MODUL 3
BEBAN KERJA MENTAL
Disusun Oleh:
Kelompok 34
Mengetahui,
Koordinator Praktikum
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Perancangan Sistem Kerja dan
Ergonomi Modul 3 yaitu “Beban Kerja Mental”. Penyusunan Laporan Perancangan
Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3 ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan
untuk menyelesaikan tugas praktikum Perancangan Sistem Kerja Ergonomi di Teknik
Industri Universitas Diponegoro.
Dalam penulisan Laporan Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 2 ini
penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Dr. Ing. Novie S, S.T., M.Eng. selaku dosen pengampu Mata kuliah
Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
2. Para asisten laboratorium RSKE pada umumnya dan Mba Nida Zulfa Auliana
pada khususnya selaku asisten modul 3 dari kelompok 34.
3. Teman-teman kelompok 34 praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
4. Pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan modul 3 ini, yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua teman-teman yang telah
mendukung kami dan teman-teman kelompok 34 dalam bekerja sama menyelesaikan
laporan praktikum modul 3 ”Beban Kerja Mental” ini. Kami berharap, kerja keras kami
tidak sia-sia dan dapat tulisan ini dapat bermanfaat bagi orang lain yang membacanya.
Sebelumnya kami meminta maaf apabila ada terdapat kesalahan dan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan laporan ini di waktu yang akan datang. Kami sadar laporan praktikum yang
kami buat masih jauh dalam keadaan sempurna. Semoga laporan ini dapat dipahami dan
menambah wawasan bagi para pembaca
Kelompok 34
iii
DAFTAR ISI
iv
4.3.3 Suhu ........................................................................................................... 23
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 25
5.1 Kesimpulan................................................................................................... 25
5.2 Saran ............................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Kuisioner NASA-TLX .....................................................................6
Tabel 3.2 Rekap Hasil Pembobotan ...........................................................................6
Tabel 3.3 Rekap Hasil Rating ....................................................................................6
Tabel 3.4 Perhitungan Skor dan WWL ......................................................................7
Tabel 3.5 Rekap Jumlah Error, Perhitungan HEP dan HR ........................................9
Tabel 3.6 Waktu Perakitan Operator Kelompok 34 ...................................................9
Tabel 3.7 Data Perakitan Satu Shift ...........................................................................10
Tabel 3.8 Rekap Kondisi Lingkungan Fisik Kerja.....................................................11
Tabel 4.1 Rekap WWL dan Skor ...............................................................................14
vii
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
BAB I
PENDAHULUAN
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
mengetahui 6 indikator yang dalam mental kerja serta untuk mengetahui Human Error
Probability dan Human Reliability.
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM
Identifikasi Masalah
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Peerakitan Piston
Pengolahan Data :
Kebisingan
Perhitungan HEP
Cahaya
Suhu
Analisis
Kesimpulan Saran
Selesai
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
BAB III
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
MD PD TD PO EF FL
MD PD TD PO EF FL
PD PD PD PD PD
TD PO EF FL
PO EF PO
EF EF
FL
Indikator
Operator Total
MD PD TD PO EF FL
Kelompok 34 (1) 0 5 1 3 4 2 15
Kelompok 1 (2) 3 4 5 1 0 2 15
Kelompok 14 (3) 1 3 2 5 4 0 15
Kelompok 3 (4) 4 0 5 2 1 3 15
Kelompok 8 (5) 5 0 1 3 4 2 15
Kelompok 23 (6) 3 3 2 5 0 2 15
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
HEP = = = 0,375
HR
Berikut merupakan perhitungan HR pada operator 1.
HR = 1-HEP = 1-0,375 = 0,625
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
Awal 59,5 dB
Akhir 55,3 dB
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
Awal 79 lux
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
Awal 24,4 C
Akhir 27,2 C
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
BAB IV
ANALISIS DATA
4.1 Analisis Beban Kerja
Beban kerja Mental adalah suatu konsep yang mengarah pada tuntutan atensi
yang dialami selama pekerja melakukan tugas-tugas kognitif (O’Donnell dan
Matthews, 2000). Salah satu pengukuran secara subjektif beban kerja mental adalah
pengukuran dengan menggunakan metode NASA-TLX. NASA-TLX dikembangkan
oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari
San Jose State University pada tahun 1981. Metode ini berupa kuesioner
dikembangkan berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang lebih
mudah namun lebih sensitif pada pengukuran beban kerja (Hancock, 1988).
NASA-TLX menggunakan enam dimensi untuk menilai beban mental :mental
demand, physical demand, temporal demand, effort, dan frustation. Dua puluh
langkah digunakan untuk mendapatkan peringkat untuk dimensi ini. Skor dari 0
sampai 100 didapatkan pada setiap skala . Prosedur pembobotan digunakan untuk
menggabungkan enam peringkat skala individu menjad skor akhir; prosedur ini
memerlukan perbandingan yang berbentuk pasangan antara dua dimensi sebelum
penilaian beban kerja. Perbandingan berpasangan memerlukan operator (responden)
untuk memilih dimensi yang lebih relevan dengan beban kerja di semua pasang
keenam dimensi tersebut. Jumlah dimensi yang terpilih sebagai bobot yang lebih
relevan sebagai yang skala dimensi untuk tugas yang diberikan untuk Operator itu.
Skor beban kerja dari 0 sampai 100 diperoleh untuk setiap skor dimensi dengan
mengalikan berat dengan skor skala dimensi (rating), menjumlahkan seluruh dimensi,
dan membaginya dengan 15 ( jumlah total perbandingan berpasangan) (Rubio, 2004).
4.1.1 Klasifikasi Beban Kerja
Berikut adalah tabel rekap WWL dan skor serta klasifikasinya :
Tabel 4.1 Rekap WWL dan Skor
Operator WWL Skor Klasifikasi
1 (Lab RKSE, waktu normal) 820 54,67 Tinggi
2 (Lab RKSE, waktu dipercepat) 990 66 Tinggi
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
Beban Kerja adalah tekanan sebagai tanggapan yang tidak dapat menyesuaikan
diri, yang dipengaruhi oleh perbedaan individual atau proses psikologis, yakni suatu
konsekuensi dari setiap tindakan ekstern (lingkungan, situasi, peristiwa yang terlalu
banyak mengadakan tuntutan psikologi atau fisik) terhadap seseorang. (Gibson dan
Ivancevich, 1993). Beban kerja yang merupakan selisih antara tuntutan beban kerja dari
suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban mental seseorang dalam kondisi
termotivasi. (Henry R, 1988).
Faktor – faktor yang mempengaruhi beban kerja ialah ada faktor eksternal yang
meliputi tugas – tugas, organisasi, dan lingkungan kerja. Lalu ada faktor internal yaitu
meliputi faktor somatis dan faktor psikis. (Tarwaka, 2004). Berdasarkan penjelasan Hart
dan Staveland (1981) dalam teori NASA-TLX, skor beban kerja yang diperoleh terbagi
dalam beberapa bagian yaitu:
Sangat Rendah 0 – 9
Rendah 10 – 29
Agak tinggi 30 – 49
Tinggi 50 – 79
Sangat tinggi 80 – 100
Nilai WWL dari operator diatas bervariasi dari agak tinggi hingga sangat tinggi.
Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya tingkat cahaya yang terlalu
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
terang pada operator yang berada di koridor RKSE, tingkat cahaya yang redup/ gelap
pada operator yang berada di dalam driving simulator, kebisingan yang ada di koridor
RKSE, tingkat suhu yang nyaman pada operator di dalam lab RSKE, suhu yang panas
pada pekerja yang berada di koridor RSKE, dan batas waktu pengerjaan piston yang
berbeda (dengan waktu normal dan waktu normal yang dipercepat).
4.1.2 Perbandingan Perakitan dengan Lingkungan Beda
70,67
54,67
47,33
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
RKSE memiliki skor yang rendah yaitu 47,33, hal tersebut disebabkan oleh
pencahayaan yang sangat memadai dan kondisi kebisingan yang saat itu tidak terlalu
bising.
4.1.3 Perbandingan Perakitan dengan Waktu Baku Beda
66
54,67
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
pekerjaannya dengan waktu baku yang dipercepat karena pekerja tersebut harus
menyelesaikan produk dengan jumlah yang sama dengan waktu yang normal. Mental
demand dan temporal demand pekerja yang mengerjakan dalam kondisi waktu yang
dipercepat memilki skor yang tinggi yang menyebabkan perbedaan skor WWL.
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
yang paling lama yaitu 03 menit 05 detik 98 milisekon dan perakitan ke 3 adalah
perakitan tercepat dengan waktu 2 menit 32 detik 18 milisekon
Human error yang terjadi pada kasus ini adalah kesalahan yang dilakukan oleh
operator. Dalam hal ini adalah perbedaan lingkungan kerja dan perbedaan waktu baku
operator. Dalam perbedaan lingkungan kerja HEP yang dihasilkan juga bervariasi.
Untuk operator 1 yang berada di dalam lab RSKE, nilai HEP yang dihasilkan 0,375,
operator 3 yang berada di koridor RSKE, nilai HEP yang dihasilkan 0,167, dan untuk
operator 5 yang berada di dalam driving simulator, nilai HEP yang dihasilkan 0,333.
Nilai HEP yang bervariasi tersebut disebabkan oleh berbagai hal, misalnya pada
operator 3 memiliki tingkat cahaya yang tinggi yang tidak mudah membuat mata lelah
dan dapat dengan presisi memasang/ merakit piston sehingga tingkat kesalahan yang
dihasilkan cukup rendah hanya 1 dengan total rakitan 6 piston. Sedangkan untuk
operator 1 di dalam ruangan lab RKSE memiliki HEP yang tinggi dibandingkan dengan
operator 5 yang berada di dalam driving simulator. Walaupun secara pencahayaan dan
tingkat suhu pekerja yang di dalam lab RSKE memiliki pencahayaan yang baik dan
tingkat suhu yang normal namun faktor alat yang susah untuk dirakit dan faktor
kebisingan yang terjadi saat kompresor menyala menyebabkan tingkat HEP operator 1
bernilai 0,375 dibanding HEP operator 5 yang bernilai 0,333. Faktor performansi
pekerja juga dapat mempengaruhi pengerjaan perakitan piston atau kurang seriusnya
pekerja dalam mengerjakan perakitan piston membuat bisa membuat error menjadi
banyak dan nilai HEP yang tinggi seperti yang terjadi pada operator 1 yang seharusnya
memiliki nilai HEP paling rendah karena lingkungan kerja fisik yang paling optimal
berada di dalam lab RKSE. Dengan demikian performansi pekerja pada operator 3
sangat tinggi yang menyebabkan nilai HEP yang rendah dibawah situasi / lingkungan
kerja fisik yang kurang optimal.
HEP dalam lingkungan yang sama (di dalam lab RKSE) namun dengan waktu
baku yang berbeda juga memiliki nilai yang berbeda. Nilai HEP operator 2 dengan
waktu baku yang dipercepat dibandingkan dengan operator 1 memiliki nilai 0,444
dibandingkan dengan 0,375. Perbandingan tersebut dapat dikatakan besar. Hal tersebut
disebabkan oleh faktor tekanan waktu yang terjadi pada operator 2 yang harus
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
menyelesaikan perakitan 5 produk namun dalam waktu yang dipercepat. Karena waktu
yang dipercepat tersebut maka operator 2 lebih mudah untuk melakukan error yang
disebabkan oleh kehabisan waktu dalam perakitan 1 piston atau kesalahan alat yang
susah untuk dipasang sehingga terjadi error.
HEP terkecil berada pada operator 3 dengan HEP bernilai 0,167. Operator 3
bekerja di koridor RSKE dengan waktu baku normal. Kedua faktor tersebut yang
membuat operator 3 memiliki nilai HEP rendah karena dengan berada di koridor RSKE
tingkat penerangan sangat optimal yang membuat tingkat ketelitian dan kelelahan mata
operator rendah. Waktu baku normal juga mempengaruhi karena operator dalam
mengerjakan perakitan piston tidak berada dalam tekanan sehingga dapat dengan teliti
dan presisi dalam mengerjakan sehingga dari 6 perakitan hanya terjadi 1 kali error saja.
Sedangkan Human Reliability adalah kemungkinan dari suatu performansi pada
suatu kegiatan sistem dalam waktu yang dibutuhkan namun tidak menurunkan
performansi sistem dalam hal lain. Human reliability merupakan kebalikan dari human
error probability. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, operator 2 melakukan
kesalahan terbanyak ketika tidak diberikan distraksi apapun saat mengetik.Hal ini dapat
terjadi karena operator belum siap dan belum mendapatkan posisi yang nyaman untuk
mengetik.Sedangkan operator 6 melakukan kesalahan terbanyak ketika diberikan
distraksi cahaya, yaitu adanya batasan intensitas cahaya yang rendah.Hal ini dapat
terjadi karena penglihatan operator yang terbatas terhadap cahaya redup.
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
berpengaruh terhadap produktivitas”. Selain itu dikemukakan juga bahwa “kondisi kerja
yang menyenangkan dapat mencakup tempat kerja, dan fasilitas-fasilitas bantu yang
mempercepat penyelesaian pekerjaan”.
Faktor faktor yang mempengaruhi lingkungan fisik kerja seseorang adalah
(Sedarmayanti, 2001):
1. Penerangan/ cahaya
2. Temperatur
3. Kelembaban
4. Sirkulasi udara
5. Kebisingan
6. Getaran
7. Bau-bauan
8. Tata warna
9. Dekorasi
10. Musik
11. Tingkat keamanan
Menurut Iridiastadi (2014), kinerja seseorang dalam melakukan pekerjaannya
sering kali bergantung pada lingkungan fisik tempat pekerjaan tersebut dilakukan. Di
samping dapat berdampak buruk pada kinerja, lingkungan fisik yang tidak dirancang
dengan baik dapat memengaruhi kesehatan dan bahkan keselamatan pekerja.Sebagai
contoh, lampu penerangan di sebuah gudang dengan intensitas cahaya di bawah yang
seharusnya, dapat menyebabkan seorang pekerja gudang salah membaca nomor
komponen yang harus dia ambil. Untuk itu, tugas seorang praktisi ergonomi adalah
memastikan bahwa lingkungan kerja telah dirancang dengan baik dan tidak memberi
dampak buruk baik dari sisi kenyamanan, kinerja, maupun kesehatan kerja.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh menunjukan
bahwa faktor fisik yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah error adalah tingkat
penerangan atau jumlah cahaya yang didapatkan operator, yaitu hanya 102 lux.
Operator 2 cenderung lebih lambat dalam melakukan proses perakitan piston
dibandingkan dengan keadaan tanpa distraksi ataupun dengan distraksi suara dan waktu
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
yang terjadi pada operator 1. Error yang dihasilkan pun cukup besar dibanding yang
lain, hal ini dikarenakan ketika percobaan dilakukan, kondisi waktu baku yang
dipercepat menyebabkan pengerjaan operator 2 dalam situasi yang sama menjadi lebih
besar kemungkinan errornya. Kurangnya tingkat cahaya yang dibutuhkan dalam proses
perakitan yang seharusnya sebesar 200 lux dapat juga menjadi faktor nilai probabilitas
error kedua operator tinggi.
4.3.1 Kebisingan
Menurut Wignjosoebroto (2000), bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita
hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita
tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi
mesin ketik / komputer, mesin cetak, dan sebagainya. Bunyi yang tidak kita inginkan
atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan misalnya teriakan
orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran Bising memiliki
karakteristik seperti: Bising yang kadangkala dan tak terduga akan lebih mengganggu
dari pada bising yang kontinu, sumber nada tinggi lebih mengganggu dari pada nada
rendah, tugas yang menuntut konsentrasi mental terus-menerus akan lebih mudah
diganggu bising dari pada tugas lainnya, kegiatan yang memerlukan pelatihan lebih
mudah terpengaruh bising dari pada pekerjaan rutin. Kondisi kebisingan yang normal
untuk 8 jam kerja adalah 80dB. Nilai ambang batas dari kebisingan adalah 85 desibel
dengan total waktu jam kerja sebesar 8 jam (Kep-51/MEN/1999) :
Pada percobaan kali ini didapatkan hasil tingkat desibel dengan rata-rata 62,23
dB, dengan tingkat desibel tertinggi adalah 71,9 dB dan yang terendah 55,3 dB. Nilai
tertinggi terjadi pada saat pengukuran kebisingan mesin kompresor menyala sehingga
tingkat kebisingan meningkat, sedangkan pada tingkat terendah diperoleh karena pada
saat pengukuran suasana tenang hanya ada beberapa orang yang berbicara secara pelan-
pelan. Dengan rata-rata dB berada dibawah angka normal 80 dB maka pekerja tidak
perlu menggunakan penutup telinga dan aman dalam proses pengerjaan dalam sehari.
4.3.2 Cahaya
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
data entry yang bekerja di kantor, sebagai contoh, dapat bekerja dengan menggunakan
komputer sehari penuh. Pada pekerjaan seperti ini, beban visual cenderung sangat
tinggi, selain itu pencahayaan yang kurang dapat berakibat pada kelelahan mata yang
berlebihan.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi
pencahayaan di suatu tempat telah memenuhi yang diharapkan adalah dengan mengukur
iluminansi (illuminance) dari suatu sumber cahaya (dengan teknik fotometri).
Iluminansi adalah suatu ukuran banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu permukaan
atau benda kerja.Besarnya iluminansi bergantung pada seberapa jauh jarak dari sumber
cahaya ke benda kerja/pekerjaan yang tengah dilakukan, Sumber penerangan ruangan,
maupun lampu kerja yang bersifat loka.Satuan dari banyaknya cahaya ini adalah lux (lx)
atau foot-candle (fc), dan diukur dengan menggunakan pengukur cahaya
(illuminance/lightmeter).
Menurut Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 Tahun 1964, nilai ambang batas
untuk pengerjaan perakitan piston yaitu 200 lux karena perakitan piston termasuk
kedalam pekerjaan membeda-bedakan barang-barang kecil agak teliti
Pada kasus ini operator mendapatkan cahaya sebesar 121 lux dalam kondisi
paling terang dengan rata-rata selama pekerjaan sebesar 102 lux. Dimana dalam kasus
ini cahaya yang didapatkan tidak memenuhi standar karena seharusnya pengerjaan
membeda-bedakan barang-barang kecil agak teliti harus memiliki pencahayaan sebesar
200 lux, jadi hal ini lumayan memengaruhi ketepatan dan kecepatan operator dalam
mengerjakan pekerjaannya. Dengan intensitas cahaya sebesar 102 lux hanya boleh
dilakukan pekerjaan dengan kondisi pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil
secara sepintas. Dalam hal ini perlu dilakukan penambahan penerangan seperti lampu
biasa atau lampu kecil yang menyorot ke proses pengerjaan operator agar mata operator
dalam mengerjakan tidak mudah lelah dan teliti dalam pengerjaannya agar tidak banyak
terjadi error.
4.3.3 Suhu
Pendekatan untuk mengukur iklim kerja dapat melalui berbagai indek, antara
lain heat index, Thermal work limit dan WBGT (Wet Blube Globe Temperatur) dan
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
indeks lainya. NAB Iklim iklim Lingkungan kerja dinyatakan dalam derajat Celcius
Indeks Suhu Basah dan Bola (0C ISBB) yang dikenal juga dengan WBGT atau Wet
Bulb Globe Temperature dengan waktu kerja 5 hari selama satu minggu dengan durai 8
jam tiap harinya. Iklim kerja yang terlalu panas dan tidak disertai waktu istirahat akan
memberikan dampak bagi tubuh seperti dehidrasi, Heat Rash, Heat Fatigue, Heat
Cramps, Heat Exhaustion, Heat Syncope, dan Heat Stroke
Indeks Suhu Basah dan Bola luar ruangan dengan panas radiasi ISBB= 0,7 Suhu
Basah Alami + 0,2 Suhu Bola + 0,1 Suhu Kering o Indeks Suhu Basah dan Bola di
dalam atau luar ruanga tanpa panas radiasi ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu
Bola Iklim kerja yang baik juga di dukung dengan temperatur ruangan yang
mendukungproduktivitas manusia agar mencapai titik optimal y aitu pda suhu 240C -
270C (Wignjosoebroto, 2000).
Nilai ambang batas untuk suhu untuk pekerjaan normal total 8 jam kerja adalah
30 C untuk pekerjaan ringan, 26,70C untuk pekerjaan sedang, dan 250C untuk pekerjaan
0
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum beban keja mental ini, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Beban Kerja Mental menjelaskan mengenai beban kerja dalam pekerjaan yang
dapat mempengaruhi mental dari seseorang. Masalah yang dibahas pada
praktikum ini meliputi data-data yang didapatkan pada saat praktikum Beban
Kerja Mental. Kelompok kami melakukan pengambilan data saat shift 4 yang
berlokasikan di ruang RSKE dengan keadaan waktu baku yang normal dan
menghasilkan 5 finish goods. Keadaan ruang RSKE dari pengukuran yang
didapat memiliki pencahayaan cukup terang dengan rata – rata 102 lux, untuk
tingkat kebisingan berada diatas rata – rata 62,53 dB, dan suhu dari ruangan
tidak melebihi ambang batas dengan suhu rata – rata 25,3°C.
2. Human error adalah kegagalan dari manusia untuk melakukan tugas yang telah
didesain dalam batas ketepatan, rangkaian, atau waktu tertentu. Human error
dapat terjadi karena disebabkan oleh faktor kondisi lingkungan fisik kerja yang
ekstrem. Terjadinya human error akan diikuti oleh menurunnya efektivitas dan
efisiensi suatu pekerjaan. Efektivitas dan efisiensi yang menurun tentu saja akan
berakibat kepada tingkat produktivitas yang dicapai oleh manusia, output yang
dihasilkan akan menurun dan aktivitasnya akan menjadi terhambat.Berdasarkan
pada hasil perhitungan Human Error Probability (HEP) yang ditunjukkan, dapat
dilihat bahwa nilai Human Error Probability terbesar adalah pada operator 2
(kelompok 1) yaitu sebesar 0,444 dengan kondisi pengerjaan di Laboratoriun
RSKE dan dengan waktu baku dipercepat yaitu 2 menit 36 detik. Hal ini
disebabkan oleh jumlah error yang tinggi dan waktu yang dipercepat sehingga
operator terburu-buru selama perakitan piston berlangsung. Jumlah perakitan
yang dihasilkan adalah sebanyak 9 dengan jumlah error sebanyak 4 piston. Hasil
perhitungan Human Error Probability (HEP) pada kelompok kami adalah
sebesar 0,375. Angka ini tergolong rendah dimana probabilitas yang dihasilkan
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
dipengaruhi oleh jumlah error atau jumlah produk deffect yang dihasilkan oleh
operator selama proses perakitan. Semakin banyak error yang dihasilkan dan
semakin sedikit jumlah produk yang dihasilkan selama perakitan, maka semakin
tinggi pula Human Error Probability yang dihasilkan.
3. Beban Kerja adalah tekanan sebagai tanggapan yang tidak dapat menyesuaikan
diri, yang dipengaruhi oleh perbedaan individual atau proses psikologis, yakni
suatu konsekuensi dari setiap tindakan ekstern (lingkungan, situasi, peristiwa
yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologi atau fisik) terhadap
seseorang. Pada operator 1 (Kelompok 34) memiliki skor sebesar 54,67 dengan
klarifikasi tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja operator 1
yang berada di ruang RSKE yang merupakan ruangan tertutup dengan AC yang
menyala dalam suhu normal namun memiliki tingkat kebisingan yang melebihi
ambang batas sehingga dapat mengganggu konsentrasi operator. Kelompok 1
merakit piston dalam waktu baku normal yaitu 5 menit 6 detik per unit. Pada
operator 2 (kelompok 1) memiliki skor sebesar 66 dengan klarifikasi tinggi. Hal
ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja operator 2 yang berada di ruang
RSKE yang merupakan ruangan tertutup dengan AC yang menyala dalam suhu
normal namun memiliki tingkat kebisingan yang melebihi ambang batas
sehingga dapat mengganggu konsentrasi operator. Selain tingkat kebisingan
yang menjadi faktor pengganggu performansi kerja operator 2, operator 2 juga
merakit piston dengan waktu normal di percepat yaitu 2 menit 36 detik. Pada
operator 3 (kelompok 14) memiliki skor sebesar 47,33 dengan klarifikasi agak
tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja operator 3 yang berada
di koridor yang memiliki penerangan alami dari cahaya matahari dan suhu
cukup panas karena cuaca dari luar ruangan. Operator 3 memiliki waktu baku
normal saat merakit piston. Pada operator 4 (kelompok 3) memiliki skor sebesar
81 dengan klarifikasi sangat tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
kerja operator 4 yang berada di koridor yang memiliki penerangan alami dari
cahaya matahari dan suhu cukup panas karena cuaca dari luar ruangan. Operator
4 memiliki waktu baku yang dipercepat saat merakit piston sehingga menambah
beban kerja terhadap operator kelompok 4. Pada operator 5 (kelompok 8)
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
memiliki skor 70,67 dengan klarifikasi tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan kerja operator 5 yang berada di Driving Simulator yang memiliki
penerangan gelap dikarenakan ruangan tertutup dan lampu tidak menyala serta
AC juga tidak menyala. Operator 5 menggunakan waktu baku normal dalam
merakit piston. Pada operator 6 (kelompok 23) memiliki skor 61 dengan
klarifikasi tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja operator 6
yang berada di Driving Simulator yang memiliki penerangan gelap dikarenakan
ruangan tertutup dan lampu tidak menyala serta AC juga tidak menyala.
Operator 6 menggunakan waktu baku yang dipercepat dalam merakit piston.
4. Kinerja seseorang dalam melakukan pekerjaannya bergantung pada lingkungan
fisik tempat pekerjaan tersebut dilakukan. Pada praktikum ini, faktor lingkungan
fisik kerja yang diukur adalah kebisingan, pencahayaan, dan suhu. Untuk
mengukur besarnya kebingisingan digunakan aplikasi Sound Meter. Kebisingan
yang terjadi pada saat operasi terdiri pada saat awal, pertengahan, dan akhir dari
operasi. Operasi dilakukan selama 20 menit dimana awal operasi pada kelompok
kami mendapatkan tingkat kebisingan sebesar 59,5 dB, tengah 71,9 dB, dan
akhir 55,3 dB. Tingkat kebisingan tertinggi yakni pada pertengahan operasi, hal
ini karena pada saat itu terjadilah puncak dari kepanikan operator yang
menyebabkan kebisingan meningkat dan suara orang-orang di dalam yang
berbicara satu sama lain serta bunyi mesin dissasembly yang dipakai untuk
mengurai rakitan. Dengan rata-rata 62,23 dB, maka dapat disimpulkan bahwa
tingkat kebisingan cukup mengganggu performansi operator. Untuk mengukur
besarnya tingkat pencahayaan digunakan aplikasi Light Meter. Tingkat
pencahayaan yang terjadi pada saat operasi terdiri pada saat awal, pertengahan,
dan akhir dari operasi. Operasi dilakukan selama 20 menit dimana awal operasi
mendapatkan 79 lux, tengah 121 lux, dan akhir 106 lux. Tingkat pencahayaan
tertinggi yakni pada pertengahan operasi karena adanya tambahan berkas cahaya
matahari yang masuk melalui jendela ruangan pada siang hari. Dengan rata –
rata pencahayaan 102 lux, maka dapat disimpulkan bahwa ruang RSKE
memiliki pencahayaan yang cukup baik bagi operator. Untuk mengukur
besarnya suhu digunakan aplikasi Room Temperature. Suhu yang terjadi pada
2020
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 34
saat operasi terdiri pada saat awal, pertengahan, dan akhir dari operasi. Operasi
dilakukan selama 20 menit dimana awal operasi mendapatkan 24,4oC, tengah
24,4oC, dan akhir 27,2oC. Suhu tertinggi yakni pada akhir operasi. Hal ini karena
adanya orang yang keluar masuk melalui pintu ruangan sehingga udara dari luar
masuk ke dalam ruangan yang menyebabkan suhu naik. Dengan rata-rata suhu
sebesar 25,3 oC maka dapat disimpulkan bahwa ruangan RSKE bersuhu normal
yang cocok bagi operator untuk melakukan pekerjaannya.
5. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi performansi kerja operator yang
salah satunya berdampak pada output yang dihasilkan seperti: lingkungan kerja
dan tuntutan kerja. Dalam praktikum ini target output yang ingin dicapai adalah
5 finish goods. Operator 1 (kelompok 34) dapat menghasilkan 5 finish goods
dengan 3 deffect dalam waktu baku normal dan lingkungan kerja yang baik.
Namun, tingkat kebisingan pada lingkungan kerja operator 1 yang melewati
ambang batas dapat menjadi salah satu penyebab deffect yang dihasilkan
sehingga sebaiknya tingkat kebisingan dikurangi dengan cara ruangan hanya
diisi dengan pekerja, meminimalisir orang masuk dan keluar ke ruangan serta
pemakaian mesin disassembly dengan jarak jauh dari dari lingkungan kerja.
5.2 Saran
Setelah melakukan praktikum ini, maka praktikan memberi saran sebagai
berikut:
1. Sebelum melakukan praktikum, akan lebih baik apabila praktikan memahami
situasi dan kondisi lingkungan fisik kerja yang akan digunakan.
2. Praktikan diharapkan memahami proses kerja yang akan dilakukan dengan
sangat baik.
3. Praktikan sebaiknya berada dalam kondisi yang optimal saat melakukan
praktikum.
2020
DAFTAR PUSTAKA
Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Surabaya : Guna
Widya.
Ergonomic checkpoints : practica; and easy-to-implementsolutions for improving
safety,helath and working conditions. Secon Edition. International Labour Office.
Geneva, 2010
Iridiastadi Hardianto, Yassierli. 2014. Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sedarmayanti. 2001. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja. Jakarta: Mandar Maju.
Susanto, Novie. 2010. Penerapan Ergonomic Checkpoints Dalam EvaluasiI Lingkungan
Kerja di Area Crusher PT. Wavin Duta Jaya. Semarang: Departemen Teknik
Industri Undip.
Sutalaksana, iftikar, dkk. 1979. Teknik Tata Kerja. Bandung: Departemen Teknik
Industri ITB.
;
Kuisioner Pembobotan
}ftut merupakan perbandingan untuk setiap pasang indikator yang mempengaruhi beban
kerja mental pada pekerj aanyanganda lakukan.
Beri tanda Checklist (v) pada Indikator yang lebih dominan
3.
Mental Demand(MD)
Performance (PO)
V
10 20 30 40 50 60 7A 80 100
/
10 z0 30 40 50 60 70 80 100
0r02a30405060708090 100
4. Performance (PO)
Seberapa besar tingkat keberhasilan anda ddprmelakukan tugas anda?
,J
100
t. Effort (EF)
Seberapa besar kda fisik dan mental yang anda butuhkan dalam menyelesaikan
tugas anda?
100
LEMBARPENGAMATAI\I ,,S-#-);1".
\ l-* r 'l
prakukum Modut 3 PSKE 2020
=*" ;,;- "",
J,
It ,,"""
. '.' ', i u,,"
Kelompok :94
Ruangan ; RBrE [Nm,"r.r)
10
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang – Semarang
Telp. (024) 7460052; Fax. (024) 7460052
LEMBAR ASISTENSI
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA & ERGONOMI
2020
Modul : 3 (Beban Kerja Mental)
Kelompok : 34
Nama Asisten : Nida Zulfa Auliana
Asistensi ke-
Nama NIM
1 2 3 4 5
Gerard Leonardy Tahapary 21070118120029
Jesica Disriena Nababan 21070118120056
Dheva Aulia Pratama 21070118130092
Muhammad Chla Ayundra 21070118140123
Brahmana
Fikrianuari Wibowo 21070118130172
Asisten,
1 Gerard Leonardy
Tahapary
2 Jesica Disriena
Nababan
3 Dheva Aulia
Pratama
4 Muhammad Chla
Ayundra Brahmana
5 Fikrianuari
Wibowo