Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN HASIL PRESENTASI

KELOMPOK 6

Senin, 23 Maret 2020

Ketua : Rina Widayani (04021281924056)

Moderator : Putri Okta M (04021181924003) selaku PJ MK Agama Islam

Notulen : Dinda Fita R (04021281924050)

Anggota :

1. Dini Dwi Puspita (04021281924039)


2. Asrid Patrisia (04021281924044)
3. Alifah Miftahul (04021281924046)
4. Dinda Fita Rosa (04021281924050)
5. Dinda Putri Karina (04021281924051)

Pertanyaan :

1. Dewi Yunita (04021181924015)


2. Wiwin Marlenia (04021281924053)
3. Rahma Diana (04021281924021)

Di jawab oleh :

1. Dini Dwi Puspita (04021281924039)


2. Asrid Patrisia (04021281924044)
3. Alifah Miftahul (04021281924046)
4. Dinda Fita Rosa (04021281924050)
5. Dinda Putri Karina (04021281924051)
6. Rina Widayani (04021281924056)
Pertanyaan Kelompok 6

1. Bagaimana pandangan islam terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi? Adakah


batasan-batasan menurut Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan ,seni dan
teknologi tersebut? Dewi Yunita (04021181924015)
Jawaban :
Dalam perspektif Islam, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni, merupakan
pengembangan potensi yang telah diberikan oleh Allah berupa akal dan budi.
Prestasi gemilang dalam pengembangan IPTEK, pada hakikatnya tidak lebih dan
sekedar menemukan bagaimana proses sunnatullah (hukum alam, hukum Allah)
itu terjadi di alam semesta ini, bukan merancang atau menciptakan hukum baru di
luar sunnatullah.
IPTEK dalam pandangan Islam tidak bebas nilai. Seharusnya temuan-temuan
baru di bidang IPTEK membuat manusia semakin mendekatkan diri kepada Allah,
bukan semakin angkuh dan menyombongkan diri.
IPTEK dan segala hasilnya dapat diterima oleh masyarakat Islam manakala
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Jika penggunaan hasil Iptek akan melalaikan
seseorang dari dzikir dan tafakkur, serta mengantarkan pada rusaknya nilai-nilai
kemanusiaan, bukan hasil teknologinya yang ditolak melainkan manusianya yang
harus diperingatkan dan diarahkan dalam menggunakan teknologi
Adapun tentang seni, dalam teori ekspresi disebutkan bahwa Art is an
expression of human feeling adalah suatu pengungkapan perasaan manusia. Seni
merupakan ekspresi jiwa seseorang dan hasil ekspresi jiwa tersebut berkembang
menjadi bagian dan budaya manusia. Seni identik dengan keindahan, keindahan
yang hakiki identik dengan kebenaran dan keduanya memiliki nilai yang sama,
yaitu keabadian. Seni yang lepas dari nilai-nilai ketuhanan tidak akan abadi karena
ukurannya adalah hawa nafsu, bukan akal budi.
Islam sebagai agama yang mengandung ajaran aqidah dan syariah, senantiasa
mengukur segala sesuatu dengan pertimbangan-pertimbangan ketiga aspek
tersebut. Oleh karenanya, seni yang bertentangan atau merusak aqidah, syariat,
akhlak tidak akan diakui sebagai sesuatu yang bernilai seni. Dengan demikian,
semboyan seni untuk seni tidak dapat diterima dalam islam

Dijawab oleh :

Asrid Patrisia (04021281924044)

Dinda Putri K (04021281924051)


2. Dalam islam juga kan melihat seni itu baik sebagai mana sudah dijelaskan. Akan
tetapi, apa saja sihh seni seni yg dihalalkan dalam islam itu? Contohnya bernyanyi,
apakah seni tersebut halal atau haram? Wiwin Marlenia (04021281924053)
Jawaban :
Asal muasal Seni pada awalnya adalah proses dari manusia, dan oleh karena
itu merupakan sinonim dari suatu ilmu. Term-term abad ini banyak menyandarkan
seni sebagai intisari ekspresi dari kreativitas manusia. Berkaitan dengan hukum
menyanyikan lagu, para ulama berbeda pendapat dalam menghukuminya, sebagian
mengharamkan dan sebagian lagi menghalalkannya dengan berpegang kepada
dalilnya masing-masing. 
Dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian disandarkan pada QS. Luqman: 6
yang artinya: “Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan
yang tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah
tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan
memperoleh adzab yang menghinakan.” (QS. Luqmân: 6).
Di samping dalil yang disandarkan pada Al-Qur’an, terdapat beberapa dalil yang
disandarkan pada beberapa Hadits yaitu: Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan
yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” Dan
Hadits dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda: “Nyanyian itu bisa
menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang.”
Sedangkan dalil-dalil yang menghalalkan nyanyian di antaranya di dasarkan
pada QS. Al-Maidah: 87 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi
kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang melampaui batas.” (QS. al-Mâ’idah: 87). 
Hukum halalnya menyanyikan lagu juga disandarkan pada Hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhori yang berbunyi :“Saat itu di hadapan 'Aisyah
radliallahu 'anha terdapat dua budak perempuan hasil tawanan kaum Anshar
dalam perang Bu'ats sedang bernyanyi. Maka Abu Bakar berkata; "Seruling-
seruling syetan." Dia mengucapkannya dua kali. Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Biarkanlah wahai Abu Bakar. Sesungguhnya setiap kaum
memiliki hari raya dan hari raya kita adalah hari ini." (HR. Bukhari, Hadits No:
3638)

Dengan demikian dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan secara
moderat bahwa nyayian itu ada yang diharamkan dan ada pula yang dihalalkan
(baca: dibolehkan), sebuah nyanyian dihukumi haram apabila di dalam nyanyian
itu terkandung unsur-unsur kemaksiatan atau kemunkaran, baik dalam bentuk
perkataan (qouliyah), perbuatan (fi’liyah), atau dalam bentuk sarana (asy-yâ’),
misalnya dalam praktek nyanyian itu disertai dengan minuman-minuman keras
(khamr), zina, penampakan aurat, campur baur pria-wanita (ikhtilath), atau pesan-
pesan dalam syairnya bertentangan dengan syara’, misalnya mempropagandakan
ajakan berpacaran, mendorong pergaulan bebas, mempropagandakan sekulerisme,
liberalisme dan sebagainya.

Sedangkan nyanyian yang dihukumi halal adalah nyanyian yang mengandung


kriteria bersih dari unsur-unsur kemaksiatan atau kemunkaran, misalnya syair-
syair yang mengandung pujian atas sifat-sifat Allah SWT, memotivasi untuk
meneladani akhlak Rasulullah SAW, mengajak bertaubat kembali ke jalan Allah
SWT dari perbuatan-perbuatan maksiat, mendorong orang untuk menuntut ilmu,
menceritakan keagungan Allah dalam penciptaan alam semesta, dan sebagainya.

Dijawab oleh :

Dini Dwi Puspita (04021281924039)

Rina Widayani (04021281924056)

3. Dalam islam tidak diperbolehkan untuk membuat makhluk hidup seperti binatang,
nah pada masa Wali Songo, para Wali menggunakan wayang untuk mendekatkan
diri pada masyarakat, Apakah wayang tersebut masih boleh digunakan sekarang?
Rahma Diana (04021281924021)
Jawaban :
Ada sebagian ulama yang  mengharamkan semua jenis gambar, baik itu
lukisan, kartun, foto atau film. Bagi mereka, apapun yang berbau gambar, lepas
dari apa tujuan, madharat, manfaat dan fungsinya, hukumnya haram. Dan
pelakunya masuk neraka. Namun, kelompok ulama yang seperti ini berhadapan
dengan para ulama lain yang lebih moderat. Mereka tidak menelan mentah-mentah
begitu saja hadits-hadit yang terkait dengan haramnya gambar, setidaknya tidak
memahami hadits dengan apa yang tersurat, tetapi memahami lebih jauh dan
mendalam. Sebenarnya perbedaan pendapat di antara mereka dipicu dari cara
memahami nash-nash yang mereka sepakati keshahihannya, namun tidak mereka
sepakati pengertian dan maksudnya.

Nash-nash yang disepakati oleh para ulama, antara lain:


 Hadits Pertama
Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, "Siapa yang
menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di
dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada
gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa
untuk meniupkannya.’” (HR Bukhari).
 Hadits Kedua
Seorang laki-laki datang kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya,
“Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku
menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu,
“Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat
kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang
perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah
dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang
tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang
pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw
bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke
neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu
nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka
Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak
menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak
bernyawa.” (HR Muslim).

Berdasarkan dua hadist tersebut, para ulama terpecah


menjadi dua kelompok, yaitu ;
Kelompok Pertama
Para ulama yang bergaya tekstual mengharamkan semua
bentuk gambar, apa pun jenisnya, termasuk komik, ilustrasi,
kartun, bahkan wayang kulit, wayang golek dan semua yang
sekiranya termasuk gambar.
Kelompok Kedua
Sedangkan ulama lain yang lebih moderat memahami hadits
ini sebagai larangan untuk membuat patung, buka sekedar
gambar di atas media gambar. Gambar yang dalam bahasa
arabnya disebut dengan istilah shurah, mereka pahami sebagai
bentuk patung tiga dimensi. Sehingga dalam pandangan
mereka, hadits ini diterjemahkan menjadi demikian, "Siapa yang
membuat patung dari makhluk bernyawa di dunia ini, maka dia
akan diminta untuk meniupkan ruhnya kepada patung itu di hari
akhir."

Wayang (Bahasa Jawa Krama: "ringgit"), konon dari kata "bayang", adalah
sebuah pertunjukan seni tradisional yang sudah sangat klasik dan membudaya bagi
masyarakat Indonesia.  dalam perkembangannya, sumber inspirasi pertunjukkan seni
wayang itu sangat kaya dan beraneka ragam, bukan hanya dipengaruhi oleh cerita-
cerita Hindu-Budha saja tetapi juga dari Serat Menak, sejarah keislaman, dan kisah-
kisah kehidupan manusia sehari-hari.
Serat Menak adalah sebuah karya sastra fiksi agung yang konon diinspirasi
oleh karya sastra Melayu: "Hikayat Amir Hamzah" yang merupakan terjemahan dari
sebuah karya sastra yang ditulis di zaman Khalifah Harun al-Rasyid di abad ke-8/9
M. Yang dimaksud dengan "Amir Hamzah" (atau "Raja Hamzah") dalam Serat
Menak dan Hikayat Amir Hamzah adalah Hamzah bin Abdul Muttalib (salah seorang
paman Nabi Muhammad yang gagah perkasa dalam membela dan menyebarkan
Islam).
Dari cerita Serat Menak inilah kemudian lahir sejumlah wayang golek menak
atau wayang orang menak, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Barat, yang isi
ceritanya menggambarkan lika-liku "dakwah Islam" dan perjuangan menegakkan
masyarakat bermoral.
Karena wayang adalah "tradisi positif" dan medium yang cukup efektif untuk
menyampaikan pesan-pesan moral ke publik masyarakat, maka para ulama dan
Walisongo dulu, elit Muslim Turki Usmani, raja-raja Islam Jawa, dsb ikut idan
memopulerkan seni wayang ini. Wayang pun masih bisa digunakan hingga saat ini,
tetapi, tergantung dengan pemahaman masing-masing individu.
Islam itu hadir bukan untuk "meng-Islamankan tradisi dan budaya lokal"
tetapi untuk "memberi nilai" atas tradisi dan budaya setempat itu agar tidak
melenceng dari nilai-nilai dan norma-norma keislaman. Jika tradisi dan budaya lokal
itu sudah sangat baik, positif, bernilai, dan bermoral, serta bermanfaat untuk
masyarakat banyak, maka Islam sama sekali tidak mempermasalahkannya, dan
bahkan turut memelihara dan menyerapnya karena memang "sudah Islami".

Dijawab oleh :

Alifah Miftahul J (04021281924046)

Dinda Fita Rosa (04021281924050)

Anda mungkin juga menyukai