MODUL 3
BEBAN KERJA MENTAL
Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Daru Cahyo Wibowo 21070118120019
2. Nadya Yulia Kartika 21070118120022
3. Dian Tri Kusuma N 21070118120046
4. Muhammad Yusuf 21070118140168
5. Hanif Fahreza 21070118130183
SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI
MODUL 3
BEBAN KERJA MENTAL
Pradhipta Listyawardhani
NIM 21070117130096
Mengetahui,
Koordinator Praktikum
Mengetahui,
Dosen Pengampu
Dr.Manik Mahachandra
NIP 198305032010122002
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 3 tentang Beban Kerja
Mental ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Tidak lupa melalui
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Manik Mahachandra dan Ibu Novie Susanto, selaku dosen pengampu
matakuliah Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi.
2. Para asisten laboratorium PSKE pada umumnya dan kakak Pradhipta
Listyawardhani pada khususnya selaku asisten modul 3 dari kelompok 5.
3. Teman-teman kelompok 5 praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
4. Pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan modul 3 ini, yang tidak
dapat kami sebutkan satu per satu.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. iv
Daftar Isi....................................................................................................................... v
Daftar Tabel................................................................................................................ vii
Daftar Gambar .......................................................................................................... viii
v
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 27
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 27
5.2 Saran ............................................................................................................. 27
Lampiran
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
Modul 3 – Beban Kerja Mental
Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
hasil pembototan, hasil rating dan skor NASA-TLX serta untuk mengetahui Human Error
Probability dan Human Reliability.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Identifikasi Masalah
Perakitan Piston
Pengumpulan Data
Pengisian Kuisioner
NASA-TLX
Pengolahan Data
menggunakan metode
NASA-TLX
Analaisis Data
Kesimpulan
Selesai
kerja terhadap kinerja operator. Pada akhir bab, adanya penarikan kesimpulan dan saran
praktikum.
BAB III
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Berikut merupakan rekapitulasi hasil hasil pembobotan operator dalam satu shift
dengan metode NASA-TLX :
Tabel 3.2 Rekap Hasil Pembobotan
Indikator
Operator Total
MD PD TD PO EF FL
1 3 0 5 4 1 2 15
2 1 0 2 5 4 3 15
3 4 1 5 1 3 1 15
4 2 3 1 5 4 0 15
5 4 3 0 1 5 2 15
6 1 3 5 1 3 2 15
WWL =MD+PD+TD+PO+EF+FL
=240+0+425+340+70+150
=1225
𝑊𝑊𝐿 1225
Skor NASA-TLX = = = 81,667
15 15
Kebisingan 28,2 dB
Awal
Cahaya 14 lx
Suhu 31oC
Cahaya 10 lx
Suhu 23oC
Kebisingan 20,5 dB
Akhir
Cahaya 10 lx
Suhu 25oC
BAB IV
ANALISIS DATA
Berikut rekapitulasi klasifikasi beban kerja perakitan piston dalam satu shift :
Tabel 4.2 Klasifiksi Beban Kerja
Operator WWL SKOR KLASIFIKASI
1 (Hanif Fahreza,
1225 81,667 Berat
5)
2 (Timotius
1285 85.667 Berat
Gratia, 27)
3. (Aditya
1100 73.3 Sedang
Sulistiyanto, 9)
4. (Izzan Arimi,
1235 80.33 Berat
7)
5. (Febryco
1295 86.333 Berat
Kemal, 18)
6 (Ivan Naufal,
1175 78.333 Sedang
22)
didapatkan skor sebesar 85, skor tersebut dipilih oleh operator karena Pada hasil
perhitungan aspek perfomance (P) didapatkan skor sebesar 85, skor tersebut dipilih oleh
operator karena dalam merakit piston, operator dapat menyelesaikan dengan total 4 finish
goods dari 5 perakitan. Pada hasil perhitungan aspek Effort (E) didapatkan skor sebesar
70, skor tersebut dipilih oleh operator karena kerja mental dan fisik yang dibutuhkan tidak
terlalu besar. Dan yang terakhir, pada hasil perhitungan aspek Frustation level (FL)
didapatkan skor sebesar 75, skor tersebut dipilih oleh operator karena operator tidak
merasa tertekan dengan pekerjaan tersebut dan dengan lingkungan kerja yang aman.
Operator dengan skor terbesar adalah operator 5 yang bekerja di koridor PSKE dengan
waktu baku dipercepat, yaitu sebesar 86.333. Skor hasil perhitungan beban kerja mental
besar karena kondisi suhu dan pencahayaan yang melewati ambang batas atas yang
ditetapkan.Sehingga klasifikasi beban kerjanya adalah berat.
Operator 5 memiliki bobot terbesar pada aspek Effort (EF), yaitu 5. Sementara
itu, operator 3 yang bekerja di dalam laboratorium PSKE dan menggunakan waktu baku
normal adalah operator yang memiliki skor WWL terkecil yaitu sebesar 73.3 dengan
klasifikasi sedang. Hal tersebut terjadi karena lingkungan kerja dengan kondisi suhu
ruangan serta pencahayaan yang nyaman.
Banyak faktor yang memengaruhi beban kerja mental, Kens dan Holland (2000)
menyebutkan bahwa factor yang memengaruhi beban kerja mental yaitu: (1) Perhatian
yang harus terbagi pada dua atau lebih tugas (time sharing); (2) Kewaspadaan yang tinggi
dengan stimulus yang intensitasnya rendah; (3) Sulitnya memahami bahasa yang tidak
umum. Dalam pekerjaan merakit piston ini operator harus memiliki kewaspadaaan yang
tinggi agar tidak ada bagian piston yang tertinggal sehingga dapat menghasilkan 5 finish
goods. Lingkungan kerja operator juga mempengaruhi kinerja operator, ketika
lingkungan tersebut tidak nyaman bagi operator, maka secara tidak langsung kinerja
operator juga tidak akan optimal.
Metode ini adalah metode yang banyak digunakan karena cukup sederhana dan
tidak membutuhkan banyak waktu serta biaya. Terdapat beberapa manfaat bagi
perusahaan menggunakan daan menerapkan metode pengukuran NASA TLX, yaitu
metode ini memanfaatkan penilaian subjektif pada kondisi yang dirasakan pekerja,
perusahaan juga tidak perlu mengeluarkan biaya dan waktu yang banyak untuk
melakukan metode ini.
1200
1000
Koridor RSKE Lab RSKE Driving simulator
Pada perbandingan ini, dibandingkan skor beban kerja mental operator yang
bekerja pada tiga lingkungan yang berbeda, yaitu di koridor RSKE, di lab RSKE dan di
ruangan Driving Simulator dengan waktu baku kerja yang sama. Dapa dilihat bahwa
operator yang bekerja di lingkungan koridor lab RSKE memiliki beban kerja yang paling
tinggi, dikarenakan kondisi temperatur yang tidak nyaman, kondisi pencahayaan yang
terlalu terang dan juga karena keramaian dikoridor lab RSKE. Hal-hal tersebut
menyebabkan aspek effort harus diberikan secara lebih, sehingga skor WWL operator
yang bekerja di koridor RSKE menjad tinggi, yaitu 1235. Skor tersebut tidak jauh berbeda
dengan skor operator yang bekerja di dala ruangan riving sim, yaitu 1225, hal tersebut
dikarenakan kondisi lingkungan yang kurang nyaman, karena pencahayaan yang kurang
dan temperature yang panas.
Dibandingkan dengan operator yag bekerja di dalam lab RSKE dimana
temperature nyaman (karena AC menyala) dan pencahayaan tidak terlalu mengganggu
mata karena pencahayaan buatan, sehingga tidak silau dan berbayang. Skor beban kerja
operator yang bekerja di dalam lab RSKE adalah 1100.
Gambar 4.2 Grafik perbandingan Beban Kerja dengan Waktu Baku Beda
Pada perbandingan ini, operator bekerja pada lingkungan yang sama, yaitu di
koridor RSKE tetapi dengan waktu baku yang berbeda, yaitu normal dan dipercepat
(setengah dari waktu baku normal). Kedua operator harus menghasilkan output yang
jumlahnya sama, yaitu lima finish goods.
Pada operator yang bekerja dengan waktu baku normal, didapatkan skor beban
kerja mental adalah 1225, sedangkan operator yang bekerja dengan waktu baku
dipercepat memiliki skor beban kerja yang lebih besar, yaitu 1295. Kedua skor tersebut
memang masih tergolong klasifikasi beban kerja mental yang berat, tetapi beban kerja
mental pada operator dengan waktu baku yang dipercepat, lebih besar. Hal tersebut terjadi
karena waktu baku yang dipercepat mengakibatkan operator harus bekerja dengan lebih
cepat pula. Jika dibandingkan, operator yang bekerja dengan waktu baku dipercepat harus
bekerja dua kali lebih cepat dari operator yang bekerja dengan waktu normal agar dapat
menghasilkan jumlah produk yang sama.
Operator yang bekerja dengan waktu dipercepat memiliki bobot effort 5.
Sementara operator dengan waktu normal memiliki bobot effort 1. Jika dilihat pada aspek
lainnya, jumlah bobot tiap asek NASA –TLX antara operator yang bekerja dengan waktu
normal dan dpercepat, hampir sama. Perbedan yang signfikan hanya terlihat pada aspek
effort.
Namun, kondisi lingkungan dan waktu tidak selalu mempengaruhi human error,
hal tersebut dibuktikan dari kinerja operator 3, meskipun bekerja di laboratorium RSKE
dan dengan waktu normal, probabilitas terjadi human error masih lebih besar, yaitu 0.625
daripada operator 2 yang bekerja di koridor RSKE dengan waktu dipercepat dan dengan
kondisi lingkungan tidak senyaman di dalam laboratorium RSKE, yaitu 0.167.
4.3.1 Kebisingan
Pada awal perakitan piston, tingkat kebisingan menunjukkan angka 28,2 dB; pada
pertengahan perakitan menunjukkan angka 35,6 dB; dan pada akhir perakitan
menunjukkan angka 20,5 dB. Hal ini menunjukkan dari awal hingga akhir perakitan
piston, operator tidak terganggu oleh kebisingan. Ketiga tingkat kebisingan tersebut
masih dibawah dari ambang batas kebisingan dalam rentang waktu 30 menit yakni 97 dB.
Ambang batas kebisingan rentang waktu 30 menit ini diambil karena mencakup rentang
kerja lama operasi pada pengambilan data yakni 20 menit namun apabila perakitan piston
dilakukan selama 8 jam kerja maka batas ambang kebisingan menjadi 85 dB. Maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat kebisingan masih tergolong aman. Jika tingkat kebisingan
melebihi ambang batas akan menimbulkan kesalahan manusia (human error) karena
dapat mengganggu konsentrasi, membuat orang merasa tidak nyaman yang meinmbulkan
kebingungan pada seseorang, menimbulkan permasalahan pada kemampuan menangkap
pembicaraan, serta menyebabkan lebih banyak kecelakaan dan berkurangnya ketepatan.
(Sutalaksana, 1979)
4.3.2 Cahaya
Pada awal perakitan, tingkat penerangan menunjukkan angka 14 lux, pada
pertengahan perakitan menunjukkan angka 10 lux, dan pada akhir perakitan menunjukkan
angka 10 lux. Ketiga tingkat pencahayaan tersebut dibawah ambang batas minimal
pencahayaan pada pekerjaan yang membedakan barang kecil dan dilakukan dengan
cukup teliti yaitu sebesar 200 lux. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kinerja
operator karena kurangnya tingkat pencahayaan sehingga di perlukan upaya perbaikan
untuk kedepannya berupa penambahan cahaya. Dengan adanya penambahan cahaya
selama tidak melebihi ambang batas akan mengatasi permasalahan yang disebabkan
kurangnya pencahayaan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata seseorang akan
menjadi lebih cepat karena mata akan berusaha melihat dengan cara membuka lebar –
lebar. Lelahnya mata tersebut menimbulkan rusaknya mata. Kemampuan mata untuk
melihat obyek dengan jelas akan ditentukan oleh ukuran obyek, derajat kontras antara
obyek dengan sekeliling, brightness, serta lamanya waktu melihat obyek. Untuk itu
pencahayaan dilakukan secara keseluruhan karena sebaiknya mata tidak secara langsung
menerima cahaya dari sumbernya, akan tetapi cahaya tersebut harus mengenai obyek
yang akan dilihat yang kemudian dipantulkan oleh obyek tersebut ke mata pekerja.
(Sutalaksana, 1979)
4.3.3 Suhu
Di awal perakitan, suhu menunjukkan 87 Fahrenheit atau 30,56 Celcius, pada
pertengahan perakitan suhu menunjukkan angka 73 Fahrenheit atau 22,78 Celcius, dan
pada akhir perakitan sebesar 77 Fahrenheit atau 25 Celcius. Perakitan dilakukan pada
ruangan tertutup dengan sirkulasi udara yang kurang baik. Hal ini menunjukkan pada
awal perakitan suhu ruangan terlalu panas yang menyebabkan aktivitas mental dan daya
tanggap mulai menurun dan cenderung melakukan kesalahan yang akan menyebabkan
kelelahan fisik. Pada pertengahan menuju akhir kondisi suhu ruangan sudah mulai turun.
Dari suatu penyelidikan dapat diperoleh bahwa produktivitas kerja manusia akan
mencapai tingkat yang paling tinggi pada suhu 24 celsius sampai 27 celsius (Sutalaksana,
1979). Untuk menimalisir kelelahan fisik akibat suhu ruangan, maka suhu ruangan stasiun
kerja dibuat ideal yaitu dengan cara mengatur suhu AC dengan selisih antara luar ruang
dengan dalam ruang tidak lebih dari 4 derajat Celsius (Gradjean, 1986).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum beban keja mental ini, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Beban Kerja Mental menjelaskan mengenai beban kerja dalam pekerjaan yang
dapat mempengaruhi mental dari seseorang. Masalah yang dibahas pada
praktikum ini meliputi data-data yang didapatkan pada saat praktikum Beban
Kerja Mental. Kelompok kami melakukan pengambilan data saat shift 1 yang
berlokasikan di ruangan driving simulator dengan keadaan waktu baku
normal, yaitu 5 menit 6 detik. Hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi beban
kerja mental yang dialami oleh operator sehingga beban kerja mental yang
dialami tersebut tidak mempengaruhi output yang dihasilkan secara
signifikan. Target yang seharusnya dicapai adalah menghasilkan 5 finish
good, kelompok kami mendapatkan 4 finish good dan 1 defect. Keadaan dari
Laboratorium PSKE sendiri yaitu dengan rataan cahaya 11,3 lx dengan rataan
suhu 26,3 oC.
2. Human Error menjelaskan mengenai kegagalan manusia dalam memenuhi
suatu kriteria dalam kegiatan. Dalam hal ini, operator melakukan 1 kali human
error dari 5 percobaan. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi performansi
kerja karena operator menyelesaikan finish good kelima tepat pada saat
praktikum diberhentikan.
3. Terdapat beberapa metode untuk menghitung performansi beban kerja mental,
seperti adalah NASA-TLX, RSME, dan MHC. Ketiga metode ini termasuk ke
dalam metode subjektif karena menggunakan opini dari operator.
4. Lingkungan fisik kerja dapat diukur dengan menggunakan aplikasi yang
terdapat dalam handphone yaitu sound meter, light meter dan room
temperature. Beberapa faktor lingkungan kerja yang dapat diukur adalah
cahaya, kebisingan, dan suhu.
5.2 Saran
Setelah melakukan praktikum beban keja mental ini, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan, seperti :
1. Praktikan harus fokus dan teliti dalam pengambilan data lingkungan kerja
fisik dan penentuan waktu kerja agar data yang didapatkan bersifat valid.
2. Operator harus tenang agar tidak terpengaruh dengan kondisi yang
menurunkan performansi kerja saat praktikum.
3. Supervisor harus bersiap untuk mengecek produk yang telah jadi agar tidak
terdapat kekeliruan dalam pengecekan finish good atau defect.
4. Disassembly harus cepat tanggap dalam melakukan pembongkaran agar tidak
terjadi idle time.
Grandjean E. (1986). Nervous Control of Movement, In : Fitting the Task to the Man
(An Ergonomic Approach). London: Taylor & Francis.
Hart, S. G., & Staveland, L. E. (1988). Development of NASA-TLX (Task Load Index):
Results of empirical and theoretical research. In Advances in psychology (Vol.
52, pp. 139-183). North-Holland.
Sedarmayanti, (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Jakarta: Mandar
Maju.
Sutalaksana, dkk. (1979). Teknik Tata Cara Kerja. Edisi Pertama. Bandung: Jurusan
Teknik Industri, Institut Teknologi.