Anda di halaman 1dari 3

Contoh soal kasus yang berkaitan dengan hukum bisnis:

Dugaan penipuan umrah yang dilakukan PT. First Anugerah Karya Wisata (First
Travel) memasuki babak baru. Dua pimpinan perusahaan tersebut, yang juga suami istri,
Andika Surachman (Direktur Utama) dan Anniesa Desvitasari Hasibuan (Direktur), telah
ditetapkan sebagai tersangka dugaan penipuan umrah oleh Bareskrim Polri, Kamis (10/8).
Jauh hari sebelum dua pasangan itu ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, Kementerian
Agama RI telah mencabut izin operasional First Travel. Seperti dikutip dari situs
Kementerian Agama, sanksi administratif itu tertuang dalam Keputusan Menteri Agama
Nomor 589 Tahun 2017 per tanggal 1 Agustus 2017.

Sebelumnya First Travel terdaftar sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah


(PPIU) sejak mengantongi Keputusan Dirjen PHU Nomor: D/746 Tahun 2013. Kala itu, First
Travel terdaftar beralamat di Jl. Radar Auri No. 1, Cimanggis, Depok. itu, mereka membuka
kantor pelayanan di dua tempat yakni GKM Green Tower Lantai 16, Jl. TB Simatupang dan
Gedung Atrium Mulia Suite, Jl H.R. Rasuna Said. Keduanya berada di wilayah Jakarta
Selatan. Izin untuk First Travel lalu sempat diperpanjang dengan keluarnya Keputusan
Menteri Agama Nomor 723 Tahun 2016.

Dalam kronologi yang disusun Kemenag, kisruh penyelenggaraan umrah oleh First
Travel mulai mengemuka saat terjadi kegagalan pemberangkatan jemaah pada 28 Maret 2017
lalu. Pada saat kejadian itu jemaah diinapkan di hotel sekitar Bandara Soekarno Hatta. Hal itu
pun membuat Kemenag melakukan klarifikasi, investigasi, advokasi, hingga mediasi dengan
jemaah. Upaya klarifikasi pertama kalinya dilakukan tanggal 18 April 2017, namun pihak
manajemen tidak memberikan jawaban. Kementerian Agama setidaknya sudah empat kali
mengupayakan mediasi antara jemaah dengan First Travel. Namun upaya tersebut tidak
berbuah hasil karena pihak First Travel bersikap tertutup dan kurang kooperatif.

Selanjutnya, pada 22 Mei 2017, Kemenag mengundang pihak First Travel untuk
mediasi dengan jemaah. First Travel mengirimkan tim legal, namun mediasi tidak dilanjutkan
karena mereka tidak dibekali surat kuasa. Untuk kedua kalinya Kemenag kembali memanggil
First Travel pada 24 Mei 2017. Upaya ini pun gagal karena pihak manajemen tidak hadir.
Lalu, pada 2 Juni 2017, digelar mediasi antara pihak First Travel dengan sejumlah jemaah
dari Bengkulu. Dari mediasi itu tidak ada solusi yang bisa diberikan. Terakhir kalinya upaya
mediasi dilakukan tanggal 10 Juli 2017, dan gagal karena manajemen tidak hadir.

Selanjutnya, pada 21 Juli 2017 lalu, Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) memerintahkan PT. First Anugerah Karya Wisata untuk menghentikan
penjualan paket promonya. Perintah itu diterbitkan karena ada indikasi investasi ilegal dan
penghimpunan dana masyarakat tanpa izin. Izin PPIU untuk First Travel pun dicabut karena
Kemenag menilainya telah terbukti melanggar Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor
79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU 13/2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah haji.
Kemenag pun memerintahkan kepada PT First Anugerah Karya Wisata untuk
mengembalikan seluruh biaya jemaah umrah yang telah mendaftar.
Contoh soal kasus yang berkaitan dengan perikatan:
Sengketa tanah Prokimal (proyek pemukiman TNI AL) meletus tahun 1998. Warga di
sekitar Prokimal sering menggelar unjuk rasa dengan cara memblokade jalur pantura (pantai
utara) untuk menuntut pembebasan lahan yang dianggap miliknya. Di lain pihak, menurut
keterangan TNI AL, lahan yang diinginkan warga itu merupakan milik TNI AL yang
diperoleh dengan pembelian yang sah tahun 1960 seluas 3.569,205 hektare yang tersebar di
dua kecamatan, yakni Nguling dan Lekok, serta di 11 desa, yakni Desa Sumberanyar,
Sumberagung, Semedusari, Wates, Jatirejo, Pasinan, Balunganyar, Brang, Gejugjati,
Tamping, dan Alas Telogo.

Saat itu tanah tersebut dibeli seharga Rp 77,66 juta dan rencananya digunakan untuk
pusat pendidikan dan latihan TNI AL yang terlengkap dan terbesar. Karena belum memiliki
dana, agar tidak telantar, tanah tersebut dijadikan area perkebunan dengan menempatkan 185
keluarga prajurit. Kemudian pada 1984 keluar Surat Keputusan KSAL No Skep/675/1984
tanggal 28 Maret 1984 yang menunjuk Puskopal dalam hal ini Yasbhum (Yayasan Sosial
Bhumyamca) untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan perkebunan produktif,
dengan memanfaatkan penduduk setempat sebagai pekerja.

Upaya-upaya penyelesaian sertifikasi tanah yang dilaksanakan Lantamal III Surabaya


sejak 20 Januari 1986 dapat terealisir BPN pada 1993 dengan terbitnya sertifikat sebanyak 14
bidang dengan luas 3.676 hektare. Meski demikian masih ada penduduk yang belum
melaksanakan pindah dari tanah yang telah dibebaskan TNI AL. Pada 20 November 1993
Bupati Pasuruan mengirimkan surat kepada Komandan Lantamal III Surabaya perihal usulan
pemukiman kembali nonpemukim TNI AL di daerah Prokimal Grati. Kemudian Bupati
Pasuruan mengajukan surat kepada KSAL pada 3 Januari 1998 untuk mengusulkan bahwa
tanah relokasi untuk penduduk nonpemukim TNI AL agar diberikan seluas 500 meter persegi
per KK.

Dari catatan media Surya, dalam setahun terakhir terjadi dua kali pemblokiran jalan
pantura oleh warga, yakni 14 Desember 2006 dan 10 Januari 2007. Selain itu, warga Desa
Alas Telogo, Kecamatan Lekok, memilih menempuh jalur hukum dan menggugat
kepemilikan tanah itu ke Pengadilan Negeri (PN) Bangil, 18 Juli 2006 lalu. Gugatan itu
ditempuh 256 warga, namun mereka dinyatakan kalah oleh PN Bangil dalam sidang 12 Maret
lalu. Munculnya keputusan tersebut membuat warga marah hingga berujung pada bentrokan
dengan polisi seusai sidang putusan. Sebelum persidangan itu, yakni pada 15 Februari,
Pangarmatim Laksda Moekhlas Sidik meresmikan Prokimal sebagai pusat latihan tempur
(Puslatpur) dan warga 11 desa yang berjumlah sekitar 5.700 keluarga rencananya direlokasi
ke bagian yang aman. “Sesuai pesan Panglima TNI, 2007 ini lahan akan di-set up ulang
sebagai pusat latihan tempur untuk meningkatkan profesionalitas prajurit TNI AL. Untuk
relokasi warga, karena ada niatan baik dari kami, tidak akan terjadi masalah seperti saya
utarakan di hadapan warga,” kata Laksda Moekhlas Sidik saat meresmikan Prokimal sebagai
Puslatpur.

Anda mungkin juga menyukai