Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ISLAM DAN IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni)


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam yang Diampu Oleh Dosen Dr.
Ahmad Kosasih, M. Ag

DISUSUN OLEH :
AGUSRIZA ALMALIK (21067004)
RHODIATUL ZAHRA (21060176)
UTARI JULIANTI FIRDAUS(21053193)
VIVI SUCI QAMSIANI MR (21053196)

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
nikmat, serta karunia-Nya kepada kita dalam penyusunan makalah Pendidikan Agama Islam
dengan judul “ Islam dan IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni)” ini.
Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam yang diampu oleh
Bapak Dr. Ahmad Kosasih, M.Ag tentang ipteks dalam perspektif Islam dan juga untuk
mempermudah pemahaman kita semua, khususnya mahasiswa Universitas Negeri Padang.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh kesempurnaan, unuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempunakan
makalah ini. Sekaligus, kami berharap makalah in dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi para
pembaca.

Pariaman, 16 Mei 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................................4
C. TUJUAN............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................5
A. PANDANGAN ISLAM TERHADAP SENI DAN KESENIAN.....................................5
B. PENDAPAT ULAMA MENGENAI SENI SUARA,MUSIK DAN TARIAN...............6
C. PENDAPAT ULAMA MENGENAI SENI LUKIS.........................................................9
BAB III PENUTUP....................................................................................................................11

A. KESIMPULAN................................................................................................................11
B. SARAN............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Di zaman modern yang canggih seperti saat ini, kemajuan akan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan seni, sangatlah berpengaruh terhadap segala
aspek dalm kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri keberadaan IPTEK dan seni
tidak pernah lepas dengan keberadaan manusia. Manusia sebagai subjek berkembangnya
ilmu pengetahuan itu sendiri. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka
berkembanglah pula teknolog dan seni. Keberadaan yang tidak akan pernah terpisahkan,
kemudian memunculkan beberapa dampak terhadap kehidupan manusia di dunia.
Dampak tersebut berupa dampak positif dan negatif. Adanya dampak negatif bagi
kehidupan manusia akan menimbulkan beberapa hal yang kurang diinginkan.
Peran Islam dalam perkembangan IPTEK pada dasarnya ada 2. Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang
seharusnya dimiliki umat Islam. Kedua, menjadikan syariah Islam (yang lahir dari
Aqidah Islam ) sebagai standar bagi pemanfaat IPTEKS dalam kehidupan sehari-hari.
standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidakntya pemanfaatn IPTEKS, didasarkan
pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum Syariah Islam. Sebaliknya, jika suatu aspek
IPTEKS telah diharamkan oleh syariah, maka tidk boleh umat Islam memanfaatkannya
walaupunbia mengasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana pandangan Islam terhadap seni dan kesenian?
2) Bagaimana pendapat para ulama sekitar seni suara, musik dan tarian?
3) Bagaimana pendapat para ulama sekitar seni lukis?

C. Tujuan
1) Mengetahui pandangan Islam terhadap seni dan kesenian
2) Mengetahui pendapat para ulama sekitar seni suara, musik dan tarian
3) Mengetahui pendapat para ulama sekitar seni lukis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan Islam terhadap Seni dan Kesenian


Seni adalah terjemahan dari kata art yang berasal dari bahasa Latin ars yang berarti
kemahiran. Seni berguna bagi pengembangan akal dan kreatifitas manusia untuk menata
kehidupan yang lebih luas, harmoni, indah, sejuk dan menyenangkan. Berbeda dengan
ilmu, seni tidak hanya bertumpu pada daya nalar tapi juga pada rasa dan intuisi. Nilai
keindahan sebuah karya seni bersifat subyektif dan relative. Unsur seni juga terdapat
dalam ilmu dan teknologi dan secara epistimologi konstruksi sebuah ilmu sebenarnya
inheren dengan seni/ keindahan. Menurut The Liang Gie dalam Gazalba (1988: 64),
dikalangan pemikir Yunani keindahan dalam pengertian yang luas. Pertama, indah yang
berpadu dengan kebaikan (estetika yang berinteraksi dengan etika). Kedua, indah estetik
berdasarkan penglihatan (symmetria). Ketiga, indah estetik berdasarkan pendengaran
seperti seni musik. Disamping itu keindahan dapat pula dibagi dua pembagian, pertama
keindahan sebagai sifat (kualitas yang bersifat abstrak), kedua keindahan suatu benda
yang bersifat kongkrit, misalnya kata beauty adalah indah yang tidak berujung,
sedangkan beautiful adalah keindahan yang melekat pada sesuatu zat tertentu.
Islam sangat menghargai keindahan karena Allah SWT itu adalah sesuatu yang
Maha Indah dan mencintai keindahan. Alam ciptaan Tuhan diciptakan dengan harmoni
dan penuh keindahan. Bahkan ayat-ayat suci Al-Qur’an mengandung nilai-nilai estetika
yang sangat tinggi dan mengagumkan baik dari segi susunan gaya bahasa, tulisan dan
kandungannya. Rasullah SAW memerintahkan umatnya untuk membaca ayat suci Al-
Qur’an dengan tartil. Yang dimaksud dengan tartil ialah membaca Al-Qur’an dengan
tajwidnya. Sedangkan yang dimaksud dengan tajwid itu, menurut Ali bin Abi Thalib
ialah memperbagus pengucapan huruf-huruf dan mengatur cara-cara menghentikan atau
memulai kembali bacaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seni itu merupakan
fitrah dan anugerah Allah SWT kepada manusia yang harus disyukuri. Dengan kata lain
rasa keindahan itu perlu dipelihara sebaik-baiknya untuk mempertajam daya imajinasi,
memperhalus jiwa yang pada akhirnya akan melahirkan budi luhur atau akhlak mulia.
Akan tetapi keindahan dalam perspektif Islam bukan sekedar keindahan yang bertumpu
pada perasaan yang bersifat subyektif melainkan keindahan yang bertumpu pada nilai-
nilai kebenaran dan kebaikan yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah. Setiap tindakan
yang benar pasti mengandung kebaikan dan setiap kebaikan yang berlandaskan pada
kebenaran pasti memiliki nilai-nilai keindahan.
Dalam memahami sebuah arti kefitrahan, sandaran kita adalah Al Qur’an. Dalam Al
Qur’an Surat Ar Ruum (30) ayat 30 Allah Subhanahu wata’ala berfirman : “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS:Ar Ruum
:30)
Sesuatu dikatakan sesuai dengan fitrah, kalau sesuatu itu tetap berada di jalan yang
lurus dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam Islam . Dengan demikian, seni atau
kesenian akan dikatakan sesuai dengan fitrah manusia manakala seni tersebut berada
dalam bingkai dan koridor yang sesuai dengan ad dienul Islam sehingga dapat
mendatangkan pahala dan ridho Allah Subhanahu wa ta’ala manakala dilakukan.

B. Pendapat Ulama Mengenai Seni Suara, Musik , dan Tarian


Sebelum kita membahas dan mendiskusikan pendapat para fuqaha, khususnya para
imam mazhab yang empat terlebih dahulu kami kutipkan pendapat mereka tentang seni
suara beserta dalil-dalilnya, baik dari golongan yang mengharamkan maupun yang
membolehkannya.
1. Imam Asy Syaukani, dalam kitabnya Nailut Authar4) menyatakan sebagai berikut :

a. Para ulama berselisih pendapat tentang hukum menyanyi dan alat musik.
Menurut mazhab jumhur adalah haram, sedangkan mazhab ahlul madinah, azh
zhohiriyah dan jama’ah sufiyah
b. Abu Mansyur Al Baghdadi (dari mahzab Asy Syafi’i) menyatakan : ‘Abdullah
bin Ja’far’ berpendapat bahwa menyanyi dan musik itu tidak menjadi masalah.
Dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu untuk dinyanyikan para pelayan
(budak) wanita (jawari) dengan alat musik seperti Ini terjadi pada masa Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a.
c. Imam Al Haramain di dalam kitabnya An Nihayah menukil dari para ahli
sejarah bahwa Abdullah bin Az Zubair memiliki beberapa jariyah (wanita
budak) yang biasa memainkan alat gambus. Pada suatu hari Ibnu Umar datang
kepadanya dan melihat gambus tersebut berada di sampingnya. Lalu Ibnu
Umar bertanya, “Apa ini wahai sahabat Rasulullah?” Setelah diamati sejenak,
lalu ia berkata, “Oh, ini barangkali timbangan buatan negeri Syam,” ejeknya.
Mendengar itu Ibnu Zubair berkata, “Digunakan untuk menimbang akal
manusia.”
d. Ar Ruyani meriwayatkan dari Al Qaffal bahwa mazhab Maliki membolehkan
menyanyi dengan ma’azif (alat-alat musik yang berdawai).
e. Abu Al Fadl bin Thahir mengatakan: “Tidak ada perselisihan pendapat antara
ahli Madinah tentang menggunakan alat gambus. Mereka berpendapat boleh
saja.”
f. Ibnu An Nawawi di dalam kitabnya Al Umdah mengatakan bahwa para sahabat
Rasulullah yang membolehkan menyanyi dan mendengarkannya antara
lain Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi
Waqas dan lain-lain. Sedangkan dari tabi’in antara lain Said bin Musayyab,
Salim bin Umar, Ibnu Hibban, Kharijah bin Zaid, dan lain-lain.

2. Abu Ishak Asy Syirazi dalam kitabnya Al Muhazzab5) berpendapat:

a. Diharamkan menggunakan alat-alat permainan yang membangkitkan hawa


nafsu seperti alat musik gambus, tambur (lute), mi’zah (sejenis piano), drum
dan seruling.
b. Boleh memainkan rebana pada pesta perkawinan dan khitanan. Selain dua
acara tersebut tidak boleh.
c. Dibolehkan menyanyi untuk merajinkan unta yang sedang berjalan.

3. Al ‘Alusi dalam tafsirnya Ruhul M’ni 6) mengatakan :

a. Al Muhasibi di dalam kitabnya Ar Risalah berpendapat bahwa menyanyi


itu haram seperti haramnya bangkai.
b. At Thursusi menukil dari kitab Adabul Qadha bahwa Imam Syafi’i
berpendapat menyanyi itu adalah permainan makruh yang menyerupai
pekedaan batil (yang tidak benar). Orang yang banyak mengerjakannya
adalah orang yang tidak beres pikirannya dan ia tidak boleh menjadi saksi.
c. Al Manawi mengatakan dalam kitabnya Asy Svafbut Kabir bahwa
menurut mazhab Syafi’i menyanyi adalah makruh tanzih yakni lebih baik
ditinggalkan daripada dikelakan agar dirinya lebih terpelihara dan suci.
Tetapi perbuatan itu boleh dikerjakan dengan syarat ia tidak khawatir akan
terlibat dalam fitnah.
d. Dari murid-murid Al Baghawi ada yang berpendapat bahwa menyanyi itu
haram dikerjakan dan didengar.
e. Ibnu Hajar menukil pendapat Imam Nawawi dan Imam Syafi’i yang
mengatakan bahwa haramnya (menyanyi dan main musik hendaklah dapat
dimengerti karena hal demikian biasanya disertai dengan minum arak,
bergaul dengan wanita, dan semua perkara lain yang membawa kepada
maksiat. Adapun nyanyian pada saat bekerja, seperti mengangkat suatu
yang berat, nyanyian orang Arab untuk memberikan semangat berjalan
unta mereka, nyanyian ibu untuk mendiamkan bayinya, dan nyanyian
perang maka menurut Imam Awza’iy adalah sunat.
f. Jama’ah Sufiyah berpendapat boleh bernyanyi dengan atau tanpa iringan
alat-alat musik.
g. Sebagian ulama berpendapat boleh menyanyi dan main alat musik tetapi
hanya pada perayaan-perayaan yang memang dibolehkan Islam, seperti
pada pesta pernikahan, khitanan, hari raya dan hari-hari lainnya.
h. Al ‘Izzu bin Abdussamam berpendapat bahwa tarian-tarianitu bid’ah. Tidak
ada laki-laki yang mengerjakannya selain orang yang kurang waras dan
tidak pantas, kecuali bagi wanita. Adapun nyanyian yang baik dan dapat
mengingatkan orang kepada akhirat tidak mengapa, bahkan sunat
dinyanyikan.
i. Imam Balqini berpendapat tari-tarian yang dilakukan di hadapan orang
banyak tidak haram dan tidak pula makruh karena tarian itu hanya
merupakan gerakan-gerakan dan belitan serta geliat anggota badan. Ini
telah dibolehkan Nabi SAW kepada orang-orang Habsyah di dalam mesjid
pada hari raya.
j. Imam Al Mawardi berkata, “Kalau kami mengharamkan nyanyian dan
bunyi-bunyian alat-alat permainan itu maka maksud kami adalah dosa
kecil bukan dosa besar.”

4. Abdurrahman At Jaziri di dalam kitabnya Al Fiqh Al Mazahibi Al


Arba’a7) mengagatakan :

a. Ulama-ulama Syafi’iyah seperti yang diterangkan oleh Al Ghazali di dalam


kitab Ihya Ulumuddin. Beliau berkata, “Nash-nash syara’ telah
menunjukkan bahwa menyanyi, menari, memukul rebana sambil bermain
dengan perisai dan senjata-senjata perang pada hari raya adalah mubah
(boleh) sebab hari seperti itu adalah hari untuk bergembira. Oleh karena itu
hari bergembira dikiaskan untuk hari-hari lain, seperti khitanan dan semua
hari kegembiraan yang memang dibolehkan syara’.
b. Al Ghazali mengutip perkataan Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa
sepanjang pengetahuannya tidak ada seorang pun dari para
ulama Hijaz yang benci mendengarkan nyanyian suara alat-alat musik,
kecuali bila di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak baik. Maksud
ucapan tersebut adalah bahwa macam-macam nyanyian tersebut tidak lain
nyanyian yang bercampur dengan hal-hal yang telah dilarang oleh syara’.
c. Para ulama Hanafiyah mengatakan bahwa nyanyian yang diharamkan itu
adalah nyanyian yang mengandung kata-kata yang tidak baik (tidak
sopan), seperti menyebutkan sifat-sifa jejaka (lelaki bujang dan perempuan
dara), atau sifat-sifat wanita yang masih hidup. Adapun nyanyian yang
memuji keindahan dan pemandangan alam lainnya maka tidak ada
larangan sama sekali. Memang ada orang-orang yang menukilkan
pendapat dari Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa ia benci
terhadap nyanyian dan tidak suka mendengarkannya. Baginya orang-orang
yang mendengarkan nyanyian dianggapnya telah melakukan perbuatan
dosa. Disini harus dipahami bahwa nyanyian yang dimaksud Imam Hanafi
adalah nyanyian yang bercampur dengan hal-hal yang dilarang syara’.
d. Para ulama Malikiyah mengatakan bahwa alat-alat permainan yang
digunakan untuk memeriahkan pesta pernikahan hukumnya boleh. Alat
musik khusus untuk momen seperti itu misalnya gendang, rebana yang
tidak memakai genta, seruling dan terompet.
e. Para ulama Hanbaliyah mengatakan bahwa tidak boleh menggunakan alat-
alat musik, seperti gambus, seruling, gendang, rebana, dan yang serupa
dengannya. Adapun tentang nyanyian atau lagu, maka hukumnya boleh.
Bahkan sunat melagukannya ketika membacakan ayat-ayat Al Qur’an asal
tidak sampai mengubah aturan-aturan bacaannya.

C. Pendapat Ulama Mengenai Seni Lukis


Seni rupa mulai berkembang pesat di dunia Islam mulai abad ke-7 M. Sejak
itulah, agama yang diajarkan Rasulullah SAW itu menyebar luas tak hanya di
Semenanjung Arab, melainkan juga hingga mencapai Bizantium, Persia, Afrika,
Asia, bahkan Eropa. Perkembangan seni lukis di dunia Islam terbilang sangat unik
karena diwarnai dengan pro dan kontra.
Ada perbedaan pemahaman pada Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan
Imam Bukhari-Muslim yang membuat seni lukis menjadi kontroversi di kalangan
umat Islam. Dalam hadis itu Rasulullah SAW bersabda, "Malaikat tak akan
memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar dan anjing." Hadis ini
dipandang shahih, karena diriwayatkan Imam Bukhari-Muslim.
Meski begitu, kalangan ulama berbeda pendapat soal boleh atau tidaknya
melukis. Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve
(IBVH) disebutkan, ulama yang mengharamkan lukisan atau gambar, antara lain
Asy-Syaukani, Al-Lubudi, Al-Khatibi, serta Badan Fatwa Universitas Al-Azhar.
Para ulama itu berpegang pada hadis di atas.
Sementara itu, ulama terkemuka seperti Al-Aini, At-Tabrari, dan Muhammad
Abduh justru menghalalkan lukisan dan gambar. Syeikh Muhammad Abduh
berkata, "Pembuatan gambar telah banyak dilakukan dan sejauh ini tak dapat
dimungkiri manfaatnya. Berbagai bentuk pemujaan atau penyembahan patung atau
gambar telah hilang dari pikiran manusia."
Tokoh pembaru Islam dari Mesir itu berpendapat bahwa hukum Islam tak akan
melarang suatu hal yang sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. "Apalagi bila
sudah dapat dipastikan bahwa hal itu tidak berbahaya bagi agama, iman, dan amal,"
cetus Abduh. Dari zaman ke zaman perbedaan pendapat ini terus bergulir.
Di tengah pro dan kontra itu seni lukis berkembang di dunia Islam. Meski
begitu, para arkeolog dan sejarawan tak menemukan adanya bukti adanya sisa
peninggalan lukisan Islam asli di atas kanvas serta panel kayu. Hasil penggalian
yang dilakukan arkeolog justru menemukan adanya lukisan dinding, lukisan kecil
di atas kertas yang berfungsi sebagai gambar ilustrasi pada buku.
Salah satu bukti bahwa umat Islam mulai terbiasa dengan gambar makhluk
hidup paling tidak terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah (661 M -750
M) di Damaskus, Suriah. Hal itu dapat disaksikan dalam lukisan yang terdapat pada
Istana keci Qusair Amrah yang dibangun pada 724 M hingga 748 M.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan ipteks adalah hasil dari segala lagkah dan pemikiran untuk
memperluas,memperdalam dan mengembangkan ipteks. Dari uraian di atas dapat
dihami, bahawa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2. .
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma
inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam. Kedua, menjadikan syariah Islam (yang
lahir dari Aqidah Islam ) sebagai standar bagi pemanfaat IPTEKS dalam kehidupan
sehari-hari.
Adapun dampak negatf maupun positif dalam perkembangan ipteks,menimbulkan
perubahan sangat cepat dalam kehidupan manusia. Perubahan ini, selain sangat cepat
memiliki daya jangkauan yang amat luas. Hampir tidak ada segi-segi kehidupan yang
tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada kenyatannya telah menimbulkan
pergeseran nilai dalam kehidupan manusia termasuk dalam nilai agama,moral dam
kemanusiaan. Para ualama ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan
dalam seni suara,musik,tarian maupun seni lukis.

B. Saran
Untuk mengembangkan IPTEKS harus didasari dengan keimanan dan ketakwaan
kepada Allah SWT agar memberikan manfaat bagi kehidupan serta lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ahmad Kosasi, M. (2022). Modul Pendidikan Agama Islam Islam dan IPTEKS. Padang.
https://www.republika.co.id/berita/38931/seni-lukis-dalam-peradaban-islam
https://gbsri.com/seni-dalam-pandangan-ulama-islam/

Anda mungkin juga menyukai