisin
Indikasi: sebagai terapi tambahan pada peningkatan tekanan intra okular pada
pasien dengan hipertensi okular atau glaukoma sudut lebar. efektif untuk infeksi
yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa.
Peringatan: gentamisin dan metabolitnya dieksresikan melalui terutama
ginjal, maka tidak direkomendasikan untuk digunakan pada pasien dengan
gangguan ginjal berat (CrCl < 30ml/menit); gangguan hati.
Interaksi: tidak direkomendasikan digunakan bersamaan dengan obat
golongan penghambat karbonik anhidrase oral.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap komponen obat.
Efek Samping: pandangan kabur, rasa yang tidak biasa seperti pahit, kecut;
lebih jarang terjadi: blefaritis, dermatitis, mata kering, sensasi tubuh yasing,
sakit kepala, hiperemia, okular discharge, ketidaknyamanan okular, keratitis
okular, nyeri okular, pruritus akular, dan rinitis; pada kasus yang lebih jarang
terjadi: reaksi alergi, alopesia, nyeri dada, konjungtivis, diare, diplopia,
mengantuk, mulut kering, dispnea, dispepsia, kelelahan mata,
keratokonjungtivis, keratopati, nyeri ginjal, mual, faringitis, mata berair, dan
gatal-gatal.
Penggunaan: satu tetes pada mata yang sakit, tiga kali sehari. Gunakan
berselang minimal 10 menit dari penggunaan obat penurun tekanan okular
yang lain.
d) Kloramfenikol
Indikasi: Kloramfenikol memiliki spektrum aktivitas yang luas dan merupakan obat
pilihan untuk infeksi mata superfisial. Tetes mata kloramfenikol ditoleransi dengan
baik dan rekomendasi bahwa kloramfenikol tetes mata harus dihindari sebab
meningkatkan risiko anemia aplastik tidak ditemukan.
Efek Samping: rasa pedas sementara; laporan yang jarang mengenai anemia
aplastik; lihat juga keterangan di atas
e) Levolksasin
Indikasi: pengobatan topikal untuk infeksi okular eksternal seperti
konjungtivitis yang disebabkan oleh strain bakteri yang rentan terhadap
levofloksasin.
Peringatan: efikasi produk ini terhadap methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) belum terbukti; untuk menghindari resistensi bakteri, uji
sensitifitas bakteri perlu dilakukan dan periode pengobatan dengan
levofloksasin dilakukan dalam waktu paling singkat yang sudah dapat
mengeradikasi infeksi; tidak direkomendasikan untuk anak berusia di bawah 1
tahun; kehamilan, menyusui.
Kontraindikasi: pasien dengan riwayat sensitifitas terhadap ofloksasin dan
semua antibiotika golongan kuinolon.
Efek Samping: eritema, ruam, dispnea, penurunan tekanan darah, udem
kelopak mata (hentikan pengobatan); blefaritis (kemerahan pada kelopak
mata/udem,dll), dermatitis pada kelopak mata, gatal; iritasi, lesi pada kornea
seperti keratitis superficial diffuse.
Penggunaan: Satu tetes digunakan tiga kali sehari. Dosis dapat disesuaikan
sesuai dengan gejala yang dialami pasien
f) Ofloksasin
Indikasi: digunakan untuk mengobati infeksi pada mata yang disebabkan oleh
bakteri yang sensitif. efektif untuk infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas
aeruginosa.
Peringatan: hindarkan pemakaian yang lama karena dapat menyebabkan
pertumbuhan organisme yang tidak sensitif termasuk jamur, yang dapat
menimbulkan super infeksi; kehamilan, menyusui.
Interaksi: antibiotika sejenis topikal β-laktam.
Efek Samping: pedih, rasa gatal, dan merah-merah pada konjungtiva; rasa
menyengat, kemerahan, gatal, konjungtivitis kimia/keratitis, udem
okular/perikular/wajah, sensasi asing pada tubuh, photophobia, pandangan
tidak jelas, mata berair, mata kering, dan nyeri pada mata; jarang pusing.
Penggunaan: 1-2 tetes setiap 4-6 jam. Dosis dapat ditingkatkan 1-2 tetes tiap
2 jam selama 24-48 jam pertama. Kemudian frekuensi harus diturunkan
bertahap sesuai tanda-tanda perbaikan klinis.
g) Polimiksin B Sulfat
Indikasi: Propamidin isetionat kecil manfaatnya dalam infeksi bakteri tetapi spesifik
untuk kondisi keratitis akantamoeba yang jarang terjadi (neomisin dapat digunakan
sebagai obat tambahan )
h) Siproflokasasin
Indikasi: infeksi bakteri superfisial (efektif untuk infeksi yang disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa), ulkus kornea.
Peringatan: tidak disarankan untuk digunakan pada anak berusia di bawah 1
tahun; kehamilan (lihat Lampiran 4); menyusui (lihat Lampiran 5).
Efek Samping: rasa terbakar lokal dan gatal; pelupuk mata terbentuk krusta;
hyperaemia; gangguan indra pengecap; kornea menjadi berwarna, keratitis,
udem pada kelopak mata, lacrimation, photophobia, infiltrasi kornea;
dilaporkan adanya mual dan gangguan penglihatan.
Penggunaan: infeksi bakteri superfisial, lihat keterangan di atas. Ulkus
kornea, gunakan siang dan malam, hari pertama 2 tetes tiap 15 menit untuk 6
jam, kemudian setiap 30 menit untuk sisa hari; hari kedua gunakan 2 tetes tiap
jam; hari ketiga hingga keempat belas gunakan 2 tetes tiap 4 jam; untuk
pengobatan lebih lama dibutuhkan petunjuk dokter untuk menentukan
frekuensi (lama pengobatan maksimum 21 hari).
b. Antiviral
Infeksi herpes simpleks, seperti ulcer kornea dendritik dapat diobati dengan asiklovir.
Implan okular lepas lambat yang mengandung gansiklovir dapat disisipkan melalui
pembedahan untuk mengobati retinitis CMV yang mengancam penglihatan. Pengobatan
lokal tidak dapat melindungi terhadap infeksi sistemik atau infeksi pada mata yang sebelah.
Asiklovir
Diindikasikan untuk pengobatan lokal infeksi herpes simpleks. Dengan efek
samping agak menyengat dan pernah dilaporkan inflamasi lokal.
Penggunaan: gunakan 5 kali sehari (lanjutkan untuk sedikitnya 3 hari setelah
penyembuhan total).
Idoksuridin (IDV) (Stoxil)
Jangan dipakai bersamaan dnegan sam borat dan jika tidak membarikan respon selama 1
minggu hentikan pengunaan obat. Dosis anak – anak dan dewasa dalam sediaan larutan
0.1% sebanyak 1 tetes setiap 1-2 jam dan 1 tetes setiap 2-4 jam setiap malam hari,
sedangkan dalam sediaan oinment 0,5% setiap 4 jam selama 1 minggu
c. Antifungal
Infeksi jamur pada kornea dapat terjadi setelah ‘cedera agrikultural’, terutama dalam
suhu panas dan lembab. Mikosis orbital lebih jarang dan bila timbul biasanya karena
penyebaran langsung dari infeksi di sinus paranasal. Lansia, kelemahan, atau imunosupresan
dapat menyebabkan berkembang biaknya jamur (fungi). Penyebaran infeksi melalui
peredaran darah kadang-kadang menimbulkan endoftalmitis metastatik. Berbagai fungus
yang berbeda dapat menimbulkan infeksi okuler; tetapi infeksi ini dapat diidentifikasi dengan
prosedur laboratorium yang sesuai.
Natamisin ( Natacyn – Ophtalmic ).
Efektif pada fusarium dengan dosis penggunaan dalam sediaan larutan 5% untuk dewasa
dan anak – anak sebanyak 1 tetes setiap 2 jam selama 3-4 hari, kemuadian 1 tetes setiap
3 jam selama 14 – 21 hari.
Mata merah, dimana diagnosis belum dikonfirmasi, mungkin diakibatkan oleh virus
herpes simpleks. Kortikosteroid memperburuk kondisi yang dapat berakhir pada
kerusakan penglihatan atau bahkan hilangnya mata. Infeksi bakteri, jamur dan amuba
menunjukkan bahaya yang sama.
Pada individu yang rentan, penggunaan preparat kortikosteroid mata dapat
menyebabkan glaukoma steroid.
Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan katarak steroid.
Sediaan lain yang digunakan untuk pengobatan topikal inflamasi dan konjungtivitis alergi
meliputi antihistamin, lodoksamid dan natrium kromoglikat. Sediaan topikal antihistamin seperti
tetes mata yang mengandung antazolin sulfat, ketotifen, levokabastin, dan olopatadin dapat
digunakan untuk konjungtivitis alergi. Tetes mata natrium kromoglikat mungkin berguna untuk
keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis alergi lainnya. Tetes mata lodoksamid digunakan
untuk konjungtivitis alergi termasuk yang musiman. Tetes mata diklofenak juga digunakan untuk
konjungtivitis alergi musiman.
Atropin Sulfat untuk prosedur refraksi pada anak, akan tetapi perlu diperhatikan karena
efeknya yang sangat lama dan adapat memicu galukoma.
Sikllopentolat Hidroklorida digunakan untuk refraksi pada anak tetapi pertlu
diperhatikan pada pasien dengan tekanan intraokuler yang meningkat.
Homatropin Hidrobromida
Tropikamid
Fenilefrin Hidroklorida digunakanuntuk pengobatan uveitis anterior terutama untuk
mencegah posterior synechiae. Tetapi perlu diperhatikan pada pengunaan untuk pasien
anak-anak dan lansia (hindari dosis 10%); penyakit kardiovaskuler (hindari atau hanya
gunakan dosis 2,5%); takikardia; hipertiroidisme; diabetes. Efek Samping: rasa
menyengat dan nyeri pada mata; penglihatan terganggu, photophobia; efek sistemik
diantaranya aritmia, hipertensi, spasme arteri koroner.
4. Pengobatan Glaukoma
c. Golongan penyekat-beta seperti timolol, karteolol, betaxolol, levobunolol dan
metoprolol ,
d. Golongan analog prostaglandin seperti prostaglrandin F2a / PGF2a (latanoprost),
bimatoprost, travoprost. unoproston
e. Golongan penghambat karbonik anhidrase topikai seperti dorzolamid dan
brinzolamid
5. Anastetik Lokal
Tetrakain (ametokain) mungkin merupakan anestetika lokal topikal yang paling sering
digunakan. Proksimetakain menyebabkan lebih sedikit sengatan awal pada mata dan bermanfaat
untuk anak. Sediaan kombinasi lignokain dan fluoresein digunakan untuk to- nometri. Tetrakain
memberikan efek anestesi yang lebih nyata dan sesuai untuk penggu- naan sebelum prosedur
bedah minor, seperti pengambilan jahitan kornea. Efek sementara terhadap epitel kornea.
Lignokain, dengan atau tanpa adrenalin (epineprin), diinjeksikan ke dalam pelupuk mata untuk
pembedahan minor, sedangkan injeksi retrobulbar atau peribulbar digunakan pada pembedahan
bola mata itu sendiri. Anestetika lokal tidak boleh digunakan untuk mengatasi gejala-gejala sakit
mata.
Daftar Pustaka :
1. Bab 11 Mata [internet]. Pionas. 2015 [cited 21 maret 2020]. Available from :
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-11-mata
2. Virgana R, Bandung RS. Ocular Pharmacotherapy in Glaucoma. Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Unpad Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. 2007.