POLITIK LOKAL
DAN KONFLIK KEAGAMAAN
Pilkada dan Struktur Kesempatan Politik dalam Konflik
Keagamaan di Sampang, Bekasi, dan Kupang
Penulis:
Mohammad Iqbal Ahnaf
Samsul Maarif
Budi Asyhari-Afwan
Muhammad Afdillah
Penyunting:
Mohammad Iqbal Ahnaf
Linah K. Pary
PENGANTAR
Sejak tahun 2008 Program Studi Agama secara konsisten. Misalnya, sementara
dan Lintas Budaya atau Center for Religious kekerasan komunal berskala besar cenderung
and Cross-cultural Studies (CRCS), Sekolah menurun secara tajam, namun kekerasan-
Pascasarjana UGM mengembangkan pusat kekerasan sporadis yang terkait dengan
data yang menghimpun informasi tentang “penodaan agama” atau isu pembangunan
kejadian-kejadian (event data) terkait rumah ibadah tampak makin intens; isu
hubunganantara agama yang terekam dalam lain yang kerap muncul sebagai akibat
media-media di Indonesia. Data kejadian demokratisasi adalah menguatnya wacana
ini dilengkapi dengan riset-riset mendalam pro-kontra terkait pembuatan kebijakan-
(etnografi) terhadap kasus-kasus tertentu kebijakan publik, baik pada tingkat nasional
yang dipandang signifikan dalam dinamika maupun lokal.
hubungan antaragama di Indonesia. Hasil Di antara beberapa kesimpulan
dari kedua jenis riset ini diterbitkan dalam umum yang kami peroleh adalah, pertama,
bentuk Laporan Tahunan Kehidupan sebagai negara demokrasi dengan mayoritas
Beragama di Indonesia dan serial monograf penduduk memegang teguh identitas
praktik-praktik pengelolaan keragaman. keagamaan, kontestasi untuk mendorong
Melanjutkan kedua jenis publikasi tersebut, peran agama di ruang publik adalah tidak
sejak 2014 CRCS menerbitkan “Serial terhindarkan. Namun ekspresi-ekspresi
Laporan Kehidupan Beragama di Indonesia” publik tentang agama dalam bentuk
yang secara tematik memberikan kajian kekerasan dan pelanggaran terhadap prinsip
mendalam terhadap isu-isu penting yang kewargaan mestinya bisa dihindari atau
menjadi agenda pengelolaan keragaman. dicegah. Penelitian kami menunjukkan
Laporan yang ada di tangan pembaca ini sebagian besar aksi kekerasan dan persekusi
adalah seri kedua dari laporan sebelumnya terhadap kelompok agama tertentu
berjudul “Politik Pendidikan Agama: adalah pengulangan dari aksi-aksi serupa
Kurikulum 2013 dan Ruang Publik Sekolah”. sebelumnya, sebagian bahkan terjadi di
Laporan ini adalah bagian dari upaya tempat atau dengan kelompok sasaran yang
CRCS untuk memberikan pemahaman sama, dan, sejauh penelitian kami, tak pernah
mengenai peta permasalahan terkait terjadi secara spontan. Hal ini menunjukkan
kehidupan beragama, beberapa karakternya, bahwa sesungguhnya konflik-konflik
dan peluang-peluang atau cara-cara semacam itu dapat dihindari; ini sekaligus
konstruktif untuk menanggapinya. juga menunjukkan lemahnya kapasitas
Hasil pemetaan menunjukkan bahwa pengelolaan keragaman dalam pengertian
sesungguhnya selama 15 tahun terakhir ini, strategi pencegahan dan respons terhadap
ada beberapa jenis isu utama yang muncul resiko konflik keagamaan.
1
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
2
Pengantar
regulasi terkait kehidupan beragama yang penegakan hukum di daerah yang seringkali
bertentangan dengan kebijakan pemerintah bias kepentingan kekuasaan elit lokal.
pusat. Meskipun ada kerangka hukum Hal ini penting menjadi perhatian karena
yang sama berlaku secara nasional, tetapi tidak bisa dipungkiri politik identitas akan
pemerintah daerah bisa menerapkan terus menjadi bagian penting dari dinamika
perundang-undangan di tingkat nasional lokal yang akan menentukan kehidupan
secara berbeda. Satu daerah bisa sangat tegas keagamaan di Indonesia. Sebagaimana
dalam penegakan hukum terhadap pelaku dijelaskan dalam kesimpulan laporan ini,
kekerasan, sementara pemerintah di daerah politik identitas tidak mesti selalu disikapi
lain bisa dengan sangat mudah ditekan secara negatif. Di negara dengan tingkat
atau bahkan membangun aliansi dengan keragaman yang tinggi seperti Indonesia,
kekuatan-kekuatan sosial dalam menekan nuansa identitas dalam politik hampir tidak
kelompok minoritas. bisa dihindarkan. Dalam situasi seperti ini,
Meski demikian, bukan berarti yang sangat dibutuhkan adalah penerapan
pemerintah pusat tidak bisa diandalkan; sistem yang di satu sisi melindungi politik
beberapa undang-undang dan regulasi di identitas yang tidak berbahaya, dan di sisi
tingkat pusat seperti peraturan tentang lain mampu secara efektif mencegah bentuk-
pendirian rumah ibadah dan undang-undang bentuk politik identitas yang memecah
terkait penodaan agama seringkali menjadi belah masyarakat dengan sikap permusuhan
alat justifikasi bagi tindak kekerasan. Sikap berdasarkan sentimen identitas. Karena itu,
tegas pemerintah pusat dalam menjaga rekomendasi laporan ini tentang pentingnya
penerapan perundang-undangan tersebut penerapan regulasi pemilu yang mencegah
sesuai prinsip perlindungan kebebasan politik kebencian perlu mendapat perhatian.
beragama bisa mencegah inkonsistensi Selamat membaca!
3
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
Ucapan terima kasih kami sampaikan penulisan Laporan. Sumbangsih teknis dari
kepada Rektor UGM dan Direktur Sekolah Nurlina Sari, S.E., Catur Agus Suprono,
Pascasarjana UGM yang selalu memberikan S.E., Farida Arini, S.IP., Widiarsa, S.IP.,
dorongan dan semangat untuk menghasilkan dan Suyadi, memiliki peran tersendiri dalam
penelitian berkualitas kepada semua sivitas proses penyelesaian karya ini.
akademika di lingkungan UGM. Penelitian Penyediaan dokumen penelitian banyak
ini merupakan bagian dari Pluralism mengandalkan mahasiswa yang bekerja
Knowledge Programme di CRCS UGM sangat keras dalam Resource Center Divisi
yang didukung oleh Hivos. Karena itu, kami Penelitian CRCS. Kami mengucapkan
juga mengucapkan terima kasih kepada terima kasih kepada: Hidayatul Wahidah,
Hivos. Kami mengucapkan banyak terima Irza Meliana, Rahmanto, Sulfia, Rifqi
kasih kepada Dr. Zainal Abidin Bagir yang Fairus, Ainul Yaqin, Fransisca Dwijayanti,
dengan jeli dan kritis menjadi reviewer dan Partigor Daud Pangeran Sihombing, dan
kepada Lina K. Pary, M.A., yang menjadi Fauziah Zulfiana Basyaiban. Terima kasih
penyunting bahasa Laporan ini. Kami kepada Reynold Uran yang bersedia berbagi
sangat mengapresiasi konstribusi dan diskusi dokumen-dokumen penting, dan juga Najmu
dari Dr. Suhadi Cholil, Najiyah Martiam, Tsaqib Akhda, M.A. Serta Elisabeth Helen
M.A., dan Marthen Tahun, M.A., yang Sumarsono, M.A., yang turut membantu
memperkaya wawasan kami dalam proses melakukan wawancara lapangan.
4
Pengantar
Daftar Isi
Pengantar » 1
Ucapan Terima Kasih » 4
Daftar Isi » 5
Bagian Pertama: Pilkada, Politik Identitas, dan Kekerasan » 7
Latar Belakang » 7
Pilkada dan Struktur Kesempatan Politik bagi Intoleransi » 10
Metodologi: Melacak Struktur Kesempatan Politik » 12
Politik Identitas: Good, Bad, dan Ugly » 14
Bagian Kedua: Pilkada dan Kekerasan Anti-Syiah di Sampang » 17
Pengantar » 17
Nasib Syiah di Sampang: Dari Koeksitensi ke Persekusi » 18
Struktur Kesempatan Politik: Pola-Pola Keterkaitan Pilkada dan Kekerasan » 22
Pilkada Sampang 2012: Retorika Kekerasan dan Momentum Eskalasi » 24
Pilkada Jatim 2013: Regulasi sebagai Instrumen Politik Identitas » 27
Relasi Kuasa Antarelit: Ulama, Ulama-Politisi, Politisi dan Birokrat » 30
Faktor Tajul Muluk: Struktur Kesempatan Politik di Ranah Sosial » 31
Penutup » 33
Bagian Ketiga: Politik Lokal dan Sengketa Rumah Ibadah di Bekasi » 34
Sengketa Rumah Ibadah dan Intoleransi Agama di Bekasi » 35
Sengketa Gereja HKBP Filadelfia » 35
Sengketa Masjid al-Misbah (Qodiani) » 37
Pilkada Bekasi: Eskalasi Intoleransi Agama » 40
Aktor-aktor Politisasi » 44
Pemerintah dan Aparat Keamanan » 44
Kelompok-kelompok Penentang » 45
Peta dan Relasi Antaraktor » 45
Penutup » 47
5
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
6
Pilkada, Politik Identitas, dan Kekerasan
Bagian 1
Latar Belakang
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kekerasan.3 Hal yang patut dicatat adalah
secara langsung yang diterapkan di sebagian besar dari kasus kekerasan tersebut
Indonesia sejak tahun 2004 menimbulkan tidak timbul akibat konflik komunal,
kekhawatiran bagi sebagian kalangan.1 tetapi terjadi akibat kesalahan atau
Pilkada dianggap telah menciptakan ketidakmampuan Komisi Pemilihan Umum
pembelahan sosial di masyarakat yang Daerah (KPUD) sebagai pelaksana pemilu
berakibat pada ketegangan dan kekerasan daerah. Hal ini terjadi misalnya ketika calon
komunal. Sekilas, kekhawatiran ini tertentu merasa dicurangi, didiskualifikasi
nampak berlebihan. Sejumlah penelitian karena gagal memenuhi persyaratan atau
menunjukkan jumlah kekerasan terkait hasil penghitungan pemilu yang tidak
Pilkada di Indonesia relatif rendah. Pada memuaskan pihak yang kalah. Pilkada
putaran pertama Pilkada yang berlangsung pada umumnya bisa dikatakan berjalan
dari tahun 2005-2008, Lembaga Ilmu secara damai. Insiden-insiden kekerasan
Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat yang terjadi lebih merupakan pengecualian
kasus kekerasan fisik tidak sampai 3 persen daripada pola umum. Kekhawatiran bahwa
dari sekitar 500 Pilkada.2 Pada tahun Pilkada langsung menciptakan polarisasi
2010 International Crisis Group (ICG) dan ketegangan komunal nampak tidak
mencatat dari 220 Pilkada yang dilakukan terbukti.
pada tahun 2010 hanya terjadi 20 kasus Di daerah-daerah yang mempunyai
sejarah konflik komunal seperti Maluku,
1 Pemilihan kepala daerah secara langsung ditetapkan Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan
pada tahun 2004 dalam Undang-Undang Pemerintahan
Daerah No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal Sulawesi Tengah, kontestasi antaretnik tidak
56 jo Pasal 119 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6/2005 berperan signifikan dalam menentuan hasil
tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan,
dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Pilkada. Hal ini terjadi karena pertarungan
Daerah. Namun Pilkada langsung pertama kali baru
dilakukan pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada
dalam Pilkada lebih banyak ditentukan
tahun 2007. Pada tahun 2014 DPR yang baru terpilih, oleh persaingan antarelit yang membangun
dalam situasi pergolakan politik, menetapkan UU yang
membatalkan pemilihan kepala daerah secara langsung. koalisi lintas partai dan lintas etnik. Tidak
Berdasarkan alasan kerawanan konflik dan korupsi, DPR selalu ada kaitan langsung antara kekerasan
memutuskan pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Keputusan ini mendapat protes dari kalangan masyarakat dalam Pilkada dengan sejarah konflik
sipil; dan akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
mengeluarkan PERPU yang membatalkan UU yang baru
disahkan di DPR dan kembali menetapkan Pilkada secara 3 International Crisis Group, 2010. Indonesia: Mencegah Ke-
langsung. kerasan dalam Pemilu Kepala Daerah, bisa diakses di http://
2 Untuk laporan LIPI baca Mochammad Nurhasim (ed.), www.crisisgroup.org/en/regions/asia/south-east-asia/
2009. Konflik dalam Pilkada Langsung 2005-2008: Studi indonesia/197-indonesia-preventing-violence-in-local-
tentang Penyebab dan Dinamika Konflik, Jakarta. elections.aspx?alt_lang=id.
7
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
antaretnik pada masa lalu.4 Bahkan di Brown dan Diprose tentang perilaku
Poso yang masyarakatnya pernah terbelah pemilih dalam Pilkada di Poso pada tahun
berdasarkan sentimen agama akibat konfik 2005 menunjukkan pentingnya afiliasi
masa lalu, Pilkada justru mendorong agama dalam pilihan pemilih. Meskipun
terjadinya kesepakatan informal di kalangan setiap pasangan berasal dari agama yang
elit politik agar kepemimpinan daerah berbeda, pilihan pemilih banyak didasarkan
mewakili kalangan Muslim dan Kristen. pada keyakinan bahwa calon-calon tertentu
Meski tidak tertulis dalam regulasi pemilu, dianggap lebih bisa membela kepentingan
pasangan calon dalam Pilkada selalu berasal agama mereka.6
dari kelompok agama yang berbeda. Hal ini Pragmatisme politik dan marjinalisasi
disepakati untuk mencegah berulangnya kelompok masyarakat lokal telah mendorong
konflik masa lalu.5 menguatnya politik identitas.
Namun gambaran
Pilkada telah Simbol identitas (etnik dan
positif ini tentu bukan menjadi arena utama agama) sering menjadi alat
tanpa catatan. Insiden- bagi kontestasi mobilisasi paling menonjol
insiden kekerasan dalam pelaksanaan Pilkada.
fisik terkait Pilkada, antarkekuatan Hal ini nampak misalnya
betapapun rendah secara sosial-politik yang dalam riset Fox dan
persentase, telah menjadi tidak jarang Menchik yang menunjukkan
bahan pemberitaan dan bahwa sebagian besar (65
perhatian publik. Hal didasarkan pada persen) poster kampanye
ini bisa memperkuat sentimen suku dan dalam Pilkada mengandung
skeptisisme publik agama. muatan yang menekankan
terhadap Pilkada yang pada dimensi identitas para
bisa dibilang menjadi salah satu ujung kandidat dalam Pilkada.7
tombak demokratisasi di Indonesia. Selain Penggunaan simbol identitas dalam
itu, tidak bisa dipungkiri, Pilkada telah Pilkada tentu tidak serta-merta berbahaya.
menjadi arena utama bagi kontestasi Penelitian Fox dan Menchik menunjukkan
antarkekuatan sosial-politik yang tidak sebagian dari poster-poster dalam kampanye
jarang didasarkan pada sentimen suku dan yang menonjolkan simbolisme identitas
agama. Di beberapa wilayah yang pernah mempunyai karakter inklusif, misalnya
dilanda konflik komunal seperti Poso, terjadi dengan menampilkan secara bersamaan
kesepakatan agar kandidat dalam Pilkada simbol-simbol yang merepresentasikan
mewakili kalangan Muslim dan Kristen, keragaman identitas di daerah.8 Namun
di tingkat massa pembelahan berdasarkan dalam konteks yang berbeda, tidak jarang
sentimen agama masih dominan. Penelitian mobilisasi elektoral dilakukan dengan
4 Mohammad Zulfan Tadjoeddin, 2011. “Electoral Conflict
and Maturity of Local Democracy in Indonesia: Test- mengafirmasi kontestasi antarkelompok
ing the Democratization Hypothesis,” Journal of the Asia identitas.
Pasific Economy; Lihat juga ichael Buehler, 2007. “Local
Elite Configuration in Post-New Order Indonesia: The 6 Graham Brown dan Rachel Diprose, 2007. Bare-Chested
2005 Election of District Government Heads in South Politics in Central Sulawesi, Indonesia: The Dynamic of Local
Sulawesi,” Review of Indonesian and Malaysian Affairs, Vol. Elections in a ‘Post’-Conflict Region, Crise Working Paper
41, No. 1, hlm. 119-47. No. 37.
5 Dirk Tomsa, 2009. The Local Elections and Party Politics 7 Colm Fox dan Jeremy Menchik, 2011.The Politics of Iden-
in a Post Conflict Area: The Pilkada in Maluku, The Uni- tity in Indonesia: Results from Campaign Advertisements,
versity of Sydney; lihat juga International Crisis Group, APSA 2011 Annual Meeting Paper.
ibid, hlm. 19. 8 Fox dan Menchik, ibid.
8
Pilkada, Politik Identitas, dan Kekerasan
Persentase jenis-jenis simbol yang digunakan dalam poster pemilu nasional dan daerah
tahun 2009-2011. Fox dan Menchik (2011).
literal, dan dikotomis yang memudahkan aparatus negara serupa tersedia. Tanpa
penganutnya untuk menghakimi perbedaan menafikan dimensi ideologi dan prinsip
keyakinan dan praktik keagamaan sebagai pelanggaran hak sebagaimana dijelaskan di
penyimpangan dan ancaman terhadap atas, laporan ini ingin menunjukkan bahwa
ortodoksi. Cara pandang ini biasanya manifestasi kekerasan dari ideologi takfiri
didukung oleh temuan-temuan penelitian atau bentuk sikap aparatus negara dalam
yang menunjukkan merespons kekerasan
laporan ini ingin
rendahnya level tidak berdiri sendiri.
toleransi di masyarakat. menunjukkan bahwa Keduanya ditentukan
manifestasi kekerasan dari oleh apa yang dalam
Dari sisi yang
ideologi takfiri atau bentuk teori gerakan sosial
berbeda, pendekatan
kedua menekankan pa- sikap aparatus negara disebut “struktur
da aspek pelanggaran dalam merespon kekerasan kesempatan politik”
hukum dalam kekerasan tidak berdiri sendiri. atau political oppor-
tunity structure yang
terhadap kelompok Keduanya ditentukan
minoritas keagamaan. oleh apa yang dalam teori m e m u n g k i n k a n
Hal ini dipahami terjadinya kekerasan
gerakan sosial disebut atau pembiaran
sebagai akibat dari
“struktur kesempatan terhadap kekerasan
ketidakmampuan
negara dalam me- politik” atau political oleh aparatus negara.
lindungi kebebasan opportunity structure yang S t r u k t u r
beragama kelompok memungkinkan terjadinya kesempatan politik
minoritas yang dijamin kekerasan atau pembiaran menurut Kitschelt
oleh konstitusi. terhadap kekerasan oleh adalah “specific
Problem utama terus aparatus negara. configurations of
berulangnya kekerasan resources, institutional
terhadap kelompok agama minoritas arrangements and historical precedents for social
dipandang sebagai akibat dari sikap aparatus mobilization, which facilitate the development
negara dalam melindungi korban atau of protest movements in some instances and
keberpihakan mereka kepada kelompok constrain them in others.”11 Secara substantif,
mayoritas yang melakukan aksi kekerasan. definisi Kitschelt ini bisa diterjemahkan
Dalam cara pandang ini, kekerasan terhadap sebagai berikut: “konfigurasi dalam hal peta
kelompok agama minoritas diyakini tidak struktur kuasa, aturan-aturan formal, dan
akan terjadi jika negara mampu bersikap preseden sejarah yang memungkinkan atau
tegas dalam melakukan penegakan hukum mencegah terjadinya mobilisasi gerakan
terhadap pelaku kekerasan. sosial dalam situasi yang berbeda.” Menurut
Kedua pendekatan tersebut tentu teori ini, sistem relasi kuasa baik yang
mempunyai dimensi kebenarannya masing- mewujud dalam ranah formal kekuasaan
masing. Meski demikian, keduanya tidak negara atau informal seperti pengaruh sosial
selalu bisa menjelaskan kenapa kekerasan bisa berperan penting dalam menciptakan
bisa terjadi di satu tempat dan tidak terjadi situasi yang mendukung atau mencegah
di tempat lain meskipun faktor ideologi 11 Herbert Kitschelt, 1986, “Political Opportunity Structure
and Political Protest: Anti-Nuclear Movements in Four
takfiri dan kapasitas atau mentalitas Democracies,” British Journal of Political Science, 16, hlm. 58.
11
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
(patron) bagi terjadinya aksi kekerasan. di tempat yang berbeda atau oleh aktor yang
Relasi kuasa demikian bisa dilacak dengan berbeda dinilai mempunyai kaitan satu sama
memperhatikan empat aspek dari dinamika lain (meskipun tidak serta-merta bersifat
konflik. Keempat aspek tersebut adalah: kausalitas) apabila terjadi pada waktu
1. Retorika yang digunakan oleh aktor- atau periode yang sama atau paling tidak
aktor penting dalam kasus yang mendekati. Momen menjelang Pilkada dan
dikaji, baik dari kalangan tokoh sosial, eskalasi konflik adalah aspek timing yang
birokrasi, dan politisi yang dianggap paling penting untuk diperhatikan. Jika
terkait dengan dinamika konflik. eskalasi terjadi di seputar masa (menjelang
Penelitian ini menelusuri ada tidaknya atau pasca) Pilkada maka patut diduga
retorika yang digunakan oleh aktor- kuat ada keterkaitan antara Pilkada dengan
aktor penting yang menunjukkan kejadian intoleransi. Kesimpulan demikian
indikasi kepentingan atau kaitan juga bisa diperkuat dengan data-data dari
dengan kasus yang terjadi. Kajian aspek-aspek lain yakni retorika aktor, basis
terhadap retorika diharapkan bisa legitimasi dan relasi antaraktor.
mengidentifikasi ada tidaknya strategi
Momen Pilkada bisa dilihat
outbidding (mengungguli) lawan
politik dengan menggunakan sentimen sebagai variabel pendukung
SARA. Retorika ini didapatkan dari (intervening variable)
pemberitaan di media massa dan karena menciptakan
wawancara. pergeseran atau penguatan
2. Basis legitimasi yang tersedia berupa konfigurasi relasi
kebijakan, Peraturan Daerah, atau kuasa yang mendukung
keputusan politik yang berdampak terjadinya kekerasan
langsung terhadap kasus yang terjadi, terhadap kelompok
misalnya penutupan rumah ibadah minoritas
atau penggunaan sumber daya negara
untuk mobilisasi penekanan dan aksi Tujuan dari laporan ini adalah untuk
kekerasan terhadap kelompok korban. menunjukkan pola keterkaitan antara
3. Peta relasi antaraktor yang Pilkada dengan intoleransi. Bentuk pola
mengindikasikan adanya hubungan keterkaitan pada umumnya tidak bersifat
saling menguntungkan elit politik kausalitas, karena konflik yang terjadi
dengan tokoh-tokoh dan kolompok- sudah muncul jauh sebelum masa Pilkada.
kelompok kepentingan yang terlibat Momen Pilkada bisa dilihat sebagai variabel
atau berperan dalam kekerasan. pendukung (intervening variable) karena
Hubungan saling menguntungkan menciptakan pergeseran atau penguatan
berupa keuntungan ekonomis, konfigurasi relasi kuasa yang mendukung
kekuasaan sosial-kultural dan politik terjadinya kekerasan terhadap kelompok
(elektoral). minoritas, baik dalam skala besar seperti
pengusiran dan pembunuhan atau dalam
Ketiga aspek di atas ditelusuri dengan skala kecil dalam bentuk penutupan atau
mempertimbangkan aspek timing, waktu, pembatalan atas pembangunan rumah
atau periode, kejadian. Kejadian yang berbeda ibadah.
13
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
Politik Identitas: Good, Bad, dan Ugly pembelahan sosial yang dalam seperti
John Stuart Mill, tokoh klasik dalam Yugoslavia, Bulgaria, dan Rumania.14
ilmu politik, sering dirujuk karena sikap Indonesia adalah negara yang
pesimis dia terhadap masa depan demokrasi perkembangan demokrasinya dianggap
dalam masyarakat yang plural. Ia menyatakan tidak berjalan mulus karena tingkat
“demokrasi tidak cocok untuk struktur keragamannya lebih tinggi dibandingkan
masyarakat yang multietnik karena hampir negara demokrasi di negara Asia yang lebih
mustahil institusi yang bebas berlangsung homogen seperti Korea Selatan. Alasan
dalam negara yang mempunyai nasionalitas kenapa pembelahan sosial berdasarkan
yang berbeda.”13 Demokrasi dianggap tidak identitas dianggap berbahaya terhadap
bisa berhasil di masyarakat yang terbelah demokrasi adalah karena dalam masyarakat
berdasarkan sentimen seperti ini, kekalahan
identitas karena Alasan kenapa pembelahan dalam politik bisa
strategi outbidding sosial berdasarkan identitas dianggap sebagai
(mengungguli) dianggap berbahaya eksklusi terhadap
lawan politik dengan terhadap demokrasi adalah kelompok identitasnya.
m e n g g u n a k a n karena dalam masyarakat Kekalahan dalam
sentimen sektarian seperti ini kekalahan politik dianggap sebagai
mempunyai peluang dalam politik bisa dianggap ancaman eksistensial
besar untuk menang sebagai eksklusi terhadap yang bersifat permanen
atau mendapatkan atau absolut.15 Cara
kelompok identitasnya.
dukungan dari pandang demikian
mayoritas konstituen
Kekalahan dalam politik
menutup pintu
yang menempatkan dianggap sebagai ancaman bagi kompromi dan
identitas sebagai eksistensial yang bersifat upaya menemukan
pertimbangan utama permanen atau absolut. kepentingan bersama
dalam pilihan politik. Cara pandang demikian yang sangat penting
Asumsi ini didukung menutup pintu bagi dalam demokrasi.
oleh data empiris kompromi dan upaya
yang menunjukkan menemukan kepentingan Apakah dengan
kecenderungan demikian politik
bersama yang sangat identitas tidak dapat
kegagalan demokrasi
di negara-negara yang
penting dalam demokrasi. ditolerir dalam
komposisi penduduknya lebih beragam. demokrasi? Jawabanya
Donald Horowitz misalnya memberi contoh adalah belum tentu. Politik identitas adalah
keberhasilan demokrasi di negara-negara hal yang tidak bisa sepenuhnya dihilangkan
di Eropa Timur yang mempunyai tingkat dalam demokrasi. Pembentukan aliansi
keragaman yang sedikit seperti Polandia, politik berdasakan kesamaan identitas, nilai,
Hungaria, dan Republik Cekoslowakia; atau latar belakang adalah konsekuensi yang
sebaliknya demokrasi dianggap berkembang tidak bisa dihindarkan dalam demokrasi
lambat di negara-negara lain dengan yang menjamin kebebasan. Bahkan bisa
tingkat keragaman tinggi dan mengalami dibilang semua politik adalah politik
13 Sebagaimana dikutip Donald L. Horowitz, Democracy in
identitas.
Divided Society, 1993.”Journal of Democracy, Vol. 4, Octo- 14 Horowitz, ibid.
ber. hlm.18-38. 15 Horowitz, ibid.
14
Pilkada, Politik Identitas, dan Kekerasan
16
Pilkada dan Kekerasan Anti-Syiah di Sampang
Bagian 2
Pengantar1
Kekerasan terhadap komunitas Syiah pasangan Kiai Fannan Hasib dan Fadhillah
di Sampang yang mulai meledak sejak Budiono menunjukkan bahwa tawaran
tahun 2006 dan belum sepenuhnya selesai mereka dalam “menyelesaikan”permasalahan
hingga saat ini tidak bisa dilepaskan dari warga pengungsi Syiah di wilayah Sampang
dinamika politik lokal. Meski hubungan lebih dapat diterima oleh para kiai.
kausalitas antara Pilkada dan intoleransi Kedua, secara kebetulan eskalasi kasus
tidak bisa serta-merta disimpulkan, struktur Sampang terjadi menjelang Pilkada Jawa
kesempatan politik (political opportuity Timur 2013. Posisi calon gubernur dalam
structure) yang memungkinkan terjadinya kasus Sampang menjadi aspek penting
kekerasan tercipta oleh dinamika politik, dalam kontestasi memenangkan suara di
baik di tingkat lokal (Pilkada di Jawa kalangan Muslim tradisional, tidak hanya
Timur) dan di tingkat nasional menjelang di Madura tetapi juga di tingkat provinsi.
pemilu 2014. Ada tiga level politik yang Sebagai salah satu pusat studi Islam,
turut melingkupi dinamika kasus kekerasan pesantren-pesantren di Madura memiliki
anti-Syiah di Sampang. jaringan alumni tidak hanya di tingkat
Pertama, konteks Pilkada di Sampang, lokal, tapi juga regional Jawa Timur. Tidak
khususnya yang terjadi pada tahun 2012. mengindahkan suara para kiai di Madura
Pada saat itu, para calon bupati, khususnya sama halnya membuang suara mereka untuk
calon petahana Noer Tjahja, menggunakan calon lain. Tak ayal, para calon gubernur dan
sentimen anti-Syiah di kalangan para kiai wakil gubernur saling berebut simpati para
untuk mendulang suara mereka. Namun, kiai. Dalam konteks ini, suara para kiai anti-
hanya mereka yang berhasil menarik simpati Syiah sangat kuat sehingga siapa pun yang
para kiai yang dapat memenangkan pilkada terpilih akan terjebak dalam kasus ini.
2012, dan tampaknya Bupati Noer Tjahja Ketiga, sulitnya mengembalikan korban
tidak termasuk di dalamnya. Terpilihnya kekerasan dari pengungsian ke kampung
1 Sebagian data dan argumen utama dalam laporan ini telah
disampaikan penulis dalam dua tulisan, yakni, Ahnaf,
mereka mendapat perhatian pemerintah
Mohammad Iqbal, “Local Election and Violence: Les- di tingkat nasional. Menteri Agama,
sons from Sampang,” Newsletter in Religious Life, Vol. 3 Suryadharma Ali, yang juga Ketua Umum
2013, Center for Religious and Cross-cultural Studies and
Indonesian Consortium for Interreligious Studies, Gadjah DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Partai
Mada University, dan Afdillah, M. 2013. Dari Masjid Ke
Panggung Politik; Studi Kasus Peran Pemuka Agama dan Persatuan Pembangunan (PPP) mendapat
Politisi dalam Konflik Kekerasan Agama antara Komunitas mandat dari Presiden Susilo Bambang
Sunni dan Syiah di Sampang Jawa Timur, Program Studi
Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Pascasarjana, Univer- Yudhoyono untuk berperan dalam proses
sitas Gadjah Mada, Tesis tidak diterbitkan.
17
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
mediasi.2 Namun sebagai pemimpin sebuah Kekerasan keagamaan seperti yang terjadi
partai Islam, Suryadharma nampak tidak di Sampang memang tidak bermula dari
mampu melepaskan diri dari bias politik kontestasi politik; tetapi bisa jadi eskalasi
identitas. Hal ini tidak bisa dilepaskan dapat lebih mudah diredam jika struktur
dari upaya Suryadharma untuk menaikkan kekuasaan dan dinamika politik tidak turut
popularitas PPP menjelang Pemilu 2014 menciptakan struktur kesempatan politik
dengan memperkuat citra PPP sebagai bagi intoleransi.
“rumah besar” umat Islam.3 Akibatnya, Sebelum membahas pola-pola
tujuan untuk memulangkan pengungsi keterkaitan Pilkada dengan dinamika
lewat jalan mediasi justru menunjukkan konflik, deskripsi singkat kasus Sampang di
hasil sebaliknya, yakni memperkuat bawah ini diperlukan untuk melihat peran
tekanan terhadap penganut Syiah untuk politik lokal dalam dinamika konflik.
meninggalkan keyakinannya sebagai
prasyarat untuk kembali ke kampung Nasib Syiah di Sampang: Dari Koeksitensi
mereka. ke Persekusi
Tanpa mengesampingkan komplek- Pulau Madura dikenal sebagai wilayah
sitas masalah dalam yang sangat homogen
kasus Sampang dan Kekerasan keagamaan dari segi lanskap
kekerasan keagamaan seperti yang terjadi di orientasi keagamaan.
pada umumnya, yang Islam tradisional
sudah banyak ditulis Sampang memang tidak hampir sudah menjadi
di tempat lain,4 tulisan bermula dari kontestasi identitas yang melekat
ini difokuskan untuk politik; tetapi bisa jadi pada diri orang Madura.
menunjukkan pola-
pola keterkaitan antara
eskalasi bisa lebih mudah Meski demikian,
Muslim dengan paham
dinamika politik lokal, diredam jika struktur yang berbeda termasuk
khususnya melalui kekuasaan dan dinamika Syiah sudah lama hidup
momen Pilkada, dalam politik tidak turut secara aman di Pulau
kekerasan keagamaan. Madura. Komunitas
Kasus Sampang menciptakan struktur Syiah Sampang yang
memberi ilustrasi akan kesempatan politik bagi terkonsentrasi di Desa
dampak proses politik intoleransi. Blu’uran, Kecamatan
yang memanfaatkan Karang Gayam, dan
atau mengeksploitasi polarisasi identitas. Desa Karang Penang, Kecamatan Omben,
2 Wawancara Menteri Agama soal Syiah di Sampang, bukanlah satu-satunya komunitas Syiah di
tempo.co 27 Juli 2013. Artikel dapat dirujuk di http://
www.tempo.co/read/news/2013/07/27/173500167/
Madura. Di tempat lain di Madura, yakni
Wawancara-Menteri-Agama-soal-Syiah-di-Sampang. di Kabupaten Bangkalan, lebih tepatnya
3 Suryadharma: Rumah Besar Islam yang Inklusif, www. daerah Tanjung Bumi, juga terdapat
kompas.com, 24 Januari 2014. Lihat http://nasional.
kompas.com/read/2014/01/24/0804382/Suryadharma. komunitas Syiah. Pemimpin Syiah di
Rumah.Besar.Islam.yang.Inklusif.
4 Salah satu tulisan yang banyak menjad rujukan terkait daerah ini sangat dihormati dan disegani
kasus Sampang adalah laporan jurnalis Rusdhi Mathar oleh masyarakat sekitar. Selain karena
yang dterbitkan dalam blog pribadinya pada 27 Agustus
2012, bisa diakses di http://rusdimathari.wordpress. dari keluarga habib, warga menghormati
com/2012/08/27/mereka-sibuk-menghitung-langkah- pemimpin Syiah karena kedermawanannya
ayam-reportase-kasus-syiah-sampang/.
18
Pilkada dan Kekerasan Anti-Syiah di Sampang
dan kejujurannya dalam berbisnis. Tidak yang tidak hanya berbeda dari kultur lokal,
tertutup kemungkinan dakwah Syiah lebih tetapi juga berpotensi mengubah tatanan
dahulu dilakukan di daerah ini daripada di sosial yang telah mapan. Nilai baru ini
Blu’uran dan Karang Gayam, Sampang. berpengaruh terhadap aspek sentral dalam
Keberadaan komunitas Syiah di kehidupan masyarakat Madura, yakni relasi
Sampang bisa dilacak sejak akhir tahun antara kiai dan masyarakat. Misalnya, Tajul
1970-an, ketika seorang tokoh Sunni lokal mengajak warga untuk merayakan Maulid
bernama, Kiai Makmun, tertarik dengan Nabi Muhammad secara bersamaan di
keberhasilan revolusi Iran.Tidak jelas apakah satu tempat. Ini berbeda dengan tradisi
Kiai Makmun sendiri peringatan Maulid
berubah keyakinan Tidak bisa dipungkiri, Tajul Nabi pada umumnya
menjadi Syiah atau dan keluarganya membawa yang dilakukan secara
sekadar simpati. Yang bergantian dari rumah
nilai baru yang tidak ke rumah.6 Meski secara
jelas, pengaruh Syiah
hanya berbeda dari kultur teologis sama-sama
di madrasah Kiai
Makmun makin kuat lokal, tetapi juga berpotensi meyakini pentingnya
perayaan Maulid
setelah ia mengirim merubah tatanan sosial
kedua putranya, Tajul Nabi, praktik baru ini
yang telah mapan. Nilai tidak hanya membawa
Muluk dan Rois
Hukama, belajar di baru ini berpengaruh nilai baru tetapi juga
lembaga pendidikan terhadap aspek sentral berdampak pada pola
Syiah di luar Madura. relasi sosial antara kiai
dalam kehidupan dan masyarakat. Model
Pengaruh ajaran Syiah
masyarakat Madura, yakni perayaan Maulid Nabi
kemudian meluas
terutama setelah Tajul relasi antara kiai dan yang dilakukan secara
bersama-sama tidak
Muluk pulang dari masyarakat.
Mekkah pada tahun hanya dianggap lebih
1999. Pada tahap ini, keluarga Tajul yang ekonomis, tetapi secara kultural mengurangi
mengajarkan ajaran Syiah hidup aman di intensitas relasi antara kiai dan masyarakat.
Blu’uran. Pengikut jemaah keluarga Kiai Perubahan sosial ini menimbulkan
Makmun tidak sedikit. Sosok Tajul yang ketegangan antara komunitas Syiah dengan
bersahaja dan mempunyai kemampuan sebagian ulama Sunni. Benih konflik mulai
retorika istimewa turut berperan dalam timbul seiring dengan munculnya tuduhan
mendapatkan simpati warga. Meski berbeda bahwa dalam ceramahnya Tajul kerap
keyakinan, relasi sosial dengan warga terjaga mengkritik kiai, satu hal yang dianggap
dengan baik dan tidak berjarak. Ini nampak tabu di masyarakat Madura. Sejak tahun
misalnya dari fakta bahwa perbedaan paham 2004, penentangan terhadap komunitas
tidak menghalangi warga Sunni dan Syiah Syiah pimpinan Tajul mulai datang dari
untuk bekerjasama dalam pengelolaan lahan luar Desa Blu’uran dan Karang Gayam
pertanian.5 dan semakin terorganisir. Tajul dituduh
Namun tidak bisa dipungkiri, Tajul mengajarkan aliran sesat. Kiai Ali Karrar,
dan keluarganya membawa nilai baru 6 Wawancara dengan Ahmad Hidayat, Sekjen ABI
5 Wawancara dengan Bapak Munaji, Kepala Dusun Gading (Ahlulbait Indonesia), 28 Februari 2013; Tajul Muluk, 27
Laok Omben, 9 Februari 2013. Maret 2013.
19
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
praktik keagamaan NU. Syair barzanji warga Syiah;19 (3) penghinaan terhadap istri
memuat penghormatan terhadap Hasan dan sahabat nabi;20(4) tuduhan terhadap
dan Husain yang merupakan tokoh sentral Tajul meragukan autentisitas al-Qur’an;21
yang dipuja-puja oleh para penganut Syiah. dan (5) perbedaan akidah yang diajarkan
Melihat konteks dan sejarah ini, Tajul dengan ajaran mayoritas.22
kekerasan terhadap komunitas Syiah di Isu-isu ini yang kemudian “dikodifikasi”
Sampang bisa dibilang mengejutkan. menjadi aturan legal formal fatwa MUI
Kenapa hanya komunitas Syiah pimpinan Sampang terkait kesesatan ajaran Tajul,
Tajul Muluk yang menjadi fatwa MUI Jawa Timur
sasaran kekerasan? Menariknya, terkait kesesatan Syiah,
Padahal sentimen yang terlepas dari dan putusan Bakorpakem
berkembang belakangan
wacana anti-Syiah Kabupaten Sampang
adalah sentimen anti- terkait kegiatan keagamaan
Syiah. Narasi yang yang berkembang, Tajul. Lebih jauh narasi
menjadi dasar intoleransi kekerasan terhadap yang berkembang juga
terhadap komunitas Syiah di Madura mengaitkan Syiah dengan
Syiah bercerita tentang konflik kekerasan di
kesesatan ajaran hanya terjadi pada beberapa negara Timur
Syiah dan sejumlah komunitas Syiah Tengah dan dengan ritual
karakteristik negatif Syiah di Sampang dan asketisme penganut Syiah
seperti kecenderungan
tidak menyebar ke dalam memperingati
menghina sahabat nabi Karbala, yakni menyakiti
dan doktrin taqiyah komunitas Syiah diri sendiri untuk
atau menyembunyikan di tempat lain di mengenang kematian
kebenaran. Selama Madura yang secara Imam Husain. Dua isu
pantauan di lapangan, ini, yang banyak beredar
ada beberapa isu yang geografis tidak di media massa, dianggap
selalu diangkat dalam terlalu jauh. sebagai cerminan
forum-forum seperti kekejaman kaum Syiah
pengajian atau khotbah Jumat, yakni (1) dan kesesatan ajaran Syiah.23
nikah mut’ah sebagai bentuk legal zina; 18
Sumber legitimasi intoleransi terhadap
(2) ajaran taqiyah yang mendorong orang Syiah juga didasarkan pada fatwa PCNU
Syiah untuk menjadi pembohong dan Sampang dan MUI Jawa Timur tidak hanya
munafik. Para kiai selalu memberikan “menyesatkan” ajaran Tajul Muluk, tetapi
contoh kebiasaan Tajul Muluk yang suka
melanggar perjanjian antara dia dengan 19 Wawancara dengan KH. Nailurrahman, 14 Februari 2013;
para kiai atau dengan aparatur pemerintah KH. Syafi’ Khoiruddin dan Moh. Toha, Lc., 8 Februari
2013; Ra Syauqi, 11 Februari 2013; dan KH. Muhaimin,
yang memantik kemarahan warga Karang 12 Februari 2013; ajaran taqiyah juga yang menjadi pan-
Gayam dan Blu’uran sehingga mereka dangan hakim Pengadilan Negeri Sampang dalam me-
nentukan keabsahan saksi-saksi dari warga Syiah, wawan-
menyerang dan membakar rumah-rumah cara dengan Syihabuddin, 11 Februari 2013.
20 Wawancara dengan KH. Nailurrahman, 14 Februari 2013.
18 Contoh nyata paling bisa ditunjukkan adalah pidato KH. 21 Ibid.; wawancara dengan Kiai Karrar, 15 Februari 2013.
Bukhori Maksum (Ketua MUI Kabupaten Sampang) 22 Wawancara dengan KH Bukhori Maksum (Ketua MUI
pada saat peringatan Maulid di SDN IV Karang Gayam Sampang), 10 Februari 2013.
pada 12 Februari 2012, sumber video koleksi pribadi. 23 Wawancara KH. Nailurrahman, 14 Februari 2013.
23
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
juga ajaran Syiah.24 Menariknya, terlepas terakhir, secara timing, terjadi eskalasi
dari wacana anti-Syiah yang berkembang, kekerasan pada masa seputar pemilu yang
kekerasan terhadap Syiah di Madura hanya di antaranya dipengaruhi oleh penggunaan
terjadi pada komunitas Syiah di Sampang politik identitas dalam pemilu. Pola-pola
dan tidak menyebar ke komunitas Syiah di ini bisa dilihat dalam dinamika konflik
tempat lain di Madura yang secara geografis Sampang sebagaimana dijelaskan secara
tidak terlalu jauh. kronologis di bawah ini.
Kenapa hanya terjadi di Sampang? Pilkada Sampang 2012: Retorika Kekerasan
Jawaban terhadap pertanyaan ini tidak dan Momentum Eskalasi
bisa dilepaskan dari arti penting wilayah Di Sampang, peran sentral Noer
konflik dalam dinamika politik menjelang Tjahja, calon bupati petahana patut menjadi
Pemilihan Bupati Sampang perhatian. Sejak tahun 2011,
tahun 2012 dan Pemilihan Menariknya, kasus Tajul Muluk benar-
Gubernur Jawa Timur benar berperan sentral
pada tahun 2013. Konflik
terlepas dari
dalam kebijakan publiknya.
memang sudah mulai wacana anti-Syiah Meski penentangan
muncul jauh sebelum kedua yang berkembang, terhadap Tajul Muluk
perhelatan Pilkada tersebut, kekerasan terhadap sudah mulai muncul sejak
tetapi tidak bisa dipungkiri tahun 2006, tetapi peran
eskalasi konflik memuncak Syiah di Madura
Noer Tjahja dan jajaran
sejak pertengahan tahun hanya terjadi pada pemerintah kabupaten
2011 hingga awal 2013 komunitas Syiah tidak begitu intens sampai
yang bertepatan dengan akhir tahun 2009; dan
momen Pilkada. Kedua
di Sampang dan
menjadi semakin dalam
momen Pilkada tersebut tidak menyebar ke seiring dengan eskalasi
telah menjadi struktur komunitas Syiah konflik sejak April 2011.
kesempatan politik yang di tempat lain di Pada saat itu, kekerasan
memungkinkan terjadinya fisik sudah mulai muncul.
eskalasi konflik yang Madura yang secara Keterlibatan Noer Tjahja
berujung pada pengusiran geografis tidak bisa dilihat dalam beberapa
warga Syiah dari kampung terlalu jauh. bentuk. Di antaranya, saat
halaman mereka. muncul tuntutan agar
Merujuk pembahasan di bab satu, ada Pemda Sampang menarik anak-anak Syiah
beberapa pola keterkaitan antara Pilkada dan Sampang yang menempuh pendidikan di
kekerasan di Sampang, yakni penggunaan pesantren-pesantren Syiah di Jawa dan
retorika sektarian dan basis legitimasi dalam mengirim mereka ke pesantren-pesanten
bentuk regulasi oleh elit politik berkuasa milik kiai-kiai Sunni, ia menyanggupi untuk
untuk kepentingan mobilisasi elektoral, menyediakan anggaran khusus terkait hal
bertemunya kepentingan tokoh kultural dan tersebut meskipun kemudian ide ini tidak
aktor politik dalam momentum Pilkada; terealisasi.25 Dia melalui jajaran pemerintah
kabupaten seperti Bakesbangpol berperan
24 Muhammadiyah dan NU Tolak MUI Fatwakan
Sesat Syiah, 20 Desember 2013, www.tempo.co, 25 Notulensi pertemuan BASSRA dan Formida Sampang,
artikel dapat diunduh di http://www.tempo.co/read/ 7 Agustus 2012; wawancara dengan Kiai Ali Karrar, 15
news/2013/12/20/173538851. Februari 2013.
24
Pilkada dan Kekerasan Anti-Syiah di Sampang
mendukung pertemuan ulama yang sumpah demi Allah, tanya ke kiai Rois
dilakukan di pesantren Darul Ulum (kalau tidak percaya). Sayang dari
Gersempal Omben, Pendopo Kabupaten, wakilnya (yang akan maju Pilkada),
dan Mapolres Sampang. Pertemuan- kalau seandainya saya jadi bupati lagi,
pertemuan ini menjadi medan konsolidasi selesai! (masalah ini). Pasti akan saya
kekuatan anti-Syiah. Dia juga ditengarai selesaikan! Masak bupati (inkumben)
menggunakan kegiatan kunjungan ke kalah, tidak mungkin (itu terjadi).
Omben untuk menggelar pertemuan [audiens berteriak, buktikan!]. Kan
dengan aparat kecamatan yang digunakan benar, warga di sini saudara saya semua
untuk menekan Tajul Muluk. ini sudah rukun. Jangan memaksakan
Hal yang paling menonjol dari sikap kehendak di sini (untuk mengajarkan
anti-Syiah Tjahja adalah ceramahnya ajaran sesat).”26
tanggal 12 Februari 2012 pada acara Nuansa politik dalam pidato ini se-
peringatan Maulid Nabi di Desa Karang makin terlihat sesaat setelah pidato usai. Rois
Gayam. Ia secara terang-terangan Hukama mengalungkan sorban ke pundak
mendukung pengusiran warga Syiah. Ia Noer Tjahja sebagai simbol dukungan
berjanji untuk mengusir warga Syiah dalam untuk memenangkan Pilkada. Janji Noer
waktu tiga bulan jika terpilih lagi sebagai Tjahja ini mempunyai arti penting karena
bupati. Berikut kutipan ceramah Noer ini dilakukan tidak lama setelah upaya
Tjahja yang sudah diterjemahkan dalam pemulangan warga Syiah yang mengungsi
bahasa Indonesia dari bahasa Madura: di GOR Sampang pasca penyerangan pada
“Kalau ada aliran sesat di sini, usir! 29 Desember 2011. Warga anti-Syiah tidak
[diiringi tepukan audiens] usir! Saya puas dengan upaya ini dan menuntut agar
yang bertanggung jawab!... Ini kan pengikut Syiah tidak hanya diusir dari
ibarat orang berjualan, kalau tidak kampung mereka tetapi dikeluarkan dari
laku di sini, tutup aja jualan yang pulau Madura.
laku... Ini Pak Yusuf (Kabag Rens Sebagai bupati, keberpihakan Noer
POLRES Sampang)... kalau datang Tajhja yang begitu nyata dalam kasus ini
ke sini tolong tangkap. Kalau datang menimbulkan pertanyaan. Menurut sumber
ke sini, jangan pelihara, usir! [diiringi lokal, Noer Tjahja bukanlah agamawan
tepuk tangan audiens dan teriakan, politis sebagaimana umumnya di Madura. Ia
usir! Siap!]. Keamanan (itu) Polisi berasal dari keluarga birokrat dan terpilihnya
dan TNI, FORPIMDA anggotanya ia menjadi Bupati Sampang 2008-2013
Kapolres dan TNI, tetapi saya ketua- lebih karena masyarakat Sampang pada
nya. Yang bertanggung jawab seluruh saat itu merindukan sosok ayahnya dalam
Kabupaten Sampang ini adalah bupati. dirinya yang kebetulan adalah mantan
Bupati di Sampang ini cuma satu. Jadi gubernur Jawa Timur. Karena itu, legitimasi
tolong, yang jadi keamanan, polisi, keagamaan menjadi sangat penting,
TNI, usir! [diiringi tepuk tangan terutama ketika ia harus bersaing dengan
audiens]. Kita ingin menyelamatkan kandidat lain yang berasal dari kalangan
yang banyak ini, seluruh orang... ulama. Pada Pilkada 2012, Noer Tjahja
Sebenarnya, saya sudah tidak tahan 26 Pidato Bupati Noer Tjahja pada peringatan Maulid di
lagi (menghadapi masalah ini), SDN IV Karang Gayam pada 12 Februari 2012, video
koleksi pribadi.
25
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
yang didukung oleh koalisi PKB, Partai koreksi dan pengalihan isu lain yang bisa
Demokrat, dan Partai Golkar harus bersaing memperbaiki namanya di mata warga NU,
dengan Kiai Fannan Hasib (menggandeng citra negatif ini bisa mengganjalnya dalam
Fadhilah Budiono dengan dukungan PKS, Pilkada.
PBR, PPNUI). Selain itu, beberapa calon Dalam situasi ini, kasus anti-Syiah
kandidat lain juga berasal dari kalangan mempunyai arti penting bagi Noer Tjahja
ulama seperti K.H. Jakfar Sodiq (calon wakil untuk merebut kembali simpati publik.
bupati bersama Hermanto Subaidi dengan Sentimen anti-Syiah seakan sudah menjadi
didukung oleh PPP) dan K.H. Ahmad agenda utama di kalangan publik pada
Yahya (calon independen didampingi H.M. masa itu. Keterlibatan Noer Tjahja yang
Faidol Mubarrak). begitu intens dalam gerakan anti-Syiah bisa
Pasangan Calon Bupati-Wakil Bupati di menempatkan dirinya dalam arus dominan.
Pilkada Sampang Tahun 2012 Selain itu, patut dicatat Desa Karang
Nama Pasangan Partai Pengusung Gayam yang menjadi lokasi konflik adalah
K.H. A. Fannan Hasib wilayah penting bagi upaya Noer Tjahja
PKS-PBR-PPNUI
– Fadhilah Budiono untuk menang dalam Pilkada 2012.
K.H. Achmad Yahya – Meski berhasil menang dalam Pemillihan
Independen
HM Faidol Mubarrak Bupati Sampang pada pilkada tahun 2008,
Noer Tjahja – Heri
PKB,Golkar dan PD perolehan suara pasangan Noer Tjahja
Purnomo
yang berpasangan dengan Fannan Hasib di
Haryono Abdul Bari – Gerindra, PKNU dan Karang Gayam jeblok. Di sana ia kalah dari
Hamiduddin Iskhak partai non parlemen
pasangan calon bupati lain, Hasan Asy’ari
K.H. Faisol Muqoddas
– Tryandi Husnul
Independen dan Fadhillah Budiono.
Hermanto Subaidi - PPP, PDP, dan Pakar
K.H. Jakfar Sodiq Pangan Kasus anti-Syiah
mempunyai arti penting
Dukungan dari PKB tidak cukup bagi Noer Tjahja untuk
kuat bagi Noer Tjahja untuk mendapatkan merebut kembali simpati
simpati kaum Nahdliyin karena calon lain
juga berasal dari partai Islam seperti PPP publik. Sentimen anti-
dan dari kalangan kiai yang mempunyai Syiah seakan sudah
basis massa nyata berdasarkan sentimen menjadi agenda utama
keagamaan. Pemilu 2012 juga menjadi
di kalangan publik pada
tantangan tersendiri bagi Noer Tjahja untuk
merebut simpati kaum Nahdliyin karena masa itu. Keterlibatan
blunder retorika yang pernah ia lakukan. Noer Tjahja yang
Noer Tjahja pernah menyulut kemarahan begitu intens dalam
kaum Nahdliyin karena mengatakan warga
NU ‘bau amis’ untuk mendeskripsikan sikap gerakan anti-Syiah bisa
keterbelakangan mereka.27 Jika tidak ada menempatkan dirinya
27 Suara Merdeka, “Bupati Sampang Dituduh Hina dalam arus dominan.
NU,” 5 Maret, 2010, http://m.suaramerdeka.
com/index.php/read/news/2010/03/05/48548.
26
Pilkada dan Kekerasan Anti-Syiah di Sampang
ada upaya dari pemerintah provinsi untuk anti-Syiah nampak dimanfaatkan dengan
mengembalikan warga Syiah ke kampung sangat baik oleh Soekarwo-Saifullah Yusuf
halamannya. Peran pemprov ini tidak bisa untuk membangun hubungan kedekatan
dilepaskan dari konteks Pilkada. dengan para kiai. Kedekatan demikian bisa
Peran Pemprov Jawa Timur dalam menjadi modal sosial yang berharga dalam
gerakan anti-Syiah sebenarnya tidak menggalang dukungan elektoral menjelang
hanya terjadi belakangan ketika pengungsi Pilgub 2013.
dipindah ke Sidoarjo. Dalam kurun tahun Kedua, kedekatan dengan para ulama
2012 pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf anti-Syiah ini mendorong Gubernur untuk
melakukan sejumlah mengeluarkan Peraturan
langkah dan kebijakan Sentimen anti-Syiah Gubernur (Pergub)
yang turut menciptakan nampak dimanfaatkan Nomor 55 Tahun 2012
struktur kesempatan tentang Pembinaan
politik yang mendukung
dengan sangat baik Kegiatan Keagamaan
gerakan anti-Syiah. oleh Soekarwo- dan Pengawasan Aliran
Ada dua peran yang Saifullah Yusuf untuk Sesat di Jawa Timur
menonjol. membangun hubungan yang salah satu poin
P e r t a m a , pentingnya adalah
kedekatan dengan dukungan Pergub ini
Pemprov Jawa Timur
memfasilitasi upaya
para kiai. Kedekatan terhadap fatwa MUI
para ulama untuk demikian bisa menjadi Jawa Timur yang
menggalang dukungan menyatakan bahwa Syiah
modal sosial yang adalah ajaran sesat dalam
di tingkat nasional untuk berharga dalam
mempertegas status Islam. Pergub ini juga
sesat Syiah. Pada Januari menggalang dukungan menegaskan pentingnya
2012, rombongan kiai elektoral menjelang merujuk kepada MUI
Jatim berkunjung ke dalam setiap hal yang
Pilgub 2013. berkaitan tentang ajaran
Jakarta dan Bandung
untuk melobi Menteri Islam dan dukungan
Agama, PBNU, MUI, DPR, dan Mahkamah kepada Pemda untuk menghentikan segala
Konstitusi agar mengeluarkan fatwa atau bentuk aliran keagamaan yang dapat
peraturan yang menyatakan Syiah sesat. menyebabkan keresahan di masyarakat.32
Rombongan menghadiri sebuah konferensi
anti-Syiah di Bandung.30 Semua perjalanan Madura, dan BASSRA ke Jakarta 24-26 Januari 2012 me-
mendapatkan dukungan dari Pemprov nyebutkan: “Terima kasih kami sampaikan kepada semua
pihak yang dapat membantu kelancaran acara audiensi
Jatim termasuk dalam bentuk penyediaan dan penyampaian aspirasi tersebut, khususnya bapak Gu-
bus Pemprov bagi rombongan.31 Sentimen bernur Jawa Timur yang memfasilitasi perjalanan terse-
but, semoga bermanfaat bagi kita semua.”
30 Notulensi hasil perjalanan MUI Jawa Timur, BASSRA, 32 Pergub ini lahir dari desakan para kiai ketika banyak
PCNU Sampang ke Jakarta 22-26 Januari 2012. Doku- kalangan mempertanyakan legitimasi fatwa MUI
men pribadi. Jawat Timur sebagai rujukan hukum kesesatan Syiah.
31 Dalam wawancara dengan penulis pada tanggal 24 April, Wawancara dengan Edi Purwinarto (Asisten Gubernur
2013, KH. Abdussomad Buchori, ketua MUI Jawa Timur, III), 5 Maret 2013; lihat juga “Pergub Jatim dianggap Picu
menyampaikan bahwa aktivitas kegiatan BASSRA-MUI- Konflik Syiah di Sampang,” www.lensaindonesia.com,
NU Sampang terkait Syiah Sampang didanai oleh pem- 31 Agustus 2012, artikel dapat diunduh di http://www.
prov melalui MUI Jatim. Terbukti, notulensi perjalanan lensaindonesia.com/2012/08/31/pergub-jatim-dianggap-
MUI Jarim, MUI se-Madura, PWNU Jatim, PCNU se- picu-konflik-syiah-di-sampang.html.
28
Pilkada dan Kekerasan Anti-Syiah di Sampang
oleh aktor politik. Kedua, otoritas negara Tidak mengherankan, hubungan dekat
dalam bentuk peraturan gubernur jalin Saifullah dengan para ulama penentang
kelindan dengan otoritas kultural dalam Syiah di Sampang terwujud di antaranya
bentuk fatwa MUI menjadi basis legitimasi dalam bentuk dukungan pemerintah
kekerasan dengan fungsi yang berbeda. provinsi ketika memfasilitasi para ulama
Otoritas negara digunakan sebagai imbalan dalam kunjungan ke Jakarta dan Bandung
bagi dukungan elektoral dan otoritas guna memobilisasi dukungan nasional
kultural digunakan untuk melegitimasi untuk menekan keberadaan aliran Syiah di
intoleransi. Ketiga, mengulang konteks Indonesia. Tidak lama setelah pertemuan
Pilkada Sampang, peta dukungan elektoral dengan sang kiai dan kawan-kawan, Saifullah
kebetulan terkait dengan wilayah konflik. secara terbuka kepada pers menyatakan
Wilayah konflik menjadi zona elektoral yang relokasi penganut Syiah Sampang ke
lemah bagi aktor-aktor politik tertentu. Hal Sidoarjo adalah solusi sementara yang harus
ini mendorong keberpihakan calon untuk diambil.
memperbaiki prospek perolehan elekoral Cerita berikut ini adalah salah satu
mereka. contoh kiai yang menjalin hubungan
Relasi Kuasa Antarelit: Ulama, Ulama- dekat dengan birokrasi pemerintahan. Kiai
Politisi, Politisi, dan Birokrat tersebut dikenal kerap mendapatkan bantuan
“Mumpung jadi Wakil Gubernur.” program dari pemerintah. Selain berperan
Kalimat singkat ini diucapkan oleh salah penting dalam memimpin rombongan ulama
seorang kiai Madura ketika menemui untuk menemui Saifullah, peran penting
Wakil Gubernur Saifullah Yusuf. Bersama kiai tersebut dalam gerakan anti-Syiah di
rombongan ulama lain dari Madura, Kiai Sampang adalah keputusan mengeluarkan
berpangaruh tersebut meminta Wakil fatwa yang menyatakan ajaran Syiah sesat.
Gubernur untuk merelokasi penganut Syiah Sebagai tokoh NU, fatwa yang dikeluarkan
keluar Sampang. Sang kiai menjanjikan jika sang kiai mempunyai pengaruh penting
tuntutan ini dipenuhi, ia dan para ulama lain dalam memberikan tekanan massa dan
akan mendukung kemenangan Soekarwo- politik terhadap keberadaan aliran Syiah
Saifullah dalam Pemilihan Gubernur pada pimpinan Tajul Muluk. Meskipun fatwa ini
tahun 2013.36 tidak sejalan dengan sikap PBNU yang tidak
menghakimi Syiah sebagai ajaran sesat,
Kedatangan para ulama ini ke Saifullah PCNU Sampang tetap mempertahankan
menegaskan relasi kuasa yang sudah lama fatwa yang dikeluarkan dengan dalih bahwa
berlangsung antara politisi dan ulama yang fatwa tersebut hanya ditujukan kepada
sangat kuat, tidak hanya di Madura tetapi di aliran Syiah pimpinan Tajul Muluk. Ini jelas
Jawa Timur pada umumnya. Dalam situasi menunjukkan kuatnya konteks lokal dalam
ketika dukungan elektoral dibutuhkan mobilisasi sentimen anti-Syiah di Sampang
dalam persaingan Pilgub Jawa Timur yang daripada semata intoleransi teologis.
sangat ketat, tidak sulit bagi Saifullah untuk
memutuskan untuk mengambil posisi Selain tokoh di atas, kasus kekerasan
berpihak kepada tuntutan para ulama anti- anti-Syiah di Sampang menunjukkan
Syiah untuk menekan Tajul Muluk dan peran penting beberapa ulama yang juga
merelokasi penganutnya ke luar Madura. politisi. Salah satunya adalah seorang kiai
yang kebetulan menjadi anggota DPRD
36 Wawancara dengan Kiai Syafi’uddin, 12 Februari, 2013.
30
Pilkada dan Kekerasan Anti-Syiah di Sampang
Sampang dari Partai Kebangkitan Bangsa yang melarang keberadaan ajaran Syiah
(PKB) dari daerah pemilihan Omben pimpinan Tajul Muluk. Peran tokoh ini
dan Karang Penang. Tokoh ini berperan tidak hanya sebatas mengeluarkan surat
penting dalam mendorong peran aktif Bakorpakem, tetapi juga secara aktif terlibat
Badan Koordinasi Pengawasan Aliran dalam berbagai kegiatan seperti pertemuan
dan Kepercayaan (Bakorpakem) Sampang ulama dan pemerintah untuk menekan
dalam menyediakan perangkat hukum Tajul Muluk. Intensitas Kepala Bakorpakem
untuk menekan eksistensi kelompok Syiah. ini diduga tidak lepas dari kepentingannya
pada tanggal 11 Maret 2011, Kejaksaan untuk meningkatkan daya tawar dalam
Negeri Sampang sebagai perebutan posisi
ketua Bakorpakem Detil peristiwa Sampang sebagai Sekretaris
Sampang menerbitkan juga menunjukkan Daerah atau paling
Surat Keputusan No. tidak mempertahankan
KEP-06/O.5.36/ peran tokoh-tokoh posisinya sebagai
Dsp.5/03/2011 tentang tertentu dan birokrasi Kepala Bakesbangpol
Tim Koordinasi pemerintahan yang Kabupaten Sampang.
Pengawasan Aliran
mengambil sikap tidak Faktor Tajul Muluk:
Kepercayaan Masyarakat Struktur Kesempatan
(PAKEM) Kabupaten hanya berdasarkan
Politik di Ranah Sosial
Sampang Negeri pertimbangan hukum
Sampang Tahun 2011. atau kepentingan publik Apa yang
Keputusan Bakorpakem membuat para ulama,
Sampang ini pada tetapi juga didorong politisi dan pemerintah
dasarnya adalah larangan oleh kepentingan pribadi penentang Syiah di
terhadap penyebaran untuk mendapatkan Sampang begitu keras
ajaran Syiah di Sampang. bersikap terhadap
kekuasaan. komunitas Syiah
Fatwa ini, termasuk fatwa
serupa yang dikeluarkan pimpinan Tajul Muluk?
oleh PCNU Sampang, mempunyai peran Seorang aktifis lembaga bantuan hukum
penting dalam eskalasi kasus Sampang. yang sudah lama membela Tajul Muluk
Fatwa-fatwa yang dikeluarkan pada tahun menyatakan bahwa kasus kekerasan di
2012 tersebut menjadi dasar legitimasi Sampang tidak bisa dilepaskan dari dimensi
kebijakan untuk melarang warga Syiah sosial-kultural yang ditimbulkan oleh nilai
kembali ke kampungnya. baru dari model dakwah yang dibawa Tajul
Muluk.37 Sebagaimana disebutkan pada
Detil peristiwa Sampang juga bagian sebelumnya, keberadaan komunitas
menunjukkan peran tokoh-tokoh tertentu Syiah di Sampang sebenarnya sudah
dan birokrasi pemerintahan yang mengambil berlangsung lama. Sejak orang tua Tajul
sikap tidak hanya berdasarkan pertimbangan masih hidup, ia sudah mulai mengajarkan
hukum atau kepentingan publik tetapi faham Syiah kepada jemaahnya, namun saat
juga didorong oleh kepentingan pribadi itu, tidak mendapatkan penentangan yang
untuk mendapatkan kekuasaan. Tokoh keras dari para ulama yang sudah mapan.
birokrat penting tersebut adalah Kepala
Bakesbangpol Sampang yang berperan 37 Pengakuan ini disampaikan yang bersangkutan dalam
sebuah workshop tentang kebebasan beragama di Jakarta
penting dalam keluarnya surat Bakorpakem pada Oktober 2013 yang dihadiri penulis.
31
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
33
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
Bagian 3
34
Politik Lokal dan Sengketa Rumah Ibadah di Bekasi: Eskalasi Intoleransi Agama
isu yang relatif kuat. Contoh-contoh penolakan oleh kelompok agama tertentu
tersebut menunjukkan bahwa isu intoleransi terhadap eksistensi dan aktivitas kelompok
agama masih sering dimanfaatkan dalam agama lain. Bagian ini menjelaskan dua
praktik politik, utamanya Pilkada. Terlepas contoh kasus sengketa rumah ibadah yang
dari menang atau kalah, Pilkada sering, masing-masing menunjukkan intoleransi
jika tidak selalu, menciptakan momen bagi antaragama (sengketa gereja HKBP
eskalasi intoleransi agama. Filadelfia) dan intoleransi intraagama
Paparan singkat di atas menunjukkan (sengketa Masjid al-Misbah Ahmadiyah).
bahwa sangat penting untuk melihat lebih Sengketa Gereja HKBP Filadelfia
jauh tentang dinamika keagamaan dan
HKBP Filadelfia adalah satu dari
kaitannya dengan dinamika politik di Kota
banyak gereja HKBP di Bekasi. Gereja
dan Kabupaten Bekasi. Sebagai ilustrasi,
HKBP Filadelfia ini didirikan pada tahun
laporan ini mengulas kasus Pilkada Kota
2000 oleh komunitas Batak yang tinggal di
dan Kabupaten Bekasi tahun 2012 yang
Desa Jejalen Jaya dan desa-desa sekitarnya.
memanfaatkan isu intoleransi agama,
Awalnya, kebaktian Minggu dilaksanakan
khususnya terkait dengan
dari rumah ke rumah. Pada
HKBP Filadelfia dan Pasangan calon tahun 2003, jemaah HKBP
Masjid al-Misbah. yang menang dalam Filadelfia membeli tanah
Kedua kasus ini Pilkada tersebut kapling dan membangun
dipilih karena magnitude dua ruko dengan sertifikat
pengaruhnya terhadap
adalah petahana Hak Guna Bangunan
diskursus kebebasan ber- yang sejak masih No. 10095 dan No. 10096
agama di Indonesia secara menjabat sudah tertanggal 21 Oktober
umum cukup besar. Selain mendengungkan isu 2003, yang berlokasi di
itu, kedua kasus ini mena- Perumahan Villa Bekasi
rik bukan hanya karena isu intoleransi tersebut. Indah 2, Desa Sumber
intoleransi agama an sich, Jaya untuk dijadikan
melainkan karena kasus-kasus tersebut ber- tempat beribadah. Ibadah di tempat ini
kaitan dengan dinamika politik di Bekasi, tidak berlangsung lama karena warga
khususnya mengenai pilkada yang mencip- sekitar menentangnya. Pada April 2006,
takan momen eskalasi intoleransi agama dan Jemaat HKBP Filadelfia kembali dilarang
relasi kuasa antarelit di Bekasi. melaksanakan ibadah di rumah-rumah.
Sengketa Rumah Ibadah dan Intoleransi Khususnya di Blok C Perumahan Villa
Agama di Bekasi Bekasi Indah 2, dan secara keseluruhan
di Perumahan Villa Bekasi Indah 2.
Sengketa rumah ibadah di Akhirnya, pada 2 April 2006, pimpinan
Bekasi, sebagaimana di tempat lain di jemaah HKBP Filadelfia dipaksa massa
Indonesia, adalah fenomena keagamaan untuk menandatangani surat pernyataan
yang menunjukkan kentalnya sikap yang telah disediakan massa sebelumnya.
intoleransi oleh kelompok agama tertentu Surat pernyataan tersebut menegaskan agar
(mayoritas), terhadap kelompok agama pihak HKBP Filadelfia mencari lahan baru
lain (minoritas). Intoleransi agama pada untuk bangunan rumah ibadah.2 Pada tahap
tulisan ini dimaksudkan sebagai sikap 2 Luther333kembaren.blogspot.com, ‘Kronologi Penutupan
HKBP Filadelfia,” http://luther333kembaren.blogspot.
35
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
pertama dari sejarah HKBP di Bekasi, gereja. Di area yang berpagar ini, jemaah
tampak bahwa tingkat intoleransi warga HKBP Filadelfia mulai melaksanakan
perumahan sebagaimana diceritakan cukup ibadahnya. Akan tetapi, tidak lama aktivitas
tinggi. Mereka menolak HKBP Filadelfia ibadah tersebut berlangsung, muncul
untuk eksis, beraktivitas, dan beribadah. penentangan dari warga yang dikonsolidasi
Karena kesulitan memperoleh tanah oleh tokoh setempat4 dengan dukungan
untuk tempat ibadah, pada tahun 2007 Forum Komunikasi Umat Islam (FKUI),
pihak jemaah HKBP Filadelfia membeli kelompok agama yang basisnya dari
sebidang tanah di Desa Jejalen Jaya. Pihak luar Bekasi. Keterlibatan organisasi ini
HKBP menyatakan dalam akad pembelian dalam penentangan pembangunan gereja
bahwa tujuan pembelian tanah adalah untuk sebenarnya sudah tampak sejak awal. Dengan
membangun gereja. Pihak pemilik tanah dan memakai seragam jubah putih, mereka sering
ahli waris tidak keberatan. Surat pernyataan melakukan aksi demonstrasi di lokasi jemaah
pun ditandatangani oleh pemilik tanah HKBP Filadelfia melaksanakan ibadah.
dengan disaksikan oleh beberapa warga Kehadiran mereka bukan hanya sekedar
dan Kepala Desa. Setelah proses pembelian menolak pembangunan gereja, tetapi bahkan
tanah selesai, pihak HKBP pun melakukan (berhasil) mempengaruhi warga yang semula
sosialisasi dan meminta dukungan menyetujui dan mendukung pembangunan
masyarakat, sesuai dengan yang diatur dalam gereja agar mencabut persetujuannya.5
PBM (Peraturan Bersama Menteri/ Menteri Pihak jemaah HKBP Filadelfia yang
Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 sebelumnya sudah memperoleh persetujuan
Tahun 2006/No 8 Tahun 2006). Seluruh warga dan pemerintah desa dan bahkan
syarat sudah terpenuhi. Fotocopy KTP memenuhi syarat-syarat pendirian rumah
warga dan tanda tangan bahkan melebihi ibadah harus kembali berhadapan dengan
dari yang disyaratkan. Kepala Desa Jejalen penentangan warga. Di antara mereka
Jaya, Sukardi, pun kemudian mengeluarkan mengkonstruksi argumen bahwa pihak
dan memberi izin Persetujuan Pendirian HKBP melakukan pemaksaan kepada warga
Gedung Gereja HKBP Filadelfia.3 Pada untuk menandatangani surat persetujuan.
tahap ini, relasi jamaat HKBP, warga, dan Sebagian lagi menceritakan bahwa HKBP
pemerintah desa terkesan cukup toleran menyodorkan kertas kosong untuk
karena warga dan pemerintah desa tidak ditandatangani warga. Artinya, warga yang
hanya mengakui eksistensi, tetapi bahkan menandatangani surat persetujuan tidak tahu
memfalisitasi, paling tidak, prosedur kepentingan penandatanganan tersebut.
pembangunan gereja. Apa yang tampak dari cerita di atas
Pada tahun 2007, sebelum pem- adalah adanya “kampanye” intoleransi
bangunan gereja dimulai, pihak HKBP oleh suatu kelompok intoleran kepada
Filadelfia membangun pagar tembok kelompok yang awalnya toleran. Intoleransi
dan pagar besi di area pembangunan disebarluaskan dan dikembangbiakkan.
Berbagai ketakutan dan kekhawatiran akibat
com/2010/02/kronologis-penutupan-hkbp-filadelfia. dari eksistensi kelompok agama tertentu
html. Diakses pada 30 Desember 2013; Wawancara
dengan Pdt. Palti Panjaitan (Pendeta HKBP Filadelfia)
(biasanya kelompok minoritas, misalnya,
pada 27 Desember 2013. 4 Wawancara dengan KH. Sopandi, Tokoh NU, MUI, dan
3 Tim Peneliti Yayasan Paramadina, et. al., Kontroversi Ge- FKUB Kabupaten Bekasi, pada 27 Desember 2013.
reja di Jakarta: Serial Monograf Praktik Pluralisme (Yogya- 5 Tim Peneliti Yayasan Paramadina, et. al., op. cit., hlm. 98-
karta: CRCS, 2011), hlm. 98. 99.
36
Politik Lokal dan Sengketa Rumah Ibadah di Bekasi: Eskalasi Intoleransi Agama
dalam hal ini HKBP) yang dimiliki Warga dan negara menolak keberadaan
oleh kelompok intoleran disebarluaskan Gereja HKBP Filadelfia. Para jemaah
kepada warga dan siapa pun. Konstruksi kehilangan hak kewarganegaraannya.
ketakutan dan kekhawatiran (terlepas dari Mereka tidak lagi memperoleh hak
validitasnya) tersebut kemudian menjadi perlindungan dari negaranya. Sebagai
alat legitimasi moral, umat beragama, mereka
sosial politik dan bahkan tentu tetap harus
agama terhadap tindakan-
Konstruksi ketakutan beribadah. Mereka pun
tindakan diskriminasi dan kekhawatiran melakukan ibadah di
dan persekusi terhadap (terlepas dari pinggir jalan di depan
kelompok lain. 6
validitasnya) tersebut lokasi tanah mereka.
Lebih lanjut dari Karena di tempat
kemudian menjadi terbuka, setiap kegiatan
penentangan tersebut,
dengan dalih ke(tidak) alat legitimasi ibadah mereka lakukan,
amanan, pemerintah moral, sosial politik potensi protes dan
serangan dari kelompok
lokal menyegel pintu dan bahkan agama penentang tentu saja
gerbang gereja. Camat
terhadap tindakan- selalu mengancam.
mengeluarkan surat
penolakan pendirian tindakan diskriminasi Aparat keamanan pun
gereja. Kementerian dan persekusi harus terus menerus
Agama Kabupaten Bekasi mengamankannya.
terhadap kelompok Hingga kini, ibadah
juga turut menolak
memberikan rekomendasi lain. terus dilakukan dua
pembangunan gereja. minggu sekali. Dua
Alasan penolakan yang digunakan oleh minggu sekali mereka juga melakukan
lembaga-lembaga negara tersebut adalah ibadah di depan Istana Negara bersama
terdapat penolakan warga sekitar. Pada jemaah GKI Taman Yasmin Bogor yang
level ini, jemaah HKBP berhadapan juga mengalami nasib serupa. Hingga kini,
dengan intoleransi oleh negara. Menurut kasus HKBP tidak kunjung selesai.
Nussbaum (2004), ada dua gagasan yang Sengketa Masjid al-Misbah (Qodiani)
membentuk intoleransi agama. Pertama, Pada bagian sebelumnya, sengketa
seseorang menganggap bahwa hanya gereja HKBP Filadelfia, menggambarkan
agamanya yang benar, dan agama orang lain intoleransi antaragama: Umat Islam
salah. Umumnya, tetapi tidak semua orang sebagai kelompok mayoritas memiliki sikap
yang memiliki pandangan seperti ini akan intoleransi yang tegas terhadap jamaah
bertindak kasar terhadap yang berbeda. HKBP Filadelfia, umat Kristen sebagai
Sebagiannya tetap respek terhadap orang kelompok minoritas. Bagian ini menjelaskan
yang berbeda, selama yang berbeda itu tidak intoleransi intraagama: kelompok yang
mengganggu. Kedua, yang lebih berbahaya, mengatasnamakan representasi Islam
adalah pandangan bahwa negara perlu mayoritas memiliki sikap intoleransi yang
“memaksa” orang (warga negara) mengikuti kental terhadap kelompok Islam lain, yakni
agama “yang benar.”7 Ahmadiyah.
6 Martha Nussbaum, “Religious Intolerance,” Foreign Policy
144 (2004), hlm. 44-45. Masjid al-Misbah milik Jamaah
7 Ibid, hlm. 44.
37
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
tisan dalam menjalankan tugas negara bagi dan warga Ahmadiyah bersedia dibina.”13
pemenuhan hak-hak warganya menjadi ti- Forum tersebut menunjukkan bahwa
dak hanya berpihak, tetapi justru menjadi pihak pemerintah memiliki agenda yang
bagian dari penentang dan terangkai dalam pola
intoleran terhadap kelom- Rahmat Effendi sistematis pelarangan
pok Ahmadiyah, yang mer- aktivitas Ahmadiyah di
upakan warganya sendiri.
(Wakil Walikota) Bekasi. Setelah forum
Aksi-aksi demonstrasi FPI berkali-kali tersebut selesai, Kapolres
dengan demikian dapat di- dalam berbagai juga menyampaikan bahwa
pahami sebagai bagian dari kesempatan yang merekomendasikan
pola sistematis pelarangan penyegelan itu adalah
kelompok Ahmadiyah untuk menyatakan bahwa dirinya sendiri, karena hal
beraktivitas di Kota Bekasi. Ahmadiyah tidak itu merupakan kesepakatan
telah boleh beraktivitas di Muspida. Pada forum
14
Seperti
diceritakan, awalnya sejumlah ini pihak Pemkot juga
di Kota Bekasi. mendatangkan mantan
massa FPI datang ke Masjid
Ahmadiyah (al-Misbah), anggota Ahmadiyah
kemudian mendatangi dan mendesak untuk ceramah kaitannya dengan aktivitas
Walikota agar menutup masjid tersebut. Ahmadiyah.
Tanpa melakukan upaya mediasi lebih Tidak lama setelah Pemerintah Kota
dahulu antara kelompok Ahmadiyah dan mengeluarkan Peraturan Walikota (Per-
FPI, Pemerintah Kota Bekasi menanggapi wal) yang menginstruksikan penutupan
dan memerintahkan penyegelan masjid.11 Masjid al-Misbah, FPI kembali melaku-
Pasca penyegelan, perwakilan Jamaah kan aksi merespons Perwal tersebut dengan
Ahmadiyah Indonesia ( JAI) diundang oleh mengunjungi masjid dan ikut melakukan
Wakil Walikota untuk dimediasi di kantor shalat Jum’at: mereka meminta agar khatib
Walikota. Pertemuan dihadiri Kapolres, sebagaimana dijadwalkan diganti oleh kha-
Dandim, Kajari, Kepala Kemenag, dan tib dari MUI. Permintaan tersebut ditolak
Ketua FKUB (Abdul Manan). Pertemuan oleh pihak Ahmadiyah. Akan tetapi, setelah
yang bertujuan untuk melakukan mediasi kejadian tersebut masjid disegel oleh Peme-
justru digunakan oleh pemerintah kota rintah Kota melalui Satpol PP.
untuk menekan JAI. Pada forum tersebut, Penting juga dicatat bahwa sebelum
Walikota menyampaikan kepada pihak rentetan kejadian di atas tidak ada
Ahmadiyah bahwa jika mereka bersedia aksi penolakan secara signifikan dari
dibina oleh pemerintah (MUI), masjidnya massa. Tetapi karena pemerintah kota
akan dibuka.12 Ia menyatakan ”Segel Masjid memanfaatkan sengketa tersebut, Masjid al-
al-Misbah milik Ahmadiyah di Pondok Misbah seakan-akan merupakan ancaman
Gede akan dibuka bila imam shalat Jumat serius terhadap keamanan di kota Bekasi.
dan khatib ditunjuk oleh pemerintah Padahal ketegangan terkait keberadaan
11 Kompas, “Jemaah Ahmadiyah Sayangkan Penyegelan
Masjid Al Misbah,” http://nasional.kompas.com/ 13 Berita Satu, “Diskusi Ahmadiyah dan Pemkot
read/2013/04/04/23264219/Jemaah.Ahmadiyah.Say- Bakasi Tanpa Solusi,” http://www.beritasatu.com/
angkan.Penyegelan.Mas-jid.Al.Misbah. Diakses pada 05 megapolitan/107553-diskusi-ahmadiyah-dan-pemkot-
April 2013. bekasi-tanpa-solusi.html. Diakses 13 April 2013.
12 Wawancara dengan Muhammad Isnur (LBH Jakarta) 14 Wawancara dengan Muhammad Isnur (LBH Jakarta)
pada 26 Desember 2013. pada 26 Desember 2013.
39
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
40
Politik Lokal dan Sengketa Rumah Ibadah di Bekasi: Eskalasi Intoleransi Agama
Ribuan pasang mata yang mayoritas Rahmat Effendi tampak begitu sadar
berbaju putih itu pun menyambut pernyataan bahwa isu anti-Ahmadiyah dapat menjadi
tegas Wakil Walikota tersebut dengan agenda setting penting untuk mobilisasi
takbir dan tepuk tangan. Dalam periode elektoral. Ini karena pada pilkada Bekasi,
yang sama, tepatnya pada tahun 2011, ia isu anti-Ahmadiyah memang sedang
juga berperan dalam penolakan Masjid hangat tidak hanya di Bekasi, tetapi juga
al-Misbah di Jatibening milik Jemaah di Jawa Barat. Isu Ahmadiyah memang
Ahmadiyah. Dengan dalih adanya keberatan tidak dia sampaikan dalam kampanye besar,
dari masyarakat terhadap Masjid al-Misbah melainkan dalam forum-forum seperti
tersebut, pemerintah pengajian dan khutbah
daerah, di mana pada Rahmat Effendi Jumat. Dia mendefinisikan
waktu itu Effendi duduk bahwa pelarangan
sebagai Wakil Walikota, tampak begitu Ahmadiyah adalah aspirasi
mengeluarkan Perwal sadar bahwa isu umat Islam, khususnya FPI
Bekasi 2011 tentang dan FKUI, dan itulah yang
Ahmadiyah. Desakan
anti-Ahmadiyah akan dia perjuangkan sebagai
dari beberapa orang dapat menjadi kepala daerah. Identitas dan
tersebut dijadikan alasan agenda setting keberpihakannya jelas: anti-
kuat pelarangan terhadap Ahmadiyah.17
Ahmadiyah. penting untuk
Realitas politik di
Dapat dikatakan mobilisasi Bekasi, khususnya pada
bahwa Effendi berperan elektoral. Pilwal 2012, menegaskan
dalam menciptakan arus bahwa intoleransi agama
penolakan terhadap Ah- terhadap kelompok agama
madiyah, khususnya di Bekasi. Menyadari minoritas, khususnya HKBP Filadelfia dan
arus penolakan terhadap Ahmadiyah yang Ahmadiyah semakin menguat. Pilwali 2012
makin kuat, Rahmat Effendi memanfaatkan menciptakan struktur kesempatan politik
isu Ahmadiyah sebagai komoditi politik. Di bagi eskalasi intoleransi agama. Sentimen
berbagai kesempatan, dia sebagai calon Wa- anti-Ahmadiyah misalnya secara terbuka
likota Bekasi gencar menyampaikan pela- dijadikan sebagai komoditi politik oleh
rangan Ahmadiyah sebagai konten kampa- calon walikota. Pada Pilwali 2012 sentimen
nye politiknya.16 Kampanye politiknya yang ini telah menjadi aspirasi umat Islam yang
kental dengan anti-Ahmadiyah tentu saja merupakan mayoritas pemilih di Bekasi.
memperoleh simpati dan dukungan dari or- Ormas-ormas Islam yang sebelum Pilwali
mas-ormas Islam di Bekasi yang memang 2012 memang sudah secara tegas menentang
sudah sejak lama memiliki sikap anti-Ah- keberadaan HKBP Filadelfia dan
madiyah. Artinya, dukungan politik umat Ahmadiyah juga menemukan momentum
Islam di Bekasi dan anti-Ahmadiyah adalah dan legitimasi politiknya bagi menguatnya
dua hal yang menyatu dalam ideologi Rah-
17 Terkait hlm ini, dapat dibandingkan dengan desakan
mat Effendi. kepada Rahmat Effendi untuk secara tegas memberi
keputusan tentang Ahmadiyah di Kota Bekasi.
Misalnya, lihat Kiblat.net, “Ratusan Umat Islam Desak
Walikota Bekasi Eksekusi Gereja,” http://www.kiblat.
net/2014/05/05/ratusan-umat-islam-desak-walikota-
16 Wawancara dengan Muhammad Isnur (LBH Jakarta) bekasi-eksekusi-gereja-kalamiring/. Diakses pada 25
pada 26 Desember 2013. Desember 2013.
41
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
Islam yang dia jual untuk memperoleh keberadaan gereja. Sebelum terjun ke
simpati dan dukungan suara dari warga. politik, melalui PKS, dia terlibat dalam
Sedikit berbeda dari Sa’duddin, aksi penutupan beberapa gereja yang
Neneng Hasanah Yasin yang memenangkan dekat dengan pesantrennya, seperti HKBP
Pilkada 2012 tidak secara terang-terangan Jatimulia, Gekindo, dan Gereja Pentakosta.
menyampaikan sikap anti-gereja. Namun, Ketiga gereja tersebut ditutup dengan alasan
strategi politiknya yang mendekati dan perizinan yang bermasalah. Penutupan
mengambil simpati ketiga gereja tersebut dibiarkan oleh bupati,
para kiai dan tokoh Neneng Hasanah Yasin yang pada waktu
agama yang tergabung itu dijabat oleh
yang memenangkan Saleh Manaf. Saleh
dalam FKUB dan
Pilkada 2012 tidak Manaf sendiri adalah
MUI, Neneng pada
dasarnya juga berperan secara terang-terangan mertua Neneng,
pemenang pilkada
dalam menciptakan menyampaikan sikap
struktur kesempatan 2012. 20
Kebijakan
antigereja. Namun, Saleh Manaf
politik bagi terjadinya
eskalasi tekanan strategi politiknya yang yang membiarkan
terhadap Jemaah mendekati dan mengambil penutupan gereja
Ahmadiyah dan pada masanya
simpati para kiai dan menjadi modal politik
HKBP Filadelfia.
tokoh agama yang penting bagi Neneng
Seperti disinggung
sebelumnya, kendala tergabung dalam FKUB dalam memperkuat
basis dukungan
terbesar dalam dan MUI, Neneng pada
pembangunan gereja elektoral dia dari
dasarnya juga berperan kalangan tokoh
di Bekasi adalah dari
dua lembaga tersebut. dalam menciptakan agama, khususnya
FKUB Kabupaten struktur kesempatan FKUB dan MUI.
Bekasi tidak pernah politik bagi terjadinya Semua calon
mengeluarkan dalam Pilkada
eskalasi tekanan terhadap
rekomendasi pendirian Bekasi tahun
gereja. Demikian Jemaah Ahmadiyah dan 2012 sebenarnya
halnya dengan MUI HKBP Filadelfia. memiliki track record
Kabupaten Bekasi. dukungan terhadap
Artinya, sekalipun dengan cara halus, sentimen anti-gereja. Pilkada tahun ini
Neneng pada dasarnya bisa dianggap turut karena itu menjadi momen penting bagi
berperan dalam memperkuat sentimen mereka menegaskan kembali reputasi
anti-gereja.19 tersebut. Hal ini menjadikan Pilkada 2012
Informasi terkait dengan kedua aktor sebagai struktur kesempatan bagi eskalasi
di atas patut diperhatikan. Sa’duddin dan penyebarluaasan intoleransi agama,
yang memiliki sebuah pesantren di Bekasi khususnya dalam bentuk kampanye negatif
Timur dikenal sebagai seorang Ustadz terhadap gereja.
yang mempunyai sikap negatif terhadap
19 Wawancara dengan Pdt. Palti Panjaitan pada 27 Novem-
ber 2013. 20 Ibid.
43
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
Aktor-aktor Politisasi
Sa’duddin,yang diusung
Penjelasan di atas menunjukkan peran
oleh PKS, PPP, dan PKB, penting beberapa kelompok aktor yang
memang lebih dikenal mempunyai kepentingan berbeda tetapi
bertemu dalam mobilisasi gerakan untuk
sebagai Ustadz daripada melakukan penekanan terhadap Jemaah
sebagai Bupati. Ketika Ahmadiyah dan HKBP Filadelfia. Ber-
temunya kelompok-kelompok yang berbeda
menjabat, ia bahkan ini menyatukan berbagai kapital sosial,
menyampaikan dalam politik, dan ekonomi yang menjadi kekuatan
yang tidak terbendung bagi terjadinya
suatu forum bahwa persekusi kelompok korban. Inilah yang
Penutupan ketiga gereja membentuk struktur kesempatan politik
yang memungkinkan terjadinya kekerasan.
tersebut dibiarkan oleh Berikut beberapa kelompok aktor yang
bupati, yang pada waktu berperan penting dalam mobilisasi gerakan
anti-Ahmadiyah dan HKBP Filadelfia.
itu dijabat oleh Saleh
Pemerintah dan Aparat Keamanan
Manaf. Saleh Manaf Pola Pertama adalah melalui kebijakan
sendiri adalah mertua berupa Peraturan Walikota (Perwal). Perwal
ini didasari oleh penafsiran terhadap
Neneng, pemenang pilkada Peraturan Gubernur Jawa Barat (Pergub
2012. Kebijakan Saleh Jabar). Pergub Jabar tentang Ahmadiyah
menjadi dasar bagi Pemda kota Bekasi
Manaf yang membiarkan untuk mengeluarkan Perwal serupa tentang
penutupan gereja pada Ahmadiyah. Pergub ini sebenarnya belum
diderivasikan dalam bentuk Perwal Kota
masanya menjadi modal Bekasi. Akan tetapi setelah muncul desakan
politik penting bagi Neneng ormas intoleran dengan mendatangi
Masjid al-Misbah, pemerintah kemudian
dalam memperkuat basis menerbitkan Perwal tentang Ahmadiyah di
dukungan elektoral dia Kota Bekasi. Alasan utama tentang Perwal
ini lebih pada ketertiban sosial. Jadi Perwal
dari kalangan tokoh dikaitkan dengan SKB 3 Menteri tentang
agama, khususnya FKUB Ahmadiyah dan UU Nomor 7 Tahun 2012
tentang Penanganan Konflik Sosial.
dan MUI. sepanjang masa
Pola kedua adalah melakukan
pemerintahannya, izin pembiaran terhadap kekerasan. Dalam
pembangunan gereja tidak kasus gereja HKBP Filadelfia, meskipun
upaya aparat mengamankan kegiatan iba-
akan dikeluarkan. dah jemaah gereja di luar, tetapi patut di-
sayangkan tidak ada upaya untuk mencegah
44
Politik Lokal dan Sengketa Rumah Ibadah di Bekasi: Eskalasi Intoleransi Agama
45
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
keamanan dan pemerintah Kabupaten Isu rumah ibadah yang sedang hangat
Bekasi tidak berada di pihak HKBP, tersebut berlangsung tidak lama sebelum
misalnya, mengamankan aksi demonstrasi. Pilkada. Ditambah lagi dengan petahana
Akan tetapi, pihak keamanan, Satpol PP, yang mencalonkan diri. Dengan kata lain,
dan pemerintah justru mengamankan isu rumah ibadah ini menjadi isu yang
jemaah HKBP. dimanfaatkan untuk meraup kepentingan
Kasus Masjid al-Misbah juga elektoral. Bukti lainnya adalah isu rumah
menunjukkan hal sama. Respons pemerintah ibadah ini menjadi salah satu narasi dalam
terhadap kasus ini bukan melindungi warga kampanye maupun ceramah kontestan
Ahmadiyah, tetapi justru mendiskriminasi. dalam masa kampanye Pilkada.
Tindakan pemerintah tersebut tidak melalui FKUI dan FPI memiliki niat dan
penelusuran atau penyelidikan lebih dahulu, misi yang sama juga dengan FKUB dan
melainkan dari desakan MUI di Kota dan
beberapa anggota FPI dan FKUI sejak Kabupaten Bekasi.
FPI yang melakukan Kesamaan inilah
awal memang berniat
aksi. Tentu saja ini yang memudahkan
mengesankan ada relasi menggagalkan komunikasi dan
antara ormas penentang pembangunan gereja dan koordinasi dalam
gereja tersebut menghentikan ibadah p e n g a m b i lan
dengan pemerintah. kebijakan di FKUB
Meskipun ada umat Ahmadiyah. dan MUI. Sementara
kepentingan berbeda Sementara pemerintah dua institusi terakhir
antara ormas tersebut (utamanya Walikota, ini memiliki pengaruh
dengan pemerintah.
Wakil Walikota, Bupati, kuat (dalam hal
FPI dan FKUI tempat ibadah)
sejak awal memang dan Wakil Bupati) dengan pemerintah.
berniat menggagalkan memiliki kepentingan Transmisi pengaruh
pembangunan gereja untuk memuluskan ini menjadi kunci
dan menghentikan jalinan antaraktor
ibadah umat kemenangannya dalam penolakan rumah
Ahmadiyah. Sementara Pilkada. Dua kepentingan ibadah. Bersamaan
pemerintah (utamanya ini bertemu dalam dengan itu, pihak
Walikota, Wakil pejabat pemerintah
isu yang sama, yaitu
Walikota, Bupati, daerah dan pemerintah
dan Wakil Bupati) penolakan rumah ibadah kota juga memiliki
memiliki kepentingan milik Jemaah Ahmadiyah misi yang sama. Oleh
untuk memuluskan dan HKBP Filadelfia. karena itu, dukungan
kemenangannya mengangkat isu rumah
dalam Pilkada. Dua ibadah dalam Pilkada
kepentingan ini bertemu dalam isu yang Bekasi muncul dari lembaga-lembaga
sama, yaitu penolakan rumah ibadah milik tersebut, meskipun dukungan tersebut tidak
Jemaah Ahmadiyah dan HKBP Filadelfia. serta merta menentukan kemenangan.
46
Politik Lokal dan Sengketa Rumah Ibadah di Bekasi: Eskalasi Intoleransi Agama
47
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
Bagian 4
Pengantar
Kasus penentangan terhadap yang damai di berbagai wilayah di Indonesia,
pembangunan Masjid Nur Musafir termasuk Kupang. Pembangunan rumah
di Kelurahan Batuplat, Kupang, Nusa ibadah seringkali dilihat sebagai upaya
Tenggara Timur, menarik banyak perhatian, propaganda dan misi agama oleh kelompok
sampai-sampai Presiden Susilo Bambang tertentu yang dapat membahayakan
Yudhoyono pada waktu itu merasa perlu keimanan dan keyakinan kelompok lain. Ia
mengirimkan satu utusan ke Kupang untuk selalu dipersoalkan karena status legalnya
menyelesaikan konflik di Batuplat.Meskipun yang tidak terpenuhi secara lengkap. Tidak
tidak sampai menimbulkan kekerasan fisik, jarang juga ditemukan bahwa persoalan
jika dikaitkan dengan kasus-kasus serupa di rumah ibadah dipicu oleh kepentingan
tempat lain, kasus ini memiliki signifikansi politik. Ia dimainkan sebagai isu untuk
dalam konteks tren meningkatnya kasus mencapai tujuan politik tertentu.
sengketa rumah ibadah di Indonesia.
Tulisan ini menjelaskan keterkaitan
Informasi tentang konflik rumah ibadah
isu pembangunan Masjid Nur Musafir
di satu daerah dengan cepat menyebar ke
di Batuplat dengan eskalasi ketegangan
daerah lain, dan seakan menjadi virus yang
hubungan antara umat beragama akibat
menular turut berperan dalam menciptakan
Pilkada di kota Kupang. Fokus utamanya
dinamika lokal untuk terjadinya kasus
adalah peran Pilkada dalam eskalasi
serupa. Munculnya kasus di Kupang ini
ketegangan hubungan antara umat
tidak hanya berdampak pada penghentian
beragama. Di Batuplat, ketegangan sosial
sementara pembangunan Masjid Nur
antara umat beragama (Kristen-Muslim)
Musafir yang menghalangi hak para jemaah
sudah terjadi sebelum Pilkada, tetapi
dalam melaksanakan ibadah. Kasus tersebut
ketegangan tersebut semakin meningkat
juga telah mengusik hubungan damai
seiring dengan atmosfir yang tercipta oleh
antara Muslim dan Kristen di Kupang yang
Pilkada. Tulisan ini menunjukkan logika
telah terbentuk sekian lama. Banyak kasus
keterkaitan isu rumah ibadah dengan
ketegangan dan konflik antarkelompok
eskalasi ketegangan akibat Pilkada dengan
agama di Indonesia belakangan telah
menguraikan momen penting Pilkada bagi
menjadi bagian dari dinamika politik baik
setiap pihak yang berkepentingan dan juga
di tingkat nasional dan lokal. Dampaknya
struktur kesempatan politik yang tercipta
termasuk pada erosi modal sosial sebagai
melalui Pilkada.
fondasi kehidupan hubungan antaragama
48
Pilkada dan Eskalasi Ketegangan Relasi Antarumat Beragama: Kasus Masjid Nur Musafir Batuplat
Tulisan ini merupakan hasil penelitian bersama dan bertetangga dengan penduduk
lapangan di Kupang pada tahun 2013. “asli” yang mayoritas beragama Kristen
Informasi dan data diperoleh melalui Protestan. Diakui oleh mereka, hubungan
observasi lapangan dan wawancara semi sosial dan ekonomi dengan penduduk
struktur dengan sejumlah informan asli sudah terjalin baik. Mereka bahkan
kunci, terutama yang terkait langsung sudah berkontribusi cukup signifikan
dengan subyek yang didiskusikan seperti pada kehidupan sosial-ekonomi di daerah
panitia pembangunan Masjid di Batuplat, tersebut. Di Batuplat, umat Kristen dan
individu-individu yang mempersoalkan Muslim cukup lama hidup secara damai dan
pembangunan masjid, termasuk mereka saling mengunjungi terutama ketika salah
yang sekalipun tidak satunya melakukan
terlibat langsung, tetapi Suasana harmoni dalam perayaan hari besar
mengikuti secara detil relasi sosial tersebut agama, seperti Natal
perkembangan kasus dan Idul Fitri.
pembangunan masjid kemudian berubah
S u a s a n a
di Batuplat. Nama- menjadi ketegangan harmoni dalam
nama individu tersebut relasi sosial tersebut
sengaja tidak disebutkan setelah umat Islam
kemudian berubah
dengan pertimbangan memprogramkan menjadi ketegangan
kerahasiaan identitas
pembangunan tempat setelah umat Islam
informan. Selain hasil memprogramkan
wawancara, sebagian ibadah, Masjid Nur pembangunan tempat
besar informasi Musafir di Batuplat. ibadah, Masjid Nur
kronologi perkembangan Musafir di Batuplat.
kasus didapatkan dari Awalnya, umat Islam meminta izin ke Lurah
notulensi-notulensi resmi rapat pertemuan setempat untuk melaksanakan salat tarawih
formal terkait dengan kasus yang dikaji. secara berjamaah pada bulan Ramadan
Dokumen-dokumen resmi dari beberapa tahun 2002 di suatu rumah di Batuplat.
lembaga terkait juga menjadi sumber data Setelah mendapatkan izin, pemilik rumah
penting dalam penelitian ini. Berita-berita tersebut mewakafkan rumah dan sekaligus
media, baik cetak maupun elektronik, tanahnya kepada warga Muslim Batuplat
sekalipun statusnya sekunder, juga sangat untuk pembangunan tempat ibadah. Proses
berguna sebagai sumber informasi, terutama pewakafan tanah tersebut secara resmi
dalam menganalisis perkembangan kasus dilakukan pada tanggal 15 Mei 2003,
dalam penelitian ini. disaksikan oleh Lurah Batuplat, Camat Alak,
Sengketa Masjid Nur Musafir Pra-Pilkada dan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
Umat Islam di Kota Kupang, termasuk Alak, dan sekaligus dilakukan peletakan
yang berdomisili di Kelurahan Batuplat pada batu pertama pembangunan Masjid Nur
umumnya adalah pendatang. Persentase Musafir. Peletakan batu pertama tersebut
mereka adalah 1,49 % dari 321.384 jiwa pada menandai terjadinya perubahan relasi sosial
tahun 2012. Selainnya, 87,1 % Protestan, antarumat beragama dari harmoni menjadi
11,281 % Katolik, dan 0,128 % Hindu. Sejak tegang di Batuplat.
bermukim di Batuplat, mereka sudah hidup Dua hari setelah peletakan batu
49
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
pertama (tepatnya pada 17 Mei 2003), yang hampir sama juga muncul dari pihak
seseorang yang mengatasnamakan wakil lain. Pada tanggal 2 Maret 2005, pimpinan
warga Batuplat mengirimkan surat ke Lurah Golkar Kelurahan Batuplat, Kecamatan
Batuplat yang pesannya menyampaikan Alak, mengirim surat ke Lurah Batuplat
bahwa pembangunan tempat ibadat tersebut dan menyampaikan bahwa demi terciptanya
meresahkan warga. Menurutnya, lokasi kerukunan umat beragama, pembangunan
tersebut terlalu dekat dengan pemukiman masjid oleh umat Islam harus didukung,
warga non-Muslim. Melalui suratnya, tetapi harus sesuai dengan aturan yang
warga tersebut meminta pemerintah untuk berlaku.
mencarikan lokasi lain dan memperhatikan Sejak itu, isu pembangunan masjid
prosedur pembangunan rumah ibadah telah dan terus menjadi isu yang mewarnai
sesuai aturan yang berlaku. hubungan antarumat
Selama dua tahun, isu pembangunan beragama di Batuplat.
surat tersebut tidak masjid telah dan terus Umat Islam terus menuntut
mendapat tanggapan. Pada haknya dan warga lain
tanggal 7 Februari 2005, menjadi isu yang mempersoalkannya. Isu
respons serius terhadap mewarnai hubungan pembangunan masjid
pembangunan masjid
antarumat beragama telah menjadi sumber
tersebut muncul. Pihak ketegangan bagi relasi
Karang Taruna Kelurahan di Batuplat. antarumat beragama.
Batuplat menyampaikan Ketegangan tersebut
sikapnya melalui surat resminya kepada bahkan semakin meningkat menjelang
Lurah Batuplat. Mereka meminta Lurah Pilkada Kupang periode 2007-2012.
agar menghentikan kegiatan pembangunan Pilkada 2007: Momen Politik Identitas
masjid dan selanjutnya berkoordinasi
dengan pihak Kecamatan, Dinas Tata Pada tanggal 21 Mei 2007, Pilkada
Kota, Departemen Agama, dan pihak- digelar di Kota Kupang. Pilkada tersebut
pihak terkait untuk membicarakan proses diikuti oleh lima pasangan calon Walikota.
pembangunan masjid tersebut. Respons Secara detil daftar pasangan calon dapat
dilihat pada tabel 1 berikut:
50
Pilkada dan Eskalasi Ketegangan Relasi Antarumat Beragama: Kasus Masjid Nur Musafir Batuplat
Seperti terlihat pada tabel di atas, tentu saja melalui kontrak politik. Seorang
Pilkada tersebut memenangkan pasangan informan menyampaikan bahwa salah satu
Daniel Adoe-Daniel Hurek (DUO DAN). isi kontrak politik yang disampaikan oleh
Hasil Pilkada tersebut menarik untuk pasangan DUO DAN dalam kampanye
diamati karena Kota Kupang memiliki mereka adalah pembangunan tempat ibadah
penduduk yang mayoritas Kristen, bagi umat Islam di Kupang.
tetapi pasangan yang memenangkannya Kemenangan DUO DAN pada
diusung oleh PKB dan PKS, partai politik Pilkada 2007 sekali lagi adalah momen
dengan basis Islam bersama partai-partai politik bagi umat Islam di Kota Kupang.
kecil lainnya. Hasil Pilkada tersebut Umat Islam, khususnya di Batuplat, tidak
menunjukkan bahwa sekalipun jumlah menyia-nyiakan kesempatan tersebut
umat Islam kecil, tetapi suara dan peran untuk mengekspresikan dan menuntut
politik mereka signifikan. Suara umat aspirasi-aspirasi mereka. Salah satu
Islam berkontribusi secara signifikan pada aspirasi dan tuntutan mereka adalah
pemenangan pasangan Daniel Adoe-
Daniel Hurek. Arena dukungan politik (izin) dari DUO
DAN sebagai Walikota untuk
Fakta tersebut juga politik merealisasikan pembangunan
menunjukkan bahwa menawarkan masjid di Batuplat yang
melalui Pilkada 2007, umat ruang bagi tertunda sejak tahun 2002.
Islam telah menjalin dan Setelah mendapatkan
membangun hubungan umat Islam untuk dukungan dari elit politik
politik di Kota Kupang. menegaskan (DUO DAN) sejak masa
Arena politik menawarkan identitas, eksistensi, kampanye, umat Islam tentu
ruang bagi umat Islam
dan peran politik menemukan momentum
untuk menegaskan identitas, bagi realisasi pembangunan
eksistensi, dan peran politik mereka di Kota masjid, termasuk kemungkinan
mereka di Kota Kupang. Momen Kupang. kemudahan memenuhi berbagai
politik seperti Pilkada menurut syarat, sesuai aturan yang berlaku.
Parker menjadi kesempatan penting Pada tahun 2008, setahun setelah
bagi kelompok-kelompok sosial dalam Pilkada, warga umat Islam di Batuplat mulai
masyarakat plural melakukan upaya-upaya mengumpulkan surat pernyataan dukungan
untuk menegaskan dan mempertahankan warga di Batuplat sebagai salah satu syarat
jati diri atau identitas sebagaimana mereka legal untuk pembangunan tempat ibadah.
cita-citakan dan citrakan. Momen seperti Mereka berhasil mendapatkan dukungan dari
Pilkada merupakan tempos bagi mereka untuk 65 nama dan tanda-tangan warga, berikut
mengkonstruksi dan mempresentasikan KTP mereka. Surat pernyataan dukungan
siapa dan bagaimana mereka, serta apa tersebut, yang juga dilampiri daftar nama
yang mereka aspirasikan.2 Di sisi lain, para pengguna masjid sejumlah 60 KK dan 274
politisi juga telah memanfaatkan potensi jiwa, disahkan oleh Lurah Batuplat setelah
politik umat Islam secara signifikan. Mereka beberapa tahun kemudian, tepatnya pada
berhasil memaksimalkan potensi tersebut, tanggal 7 Mei 2010.
2 Parker, Richard D. 1994. “Here, the People Rule”: A Con- Selain umat Islam, momen politik
stitutional Populist Manifesto. Cambridge, Mass. Harvard
University Pres, hlm.55. Pilkada juga dimanfaatkan oleh kelompok
51
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
52
Pilkada dan Eskalasi Ketegangan Relasi Antarumat Beragama: Kasus Masjid Nur Musafir Batuplat
53
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
Bangunan relasi saling menguntung- yang berlaku. Hasil rapat tersebut juga
kan antara kedua aktor (umat Islam dan menegaskan bahwa selain setiap warga perlu
Walikota) tersebut ternyata menyebabkan menjaga dan memahami makna kerukunan
ketegangan dengan aktor lainnya, khusus- hidup antarumat beragama, warga
nya kelompok yang mempersoalkan Nur non-Batuplat tidak boleh mencampuri
Musafir. Aliansi dan disasosiasi bahkan masalah internal Batuplat. Tampak bahwa
telah menjadi salah satu pemicu eskalasi ketegangan sosial akibat isu rumah ibadah di
ketegangan. Eskalasi ketegangan tersebut Batuplat juga dieskalasi oleh bertambahnya
dibuktikan ketika proses pencarian dan aktor-aktor dari luar Batuplat.
penentuan lokasi pembangunan Masjid Nur Sampai pada akhir masa jabatan
Musafir. Pada 12 dan 14 Mei 2009, papan Walikota periode 2007-2012, masalah
nama masjid dicabut oleh oknum yang pembangunan Masjid Nur Musafir tidak
tidak bertanggung jawab. Kejadian tersebut kunjung selesai. Urusannya semakin rumit,
dilaporkan oleh seorang warga kepada dan ketegangan relasi umat beragama bahkan
Lurah Batuplat. Lurah Batuplat, pada hari semakin menguat. Berbagai persyaratan
berikutnya, mengundang pejabat kelurahan telah diadakan, tetapi penolakan tetap
yang terkait untuk membicarakan gejolak berlanjut dan berkembang. Ketegangan
keamanan dan ketertiban masyarakat dan tersebut bahkan semakin meningkat seiring
potensi gangguan terhadap kerukunan umat semakin memanasnya atmosfir Pilkada
beragama. Pada tanggal 16 Mei 2009 rapat tahun 2012. Bagian berikut menguraikan
yang dihadiri 41 orang dilaksanakan. Peserta eskalasi ketegangan tersebut, di mana
rapat menyepakati bahwa pembangunan momen politik Pilkada 2012 berperan
masjid tidak ditolak, tetapi perlu dilengkapi penting di dalamnya.
dengan semua persyaratan sesuai aturan
Pilkada 2012: Struktur Kesempatan Politik politiknya. Desain sistem politik demokratis
bagi Eskalasi tersebut, disukai atau tidak, telah membuka
Sebagaimana akan diuraikan, peluang bagi eskalasi ketegangan hubungan
ketegangan relasi antarumat beragama antara umat Islam dan yang mempersoalkan
(Kristen-Muslim) yang terjadi di Batuplat¸ pembangunan Masjid Nur Musafir.
Kupang lebih disebabkan oleh proses Pilkada Kota Kupang pada tahun
politik yang melibatkan beberapa aktor 2012 mengkondisikan perebutan kekuasaan
kunci, termasuk umat Islam, kelompok secara terbuka di Batuplat. Mereka
yang mempersoalkan Masjid Nur Musafir, yang berkepentingan untuk mengakses
Walikota, dan Ketua DPRD Kupang. kekuasaan demi efektifitas perjuangan
Aktor-aktor yang terlibat masing-masing politiknya dapat (dan telah) memanfaatkan
berkontribusi secara signifikan pada eskalasi Pilkada. Inilah yang telah dimanfaatkan
ketegangan. Eskalasi ketegangan tersebut oleh umat Islam dan kelompok masyarakat
dapat dijelaskan dengan melihat struktur yang mempersoalkan pembangunan
kesempatan politik yang masjid di Batuplat dalam
tercipta pada masa Pilkada memperjuangkan aspirasi
2012 di Kupang. Pilkada Pencalonan kembali mereka. Mereka masing-
di Kupang, sebagaimana Walikota adalah masing memaksimalkan
di tempat lain, telah jalan terbuka potensi keterbukaan akses
menciptakan struktur politik di Pilkada 2012.
bagi umat Islam
kesempatan politik yang Bagi umat Islam,
memungkinkan terjadinya untuk mengakses
sekalipun telah mendapatkan
eskalasi ketegangan relasi kekuasaan bagi dukungan politik bagi
sosial. Momen Pilkada perjuangan politik pembangunan masjid mereka
telah memberi ruang sejak Pilkada 2007, Pilkada
bagi yang berkepentingan mereka.
2012 dilihat sebagai momen
(para aktor) untuk untuk menegaskan dukungan politik dari
memperjuangkan kepentingan mereka Walikota yang kembali mencalonkan diri.
masing-masing. Terkait dengan kasus di Mereka tidak hanya merekontekstualisasi,
Batuplat, paling tidak ada empat faktor tetapi juga semakin menguatkan hubungan
yang menandai struktur kesempatan politik: politik mereka dengan Walikota. Pencalonan
keterbukaan sistem politik; ketersediaan kembali Walikota adalah jalan terbuka bagi
dukungan elit politik; ketidakstabilan umat Islam untuk mengakses kekuasaan
politik; dan perpecahan elit politik. Keempat bagi perjuangan politik mereka. Fakta-
faktor masing-masing menjadi media fakta menunjukkan bahwa perjuangan
eskalasi ketegangan hubungan antarumat mereka dengan ketersediaan akses pada
beragama di Batuplat. sistem politik pada momen Pilkada efektif.
Keterbukaan Sistem Politik Surat IMB yang sangat prosedural berhasil
Sistem politik demokratis, terutama mereka dapatkan, dan sekalipun mendapat
pada momen Pilkada, didesain untuk penolakan yang tegas dari kelompok yang
menyediakan akses secara terbuka terhadap menolak program mereka, peletakan
sistem dan proses politik bagi setiap warga batu pertama pembangunan masjid oleh
dan kelompok untuk menyalurkan aspirasi Walikota tetap terlaksana.
55
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
56
Pilkada dan Eskalasi Ketegangan Relasi Antarumat Beragama: Kasus Masjid Nur Musafir Batuplat
tentu menyadari bahwa momen tersebut Taruna jelas merupakan bentuk dukungan
semakin signifikan utamanya karena politik dari elit bagi Karang Taruna.
periode kontrak politik (2007-2012) mereka Ketersediaan dukungan dari elit politik
dengan Walikota akan berakhir. Mereka semakin mendorong agresifitas Karang
patut mengkhawatirkan bahwa tuntutan Taruna. Tanpa menunggu berlangsungnya
mereka tidak akan terpenuhi selamanya rapat dengar pendapat seperti diusulkan
jika tidak direalisasikan oleh Walikota Ketua DPRD kepada Walikota tiga hari
sebelum masa jabatannya berakhir pada sebelumnya, Karang Taruna bersama
tahun 2012, terutama jika dia tidak terpilih warga kembali menemui Komisi A DPRD.
lagi. Ketersediaan dukungan penguasa, Mereka menyampaikan protes terhadap
menurut McAdam, menciptakan struktur kebijakan Walikota, dan isi protes kemudian
kesempatan politik yang dalam kasus ini disampaikan kepada Ketua DPRD.
mewujud dalam bentuk tawaran bagi umat Berdasarkan hasil pertemuan tersebut, Ketua
Islam untuk semakin meningkatkan upaya DPRD, pada 1 Juli 2011, mengirimkan surat
politik mereka.5 Segala upaya dilakukan, prihal rekomendasi kepada Walikota yang
dan akhirnya bersama pemerintah mereka menyatakan bahwa Karang Taruna dan
berhasil membentuk panitia pembangunan warga kelurahan Batuplat mempersoalkan
masjid pada pertengahan tahun 2011. prosedur pembangunan Masjid Nur
Di lain pihak, Karang Taruna bersama Musafir, dan karenanya pemerintah diminta
warga lain, sebagai kelompok yang tegas berkordinasi dengan pihak terkait, dan
mempersoalkan Masjid Nur Musafir meminta panitia pembangunan untuk
dan telah menemui jalan buntu dalam sementara menghentikan kegiatannya
negosiasi kepada pemerintah, mengadukan sambil melengkapi persyaratan yang
masalahnya ke DPRD, tepatnya ke Komisi dibutuhkan. Selain itu, isi surat tersebut juga
A DPRD Kota Kupang pada tanggal 27 meminta agar keamanan dan ketertiban
Juni 2011, dua hari setelah peletakan batu masyarakat tetap dijaga dan kerukunan
pertama. Inilah bentuk upaya Karang hidup umat beragama terus dijunjung tinggi.
Taruna dalam membangun aliansi dengan Sebagaimana Walikota, Ketua DPRD
ketua DPRD, yang juga mencalonkan diri Kota Kupang tentu tidak “cuma-cuma”
sebagai Walikota Kupang periode 2012- memberi dukungan. Dia tentu menyadari
2017. Pengaduan warga tersebut disikapi dan menangkap momen politik Pilkada
oleh ketua DPRD dengan mengirimkan 2012, di mana dia ikut bertarung sebagai
surat dan meminta Walikota untuk calon Walikota Kupang periode 2012-
menghadirkan Asisten I Setda,Kepala BPPT, 2017. Isu Masjid Nur Musafir, apabila
Kepala Badan Kesbangpol, Kabag. Tata dikelola secara tepat, dapat menjadi sarana
Pemerintahan Setda, Camat Alak, Lurah efektif untuk menanamkan modal politik.
Batuplat, koordinator warga Kelurahan Seperti halnya Walikota, Ketua DPRD
Batuplat pada acara rapat dengar pendapat yang memainkan isu pembangunan masjid
terkait pengaduan masyarakat tentang membangun persepsi bahwa dukungannya
pembangunan masjid. Respons positif dari kepada Karang Taruna bentuk tanggung
Ketua DPRD terhadap pengaduan Karang jawab wakil rakyat dan bahwa dia orang
5 Doug McAdam, 1982. Political Process and the Develop- yang patut diberi amanah untuk mengatasi
ment of Black Insurgency, 1930-1979. Chicago: University masalah rakyat. Dengan alasan politik
of Chicago Press, hlm. 43.
57
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
pembangunan Masjid
berkontribusi secara Surat Ketua DPRD
Nur Musafir di Batuplat signifikan pada eskalasi dijawab oleh Walikota
akan dihentikan untuk ketegangan relasi melalui surat resminya
sementara. Perubahan antarakelompok agama pada 12 Juli 2011.
kebijakan pemerintah Dalam surat jawabannya,
karena tuntutan warga di Batuplat. Walikota menegaskan
jelas menunjukkan bahwa pemerintah telah
instabilitas politik. Perubahan kebijakan memberikan persetujuan, dan karenanya
tersebut tentu saja menciptakan kekecewaan pembangunan masjid akan tetap dilanjutkan.
bagi umat Islam. Umat Islam kecewa tidak Menerima respons negatif tersebut, Ketua
hanya kepada Walikota yang selama ini DPRD kembali mengirimkan surat yang
telah memberikan dukungan politik, tetapi isinya lebih tegas meminta Walikota untuk
juga terhadap kelompok yang mendesak sementara menghentikan pembangunan
perubahan kebijakan tersebut. Kekecewaan Masjid Nur Musafir dengan alasan demi
tersebut tentu semakin menyulut kebencian pertimbangan keamanan, ketertiban dan
dan mengeskalasi ketegangan. kerukunan hidup antarumat beragama.
Perpecahan Antarelit Politik Walikota dan Ketua DPRD sama-sama
bersikap tegas dengan posisinya masing-
Surat Ketua DPRD kepada Walikota masing yang berselisih. Momen Pilkada
Kupang menandai perpecahan antara 2012 di mana keduanya sama-sama
elit politik. Tindakan ini menjadi wujud mencalonkan diri sebagai Walikota Kupang
terciptanya struktur kesempatan politik yang periode 2012-2017 mengkondisikan
berkontribusi secara signifikan pada eskalasi keduanya untuk saling berselisih. Mereka
ketegangan relasi antarakelompok agama di berdua saling memahami sebagai rival. Isu
Batuplat. Elit politik (Walikota dan Ketua
DPRD) yang berselisih masing-masing 7 Craig J. Jenkins dan Charles Perrow, 2003. “Farmwork-
ers’ Movements in Changing Political Context.” In Jeff
menawarkan dukungan politik kepada Goodwin and James M. Jasper (eds.), The Social Move-
ment Readers: Cases and Concepts. Malden, Massachu-
warga yang berselisih (umat Islam dan setts: Blackwell Publishing, hlm. 281.
60
Pilkada dan Eskalasi Ketegangan Relasi Antarumat Beragama: Kasus Masjid Nur Musafir Batuplat
sangat penting karena merekalah yang kelompok telah lama dan terus terlibat
berselisih, dan mereka pulalah yang dalam interaksi sosial.
menerima efek langsung dari perselisihan Terakhir, pembahasan di atas
tersebut. Keterlibatan mereka harus menunjukkan, dinamika politik lokal yang
dalam posisinya sebagai subyek. Tepatnya, terbentuk dalam momen Pilkada berperan
keterlibatan mereka harus dalam konteks penting dalam menciptakan struktur
relasi antarsubyek. Relasi antarsubyek kesempatan politik bagi terjadinya eskalasi.
menekankan pentingnya relasi langsung dan Peran Walikota dan Ketua DPRD yang
dialogis. Kongkritnya, dialog antara umat kebetulan bersaing dalam Pilkada Kota
Islam dan warga yang menolak Masjid Nur Kupang pada tahun 2012 mencerminkan
Musafir harus difasilitasi sebagai sarana peran dinamika politik lokal. Keduanya
pendekatan alternatif tersebut. Dialog masuk dalam ranah kontestasi antara dua
sebagai sarana pendekatan dikonsepkan kelompok yang terlibat dalam sengketa
untuk memfasilitasi kedua kelompok untuk Masjid Nur Musafir. Mereka menggunakan
mendialogkan kepentingan masing-masing. sumber daya politik masing-masing demi
Konsep tersebut lebih lanjut mengarahkan memobilisasi elektoral secara berpihak.
dialog kepada terciptanya kemungkinan pada Akibatnya, terjadi polarisasi yang melibatkan
terpenuhinya kepentingan d i r i , dua kekuatan politik yang
sekaligus kepentingan Kongkritnya, dialog mendorong eskalasi atau
kelompok lain, atau istilah pengerasan sikap di antara
populernya “win-win antara umat Islam dan dua kelompok.
solution.” warga yang menolak
Sayangnya, ketika
Pendekatan ini, yang Masjid Nur Musafir
persaingan politik dalam
juga bisa disebut dengan harus difasilitasi Pilkada telah lewat,
pendekatan kepentingan, sebagai sarana sengketa pembangunan
sebenarnya potensial jika masjid Nur Musafir belum
mengamati perkembangan pendekatan alternatif selesai. Belakang-an kedua
isu Masjid Nur Musafir dan tersebut. kubu yang sebelumnya
realitas sosial di Batuplat. bersaing nampak menunjukkan sikap
Seperti disebutkan sebelumnya, kelompok seragam, yakni menurunkan ketegangan
yang menolak beberapa kali meminta agar dengan tidak melanjutkan proses
difasilitasi untuk berdialog langsung dengan pembangunan masjid. Pilihan ini patut
pihak umat Islam. Tetapi pendekatan disayangkan karena tidak menyelesaikan
kekuasaan begitu dominan, permintaan sengketa; di satu sisi mengendapkan
tersebut tidak pernah dipenuhi. Ada masalah dan di sisi lain menghalangi hak
beberapa kali pertemuan yang sebenarnya umat Islam di Batuplat untuk melanjutkan
telah melibatkan kedua kelompok, tetapi pembangunan masjid Nur Musafir. Ketika
karena konteksnya sangat formal dilakukan kontestasi dalam Pilkada menjadi struktur
oleh pihak penguasa, relasi antarsubyek kesempatan politik bagi eskalasi, berlalunya
kedua kelompok tidak terjadi. Keduanya kontestasi politik seharusnya menjadi
bahkan terkesan diposisikan sebagai struktur kesempatan politik dengan agenda
“obyek” yang menerima keputusan. Selain yang berbeda, yakni mediasi antara pihak
itu, masing-masing individu dari kedua yang berseteru dalam kasus ini.
64
Kesimpulan
Bagian 5
Kesimpulan
Pilkada dan intoleransi tidak selalu kedua kekuatan yang berbeda. Dalam kasus
mempunyai hubungan langsung yang yang berbeda, relasi saling menguntungkan
bersifat kausalitas. antaraktor tidak hanya
Namun ketiga kasus yang Momen Pilkada terjadi antara tokoh agama
dibahas dalam kasus ini menjadi momentum dan aktor politik, tetapi
menujukkan Pilkada juga membentuk aliansi
berperan penting dalam bertemunya dengan kekuatan-kekuatan
menciptakan struktur kekuatan-kekuatan lain khususnya birokrasi
kesempatan politik berbeda dalam pemerintahan.
bagi terjadinya eskalasi
kepentingan bersama Kedua, dinamika
ketegangan yang sudah politik seputar Pilkada
berlangsung sebelumnya. untuk menekan
bisa mendorong kandidat
Ada beberapa pola yang kelompok korban. dalam Pilkada untuk
menonjol: menerapkan strategi religious
Pertama, momen Pilkada menjadi outbidding (strategi mengungguli lawan
momentum bertemunya kekuatan-kekuatan dengan menggunakan isu agama) dengan
berbeda dalam kepentingan bersama untuk mengangkat isu ancaman dari kelompok
menekan kelompok korban. Hubungan agama minoritas. Dari ketiga kasus yang
saling menguntungkan ini terjadi utamanya dibahas di sini, religious outbidding paling
antara dua kelompok kekuatan, yakni tokoh menonjol terjadi di Bekasi dan Sampang.
agama dan aktor politik. Di satu sisi tokoh Hal yang menarik, hampir semua aktor
agama yang mencari dukungan dari aktor politik dalam kedua kasus ini nampak
politik untuk memobilisasi dukungan tidak ingin tertinggal dari calon lain dalam
guna menekan kelompok minoritas; menggunakan isu agama. Hal ini bisa
di sisi lain, aktor politik mempunyai dipahami karena dalam situasi ketika isu
kepentingan untuk memobilisasi dukungan agama menjadi salah satu isu sentral dalam
elektoral dengan berpihak kepada tokoh- mobilisasi elektoral, semua calon ikut serta
tokoh agama yang menentang kelompok dalam upaya membangun citra sebagai
minoritas. Dalam situasi ini kepentingan pembela agama. Penggunaan isu agama
yang bersifat intoleran, dalam bentuk dalam retorika politik tidak lagi efektif dalam
penentangan terhadap aktifitas kelompok mengungguli (outbidding) lawan, tetapi
agama lain atau yang dituduh menyimpang, menjadi pilihan untuk mempertahankan
menjadi isu bersama yang menyatukan level dukungan masyarakat. Dalam kasus
65
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
67
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
Selain itu, penegakan hukum terhadap Ada dua hal yang pokok dalam electoral
kampanye SARA juga menuntut kejelasan engineering, yakni (a) diterapkannya
dalam membedakan makanisme insentif bagi
antara politik identitas
Undang-undang pemilu politik yang mendorong
yang sah dengan sikap moderat dan aliansi
politik identitas yang bukanlah satu-satunya lintas kelompok identitas
berbahaya. Karena perangkat hukum (cross-cutting) dan (b)
itu, perlu upaya serius yang bisa digunakan mekanisme penegakan
untuk merumuskan hukum yang tegas
mekanisme pencegahan untuk mencegah politik terhadap politik sektarian
p e n g g u n a a n SARA. KUHP pasal 156 yang bersifat memecah
sentimen SARA dan 156a secara jelas belah berdasarkan
yang mempolarisasi
melarang pernyataan sentimen identitas.
2
68
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Buku
Ahnaf, Mohammad Iqbal, (2013). “Local District Government Heads in South
Election and Violence: Lessons from Sulawesi,” Review of Indonesian and
Sampang,” Newsletter in Religious Malaysian Affairs, Vol. 41, No. 1.
Life, Vol. 3, Center for Religious and Eisinger, Peter K. (1973) “The Conditions
Cross-cultural Studies and Indonesian of Protest Behavior in American
Consortium for Interreligious Studies, Citites.” The American Political Science
Gadjah Mada University. Review 67 (1).
Afdillah, M. (2013). Dari Masjid Ke Fox, Colm dan Menchik, Jeremy, (2011).
Panggung Politik; Studi Kasus Peran The Politics of Identity in Indonesia:
Pemuka Agama Dan Politisi Dalam Results from Campaign Advertisements,
konflik Kekerasan Agama Antara APSA 2011 Annual Meeting Paper.
Komunitas Sunni Dan Syiah Di
sampang Jawa Timur, Program Studi Gutmann, Amy, (2003). Identity in
Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Democracy, Princeton University Press.
Pascasarjana, Universitas Gadjah Horowitz, Donald L, (1993). “Democracy in
Mada, Tesis tidak terbit. Divided Society,” Journal of Democracy,
Aspinall, Edward; Dettman, Sebastian; Vol. 4, October.
Warburton, Eve, (2011). “When International Crisis Group, (2010).
Religion Trumps Ethnicity: A Indonesia: Mencegah Kekerasan
Regional Election Case Study from dalam Pemilu Kepala Daerah, bisa
Indonesia,” South East Asia Research, diakses di http://www.crisisgroup.
Vol 19, Number 1, March 2011. org/en/regions/asia/south-east-asia/
Brown, Graham dan Diprose, Rachel, indonesia/197-indonesia-preventing-
(2007). Bare-Chested Politics in violence-in-local-elections.aspx?alt_
Central Sulawesi, Indonesia: The lang=id.
Dynamic of Local Elections in a Jenkins, Craig J. dan Perrow, Charles,
‘Post’-Conflict Region, Crise Working (2003). “Farmworkers’ Movements in
Paper No. 37. Changing Political Context.” In Jeff
Buehler, Michael, (2007). “Local Elite Goodwin and James M. Jasper (eds.),
Configuration in Post-New Order The Social Movement Readers: Cases
Indonesia: The 2005 Election of and Concepts. Malden, Massachusetts:
Blackwell Publishing.
69
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
71
Politik Lokal dan Konflik Keagamaan
72
Daftar Pustaka
pada 12 Februari 2012, video koleksi KH. Syafi’ Khoiruddin dan Moh. Toha, Lc.,
pribadi. 8 Februari 2013.
Wawancara Ra Syauqi, 11 Februari 2013.
Wawancara dengan Muhammad Isnur KH. Abdussomad Buchori, 24 April, 2013
(LBH Jakarta). KH. Muhaimin, 12 Februari 2013.
Wawancara dengan Pdt. Palti Panjaitan Ali Rahbini, 15 Februari 2013.
(Pendeta HKBP Filadelfia).
Bapak Munaji, kepala dusun Gading Laok
Wawancara dengan KH, Sopandi, Tokoh Omben, 9 Februari 2013.
NU, MUI, dan FKUB Kabupaten
Bekasi. Ahmad Hidayat, Sekjen ABI, 28 Februari
2013.
Edi Purwinarto (Assisten III Gubernur
Jawa Timur), 5 Maret 2013. Tajul Muluk, 27 Maret 2013.
KH. Nailurrahman, 14 Februari 2013. Otman Ralibi (tim pengacara Tajul Muluk),
29 Oktober 2014.
KH Bukhori Maksum 10 Februari 2013.
Sayuti (politisi Golkar Sampang), 24
KH. Ali Karrar, 15 Februari 2013. Februari 2014.
Syihabuddin, 11 Februari 2013. Abdul Hamid, 8 Februari 2014.
73
BIODATA PENULIS